Anda di halaman 1dari 13

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/343917210

Mengenal Ekonomi Politik: Definisi, Posisi Negara, dan Pasar

Article · December 2019

CITATION READS

1 46,138

1 author:

Mursal Maherul
University of Indonesia
6 PUBLICATIONS 1 CITATION

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Mursal Maherul on 27 August 2020.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Mengenal Ekonomi Politik
Mursal Maherul

Apa itu Ekonomi Politik

Ekonomi politik menjadi diskursus menarik dalam perkembangan disiplin ilmu politik
yang dapat diartikan berbeda oleh setiap pemikir politik maupun ekonomi. Bagi Marx, seperti
yang dijelaskan dalam chapter satu The Oxford Handbook of Political Economy karya Barry
dan Donald Wittman, ekonomi politik diartikan Marx sebagai kepemilikan alat produksi yang
bergantung pada proses sejarah. Dalam perkembangan ilmu pengetahuan, ekonomi politik
merupakan studi interdisipliner yang mengacu pada ilmu ekonomi, sosiologi, dan ilmu politik
dalam menjelaskan bagaimana institusi politik, lingkungan politik, dan sistem ekonomi
kapitalis, sosialis, komunis, atau sistem yang saling memengaruhi. Ekonomi politik dapat
dilihat sebagai metodologi dalam lingkup kajian hubungan ekonomi dan politik. Hubungan itu
dapat dilihat dari perilaku institusi politik yang bekerja menghasilkan suatu kebijakan ekonomi.

Menurut Adam Smith, ekonomi politik adalah branch of science of a statesman or


legislator dan merupakan panduan pengaturan ekonomi nasional (Gilpin, 1987). Menurut
Mochtar Mas’oed, ekonomi politik merupakan studi yang mengaji keterkaitan antara fenomena
politik dengan ekonomi, antara negara dan pasar, antara lingkungan domestik dan
internasional, dan antara pemerintah dengan masyarakat (Mas’oed, 2008).

Dalam studi ekonomi politik, terdapat beberapa perspektif dan konsep yang digunakan.
Salah satu perspektif yang cukup berpengaruh adalah liberalisme. Liberalisme merupakan
perspektif yang berpandangan bahwa kebebasan adalah esensi dan keharusan agar manusia
dapat berkembang secara penuh (Humphrey: 1955). John Locke, sebagai tokoh yang
mempelopori liberalisme berpendapat bahwa kebebasan harus dijadikan falsafah utama dalam
kehidupan politik. Bagi John Locke, kebebasan dipahami sebagai ketidakhadiran intervensi
eksternal dalam aktivitas individu (Aida: 2015). Menurut John Locke, manusia sejatinya
memiliki tiga hak dasar (mutlak) yang tidak dapat diganggu gugat, yaitu hak hidup, kebebasan,
dan hak atas kepemilikan.

Perspektif liberalisme memiliki dua konsep yang dapat dijadikan dasar untuk
menganalisis fenomena ekonomi politik. Dua konsep tersebut adalah, pertama, asumsi rasional
yang terdiri dari game theory, public choice theory, dan rational choice theory, dan kedua,
international political economy (IPE). Game theory merupakan suatu pendekatan matematis

1
untuk merumuskan situasi persaingan dan konflik antara berbagai kepentingan. Teori ini
dikembangkan untuk menganalisa proses pengambilan keputusan dari situasi-situasi
persaingan yang berbeda-beda dan melibatkan dua atau lebih kepentingan. Public choice
theory menggabungkan pendekatan ilmu politik dan ekonomi dalam menganalisis perilaku
aktor-aktor politik dan ekonomi. Dalam public choice theory, para aktor politik diasumsikan
sebagai makhluk rasional yang berpotensi untuk senantiasa mengutamakan kepentingannya
sendiri (self interest) dengan jalan memaksimalkan manfaat atau utilitas yang dapat ia terima
sesuai dengan kondisi sumber daya yang tersedia. Rational choice theory, menurut Coleman,
merupakan tindakan rasional dari individu atau aktor untuk melakukan suatu tindakan
berdasarkan tujuan tertentu yang ditentukan oleh nilai atau pilihan (preferensi).

Konsep international political economy (IPE), menurut Oatley (2006), merupakan studi
mengenai bagaimana kepentingan ekonomi dan proses politik berinteraksi membentuk
kebijakan pemerintah. IPE berfokus pada interaksi ekonomi global dalam pertarungan politik
antara kuat dan yang lemah. Menurut Gilpin (2005), IPE merupakan interaksi pasar dan aktor-
aktor kuat seperti negara, perusahaan multinasional, dan organisasi internasional.

Studi ekonomi politik digunakan untuk menganalisis fenomena-fenomena ekonomi


politik di tingkat nasional, regional, maupun internasional. Pada tingkat regional Asia
Tenggara, studi ekonomi politik dapat digunakan untuk menganalisis perkembangan ASEAN
Economic Community. ASEAN Economic Community merupakan kesepakatan perdagangan
antar negara-negara ASEAN yang mulai berlaku dari tahun 2015 hingga tahun 2025 untuk
mewujudkan integrasi ekonomi ASEAN, yaitu tercapainya wilayah ASEAN yang aman
dengan tingkat pembangunan yang lebih tinggi dan terintegrasi, pengentasan masyarakat
ASEAN dari kemiskinan, serta pertumbuhan ekonomi untuk mencapai kemakmuran yang
merata dan berkelanjutan.

ASEAN Economic Community (AEC) memiliki empat karakteristik utama yang


termuat dalam Blue Print AEC yang ditetapkan pada pertemuan ke-38 ASEAN Economic
Ministers (AEM). Keempat karakteristik tersebut adalah, pasar tunggal dan basis produksi,
kawasan ekonomi yang berdaya saing tinggi, kawasan dengan pembangunan ekonomi yang
merata, dan kawasan yang terintegrasi penuh dengan ekonomi global.

Dengan menggunakan perspektif liberalisme dan konsep international political


economy, ASEAN Economic Community yang ditandai dengan free trade market dapat
dimaknai sebagai bentuk liberalisme ekonomi. Karena, menurut Adam Smith, salah satu ciri

2
dari liberalisme ekonomi (kapitalisme) adalah adanya pasar bebas. Liberalisasi juga terjadi di
sektor perdagangan dan jasa dengan terbukanya aliran barang dan jasa antar negara-negara di
ASEAN.

Dalam rangka membentuk kawasan dengan pasar tunggal dan basis produksi yang kuat,
ASEAN melalui ASEAN Economic Community telah membuka keran investasi dan kebebasan
bagi setiap pihak (perusahaan atau perorangan) untuk menanamkan sahamnya di berbagai
negara di ASEAN. Sejalan dengan asumsi self interest pada perspektif liberalisme, ASEAN
Economic Community memberikan kesempatan bagi setiap orang untuk mengembangkan
keterampilannya dengan memberikan kesempatan menjadi tenaga kerja terampil di berbagai
negara anggota ASEAN melalui kesepakatan Mutual Recognition Arrangement (MRA). MRA
merupakan penyetaraan kualifikasi tenaga kerja terampil yang dapat bekerja di setiap negara
ASEAN.

Berdasarkan konsep international political economy, ASEAN Economic Community


dapat dianalisis sebagai bentuk interaksi antara berbagai kepentingan ekonomi dan politik dari
berbagai negara ASEAN. Kemudian, dengan menggunakan pernyataan Gilpin mengenai
interaksi aktor dalam international political economy, ASEAN Economic Community ditandai
dengan banyaknya aktor berpengaruh yang memiliki kepentingan dalam kawasan ASEAN,
diantaranya adalah pemimpin-pemimpin negara ASEAN dan kelompok pengusaha yang
memiliki perusahaan transnasional.

2. Negara dalam Ekonomi Politik

Dalam sub disiplin ekonomi politik, peran negara dibedakan secara tajam berdasarkan
tipe ideologi ekonomi politik yang digunakan. Ketiga tipe tersebut adalah kapitalisme klasik,
kapitalisme modern, dan neoliberalisme. Tiga tipe ini merupakan turunan dari ideologi
liberalisme. Liberalisme muncul sebagai reaksi atas dominasi gereja dalam seluruh aspek
kehidupan manusia. Dengan otonomi yang dimiliki, gereja mengatur kehidupan manusia
sehingga tidak memiliki kebebasan dalam bertindak. Kondisi ini memunculkan kritik dari
berbagai kalangan yang menginginkan adanya kebebasan dan otonomi individu atas dirinya
sendiri. Liberalisme berpandangan bahwa individu adalah pencipta dan penentu atas tindakan
yang dilakukannya, dengan konsep ini, liberalisme berpandangan bahwa kebebasan adalah
esensi dan keharusan agar manusia dapat berkembang secara penuh (Humphrey: 1955). John
Locke adalah filsuf yang mempelopori liberalisme. John Locke berpendapat bahwa kebebasan

3
yang menjadi nilai dasar liberalisme dipahami sebagai ketidakhadiran intervensi eksternal
dalam aktivitas individu (Aida: 2015). Manusia sejatinya memiliki tiga hak dasar (mutlak) yang
tidak dapat diganggu gugat, yaitu hak hidup, kebebasan, dan hak atas kepemilikan.

Liberalisme Locke atau dikenal dengan liberalisme klasik menjadi falsafah dasar bagi
Adam Smith dalam merumuskan konsep ekonomi klasik yang melahirkan kapitalisme klasik.
Pada dasarnya, konteks sosio-historis munculnya kapitalisme klasik sama seperti munculnya
liberalisme klasik, yaitu adanya dominasi gereja. Pada abad pertengahan di Eropa, sistem
ekonomi dijalankan dengan tekanan dan monopoli dari gereja, negara, dan komunitas. Kaum
feudal memainkan peran yang cukup signifikan dalam perekonomian sehingga mempersempit
ruang gerak individu.

Kondisi ini memunculkan reaksi dari berbagai kalangan, tokoh seperti Voltaire,
Diderot, D’Alembert, dan Condilac muncul mempelopori abad pencerahan, sehingga pada
masa itu muncul gagasan agar mengedepankan otonomi individu. Sebagai respon atas
feodalisme ekonomi, Adam Smith melalui karya The Wealth of Nations mencetuskan madzhab
ekonomi klasik yang memunculkan kapitalisme klasik dengan mendasarkan filsafatnya pada
kebebasan setiap individu dalam melakukan kegiatan ekonomi untuk memenuhi kebutuhannya.

Mengenai peran negara dalam perekonomian, Locke dan Smith, dalam konteks
kapitalisme klasik, beranggapan bahwa negara (dalam hal ini pemerintah) memiliki wewenang
terbatas terhadap kehidupan masyarakat, negara memiliki otoritas jika terdapat ancaman dan
ketidaktentraman di masyarakat.

Dalam artikel jurnal Main Theories the Role of the State karya Alina Tatulescu, negara
dalam kapitalisme klasik tidak boleh mengintervensi perekonomian, keterlibatan negara hanya
akan membatasi kebebasan individu sehingga merusak siklus perekonomian. Masih dalam
artikel jurnal karya Alina Tatulescu, Mises menekankan bahwa keberadaan negara harus
minimal dalam perekonomian dan perannya hanya sebatas melindungi warga negara dan
institusi perekonomian berdasarkan kontrak sosial. Bagi Mises, pasar bebas adalah metode
terbaik untuk mengalokasikan sumber daya dalam perekonomian.

Kapitalisme klasik menempatkan negara sebagai night-watchman state, atau dalam


istilah Smith disebut sebagai watchdog. Night-watchman state (penjaga malam) atau watchdog
(anjing penjaga) mengibaratkan negara sebagai penjaga (security) yang hanya boleh terlibat
jika dibutuhkan (dalam konteks ini jika terjadi ketidaktentraman umum). Negara hanya terlibat
dalam tiga hal; pertahanan, penegakan hukum, dan penyediaan public goods. Public goods

4
adalah seperangkat kebutuhan bersama (publik) yang sulit disediakan dan dikelola oleh
individu dan swasta, misalnya energi, transportasi umum, dan infrastruktur.

Penerapan kapitalisme klasik telah menimbulkan depresi ekonomi di berbagai negara.


Sebagai contoh, the great depression yang terjadi di Amerika Serikat tahun 1929 akibat harga
saham turun di pasar saham Wall Street menyebabkan menurunnya daya beli masyarakat,
menyusutnya investasi, guncangan sektor industri, dan merebaknya pengangguran. Kondisi
perekonomian yang tidak stabil membuat masyarakat (umumnya kaum kapital) menarik dana
dari perbankan serta memaksa bank untuk melikuidasi pinjamin guna melengkapi cadangan
kas.

Kondisi seperti ini terjadi karena tidak ada regulasi dari pemerintah untuk mengatur
perekonomian. Pada waktu itu, presiden AS Herbert Hoover, seperti yang tertulis dalam artikel
Kyle Wilkison yang berjudul The Great Depression and the New Deal, tidak berbuat banyak
untuk menghentikan krisis. Hoover, sejalan dengan kapitalisme klasik yang diterapkan,
beranggapan bahwa pasar bebas akan mengoreksi sendiri kesalahan yang terjadi.

The great depression di Amerika Serikat sebagai konsekuensi dari kapitalisme klasik
memunculkan reaksi dari ekonom berkebangsaan Inggris, John Maynard Keynes. Keynes
mencetuskan thesis kapitalisme modern yang menekankan pentingnya andil negara dalam
perekonomian. Negara (dalam hal ini pemerintah) perlu campur tangan untuk menentukan dan
mengarahkan perekonomian agar tidak terjadi inflasi.

Dalam artikel What is Neoliberalism karya Dag Einar dan Amund Lie, disebutkan
bahwa kapitalisme modern dicirikan dengan partisipasi aktif negara dalam perekonomian.
Negara berperan dalam mengatur pasar dan menjaga arus supply dan demand. Kapitalisme
modern merupakan revisi terhadap kapitalisme klasik dengan doktrin laissez-faire yang
mengarah pada kebebasan mutlak. Laissez faire dengan kebebasan mutlak dianggap oleh
teoretisi kapitalisme modern mengarah pada kesesatan dan kesengsaraan.

Teoretisi abad 19 seperti Benjamin Constant, John Stuart Mill, John Dewey, William
Beveridge, dan John Rawls mengemukakan gagasan yang sama seperti Keynes, mengenai
keterlibatan aktif negara dalam perekonomian. Kapitalisme modern secara politis berbanding
terbalik dengan kapitalisme klasik, karena anggapannya yang memposisikan negara sebagai
alat untuk mendistribusikan kekayaan dan kekuasaan dalam masyarakat.

5
Kapitalisme modern dengan doktrin keterlibatan aktif negara dalam perekonomian
dianggap mereduksi kebebasan individu. Oleh karena itu, pada periode perang dunia kedua,
teoretisi politik Wilhelm Ropke dan Friedriech von Hayek mendefinisikan kembali kapitalisme
klasik. Asumsi dasar dari Ropke dan Hayek adalah mengembalikan kapitalisme pada doktrin
laissez-faire. Pendefinisian kembali kapitalisme klasik (selanjutnya disebut neoliberalisme)
berfokus pada penolakan totalitarianisme dan intervensi negara dalam perekonomian melalui
keterlibatan segelintir orang. Menurut asumsi neoliberalisme, kapitalisme modern
menyebabkan modal hanya dikuasai oleh segelintir pihak, yaitu pemerintah dan swasta yang
memiliki afiliasi dengan pemerintah.

Neoliberalisme beranggapan bahwa kebebasan individu, keterampilan berusaha,


kepemilikan pribadi, dan pasar bebas harus tetap dikedepankan agar kesejahteraan manusia
dapat ditingkatkan. Negara, dalam asumsi neoliberalisme, berperan mengelola perekonomian
melalui kerangka institusional. Negara harus menjamin kestabilan mata uang dan memperkuat
fungsi pertahanan untuk melindungi hak milik pribadi masyarakat. Negara harus
mengupayakan sektor-sektor penting dalam masyarakat yang tidak dapat disediakan oleh
swasta seperti tanah, air, pendidikan, kesehatan, dan jaminan sosial. Sejalan dengan liberalisme
klasik, neoliberalisme juga berpandangan bahwa negara tidak boleh masuk pada sektor selain
public goods (Harvey 2005: 2).

3. Pasar dalam Ekonomi Politik

Dalam kehidupan ekonomi, pasar merupakan tempat pembeli (konsumen) dan penjual
(produsen dan pedagang) melakukan transaksi setelah adanya kesepakatan harga dari kedua
belah pihak. Pasar merupakan tempat berlangsungnya permintaan (demand) yang diciptakan
oleh konsumen dan proses penawaran (supply) oleh pedagang. Oleh karena itu, pasar menjadi
tempat yang penting dalam perekonomian karena menurut Adam Smith, permintaan (demand)
dan penawaran (supply) merupakan elemen penting dalam studi ekonomi.

Menurut Bershal dan Cyril, pasar dalam studi ekonomi adalah tempat terjadinya
permintaan (dari pembeli) dan penawaran (dari penjual) terhadap barang dan jasa tertentu
sehingga pada akhirnya dapat menetapkan harga keseimbangan (harga pasar). Sementara itu,
W.J Stanton mendefinisikan pasar dalam tataran yang lebih luas, yaitu tempat bagi setiap orang
yang mempunyai keinginan untuk memenuhi kebutuhan, mempunyai alat tukar, serta
mempunyai keinginan untuk mengalokasikan alat tukar untuk memenuhi kebutuhannya.

6
Di dalam pasar, terdapat kompetisi antara sesama produsen atau penjual untuk
mempengaruhi hegemoni konsumen dan menguasai pasar. Dalam konteks pasar, kompetisi
diartikan sebagai hubungan antara para penjual yang saling bersaing untuk mendapatkan
keuntungan, pangsa pasar, dan jumlah penjualan. Para penjual berusaha memenangkan
kompetisi dengan cara membedakan harga, meningkatkan kualitas produk, dan
menggencarkan promosi. Menurut Adam Smith, seperti yang dijelaskan dalam karya The
Wealth of Nations, kompetisi dalam ekonomi akan mendorong alokasi faktor produksi ke arah
yang bernilai tinggi dan lebih efesien. Alokasi ini terjadi secara dengan sendirinya (invisible
hand) karena kondisi dalam siklus ekonomi mendorong adanya kompetisi.

Dalam konteks kompetisi, pasar dibedakan menjadi dua, yaitu pasar persaingan
sempurna dan pasar persaingan tidak sempurna. Pasar persaingan sempurna merupakan
struktur pasar dengan penjual dan pembeli yang homogen. Pada pasar persaingan sempurna,
penjual dan pembeli tidak dapat mempengaruhi harga pasar karena harga akan ditentukan oleh
mekanisme penawaran dan permintaan. Produk yang ditawarkan dalam pasar persaingan
sempurna bersifat identik dan homogen, yaitu barang yang sama dan pembeli dan penjual
masing-masing memiliki informasi yang sempurna terhadap pasar dan produk yang
ditawarkan. Pada pasar jenis ini, setiap perusahaan (dalam hal ini penjual) dengan bebas dapat
keluar masuk pasar (free entry).

Pasar persaingan tidak sempurna merupakan struktur pasar yang terdiri dari produsen
(penjual) yang mempunyai kekuatan pasar dan mampu mengendalikan harga produk. Pasar
persaingan tidak sempurna terbagi atas tiga jenis, yaitu, pertama, pasar monopoli, kedua, pasar
monopolistik, dan ketiga pasar oligopoli. Dalam pasar monopoli, hanya terdapat satu penjual
dalam pasar, sementara pembeli terdiri dalam jumlah yang banyak. Tidak ada substitusi produk
karena produsen lain tidak memiliki akses atas sumber daya atau faktor produksi dikarenakan
monopoli sumber daya oleh produsen tunggal, adanya paten dan hak cipta yang dimiliki
produsen tertentu, dan adanya hak monopoli dari pemerintah. Pada pasar monopolistik,
produsen dan penjual terdiri dalam jumlah yang banyak dengan produk yang banyak dan
sejenis, serta adanya perbedaan selera dan orientasi konsumen terhadap produk-produk
tertentu. Karakteristik pasar monopolistik memiliki persamaan dengan pasar persaingan
sempurna yaitu banyaknya jumlah pembeli dan penjual, adanya kemungkinan penjual dan
pembeli untuk menentukan harga, proses keluar masuk pasar relatif mudah dan diperlukan
keunggulan dari setiap produsen untuk dapat bersaing. Pada jenis ketiga, yaitu pasar oligopoli,
merupakan jenis pasar yang di dalamnya hanya terdapat beberapa penjual yang dapat

7
mempengaruhi harga-harga barang yang dijual. Dalam jenis pasar ini, terdapat hubungan antara
satu penjual dengan penjual lain untuk secara bersama-sama menentukan harga. Perusahaan
juga harus saling bersaing menguasai harga dan konsumen dengan meningkatkan brand dan
menguasai merek-merek dagang tertentu (differentiated product).

Pasar persaingan sempurna dan pasar persaingan tidak sempurna merupakan bentuk
pasar yang terbentuk karena perkembangan perspektif dalam studi ekonomi politik. Asumsi ini
didasarkan pada tiga perspektif dasar dalam ekonomi politik, yaitu kapitalisme klasik yang
menciptakan pasar persaingan sempurna, dan kapitalisme modern dan neoliberalisme yang
menciptakan pasar persaingan tidak sempurna.

Terciptanya suatu pasar yang bersaing secara sempurna akan menciptakan keadilan
antara produsen dan konsumen. Adam Smith dalam bukunya An Inquiry into The Nature and
Causes of The Wealth of Nations menyebutkan bahwa, semua rumah tangga dan perusahaan
yang berinteraksi di pasar, seolah-olah dibimbing oleh suatu kekuatan atau tangan yang tidak
nampak (invisible hand), sehingga interaksi pasar dapat mengarah pada hasil yang diinginkan.

Teori ini akan berhasil ketika dalam sebuah pasar tersebut tidak adanya kuasa pasar
(market power/monopolistc) yaitu kemampuan satu pelaku (atau sekelompok kecil pelaku)
ekonomi untuk mempengaruhi harga-harga yang berlaku di pasar. Hal ini menunjukkan
pentingnya tercipta sebuah pasar persaingan yang sempurna, dimana baik produsen maupun
konsumen berlaku sebagai price taker.

Jika perekonomian didasarkan pada mekanisme pasar, maka akan tercipta suatu
keseimbangan (equilibrium). Dalam model pasar persaingan sempurna, pasar bersifat self
regulating dan self correcting karena terdapat tangan-tangan tak terlihat (invisible hand) yang
dapat mengarahkan pasar apda keseimbangan pemanfaatan sumber daya yang dapat
menguntungkan semua pihak dalam perekonomian. Salah satu asumsi penting dalam ekonomi
pasar bebas (dalam hal ini berkaitan dengan pasar persaingan sempurna) yang dikemukakan
oleh Adam Smith melalui teori klasik laissez faire bahwa setiap orang dapat dengan bebas
melakukan apapun yang terbaik bagi dirinya (individual freedom of action based on self
interest). Setiap keputusan individu dalam masyarakat, dianggap menjadi keputusan terbaik
yang akan menjadikan masyarakat menjadi lebih baik dan makmur.

Konsep pasar persaingan sempurna yang merupakan perwujudan dari perspektif


kapitalisme klasik sudah tidak relevan dalam konteks saat ini dan merupakan konsep yang
utopis. Asumsi ini didasarkan pada beberapa hal, pertama, kapitalisme klasik sudah tidak

8
digunakan lagi sebagai dasar perekonomian di berbagai negara karena doktrin laissez faire dan
invisible hand, berdasarkan fakta empiris, berpotensi menimbulkan depresi ekonomi, seperti
yang terjadi di Amerika Serikat pada tahun 1930, yaitu the great depression. Kedua, asumsi-
asumsi pada pasar persaingan sempurna seperti penentuan harga oleh mekanisme penawaran
dan permintaan sangat jarang terjadi dalam perekonomian di berbagai negara. Harga pasar
notabene dipengaruhi oleh motif dan kepentingan dari penjual dan pembeli. Asumsi
selanjutnya yang menyatakan bahwa konsumen dan pelaku usaha memiliki informasi yang
sempurna (perfect information) terhadap produk dan pasar tidak relevan dalam konteks pasar
di berbagai negara. Karena, pada negara maju atau negara berkembang, informasi sempurna
terhadap pasar tidak dapat dimiliki oleh semua orang. Hanya orang-orang tertentu seperti
pelaku usaha skala besar dan konsumen yang memiliki akses terhadap kekuasaan politik dan
ekonomi yang dapat menguasai informasi pasar.

Untuk menganalisis lebih mendalam mengapa pasar persaingan sempurna menjadi


konsep yang utopis, penulis akan memberikan ilustrasi kasus pasar saham. Dalam berbagai
analisis mengenai pasar dalam ekonomi politik, pasar saham diklasifikasikan sebagai salah satu
contoh pasar persaingan sempurna. Menurut analisa penulis, klasifikasi ini didasarkan pada,
pertama, banyaknya penjual dan pembeli pada pasar saham, kedua, produk yang homogen,
ketiga, tidak adanya monopoli dari penjual tertentu, dan keempat adanya informasi yang
sempurna yang dapat diperoleh oleh semua penjual dan pembeli. Satu dari empat asumsi
tersebut yaitu asumsi ketiga tidak relevan jika dilihat dalam konteks Indonesia. Hal ini dapat
dilihat pada penguasaan saham di Bursa Efek Indonesia (Indonesia Stock Exchange) dimana
perusahaan-perusahaan plat merah (BUMN) memainkan peran signifikan pada lantai bursa.
Peran signifikan itu ditandai dengan banyaknya perusahaan BUMN yang menjual saham di
lantai bursa dan notabene perusahaan-perusahaan BUMN tersebut menduduki peringkat atas
di lantai bursa. Hal ini dibuktikan dengan data dari CNN Indonesia yang merilis 10 emiten
teratas di Bursa Efek Indonesia, dari 10 emiten tersebut, empat diantaranya merupakan
perusahaan plat merah, yaitu PT. Telkom Indonesia (peringkat 2), PT. Bank BRI (peringkat 6),
PT. Bank Mandiri (peringkat 7), dan PT. Bank BNI (peringkat 9). Dari ilustrasi diatas, dapat
disimpulkan bahwa pada pasar saham sekalipun, terdapat monopoli yang dimainkan oleh
perusahaan-perusahaan tertentu.

Untuk lebih mempertajam analisis terhadap pasar persaingan sempurna yang utopis,
penulis menggunakan contoh kasus lain yang dijelaskan dalam artikel jurnal Booming
Southeast Asian Vehicle Sales Drive Urban Congestion. Argumen. utama dari artikel jurnal ini

9
adalah meningkatnya jumlah penjualan kendaraan di Asia Tenggara. Berdasarkan data yang
dijelaskan dalam artikel jurnal tersebut, yaitu jenis produk homogen yang ditawarkan dan
terdapat banyak perusahaan yang memasarkan produk kendaraan, namun, kendati demikian,
terdapat satu perusahaan yang menguasai pemasaran kendaraan di Asia Tenggara, yaitu Toyota
Motor. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun penawaran produk homogen dengan jumlah
penjual dan pembeli yang majemuk, namun tetap terjadi monopoli oleh perusahaan tertentu.

10
REFERENSI

Aida, Ridha. Liberalisme dan Komunitarianisme: Konsep tentang Individu dan Komunitas.
Jurnal Demokrasi, Vol. IV, No. 2, tahun 2015.

Albritton, Robert and John Simoulidis. 2003. New Dialectics and Political Economy. Palgrave,
McMillan.

Aristeus, Syprianus. Peluang Industri dan Perdagangan Indonesia dalam Pelaksanaan


Masyarakat Ekonomi ASEAN. Jurnal Rechts Vinding, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Sistem Hukum Nasional, Vol. 3, No. 2, Agustus 2014.

Basu, Kaushik. 2000. Prelude to Political Economy: A Study of the Social and Political
Foundation of Economics. Oxford: Oxford University Press.

Booming Southeast Asian Vehicle Sales Drive Urban Congestion. Diakses melalui
https://www.ft.com/content/96608536-4204-11e7-9d56-25f963e998b2

Humphrey, Hubert. Liberalism. The American Scholar, Vol. 24, No. 4 (AUTUMN, 1955). pp
419-433.

John D. Bishop. Adam Smith’s Invisible Hand Argument. Journal of Business Ethics, Vol. 14,
No. 3 (Mar., 1995), p. 165-180.

Patricia H. Werhane. The Role of Self Interest in Adam Smith’s Wealth of Nations. The Journal
of Philosophy, Vol. 86, No. 11, Eighty-Sixth Annual Meeting American Philosophical
Association, Eastern Division (Nov., 1989), p. 669-680.

Przeworski, Adam. 2013. States and Market: A Primer in Political Economy. Cambridge:
Cambridge Unversity Press.

Tahany Naggar. Laissez Faire Adam Smith’s. The American Economist, Vol. 21, No. 2 (1977),
p. 35-39

Tatulescu, Alina. An Overview of the Main Theories Regarding the Role of the State. Journal
of Economic, Bucharest University of Economic Studies, Vol. 2, No. 4, 2013. Pp 73-82.

Weingast, Barry and Donald A. Wittman. 2006. The Oxford Handbook of Political Economy.
New York: Oxford University Press.

11
Zaini, Ahmad Afan. Pasar Persaingan Sempurna dalam Perspektif Ekonomi Islam. Jurnal
Ummul Qura, Vol. 4, No. 2, Agustus 2014.

12

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai