Anda di halaman 1dari 3

Nama : Mohammad Nouval Farras

NIM : 225020100111010
Kelas : AB
Bab 1 : Sifat, Arti, Dan Hubungan Ilmu Politik Dengan Ilmu Pengetahuan Lainnya
Perkembangan ilmu politik dipengaruhi oleh sejarah, filsafat, dan interaksi dengan
cabang-cabang ilmu sosial lainnya seperti sosiologi, antropologi, ekonomi, dan psikologi.
Meskipun dipertanyakan apakah ilmu politik memenuhi syarat sebagai ilmu pengetahuan,
pendekatan perilaku politik berusaha mengamati perilaku politik secara sistematis meskipun
tidak selalu memenuhi karakteristik eksakta ilmu pengetahuan. Analisis baru seperti analisis
struktural-fungsional dan analisis sistem muncul dari pendekatan perilaku, meningkatkan
pembinaan teori dan penelitian komparatif serta relevansi ilmu politik terhadap masalah
sosial.
Ilmu politik mempelajari politik sebagai usaha untuk mencapai kehidupan yang baik,
melibatkan penentuan kebijakan, alokasi sumber daya, dan pengambilan keputusan dalam
masyarakat. Definisi politik menekankan upaya mencapai masyarakat yang lebih baik
melalui konflik maupun konsensus, namun juga mencerminkan sifat manusia yang bervariasi
dalam perebutan kekuasaan dan kekayaan. Aspek penting dalam politik meliputi konsep
negara, kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijakan, dan alokasi.
Pada masa lalu, ilmu politik dan ilmu ekonomi membentuk bidang yang dikenal
sebagai ekonomi politik, fokus pada pemikiran kebijakan untuk memajukan negara Inggris.
Namun, dengan perkembangan ilmu pengetahuan, kedua bidang tersebut terpisah menjadi
ilmu politik dan ilmu ekonomi. Ilmu ekonomi modern memiliki teori, ruang lingkup, dan
metodologi yang ketat, fokus pada penentuan kebijakan yang rasional untuk mengelola
sumber daya langka. Ilmu ekonomi memengaruhi ilmu politik, termasuk pengertian
pembangunan ekonomi yang mempengaruhi pembangunan politik. Kerja sama antara ilmu
politik dan ilmu ekonomi semakin penting dalam menganalisis kebijakan pembangunan
nasional.
Bab 2 : Konsep-Konsep Politik
Teori politik merupakan abstraksi umum dari fenomena politik, menggunakan
konsep-konsep sebagai dasar untuk merumuskan generalisasi. Konsep-konsep tersebut,
seperti masyarakat, negara, kekuasaan, hak, dan kewajiban, menjadi landasan untuk
memahami hubungan sebab-akibat dalam politik. Ada dua jenis teori politik: yang bersifat
nilai dan deskriptif. Teori nilai menetapkan norma-norma moral untuk perilaku politik,
sementara teori deskriptif fokus pada deskripsi dan perbandingan fakta politik tanpa menilai
normatif.
Masyarakat adalah sistem hubungan antarmanusia dalam suatu wilayah geografis
dengan kebudayaan dan lembaga yang serupa. Manusia membentuk kelompok untuk
memenuhi kebutuhan dan kepentingan bersama, membentuk berbagai asosiasi untuk tujuan
tersebut. Negara, sebagai alat utama kekuasaan politik, mengatur hubungan dalam
masyarakat dan menegakkan keteraturan melalui kekuasaan yang sah, dengan sifat-sifat
khusus seperti sifat memaksa, monopoli dalam menetapkan tujuan bersama, dan cakupan
yang menyeluruh terhadap seluruh warga negara.
Negara merupakan kesatuan wilayah yang memiliki kekuasaan atas seluruh
wilayahnya, termasuk lautan dan angkasa di atasnya. Kompleksitas masalah wilayah seperti
perluasan perairan teritorial dan penguasaan landas benua menjadi tantangan. Penduduk
negara menunjukkan ciri khas yang membedakannya, dengan persatuan nasional dan
identitas nasional yang kuat. Pemerintah, sebagai organisasi berwenang merumuskan dan
melaksanakan keputusan yang mengikat, menyelenggarakan kekuasaan negara, dengan
tujuan melindungi warga, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan
bangsa. Konsep sistem politik menjelaskan interaksi antara sistem politik dan lingkungan
serta mencakup variabel-variabel seperti kekuasaan, kepentingan, kebijaksanaan, dan budaya
politik.
Bab 3 : Berbagai Pendekatan dalam Ilmu Politik
Ilmu Politik telah mengalami perkembangan pesat dengan munculnya berbagai
pendekatan, seperti Pendekatan Legal/Institusional yang menekankan aspek konstitusional
dan yuridis negara, namun cenderung statis dan normatif. Pendekatan Perilaku, muncul pada
tahun 1950-an pasca-Perang Dunia II, memperluas pandangan politik dari lembaga formal ke
proses-proses dalam masyarakat, menekankan pada perilaku individu dan kelompok dalam
konteks kekuasaan dan kebijakan publik. Pendekatan ini bersifat interdisipliner,
menggabungkan data empiris dan teori struktural-fungsional untuk memahami dinamika
politik dalam masyarakat modern.
Sementara itu, Teori Ketergantungan menyoroti hubungan ekonomi antara negara
Dunia Pertama dan Dunia Ketiga, menekankan dominasi ekonomi negara-negara maju
terhadap negara-negara berkembang. Berbagai istilah seperti patron-klien dan pusat-periferi
digunakan untuk menggambarkan hubungan ini, sementara para penganut teori ini menyoroti
dampak negatifnya, termasuk utang yang membengkak dan kesenjangan sosial-ekonomi yang
semakin dalam di banyak negara Dunia Ketiga. Selanjutnya, Pendekatan Pilihan Rasional
menekankan pada rasionalitas individu dalam mengambil keputusan politik, dengan fokus
pada optimisasi kepentingan dan efisiensi dalam keterbatasan sumber daya. Institusionalisme
Baru, di sisi lain, menawarkan perspektif baru terhadap institusi negara, mengakui peran
aktor dalam membentuk institusi dan pentingnya interaksi kompleks antara institusi dan aktor
dalam proses politik.
Bab 4 : Demokrasi
Demokrasi merupakan sistem pemerintahan di mana keputusan politik dibuat oleh
wakil-wakil yang dipilih oleh warga negara melalui proses pemilihan bebas. Nilai-nilai
demokrasi meliputi penyelesaian konflik dengan damai, pergantian kepemimpinan secara
teratur, pembatasan penggunaan kekerasan, pengakuan terhadap keanekaragaman, dan
jaminan terhadap keadilan. Untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, perlu ada lembaga-
lembaga seperti pemerintahan yang bertanggung jawab, dewan perwakilan rakyat, partai
politik, pers dan media massa yang bebas, serta sistem peradilan yang independen.
Demokrasi tidak hanya merupakan sistem pemerintahan, tetapi juga gaya hidup dan tata
masyarakat yang mengandung unsur-unsur moral.
Sementara itu, konstitusionalisme adalah gagasan bahwa pemerintah harus tunduk
pada pembatasan yang diatur dalam konstitusi, yang bertujuan untuk menjamin hak-hak asasi
warga negara dan membagi kekuasaan. Konstitusi dipandang sebagai hukum tertinggi yang
harus dipatuhi oleh negara dan pejabat pemerintah. Konstitusi tidak hanya mencerminkan
pembagian kekuasaan di antara lembaga-lembaga kenegaraan, tetapi juga memastikan bahwa
kekuasaan pemerintah tidak disalahgunakan. Oleh karena itu, konstitusionalisme
mengharuskan adanya lembaga-lembaga yang memastikan penegakan hukum dan jaminan
terhadap hak-hak asasi warga negara.
Bab 5 : Komunisme, Demokrasi Menurut Terminologi Komunisme, Dan Perkembangan
Post-Komunisme
Pada permulaan abad ke-19, kondisi buruh di Eropa Barat sangat memprihatinkan
akibat kemajuan industri yang cepat. Upah rendah, jam kerja panjang, serta penyalahgunaan
tenaga perempuan dan anak-anak sebagai pekerja murah menjadi masalah serius. Robert
Owen, Saint Simon, dan Fourier di Prancis termasuk di antara mereka yang berusaha
memperbaiki situasi tersebut dengan gagasan-gagasan sosialis utopis. Namun, Karl Marx dari
Jerman mengecam kondisi sosial-ekonomi sekitarnya dan mengusulkan perubahan radikal
melalui Sosialisme Ilmiah. Dia memanfaatkan konsep dialektika Hegel untuk merumuskan
teorinya tentang Materialisme Dialektis dan Materialisme Historis, yang kemudian menjadi
dasar bagi Marxisme-Leninisme atau komunisme yang diimplementasikan oleh Lenin di
Rusia. Meskipun terdapat interpretasi dan perdebatan yang beragam, gagasan Marx tetap
mempengaruhi sejarah politik dan sosial, terutama dalam konteks revolusi dan perkembangan
masyarakat di abad ke-19 dan ke-20.
Golongan komunis, terinspirasi oleh Marx dan Lenin, menunjukkan sikap ambivalen
terhadap negara. Marx melihat negatif terhadap negara, menganggapnya sebagai alat
pemaksa kelas yang akhirnya akan lenyap dengan munculnya masyarakat komunis. Lenin
mendukung gagasan ini, menyatakan bahwa negara hanya merupakan mesin untuk menindas
lawan dengan kekerasan, terutama dalam diktator proletariat sebagai transisi menuju
komunisme. Namun, pemimpin pengganti Lenin seperti Stalin dan Khrushchev mengubah
dan menambah gagasan ini karena pertimbangan politik dan praktis. Mereka menunda
pemikiran tentang lenyapnya negara Uni Soviet, menganggapnya sebagai "negara dari
seluruh rakyat" dengan dua golongan yang bersahabat. Konsep ini terus berubah seiring
dengan perubahan pemimpin, tetapi komunisme tetap mencerminkan sistem politik dan gaya
hidup yang memerlukan satu partai dominan, kontrol penuh atas kekuasaan, dan penggunaan
kekerasan atau indoktrinasi untuk mencapai tujuan komunis.
Kritik terhadap komunisme datang dari berbagai kalangan, termasuk non-komunis
dan anti-komunis, serta dari internal dunia komunis sendiri. Kritik utamanya terkait dengan
unsur paksaan, pembatasan kebebasan politik, dan dominasi elite kecil dalam menentukan
kepentingan umum. Di dalam dunia komunis, terjadi variasi pendekatan seperti yang terlihat
dalam pola Yugoslavia dan upaya reformasi ekonomi di negara-negara Eropa Timur yang
lebih menekankan insentif dan desentralisasi. Dalam Uni Soviet sendiri, muncul suara kritik
dari kelompok cendekiawan dan ilmiawan terkemuka seperti Andrei Sakharov dan Alexander
Solzhenitsyn, yang memperjuangkan kebebasan berpikir. Keruntuhan rezim komunis sejak
1989 memunculkan berbagai teori dan penjelasan, termasuk faktor Gorbachev, kegagalan
ekonomi, peran oposisi, dan reinterpretasi ajaran Marxisme, serta teori tentang krisis
legitimasi dan teori revolusi.

Anda mungkin juga menyukai