Anda di halaman 1dari 26

UNIVERSITAS INDONESIA

RINGKASAN & TANGGAPAN

“HAK ASASI MANUSIA DALAM TRANSISI POLITIK INDONESIA”

TUGAS MATA KULIAH POLITIK HUKUM

Dosen: Prof. Dr. Satya Arinanto S.H., M.H.

Nama : Fahmi Ramadhan Firdaus

NPM : 1906325551

Kelas : Hukum Kenegaraan (Pagi)

Nomor Absen : 04

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA

Oktober 2019
RINGKASAN

1. Transisi Politik Menuju Demokrasi

A. Dari Otoritarianisme Ke Demokrasi : Kemunculan Negara-Negara Demokrasi

Baru

Sejak tahun 1970-an terdapat gagasan dari demokrasi-demokrasi baru yang

kemudian muncul dari negara-negara yang masa lalunya bersifat otoriter atau

totaliter. Otoriter atau totaliter merupakan suatu ideologi negara yang kekuasaan

tertingginya dipegang oleh militer sehingga muncul seorang diktator. Negara-negara

yang menganut otoriter, seiring waktu akan berubah menjadi demokrasi dikarenakan

oleh ketidakpuasan masyarakatnya yang ditindas. Demokrasi adalah suatu ideologi

negara yang berasal, dari, dan untuk rakyat. Merupakan pengharapan baru bagi

pemimpin-pemimpin negara yang memakai paham demokrasi, antara lain: Yunani,

Spanyol, Argentina, Chile, Brazil, Uruguay, Polandia, Jerman Timur, Hongaria, Afrika

Selatan, dan lain sebagainya. Untuk membangun negara yang sudah menjalankan

demokrasi maka tidak terlepas dari rekonsiliasi dengan masa lalu negaranya yang

berupa pelanggaran HAM serta mengadopsi berbagai mekanisme yang berbeda

dengan masa lalunya.

Menurut pandangan Samuel P.Huntington, dalam 2 hingga 3 dekade terakhir

telah terjadi revolusi politik yang masif dimana transisi dan otoritarianisme menuju

demokrasi dialami di lebih 40 negara. Adapun perubahan tersebut dengan cara,

antara lain :

 Ada perubahan dengan cara yang signifikan;

 Penguatan kelompok reformis yang mengambil inisiatif untuk mendorong transisi;

2
 Negosiasi dengan kelompok oposisi; dan

 Intervensi Amerika Serikat sebagai negara adi kuasa.

Rezim otoritatian sebelumnya berubah signifikan, termasuk pemerintahan militer

di Amerika Latin dan sebagainya; rezim 1 partai komunis di Negara komunis, juga

Taiwan; diktator personal di Spanyol, Filipina, Rumania, dan dimana saja; serta

oligarki rasial di Afrika Selatan. Proses transisi menuju demokrasi ini juga variatif.

Menurut Anthony Giddens bahwa dalam semua upaya pembaruan politik,

pertanyaan mengenai siapa subyek atau pelaku politik muncul dengan sendirinya.

Selanjutnya Giddens berpendapat bahwa tema-tema tentang berakhirnya politik, dan

Negara yang dilanda oleh pasar global, menjadi begitu menonjol dalam literature

akhir-akhir ini, sehingga apa saja yang bisa dicapai oleh pemerintah dalam dunuia

kontemporer saat ini layak diulang kembali. Dalam pandangan ini, bahwa fungsi

pemerintah adalah untuk:1

 Menyediakan sarana untuk kepentingan-kepentingan yang beragam;

 Menawarkan sebuah forum untuk rekonsiliasi kepentingan-kepentingan yang

saling bersaing;

 Menciptakan dan melindungi ruang publik yang terbuka, dimana debat bebas

mengenai isu-isu kebijakan bisa terus dilanjutkan;

 Menyediakan beragam hal untuk memenuhi kebutuhan warga negara, termasuk

bentuk-bentuk keamanan dan kesejahteraan yang kolektif;

 Mengatur pasaar menurut kepentingan publik, dan menjaga persaingan pasar

ketika monopoli mengancam;


1
Giddens Anthony, “The Third Way: Jalan Ketiga Pembaharuan Demokrasi Sosial, terjemahan
Ketut Arya Mahardika” Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. (2000): 53–54.

3
 Menjaga keamanan sosial melalui kontrol sarana kekerasan dan melalui

penetapan kebijakan;

 Mendukung perkembangan sumber daya manusia melalui peran utamanya dalam

sistem pendidikan;

 Menopang sistem hukum yang efektif;

 Memainkan peran ekonomis secara langsung, sebagai pemberi kerja dalam

intervensi makro maupun mikro – ekonomi, plus penyediaan infrastruktur;

 Membudayakan masyarakat – pemerintah merefleksikan nilai dan norma yang

berlaku secara luas, tetapi juga bisa membantu membentuk nilai dan norma

tersebut, dalam sistem pendidikan dan sistem-sistem lainnya; dan

 Mendorong aliansi regional dan transnasional, serta sasaran-sasaran global.

Menurut Franz Magnis-Suseno, totaliterisme adalah istilah ilmu politik untuk

menyebut suatu gejala paling mengejutkan dalam sejarah umat manusia, suatu

gejala yang secara mendadak mencuat dalam bagian pertama abd ke-20 yang baru

lalu. Dapat disimpulkan bahwa Negara totaliter adalah sebuah sistem politik yang

dengan melebihi bentuk-bentuk kenegaraan despotik tradisional-secara menyerluruh

mengontrol, menguasai, dan memobilisasikan segala segi kehidupan masyarakat.

Menurut George Orwell dalam bukunya Animal Farm, Penguasa totaliter tidak

hanya mau memimpin tanpa gangguan dari bawah; ia tidak hanya mau memiliki

monopoli kekuasaan; juga bagaimana masyarakat hidup dan mati; bangun, tidur,

makan, belajar dan bekerja. Mengontrol apa yang mereka fikirkan, siapa yang tidak

ikut, akan dihancurkan.

4
Arendt dalam bukunya membahas 2 rezim totaliter yang paling terkenal abad

20, yaitu pemerintahan Nasional-Sosialisme (“Nazi”) dibawah kekuasaan Adolf Hitler

(1933-1945) di Jerman dan dalam kekuasaan Bolshevisme Soviet di bawah Jossif

W.Stalin (1922-1953). Salah satu contoh lain Negara totaliter di Asia adalah di

Kamboja setelah Khmer Merah mengambil alih kekuasaan, apabila Arendt masih

hidup saat Khmer Merah beruasa. Hal itu akan ia jadikan contoh praktik

pemerintahan paling mengerikan dari negara totaliter.

Menurut Lowenthal antar rezim-rezim otoritarian tidak memiliki kesamaan

karena muncul berbagai kasus-kasus memperlihatkan bahwa faktor-faktor

internasional secara langsung maupun tidak langsung mungkin mempengaruhi

jalannya transisi, namun yang menjadi partisipan utama dan memberikan pengaruh

dominan berasal dari dalam negeri serta pentingnya lembaga-lembaga, prosedur-

prosedur, dan forum-forum yang membantu melegitimasi para penguasa diskursus

politik dalam masa transisi politik.

B. Reposisi Hubungan Sipil - Militer

Menurut pandangan Huntington sesungguhnya semua rezim otoritarian apapun

mempunyai kesamaan, yaitu hubungan sipil-militer yang tidak begitu diperhatikan.

Hampir tidak ada hubungan sipil-militer seperti di negara demokrasi yang disebut

dengan “kontrol sipil objektif” Objective civilian control).

Negara-negara demokrasi baru menghadapi tantangan yang serius untuk

mereformasi hubungan sipil-militer mereka secara drastis diantaranya: membangun

kekuasaan di wilayah publik, merancang konstitusi baru, menciptkan sistem

kompetisi partai dan institusi-institusi demokarasi lainnya, liberalisasi, privatisasi, dan

5
bergerak ke arah ekonomi dengan menahan laju inflasi dan pengangguran

mengurangi defisit anggaran, membatasi kejahatan dan korupsi, serta mengurangi

ketegangan dan konflik antaretnis dan kelompok agama.

Seperti di Indonesia setelah ORBA (Orde Baru), kekuasaan militer masih sangat

besar. Terlihat pada rangkap jabatan yang berlaku pada masa itu. Contoh : seorang

TNI-POLRI bisa menduduki kursi DPR (Dewan Perwakilan Rakyat). Maka langkah

yang harus diambil adalah recovery militer untuk kembali kepada fungsinya yang

dasar yaitu sebagai pertahanan dan keamanan negara.

Negara maju seperti di Amerika Utara dan Eropa Barat, pemetaan kedua fungsi

tersebut sudah bisa berjalan seimbang, masing-masing bisa berperan sesuai dengan

funginya, tidak tumpang tindih dan intervensi. Kalaupun ada pengaruh, maka sipil

yang mempengaruhi militer dan bukan sebaliknya. Karena yang berjalan adalah

prinsip “supremasi sipil”, maka kebijakan politik yang ditempuh dan dijalankan

pemerintahan sipil berpengaruh pada langkah yang harus ditempuh militer. Dalam

konteks transisi menuju demokrasi di Indonesia, diperlukan reposisi hubungan sipil-

militer dalam arti yang menyeluruh dan tidak hanya terbatas pada bidang politik saja.

C. Perumusan Kebijakan Baru Untuk Menyelesaikan Hubungan dengan Rezim

Sebelumnya

Dalam kasus Chile, pemerintah telah memilih sarana yang berbeda untuk

rekonsiliasi dengan masa lalunya, misalnya dengan membuka kebenaran dari

pelanggaran-pelanggaran HAM dan dorongan terhadap suatu pengakuan publik akan

kejahatan-kejahatan dan bahkan suatu permintaan maaf terhadap para korban. Tidak

ada jaminan bahwa pengadilan-pengadilan merupakan sarana yang terbaik untuk

6
menyelesaikan pelanggaran-pelanggaran HAM, karena pegadilan tersebut dapat

berjalan sesat untuk memenuhi kepentingan atau tujuan politik

Perubahan politik dari totaliter ke demokrasi menyebabkan transisi politik yang

kemudian adanya kebijakan-kebijakan baru. Solon sebagai salah satu filsuf Yunani

mengadakan revisi drastis terhadap sistem ekonomi, sosial, dan politik di Athena.

Solom membagi populasi ke dalam kelas dan mengkoordinasikan bantuan hutang,

membatasi kekuasaan kepala rumah tangga, melarang penjualan anak-anak,

melembagakan majelis rakyat, serta memperkenalkan pemeriksaan pengadilan yang

dilakukan oleh juri.

Selanjutnya dikembangkan oleh Bronkhorst yaitu : memperbaharui tatanan

sosial baru; membuat suatu propaganda yang mengatakan bahwa salah untuk

menghina pihak-pihak yang dulu kaya dan sangat berkuasa dengan tujuan untuk

menghindari proses balas dendam dikarenakan pihak-pihak yang dulunya berkuasa

dapat dengan mudah mengambil alih kekuasaan mereka kembali. Sumber daya yang

ada pada penguasa yang lama adalah sangat diperlukan untuk proses rekonstruksi

sebuah negara; dan melakukan pembersihan pada setiap lini pemerintahan.

D. Demiliterisasi Tidak Hanya Berkaitan dengan Militer

Demiliterisasi bukan merupakan suatu masalah yang akan terkait dengan

militer. Tradisi politik dari negara-negara yang pernah diteliti menunjukkan adanya

adanya proses campur tangan antarapolitisi sipil dan pihak militer khususnya

menghadapi ketidakpastian dari proses demokrasi. Kenyataan yang ada

menunjukkan bahwa pihak militer tidak akan melakukan intervensi jika tidak ada

dukungan dari pihak sipil. Melihat kenyataan tersebut TNI dituntut untuk mengarah ke

7
arah kondisi baru demokratisasi di Indonesia untuk melepaskan Dwifungsi, yang

selama ini dijadikan landasan untuk melegitimasi kekuasaan politiknya. Berdasarkan

hal tersebut kemudian diformulasikan “Paradigma Baru” atau “Lima Langkah

Reformasi TNI” yang menunjukkan dukungan terhadap demokratisasi dan secara

berkala merujuk pada “supremasi sipil”.

2. HAK ASASI MANUSIA DALAM TRANSISI POLITIK

A. Kasus Pembunuhan Steven Biko di Afrika Selatan

Salah satu bentuk pelanggaran HAM dalam transisi politik terjadi pada kasus

pembunuhan Steven Biko di Afrika Selatan pada 18 Agustus 1977. Dia adalah pendiri

gerakan Kesadaran Kaum Kulit Hitam yang paling kharismatik dan meninggal di

penjara, terbaring telanjang di atas tikar dari lantai batu di rumah sakit Pretoria

dengan mulut penuh bekas pukulan dan berbusa. Pembunuhan selama

diterapkannya Apartheid menurut PBB adalah suatu kejahatan kemanusiaan.

Pelaku pembunuhan kejam ini mengajukan amnesty kepada Komisi Kebenaran

dan Rekonsiliasi Afrika Selatan. Konstitusi Transisi Afrika Selatan mengabulkan

permintaan mereka dengan memperhatikan segala aspek yang akan ditimbulkan dari

putusan tersebut. Hal ini dapat terealisasi, namun dapat diberikan asal semua

mereka membeberkan fakta yang relevan.

B. Makna Keadilan dalam Proses Rekonsiliasi

Ntsiki Biko, janda Steven Biko menilai rekonsiliasi haruslah datang dengan

keadilan dan menuntut penghukuman atas pembunuh suaminya hingga mengadukan

gugatan ke Mahkamah Konstitusi, walaupun akhirnya ditolak. Menurutnya rekonsiliasi

Afrika Selatan untuk memberikan Amnesti adalah inkonstitusional dan bertentangan

8
dengan hukum internasional. Dalam putusannya pada tanggal 16 Februari 1999,

Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Afrika Selatan kemudian menyatakan untuk

memberikan amnesti terhadap para pembunuh Steven Biko, berdasarkan 2 alasan

sebagai berikut:

1. Para pembunuh Biko belum memberikan kesaksian dengan sejujur-jujurnya

tentang kematian Biko kepada Komisi

2. Pembunuhan Biko tidak terkait dengan tujuan politik.

Menurut Bronkhorst, pelanggaran HAM haruslah dihukum, maka dari itu negara

memiliki hukum pidana. Selain itu dalam hukum internasional juga mengandung

peraturan penuntutan secara alamiah. Ada persetujuan yang meluas di kalangan

para ahli bahwa kewajiban untuk melakukan penuntutan secara alamiah didasarkan

pada putusan-putusan yang ada dalam hukum internasional. Tentunya, terdapat

keadaan-keadaan dimana asumsi ini tidak dapat dijamin keberlakuannya.

D. Perspektif Hukum Internasional

Berkaitan dengan perspektif hukum internasional, ada dua sudut pandang yang

berprinsip pada “inward looking” dan “outward looking”. Di Indonesia, penganut

outward looking berpendapat bahwa semua ketentuan dari badan internasional harus

dilaksanakan. Konvensi, hukum internasional, dan international customary law

dianggap perlu. Sedangkan inward looking berpendapat keputusan internasional

memang perlu dihormati sebab konsep “kedaulatan negara” telah banyak digerogoti

oleh peran PBB dan arus globalisasi.

9
3. PENGALAMAN BEBERAPA NEGARA

A. Beberapa Negara Amerika Latin dan Eropa Selatan

Faktor-faktor internasional lebih menguntungkan transisi politik yang terjadi di

negara-negara Eropa Selatan. Perbedaan-perbedaan dan pertentangan-

pertentangan itu juga mendukung suatu prediksi yang lebih optimistis perihal prospek

penegakkan demokrasi. Menurut kajian O’Donnell, melihat adanya heterogenitas

Amerika Latin yang lebih tinggi dari pada Eropa Selatan. Beberapa ahli ilmu politik

menyebut situasi rezim di beberapa negara Amerika Latin pra transisi politik sebagai

“otoriterisme birokratis”. Contohnya adalah Rezim Somoza di Nikaragua, Rezim

Batista di Kuba, dan Rezim Stroessner di Paraguay. Transisi di Eropa Selatan

tergambar lewat negara Yunani dan Spanyol. Sedangkan Peru tergambarkan

sebagai negara “otoriterisme populis”.

Di Spanyol Jendral Fransisco Franco yang menang dalam Perang Sipil Spanyol

memerintah secara totaliter, namun berakhir pada tahun 1980an dengan rezim

demokratis yang benar-benar berbeda dengan pemerintahan sebelumnya. Di Yunani

tergambar oleh kelompok perwira militer (junta) yang mengambil alih kekuasaan dari

Perdana Menteri George Papandreou yang menjamin untuk memegang sementara

kekuasaan dengan alasan mengontrol kekuatan komunis, menghindari korupsi, dan

mengembalikan Yunani ke demokrasi.

Jerman Timur setelah Perang Dunia menjadi blok komunis hingga pada masa

transisi dengan bersatunya Jerman Timur dan Barat pada bulan Oktober 1990. Di

tembok Berlin terpampang simbol tekanan Komunis dari Polisi Negara Jerman Timur.

10
Salah satu yang memperkuat Jerman ialah pengalamannya 40 tahun lebih dengan

konsep negara hukum menghasilkan keadilan transisional dalam era pasca komunis.

BAB III

KEADILAN TRANSISIONAL

1. PENGANTAR

Sebanyak lebih dari 20 bangsa dalam waktu 25 tahun mencoba untuk

menginstitusionalkan pencarian terhadap rekonsiliasi, hal ini memunculkan keadilan

transisional yang akrab dengan istilah-istilah “keadilan retributif”, “keadilan restoratif”,

“klarifikasi historis”, dan sebagainya. Menurut Bronkhorst, ada tiga hal yang perlu

dibahas dalam konteks keadilan pada masa transisi yaitu:

1. Kebenaran

2. Rekonsiliasi, dan

3. Keadilan.

Menurutnya Keadilan yang paling banyak menimbulkan perdebatan. Pentingnya

pencarian keadilan transisional negara-negara akan berbeda tergantung dari kondisi

masa lalu suatu negara. Perbedaan ini membuat upaya penyelesaian masalah

berkaitan dengan pelanggaran HAM berat menjadi berbeda.

Jika suatu negara yang otoriter berubah ke arah demokrasi maka permasalahan

sekarang adalah bagaimana masyarakat memperlakukan kejahatan lalu yang pernah

terjadi. Terkait permasalahan masa lalu, Ruti G.Teitel membedakannya berdasarkan

empat pertanyaan inti, yaitu:

1. Bagaimana pemahaman masyarakat terhadap komitmen suatu rezim terhadap

aturan-aturan hukum yang dilahirkan?

11
2. Tindakan-tindakan hukum apakah yang memiliki signifikasi transformatif?

3. Apakah-jika ada- terdapat kaitan pertanggungjawaban negara terhadap masa

lalunya yang represif dan prospeknya untuk membentuk suatu tata pemerintahan

yang liberal?

4. Hukum apakah yang potensial sebagai pengantar ke arah liberalisasi?

2. KONTEKS INTERNASIONAL PADA WAKTU TRANSISI

Menurut Kritz, pemerintahan asing didorong untuk memberikan perlindungan

bagi mereka yang berasal dari rezim sebelumnya atau memfasilitasi pengeluaran

atau ekstradisi mereka untuk diadili. Harus dipertimbangkan bahwa jalan dimana

permasalahan ini diselesaikan dapat secara langsung mempengaruhi stabilitas

transisi di berbagai negara dan tetap fokus pada upaya transisi di seluruh dunia.

Konsep peradilan selain dari aturan hukum transisional adalah hukum

internasional. Dalam periode perubahan politik hukum, hukum internasional

menawarkan suatu konstruksi alternatif dari hukum yang tetap berlangsung dan

kekal. Hukum Internasional berlaku untuk mengurangi dilema dari aturan hukum

keadilan pengganti pada waktu transisi dan untuk menjustifikasi legalitas berkaitan

dengan perdebatan mengenai prinsip retroaktif (azas berlaku surut).

Di Belgia, Perancis dan Belanda mencerminkan problematika dengan masa

lalunya. Jika keseimbangan kekuatan pada masa transisi tidak dapat diciptakan,

maka pembeberan kejahatan dari rezim sebelumya tidak dapat dibenarkan. Hal ini

tepat menggambarkan pengertian Lawrence Weschler dalam bukunya yang

membahas mengenai penyelesaian masalah dengan para pelanggar masa lalu

12
adalah secara retrospektive, penyampaian kebenaran sampai pada tahap tertentu

perlu untuk menebus penderitaan korban bekas suatu rezim.

Para analis berpendapat bahwa dari faktor-faktor yang mempengaruhi arah dari

keadilan pascaotoritarian, yang paling menentukan adalah faktor keseimbangan

antara kekuatan masa lampau dan para elit penggantinya pada masa transisi. Para

Analis juga membuat beberapa skenario mengenai masa depan pascakomunisme

dalam empat kemungkinan, yaitu:

1. Skenario pertama, booming like west. Dalam gambaran ini negara pascakomunis

secara gradual bertransformasi menjadi negara demokrasi pluralis yang stabil.

2. Skenario kedua adalah dari suatu sistem otoritarian. Menurut Holmes, menghasilkan

gradasi dan diargumentasikan suatu pembedaan harus dibuat antara kelompok

populis, nasionalis, militer dan ada asusmsi adanya kembali ke komunis.

3. Skenario ketiga tidak mengarah pada transisi jagka panjang, dimana pemerintah

berubah dengan reformasi yang abnormal dan tetap berupaya mengubah arah.

4. Skenario keempat adalah skenario yang tidak dapat atau tidak seharusnya

dideskripsikan; tidak dapat diprediksi sejak ia tidak dapat disesuaikan dengan

kategori-kategori yang eksis sebelumnya. Jika kejatuhan komunis belum

mengajarkan sesuatu dalam model kesempurnaan ilmu sosial, kita tidak dapat

meramal kemungkinan di masa depan.

3. KEADILAN DALAM MASA TRANSISI POLITIK

Perdebatan kelompok Realis dan Idealis mengenai hubungan hukum adalah

sebagai berikut: Dalam perdebatan tentang hubungan hukum dan keadilan dengan

liberalisasi terdapat dua pandangan yang saling berhadapan, yaitu apakah

13
perubahan politik dianggap penting untuk mendahului penegakkan aturan-aturan

hukum, atau sebaliknya, beberapa langkah hukum justru harus dilakukan untuk

mendahului politik.

Menurut Teifel, dilema awal dimulai dari konteks keadilan dalam transformasi

politik: hukum dicerna sebagai suatu fenomena yang terletak di antara masa lalu dan

masa yang akan datang, antara retrospektif dan prospektif, antara individual dan

kolektif. Dalam fungsi sosial yang umum, hukum berfungsi untuk memberikan

ketertiban dan stabilitas; namun dalam masa pergolakan politik yang luar biasa,

hukum berfungsi menjaga ketertiban disamping ia juga memungkinkan transformasi.

Terjadi pergeseran dalam paradigma karenanya fungsi hukum menjadi berlawanan

arah (paradoxical).

De Brito berpendapat bahwa hubungan antara keadilan politik dan demokrasi

adalah sesuatu yang kompleks. Implementasi kebijakan keadilan yang komprehensif

dilakukan oleh rezim-rezim pengganti yang nondemokratis diperlengkapi dengan

lebih baik dalam konteks filosofis dan psikologis. Fundamentalisme yang membatasi

keadilan berlaku di rezim demokratis. Pengadilan tidak akan dapat menetapkan

secara sah kesalahan masyarakat yang dinilai oleh setiap orang bahwa dia pantas

dihukum.

Dalam Disertasinya, Mahfud MD mengemukakan dua pengertian politik hukum,

(1) politik hukum merupakan suatu kebijaksanaan hukum (legal policy) yang

dilaksanakan secara nasional oleh pemerintah, (2) bagaimana politik mempengaruhi

hukum dengan cara melihat konfigurasi kekuatan yang ada di belakang pembuatan

dan penegakan hukum itu. Sehingga dapat disimpulkan, bahwa ada intervensi antara

14
politik terhadap hukum. Dalam realitanya, hukum tidak steril dalam pembentukannya.

Politik sering berperan dalam pembuatan dan pelaksanaannya.

4. DILEMA PENERAPAN ATURAN HUKUM

Dalam Transisi, akan muncul suatu dilema transisional yang hadir pada

keseluruhan waktu sejarah politik. Sehingga muncul pertanyaan, bagaimana suatu

aturan hukum ditegakkan, dan bagaimana dengan dasar suatu rezim terdahulu di

bawa ke pengadilan?

Sebagai contoh, di Jerman ada 2 (dua) ahli hukum yang saling bertolak

belakang dalam hal penghukuman terhadap para mantan kolaborator Nazi, yaitu:

Hart dan Fueller. Hart menganut aliran positivisme hukum yang menyatakan bahwa

seluruh hukum yang masih berlaku wajib dilaksanakan sebelum ada ketentuan-

ketentuan hukum baru, jadi walaupun tidak bermoral tetap harus dijalankan.

Sedangkan menurut Fueller peraturan yang menghukum para Nazi tersebut adalah

hukum yang baru dibuat berdasarkan demokrasi karena putusnya hubungan dengan

rezim otoriter maka putus pula hubungan hukum Nazi tersebut. Pada akhirnya

pemerintahan Jerman memakai cara Fueller untuk menghukum para kolaborator Nazi

tersebut.

Menurut Teitel, dalam transformasi politik masalah legalitas berbeda dengan

masalah teori hukum sebagaimana ia muncul dalam demokrasi-demokrasi yang

mantap dalam waktu-waktu yang normal. Terdapat suatu penyusunan dari

15
pertanyaan-pertanyaan inti tentang legitimasi dari rezim baru, termasuk kondisi,

peranan, dan pengadilan transisional.

Dilema keadilan transisional akan muncul dalam periode-periode terjadinya

perubahan politik substansial. Masalah institusional mengenai bagaimana

membentuk suatu hukum sesuai dengan rule of law akan dibebani kepada

Mahkamah Konstitusi yang baru didirikan dalam periode ini.

Mengenai pelanggaran HAM yang terjadi pada masa NAZI Hitler, prinsip-prinsip

Nuremberg sebagai Pengadilan Militer pada tahun 1945-46 menyatakan bahwa

kejahatan kemanusiaan dapat diadili di pengadilan internasional. Pengadilan

Nuremberg memiliki kewenangan untuk mengadili crimes against peace, war crimes,

dan crimes against humanity.

16
TANGGAPAN

Buku Hak Asasi Manusia Dalam Transisi Politik Di Indonesia yang ditulis oleh

Prof. Dr. Satya Arinanto, SH, M.H. menjelaskan banyak khazanah pengetahuan yang

berguna bagi mahasiswa ilmu hukum berbagai jenjang guna memahami mengenai

masa transisi, demokrasi, kerusuhan tahun 1998, dan pelanggaran HAM terdahulu

yang dilakukan oleh penguasa otoriter. Menurut George Orwell dalam bukunya

Animal Farm, penguasa totaliter tidak hanya memimpin tanpa gangguan dari bawah;

ia tidak hanya mau memiliki monopoli kekuasaan, tetapi juga mau secara aktif

menentukan bagaimana masyarakat hidup dan mati; bagaimana mereka bangun dari

tidur, makan, belajar dan bekerja. Ia juga mau mengontrol apa yang mereka pikirkan;

dan siapa yang tidak ikut akan dihancurkan.2

Dari pembahasan dalam buku Hak Asasi Manusia dalam Transisi Politik di

Indonesia oleh Prof. Dr. Satya Arinanto, S.H, M.H. terdapat beberapa hal yang perlu

kita resapi. Yaitu, apabila semakin peradaban, teknologi dan kesejahteraan suatu

negara menjadi maju, maka potensi rezim otoriter yang berkuasa akan runtuh dan

berganti menjadi pemerintahan yang demokratis. Hal ini dapat terlihat dari

perkembangan yang terjadi di beberapa negara dalam beberapa dekade terakhir ini.

Yang terhangat adalah tumbangnya rezim otoriter di Irak, Mesir dan Libya yang

memicu pertumpahan darah yang sampai saat ini masih berada dalam masa

transisi.3

2
Satya Arinanto, “Hak Asasi Manusia dalam Transisi Politik” Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata
Negara Fakultas Hukum Univesitas Indonesia. (2008): 102.
3
“Konflik Libya, Mesir Serukan Mandat PBB Untuk Intervensi Militer” detiknews. , t.t., daring,
Internet, 17 Sep 2019. , Available: https://news.detik.com/internasional/d-2835658/konflik-libya-
mesir-serukan-mandat-pbb-untuk-intervensi-militer.

17
Selain itu, rezim otoriter ini pada akhirnya jatuh oleh people power. Gelombang

reformasi dan revolusi yang dikumandangkan oleh rakyat mampu untuk menjatuhkan

pemimpin yang otoriter dan sewenang-wenang. Di dunia modern saat ini, sangat

sedikit negara yang dipimpin oleh diktator dan telah berganti menjadi negara

demokratis yang kedaulatan tertingginya ada pada rakyat.

Transisi dari pemerintah nondemokratis menuju pemerintah demokratis

merupakan proses yang kompleks dan melibatkan sejumlah tahapan. Pada kasus

tipikal kontemporer, permulaan proses ditandai dengan terjadinya krisis dan akhirnya

perpecahan dalam tubuh rezim non-demokratis. 4 Transisi politik bisa saja

menghasilkan sebuah pencerahan bagi demokrasi dengan berakhirnya sebuah rezim

otoriter yang sudah berlangsung sangat lama. Transisi juga dapat berkembang

menjadi konfrontasi sengit dan meluas, yang membuka jalan bagi rezim-rezim

revolusioner yang ingin memperkenalkan perubahan drastis dari kenyataan politik

yang ada. Artinya masa transisi merupakan masa yang sulit untuk diprediksikan.

Pada masa transisi keadaan politik suatu negara dalam keadaan yang tidak stabil,

sehingga segala kemungkinannya bisa saja terjadi. 5

Dari analisa yang didapatkan, perubahan dari negara totaliter menjadi negara

demokrasi terjadi karena beberapa hal. Di beberapa negara terjadi penguatan

kelompok reformis sehingga mendorong pemerintahan menjadi demokratis. Ada pula

yang terjadi karena negosiasi antara rezim berkuasa dengan kelompok oposisi.

Dalam beberapa kasus juga terdapat campur tangan Amerika Serikat dalam

4
George Sorensen, “Demokrasi dan Demokratisasi (Proses dan Prospek dalam Dunia yang
sedang Berkembang)” Diterjemahkan oleh I. Made Krisna. Yogyakarta: Pustaka Pelajar &
CSSS. (2003): 3.
5
Guillermo O’Donnell dan Philippe C. Schmitter, “Transisi Menuju Demokrasi, Rangkaian
Kemungkinan dan Ketidakpastian (terjemahan)” LP3ES: Jakarta. (1993): 1.

18
menjatuhkan rezim otoriter dan menggantikannya dengan pimpinan baru yang

demokratis dan dipilih rakyat.6

Kepentingan Amerika Serikat ini selalu beralasan karena isu hak asasi manusia.

Walaupun faktanya, kepentingan ekonomi lebih banyak berperan di dalamnya yaitu

karena sumber daya alam lainnya. 7 Amerika Serikat sebagai negara adikuasa dan

adidaya tentunya tidak ingin ada negara yang mengusik kekuatannya yang dianggap

sebagai negara No. 1 di dunia.

Terutama negara-negara di Timur Tengah yang kaya akan minyak bumi

melimpah, selalu ada campur tangan Amerika Serikat dalam proses revolusi yang

terjadi disana. Meskipun negara-negara tersebut diperintah oleh rezim otoriter, tetapi

mereka masih memiliki hak untuk menentukan nasib diri mereka sendiri tanpa

campur tangan pihak asing.

Dalam Konteks Negara Indonesia, transisi menuju demokrasi juga pernah

terjadi di negara kita. Setelah selama 32 tahun kita berada di bawah rezim Orde Baru

di bawah pimpinan Soeharto yang otoriter. Pemerintah Orde Baru selama 32 tahun,

ternyata tidak konsisten dan konsekuen terhadap tekad awalnya muncul Orde Baru.

Pada awalnya Orde Baru bertekad melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara

murni dan konsekuen dalam tatanan bermasyarakat, berbangsa, dan bertanah air. 8

apabila kita kaitkan dengan yang terjadi pada masa reformasi tahun 1998, melalui

6
“Keterlibatan Amerika Serikat dalam pergantian rezim” Wikipedia bahasa Indonesia,
ensiklopedia bebas. , 17 Agu 2019, daring, Internet, 17 Sep 2019. , Available:
https://id.wikipedia.org/w/index.php?
title=Keterlibatan_Amerika_Serikat_dalam_pergantian_rezim&oldid=15458894.
7
Denny Armandhanu, “Riset: Barat Hanya Intervensi Konflik Negara Kaya Minyak”
internasional. , t.t., daring, Internet, 17 Sep 2019. , Available:
https://www.cnnindonesia.com/internasional/20150128135119-134-27940/riset-barat-hanya-
intervensi-konflik-negara-kaya-minyak.
8
Sunyoto Usman, “Arah Gerakan Mahasiswa: Gerakan Politik Ataukah Gerakan Moral?” Jurnal
Ilmu Sosial dan Politik. 3.1999 (1999): 115.

19
gerakan reformasi yang diinisiasi mahasiswa dan aktivis reformasi, hingga akhirnya

pemerintah Orde Baru bubar. Namun tumbangnya rezim otoriter Orde Baru ini harus

dibayar mahal karena membawa korban yang tidak sedikit, Tetapi jika dibandingkan

tumbangnya rezim-rezim otoriter di negara-negara lain masih lebih parah, karena

menimbulkan revolusi dan pertumpahan darah dan mengakibatkan korban jiwa dalam

jumlah yang besar dan bahkan mengakibatkan perang saudara dan perpecahan. 9

Pada masa orde baru hukum hanya menjadi alat bagi penguasa untuk

melanggengkan dan melegitimasi kekuasaan serta melindungi birokrasi dan

pemerintahan yang begitu korup.10 Di era orde baru lembagalembaga penegak

hukum tidak berdiri sendiri dan sepenuhnya dibawah kontrol kekuasaan eksekutif

sehingga mereka tidak memiliki kemerdekaan dan independensi, sehingga tak jauh

dari intervensi elit penguasa.

Hingga puncaknya terjadi pada tahun 1998, munculnya reformasi yang

dipelopori oleh aktivis pro reformasi smerupakan suatu keniscayaan. Pada waktu itu

ada enam tuntutan reformasi, yaitu:11

1. Amandemen UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Penghapusan doktrin dwifungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.

3. Penegakkan supremasi hukum, penghormatan hak asasi manusia, serta

pemberantasan korupsi-kolusi-dan nepotisme.

4. Desentralisasi dan hubungan yang adil antara pusat dan daerah.


9
Liputan6.com, “Kerusuhan Mei 1998, Ketika Ratusan Nyawa Jadi Tumbal Reformasi”
liputan6.com. , 13 Mei 2014, daring, Internet, 10 Okt 2019. , Available:
https://www.liputan6.com/news/read/2049065/kerusuhan-mei-1998-ketika-ratusan-nyawa-jadi-
tumbal-reformasi.
10
“Beda Korupsi Era Orde Baru dan Reformasi” Republika Online. , 21 Mei 2018, daring,
Internet, 17 Sep 2019. , Available: https://republika.co.id/share/p92hev430.
11
Mustafa moses, “Peringati Turunnya Soeharto, Ada Demo Ingatkan 6 Tuntutan” Tempo. , 21
Mei 2016, daring, Internet, 10 Okt 2019. , Available:
https://metro.tempo.co/read/772861/peringati-turunnya-soeharto-ada-demo-ingatkan-6-tuntutan.

20
5. Mewujudkan kebebasan pers.

6. Mewujudkan kehidupan demokrasi.

Supremasi hukum merupakan agenda penting, sebab Pada era orde baru

supremasi hukum tidak berjalan sesuai koridor, hukum berada di tangan penguasa

dan berpihak pada kepentingan penguasa, sehingga apapun kehendak penguasa

adalah final dan anti kritik, banyak pelanggaran HAM yang terjadi pada masa orde

baru dan tidak pernah ditindak secara hukum merupakan salah satu contoh

kegagalan supremasi hukum era orde baru. Supremasi adalah kata yang diadopsi

dari bahasa inggris yang berarti supreme; derajat yang tinggi, jika diterjemahkan

supremasi hukum adalah hukum yang berada diatas tatanan tertinggi. Negara yang

sudah menjunjung tinggi supremasi hukum adalah negara yang mampu

menempatkan “hukum” sebagai panglima.12

Upaya mewujudkan penegakan hukum dan supremasi hukum sebagai salah

satu tuntutan reformasi dilaksanakan dengan amandemen UUD 1945 pasal 24

khususnya dinyatakan pada ayat 1, yang ditujukan dalam rangka mempertegas

bahwa tugas kekuasaan kehakiman dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yakni

untuk menyelenggarakan peradilan yang merdeka, bebas dari intervensi pihak mana

pun, guna menegakkan hukum dan keadilan. 13

Tumbangnya pemerintahan Orde Baru yang dipimpin Soeharto, kemudian

dilanjutkan oleh B.J. Habibie 14 yang membuka keran demokratisasi di Indonesia lalu
12
mediaindonesia com developer, “Supremasi Hukum bukan Supremasi Opini,” 17 Feb 2015,
daring, Internet, 17 Sep 2019. , Available:
https://mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/349-supremasi-hukum-bukan-supremasi-
opini.
13
Lihat Pasal 24 ayat 1 UUD NRI 1945
14
era id developer, “Peringatan 20 Tahun Reformasi: Habibie dan Transisi Orde Baru” era.id. ,
t.t., daring, Internet, 17 Sep 2019. , Available: https://www.era.id/read/wnUnpO-peringatan-20-
tahun-reformasi-habibie-dan-transisi-orde-baru.

21
Abdurrahman Wahid yang menjunjung tinggi HAM serta Megawati Soekarnoputri

yang mengawal masa transisi sebelum diadakannya pemilihan presiden secara

langsung dan demokratis yang dimenangkan mantan menteri di eranya yaitu, Susilo

Bambang Yudhoyono.

Dalam masa transisi tersebut juga muncul lembaga-lembaga baru yang

bertugas mengawal proses transisi dan menjaga kelangsungan negara. Mahkamah

Konstitusi15 lahir sebagai lembaga yang memiliki fungsi dan peran menjaga konstitusi

guna tegaknya supremasi hukum dan hak warga negara dilindungi oleh konstitusi.

Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga, pertama kali diperkenalkan oleh Hans

Kelsen, ia menyatakan bahwa pelaksanaan aturan konstitusional tentang legislasi

dapat secara efektif dijamin hanya jika suatu organ selain badan legislatif diberikan

tugas untuk menguji apakah suatu produk hukum itu konstitusional atau tidak, dan

tidak memberlakukannya jika menurut organ ini produk badan legislatif tersebut tidak

konstitusional.

Untuk kepentingan itu, kata Kelsen, perlu dibentuk organ pengadilan khusus

berupa constitutional court, atau pengawasan konstitusionalitas undang-undang yang

dapat juga diberikan kepada pengadilan biasa. Pemikiran Kelsen mendorong

Verfassungsgerichtshoft di Austria yang berdiri sendiri di luar Mahkamah Agung.

Inilah Mahkamah Konstitusi pertama di dunia yang kemudian diikuti di negara lain

termasuk Indonesia.16

Selain itu muncul pula beberapa lembaga lain yang baik secara langsung

maupun tidak langsung bertugas sebagai pengawas dan supervisi bagi pemerintah

yang berkuasa. Komnas HAM dibentuk sebagai lembaga yang khusus melindungi
15
Lihat Pasal 24C UUD NRI 1945
16
Hans Kelsen, “The General Theory of Law and State, 1961” New York: Russell. (1961): 155.

22
dan mengawasi mengenai pelanggaran HAM, kemudian Komisi Yudisial dibentuk

untuk menjaga kode etik Hakim. Berkaca dari pengalaman era orde baru yang penuh

dengan korupsi, dibentuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lembaga khusus

untuk pemberantasan korupsi.

Reformasi membawa angin segar bagi demokratisasi di Indonesia dengan

adanya amandemen UUD 1945. Tidak ada lagi ada pers yang dibredel. Kebebasan

pers dan berpendapat dijamin oleh undang-undang. Kemudian kembalinya fungsi

militer yang sesungguhnya untuk pertahanan dan keamanan, bukan lagi memangku

jabatan-jabatan politik. Kemudian adanya pembatasan kekuasaan dan jaminan akan

Hak Asasi Manusia pada tiap warga negara Indonesia. 17

Namun pemerintahan pasca era reformasi belum mampu menyelesaikan kasus-

kasus HAM yang terjadi di masa lalu maupun saat ini. Misalnya kasus pembunuhan

aktivis HAM, Munir yang sampai saat ini belum diketahui siapa aktor intelektualnya, 18

kemudian yang terbaru terjadi di tahun 2017, penyerangan terhadap penyidik senior

KPK Novel Baswedan yang disiram air keras belum ada penanganan serius untuk

penyelesaiannya, seharusnya presiden membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta

(TGPF) yang langsung berada dibawah pengawasannya agar pemerintah tidak

terkesan tebang pilih kasus.19

Berubahnya Indonesia dari rezim otoriter kearah negara demokratis masih

menyimpan pekerjaan rumah yang besar, misalnya pelaksanaan otonomi daerah


17
“Reformasi Sisakan Sisi Negatif dan Positif” Republika Online. , 30 Jan 2016, daring, Internet,
17 Sep 2019. , Available: https://republika.co.id/berita/nasional/politik/16/01/30/o1rba4282-
reformasi-sisakan-sisi-negatif-dan-positif.
18
JawaPos.com, “Bagaimana Penyelesaian Kasus Munir, Pak Presiden?” JawaPos.com. , 17
Agu 2017, daring, Internet, 17 Sep 2019. , Available:
https://www.jawapos.com/nasional/17/08/2017/bagaimana-penyelesaian-kasus-munir-pak-
presiden/.
19
“Presiden Diminta Bentuk TGPF Independen Kasus Novel” Republika Online. , 17 Jul 2019,
daring, Internet, 10 Okt 2019. , Available: https://republika.co.id/share/pusi15328.

23
yang dimaksudkan agar daerah diberi kewenangan mengelola daerahnya sendiri

seluas-luasnya masih belum maksimal. Desentralisasi malah menciptakan raja-raja

baru di daerah yang koruptif, terbukti dengan banyaknya kepala daerah yang

ditangkap KPK karena menyalahgunakan kekuasaannya untuk kepentingan pribadi,

hingga saat ini sudah sebanyak 114 Kepala Daerah sudah ditangkap KPK. 20

Tentunya semua butuh proses, demokrasi yang menjamin HAM harus

dijalankan berlandaskan Pancasila dan konstitusi agar cita-cita bangsa mampu

tercapai. Kita harus memiliki peran aktif dalam kemajuan negara demi tercapainya

Indonesia maju dan Indonesia emas di tahun 2045.

20
“114 Kepala Daerah Terjerat KPK, Paling Banyak Kasus Suap - Katadata News,” 18 Jul
2019, daring, Internet, 10 Okt 2019. , Available:
https://katadata.co.id/infografik/2019/07/18/selama-2004-2019-ada-144-kepala-daerah-terjerat-
kasus-korupsi-di-kpk.

24
DAFTAR PUSTAKA

Buku:
Anthony, Giddens. “The Third Way: Jalan Ketiga Pembaharuan Demokrasi Sosial,
terjemahan Ketut Arya Mahardika.” Jakarta: Gramedia Pustaka Utama (2000).
Arinanto, Satya. “Hak Asasi Manusia dalam Transisi Politik.” Jakarta: Pusat Studi Hukum
Tata Negara Fakultas Hukum Univesitas Indonesia (2008).
Kelsen, Hans. “The General Theory of Law and State, 1961.” New York: Russell (1961).
O’Donnell, Guillermo, dan Philippe C. Schmitter. “Transisi Menuju Demokrasi, Rangkaian
Kemungkinan dan Ketidakpastian (terjemahan).” LP3ES: Jakarta (1993).
Sorensen, George. “Demokrasi dan Demokratisasi (Proses dan Prospek dalam Dunia
yang sedang Berkembang).” Diterjemahkan oleh I. Made Krisna. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar & CSSS (2003).
Jurnal:
Usman, Sunyoto. “Arah Gerakan Mahasiswa: Gerakan Politik Ataukah Gerakan Moral?”
Jurnal Ilmu Sosial dan Politik 3.1999 (1999).
Media Online
Armandhanu, Denny. “Riset: Barat Hanya Intervensi Konflik Negara Kaya Minyak.”
internasional, t.t. Daring. Internet. 17 Sep 2019. . Available:
https://www.cnnindonesia.com/internasional/20150128135119-134-27940/riset-
barat-hanya-intervensi-konflik-negara-kaya-minyak.
developer, era id. “Peringatan 20 Tahun Reformasi: Habibie dan Transisi Orde Baru.”
era.id, t.t. Daring. Internet. 17 Sep 2019. . Available:
https://www.era.id/read/wnUnpO-peringatan-20-tahun-reformasi-habibie-dan-
transisi-orde-baru.
developer, mediaindonesia com. “Supremasi Hukum bukan Supremasi Opini,” 17 Feb
2015. Daring. Internet. 17 Sep 2019. . Available:
https://mediaindonesia.com/editorials/detail_editorials/349-supremasi-hukum-
bukan-supremasi-opini.
JawaPos.com. “Bagaimana Penyelesaian Kasus Munir, Pak Presiden?” JawaPos.com, 17
Agu 2017. Daring. Internet. 17 Sep 2019. . Available:
https://www.jawapos.com/nasional/17/08/2017/bagaimana-penyelesaian-kasus-
munir-pak-presiden/.
Liputan6.com. “Kerusuhan Mei 1998, Ketika Ratusan Nyawa Jadi Tumbal Reformasi.”
liputan6.com, 13 Mei 2014. Daring. Internet. 10 Okt 2019. . Available:
https://www.liputan6.com/news/read/2049065/kerusuhan-mei-1998-ketika-ratusan-
nyawa-jadi-tumbal-reformasi.
moses, Mustafa. “Peringati Turunnya Soeharto, Ada Demo Ingatkan 6 Tuntutan.” Tempo,
21 Mei 2016. Daring. Internet. 10 Okt 2019. . Available:
https://metro.tempo.co/read/772861/peringati-turunnya-soeharto-ada-demo-
ingatkan-6-tuntutan.
“114 Kepala Daerah Terjerat KPK, Paling Banyak Kasus Suap - Katadata News,” 18 Jul
2019. Daring. Internet. 10 Okt 2019. . Available:
https://katadata.co.id/infografik/2019/07/18/selama-2004-2019-ada-144-kepala-
daerah-terjerat-kasus-korupsi-di-kpk.
“Beda Korupsi Era Orde Baru dan Reformasi.” Republika Online, 21 Mei 2018. Daring.
Internet. 17 Sep 2019. . Available: https://republika.co.id/share/p92hev430.
“Keterlibatan Amerika Serikat dalam pergantian rezim.” Wikipedia bahasa Indonesia,
ensiklopedia bebas, 17 Agu 2019. Daring. Internet. 17 Sep 2019. . Available:
https://id.wikipedia.org/w/index.php?
title=Keterlibatan_Amerika_Serikat_dalam_pergantian_rezim&oldid=15458894.
“Konflik Libya, Mesir Serukan Mandat PBB Untuk Intervensi Militer.” detiknews, t.t. Daring.
Internet. 17 Sep 2019. . Available: https://news.detik.com/internasional/d-
2835658/konflik-libya-mesir-serukan-mandat-pbb-untuk-intervensi-militer.
“Presiden Diminta Bentuk TGPF Independen Kasus Novel.” Republika Online, 17 Jul
2019. Daring. Internet. 10 Okt 2019. . Available:
https://republika.co.id/share/pusi15328.
“Reformasi Sisakan Sisi Negatif dan Positif.” Republika Online, 30 Jan 2016. Daring.
Internet. 17 Sep 2019. . Available:
https://republika.co.id/berita/nasional/politik/16/01/30/o1rba4282-reformasi-
sisakan-sisi-negatif-dan-positif.

Peraturan Perundang-undangan:

Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia. Undang-Undang Dasar Negara


Republik Indonesia Tahun 1945. Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR RI, 2002.
Republik Indonesia. Undang-Undang tentang Kekuasaan Kehakiman, UU Nomor 48
Tahun 2009, LN Tahun 2009 Nomor 157, TLN Nomor 5076.

Anda mungkin juga menyukai