Anda di halaman 1dari 3

Nama: Reynaldi Alfajri

NIM: 07011281419101
Mata Kuliah: Pengantar Ilmu Politik

PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM ILMU POLITIK
Pendekatan merupakan cara memperoleh suatu pengetahuan, dengan berdasarkan
pengamatan akan hal tertentu. Beberapa pendekatan dalam ilmu politik yaitu: pendekatan
institusonal-legal, pendekatan perilaku, pendekatan neo-Marxis, pendekatan pilihan rasional, dan
pendekatan institusionalisme baru.
A. Pendekatan Institusional-Legal
Negara sebagai pusat kekuasaan (state power centre) merupakan inti dari pendekatan
institusional. Pendekatan institusionalisme berkembang pada abad ke-19, dimana belum terjadi
perang dunia dan peran negara sangat dominan dalam kehidupan masyarakat. Fokus dari
pendekatan ini adalah segi konstitusional dan yuridisnya. Bahasan tradisionalnya menyangkut
undang-undang, kedaulatan, kedudukan kekuasaan formal serta yuridis dari lembaga-lembaga
negara.[1]
Pendekatan ini tidak mengkaji apakah lembaga-lembaga tersebut bekerja sesuai dengan
fungsinya, namun pendekatan ini mendasarkan pada bentuk tertentu (ideal). Juga pendekatan ini
mengabaikan proses-proses dalam politik tersebut. Sehingga pendekatan ini menjadi statis dan
tertutup.
Pertengahan dasawarsa 1930-an beberapa sarjana Amerika mengemukakan pandangan
yang melihat politik sebagai kegiatan atau proses, dan negara sebagai sarana perebutan kekuasaan
antara berbagai kelompok dalam masyarakat.[2] Pandangan mereka menyebabkan munculnya teori-
teori baru.
B. Pendekatan Perilaku
Pendekatan perilaku timbul dan berkembang di Amerika pada tahun 1950-an seusai Perang
Dunia II.[3] Pendekatan ini muncul karena sifat ilmu yang dinamis dan pendekan tradisional tidak
banyak memberikan jawaban terhadap peristiwa politik yang terjadi. Lebih baik mempelajari
perilaku manusia, karena hal ini nyata dapat diamati. Pandangan ini menganggap manusia sebagai
suatu sistem sosial. Misalkan jika kita ingin mempelajari kebijakan yang diambil oleh presiden, maka
kita akan membahas faktor psikologis presiden (tekanan-tekanan yang ada), kondisi masyarakat
yang bersangkutan, undang-undang yang mendukung, latar belakang presiden, interaksinya, dan
sebagainya.
Pendekatan perilaku telah berkembang sesuai dengan kaidah ilmiah suatu ilmu yaitu bebas
nilai (value free), pandangan politik peneliti sedapat mungkin dihilangkan. Tersususun secara
sistematis dan terdapat pola perulangan yang bisa diidentifikasi.
Gabriel Almond berpendapat bahwa semua sistem memiliki struktur (institusi atau
lembaga), dan unsur-unsur dari struktur ini menyelenggarakan beberapa fungsi. Fungsi ini saling
berkaitan dengan sistem dan fungsi lainnya. Sehingga pandangan ini disebut structural-functional.
Sistem politik memiliki dua fungsi, yaitu input dan output, keduanya dipengaruhi sifat
kecenderungan aktor politik. Menurut Almond ada empat fungsi input dan tiga fungsi output. Fungsi
input yaitu, sosialisasi politik dan rekrutmen, artikulasi kepentingan, himpunan kepentingan dan
komunikasi politik. Sedangakan tiga fungsi output ialah, membuat peraturan, mengaplikasikan
peraturan, dan memutuskan peraturan.[4] Walaupun terdapat berbagai jenis sistem politik, tetapi
ada fungsi tertentu yang sama.
Dalam perkembangannya pendekatan perilaku dianggap tidak relevan dengan keadaan yang
ada, karena memusatkan perhatian pada hal yang kurang penting, namun mengabaikan hal yang
gawat seperti konflik dan permasalahan sosial.
C. Pendekatan Neo-Marxis
Pendekatan neo-Marxis lahir, di Eropa Barat dan Amerika pada dasawarsa 60-an.
Pendekatan ini lahir saat di Eropa Barat dan Amerika dilanda konflik rasial, ekonomi, dan sosial.
Kesenjangan ekonomi begitu nyata dalam masyarakat, dimana yang kaya bertambah kaya, dan yang
miskin bertambah miskin. Melihat keprihatinan ini munculah suatu gerakan untuk mempelajari
kembali pemikiran Marx, sebagai suatu alternatif pemecahan masalah. Kelompok ini menambahkan
kata neo untuk membedakannya dengan Marxis klasik yang cenderung komunis.
Para neo-marxis di satu sisi menolak komunisme dari Uni Soviet karena bersifat represif,
namun di pihak lain mereka tidak setuju dengan aspek kapitalis dalam masyarakat dimana mereka
tinggal.[5] Pemikiran Marx yang menarik perhatian mereka adalah ramalan Marx tentang runtuhnya
kapitalisme. Ramalan Marx ini mereka anggap benar, dengan disesuaikan kondisi sosial-ekonomi
saat itu. Tetapi pembenaran mereka itu, sudah tidak relevan dengan kondisi dunia abad ke-19 yang
menjadi acuan Marx.
Neo-Marxis menekankan kepentingan ekonomi dalam politik, tetapi politik tidak
sepenuhnya ditentukan oleh ekonomi. Jika pada analisis klasik konflik disebabkan antara kelas sosial
yang memiliki faktor produksi dengan mereka yang tidak memilikinya, namun kaum neo-Marxis
memberi rumusan antara dua himpunan masa. Pertama masa yang memiliki fasilitas dalam hal ini
negara dengan masa yang tidak memiliki fasilitas. Dalam politik praktis mereka menginginkan
desentralisasi kekuasaan dan partisipasi politik semua masyarakat.[6]
Mereka menginginkan partisipasi politik dari semua pihak dan kelas untuk mencegah
dominasi pihak lainnya, yaitu masa yang memiliki fasilitas (negara). Sehingga pertentangan antar
kelas tidak terjadi.
D. Pendekatan Pilihan Rasional
Pendekatan ini muncul dalam kondisi dunia yang stabil. Negara-negara di dunia sedang giat-
giatnya membangun ekonomi. Manusia politik (homo politicus) telah bergeser menjadi manusia
ekonomi (homo economicus).[7] Setiap tindakan manusia pasti didasari oleh keterbatasan manusia
itu sendiri. Mereka percaya bahwa kita dapat meramalkan perilaku manusia dengan mengetahui
kepentingan-kepentingan dari aktor yang bersangkutan. Inti dari politik menurut mereka adalah
individu sebagai aktor terpenting dalam dunia politik. Sebagai mahluk rasional ia selalu mempunyai
tujuan-tujuan yang mencerminkan apa yang dianggapnya kepentingan diri sendiri.[8]
Pendekatan ini memunculkan kecaman karena menjadikan manusia terutama politisi
sebagai makhluk yang egois.

E. Pendekatan Institusionalisme Baru
Sifat dari institusionalisme baru adalah fleksibel, berbeda dengan institusionalisme lama
yang statis. Yang menjadi perbedaan mencolok antara institusionalisme lama dan baru ialah
institusionalisme lama lebih mementingkan aspek yuridis dibandingkan dengan aspek lainnya.
Institusionalisme baru memandang lembaga (institusi) dalam negara dapat diperbaiki.
Dengan menyatukan visi suatu institusi dapat diperbaiki untuk mencapai tujuan bersama. Untuk
memahami institusionalisme baru haruslah dipahami dahulu apa itu institusi politik? Institusi dapat
dikatakan sebagai organisasi yang tertata melalui pola perilaku yang diatur oleh peraturan yang
diterima sebagai standar.[9]
Institusionalisme baru memandang manusia sebagai aktor politik yang dapat bekerja sama
untuk memecahkan suatu permasalahan. Dan setiap warga negara selain mempunyai kepentingan
pribadi, pasti juga mempunyai kepentingan bersama. Untuk menampung semua itu dibutuhkan
suatu institusi yang dapat menampung seefektif mungkin pendapat aktor politik untuk menentukan
kepentingan bersama.

Kesimpulan
Demikianlah tulisan ini memaparkan berbagai macam pendekatan dalam ilmu politik.
Pendekatan dalam ilmu politik berjalan sesuai dengan perkembangan zaman manusia. Dimulai
dengan pendekatan institusional yang lebih memusatkan pada bentuk negara ideal. Setelah itu
muncul pendekatan perilaku yang melihat perilaku aktor politik sebagai objek penelitian politik.
Kemudian pendekatan neo-Marxisme yang menginginkan adanya partisipasi politik aktif setiap kelas.
Pendekatan pilihan rasional, dan yang terakhir pendekatan institusionalisme baru. Berbagai
macam jenis pendekatan untuk memahami politik, telah menambah kekayaan ilmu politik itu
sendiri. Banyaknya perdebatan antar pendekatan, telah mempertajam analisis serta saling
melengkapi kekurangan antar pendekatan. Politik tidak dapat dimaknai dengan suatu pendekatan
yang buta, karena akan menimbulkan kefanatikan yang berbahaya.

Referensi
Budiarjo, Miriam.2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia.

Anda mungkin juga menyukai