Anda di halaman 1dari 13

UJIAN AKHIR SEMESTER

METODOLOGI PENELITIAN HUBUNGAN INTERNASIONAL I

“Tingkat Kesadaran Masyarakat Indonesia Terkait Pendidikan Inklusif yang Berhubungan


dengan SDG's nomor 4, Pendidikan Berkualitas”

DOSEN PENGAMPU:

Dr. Muhammad Yusra

NAMA: Andini Valentina Putri

NIM: 2010853003

JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ANDALAS

2022
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan saat ini merupakan hak fundamental atas nilai kehidupan manusia. Pendidikan
memegang peranan yang sangat penting dalam menunjang kehidupan manusia, karena pada dasarnya
kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan dari pendidikan. Pelaksanaan dan pengembangan
penelitian pendidikan juga harus disesuaikan dengan kondisi dan keadaan sosial yang ada di
masyarakat. Setiap individu berhak mendapatkan pendidikan yang layak. Pendidikan adalah
kebutuhan dasar yang harus dimiliki setiap manusia guna untuk menjamin keberlangsungan hidupnya
agar lebih bermatabat. Dalam mendapatakan Pendidikan yang layak kita tidak diperbolehkan
membedakan antar individu. Contohnya pada sebuah sekolah tidak boleh membedakan antara anak
normal dengan anak yang berkebutuhan khusus.

Oleh karena itu, berdasarkan peraturan pemerintah yang tertuang pada UUD 1945 pasal 31
(1), yang menyatakan bahwa "Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran". 1Selama ini
anak berkebutuhan khusus telah mendapatkan pendidikan khusus di Sekolah Luar Biasa (SLB).
Penyelenggaraan pendidikan SLB membentuk eksklusivitas bagi anak berkebutuhan khusus. Selama
ini eksklusivitas tersebut belum terwujud sehingga menghambat proses saling pengertian antara ABK
dengan anak normal, yang perlu ABK bersosialisasi dengan anak normal dan masyarakat. Dengan
semakin meningkatnya tuntutan kelompok ABK untuk membela hak-haknya, maka lahirlah konsep
pendidikan inklusif. Salah satu kesepakatan internasional untuk mendorong sistem pendidikan
inklusif adalah Konvensi Hak Penyandang Disabilitas dan Protokol Opsionalnya, yang diratifikasi
pada Maret 2007. Pasal 24 Konvensi mewajibkan setiap negara untuk menerapkan sistem pendidikan
inklusif di semua tingkatan.

Pendidikan itu seperti eksperimen yang tidak pernah berakhir, selama masih ada kehidupan
di dunia ini. Saya mengatakan ini karena pendidikan adalah bagian dari budaya dan peradaban
manusia yang terus berkembang. Hal ini sejalan dengan fitrah manusia yang memiliki potensi
kreativitas dan inovasi. Pendidikan tidak hanya berperan dalam mengembangkan generasi muda
sebagai agen perubahan yang membawa perubahan, tetapi generasi muda harus mampu menjadi agen
produsen yang dapat menciptakan perubahan yang nyata.

Pendidikan harus mampu menjadi pelindung, tidak hanya dalam pendidikan formal, tetapi
juga dalam pendidikan yang dapat mengubah mentalitas anak bangsa dan pendidikan inovatif yang

1
Emmanuel Sujatmoko. “Hak Warga Negara Dalam Memperoleh Pendidikan”. Jurnal Konstitusi, Vol 7, No 1.
https://jurnalkonstitusi.mkri.id/index.php/jk/article/download/208/204. Diakses pada 22 Juni 2022.
mendorong kreativitas dan inovasi anak bangsa. Generasi muda merupakan enabler inovasi, dan
mereka dapat memberikan kontribusi penting dan signifikan terhadap implementasi konsep
keberlanjutan yang berlaku. Secara internasional, menurut Laporan Pemantauan Global EFA tahunan
UNESCO 2012, kualitas pendidikan Indonesia menempati urutan ke 64 dari 120 negara di dunia.
Sementara itu, menurut Education for All Development Index (EDI), Indonesia menempati peringkat
ke-57 dari 115 negara pada tahun 2015.2

Berdasarkan hal di atas, target pendidikan juga akan menjadi dasar bagi pemerintah untuk
mendorong pencapaian SDGs dan target di era Sustainable Development Goals (SDGs) pada tahun
2030, di bawah bimbingan Forum PBB. Disetujui pada 2 Agustus 2015. Peningkatan pendidikan
masyarakat Indonesia akan berkontribusi pada pencapaian tujuan dan sasaran lain dari 17 SDGs,
terutama peningkatan Indeks Pembangunan Manusia Indonesia. Oleh karena itu, peran pendidikan
diharapkan dapat meningkatkan daya saing Indonesia dalam mendukung Tujuan Pembangunan
Berkelanjutan 2030.3

Oleh karena itu pada penelitain kali ini, saya mengambil judul Tingkat Kesadaran Masyarakat
Indonesia Terkait Pendidikan Inklusif yang Berhubungan dengan SDG's nomor 4, Pendidikan
Berkualitas dikarenakan bahwasanya Pendidikan inklusif itu perlu dikembangkan di Indonesia denan
tujuan untuk pemerataan Pendidikan di Indonesia. Kemudian setiap orang dan setiap anak, termasuk
penyandang disabilitas, dari mana pun asalnya, dalam situasi apa pun, mereka dapat mencapai
harapan tertinggi. Ini adalah keyakinan yang sangat mendasar tentang pengajaran yang baik dan
pendidikan yang baik. Kemudian dalam penelitian ini saya memiliki tujuan untuk mengetahui
seberapa pedulinya masyrakat terutama guru dan mahasiswa terkait Pendidikan inklusif di Indonesia
saat ini, yang sesuai dengan SDG’s no 4.

1.2 Metode Penelitian

Untuk melakukan penelitian ini, digunakanlah metode penelitian kuantitatif. Hasil penelitian
didapatkan dengan menganalisa grafik dan diagram dari jawaban para responden terhadap pertanyaan
yang diberikan. Data pada penelitian bersifat primer, dimana jawaban dari tiap kuesioner yang
didapatkan dengan melakukan wawancara terstruktur dari subjek penelitian, yaitu masyarakat
Indonesia terutama guru dan mahasiswa. Selanjutnya, data itu nantinya digunakan untuk melihat
bagaimana pandangan masyarakat Indonesia sebagai variabel bebas atau variabel yang
mempengaruhi penilaian potensi terhadap Pendidikan iklusif yang sesuai dengan SDGs no. 4 dalam

2
Muhandis Azzuhri. “PENDIDIKAN BERKUALITAS (Upaya Menuju Perwujudan Civil Society)”. FORUM
TARBIYAH Vol. 7, No. 2. https://media.neliti.com/media/publications/69319-ID-pendidikan-berkualitas-upaya-
menuju-perw.pdf. Diakases pada 22 Juni 2022.
3
Bappenas. 4. Pendidikan Berkualitas. https://sdgs.bappenas.go.id/tujuan-4/. Diakses pada 22 Juni 2022.
penelitian ini dan pandangan itu akan dijadikan peneliti sebagai tolak ukur terhadap pandangan
masyarakat Indonesia terhadap Pendidikan inklusif yang hasilnya dipengaruhi oleh jawaban para
responden tersebut.

Peneliti mengumpulkan data dengan menggunakan alat pengumpulan data berupa kuesioner
online “google form” yang dapat diakses melalui tautan berikut:
https://forms.gle/Hf2Rcz1BDWSnpKgA8. Kuesioner ini disebarakan peneliti melalui
WhatsAppGroup, pesan pribadi, dan direct message Instagram. Kuesioner yang disebar berisi 13
pertanyaan, dimana 2 pertanyaan menanyakan identitas dan 11 pertanyaan menanyakan pertanyaan
terkait pendidikan inklusid dan SDGs. Dimana 7 pertanyaan tertutup dan 4 pertanyaan terbuka.
Pertanyaan ini berkaitan dengan diplomais public yaitu diplomasi pendidikan. Adapun peranyaan
tersebut antara lain:

1. Apakah anda mengetahui apa itu SDGs?


2. Apakah anda mengetahui isi dari SDGs no 4?
3. Apakah anda sebelumnya telah mengetahui apa itu pendidikan inklusif?
4. Menurut anda apakah pendidikan inkusif itu penting?
5. Menurut anda apakah seseorang yang berkebutuhan khusus berhak untuk medapatkan
pendidikan yang layak?
6. Menurut anda bagaimana cara kita sebagai masyarakat/guru/mahasiswa dapat mendukung
penyelenggaraan pendidikan inklusif? (bersifat terbuka)
7. Apakah pendidikan inklusif berpengaruh terhadap pendidikan Indonesia?
8. Alasan berpengaruhnya pendidikan inklusif terhadap pendidikan di Indonesia. (bersifat
terbuka)
9. Apakah sistem layanan pendidikan di sekitar anda telah sesuai dengan SDG's no 4
(Menjamin Kualitas Pendidikan yang Inklusif dan Merata serta Meningkatkan
Kesempatan Belajar Sepanjang Hayat untuk Semua)?
10. Pemerintah juga terlibat dalam hal pembentukan sekolah yang ramah disabilitas,
penciptaan infrastruktur, dan sebagainya. Menurut anda, peran pemerintah sudah cukup
atau ada yg perlu diperbarui dan di kritisi? (bersifat terbuka)
11. Menurut anda apakah SDG's no 4 mengenai pendidikan berkualitas dapat tercapai di masa
depan? Jelaskan alasan anda! (bersifat terbuka)

Pertanyaan-pertanyaan ini ditujukan peneliti untuk mengetahui bagaiman tanggapan dan


pendapat masyarakat Indonesia terhadap pendidikan inklusif di Indonesia, seberapa tahu masyarakat
Indonesia mengenai SDGs, dan seberapa tertariknya masyarakat Indonesia terkait pedidikan yang
berkualitas di Indoenesia. Jawaban dari pertanyaan ini nantinya akan disimpulkan peneliti dengan
menggunakn metode deskriptif dimana akan ditarik suatu penjelasan dan kesimpulan dari jawaban
terhadap pertanyaan yang ada. Kuesioner ini disebar secara online selama 9 hari, terhitung dari
tanggal 11 Juni 2022 hingga 20 Juni 2022. Dalam rentang hari tersebut, peneliti berhasil mendapatkan
101 responden dari berbagai kalangan masyarakat di Indonesia. Responden tersebut terdiri dari guru,
mahasiswa, dan masyarakat sipil.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Hasil Penelitian

Selama proses penyebaran kuesioner ini, mulai dari tanggal 11 Juni 2022 hingga 20 Juni 2022,
peneliti berhasil mendapatkan 101 responden dari berbagai kalangan masyarakat Indonesia. Hasil
dari penelitian ini akan dijabarkan dengan menjelaskan jawaban para responden pada setiap
pertanyaan yang diberikan. Seperti yang dijelaskan di atas, penelitian ini dilakukan melalui kuesioner
yang terdiri dari 13 pertanyaan. Berikut hasil dan penjelasan yang didapatkan dari setiap pertanyaan:

Pertanyaan pertama yang diberikan oleh peneliti adalah apakah responden mengetahui apa itu
SDGs (Sustainable Development Goals) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB), yang mana
pertanyaan ini bersifat tertutup. Pertanyaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah masyarakat
Indonesia mengetahui apa itu SDGs (Sustainable Development Goals) atau Tujuan Pembangunan
Berkelanjutan (TPB). Sebesar 73,3% (74 orang) mengetahui apa itu SDGs dan 26,7% (27 orang)
tidak menegtahui apa itu SDGs.

Pertanyaan kedua yang diberikan peneliti adalah apakah masyarakat Indonesia mengetahui isi
dari SDGs no 4. Pertanyaan ini bertujuan untuk menanyakan responden apakah mereka mengetahu
isi ke 4 dari SDGs yang ada. Pertanyaan ini bersifat tertutup. Dari hasil yang didapatkan peneliti
terdapat 69,3% (70 orang) menjawab mengetahui isi dari SDGs no 4 dan 30,7% (31 orang) menjawab
tidak mengetahui apa isi dari SDGs no 4.
Pertanyaan ketiga adalah Apakah anda sebelumnya telah mengetahui apa itu pendidikan
inklusif, bertujuan mengetahui apakah responden mengetahui pendidikan inklusif yang saat ini
sedang hangat-hangatnya di perbincangkan. Pertanyaan ini bersifat tertutup. Dari hasil penelitian
terdapat 84,2% (85 orang) mengetahui apa itu pendidikan inklusif dan 15,8% (16 orang) yang tidak
mengetahui apa itu pendidikan inklusif.

Pertanyaan keempat dari peneliti adalah peneliti menanyakan apakah pendidikan inklusif itu
penting. Pertanyaan ini bersifat tertutup, dimana peneliti memberikan beberapa opsi yaitu sangat
penting, penting, biasa saja, dan tidak penting. Pertanyaan ini bertujuan untuk mengetahui seberapa
penting pendidikan inklusif itu. Dari hasil yang didapatkan terdapat 68,3% (69 orang) menjawab
sangat penting. 29,7% (30 orang) menjawab penting, 2% (2 orang) menjawab biasa saja, dan tidak
ada yang menjawab tidak penting.
Pertanyaan kelima adalah peneliti menanyakan pendapat responden mengenai apakah
seseorang yang berkebutuhan khusus berhak mendapatakn pendidikan yang layak, pertanyaan ini
bersifat tertutup. Dari hasil yang didapatkan responden terdapat 100% (101 orang) menjawab berhak
dan tidak ada responden yang menjawab tidak berhak.

Pertanyaan keenam adalah peneliti menanyakan cara kita sebagai


masyarakat/guru/mahasiswa dapat mendukung penyelenggaraan pendidikan inklusif, pertanyaan ini
bersifat terbuka. Dari hasil yang didapatkan peneliti, peneliti menyimpulkan beberapa dari jawaban
responden. Dimana peneliti mengelompokkan jawaban dari berbagai status sosial. Dari guru, peneliti
menyimpulkan bahwa menurut responden bahwasanya pendidikan inklusifi ini adalah dengan cara
melaksanakanya dengan sebaik baiknya, karena mereka berhak atas pendidikan yang layak.
Kemudian ada juga memberikan respon dengan memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan
anak, dan memahami kondisi anak. Dengan cara memberikan sosialisasi kepada seluruh lapisan
masayarakat, baik masyarakat bawah maupun menengah dan atas. bahwa pendidikan itu sangat
penting untuk dapat meningkatkan kehidupan perekonomian masyarakat dan menambah wawasan.
Dari respon mahasiswa terhadap pertanyaan ini, peneliti menyimpulkan bahwa cara mahasiswa
mendukung pendidikan inklusif ini adalah dengan mengajar/secara volunteer mengajar ke tempat-
tempat yang tidak tercapai oleh pemerintah. Kemudian dari masyarakat umum peneliti
menyimpulkan bahwa cara masyarakat umum memberikan pendapat adalah dengan cara memberikan
kesempatan belajar yang sama bagi tiap-tiap anak dan Membantu menyuarakan kepada masyarakat
banyak akan pentingnya pendidikan yang berkualitas adil dan seimbang.

Pertanyaan ketujuh adalah Apakah pendidikan inklusif berpengaruh terhadap pendidikan


Indonesia, pertanyaan ini bersifat tertutup. Peneliti mendapatakan hasil dengan 96% (96 orang)
menjawab berpengaruh dan 5% (5 orang) menjawab tidak berpengaruh.

Pertanyaan kedelapan adalah 8 alasan berpengaruhnya pendidikan inklusif terhadap


pendidikan di Indonesia, petanyaan ini bersifat terbuka. Peneliti menyimpulkan pertanyaan ini
dengan beberapa alas an yang disampaikan responden yaitu menurut responden alasan
berpengaruhnya pendidikan inklusif terhadap pendidikan di Indonesia adalah dengan pendidikan
inklusif ,mereka juga mendapatkan pendidikan yang sama dengan anak yang normal. Setiaknya
walaupun mereka memiliki kekurangan tenang suatu hal tetapi mereka juga berhak untuk maju dan
berkembang. Sangat berpengaruh, karena semua peserta didik punya hak untuk mendapatkan
pendidikan. Kemudian, seperti yang kita tahu bahwasanya indonesia adalah negara berkembang. oleh
karena itu jika pendidikan tidak di majukan juga maka akan mempengaruhi citra negara. Dengan
pendidikan inklusif, berarti terjadi pemenuhan hak untuk akses pendidikan di Indonesia, yang
ujungnya akan berdampak pada peningkatan mutu SDM di Indonesia

Pertanyaan kesembilan adalah Apakah sistem layanan pendidikan di sekitar anda telah sesuai
dengan SDG's no 4 (Menjamin Kualitas Pendidikan yang Inklusif dan Merata serta Meningkatkan
Kesempatan Belajar Sepanjang Hayat untuk Semua), pertanyaan ini bersifat tertutup. Dimaan peneliti
memberikan beberapa pilihan yaitu sudah, mungkin, dan belum. Dari hasil yang didapatkan oleh
peneliti terdapat 43,6% (44 orang) menjawab mungkin, 34,7% (35 orang) menjawab belum, dan
21,8% (22 orang) menjawab sudah.

Pertanyaan kesepuluh adalah menanyakan peran pemerintah sudah cukup atau ada yg perlu
diperbarui dan di kritisi, pertanyaan ini bersifat terbuka. Dari responden peneliti menyimpulkan
bahwasanya Peran pemerintah dirasa belum cukup kareena pelaksanaanya sudah ada tapi
realisasinya belum ada, perlu diperbarui karena sarana dan prasana untuk inklusif belum merata
atau masih minim, dan kurangnya sosialisasi dari pemerintah terhadap masyarakat mengenai
pendidikqn inklusif. Kemudian pemerintah perlu memperbaiki kualitas pengajar khususnya di
sekolah negeri, guru yang tidak hanya pintar dalam mentransfer ilmu tapi juga merangkul anak-
anak yang mempunyai "kelebihan" (nakal) atau mungkin lebih ditingkatkan kualitas guru-guru
konseling yang mampu merangkul anak-anak supaya mereka lebih nyaman dan mengarahkan
mereka, tidak hanya memarahi dan menghukum.

Pertanyaan kesebelas adalah menurut responden apakah SDG's no 4 mengenai pendidikan


berkualitas dapat tercapai di masa depan, pertanyaan ini bersifat terbuka. Peneliti menyimpulkan
beberapa jawaban responden ada yang mengatakan bisa tercapai dan ada yang tidak mau tercapai.
Responden yang mengatakan dapat tercapai mengatakan alasannya dengan dapat tercapai apabila
masyarakat sudah mampu untuk mengerti bahwa penyandang disabilitas adalah manusia yang sama
dan tidak perlu di bedakan atau ditakuti. Kemudian, bisa tercapai bila pemerintah memberikan
dukungan secara penuh pada sekolah dengan memberikan fasilitas dan fasilitator agar siswa2
inklusif dapat menerima pendidikan yang layak sama seperti siswa lainnya. Responden yang
mengatakan belum dapat dicapai memberikan alasan dengan Perlu waktu yg lama untuk
mencapainya. Keterbatasan tenaga pendidik khusus, kurrikulumnya, dan lapangan kerja buat
mereka. Lengkapi sarana prasarananya terlebih dulu. Pendidikan inklusif dan pendidikan
berkualitas yang sesuai dengan SDGs no 4 ini dapat tercapai di Indonesia dengan melakukan
berbagai cara.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Masyarakat Indonesia sudah banyak mengetahui apa itu SDGs, apa-apa saja is dari SDGs,
dan sudah menetahui pendidikan inklusif yang berkaiatan dengan SDGs no 4. Tingkat kesadaran
masyaraakat pun terhadap pendidikan inklusif telah meningkat dari sebelumnya. Masyarakat
Indonesia juga telah menaruh perhatian terhadap pendidikan inklusif dimana pendidikan ini kana
berpengaruh terhadap kualitas pendidikan Indonesia. Karena di Indonesia sendiri juga banyak anak-
anak yang terlahir dengan berkebutuhan khusus, jika anak-anak tersebut tidak diberikan pendidikan
ini maka Indonesia pun juga bisa merugi karna anak anak berkebutuhan ini memiliki kelebihan
yang terkadang tidak dimiliki oleh orang lain. Oleh karena itu, pendidikan inklusif ini berpengaruh
bagi Indonesia. Dikarenakan berpengaruhya pendidikan inklusif ini terhadap pendidikan Indonesia
maka cara-cara yang dapat dilakukan oleh masyaraka Indonesia adalah dengan cara dengan
melakukan pengenalan kepada masyarakat tentang apa itu pendidikan inklusif, yang tentunya hal
ini semata-mata dilakukan karna tidak semua orang mengetahui perihal apa pendidikan inklusif itu.
Dengan adanya pengenalan tersebut masyarakat dapat memahami dan mengetahui secara jelas
mengenai pendidikan inklusif. Langkah selanjutnya barulah dengan membangun kegiatan serta
sarana dan prasarana untuk menyelenggarakan kegiatan pendidikan inklusif tersebut di lingkungan
masyarakat guna menciptakan masyarakat Indonesia yang berpendidikan dan maju. Peran
pemerintah dirasa belum cukup kareena pelaksanaanya sudah ada tapi realisasinya belum ada, perlu
diperbarui karena sarana dan prasana untuk inklusif belum merata atau masih minim, dan
kurangnya sosialisasi dari pemerintah terhadap masyarakat mengenai pendidikan inklusif.
DAFTAR PUSTAKA

Sujatmoko, Emmanuel. “Hak Warga Negara Dalam Memperoleh Pendidikan”. Jurnal Konstitusi,
Vol. 7, No. 1 https://jurnalkonstitusi.mkri.id/index.php/jk/article/download/208/204.

Azzuhri, Muhandis. “PENDIDIKAN BERKUALITAS (Upaya Menuju Perwujudan Civil


Society)”. FORUM TARBIYAH Vol. 7, No. 2.
https://media.neliti.com/media/publications/69319-ID-pendidikan-berkualitas-upaya-
menuju-perw.pdf.

Bappenas. 4. Pendidikan Berkualitas. https://sdgs.bappenas.go.id/tujuan-4/.

Anda mungkin juga menyukai