Anda di halaman 1dari 8

Sejarah Politik

1. Perubahan Politik

Perubahan adalah suatu keharusan karena perubahan merupakan esensi dari kemajuan
yaitu harus berpindah posisi semangkin kedepan dari posisi semulanya. Perubahan harus dikelola
dengan baik dalam manajemen perubahan (change manajement) dan manajemen harapan serta
kemajuan dalam keharmonian seringkali menjadi jebakan bagi kita untuk “malas”
mempertahankan dinamika perubahan dalam kehidupan, sedangkan politik adalah bermacam-
macam kegiatan dalam sistem politik atau negara yang menyangkut proses dalam menentukan
tujuan-tujuan perubahan.

Jadi perubahan politik adalah suatu keharusan yang merupakan esensi untuk menjadikan
perubahan politik agar menjadi lebih baik dari sebelumnya. Perubahan politik yaitu bagaimana
kita harus mengubah kebijakan yang seharusnya kebijakan yang dahulu harus diganti agar untuk
menjadi lebih baik sehingga suatu bangsa dapat menjadi lebih baik dan lepas dari kepurukan.

Ada Definisi lain dari para ahli di antaranya yakni, Perubahan politik dapat
ditimbulkan oleh konflik kepentingan dan gagasan atau nilai-nilai baru (Surbakti, 1992:
246). Tom Bottomore (1992: 82) menjelaskan secara rinci tentang perubahan sosial dan
politik. Menurut Tom Bottomore, perubahan yang cukup berarti dapat timbul dari
diperkenalkannya suatu teknologi baru, perdagangan atau perang, kudeta istana,
perubahan dinasti, tampilnya ke puncak kekuasaan raja yang kompeten atau yang tidak,
ataupun karena munculnya seorang pemimpin politik yang talentanya begitu hebat,
gerakan-gerakan budaya dan intelektual, pasang surutnya kelompok-kelompoik sosial
tertentu, termasuk para elit yang menunjukkan kepentingan sosial yang berbeda. Salah
satu bentuk utama konflik adalah perang. Kelahiran negara-negara baru banyak yang
diakibatkan karena peperangan, baik perang negara terjajah terhadap kolonial maupun
perang saudara.
Peperangan di dalam negara bangsa nation-state juga akan mengakibatkan
perubahan sosial dan politik. Tom Bottomore mencatat bahwa perang punya pengaruh
terhadap perubahan politik dan perkembangan masyarakat. Perang sebagai sarana
perluasan masyarakat manusia dan perang merupakan faktor utama dalam pembentukan
negara itu sendiri (1992:87). Selain itu pula Rafael Raga Maran, mengatakan
bahwasannya perubahan politik mencakup perubahan pemerintah atau perubahan rezim
atau dalam beberapa kasus perbedaan keduanya, contohnya dari rezim suharto
mengalami perubahan ke rezim yang baru dan perubahan pemerintahan contohnya
perubahan pemerintahan yang baru bisa saja memperkaisai penerapan kebijakan-
kebijakan baru dalam bidang sosial maupun ekonomi.

Faktor-faktor Perubahan Politik

Sebuah perubahan yang terjad, pasti memiliki suatu faktor yang menyebabkan
perubahan, yang mana termasuk juga ke arah politik. Perubahan-perubahan politik dapat
disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu sebagai berikut: Diperkenalkan teknologi baru,
Perdagangan atau peperangan dan kudeta istana, Perubahan dinasti, Tampilnya raja yang
kompeten atau tidak kompeten, Munculnya pemimpin yang karismatik, dan adanya
gerakan-gerakan yang cultural dan intelektual.Dalam kaitan itu bahwa sebuah perubahan
merupakan hasil interaksi kepentingan yang secara ketat dikontrol, bahkan ditentukan
oleh posisi sosial atau kondisi materiil elit yang terlibat. Ada dua faktor yang
menyebabkan terjadi perubahan, yaitu:

 Konflik kepentingan
Konflik yang berupa ketegangan saja cenderung menimbulkan perubahan di dalam sistem
atau dampak kebijakan yang bersifat moderat, sedangkan konflik yang berupa kontradiksi
cenderung menggoyahkan keseimbangan sistem sehingga dapat menimbulkan perubahan
sistem dan dampak kebijakan yang bersifat mendasar.
 Gagasan atau nilai-nilai baru
Sebagai variabel yang independen yang menjelaskan perbedaan antara sistem sosial dan
proses-proses perubahan dan reproduksi. Faktor lain yang menimbulkan perubahan,
yakni ada berbagai kebijakan yang secara disengaja, terencana, dan terorganisasikan
dibuat dan dilaksanakn oleh pemerintah.

2. Tipe-Tipe Sistem Politik

secara konseptual bahwa sistem politik ialah, prinsip-prinsip dan mekanisme yang membentuk
suatu kesatuan yang berkaitan, utuh dan saling berhubungan untuk mengatur pemerintahan
dan mempertahankan kekuasaan dengan cara mengatur hubungan antara individu atau
kelompok individu satu sama lain dengan negara dan hubungan negara dengan negara.

Secara teoritik ada beberapa tipe sistem politik yang dikemukakan oleh Harold Crouh dalam
Untari (2006) sebagai berikut:

1. Menurut Shils

Shils membicarakan empat sistem politik yang sedang menjalankan modernisasi, yakni:

 Political Democracy.Demokrasi bersifat pemerintahan sipil, adanya lembaga


representative dan adanya kebebasan umum (public liberties). Menurut Shils, ciri-ciri
demokrasi: (1) adanya dewan perwakilanyang dipilih oleh rakyat, (2) terdapat lebih dari
satu partai politik yang bersaing, (3) pers dan organisasi lain memiliki kekebebasan
berbicara/mengeluarkan pendapat, (4) adanya kehakiman yang bebas, (5) rule of law
ditegakkan.Selanjutnya Shils mengemukakan sistem politik demokrasi hanya mungkin
dalam ”political society”, yang coraknya (1) perasaan nasionalisme yang kuat, (2)
perhatian politik masyarakat yang cukup besar, (3) pengakuan sistem yang legitimate,
(4) pengakuan hak-hak individu, (5) konsensus tentang nilai-nilai. Menurut Shils belum
ada negara satupun yang memenuhi syarat ini, walaupun negara maju sekalipun. Negar-
negara barat baru mendekatai syarat ini.
 Tutelary Democracy Dalam sistem ini ditandai antara lain: (1) adanya lembaga
perwakilan, (2) kebebasan berbicara, (3) rule of law ada tetapi agak lemah, (4) Partai
dan pers yang bebas diperkenankan, namun ada Undang-Undang yang dapat digunakan
oleh pemerintah untuk mengerem kritik-kritik yang tajam. Ciri khas tutelery democracy
adalah (1) kestabilannya yang tidak dimiliki oleh political democracy., (2) hak-hak oposisi
ada tetapi dibatasi; (3) tutelary democracy memerlukan suatu administrasi yang baik.;
(4) organisasi penyaluran aspirasi belum berkembang; (5) civil orderdibutuhkan yakni
masyarakat yang menghormati hukum dan tidak menyukai kegiatan revolusioner.
 Modernising Oligarcy Sistem politik ini terjadi manakala demokrasi gagal dilaksanakan,
karena ada jurang antara elit politik yang menginginkan modernisasi dengan rakyat
tradisional. Modernising oligarchy membutuhkan persyaratan: (1) pemerintah
membutuhkan prestasi yang lebih besar daripada demokrasi untuk meyakinkan rakyat,
bahwa sistem oligarki perlu; (2) oposisi harus ditekan, (3) dalam administrasi negara
korupsi harus dihapuskan untuk membuktikan bahwa sistem ini lebih baik dari pada
demokrasi, (4) lembaga penyalur pendapat umum belum berkembang, (5) ideologi
negara harus diciptakan dan didalangi oleh pemerintah dan menjadi pegangan
rakyat.Seiring sistem ini dijalankan oleh pemerintahan militer yang kurang sanggup
dalam administrasi sipil dan urusan ekonomi, karena itu Shils tidak yakin apakah sistem
ini dapat berhasil atau tidak.
 Totalitarian OligarcyTipe keempat dari sistem politik adalah totaliterianism, dimana
golongan elit memiliki kekuatan lebih jauh dari golongan lain. Tidak ada oposisi, tidak
ada dewan perwakilan yang bebas, tidak ada pendapat umum, siapa yang melawan
pemerintah dipenjarakan.
2. MenurutOrgansky

Organsky menerangkan bagaimana sistem politik berubah, sebab corak atau tipe pemerintahan
tergantung dari masalah yang dihadapinya, sedangkan perkembangan politik terbagi dari
beberapa tahap. Menurut Organsky ada tiga sistem politik, yaitu:

 Sistem Borjuis Sistem ini mula-mula berkembang di Inggris abad 19 dan meluas ke Eropa
Barat. Menurut Karl Marx pada abad 19 parlemen Inggris didominasi pemimpin Borjuis.
Rakyat tidak diwakili dan sistem demokrasi tidak dijalankan. Makin banyak pabrik,
industri makin banyak kaum Borjuis (kaum pengusaha), akibatnya kaum Borjuis
menuntut kekuasaan dan secara otomatis berpengaruh terhadap pemerintahan, maka
terjadilah pergeseran kekuasaan dari ningrat ke kaum Borjuis. Dalam sistem politik
Borjuis kaum miskin dan buruh dijauhkan dari pemerintahan. Kaum buruh dan petani
sangat sengsara, karena diperas tenaganya dan jaminan kesejahteraan kurang sekali,
tidak ada serikat pekerja di pabrik-pabrik, tidak ada wadah untuk
memperjuangkan.Walaupun pada awalnya berkembang di Inggris, namun Belandapun
terpengaruh sistem itu, karena Belada sebagai negara penjajah di Indonesia juga
menerapkan sistem itu. Hal ini bisa dilihat ketika banyak kaum buruh dan petani
dipekerjakan di perkebunan perkebunan milik Belanda, termasuk pengiriman ke
Suriname.
 Sistem Stalinis Sistem politik ini dikembangkan di negara-negara Komunis. Sistem ini
muncul kalau ada golongan modern kuat versus golongan elit tradisional yang umumnya
tidak mau menerima modernisasi dan industrialisasi. Elit tradisional tidak mau memberi
konsesi, sedangkan golongan elit modern menganggap industrialisasi sesuatu yang
mendesak dan tidak dapat ditunda, namun golongan ini tidak cukup kuat untuk
melakukan resolusi, jika dapat melakukan pemerontakan mereka akan menggulingkan
pemerintahan ningrat. Pada awalnya pemerimtahan ini didukung oleh buruh dan petani,
namun karena kepentingan industrialisasi pemerintah stalinis akhirnya juga menindas
golongan miskin.
 Sistem Sinkratik. Sistem sinkratik muncul sebagai pengganti sistem Borjuis. Ketika
industrialisasi berkembang muncul golongan buruh yang lebih kuat dan terorganisir
secara teratur. Sementara kaum Borjuis dan kaum ningrat yang bersaing sama-sama
takut pada kekuatan buruh. Oleh karenanya mereka bekerjasama untuk
mempertahankan kekuasaannya. Dalam perjanjiannya kaum Borjuis boleh memeras
kaum buruh, tetapi Borjuis tidak boleh merongrong kekuasaan ningrat dengan menarik
petani untuk masuk pabrik.Dengan demikian dalam sistem kedua kaum buruh
dikorbankan demi industrialisasi dan kekuasaan kaum ningrat tetap bertahan,
sedangkan kaum petani dilindungi oleh ningrat yang masih kuat dan kurang antosias
pada industrialisasi.
3. Menurut Kautsky

 Sistem Tradisional Tipe sistem politik ini ada masyarakat pra-industrialisasi, dimana ada
tiga kelas utama, yaitu ningrat, tani, dan menengah lama (tukang, sarjana dan
pedagang). Ningrat berkuasa karena menguasai sumber produksi, yaitu tanah. Golongan
ini berkedudukan pada pemerintahan, militer dan agama. Kedua tani dan menengah
lama menerima kekuasaan dari ningrat. Dengan demikian jika ada pertentangan politik,
lebih pada pertentangan fraksi-fraksi di kelas ningrat. Kalau terjadi perubahan sistem itu
karena perubahan ekonomi. Karena itu pada masa dahulu orang-orang yang menduduki
jabatan pada masa pemerintahan pra-industri, para tokoh agama, para pedagang
memiliki tanah yang luas.
 Sistem Totalitarianism Sistem ini berbeda dengan sistem authoritarianism, yakni sistem
dimana yang berkuasa memakai cara-cara yang diperlukan untuk mempertahankan
kekuasaannya. Sedangkan sistem politik totalitarianism mencoba mengendalikan
masyarakat secara total. Rejim authoritarianism hanya memberantas lawan politik yang
berbahaya, tetapi rejim totalitarianism mau mengendalikan segala hal bahkan agama,
keluarga, olah raga dan lain-lain.Totalitarianism tak mungkin tanpa industrialisasi,
karena untuk melakukan kontrol penuh dibutuhkan tingkat teknologi dan komunikasi
yang modern, sejata modern dan organisasi modern.
 Sistem Totalitarianism Ningrat Sistem politik ini muncul manakala kelas ningrat
memegang kekuasaan dan kelas lain tidak disertakan dalam pemerintahan. Dengan
menggunakan metode totaliter untuk memerintah. Hal ini terjadi jika kelas lain seperti
buruh, petani kelas menengah lama tidak memiliki cukup kekuatan dan tidak sanggup
mendirikan pemerintahan sendiri, sementara kelas kapitalis pribumi terlalu lemah untuk
membentuk pemerintahan.Jika kelas ningrat berkuasa, maka proses industrialisasi dan
gerakan nasional merupakan ancaman. Kekuatan kelas ningrat dapat semakin
berkurang, kemungkinan akan didukung oleh kaum kapitalis untuk membentuk rejim
facis.
 Sistem Totalitarianism CendekiawanSistem ini adalah suatu rejim yang dipimpin kaum
ningrat dengan dukungan kaum kapitalis dan kaum menengah lama. Dalam sejarah di
Eropa terjadi seperti Hitler di Jerman dan Musolini di Italia.Menurut Kautsky sistem
totaliter yang dipimpin oleh kaum cendekiawan lebih mungkin terjadi di negara-negara
baru, yaitu negara-negara yang baru merdeka setelah lama dijajah bangsa lain.
 Sistem Demokrasi Menurut Kautsky, demokrasi adalah suatu sistem dimana semua
golongan politik mempunyai kesempatan untuk diikutsertakan dalam proses politik dan
pemeritahan.Demokrasi harus ada: pemilu, lembaga perwakilan yang representatif.
Demokrasi timbul kalau ada keseimbangan kelas-kelas bersaing dimana tidak satu
kelaspun yang dapat menguasai semua kelas.Karakteristik Negara yang menganut
sistem demokrasi, menurut Alamudi dalam Untari (2006), sokoguru demokrasi adalah:
(1) kedaulatan ada di tangan rakyat, (2) pemerintah berdasarkan persetujuan dari yang
diperintah, (3) kekuasaan mayoritas, (4) jaminan hak-hak minoritas, (5) jaminan HAM,
(6) pemilu yang bebas dan jujur, (7) persamaan di depan hukum, (8) proses hukum yang
wajar, (9) pembatasan kekuasaan pemerintah secara konstitusional, (10) pluralisme
sosial, ekonomi dan politik, (11) nilai-nilai toleransi, pragmatisme, kerjasama dan
mufakat.

3. Negara

para ahli ketatanegaraan masih memberikan pengertian yang beraneka ragam mengenai
negara, baik dipandang dari sudut kedaulatan (kekuasaan) maupun negara dinilai dari sudut
peraturan–peraturan (sudut hukum) seperti tanpa dari pengertian yang dikemukakan oleh para
ahli ilmu ketatanegaraan.

 Aristoteles (384 - 322 SM), salah seorang pemikir negara dan hukum zaman Yunani
misalnya, memberikan pengertian negara, yaitu suatu kekuasaan masyarakat
(persekutuan dari pada keluarga dan desa/kampong) yang bertujuan untuk mencapai
kebaikan yang tertinggi bagi umat manusia.
 Sementara Marsilius (1280 - 1317), seorang pemikir negara dan hukum abad
pertengahan memandang, negara sebagai suatu badan atau organisme yang
mempunyai dasar-dasar hidup dan mempunyai tujuan tertinggi, yaitu
menyelenggarakan dan mempertahankan perdamaian.4
 Ibnu Khaldum (1332 – 1406), sebagai seorang pemikir Islam tentang masyarakat dan
negara, merumuskan bahwa negara adalah masyarakat yang mempunyai wazi’ dan
mulk, yaitu memiliki kewibawaan dan kekuasaan.
 Sedang Al-Mawardi (w. 1058), seorang pemikir politik pada masa klasik mengemukakan
bahwa negara adalah sebuah lembaga politik sebagai pengganti fungsi kenabian guna
melaksanakan urusan agama dan mengatur urusan dunia.

Jika diperhatikan beberapa pengertian negara yang dikemukakan para ahli di atas, ternyata
terdapat keragaman pemikiran mereka, baik di kalangan pemikir politik Islam maupun di
kalangan sarjana ilmu-ilmu kenegaraan modern sejak beberapa abad sebelum masehi sampai
detik ini. Perbedaan pemikiran mereka mengenai konsep negara tersebut disebabkan karena
perbedaan sudut pandang mereka dalam melihat konsepsi negara. Perbedaan lingkungan di
mana mereka hidup, perbedaan situasi zaman dan kondisi politik yang mengitari pemikiran
meraka, serta pengaruh keyakinan keagamaan yang dianutnya, menjadi faktor yang
mempengaruhi perbedaan persepsi mereka dalam melihat negara itu sendiri. Ada yang
memandang negara sebagai institusi sosial dan kenyataan sosial, ada yang memandang secara
organis, yakni memandang negara sebagai organisasi yang hidup dan mempunyai kehidupan
sendiri yang dalam berbagai hal menunjukkan adanya persamaan dengan manusia sebagai
mahluk hidup, ada pula yang memandang negara sebagai ikatan kehendak dan golongan-
golongan, negara dipandang sebagai sejumlah besar kehendak yang diikat menjadi satu
kehendak.

Demikian pula ada yang memandang negara dari aspek kekuasaan, sehingga negara dipahami
sebagai organisasi kekuasaan. Bagi mereka memandang negara dari segi yuridis atau ajaran
hukum, maka negara dipandang sebagai institusi atau lembaga hukum yang tersusun dalam
suatu tertib hukum, organ negara adalah organ hukum. Sehingga negara merupakan
personifikasi dari hukum.

Sementara pemikir politik Islam memandang negara sebagai istrumen politik yang berorientasi
kepada pemeliharaan agama dan pengaturan dunia. Bahkan ada pula yang memandang negara
dikaitkan dengan kepemimpinan, sehingga negara dipandang sebagai sebuah lembaga untuk
melaksanakan kepemimpinan menyeluruh sebagai pengganti fungsi kenabian dalam
menegakkan agama dan mengatur urusan dunia. Perbedaan pendapat para ahli di atas, tentu
akan menambah wawasan dan khasana pemikiran kita, sekaligus saling melengkapi dan
menyempurnakan persepsi kita tentang negara, sehingga persepsi tersebut akan menjadi
semakin dinamis dan berkembang. Meskipun tidak terdapat kesepakatan mereka dalam
melihat

pengertian dan konsepsi negara, namun mereka tetap sepakat akan perlunya negara, sebab
negara merupakan instrumen politik untuk mewujudkan kebaikan dan kesejahteraan bersama.
Untuk maksud itu, maka negara diperlukan untuk mengimplementasikan fungsi dan perannya
dalam mengawal pencapaian tujuan tersebut. Dalam konteks ini, negara memerlukan
pemberlakuan hukum (law enforcement).

Daftar Pustaka

MANIK SUKOCO. 2012.KAJIAN SISTEM PEMERINTAHAN DAN POLITIK DI INDONESIA. UNIVERSITAS


NEGERI MALANG.

Usman.2015. NEGARA DAN FUNGSINYA (Telaah atas Pemikiran Politik). Al-daulah, vol 4,N 1.

Anda mungkin juga menyukai