Anda di halaman 1dari 13

Finlandia memiliki beberapa kebijakan yang unik dan berbeda dengan negara-

negara lain, yaitu: seleksi guru yang ketat, gaji guru yang tinggi, kurikulum yang
konsisten, meminimalisir ujian, tidak menggunakan system rangking dan biaya
pendidikan ditanggung oleh pemerintah.5Di Negara Finlandia guru adalah profesi
terhormat dan membanggakan. Guru adalah profesi yang diidamkan oleh para
pemuda. Seleksi untuk mengajar di suatu sekolah sangat ketat. Calon guru yang
diterima dengan ijazah S-1 hanya 5%, sedangkan calon guru dengan ijazah S-2
hanya 20%. Seleksi guru yang ketat menghasilkan guru-guru berkualitas, sehingga
akan tercipta pula pendidikan yang berkualitas. Seleksi guru yang ketat berdampak
pada gaji yang diterima oleh guru. Finlandia sangat menghargai hasil kerja para guru,
sehingga gaji guru di Finlandia kurang lebih 40 juta per bulan. Hal tersebut
mengantarkan gaji guru tertinggi ke-5 di dunia. Sebelum menjadi guru, tentunya
mereka harus masuk pada fakultas keguruan terlebih dahulu. Di Finlandia untuk
masuk ke fakultas
keguruan lebih sulit dibandingkan dengan masuk ke fakultas kedokteran. Kurikulum
di negara pendidikan terbaik di dunia ini telah sejak lama mempersiapkan kurikulum
mereka. Pendidikan di Finlandia jarang mengganti
Rusmanto Sistem Pendidikan di Finlandia, diakses dari
http://rusmant0.blogspot.co.id/2013/11/pendidikan-finlandia-no1-dunia.html pada
tanggal 23 Januari 2016 pukul 20.48 WIB. 5 http://tulisbaca.com/pendidikan-terbaik-
di-dunia-finlandia/ diunduh tanggal 05 Januari 2016 pukul 20.40 WIB. kurikulum
pendidikannya. Mereka terkesan tak mau coba-coba terhadap kurikulum yang baru.
Dengan demikian tak akan terjadi kebingungan antara guru dan murid, dan fokus
pada tujuan pendidikan dapat tercapai. Pemerintah Finlandia juga percaya bila ujian
banyak itu hanya akan memfokuskan siswa pada nilai sekedar lulus. Oleh karena itu,
mereka meminimalisir ujian yang distandarkan. Sekolah-sekolah Finlandia tidak
memiliki kelas unggulan serta tidak memberikan ranking pada para siswanya.
Penilaian didasarkan pada bagaimana mereka mengerjakan tugas, bukan pada benar
atau salahnya jawaban. Penilaian didasarkan pada usaha mereka mengerjakan tugas.
Program remedial adalah waktu siswa memperbaiki kesalahannya. Para siswa
berusaha untuk membawa sekolah sebagai kegiatan yang menyenangkan.
Biaya pendidikan di Finlandia ditanggung oleh negara. Dengan penduduk
hanya 5 juta jiwa pemerintah mampu menanggung biaya pendidikan sebesar 200 ribu
euro. Biaya tersebut per siswa hingga menuju perguruan tinggi. Jadi keluarga miskin
dan kaya mampu merasakan kesempatan belajar yang sama. Banyak faktor telah
berkontribusi pada ketenaran sistem pendidikan Finlandia sekarang ini, seperti
sekolah terpadu sembilan tahun (peruskoulu) untuk semua anak, kurikulum modern
yang berfokus pada pembelajaran, perhatian sistematis kepada sistematis kepada
siswa-siswa yang berkebutuhan khusus yang beragam, serta otonomi lokal dan
tanggung jawab bersama. Kunci dari kesuksesan sistem pendidikan di Finlandia
adalah kontribusi guru yang sangat besar.
Sistem Pendidikan di Finlandia mengharuskan kualifikasi akademikguru
minimal bergelar master atau setara dengan S2, sedangkan Guru di Indonesia harus
memiliki kualifikasi akademik minimal S1/D-IV, sebagaimana tercantum dalam
Pasal 9 UU No.14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Namun, realitas yang
terjadi di Indonesia, tidak semua guru SMP di sekolah sudah memiliki gelar sarjana.
Finlandia sangat menghargai hasil kerja para guru. Guru menerima sedikit lebih
banyak daripada rata-rata gaji nasional. Menurut peraturan, gaji tahunan guru di
kelas-kelas atas peruskoulu (sekolah menengah pertama) dengan pengalaman 15
tahun (dalam dolar AS, dikonversi menggunakan paritas daya beli) adalah sekitar 41
ribu dolar (OECD, 2010a). Jumlah itu dekat dengan rata-rata pendapatan guru di
Negara OECD. Sekalipun mencari uang bukan alasan utama menjadi guru, kenaikan
gaji terjadi secara sistematis. Guru-guru Finlandia menaiki tangga penghasilan
bersamaan dengan bertambahnya pengalaman mengajar, gaji mereka tidak
berdasarkan Apresiasi terhadap hasil kerja guru di Finlandia sangat tinggi, tetapi di
Indonesia masih relatif rendah. Gaji guru yang belum menjadi pegawai negeri sipil
(PNS) masih sangat sedikit, hanya sekitar 100 ribu hingga 500 ribu. Padahal, guru
telah dijadikan profesi yang dianggap sejajar dengan dokter, pengacara, hakim, dan
sebagainya. Tunjangan profesi hanya diberikan kepada 6 Pasi Sahlberg, Finnish
Lessons: Mengajar Lebih Sedikit, Belajar Lebih Banyak ala Finlandia, Diterjemahkan
dari Finnish Lessons: What Can the World Learn from Educational guru yang telah
sertifikasi. Pemerintah Indonesia memang sudah berusaha mengapresiasi kinerja guru
dengan memberikan tunjangan profesi. Namun, perhatian terhadap kesejahteraan
guru tidak tetap masih sangat sedikit. Sebagaimana disebutkan diatas bahwa guru
adalah profesi yang sangat diinginkan di Finlandia, banyak lulusan baru dari
departemen pendidikan guru atau program guru bidang di Finlandia langsung mencari
pekerjaan di sekolah. Selama kuliah, mahasiswa membentuk bayangan, seperti apa
kehidupan di sekolah dari sudut pandang guru. Akan tetapi, lulusan tidak mesti
pernah mendapatkan pengalaman ikut serta dalam komunitas pendidik, mengambil
tanggung jawab penuh atas sekelas penuh siswa atau berinteraksi dengan orang tua.
Semua hal itu ada di dalam kurikulum pendidikan guru, tetapi banyak lulusan yang
telah mengajar menemukan adanya jurang yang dalam di antara idealisme ruang
kuliah dengan realitas di sekolah. Diakui bahwa pengembangan profesional dan
program dalam jabatan (in-service) guru tidak sejalan dengan pendidikan awal guru
dan sering tidak fokus pada hal-hal penting dalam pengajaran dan pengembangan
sekolah. Barangkali, kritik utamanya ada pada lemahnya koordinasi antara
pendidikan akademik guru awal dan pengembangan professional guru lanjutan.
Di Finlandia, ada kesenjangan signifikan di antara pemerintah kota dan
sekolah dalam kemampuan membiayai pengembangan professional guru. Alasan
utama terjadinya situasi ini adalah bagaimana cara pendidikan dibiayai. Pengelolaan
pendidikan Finlandia tidak seragam di seluruh negeri. Beberapa sekolah memiliki
otonomi yang relatif tinggi dalam hal operasi dan penganggaran. Yang lain tidak.
Oleh karena itu, pengembangan professional guru Finlandia muncul dalam berbagai
bentuk. Meskipun sistem pendidikan di Finlandia sangat maju, ada yang berpendapat
bahwa keunggulan mutu pendidikan Finlandia itu tidak mengherankan karena negeri
ini amat kecil dengan jumlah penduduk sekitar lebih dari 5 juta jiwa, penduduknya
homogen, dan negaranya sudah eksis sekian ratus tahun. Sebaliknya, Indonesia baru
merdeka 71 tahun dan penduduknya lebih dari 237 juta jiwa7, amat majemuk terdiri
dari beragam suku dan budaya. Perbedaan sejarah, ideologi, sosial, politik, budaya,
agama serta kondisi geografis antara Finlandia dan Indonesia juga akan
mempengaruhi sistem pendidikan di masing-masing tempat. Namun, bukan berarti
system pendidikan di Finlandia tidak ada yang dapat diterapkan di Indonesia.
Pemahaman tentang sistem pendidikan di Finlandia dapat kita peroleh dari buku
Finnish Lessons: What Can the World Learn from Education Change in Finland?
(Finnish Lessons: Mengajar Lebih Sedikit Belajar Lebih Banyak Ala Finlandia) karya
Pasi Sahlberg. Buku ini mengupas tentang sistem pendidikan di Finlandia secara
cukup lengkap, baik proses perubahannya sampai ke langkah praktis yang dilakukan
sekolah-sekolah di Finlandia. Isi dalam buku ini membawa harapan pada semua
orang yang khawatir apakah mungkin meningkatkan sistem pendidikan mereka.

Kunci kesuksesan pendidikan di Finlandia


Negara filandia merupakan negara yang berhasil meningkatkan kualitas pendidikan
nomor 1 di dunia hal ini Ternyata kuncinya memang terletak pada kualitas gurunya.
Guru-guru Finlandia boleh dikata adalah guru-guru dengan kualitas terbaik dengan
pelatihan terbaik pula. Profesi guru sendiri adalah profesi yang sangat dihargai, meski
gaji mereka tidaklah fantastis. Lulusan sekolah menengah terbaik biasanya justru
mendaftar untuk dapat masuk di sekolah-sekolah pendidikan dan hanya 1 dari 7
pelamar yang bisa diterima, lebih ketat persaingainnya ketimbang masuk ke fakultas
bergengsi lainnya seperti fakultas hukum dan kedokteran! Bandingkan dengan
Indonesia yang guru-gurunya dipasok oleh siswa dengan kualitas seadanya dan
dididik oleh perguruan tinggi dengan kualitas seadanya pula. Ini memberi gambaran
bahwa di finlandia profesi guru merupakan profesi yang paling terhormat dan
begengsi .
Dengan kualitas mahasiswa yang baik dan pendidikan serta pelatihan guru yang
berkualitas tinggi tak salah jika kemudian mereka dapat menjadi guru-guru dengan
kualitas yang tinggi pula. Dengan kompetensi tersebut mereka bebas untuk
menggunakan metode kelas apapun yang mereka suka, dengan kurikulum yang
mereka rancang sendiri, dan buku teks yang mereka pilih sendiri. Jika negara-negara
lain percaya bahwa ujian dan evaluasi bagi siswa merupakan bagian yang sangat
penting bagi kualitas pendidikan, Finlandia justru percaya bahwa ujian dan testing
itulah yang menghancurkan tujuan belajar siswa. Terlalu banyak testing membuat kita
cenderung mengajar siswa untuk lolos ujian, ungkap seorang guru di Finlandia.
Padahal banyak aspek dalam pendidikan yang tidak bisa diukur dengan ujian. Pada
usia 18 th siswa mengambil ujian untuk mengetahui kualifikasi mereka di perguruan
tinggi dan dua pertiga lulusan melanjutkan ke perguruan tinggi.
Dengan sistem seperti ini Siswa diajar untuk mengevaluasi dirinya sendiri, bahkan
sejak Pra-TK! Ini membantu siswa belajar bertanggungjawab atas pekerjaan mereka
sendiri, kata Sundstrom, kepala sekolah di SD Poikkilaakso, Finlandia. Dan kalau
mereka bertanggungjawab mereka akan bekeja lebih bebas.Guru tidak harus selalu
mengontrol mereka.
Siswa didorong untuk bekerja secara independen dengan berusaha mencari sendiri
informasi yang mereka butuhkan. Siswa belajar lebih banyak jika mereka mencari
sendiri informasi yang mereka butuhkan. Kita tidak belajar apa-apa kalau kita tinggal
menuliskan apa yang dikatakan oleh guru. Disini guru tidak mengajar dengan metode
ceramah, Kata Tuomas Siltala, salah seorang siswa sekolah menengah. Suasana
sekolah sangat santai dan fleksibel. Terlalu banyak komando hanya akan
menghasilkan rasa tertekan dan belajar menjadi tidak menyenangkan, sambungnya.
Siswa yang lambat mendapat dukungan yang intensif. Hal ini juga yang membuat
Finlandia sukses. Berdasarkan penemuan PISA, sekolah-sekolah di Finlandia sangat
kecil perbedaan antara siswa yang berprestasi baik dan yang buruk dan merupakan
yang terbaik menurut OECD.
Remedial tidaklah dianggap sebagai tanda kegagalan tapi sebagai kesempatan untuk
memperbaiki. Seorang guru yang bertugas menangani masalah belajar dan prilaku
siswa membuat program individual bagi setiap siswa dengan penekanan tujuan-tujuan
yang harus dicapai, umpamanya: Pertama, masuk kelas; kemudian datang tepat
waktu; berikutnya, bawa buku, dlsb. Kalau mendapat PR siswa bahkan tidak perlu
untuk menjawab dengan benar, yang penting mereka berusaha.
Para guru sangat menghindari kritik terhadap pekerjaan siswa mereka. Menurut
mereka, jika kita mengatakan Kamu salah pada siswa, maka hal tersebut akan
membuat siswa malu. Dan jika meremeka malu maka ini akan menghambat mereka
dalam belajar. Setiap siswa diperbolehkan melakukan kesalahan. Mereka hanya
diminta membandingkan hasil mereka dengan nilai sebelumnya, dan tidak dengan
siswa lainnya. Jadi tidak ada sistem ranking-rankingan. Setiap siswa diharapkan agar
bangga terhadap dirinya masing-masing.
Ranking-rankingan hanya membuat guru memfokuskan diri pada segelintir siswa
tertentu yang dianggap terbaik di kelasnya. Kehebatan sistem pendidikan di Finlandia
adalah gabungan antara kompetensi guru yang tinggi, kesabaran, toleransi dan
komitmen pada keberhasilan melalui tanggung jawab pribadi. Kalau saya gagal dalam
mengajar seorang siswa, kata seorang guru di Finlanda, maka itu berarti ada yang
tidak beres dengan pengajaran saya! Benar-benar ucapan guru yang sangat
bertanggungjawab. Pertanyaan yang harus di jawab dengan nurani pernakah kita guru
di Indonesia beranggapan seperti itu.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 SISTEM PENDIDIKAN DI JEPANG


Tujuan Pendidikan Nasional di Jepang adalah untuk meningkatkan
perkembangan kepribadian secara utuh, menghargai nilai-nilai individu, dan
menanamkan jiwa yang bebas. Pendidikan di jepang mulai mengalami kemajuan
sejak dilakukannya reformasi pendidikan pada masa Restorasi Meiji (Meiji ishin) dan
bertambah pesat setelah masa pendudukan Amerika Serikat, setelah kekalahan jepang
dalam perang dunia dua ( Murti Ramli,2009). Tekat dan semangat bangsa ini untuk
bangkit dari keterpurukan sangat patut dihargai, sebagaimana hasilnya dapat
disaksikan saat ini.
Langkah dan usaha jepang dalam mencerdaskan bangsanya telah menuai hasil
yang signifikan. Korelasi antara majunya pendidikan jepang dan kemajuan
industrinya benar-benar terwujud, sampai saat ini jepang menjadi salah satu negara di
Asia yang mempunyai kedududkan sejajar dalam IPTEK dan perekonomian dengan
raksasa dunia seperti Amerika. Tak heran jika perdana menteri Malaysia Mahatir
Muhammad menjadikan jepang sebagai kiblat perkembangan IPTEK ketimbang
dunia barat.
Reformasi pendidikan yang dilakukan oleh jepang dilakukan dengan
mengikuti konstitusi baru yang ditetepkan oleh Amerika Serikat pada tahun 1947.
Reformasi pendidikan tersebut memiliki tujuan untuk menciptakan masyarakat yang
demokratis. Dalam reformasi tersebut ditetapkan Undang-Undang Pendidikan yang
pokok-pokoknya mengandung :
1. Prinsip legalisme, yaitu bahwa mekanisme pengelolaan diatur dengan
Undang-Undang dan peraturan-peraturan.
2. Prinsip Administrasi yang Demokratis, yaitu bahwa sistem Administrasi
Pendidikan harus dibangun berdasarkan konsensus Nasional
mencerminkan kebutuhan masyarakat dalam membuat formulasi
kebijakan pendidikan dan prosesnya.
3. Prinsip netralitas, yaitu bahwa kewenangan pendidikan harus Independen
dan tidak dipengaruhi dan diinterfensi oleh kekuatan politik.
4. Pinsip Penyesuaian dan Penetapan Kondisi Pendidikan, yaitu bahwa
pemegang kewengan pusat dan lokal mempunyai tanggung jawab untuk
menyediakan kesempatan yang sama bagi semua dengan menyediakan
Fasilitas-Fasilitas pendidikan yang cukup.
5. Prinsip Desentralisasi, yaitu, bahwa pendidikan harus dikelola
berdasarkan otonomi pemerintah lokal.

2.2 Pengembangan Profesionalisme Guru di Jepang.

Sebagaimana dilakukan di Indonesia, di Jepang juga dilakukan upaya-upaya


untuk mengembangkan profesionalisme guru. Langkah itu untuk menjawab
kebutuhan Ekonomi Bangsa dan kebutuhan akan Sumber Daya Manusia. Contohnya,
tahun 2005 sebuah penerbitan yang sangat berpengaruh di Jepang menyarankan
dilakukanya arah Pendidikan di Jepang. Statementnya : Pendidikan merupakan
pondasi bagi kemakmuran bangsa khususnya di Jepang sebagai bangsa yang amat
miskin sumber daya alam harusnya ada upaya yang terrus menerus pengembangan
sumber daya manusia bukan hanya berkiprah di berbagai bidang didaalm Negeri,
tetapi juga diluar negei. Hal ini bisa terlaksana ketika ada kompetisi yang amat
besar dari para guru dan sekolah ( Katsuno,2012.)
Sutu konsekuensi dari kebijakan tersebut adalah semakin banyaknya pekejaan
guru. Guru harus menyelesaikan banyak sekali menyelesaikan dokumen-dokumen
untuk mereview diri sendiri, memasang target untuk pembelajaran yang pada
akhirnya akan mengurangi waktu untuk pemebelajaran dan untuk mengurangi waktu
untuk komunikasi dengan para siswa.kesalah ini berakibat pada guru yang semakin
emosional karena gangguan-gangguan eksternal tadi seperti menyalahkan diri sendiri
dan ragu-ragu terhadap diri sendiri.
Para komentator atau pemerhati pendidikan di jepang melihat bahwa para
guru di jepang selalu menganggap selalu profesional yang humanis yang bertanggung
jawab terhadap keseluruhan perkembangan anak. Ini berakibat dan benar-benar
berpengaruh sangat penting terhadap pembelajaran yang efektif. Insalnya dengan cara
berbicara melalui telepon atau bertanya kepada anak tentang bagaimana kesehatan
anak tersebut. Seperti halnya di Indonesia, di Jepang juga dilakukan ujian nasional
untuk siswa setelah dialkukan deskripsi atau penjelasan singkat mengenai
pengembangan kebijakan yang mengarah kepada diperkenalkanya tes nasional pada
tahun 2007 berbagai study terdahulu tentang identitas guru mulai kembali mendapat
perhatian.
Masaaki Katsuno menyatakan setelah menelusuri berbagai macam keragu-
raguan ( ambiguitas ) pada teori-teori yang ada sehubingan dengan karya identitas
akibat dan karir tulisan ini melanjutkan untuk melaporkan dan menganalisis kasus-
kasus dari enam guru dari tiga sekolah dasr berpenampilan rendah dijepang utara
dengan sampel dan cakupan yang terbatas study ini tidak bisa untuk generalisasi
tetapi masih bisa memunculkan isi-isu teoritik untuk digali lebih lanjut seperti
minsalnya kesulitan starategi guru untuk bekelanjutan identitas profesionalisme
mereka, dan kebutuha akan penempatan karya identitas guru pada skala mikro di
sekolah ( Matsuno,2012). Dengan mencermati hasil penelitian Masaaki Katsuno
tersebut meskipum hanya dalam skala terbatas dan tidak dapt digeneralisasi ( karean
merupakan study terbatas di bagian Utara), tampaknya ada kesamaan diindonesia
setelah diberlakunya Ujian Nasional beberapa sekolah, kalau tidak dikatakan banyak
sekolah, yang hanya berorientasi oada penyelesaian soal-soal ujian akan diujikan
pada Ujian Nasional dengan harapan siswa-siswanya dapat lulus Ujian Nasional
semua.

D. Pengembangan Profesi Guru di Jepang


Salah satu agenda reformasi pendidikan di jepang adalah peningkatan kualitas tenaga
pendidik di tingkat pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Dalam rencana
reformasi yang di susun National Comission of Edicational Reform (NCER) yang di
tuangkan dalam The Raibow Plan Pada tahun 2001, Poin ke-5 menyatakan bahwa
tenaga guru yang profesional dihasilkan melalui beberapa cara, diantaranya dengan
pemberlakuan evaluasi guru, pemberian penghargaan dan bonus kepada guru yang
berprestasi, juga suasana kerja ysng kondusif untuk meningkatkan etos kerja guru,
dan pelatihan bagi guru yang kurag cakap dibidangnya.
Sebagai bentuk pelaksanaan keputusan tersebut, Central Educational council
mengeluarkan kebijakan berupashin kyouka seido (sistem evaluasi guru yang baru)
pada tahun 2002 dan kyouinmenkyou koushin seido (pembaharuan sertifikasi
mengajar) Pada tahun 2006. Menteri pendidikan , olahraga, Budaya, sains dan
teknologi (MEXT) Selanjutnya menyusun peraturan pelaksanaannya, dan pada tahun
2005 sekitar 88% prefektur telah telah menerapkannya (Hayo, 2006).
Ada dua poin yang tersirat dalam kedua kebijakan tersebut yaitu, perlinya
mengembangkan sistem evaluasi guru dan uji kelayakan terhadap sistem sertifikasi
yang selama ini berjalan. Kebijakan ini sekalipun mendapa protes dari kalangan
pendidik terutama yang tergabung dalam Teacher Union, tetapi evaluasi guru telah
diterapkan di hampir semua prefektur. Sedangkan kebijakan pembaruan lisensi
mengajar masih dalam tahap sosialisasi.
Pengaruh dalam bidang pengelolaan tenaga kependidikan utamanya terlihat dalam
kebjakan evaluasi guru, sertifikasi guru, sistem penggajian guru, dan kualifikasi
tenaga pendidikan yang menjadi semakin ketat.
Untuk menjamin bahwa guru-guru memiliki kemampuan dasar yang standar sebagai
tenaga pengajar, dan sebagai bentuk pertanggungjawaban akan kualitas pendidikan
yang terjamin kepada pihak konsumen, maka sertifikasi guru di berlakukan di
berbagai negara sejak bebrapa dekade yang lalu.
Pentingnya sertifikasi guru di jepang mencuat pada masameiji saat di keuarkannya
UU tentang tentang tenaga kependidikan pada tahun 1849 (Law for certifikation of
education Personnel). Perundingan ini mengalami revisi beberapa kali hingga pada
tahun 1988. Kobayashi (1993) menjelaskan bahwa perundangan ini menunjukan
bahwa pemerintahan yang bersifat sentralistik masih berpengaruh kuat di bidang
pendidikan. Kebijakan tentang pengembangan guru diatur secara hukum oleh
kemetrian pendidikan dan dilaksanakan secara top-down oleh lapisan administratur di
bawahnya.
Penerapan kebijakan evaluasi guru yang dibebankan kepada Kyouikuiinkai atau the
Board of education yang da disetiap prefektur, dan pemantauan langsung oleh MEX,
menyebakan kebijakan ini di anggap tidak mengakar
Evaluasi guru di perlukan sebagai parameter untuk mengukur pencapauan prestasi
kerja guru, sekaligus sebagai titik tolak pengembangan program pendidikan guru
selanjutnya. Evaluasi guru jua merupakan bagian dari siklis keprofesionalan
seseorang ketika dia memutuskan untuk menerjuni profesi guru.
Terlepas dari tujuan aslinya untuk meningkatkan kualitaspendidikan disekolah,
kebijakan evaluasi guru juga diwarnai unsur politik yang melbatkan birokrat dan
pertikaian patai.
Berikut model dan pendekatan Evaluasi guru di jepang
Penilaian dalam sistem evaluasi guru yang lama (kinmuhyoutei) dilakukan
berdasarkan hasil penilaian atasan atau kepala sekolah saja, sehingga keobjektivan
dan kebenaran penilaian tidak dapat diperyanggungjawabkan. Olehnya itu banyak
pihak yang menentag metode ini termasuk teacher union.
Sistem evaluasi guru yang baru memilikim karakteristik yaitu penilaian didasarkan
pada dua komponen, Self-evaluation (jikohyouka)atau evaluasi mandiri dan penilaian
dari kepala sekolah.
Penilaian mandiri bertujuan untuk mendorong guru untuk memiliki komitmen
terhadap rencana dan tujuan yang di tuliskannya, sekaligus untuk membantu guru
memahami letak kekurangan dan kelebihan atau potensi dirinya yang perlu di
perbaiki atau dikembangkan.
Adapun penilaian terhadap kualitas guru oleh kepala sekolah dan wakilnya berimbas
kepada penentuan gaji, pengembangan karir dan jga moral guru. Yaitu bahwa guru-
guru yang mendapatkan penilaian kurang baik akan berusaha untuk memperbaiki diri
dan kualitas kerjanya.
Berdasarkan laporan dari komite pemeriksa sistem evaluasi guru prefektur nagano,
disebutkan bahwa ada beberapa poin yang ditentukan sebagai target penilaian Yaitu:
1. Penilaian berdasarkan kualifikasi akademik guru, dan kegiatan mengajar di dalam
kelas berdasarkan petunjuk pengajaran yang dikeluarkan MEXT
2. Pembimbingan dan pembinaan kepada siswa berupa pengarahan tentang
perkebangan siswa dan kebiasaan sehari-hari serta penaganan kelas. Dalam hal ini
setiap guru diharuskan untuk memahami jiwa anak, sikap, prilaku dan perkembangan
jasmani dan rohaninya, serta mampu mengarahkannya kepada kebiasaan belajar dan
semangat hidup.
3. Kemampuan mengrahkan siswa berdasarkan kemampuanny, bakat dan
kemampuan akademiknya, baik secara pribadi maupun bekerja sama dengan keluarga
anak.
4. Kemampuan membina anak untu bekerja sama dalam kegiata atau event khusus
diluar jam pelajaran disekolah.
5. Peran guru dalam menjemen sekola, kemampuan bekerja sama dengan teman
sejawat, memahami dan berusaha untuk mencapai tujuan sekolah.
6. Kemampian guru untuk membina kerja sama dengan orang tua murid dan
komponen asyarakat.
7. Semangat dan motivasi guru untuk mengembangkan diri dan meningkatkan potensi
melalui kegiatan penelitian dan training.

Sertifikasi guru di jepang


Bagaimana sistem sertiikasi itu diterapkan? Berbeda dengan diIndonesi, sertifikasi
guru di jepang melalui sistem perkuliahan dengan kurikulum baku dan tes Sedangkan
di Indonesia, Pemerintah dengan maksud menekan anggaran dan memudahkan para
guru untuk memperoleh sertifikat menerapkan sistem portofolio.
Berdsarkan peraturan sertfikasi tenaga pendidik tahun 1998, setiap calon guru harus
menjalani pendidikan guru di universitas atau sekolah tinggi yang telah diakreditas
Oleh MEXT. Pada tahu 2003 terdapat 85 % Universitas diepang telah memperoleh
akreditasi untuk menyelenggarakan pendidikan guru.
Tahun 2003 sebanyak 60% guru SD adalah lulusan pendidikan keguruan yang
dikelola oleh universitas, akademi atau sekolah tingi, sedangkan 60% guru SMP dan
80% guru SMA adalah lulusan universitas non kependidikan.

Anda mungkin juga menyukai