Anda di halaman 1dari 13

Demokratisasi Gelombang Pertama; Sebuah Tinjaun Sosio-Historis

BAB I
Pendahuluan
Demokrasi modern ditandai dengan adanya perubahan pada bidang politik
(perubahan dalam hubungan kekuasaan) dan bidang ekonomi (perubahan hubungan
dalam perdagangan). Ciri-ciri utama dalam perubahan ini ditandai dengan: Penekanan
kembali pada hak-hak individu, terutama dalam hal kebebasan berekspresi dan
pemilihan umum yang adil. Pasar bebas yang menekankan pada persaingan,
penegakan hukum, dan aliran informasi secara bebas. Munculnya masyarakat
siFenomena transisi demokrasi mulai marak sejalan dengan terjadinya perubahan
sosial politik sekitar dekade tahun 1980-an di Eropa Timur. Beberapa negara seperti
Hongaria, Polandia, dan Chekoslavakia berhasil menumbuhkan semangat demokrasi
dalam masyarakatnya. Pemberdayaan demokrasi di negara tersebut didasarkan atas
keinginan untuk melepaskan diri dari kooptasi dan hegemoni negara yang terlalu
memonopoli kehidupan mereka semasa rezim komunis berkuasa. Hal yang sama
kemudian juga terjadi di negara Uni Sovyet (Rusia). Di tengah gencarnya teknologi
komunikasi, pemerintah Uni Sovyet tidak dapat lagi menahan arus informasi dari
berbagai arah. Arus informasi itu memengaruhi masyarakat dan membentuk opini
publik yang mendewasakan cara berpikir dan meluaskan wawasan, sehingga sebagian
dari mereka menjadi terbuka untuk mengoreksi masyarakat dan negaranya.
Terjadinya perubahan itu dibarengi dengan perubahan status kenegaraan dan
kemasyarakatan di beberapa negara di atas. Kenyataan itu terlihat pada konstitusi
mereka yang berbeda dengan konstitusi model komunis yang lama. Konstitusi yang
baru memperlihatkan adanya kesadaran untuk memasukan konsepsi demokrasi dalam
pasal-pasalnya. Akan tetapi, implementasi dari konstitusi baru yang mengarah pada
perbaikan sistem pemerintahan dan demokrasi, tampaknya masih belum dapat
dioperasionalkan dengan baik. Ada beberapa alasan terhambatnya oparasionalisasi itu,
di antaranya karena masih bertahannya sistem dan nilai-nilai lama, seperti
birokratisme, patronisme, dan nepotisme. Fenomena tersebut merupakan hal yang
dianggap lazim dalam masyarakat yang sedang memasuki transisi demokrasi.pil (civil
society) sebagai kelompok-kelompok yang bergerak dalam bidang-bidang tertentu
namun bebas dari pemerintah atau sifatnya otonom. Para filsuf Eropa menyebut istilah
‘akhir sejarah’ bagi modernisasi yang kemudian diikuti dengan perubahan besar.
Akhir abad ke-19 memperlihatkan revolusi rangkap dalam bidang politik dan
ekonomi seperti disebutkan di atas. Dalam bidang politik, ini ditandai dengan
munculnya ide tentang liberalisme bagi pemerintahan rakyat dan pasar sebagai
pengendali ekonomi. Liberalisme ini mengakar di Eropa dan Amerika, kemudian
dipicu pula oleh kekuatan revolusi politik di Amerika Serikat (1776) dan Prancis
(1789) serta Revolusi Industri yang bermula di Inggris (masih abad ke-18) yang
kemudian menyebar ke seluruh dunia. Selain liberalisme, muncul pula kapitalisme
yang mengalami kejayaan di Eropa, Amerika Utara, dan Jepang. Revolusi industri
Inggris juga memiliki pengaruh terhadap perubahan feodalisme Eropa dan
masyarakat-masyarakat budaya di Eropa Barat. Jaman kapitalisme ini semakin
meningkat dengan adanya teori kebebasan pasar oleh Adam Smith.
Fenomena transisi demokrasi mulai marak sejalan dengan terjadinya perubahan
sosial politik sekitar dekade tahun 1980-an di Eropa Timur. Beberapa negara seperti
Hongaria, Polandia, dan Chekoslavakia berhasil menumbuhkan semangat demokrasi
dalam masyarakatnya. Pemberdayaan demokrasi di negara tersebut didasarkan atas
keinginan untuk melepaskan diri dari kooptasi dan hegemoni negara yang terlalu
memonopoli kehidupan mereka semasa rezim komunis berkuasa. Hal yang sama
kemudian juga terjadi di negara Uni Sovyet (Rusia). Di tengah gencarnya teknologi
komunikasi, pemerintah Uni Sovyet tidak dapat lagi menahan arus informasi dari
berbagai arah. Arus informasi itu memengaruhi masyarakat dan membentuk opini
publik yang mendewasakan cara berpikir dan meluaskan wawasan, sehingga sebagian
dari mereka menjadi terbuka untuk mengoreksi masyarakat dan negaranya.
Terjadinya perubahan itu dibarengi dengan perubahan status kenegaraan dan
kemasyarakatan di beberapa negara di atas. Kenyataan itu terlihat pada konstitusi
mereka yang berbeda dengan konstitusi model komunis yang lama. Konstitusi yang
baru memperlihatkan adanya kesadaran untuk memasukan konsepsi demokrasi dalam
pasal-pasalnya. Akan tetapi, implementasi dari konstitusi baru yang mengarah pada
perbaikan sistem pemerintahan dan demokrasi, tampaknya masih belum dapat
dioperasionalkan dengan baik. Ada beberapa alasan terhambatnya oparasionalisasi itu,
di antaranya karena masih bertahannya sistem dan nilai-nilai lama, seperti
birokratisme, patronisme, dan nepotisme. Fenomena tersebut merupakan hal yang
dianggap lazim dalam masyarakat yang sedang memasuki transisi demokrasi.
Konstitusi baru di negara Eropa Timur dan Rusia membuat pilihan dilematis bagi
masyarakatnya. Di satu sisi sistem baru itu ternyata belum siap menampung aspirasi
masyarakat yang ada. Di sisi lain, sebagian masyarakatnya sendiri juga belum siap
untuk menerima perubahan yang terjadi. Dalam kondisi seperti itu, terjadi konflik
antara sebagian masyarakat yang menginginkan perubahan cepat dengan sebagian
masyarakat yang menginginkan perubahan secara bertahap. Kondisi demikian itu,
secara tidak langsung telah menimbulkan krisis multi dimensi dan krisis legitimasi di
masyarakatnya yang mengakibatkan munculnya kesenjangan sosial, ketidakpastian
hukum, ketidakstabilan, dan ketidakpercayaan masyarakat pada pemerintahnya.
Kondisi itu diakibatkan salah satunya oleh pranata hukum yang belum mampu
untuk direalisasikan. Kondisi demikian telah mempersulit gerak ruang publik dan
pemerintahan serta juga mengakibatkan tidak terbentuknya masyarakat politis yang
menjadi esensi dari masyarakat demokrastis yang partisipatif. Umumnya pada masa
transisi tersebut yang menjadi perhatian utama pemerintah adalah pemulihan ekonomi
dan politik, sedangkan faktor lain, seperti Hak Asasi Manusia (HAM) dan lainnya
belum sempat diperhatikan. Berdasarkan kondisi realitas itu tumbuhlah beragam
pemikiran tentang proses transisi demokrasi di berbagai negara di atas. Disadari
bahwa transisi demokrasi membutuhkan waktu dan akan menghadapi berbagai
kendala dalam pelaksanaannya.
Transisi dalam konteks regenerasi politik berarti semua anggota masyarakat yang
sudah dewasa mendapat kesempatan untuk mengambil peran dalam penyelenggaraan
negara. Di sisi lain, transisi dalam konteks sosial berarti juga proses yang mengarah
pada berbagai bentuk perubahan masyarakat dan proses perubahan terjadi dari nilai
lama ke nilai yang baru, sedangkan demokratisasi berarti adanya proses perubahan
wacana identitas dalam struktur masyarakat dan anggota masyarakat lain dapat
berperan dalam kehidupan politiknya. Demokratisasi juga merupakan suatu proses
yang mengarah kepada pembentukan demokrasi1.

1
Anderson 2001: 98, 105, dan Meyer 2002
BAB II
Pembahasan
A. Gelombang Demokrasi I (1820-an - 1918)
Sejarah peristilahan demokrasi dapat ditelusuri jauh ke belakang. Konsep ini
ditumbuhkan pertama kali dalam praktik negara kota Yunani dan Athena (450 SM
dan 350 SM). Dalam tahun 431 SM, Pericles, seorang negarawan ternama Athena,
mendefinisikan demokrasi dengan mengemukakan beberapa kriteria: (1)
pemerintahan oleh rakyat dengan partisipasi rakyat yang penuh dan langsung.; (2)
kesamaan di depan hukum; (3) pluralisme, yaitu penghargaan atas semua bakat,
minat, keinginan dan pandangan; dan (4) penghargaan terhadap suatu pemisahan dan
wilayah pribadi untuk memenuhi dan mengekspresikan kepribadian individual (Roy C
Macridis, 1983:19-20). Dalam zaman yang sama kita pun dapat berkenalan dengan
pemikiran politik Plato, Aristoteles, Polybius dan Cicero, untuk menyebut sebagian
diantara jajaran pemikir masa itu, yang juga meletakkan dasar-dasar bagi pengertian
demokrasi.
Dalam perkembangannya kemudian, pertumbuhan istilah demokrasi mengalami
masa subur dan pergeseran kearah pemoderenan pada masa kebangunan kembali dari
renaissance. Dalam masa ini muncul pemikiran-pemikiran besar tentang hubungan
antara penguasa atau negara di satu pihak dengan rakyat di pihak lain, yaitu pemikiran
baru dan mengejutkan tentang kekuasaan dari Niccolo Machiavelli (1469-1527), serta
pemikiran tentang kontrak sosial dan pembagian kekuasaan dari Thomas Hobbes
(1588-1679), dan John Locke (1632-1704). Pemikiran-pemikiran dari sejumlah nama
besar tersebut telah memberikan sumbangan yang penting bagi upaya pendefinisian
kembali atau aktualisasi istilah demokrasi2.
Satu hal yang kita baca dari berbagai studi penelusuran istilah demokrasi adalah
bahwa ia tumbuh sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat.
Semakin tinggi tingkat kompleksitas maka semakin rumit dan tidak sederhana pula
demokrasi didefinisikan. Salah satu hasil akomodasi pendefinisian demokrasi
terhadap tingkat perkembangan masyarakat adalah semakin tergesernya kriteria
partisipasi langsung rakyat dalam formulasi kebijakan, yang menjadi kriteria pertama
Pericles, yaitu model perwakilan. Selain itu penempatan posisi dan peran penguasa
atau negara juga senantiasa mengalami pendefinisian ulang, bergeser dari posisi dan

2
Freedom House: [http://www.freedomhouse.org/research/freeworld/2001]
peran “penjaga malam” atau “pemadam kebakaran” kearah posisi dan peran yang
lebih besar dan menentukan3.
Samuel Huntington memaparkan sejarah praktik demokrasi dengan cara yang
agak berbeda. Huntington membagi sejarah pelaksanaan demokrasi di dunia ke dalam
tiga gelombang (Samuel Huntington, 1991:13-26). Gelombang pertama berakar pada
Revolusi Amerika dan Perancis dan ditandai oleh tumbuhnya institusi-institusi
nasional yang demokratis sebagai sebuah fenomena abad ke-19. Gelombang kedua
dimulai pada Perang Dunia II, yang ditandai dengan perimbangan baru dalam
konstelasi antar bangsa Akibat perang serta bermunculannya negara-negara
pascakolonial. Sementara gelombang ketiga dimulai tahun 1974 ditandai oleh
berakhirnya kediktatoran Portugal dan terus berlanjut dengan gelombang besar
demokratisasi di seluruh bagian dunia secara spektakuler hingga tahun 1990. Di
antara satu gekombang dengan gelombang lain, menurut Huntington, terjadi “fase
pembalikan”. Gelombang pembalikan pertama terjadi tahun 1920-an dan 1930-an
dengan kembalinya bentuk-bentuk tradisional kekuasaan otoriter atau tumbuhnya
bentuk-bentuk totaliterisme. Gelombang pembalikan kedua terjadi pada tahun 1950-
an ketika terjadi pertumbuhan otoritarianisme, terutama dalam kasus Amerika Latin.
Transformasi pertama atau dalam bahasa Huntington disebut Gelombang, diawali
di inggris dan prancis. Sistem ini terbentuk atas upaya awal demokratisasi yang
dibentuk sebagai tanggapan dari pemimpin masing-masing wilayah. Tanggapan dan
tuntutan mereka berupa pasrtisipasi orang lain atau publik terhadap upaya pembuatan
kebijakan politik. Dalam gelombang pertama ini muncul gagasan bahwa
diperlukannya pemilihan langsung pemimpin mereka. Serta fase awal modernisasi
juga termasuk menjadi pemicunya, seperti pembangunan ekonomi, indutrialisasi,
urbanisasi, mulai munculnya borjuasi kelas menengah dan ketimpangan ekonomi
secara bertahap.
Model awal demokrasi ini, inggris menerapkan sistem parlementer dan perancis
menerapkan sistem presidensial-parlementer. Kedua model ini menjadi model dasar
bagi berjalannya proses demokratisasi dan bagaimana eksekutif dan legislatif
menjalankan kekuasaannya. Pemerintahan pada masa awal demokratisasi ini mulai
membentuk sistem hukum berupa batasan-batasan kekuasaan dan mulai merancang
sistem pemilihan umum yang baik. Inggris dan perancis dimulai dari corak
feodalisme, dimana raja memiliki absolutisme. Raja berhak menentukan model
3
The Center for Democratic Governance and International Institution for Democracy and Electoral Assistance
pemerintahan mereka sendiri. Semua kebutuhan raja didanai oleh upeti atau pajak dari
rakyat mereka.
B. Pecahnya Revolusi Amerika dan Prancis
Revolusi Amerika berlangsung pada 1765 hingga 1783. Revolusi Amerika
ditandai dengan munculnya gerakan-gerakan rakyat koloni Inggris di Amerika Utara
untuk menentang kerajaan Inggris yang dianggap terlalu ikut campur dalam urusan
negara koloni. Beberapa sebab umum yang menyebabkan terjadinya Revolusi
Amerika, yaitu sikap tidak puas rakyat koloni terhadap kebijaksanaan Inggris di
wilayah koloni Amerika Serikat, sikap represif pemerintah koloni Inggris di Amerika,
penerapan pajak yang menyengsarakan rakyat koloni dan adanya pengaruh paham
liberalisme dari John Locke.
Peristiwa Boston Tea Party menjadi sebab khusus pecahnya Revolusi Amerika.
Peristiwa Boston Tea Party berlangsung pada 16 Desember 1773. Dalam jurnal
Sejarah Amerika : Dari Peradaban Kuno hingga Kemerdekaan (2012) karya Sutiyah,
Boston Tea Party dilatar belakangi oleh Pada taun 1776 pemimpin rakyat koloni di
Amerika mengadakan sebuah kongres yang dihadiri oleh negara-negara bagian untuk
mengumumkan Declaration of Independent atau deklarasi kemerdekaan. Thomas
Jefferson membacakan Declaration of Independent yang berisi tentang pernyataan
kemerdekaan dan protes terhadap pemerintah koloni Inggris. Pemerintah kolonial
Inggris menanggapi protes dari rakyat koloni dengan sikap keras. Hal tersebut
menyebabkan perang kemerdekaan Amerika Serikat yang berlangsung pada 1776-
1783. Kemenangan pertama rakyat koloni terhadap Inggris terjadi pada pertempuran
di Lexington. Pasukan koloni dipimpin oleh George Washington mampu
mengalahkan pasukan Inggris dalam pertempuran tersebut. Pada perkembangannya,
pasukan koloni Amerika mendapatkan bantuan dari Perancis dan Belanda. Dalam
buku Revolusi Amerika (1960) karya Richard B Morris, Perancis mengirimkan
pasukan dan senjata di bawah pimpinan Jendral Laffayette tahun 1778.
Sedangkan Revolusi Prancis juga menjadi penyebab pecahnya rentetan
gelombang pertama demokratisasi. Revolusi Perancis merupakan salah satu dari
revolusi besar dunia yang mampu mengubah tatanan kehidupan masyarakat. Revolusi
Perancis merupakan suatu periode sosial radikal dan pergolakan politik di Perancis.
Di mana memiliki dampak bagi sejarah Perancis sendiri, bagi Eropa, dan pengaruh ke
beberapa negara dunia. Revolusi Perancis adalah gerakan revolusioner yang
mengguncang Perancis antara 1787 dan 1799. Namun, mencapai klimaks di Perancis
pada 17894. Oleh karena itu, istilah konvensional menunjukkan akhir dari rezim lama
di Perancis. Sebelum terjadinya Revolusi Perancis, sistem kehidupan yang mengatur
masyarakat berjalan sangat buruk. Dalam berbagai bidang kehidupan, seperti politik,
sosial, dan ekonomi berlangsung pada situasi yang tidak adil dan kacau. Kekuasaan
raja yang absolut dimulai sejak Perancis dipimpin oleh Henry IV, namun benar- benar
diterapkan pada pemerintahan Louis XIII (1610-1643). Raja adalah penentu tunggal
dalam urusan pemerintahan. Penerus-penerus Raja Louis XIII tetap mempertahankan
sikap absolut dalam memerintah. Pada masa pemerintah Raja Louis XIV (1643-1715)
mengikrarkan dirinya sebagai pengganti Tuhan di dunia (le Droit Devin). Selama
memerintah, Raja Louis XIV memiliki negara secara mutlak, baik kekayaan maupun
penduduknya. Perancis mengalami kemunduran pada masa pemerintahan Raja Louis
XVI (1774-1789). Di mana pada waktu itu tengah terjadi krisis keuangan. Selama
Raja Louis XIV memerintah lebih banyak dikendalikan oleh permaisurinya, Marie
Antoinette. Pemerintahan yang tidak kompeten membuat kekecewaan dan kebencian
rakyat.
Kekuasaan pemerintahan yang absolut membuat rakyat hidup tertekan dengan
berbagai kewajiban yang memberatkan. Kondisi itu membuat kecemburuan sosial
bagi rakyat. Bahkan mendorong munculnya kelompok-kelompok masyarakat yang
berusaha mempertahankan kemapanan. Dengan kehidupan raja dan keluarga yang
hidup boros dan mewah membuat kondisi keuangan negara lemah. Apalagi pada 1787
dan 1788 terjadi gagal panen dampak dari iklim yang tidak teratur. Pada 1787
pemerintah juga memulihkan kebebasan ekspor biji-bijian, sehingga lumbung-
lumbung kosong. Pada pertengahan abad ke-18 di Perancis muncul para penulis dan
filsuf terkenal. Banyak tulisan-tulisannya yang mengilhami munculnya dan
mendorong perubahan besar. Di mana tulisannya mengenai kesalahan-kesalahan
pemerintah lama, ketidakadilan sosial dan kondisi keuangan. Filsuf-filsuf pembaharu
yang uncul seperti Montesquieu, Voltaire, atau Jean-Jacques Rousseau.
Dengan kondisi-kondisi Perancis yang terjadi seperti itu membuat
ketidakpuasan dan kemarahan rakyat pada 1789. Kritik tiada henti dilontarkan
sepanjang abad oleh kaum elite negeri yang berilmu. Mereka menolak jarak antara
tatanan politik dan sosial. Pada awal 1789 marak bermunculan plakat-plakat dan
lembaran berkala. Rakyat Perancis pun mulai angkat bicara di seluruh pelosok
Perancis saat mengisi cahiers de doleances (daftar keluhan) serta menyiapka
4
Dilansir Encyclopaedi Britannica (2015)
pemilihan umum di tingkat daerah. Pada 5 Mei 1789 5, dilaksanakan sidang Etats
Generaux (majelis rakyat) di Versailles. Raja Louis menyampaikan janji-janji apabila
persoalan negara terselesaikan. Namum rakyat golongan tiga kecewa karena raja tidak
mengeluarkan kata sepatah pun mengenai pembentukan undang-undang dasar. Sidang
tersebut mengalamai kemacetan karena ada ketidaksepakatan mengenai pemungutan
suara. Namun Raja Louis tidak bisa mengambil keputusan. Sikap raja menimbulkan
kekecewaan bagi golongan satu dan dua, sedangkan golongan tiga semakin
bersemangat untuk mengadakan perubahan. Pada 14 Juni 1789, golongan tiga
membentuk Assemblee Nationale (Dewan Nasional).
Dewan tersebut adalah sidang seluruh rakyat tanpa golongan. Pada 9 Juli
1789, Assemblee Nationale Constituante (Dewan Nasional Konstituante) terbentuk.
Dewan tersebut bertugas membuat rancangan undang-undang dasar. Lahirnya dewan
tersebut membuat kedudukan dan kewibawaan raja menjadi lemah. Pada 14 Juli 1789
terjadi penyerbuan ke penjara Bastille sebagai lambang absolutisme raja. Penyerangan
tersebut terjadi karena adanya informasi jika raja telah mengerahkan 20.000 pasukan
untuk berjaga-jaga di sekitar Versailles atau Paris untuk menindas revolusi.
Penyerangan penjara Bastille sebagai penanda meletusnya Revolusi Perancis. Rakyat
Perancis pun menetapkan 14 Juli 1789 sebagai Hari Nasional Perancis.
C. Demokrasi Jacksonian
Amerika menjadi semakin demokratis selama tahun 1820-an dan 30-an. Kantor
lokal dan negara bagian yang sebelumnya ditunjuk menjadi elektif. Hak
pilih diperluas karena properti dan pembatasan lain pada pemungutan suara dikurangi
atau ditinggalkan di sebagian besar negara bagian. Persyaratan hak milik yang
menolak pemungutan suara untuk semua kecuali pemegang real estat hampir di mana-
mana dibuang sebelum tahun 1820, sementara kualifikasi pembayaran pajak juga
dihapus, jika lebih lambat dan bertahap. Di banyak negara bagian, surat suara tercetak
menggantikan sistem pemungutan suara sebelumnya, sementara surat suara
rahasia juga semakin disukai. Sedangkan pada tahun 1800 hanya dua negara bagian
yang menyediakan pilihan populer bagi para pemilih presiden, pada tahun 1832
hanya South Carolina yang masih menyerahkan keputusan tersebut kepada
badan legislatif.. Konvensi para delegasi terpilih semakin menggantikan kaukus
legislatif atau kongres sebagai badan pembuat nominasi partai. Dengan perubahan
terakhir, sistem untuk mencalonkan kandidat melalui pertemuan klik yang ditunjuk
5
Dalam buku Sejarah Prancis, dari Zaman Prasejarah Hingga Akhir Abad ke-20 (2011) karya Jean Carpentier
sendiri secara rahasia digantikan oleh sistem pemilihan kandidat secara terbuka oleh
badan-badan yang dipilih secara demokratis.
Perubahan demokratis ini tidak direkayasa oleh Andrew Jackson dan para
pengikutnya, seperti yang dulu diyakini. Kebanyakan dari mereka mengantisipasi
kemunculan JacksonPartai Demokrat , dan di New York , Mississippi , dan negara
bagian lain beberapa reformasi dilakukan atas keberatan Jacksonians. Ada pria di
semua bagian yang takut akan penyebaran demokrasi politik, tetapi pada tahun 1830-
an hanya sedikit yang bersedia menyuarakan keraguan seperti itu di depan
umum. Jacksonians secara efektif berusaha untuk memperbaiki kesan bahwa mereka
sendiri adalah juara demokrasi, terlibat dalam perjuangan mematikan melawan lawan
aristokra6t. Akurasi propaganda semacam itubervariasi sesuai dengan keadaan
setempat. Reformasi politik besar pada awal abad ke-19 sebenarnya tidak dipahami
oleh satu faksi atau partai. Pertanyaan sebenarnya tentang reformasi ini menyangkut
sejauh mana mereka benar-benar mewakili kemenangan demokrasi di Amerika
Serikat.
Bagi pasukan pengikutnya, Jackson adalah perwujudan demokrasi
kerakyatan. Seorang pria yang benar-benar mandiri dengan kemauan dan keberanian
yang kuat, dia mempersonifikasikan bagi banyak warga kekuatan alam dan Takdir
yang sangat besar, di satu sisi, dan keagungan orang-orang, di sisi lain. Kelemahannya
yang paling utama, seperti temperamen yang hampir tidak terkendali, adalah kekuatan
politik. Lawan yang mencapnya sebagai musuh properti dan ketertiban hanya
memberikan kepercayaan pada klaim pendukung Jackson bahwa dia membela orang
miskin melawan orang kaya, orang biasa melawan kepentingan. Jackson, seperti
kebanyakan antagonis utamanya, sebenarnya adalah orang kaya yang memiliki
kepercayaan sosial konservatif.
Dalam banyak volume korespondensinya, dia jarang menyebut tenaga
kerja. Sebagai pengacara dan pejabat di Tennessee sebelum naik ke kursi
kepresidenan, dia tidak bersekutu dengan orang miskin, tetapi dengan yang
berpengaruh, bukan dengan debitur tetapi dengan kreditor. Reputasinya sebagian
besar diciptakan oleh orang-orang cerdik yang menyebarkan keyakinan bahwa
partainya adalah partai rakyat dan bahwa kebijakan pemerintahannya adalah untuk
kepentingan rakyat. Serangan kejam terhadap kebijakan-kebijakan tersebut oleh

6
2020. Amerika Serikat-demokrasi Jacksonian.
https://delphipages.live/id/geografi-perjalanan/negara-di-dunia/jacksonian-democracy
beberapa kritikus kaya hanya memperkuat keyakinan bahwa gerakan Jacksonian
radikal dan juga demokratis. Pada kelahirannya di pertengahan 1820-an, Jacksonian,
atau Demokrat, Partai adalah koalisi longgar dari beragam orang dan kepentingan
yang disatukan terutama oleh visi praktis7. Mereka berpegang pada keyakinan ganda
bahwa Old Hickory, demikian julukan Jackson, adalah kandidat yang luar biasa dan
bahwa pemilihannya sebagai presiden akan menguntungkan mereka yang membantu
mewujudkannya. Keunggulannya sebagai kandidat sebagian berasal dari fakta bahwa
dia tampaknya tidak memiliki prinsip politik apa pun yang diketahui 8. Pada periode
ini tidak ada partai yang berbeda di tingkat nasional. Jackson, Clay, John C.
Calhoun, John Quincy Adams , dan William H. Crawford—Calon presiden terkemuka
—semua menggambarkan diri mereka sebagai "Republikan, " pengikut
partai Jefferson yang dihormati . ItuPartai Republik Nasional adalah pengikut Adams
dan Clay; ituWhigs, yang muncul pada tahun 1834, adalah, di atas segalanya, adalah
partai yang berdedikasi untuk mengalahkan Jackson9.
D Runtuhnya Demokrasi Gelombang Pertama
Gelombang pertama demokrasi ini ditandai dengan lahirnya nasionalisme dan
kegagalan modernisasi yang pertama. Demokrasi-demokrasi yang dibangun pada
abad ke-18 dan abad ke-19 memperoleh keuntungan dari jaman Pencerahan dan dua
atau tiga abad diisi dengan pembangunan sosial dan ekonomi. Negara-negara pada
tahap ini memiliki waktu dari posisi kuat dalam ekonomi global hingga menemukan
basis demokrasi mereka. Faktor-faktor penyebab berakhirnya gelombang pertama
demokrasi adalah: Nasionalisme, Perang Dunia I (1914-1918), Revolusi Oktober
Rusia 1917 (Lenin dan Partai Bolshevik) dan Fasisme di Italia dan Jerman. Ini
berbeda dengan argumentasi Marx bahwa perjuangan kelas akan mengakhiri
gelombang demokrasi yang pertama. Menurut Barrington Moore, keempat faktor di
atas ini juga mengembangkan tiga rute menuju modernitas yaitu demokrasi kapitalis
dan demokrasi parlementer, kapitalis dan rute fasis yang disertai nasionalis dan
militeris, dan rute komunis.

7
2020. Amerika Serikat-demokrasi Jacksonian.
https://delphipages.live/id/geografi-perjalanan/negara-di-dunia/jacksonian-democracy
8
2020. Amerika Serikat-demokrasi Jacksonian.
https://delphipages.live/id/geografi-perjalanan/negara-di-dunia/jacksonian-democracy
9
2020. Amerika Serikat-demokrasi Jacksonian.
https://delphipages.live/id/geografi-perjalanan/negara-di-dunia/jacksonian-democracy
Huntington mencata kenaikan jumlah negara demokratis pada periode ini
mencapai 45 persen point dengan 29 degara demokratis. Arus balik terjadi pada
tahum 1922-1942. great depression pada tahun 90an10, bangkitnya komunisme dan
nazisme merupakan sebagian penyebabnya. Akibatnya negara negara di eropa timur
dan selatan kembali menggunakan otoritarianesme. Jumlah negara demokratis pun
berkurang hingga selusin. Tapi kemudian muncul gelombang kedua demokratisasi.
Durasinya lebuh pendek, yaitu 20n tahunan pada 1942-1962. pemicunya adalah
kemenangan sekutu atas Jerman, Italia, dan Jepag serta terjadinya dekolonialisasi.
Sebanyak 9 negara demokrasi baru mencuat di permukaan. Pada demokrasi
gelombang kedua ini pula perempuan mendapatkan hak pilihnya. Tapi periode ini pun
mengalami kemunduran pada 1958-1975 akibat perang dingin dan terjadinya
sejumlah kudeta militer.

BAB III
Kesimpulan
Demokrasi menjadi salah satu komponen dari perkembangan globalisasi yang
digerakkan oleh liberalisasi perdagangan, kapitalisme global, yang berjalan seiring
dengan bangkitnya kembali libertarianisme dan kebangkitan ekomomi klasik.
Fukuyama (The End of History and the Last Man,1992) mengatakan bahwa akhir dari
peradaban adalah kapitalisme, Lesther Thurow (The Future of Capitalism, 1996)
menambahkan bahwa persaingan kini bukanlah kapitalis dengan sosialis, namun
kapitalis dengan kapitalis, dan Heilbrowner (Vison of the Future, 1995) dengan tegas
mengatakan bahwa kapitalisme akan menjadi ideologi peradaban abad 21 dan bahkan
ke depan, karena belum ada konsep pengganti yang lebih baik dan lebih menarik.
Sementara itu Friedman (The Lexus and The Olive Three: Understanding
Globalization, 2000) bahwa bangsa yang paling cocok untuk tatanan global hanyalah
Amerika (Serikat), jadi tidak aneh jika globalisasi identik dengan Amerikanisasi, dan
Amerika identik dengan kapitalisme-libertarianisme-demokrasi (liberal). Seperti kata
Boaz (Libertarianisme, A Primer, 1996) bahwa liberatarianisme bangkit lagi karena
fasisme, komunisme, sosialisme, dan negara kesejahteraan telah terbukti gagal.

Demokrasi menjadi tuntutan dari globalisasi, sebagaimana demokrasi


diperlukan untuk mendukung mekanisme pasar bebas –laissez faire. Demokrasi

10
Pemilu Indonesia. 2020. Tiga Gelombang Demokrasi dan Arus Balik di dunia. https://pemiluindonesia.net/tiga-
gelombang-demokrasi-dan-arus-balik-di-dunia-islam/
bergerak ke satu arah: demokrasi liberal, karena hanya demokrasi dalam pola ini yang
paling cocok untuk liberalisasi perdagangan dunia; karena hanya demokrasi ini yang
paling cocok dengan demokrasi Amerika. Tentu saja, gerakan menuju ke demokrasi
seperti ini ditopang oleh berbagai pendekatan yang mutakhir, salah satunya adalah
good governance, yang dijadikan sebagai software dari demokrasi modern.
DAFTAR PUSTAKA
-Huntington, Samuel P. (1995). Gelombang Demokratisasi Ketiga. Terjemahan Asril
Marjohan. Jakarta : Pustaka Utama Grafiti.
-Gaffar, Afan. Volume 3. Yogyakarta : FISIPOL UGM.1999. Politik Indonesia :
Transisi Menuju Demokrasi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
-Samuel P. Huntington, Third Wave: Democratization in the Late Twentieth Century.
Norman, OK: University of Oklahoma Press: Norman Oklahoma. 1991.
-Juan J Linz, Alfred Stephan. The Breakdown of Democratic Regimes. The John
Hopkins University Press. Baltimore-London.
Francis Fukuyama. The End of History and the Last Man, The Free Press.
-Pemilu Indonesia. 2020. Tiga Gelombang Demokrasi dan Arus Balik di dunia.
https://pemiluindonesia.net/tiga-gelombang-demokrasi-dan-arus-balik-di-dunia-islam/
-Amerika Serikat-demokrasi Jacksonian. https://delphipages.live/id/geografi-
perjalanan/negara-di-dunia/jacksonian-democracy

Anda mungkin juga menyukai