Anda di halaman 1dari 5

Rangkuman Buku Mengajar Seperti Finlandia karya Timothi D.

Walker

Buku mengajar seperti Finlandia karya Timothi D, Walker memberikan pondasi dasar
tentang hakikat pendidikan yang sebenarnya, Dalam buku ini, pendidikan di lihat nyata dalam
sudut pandang kesejahteraan. Ada beberapa poin besar di dalam buku ini yang saling terkait
dan bertumpu pada satu titik terakhir bernama “Kebahagiaan. Timothi D. Walker dalam
bukunya benar-benar memperlihatkan kita bahwa pendidikan yang baik dan benar tidak
serumit dan sebeban yang kita biasa jalani.

Ada beberapa poin kecil yang bernilai besar dan menjadi inti buku ini. Dari semua
poin-poin tersebut, Timothi D. Walker menceritakan semua yang terjadi dan dialami dalam
observasi mengajarnya di Finlandia. Finlandia yang berpredikat negara dengan sistem
pendidikan terbaik dunia diceritakan dengan bahasa prosa sederhana.

Buku ini dimulai dari pondasi dasar mengenai keberhasilan pendidikan di Finlandia,
yakni “Kesejahteraan”. Dari buku ini, dijelaskan bahwa unit keberhasilan Finlandia adalah
meningatkan kesejahteraan peserta didik sejak mereka sekolah dasar. Anak-anak baru mulai
memasuki sekolah sejak mereka berusia 7 tahun, waktu jam belajar di sekolah Finlandia tidak
lebih dari 5 jam. Ini adalah permualaan yang sederhana dalam konšep pendidikan di
Finlandia. Namun sebelumnya, penulis akan memaparkan hal-hal yang bisa diterapkan
langsung di kelas sesuai isi buku tersebut, Poin-poin yang akan dijelaskan baik dalam sisi
tindakan kelas maupun psikologi yang guru ciptakan dengan murid,

Pertama, penulis akan menjelaskan bagian-bagian dari tindakan kelas dalam pokok
“Kesejahteraan. Di kelas finlandia, guru-guru memberikan jadwal peristirahatan otak di sela-
sela kegiatan belajar di kelas. Peristirahatan otak yang dilakukan di kelas benar-benar tidak
melakukan apa-apa. Dan hasilnya murid lebih terjaga konsentrasinya dan lebih fokus setelah
jeda waktu daripada sebelum memulai pelajaran. Ini juga berdampak besar jika dilakukan
dengan konsistensi. Selain itu, lebih banyak bergerak dalam belajar dan tidak terlalu berlama-
lama duduk di kursi juga ditekankan. Jeda waktu yang berisar 10-15 menit di sela-sela belajar
di kelas, bisa dimanfaatkan juga oleh guru untuk memberikan siswa kesempatan mengatur
ulang keadaan psikologinya, Selebihnya adalah reaksi guru dalam memanfaatkan waktu
tersebut,

Adapun yang tidak kalah penting adalah menyederhanaan ruang kelas dan menjaga
udara segar agar tetap masuk. Ruang yang penuh dekorasi atau gambar-gambar sebetulnya
mengganggu konsentrasi siswa secara alam bawah sadar. Ruang yang sederhana lebih
mendukung untuk menjaga penuh perhatian siswa pada guru. Dan selama kegiatan belajar
mengajar, guru tidak diperkenankan menutup jendela atau pintu. Hal ini akan mengurangi
udara segar yang tanpa sadar berperan besar dalam kesejahteraan siswa di dalam kelas.

Untuk guru sendiri, kesejahteraan itu akan didapat ketika siswa memperoleh
kesejahteraan mereka sndiri. Berfokus pada kesejahteraan siswa adalah kuncinya. Sementara
guru bisa melakukan sesuatu yang disebut “Recharge”, artinya guru menghabiskan waktu
untuk mengisi tenaga dan mental kembali, Di Finlandia, guru-guru tidak diperkenankan
menghabiskan waktu lebih banyak untuk bekerja daripada beristirahat atau menghibur diri.
Jam bermain dan beristirahat lebih banyak ditekankan di Finandia daripada jam belajar. Guru
dan murid tidak diperkenankan menggunakan waktu bekerja dalam waktu istirahat atau
sebaliknya. Ini akan mengurangi kesejahteraan.

Selain itu, murid-murid tidak diberikan PR oleh guru. Ini untuk menjaga
kesejahteraan dan kedamaian siswa dalam mengisi ulang tenaga dan mental mereka.
Sehingga mereka lebih siap keesokan harinya. Di Finlandia, anda tidak akan pernah melihat
kerutan di dahi siswa atau siswa yang mengantuk di kelas. Ini adalah bukti bahwa
kesejahteraan siswa berhasil diciptaan di kelas.

Namun, kesejahteraan saja belum cukup. untuk itu Timothi D. Walker memberikan
sedikit hal kecil tapi berdampak besar. Dan ini dijelaskan dalam bagian, “Rasa dimiliki”.
Guru perlu duduk di kursi siswa yang berbeda-berbeda setiap harinya. ini juga masuk dalam
metode pendekatan pada siswa dan membuat guru lebih efektif dalam memahami siswa
seluruhnya, dengan berganti-gantian mengajak bicara satu siswa khusus setiap harinya.

Kita tidak akan bisa memahami kebutuhan siswa dengan hanya berdiri mengajari
mereka di depan kelas setiap hari. Mustahil memaksakan siswa memamami yang kita
sampaikan sementara itu tidak sesuai kebutuhan dan minat mereka. Memutuskan untuk
berkunjung ke rumah salah satu orang tua siswa yang berbeda-beda di luar waktu sekolah
atau liburan. Ini adalah hal yang baik dan efektif. Orang tua sebagai pendidik pertama tentu
lebih memahami gaya belajar, pola pikir, dan kebutuhan psiokologi siswa. Sehingga guru
lebih bisa memutusan tehnik yang terbaik digunakan di kelas dengan beragam siswa yang
berbeda-beda impian dan kebutuhannya. Terpenting yang perlu dipahami, tidak efektif
apabila guru menggunakan cara yang sama pada siswa-siswa yang memilii perbedaan dari
sisi yang penulis sebutkan sebelumnya. Bagaimana solusinya?
Solusi yang berhasil direkam oleh penulis sesuai dengan bagian buku tersebut adalah,
“Mulailah dengan kebebasan, Menurut pengalaman Timothi D. Walker dalam bukunya,
dijelaskan bahwa selama mengajar di Finlandia, guru tidaklah harus menyetir siswa ke arah
yang diinginkan guru, melainkan guru hanya perlu memimpin siswa dan memberi mereka
setir. Guru hanya berdiri sebagai pengontrol arah setiran siswa dan tujuan yang ia ciptakan
sendiri dalam belajar. Guru tidak harus memaksa siswa sesuai dengan tujuan guru.
Sebaliknya gurulah yang harus mengikuti kemauan siswa dan tujuan yang ingin mereka
ciptakan. Hal ini dijelaskan akan lebih efektif jika guru dan murid mendiskusikan rencana
kelas bersama. Pondasi dasar dari pendiskusian ini adalah menghapus perisakan (bullying) di
dalam kelas, lebih banyak bermain dengan siswa, dan tinggalkan batas-batas dari aturan-
aturan belajar mengajar yang mengurangi kesejahteraan siswa,

Dalam pada itu, semua yang penulis jelaskan berdasarkan pengalaman Timothi D.
Walker di atas, merupakan perkembangan dari cabang kesejahteraan itu sendiri, Dalam hal
ini, hubungan psikologi antara guru dan siswa adalah unit keberhasilan pendidikan yang
sebenarnya. Kedamaian dan kenyamanan yang saling menyatu antara siswa dan guru tanpa
dibekuan oleh aturan-aturan serta batas-batas yang tidak perlu, adalah strategi belajar dan
mengajar yang paling efektif, Kita tidak perlu mencampur psikologi dan mental sebagai guru
saat di ruang kerja dengan keadaan diri kita di dalam kelas. Penghapusan beban itu sangat
perlu. JiKa guru tidak mempunyai waktu untuk “Recharge” yang baik dan memtuskan untuk
menghapus batas-batasnya dengan siswa, maka tidak akan ada pendidian di situ. Kita hanya
berkutat pada pengajaran yang jauh dari definisi pendidikan.

Semua yang penulis jelaskan di atas, sangatlah memperkuat rasa dimiliki sekaligus
kemandirain siswa. Kemandirian siswa ini juga dilihat dalam keputusan guru untuk
memposisikan diri sebagai pelatih dan pemimpin di dalam kelas, bukan pengatur atau
pengelola. Pembelajaran yang efektif adalah siswa lebih banyak bergerak oleh ruang yang
bebas untu mengatur dan mengelola pola pikir mereka sendiri. Siswa sembari mengikuti
arahan dan masukan guru dalam pemaparan materi atau kegiatan pembelajaran, Dan guru
hanya memberikan kebebasan pada siswa untuk mencari kegagalan dan pengalaman sendiri-
sendiri di dalam kelas untuk dinilai.

Finlandia memperlakukan siswa di sekolah dasar hingga menengah layaknya seorang


mahasiswa. Guru tidak perlu khawatir ketika siswa diberi kebebasan yang tidak biasa di
dalam kelas. Ini adalah kesempatan guru untuk duduk di samping siswa selama proses
pencarian jati diri mereka. Yang perlu diingat adalah “Pengalaman adalah guru terbaik,”
artinya guru tidak perlu memaksa siswa harus ke arah standard kompetensi jika memang
belum waktunya. Guru bertugas memperbaiki kesalahan-kesalahan siswa dari pengalaman
belajar mereka di kelas setiap harinya.

Untuk hasil yang efektif, saat pembagian rapor, pendiskusian nilai dengan siswa
adalah hal yang jarang diperhatikan guru-guru di sekolah. Guru hanya mengumpulkan nilai
siswa yang sama sekali tidak mencerminkan kecerdasan dan minat mereka. Dalam buku
Timothi D. Walker, sebelum rapor diberikan, guru perlu mendiskusikan dan memberitahu
siswa per-individu tentang alasan jumlah nilai yang tertulis, Menanyakan pendapat siswa
tentang nilai-nilai mereka adalah hal yang membuat mereka tidak akan kecil hati. Justru hal
ini membuat merea lebih memahami kekurangan mereka dan mengetahui cara memperbaiki
kesalahan. Setiap pelajar memang perlu tahu letak kesalahan mereka yang menandakan
mereka telah belajar. Setiap peserta didik menemukan kegagalan dalam belajar,
sesungguhnya kesalahan-kesalahan itu adalah ilmu yang mereka telah serap total.

Anggapan bahwa ilmu berhasil didapat ketika pelajar tidak mengalami kesalahan
apapun dan lebih banyak benarnya, adalah kesalahpahaman konsep pembelajaran. Hasil
belajar adalah kesalahan-eslaahan yang didapat dari pengalaman-pengalaman belajar.
Sehingga ketika siswa di tes dengan soal, seakan mereka tidak akan jatuh pada lubang yang
sama. Ini adalah hasil belajar yang efektif. Oleh karena itu, pemberian nilai perlu
didiskusikan sebagai bahan refleksi merekaa, Hasil refleksi siswa secara pribadi adalah hasil
belajar yang efetif. Sebagai tambahan, penjelasan di atas tercermin dalam keberhasilan siswa
Finlandia yang di mana siswa mereak,yang berusia 15 tahun berhasil masuk dalam program
Internasional di bidang sains. Intinya, hasil belajar tidak bisa dilihat di dalam kelas.

Hal terpenting dari semua penjelasan di buku tersebut mengacu erat pada poin
pertama, yakni Kesejahteraan. Di dalam kelas, siswa bisa memanfaatkan teknologi atau
musik dalam kegiatan pengajaran hal-hal mendasar yang diajarkan guru. Guru hanya perlu
memberikan hal mendasar ini berdasarkan buku pegangan dan membiarkan siswa belajar
dengan diri mereka. Di luar kegiatan sekolah, pengisian daya dan penghabisan waktu untuk
berlibur atau berekreasi menjadi hal penting dalam meningkatkan kesejathteraan. Satu hal
menyenangkan dari pengajaran di Finlandia yang juga memperkuat poin pertama
sebelumnya adalah, “Kesusesan bukanlah kunci kesejahteraan melainkan kesejahteraanlah
kunci kesuksesan. Oleh sebab itu, pendidikan bertujuan meningkatkan kesejahteraan yang
sejak awal sudah ada pada diri manusia dan kita tidak perlu mengubah pendidikan sebagai
beban yang menjadi alasan kesuksesan untuk kesejahteraan. Peserta didik dan guru adalah
manusia dan tidak bisa dpaksa dengan beban-beban pendidian yang jauh dari definisinya.
Formalitas dalam administrasi pendidikan tidak harus dibawa ke dalam kelas. Pendidikan
tidak mesti membuat kita menjadi robot. Satu hal mendasar dari Finlandia yang menjadi inti
buku ini, untuk mencapai keberhasilan pendidikan dan bisa diterapkan di dalam kelas adalah,
“Jangan lupa bahagia!”

Anda mungkin juga menyukai