Anda di halaman 1dari 30

STRATEGI UMUM DAN INDIKATOR

PEMBUDAYAAN PENDIDIKAN INKLUSIF


KESADARAN AKAN KEBERAGAMAN

 Adanya perubahan dalam kesadaran dan


sikap masyarakat terhadap anak
berkebutuhan khusus
 Adanya perubahan pengetahuan dan
metodologi dalam memberikan layanan
kepada anak berkebutuhan khusus
 Adanya ketentuan peraturan dan
perundang-undangan yang berlaku
BEBERAPA KENDALA
Lingkungan
 Kurang responsif, kurang stimulasi
 Pemahaman atau kesalahpahaman guru dalam proses pembelajaran
 Faktor lingkungan secara umum, sosial, ekonomi, budaya, politik
Diri anak
 Kondisi fisik, intelektual
 interaksi dan komunikasi
 Perilaku,
 dorongan untuk belajar,
 kreativitas
Inklusi:
Sistem layanan Pendidikan Khusus yang
mensyaratkan anak berkebutuhan khusus
belajar di sekolah-sekolah terdekat di
kelas biasa bersama teman-teman
seusianya (Sapon-Shevin dalam O’Neil, 1994)
Sekolah Inklusif:
 Sekolah inklusif adalah satuan pendidikan pada jenjang
Pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, Pendidikan
Dasar dan Menengah yang menyelenggarakan pendidikan
inklusif.
 Secara konsep merupakan sekolah yang menampung semua
murid di kelas yang sama. Sekolah ini menyediakan program
pendidikan yang layak, menantang, tetapi sesuai dengan
kemampuan dan kebutuhan setiap murid maupun bantuan
dan dukungan yang dapat diberikan oleh para guru agar anak-
anak berhasil (Stainback)
 Seiring dengan K-13 sekarang implementasi SI adalah untuk
peserta didik yg tidak mengalami hambatan (1)intelektual,
(2)interaksi dan komunikasi, ataupun (3) perilaku
MENGAPA SEKOLAH HARUS INKLUSIF?

 Sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan


 Mencegah anak dari perasaan rendah diri dan
arogansi
 Membiasakan anak menghargai pluralitas
 Memudahkan anak melakukan penyesuaian
sosial
 Guru dapat saling belajar tentang anak
KARAKTERISTIK SEKOLAH INKLUSIF

 Sikap guru dan orangtua yang positif terhadap


keragaman
 Interaksi promotif dalam pembelajaran yang
koperatif
 Pengembangan kompetensi akademik yang
seimbang dengan kompetensi sosial
 Konsultasi kolaboratif antar profesional
 Hubungan kemitraan antara sekolah,
keluarga/masyarakat, pemerintah, dan dunia
usaha/industri.
 Belajar sepanjang hayat.
Mengapa Harus Inklusif?
 Declaration of Human Rights (1948)
 Convention on The Rights of The Childs (1989)
 Life long education →Education for All (Bangkok, 1991)
 Dakar Statement
 Salamanca Statement (1994)
 Bhineka Tunggal Ika
 The Four Pillars of education (Unesco, 1997)
 Asian Pacific decade for Disabled (Biwako) 2002
 Amanah UU No. 20 th 2003 (Sisdiknas)
 Permendiknas No. 70 tahun 2009 ttg Pendidikan inklusif
INTI KESEPAKATAN SALAMANCA (1994)
(1)
 Penegasan kembali terhadap komitmen
Pendidikan untuk Semua (Education for All)
 Pernyataan keyakinan bahwa anak adalah
makhluk bhinneka yang membutuhkan
layanan pendidikan sesuai dengan kebutuhan
masing-masing
 Anak berkebutuhan khusus harus memiliki
akses ke sekolah reguler
INTI KESEPAKATAN SALAMANCA (1994)
(2)
 Pendidikan inklusif dipandang sebagai alat yang efektif untuk
mengurangi diskriminasi, menciptakan masyarakat yang
ramah, menciptakan masyarakat yang inklusif, dan mencapai
pendidikan untuk semua
 Meminta perhatian semua pemerintah untuk:
1. Memberi prioritas tinggi pada pengambilan kebijakan dan
penetapan anggaran untuk meningkatkan sistem pendidikan
agar dapat menginklusifkan semua anak tanpa memandang
perbedaan atau kesulitan individualnya
2. Menetapkan prinsip-prinsip pendidikan inklusif sebagai
undang-undang atau kebijakan sehingga semua anak
ditempatkan di sekolah reguler kecuali bila ada alasan yang
sangat kuat untuk melakukan lain.
Perbedaan Pendidikan yang Inklusif dan Pendidikan
Integratif

 Pendidikan Inklusif  Pendidikan Integratif


Sistem pada institusi Anak Berkebutuhan
menyesuaikan dengan khusus menyesuaikan
kebutuhan khusus anak dengan sistem yang
telah ada pada institusi
tsb

Kesamaannya: Keduanya Mainstreaming


IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF (1)

 Siswa berusia sebaya, duduk dalam kelas yang


sama.
 Siswa saling bekerjasama dengan sesamanya.
 Siswa memiliki pengalaman berhasil.
 Siswa belajar mengembangkan sikap toleran.
 Siswa belajar mengembangkan sikap empati.
 Sistem kenaikan kelas yang berbeda dari
sistem kenaikan kelas tradisional.
IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF (2)

 Guru menerima perbedaan antar siswa.


 Guru mengembangkan program pembelajaran yang
mengakomodasikan kebutuhan khusus siswa
(Program Pembelajaran Individual)
 Guru mengembangkan dialog dengan siswa dan
orangtua.
 Guru mendorong terjadinya interaksi promotif antar
siswa.
 Guru menjadikan sekolah menarik bagi siswa.
 Guru membuat siswa aktif.
 Guru fleksibel dan kreatif.
LANGKAH-LANGKAH MENUJU SEKOLAH
INKLUSIF (1)
 Mulai dari kondisi nyata di sekolah
 Mulai dari jenjang pendidikan anak usia dini (PAUD),
berangsur-angsur ke jenjang pendidikan yang lebih
tinggi
 Berikan kepada guru dan calon guru pengetahuan
dan keterampilan dasar tentang pendidikan khusus
 Tempatkan Guru Pendidikan Khusus (GPKh) di
sekolah reguler dan berikan kesempatan untuk
bekerjasama dengan guru reguler
 Jadikan profesi GPKh sebagai profesi yang menarik
minat
LANGKAH-LANGKAH MENUJU SEKOLAH
INKLUSIF (2)
 Kembangkan gugus tugas (task force/pokja)
pendidikan inklusif yang melibatkan berbagai
departemen, lembaga, LSM terkait dan orangtua
 Tingkatkan kerjasama antara lembaga pendidikan
tenaga kependidikan (LPTK) dengan pemerintah
pusat, provinsi, kabupeten/kota untuk merancang
sistem pendidikan inklusif
 Kembangkan laboratorium sekolah inklusif untuk
melaksanakan penelitian agar ditemukan suatu
sistem sekolah inklusif yang lebih sempurna
 Semua sekolah harus inklusif
STRATEGI PEMBUDAYAAN
Tahapan Proses;

1. Tahap Pengenalan konsep inklusi; melalui berbagai forum


dan media terhadap para stake holder
2. Tahap Pengembangan; melakukan aktivitas konkret
terhadap stake holder mengenai pelaksanaan pend inklusif;
sekolah sudah mulai menerima abk, mulai adanya
perhatian dan regulasi dari pemerintah; para guru ataupun
SDM sdh mulai dipersiapkan
3. Tahap Pembudayaan; dimana ciri / karakteristik pendidikan
inklusif sdh dijalankan scr sistemik, konsisten, serta melekat
dlm kehidupan masyarakat
PRINSIP KERJA
Untuk menuju masyarakat inklusif, ada bebera prinsip yg dapat
digunakan:
 Kolaborasi, yaitu kerjasama antar elemen yang ada di
masyarakat (sekolah, pengawas, pemerintah daerah,
orangtua, ataupun elemen masyarakat lainnya).
 Bertahap dan berkelanjutan, mulai dari pengenalan,
pengembangan, dan pembudayaan
 Kemauan dan Komitmen
 Fleksibel; sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masing-
masing daerah, termasuk pendekatan dan sarana yang
memungkinkan di masing-masing daerah
 Right-Based; pembudayaan pendidikan inklusif harus
senantiasa mengacu kepada hak dan kebutuhan setiap anak
BEBERAPA STRATEGI PEMBUDAYAAN

 Penguatan Kebijakan/ Regulasi; untuk kelancaran


pend inklusif perlu adanya komitmen dlm bentuk
regulasi yg memiliki kekuatan hukum dan bersifat
mengikat, seperti Undang-undang ataupun
peraturan-peraturan, untuk tingkat pusat.
 Di tingkat daerah, umumnya ada dua jenis kebijakan,
yaitu (1) umum, dan (2) teknis, sebagai rambu-
rambu pelaksanaan pend inklusif, yg mencakup:
rekruitmen siswa, aksesibilitas, kurikulum,
evaluasi,pembiayaan, atau yang lain.
2. Pembentukan Pokja Pendidikan Inklusif
 Pokja merupakan suatu tim yang terdiri dari
beberapa orang yg bertugas membantu pemerintah
dlm mengendalikan pend inklusif
 Tugas utama Pokja Inklusi adalah merancang konsep
pengembangan, memantau, serta
mengkoordinasikan berbagai elemen utk optimalisasi
pelaksanaan pend inklusif
 Pokja pusat dan daerah agar saling bersinergi dan
bertanggung jawab langsung kepada pimpinan
tertinggi di daerah, atau lembaga yg ada
 Anggota pokja sebaiknya, mencakup unsur: birokrasi,
akademisi dan praktisi,
3. Penyusunan Grand Design
 Grand design pendidikan inklusif merupakan cita-cita
dan rencana kerja mengenai pendidikan inklusif di
suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu
 Misalnya utk 5 th ke depan, bagaimana kondisi
pendidikan inklusif yg diharapkan terjadi, serta bgm
strategi atau rencana kerja untuk mewujudkannya
 Grand design, memuat rumusan visi-misi, tujuan,
sasaran, analisis SWOT, strategi pencapaian dan
program kerja (rencana aksi), untuk jangka panjang
(5 th, atau lebih); menengah (2-3 th), dan pendek (1-
2 th)
 Grand design disusun oleh pokja pendidikan inklusif
4. Sosialisasi dan Publikasi

 Penyelenggaraan berbagai forum ilmiah; seminar,


lokakarya, simposium, dialog, diskusi, dsb
 Publikasi, melalui berbagai media; cetak, elektronik
(web/ICT), leaflet, spanduk, dsb
 Pameran dan promosi, yang dilakukan secara
terbuka dan bertanggung jawab
5. Peningkatan Kualitas SDM

 Untuk mempercepat pembudayaan pend inklusif,


perlu adanya peningkatan SDM diantaranya melalui:
Diklat, Workshop, Seminar, Lokakarya, atau yang
lainnya
 Substansi kegiatan mencakup konsep dan prinsip
pend inklusif, keterampilan dlm penyusunan
program dan layanan (identifikasi, asesmen,
kurikulum, pembelajaran, evaluasi dan monitoring),
serta keterampilan pembuatan laporan
6. Program Pendampingan Sekolah Inklusi
 Layanan pendidikan profesional yang diberikan
kepada lembaga penyelenggara pendidikan inklusif
 Tujuannya untuk mempercepat akses dan
peningkatan mutu layanan
 Pendampingan diberikan antara lain oleh; Perguruan
Tinggi, Sekolah Luar Biasa, Organisasi Profesi,
Organisasi Kemasyarakatan yang relevan, atau
lembaga-lembaga yang kompeten di bidang
Pendidikan Khusus
 Pendampingan dilakukan dlm bentuk pelatihan guru-
guru, pengadaan sarana dan prasarana,
penyelenggaraan program dan layanan
7. Pengembangan Model Sekolah Inklusif

 Perlu adanya sekolah model pendidikan inklusi, baik


di tingkat Propinsi maupun Kabupaten/Kota
 Tujuannya, untuk dapat dijadikan rujukan bagi
lembaga/sekolah lainnya, serta utk memotivasi
lembaga lain dlm penyelenggaraan pend inklusif
 Sekolah model perlu didukung adanya SDM, sarana-
prasarana, sistem layanan, dan jaringan kerjasama
yang memadai
8. Pemberian Penghargaan
 Penghargaan diberikan kepada seseorang atau lembaga yang
sukses menyelenggarakan pendidikan inklusif, dan memiliki
nilai sosialisasi yang luas
 Tujuannya untuk memberi motivasi kepada siapa saja yang
berprestasi atau berkontribusi besar dalam upaya
penyelenggaraan pendidikan inklusif
 Penghargaan diberikan dalam berupa anugerah, lomba,
ataupun festival yang dilakukan secara berkala dari tingkat
Kecamatan, Kabupaten/Kota, Provinsi, maupun tingkat Pusat
 Penghargaan dapat diberikan oleh pemerintah pusat atau
daerah, perguruan tinggi, organisasi kemasyarakatan atau
lainnya yang relevan.
9. Pemberian Bantuan Sosial

 Bantuan Sosial merupakan salah satu bentuk


pembinaan dlm penyelenggaraan pendidikan
inklusif, baik berupa finansial atau bentuk lain yang
bersifat mengikat
 Bantuan sosial dapat digunakan untuk memberi
stimulasi dan motivasi kepada sekolah dalam upaya
penyelenggaraan pendidikan inklusif
 Bantuan Sosial dapat diberikan oleh pemerintah
pusat atau daerah, maupun sumber lainnya baik dari
dalam maupunluar nrgeri yg dpt
dipertanggungjawabkan dan tidak mengikat.
10. Penguatan Pangkalan Data dan Informasi

 Pendataan; Pemda atau Pokja melakukan


pendataan ke sekolah atau masyarakat ttg
keberadaan ABK
 Data based, pembuatan pangkalan data
penting untuk dilakukan khususnya yang
berbasis komputer
 Sistem Informasi Berbasis web, berkaitan
dengan penyajian data sbg informasi yang
dapat diakses masyarakat secara luas
11. Membangun komitmen kerjasama

 Pembudayaan pendikan inklusif juga perlu dilakukan


kerjasama dengan berbagai fihak yang terkait,
seperti: sekolah inklusi, sekolah luar biasa,
perguruan tinggi, pokja pendidikan inklusif, dinas
pendidikan, komite sekolah, orangtua, tokoh
masyarakat, dewan pendidikan, lembaga swadaya
masyarakat, Kemendikbud
 Perlu ada pertemuan-pertemuan rutin untuk
membangun komitmen dan kelancaran
penyelenggaraan pendidikan inklusif
12. Monitoring dan Evaluasi
 Monitoring dan evaluasi, merupakan bagian dari
pembudayaan pendidikan inklusif, terutama terkait
dg pelaksanaan dan perkembangan dari waktu ke
waktu
 Tujuannya untuk mengetahui tingkat kemajuan yg
dicapai serta kendala-kendala yg dihadapi dalam
pelaksanaan pendidikan inklusif
 Monitoring dan evaluasi dapat dilakukan oleh Pokja
pendidikan inklusif baik pusat maupun daerah
 Khusus monitoring dilakukan oleh tim khusus yang
kredibel dan didasari oleh instrumen monev yang
valid
TERIMA KASIH

Wassalamu ‘Alaikum W.W.

Anda mungkin juga menyukai