yang cukup besar mengenai sistem otoriter dan totaliter, dimana dalam hal ini per-
golakan tersebut tujuannya ialah merubah sistem otoriter menuju kepada sistem
kesalahan dan ketidakinginan dimasa lalu ketika di negara otoriter tidak terulang
dan terjadi lagi Menurut Samuel P. Huntington, dalam dua hingga tiga dekade ter-
akhir telah banyak sekali revolusi di berbagai negara yang pada akhirnya men-
gubah pada transisi otoritarianisme menuju demokrasi yang mana telah terjadi di
lebih 40 negara. Rezim yang pada awalnya bersistem otoritarian berubah drastis.
upaya revolusi politik dalam suatu negara, secara otomatis sang revolusioner atau
tokoh dan subyek dari perubahan politik itu akan muncul dengan sendirinya ter-
rakhirnya politik dan negara yang terkena perkembangan ekonomi pasar global be-
gitu pesat dan sangat terlihat sehingga banyak yang kemudian tercapai oleh pe-
merintahan suatu negara, tentu dalam masa kontemporer hari ini hal itu layak un-
tuk di ulang kembali. Berdasarkan kepada penilitian bahwa rezim yang memiliki
sistem otoriter tidak bisa disama ratkan antara satu dengan yang lainnya. Dalam
hal ini tidak ada rezim otoritarian yang kemudian disebut monolitik, serta tidak ada
1
2. Hak Asasi Manusia dalam Transisi Politik
18 Agustus 1977, ditangkap dan ditahan di pos polisi. Tidak lama berselang se-
atas tikar dari lantai batu di rumah sakit penjara, dengan kondisi mulut penuh
bekas pukulan dan berbusa. Pembunuhan semacam ini seringkali terjadi Ketika
ada suatu sistem bernama apartheid yang ketika itu di terapkan, dalam hal ini PBB
atau pelaku kejahatan manusia adalah termasuk kedalam pelanggaran HAM berat,
oleh karenanya harus dihukum, sehingga banyak negara yang kemudian memiliki
hukum pidana terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM. Lebih dari itu dalam
hukum internasional pun sudah diatur secara khusus mengenai hukuman bagi
dang mengenai prinsip “inward looking” dengan “outward looking”. Pertama men-
sep “kedaulatan negara, yang mana juga sudah dibahas didalam PBB. Di lain sisi,
kelompok outward looking berpandangan bahwa segala macam bentuk hukum in-
ternasional haruslah di jalankan dan ditaati, yang mana dalam hal ini adanya ke-
2
3. Pengalaman Beberapa Negara
namun dalam skala internasional tidak sebanding apa yang terjadi dengan Eropa
Selatan. Para ahli ilmu politik menyampaikan bahwa situasi politik pada rezim di
suatu negara pada bagian Amerika Latin pra transisi politik disebut sebagai “otori-
terisme birokratis”. Sedangkan ciri khas transisi politik wilayah Eropa Selatan dapat
dilihat dan digambarkan secara umum pada Yunani dan Eropa, dalam hal ini di-
sisi politik dalam berbagai negara khususnya Amerika Latin dan Eropa Selataan
KEADILAN TRANSISIONAL
1. Pengantar
juru dunia mulai untuk merubah sistem otoritarianisme menuju sistem demokrasi
dalam tempo 25 tahun terakhir berupaya untuk mencari pemaknaan dan menuju
restoratif”, “klarifikasi historis”, dan sebagainya. Menurut Daan Bronkhorst, ada tiga
elemen yang perlu di kaji dalam hal transisi politik suatu negara yaitu kebenaran,
3
paling sering menimbulkan pro dan kontra. Keadilan dalam ranah transisi politik
tentu akan menyesuaikan pada masa lalu negara tersebut. Maka dari itu tentu
tersebut melihat sistem yang sebelumnya berlaku dan yang akan berlaku.
keseimbangan antara kekuatan masa lampau dan para elit penggantinya pada
masa transisi. Para analis juga membuat beberapa skenario mengenai masa
antara kelompok populis, nasionalis, militer dan ada asusmsi adanya kembali ke
komunis.
c. Skenario ketiga tidak mengarah pada transisi jagka panjang, dimana pemerintah
berubah dengan reformasi yang abnormal dan tetap berupaya mengubah arah.
d. Skenario keempat adalah skenario yang tidak dapat atau tidak seharusnya
4
mengajarkan sesuatu dalam model kesempurnaan ilmu sosial, kita tidak dapat
Dalam hal keadilan ada perdebatan diantara antara kelompok realis dan
idealis mengenai hubungan hukum dan keadilan dengan liberalisasi, yang mana
dalam hal ini berpendapat bahwa apakah perubahan politik harus didahulukan
setelah itu aturan menyusul, atau sebaliknya, dimana langkah hukum justru harus
dilakukan sebelum politik. Teifel berpandangan bahwa, dilema awal dimulai dari
konteks keadilan dalam transformasi politik yakni hukum berada pada posisi masa
lalu dan masa depan, antara retrospektif dan prospektif, antara individual dan
yang menyesuaikan keadaan politik. Dalam fungsi sosial yang umum, hukum
pergolakan politik yang luar biasa, hukum berfungsi menjaga ketertiban disamping
Dalam suatu periode transisi politik yang substansial, akan muncul suatu
dilema transisional yang hadir pada keseluruhan masa sejarah politik. Menurut
Teitel, dalam transformasi politik masalah legalitas berbeda dengan masalah teori
5
pertanyaan inti tentang legitimasi dari rezim baru, termasuk kondisi, peranan, dan
pengadilan transisional.
membentuk suatu hukum sesuai dengan rule of law dalam periode-periode ini
mahkamah konstitusi.
Mengenai pelanggaran HAM yang terjadi pada masa NAZI Hitler, prinsip-
6
TANGGAPAN
totaliter tidak hanya memimpin tanpa gangguan dari bawah; ia tidak hanya mau
bagaimana masyarakat hidup dan mati; bagaimana mereka bangun dari tidur,
makan, belajar dan bekerja. Ia juga mau mengontrol apa yang mereka pikirkan;
dan siapa yang tidak ikut akan dihancurkan 1. Setelah 32 tahun orde baru memerin-
tah pada Indonesia akhirnya menuju transisi dari era orde baru menuju era re-
formasi yang kemudian lebih kental dengan demokrasinya pun dimulai. Dalam hal
rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat, oleh karena itu berbicara mengenai
hubungan kekuasaan yang menindas dan tidak adil, baik dalam struktur hubungan
antara satu bangsa dengan bangsa yang lain maupun dalam hubungan antara
satu pemerintahan dengan rakyatnya.2 Kondisi politik di suatu negara pada pada
masa transisi umumnya sulit untuk distabilkan. Pada tahun 1985, kekuasaan
hukum, politik, sosial, dan militer, praktis berada pada pimpinan puncak kekuasaan
1
Satya Arinanto, Hak Asasi Manusia dalam Transisi Politik di Indonesia, (Jakarta: Pusat
Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015), hlm.102.
2
Jimly Asshiddiqie, “Demokrasi dan Hak Asasi Manusia,” (makalah disampaikan dalam sta-
dium generale pada The 1st National Conference Corporate Forum for Community Development,
Jakarta, 19 Desember 2005), hlm. 10-11.
7
eksekutif, yaitu mantan Presiden Soeharto.3 Proses transisi politik di Indonesia
dimulai pada tahun 1998 dengan munculnya gerakan reformasi yang diprakarsai
dan di gemuruhkan oleh para mahasiswa. Gerakan tersebut ditunjang juga dengan
macam bentuk kesalahan sistem otoriter akan teratasi, namun kita ketahui
bersama bahwa sistem demokrasi pun tidak berjalan semulus yang diharaokan.
Contohnya pelaku kejahatan masa lalu yang kemudian sukar untuk di adili yang
mana dalam hal ini seluruh permasalahan yang ditimbulkan adalah tidak terlepas
dari Human Rights (Hak Asasi Manusia) dan bagaimana penyelesaiannya. HAM
adalah dasar fundamental manusia yang seharusnya disepakati sebagai hal yang
harus dihormati. Kita sepakat bahwa dalam skala kecil maupun besar, baik secara
hukum nasional bahkan sampai hukum internasional, HAM selalu dijunjung tinggi
tertingginya dipegang oleh militer sehingga muncul apa yang kita sebut sebagai
Demokrasi adalah suatu ideologi negara yang berasal, dari, dan untuk rakyat. Bagi
3
Charles Himawan, Hukum Sebagai Panglima, (Jakarta: Gramedia, 2006), hal. 14.
8
memisahkan hubungan antara sipil–militer, membangun kekuasaan wilayah publik,
serta mengurangi ketegangan dan konflik antar etnis dan kelompok agama.
seperti serikat petani, serikat buruh, perkumpulan masyarakat adat dan lain
anggota sipil untuk dapat ikut serta terjun dalam kegiatan politik. Namun,
haman tentang HAM, hak kelompok minoritas terusik, kurangnya pengalaman, dan
kemiskinan.
demokrasi, maka tidak terlepas dari rekonsiliasi dengan masa lampau negaranya
yang berupa pelanggaran HAM. Belum terungkapnya banyak kasus HAM di In-
donesia pada masa lalu, antara lain tragedi kemanusiaan 1965-1966, Sabtu
Kelabu 27 Juli 1996, kasus Petrus, Trisakti, Semanggi I dan II (TSS), Tanjung
9
Priok, Talangsari, kematian Marsinah dan Udin si wartawan, peristiwa Ambon dan
Aceh, dan masih banyak lagi menjadi catatan hitam dalam penegakan HAM di In-
donesia hingga hari ini. Keadaan ini diperparah dengan semakin banyaknya keja-
dian serupa yang terjadi pula di era demokrasi sekarang. Kematian Munir, Salim
pengusiran dan kekerasan terhadap jemaat Ahmadiyah, Syiah, dan Gafatar, pelar-
usuhan Tolikara, dan lain-lain yang tidak bisa disebutkan semuanya, adalah kasus-
kasus pelanggaran HAM yang terjadi di era demokrasi sekarang. Upaya yang
pelanggaran Hak Asasi Manusia, padahal kasus hukumnya tidak pernah ditutup
dan tidak serius dalam menangani dan menanggapi banyaknya pelanggaran HAM
HAM yang terjadi sehingga jumlahnya terus bertambah tanpa ada satupun yang
terselesaikan secara utuh. Berbagai upaya yang telah dilakukan, mulai dari aksi
demonstrasi sampai dengan Aksi Kamisan seakan-akan tidak digubris oleh pemer-
intah. Selain itu, produk hukum di era demokrasi hari ini juga semakin mem-
persempit ruang gerak masyarakat antara lain Perppu Ormas, RKUHP, dan revisi
Penegakan HAM pada era demokrasi masih bisa dibilang kurang tegas ter-
hadap oknum-oknum pelanggar HAM, kurang adanya tindak lanjut dari pemerintah
10
untuk mengatasi para pelaku pelanggar HAM dan masih belum bisa menyele-
saikan perkara pelanggaran HAM yang terjadi pada masa Orde Baru, seolah olah
pemerintah melupakan kasus tersebut yang sampai saat ini belum selesai
perkaranya. HAM adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh manusia sesuai dengan
satu hal yang perlu kita ingat bahwa jangan pernah melanggar atau menindas
HAM orang lain, karena jelas itu suatu pelanggaran HAM dan artinya pelanggaran
HAM adalah pelanggaran hukum. Dimana dalam hal ini Hak Asasi Manusia
merupakan hak kodrat yang harus dimiliki oleh setiap manusia, apabila seseorang
di cabut salah satu hak kodratnya maka tidak dapat hidup secara normal, serta
akan jauh daripada nilai-nilai keadilan yang harusnya dijunjung tinggi dalam sistem
demokrasi. Hak kodrat ini bukan merupakan pemberian dari sebuah negara, akan
tetapi sudah ada sejak kita terlahir sebagai manusia. Penegakan HAM di Indonesia
tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah tetapi juga tanggung jawab
semua umat manusia. Hak Asasi Manusia merupakan hak kodrati manusia.
Melanggar dan menciderai HAM berarti juga menciderai kasih dan kebaikan Tuhan
“…dan bila omongan penguasa tidak boleh dibantah, kebenaran pasti teran-
cam, apabila usul ditolak tanpa ditimbang, suara dibungkam, kritik dilarang
tanpa alasan, dituduh subversif dan menganggu keamanan, maka hanya
satu kata: lawan!”
11
Arinanto, Satya. Hak Asasi Manusia dalam Transisi Politik di Indonesia. Jakarta:
Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia,
2015.
12