Anda di halaman 1dari 13

AKTOR DAN POLA HUBUNGANNYA DALAM GOVERNANCE

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah


“Birokrasi dan Governansi Publik”

Dosen Pengampu:
Drs. M. Fachri Adnan, M.Si., Ph.D
Iip Permana, S.T., M.T

Disusun oleh:
Martina Kilativa Putri
21042398

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA


FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta
nikmat kesempatan, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Birokrasi dan
Governansi Publik (0119) yang berjudul “Aktor dan Pola Hubungannya dalam Governance”
dengan tepat waktu. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW yang selalu kita nantikan syafaatnya di hari akhir nanti.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. M. Fachri Adnan, M.Si, Ph.D dan
Bapak Iip Permana S.T, M.T selaku dosen pengampu mata kuliah Birokrasi dan Governansi Publik
yang telah memberikan pengarahan sistematika kepenulisan dalam pengerjaan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kesalahan dan kekeliruan, baik yang
berkenaan dengan materi pembahasan maupun dengan teknik pengetikan. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini. Penulis
mengharapkan makalah ini dapat menambah wawasan bagi penulis maupun pembacanya dan
berguna bagi masa depan mendatang.

Semarang, 27 September 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................................... i


DAFTAR ISI................................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................ 2
1.3 Tujuan............................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................................ 3
2.1 Pola-pola Hubungan Aktor............................................................................................... 3
2.2 Kelembagaan Governance dan Consensus ...................................................................... 5
2.3 Faktor-faktor yang Memengaruhi Independensi Governance ......................................... 7
BAB III PENUTUP ........................................................................................................................ 9
3.1 Kesimpulan....................................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 10

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Konsep governance lahir dari istilah government. Government atau pemerintah
merupakan istilah yang digunakan pada organisasi atau lembaga yang menyelenggarakan
kekuasaan pemerintah pada suatu negara. Konsep government ini dapat dikatakan sebagai
konsep lama dalam penyelenggaraan pemerintahan karaena hanya menekankan pada
pemerintah (lembaga/institusi pemerintah) sebagai pengatur dan pelaksana tunggal
penyelenggaraan pemerintah. Oleh karena itu, muncullah konsep governance yang
menggantikan konsep government dalam aspek maupun kajian pemerintahan.
Governance yang berasal dari kata “govern” dengan definisi yakni mengambil
peran yang lebih besar, yang terdiri dari semua proses, aturan dan lembaga yang
memungkinkan pengelolaan dan pengendalian masalah-masalah kolektif masyarakat.
Dengan demikian secara luas, governance termasuk totalitas dari semua lembaga dan unsur
masyarakat, baik pemerintah maupun nonpemerintah. Sebagai suatu konsep, governance
memiliki beragam pemaknaan yang diungkapkan oleh beberapa ahli sebagai berikut:
Dwiyanto menekankan mengenai konsep governance adalah keterlibatan aktor-aktor di
luar pemerintah yang merespon masalah publik. Praktik governance ini, bertujuan dalam
rangka menyediakan pelayanan publik dengan melibatkan aktor dari unsur masyarakat dan
mekanisme pasar. Menurut Chema dalam Keban, governance merupakan suatu sistem
nilai, kebijakan, dan kelembagaan dimana urusan-urusan ekonomi, sosial, politik dikelola
melalui interaksi masyarakat, pemerintah, dan sektor swasta. Pendapat lebih signifikan
dikemukan oleh Teguh Kurniawan yang menerangkan bahwa konsep governance
merupakan sebuah proses kebijakan yang dilaksanakan dengan melibatkan pemerintah,
sektor privat (swasta) maupun masyarakat.
Mengacu pada beberapa pendapat-pendapat diatas menunjukkan bahwa
governance merupakan model kepemerintahan yang sangat dinamis. Dengan kata lain,
governance membuka ruang untuk keterlibatan atau partisipasi sektor lain dalam
kepemerintahan. Pemerintah bukanlah aktor yang tunggal atau dominan dalam
kepemerintahan. Selain itu, pendapat tersebut menjelaskan bahwa terjadi pengurangan

1
terhadap otoritas pemerintah terkait dengan urusan publik. Pemaknaan tesebut dapat
ditinjau dari suaru kondisi yang terjadi ketika pemerintah dalam penyelenggaraan urusan-
urusan publik mengalami permasalahan di luar kemampuannya, sehingga dalam penangan
permasalahn tersebut perlu melibatkan pihak lain yang memiliki kapasitas atau
kemampuan lebih dan tentunya dapat membantu pemerintah. Kondisi tersebut terjadi
karena dipengaruhi oleh keterbatasan kapabilitas pemerintah dalam hal sumberdaya dan
finansial.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana bentuk pola-pola hubungan aktor?
2. Apa yang dimaksud dengan kelembagaan governance dan consensus?
3. Apa saja faktor-faktor yang memengaruhi independensi governance?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui bentuk pola-pola hubungan aktor.
2. Untuk menjelaskan konsep kelembagaan governance dan consensus.
3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi independensi governance.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pola-pola Hubungan Aktor


1. Negara (State)
State dimaknai sebagai negara maupun pemerintah (termasuk didalamnya lembaga
eksekutif dan legislatif) sebagai pilar pertama governance. Kata negara menurut
Magnis Suseno mempunyai dua pengertian, yaitu, pertama negara adalah masyarakat
atau wilayah yang merupakan satu kesatuan politik, kedua negara sebagai lembaga
pusat yang menjamin kesatuan politis yang menata dan menguasai wilayah tersebut.
Negara dimaknai sebagai pusat pemersatuan masyarakat atau warga negaranya serta
memiliki fungsi dasar dan hakiki sebagai pembuat ketetapan, aturan-aturan kelakuan
yang mengikat masyarakatnya.
Salah satu tugas utama negara dimasa datang yang paling penting adalah penciptaan
suatu lingkungan politik yang kondusif bagi sustainable human development dengan
meredefinisi peranan pemerintah di dalam integrasi sosial ekonomi serta proteksi
lingkungannya. Sementara itu,dalam posisi lain, negara menjalankan fungsi-fungsi
utama pemerintahan yaitu pelayanan (service) dan pengaturan (regulating) untuk
mengetahui bagaimana cara melayani masyarakat serta fungsi pengajaran agar tercipta
masyarakat yang berdaya.
2. Private Sector
Private Sector atau pihak swasta selama ini telah memainkan peran yang penting
dalam pembangunan melalui pendekatan pasar. Pendekatan ini berkaitan dengan
penciptaan kondisi dimana produksi barang dan jasa berjalan dengan baik dengan
dukungan lingkungan yang mapan untuk melakukan aktivitas sektor swasta dalam
suatu bingkai kerja “incentive and reward” secara ekonomi bagi individu maupun
organisasi. Sementara itu, dalam perspektif ekonomi seperti yang di kemukakan oleh
WJ Stanton, pasar adalah orang-orang yang mempunyai keinginan untuk puas uang
untuk berbelanja dan kemauan untuk membelanjakannya. Dalam interaksi sebagai pilar
governance, struktur ini menerapkan prinsip-prinsip sebagai berikut.

3
a) Keberhasilan kegiatan usaha di dasarkan pada keunggulan dari operasi efektif,
efisien, kreatif dan inovatif dalam iklim ekonomi dan keinginan pasar yang terus
berubah.
b) Setiap individu atau badan yang terlibat dalam usaha mempunyai tanggung jawab
moral untuk menolak praktik-praktik yang bertentangan dengan persaingan tidak
adil.
c) Setiap individu atau badan yang terlibat dalam usaha harus mematuhi asas-asas
untuk melindungi kepentingan semua stakeholder perusahaan termasuk pemilik
pemegang saham karyawan pelanggan dan masyarakat umum
d) Setiap individu atau badan yang terlibat dalam usaha akan mengetahui asas dan
praktik dari Good Corporate Citizenship antara lain dengan melindungi lingkungan
dan memberikan kontribusi terhadap pengembangan masyarakat di sekitarnya
3. Civil Society
Istilah civil society yang kini diterjemahkan menjadi masyarakat kewarganegaraan
atau masyarakat madani, tampak semakin mendapat tempat dalam wacana politik
Indonesia Seperti yang disampaikan oleh Hikam bahwa dengan keragaman dalam
pemahaman ini sintesa-sintesa baru dan gagasan-gagasan yang masih orisinil
diharapkan muncul sehingga dapat mengembangkan pemahaman yang lebih baik untuk
konteks Indonesia, sedangkan menurut Heningsen, civil society secara institusional
diartikan sebagai pengelompokan dari anggota-anggota masyarakat sebagai warga
negara mandiri yang dapat dengan bebas dan egaliter bertindak aktif dalam wacana dan
praktis mengenai segala hal yang berkaitan dengan masalah-masalah kemasyarakatan
pada umumnya. Sependapat dengan ini menurut Mochtar Mas’oed bahwa ngko sebagai
salah satu bentuk civil society merupakan pengelompokan masyarakat secara mandiri
untuk mengatasi suatu masalah sosial yang dihadapi dimulai dari aktivitasnya secara
mandiri dan spesifik.
Kondisi ini sebagai isyarat keharusan adanya kebebasan dan keterbukaan untuk
berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat serta mendapat kesempatan yang
sama dalam mempertahankan kepentingan di depan umum. Dalam diri civil society
telah menyiratkan kemandirian dan kematangan politis sehingga tidak perlu
sepenuhnya tunduk kepada negara atau hanya sebagai alat bagi kelas tertentu. Justru

4
civil society dalam pengertian ini merupakan suatu entitas yang keberadaannya
menerobos batas-batas kelas serta memiliki kapasitas politik yang cukup tinggi
sehingga mampu menjadi kekuatan penyeimbang dari kecenderungan intervensi
negara. Melihat konsep-konsep tentang civil society sebagaimana disampaikan oleh
para pelopor, setidaknya terdapat tiga ciri utamanya yaitu:
a) Adanya kemandirian yang cukup tinggi dari individ- individu dan kelompok dalam
masyarakat utamanya ketika berhadapan dengan negara.
b) Adanya ruang publik bebas sebagai wahana bagi keterlibatan politik secara aktif
menjadi warga negara melalui wacana dan craksis politik yang berkaitan dengan
kepentingan publik.
c) Adanya kemampuan membatasi kekuasaan negara agar tidak intervensionis.
Adanya posisi yang seimbang antara aktor, dimaksudkan agar kolaborasi tersebut
tidak berat sebelah sehingga dapat tercipta check and balance. Selain itu, agar dapat
terwujud jaringan yang kokoh antar komponen masyarakat di perlukan kepercayaan
yang bersifat timbal. Kepercayaan merupakan salah satu modal sosial (social capital)
yang diperlukan demi tegaknya tertib sosial. Dengan adanya kepercayaan (tidak ada
yang saling curiga) terhadap apa yang dikerjakan salah satu atau beberapa diantara
aktor-aktor yang terlibat, maka akan semakin memudahkan pencapaian tujuan. Karena
diantara aktor tersebut akan memunculkan kreativitas dan inovasi baru guna
memperlancar pelaksanaan tugas-tugasnya.
2.2 Kelembagaan Governance dan Consensus
Menurut Milton J. Esman, Institutional Building atau pembangunan lembaga
didefinisikan sebagai perencanaan penataan dan bimbingan untuk organisasi organisasi
baru atau organisasi yang disusun kembali untuk mewujudkan perubahan perubahan dalam
nilai-nilai, fungsi-fungsi, teknologi-teknologi fisik dan sosial, menetapkan dan
mengembangkan, serta membina hubungan hubungan normatif dan pola-pola tindakan
yang baru serta membina jejaring kaitan-kaitan untuk memperoleh dukungan dan
kelengkapan dari lingkungannya. Berbagai program pembangunan dilakukan, tetapi
hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan. Oleh karena itu, dilakukanlah reformasi
administrasi yang menyangkut perubahan atau organisasi struktur pemerintahan dan
badan-badannya, kemudian dari reformasi administrasi tersebut menghasilkan otonomi

5
daerah. Pembangunan lembaga yang sempat terhenti dan berkembang setelah adanya
otonomi daerah. Pembangunan lembaga ini dibutuhkan karena otonomi daerah menuntut
adanya perubahan nyata-nyata fisik pemerintahan daerah.
Model awal dari pembangunan lembaga ini menunjukkan peran sentral pemerintah
sebagai pembawa perubahan dan inovasi dalam masyarakat. Dengan pendekatan ini
nantinya akan tercapai sebuah good governance, dimana good governance ini merupakan
suatu tindak lanjut atau evaluasi penyelenggaraan pemerintahan dari perubahan good
government dalam suatu bentuk pemerintahan. Selanjutnya, Insitiutional Sustainability
mulai berkembang untuk menekankan peran pemerintah sebagai fasilitator bukan sebagai
inisiator perubahan.
Lembaga adalah pranata yang menandakan kemapanan hukum, kaidah, adat
istiadat, kebiasaan, tradisi, sikap dan pandangan hidup yang berlaku dalam suatu
masyarakat tertentu (Notohadiningrat, 2006). Sedangkan konsensus adalah sebuah proses
pengambilan keputusan kelompok di mana seluruh kelompok orang dapat sampai pada
kesepakatan bersama. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa makna dari pelembagaan
konsensus adalah menjadikan konsep tersebut sebagai acuan atau pola umum dalam
bertindak. Jika hal ini terkait dalam pemerintahan maka alat-alatnya harus menjadikan
konsisten sebagai acuan tindakan.
Konsensus lebih dari sekedar menyetujui untuk menerima kehendak mayoritas
yang dapat membiarkan yang lainnya merasa kecewa akan tetapi ini menyiratkan bahwa
kelompok atau masyarakat tersebut melakukan sendiri usaha untuk menentukan solusi atau
arah tindakan yang dapat diterima dan dimiliki semua orang serta dimana warga
masyarakat setuju bahwa apa yang telah diputuskan adalah yang paling dikehendaki oleh
semua orang (Malik, 2013). Konsensus diciptakan melewati beberapa proses proses
tertentu terhadap pengambilan keputusan. Brigida dalam Simon 1980 menyatakan bahwa
terdapat empat tahap yang saling berhubungan dan berurutan dengan pengambilan
keputusan antara lain.
a) Intelligence
Pada tahap ini data yang diperoleh dikumpulkan, diproses dan diuji dalam rangka
mengidentifikasi masalah.

6
b) Design
Tahap ini adalah proses memahami masalah kemudian menemukan dan menganalisis
tindakan apa yang dapat dilakukan dalam rangka menemukan solusi serta menguji
kelayakannya.
c) Choice
Pada tahap ini dilakukan proses pemilihan diantara berbagai alternatif tindakan yang
mungkin akan dijalankan meliputi pencarian evaluasi dan rekomendasi solusi yang
sesuai untuk modal yang telah dibuat. Solusi dari modal merupakan nilai spesifik untuk
variabel hasil pada alternatif yang dipilih.
d) Implementation
Tahap implementasi adalah tahap pelaksanaan dari keputusan yang telah diambil.
Tahap ini diperlukan untuk menyusun serangkaian tindakan yang terencana sehingga
hasil keputusan dapat dibantah dan disesuaikan apabila diperlukan perbaikan dari
keputusan yang telah diambil.
Keputusan yang telah disepakati melalui empat tahapan di atas ketika sudah
mencapai kesepakatan bersama maka dapat dikatakan hal tersebut adalah sebuah
konsensus tipe-tipe keputusan yang menjadi konsep itupun terbagi menjadi tiga tipe yaitu:
a) Keputusan terstruktur, yaitu keputusan yang berulang-ulang dan rutin sehingga dapat
di struktur keputusan ini biasanya ditangani dan terjadi pada level manajemen tingkat
bawah.
b) Keputusan setengah terstruktur, yaitu keputusan yang sebagian penduduknya sebagian
pertama pulang dan rutin keputusan ini biasanya terjadi pada level manajer tingkat
menengah dan biasanya bersifat rumit sehingga diperlukan analisis terperinci
c) Keputusan tidak terstruktur, yaitu keputusan yang tidak terjadi berulang-ulang serta
jarang terjadi keputusan ini terjadi pada manajemen tingkat atas informasi untuk
pengambilan keputusan tidak terstruktur, tidak mudah didapatkan, tidak mudah
tersedia dan biasanya berasal dari lingkungan luar.
2.3 Faktor-faktor yang Memengaruhi Independensi Governance
Independensi governance adalah perwujudan dari ciri-ciri tata kelola pemerintahan
yang baik (good governance). Definisi dari independensi dalam lingkup good governance
yaitu tata kelola negara yang baik harus tidak berpihak pada salah satu pihak dan menjamin

7
kebebasan tata kelola yang bertujuan untuk memakmurkan seluruh bangsa. Menurut Laode
Ida (2002), tata kelola pemerintahan yang baik memiliki sejumlah ciri dan karakteristik
dan salah satunya adalah independensi, yakni ketiga unsur governance (pemerintah,
swasta, dan masyarakat) mampu menciptakan rasa saling ketergantungan yang dinamis
tanpa menonjolkan diri serta menihilkan unsur lain dengan saling koordinasi dan saling
memfasilitasi. Faktor-faktor yang memengaruhi independensi governance berkaitan
dengan struktur pemerintahan karena adanya hubungan-hubungan antara pemerintah, pasar
atau sektor swasta, dan masyarakat yang apabila diuraikan menjadi sebagai berikut.
1. Hubungan antara pemerintah dan pasar. Misalnya, pemerintah mengendalikan harga-
harga sembako agar sesuai dengan harga pasar.
2. Hubungan antara pemerintah dan rakyat. Misalnya, pemerintah memberikan pelayanan
dan perlindungan bagi rakyat.
3. Hubungan antara pemerintah dan organisasi kemasyarakatan. Misalnya, pemerintah
memberikan kesempatan kepada organisasi kemasyarakatan untuk berpartisipasi dalam
pembangunan.
4. Hubungan antara pejabat-pejabat yang dipilih (politisi) dan pejabat-pejabat yang
diangkat (pejabat birokrat). Misalnya, mengadakan pertemuan atau rembug antara
tokoh masyarakat, pejabat birokat atau politisi.
5. Hubungan antara lembaga pemerintahan daerah dan penduduk perkotaan dan pedesaan.
Misalnya, memberikan izin bertempat tinggal kepada penduduk pedesaan yang bekerja
di perkotaan.
6. Hubungan antara legislatif dan eksekutif dalam membahas rancangan undang-undang
(RUU).
7. Hubungan pemerintah nasional dan lembaga-lembaga internasional dalam menjalin
kerja sama di segala bidang untuk kemajuan bangsa.

8
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan di atas yaitu governance sebagai
kepemerintahan, pengelolaan pemerintahan, penyelenggaraan pemerintahan,
penyelenggaraan negara, dan administrasi negara. Istilah governance lebih kompleks
karena melibatkan komponen stakeholders, yakni pemerintah, masyarakat dan swasta
dalam posisi yang sejajar dan saling kontrol. Hubungan ketiganya harus dalam posisi yang
seimbang dan saling kontrol (checks and balances), untuk menghindari penguasaan atau
eksploitasi oleh satu komponen terhadap komponen yang lainnya. Apabila salah satu
komponen lebih tinggi dari yang lain, yang terjadi adalah dimensi kekuasaan atas dua
komponen lainnya. Tata pemerintahan yang baik menjembatani kepentingan-kepentingan
yang berbeda demi terbangunnya suatu konsensus menyeluruh dalam hal apa yang terbaik
bagi kelompok-kelompok masyarakat, dan bila mungkin, konsensus dalam hal kebijakan-
kebijakan dan prosedur-prosedur.

9
DAFTAR PUSTAKA

Ainiyah, Imas Qurhotul. (2015). Pelembagaan Menuju Good Governance. Diperoleh dari
https://www.academia.edu/19489969/Pelembagaan_Menuju_Good_Governance. Diakses
pada tanggal 27 September 2021.
Arisaputra, M. I. (2013). Penerapan Prinsip-prinsip Good Governance dalam Penyelenggaraan
Reforma Agraria di Indonesia. Yuridika, 28(2).
Haris, S. (2019). Governance: Perubahan Paradigma pada Penyelenggaraan
Pemerintahan. Sosfilkom: Jurnal Sosial, Filsafat Dan Komunikasi, 13(01), 33-47.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. (2017). Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
SMA/MA/SMK/MAK Kelas X. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Milton J. Esman, eds., Pengembangan Lembaga: Dari Konsep dampai Aplikasinya (Jakarta: UI
Press, 1969).
Sahirman. (2010). Penerapan Prinsip-Prinsip Good Governance dalam Pengelolaan Dana Block
Grant melalui Program P2KP di Kelurahan Tuatunu Indah Kecamatan Gerunggang Kota
Pangkal Pinang (Studi Tentang Perencanaan dan Implementasi). Tugas Akhir. Jakarta:
Universitas Terbuka.

10

Anda mungkin juga menyukai