Peran civil society atau yang kita kenal dengan sebutan masyarakat madani
semakin besar seiring berjalannya waktu karena semakin banyak dikembangkan di
berbagai belahan dunia. Michael Edwards, seorang peneliti yang mendalami
masyarakat madani dan Non-Govermental Organization (NGO), dalam bukunya yang
berjudul Civil Society mengatakan bahwa: “Civil society is a big idea for the twenty
first Century”. Michael Edwards dapat mengatakan demikian tentu saja karena
sekarang ini masyarakat madani sering digunakan untuk menyelesaikan permasalahan –
permasalahan yang ada di dunia, seperti pembangunan masyarakat madani di Irak oleh
Amerika dengan tujuan melindungi masyarakat dari rezim otoriter, ataupun dukungan
terhadap organisasi – organisasi non pemerintah di Ukraina oleh Rusia dengan tujuan
menghimpun simpati.1 Cato Institute di Amerika memiliki definisi mengenai civil
society yaitu sebagai berikut:
Dengan melihat definisi tersebut dapat kita katakan bahwa yang dimaksud dengan
masyarakat madani ternyata bersinggungan dengan pasar (market) dan negara (state),
karena itu di beberapa negara peran masyarakat madani dianggap besar dalam berbagai
hal yang berhubungan dengan stabilitas kehidupan sosial.
Seperti yang dapat kita lihat, di beberapa negara otoriter ternyata terjadi
rutinitas demokrasi seperti pemilu yang rutin dilaksanakan 4 – 5 tahun sekali, terdapat
perwakilan rakyat, terdapat organisasi dan sebagainya. Meskipun demikian bukan
berarti peran masyarakat penting karena penentangan terhadap pemerintah sangat
dilarang dan keputusan – keputusan yang dibuat berada penuh ditangan pemerintah
sehingga peran masyarakat sulit dirasakan. Hal tersebut terjadi karena pemisahan
negara dengan masyarakat di dalam kehidupan bersama. Selain itu dengan
diberlakukannya ekonomi yang berlandaskan terhadap komoditas, semua orang
mencoba untuk memenuhi kepentingannya masing – masing sehingga kesan yang
muncul kemudian adalah masyarakat digerakan oleh kepentingan pasar.
Melihat hal tersebut, setelah negara dan pasar memisahkan diri hanya
masyarakat lah aspek yang tersisa. Sebagai aspek yang terpisah, ternyata masyarakat
memiliki peran yang sangat besar apabila digunakan dengan maksimal. Poin utamanya
adalah masyarakat sebagai sebuah aspek yang terpisah ternyata memiliki fungsi yang
sama penting apabila dibandingkan dengan pasar dan negara apabila perannya
digunakan secara maksimal.
3
Niels Murder, Wacana Publik Asia Tenggara Menuju Masyarakat Madani, Yogyakarta, Kanisius, 2005.
Hal 12
Menurut Cato Institute, peran dan bentuk dari masyarakat madani adalah
sebagai berikut: “A society that protects those who organize to challenge power, the
single most viable alternative to authoritarian state and tyrannical market.” 4 sehingga
dapat dikatakan bahwa masyarakat madani dapat berperan sebagai kelompok yang
dapat menekan kedua ranah lain (pasar dan negara) agar berperan sebagaimana
mestinya. Ketika masyarakat mulai menentang dominasi yang dilakukan oleh negara
dan pasar, disaat itulah mereka mengungkapkan bahwa ada aspek yang lain yaitu
masyarakat madani. Masyarakat madani memiliki peran untuk mempengaruhi
keputusan – keputusan yang diambil pelaku ekonomi maupun pemerintah. Bentuk
pengaruhnya sangat beragam, mulai dari pertukaran gagasan, pemberitaan media,
sampai aksi massa.
Melihat peran masyarakat madani seperti yang telah disebutkan diatas, dapat
kita lihat bahwa peran normatif masyarakat madani dapat diterapkan di bentuk
pemerintahan apapun karena tujuan utamanya adalah mempengaruhi keputusan yang
berhubungan dengan masyarakat umum dalam ranah publik. Di negera otoriter pun
ditemukan bentuk – bentuk masyarakat madani seperti organisasi dan kegiatan sosial
yang tidak terlibat dengan pemerintahan, tetapi skalanya dijaga agar selalu kecil dan
dikontrol pergerakannya sehingga tidak dapat berubah menjadi sebuah gerakan sosial.
Dapat disimpulkan bahwa gerakan sosial di negara otoriter ada tetapi fungsinya belum
maksimal karena tujuan utamanya adalah kebebasan dalam menyatakan pendapat.
Tujuan utama masyarakat madani di negara – negara yang tidak demokratis secara
penuh adalah mendorong adanya sebuah kebebasan dalam berpolitik (political
liberties).
Di dalam negara – negara maju, syarat – syarat mutlak dari adanya civil and
political liberties menurut Amien Rais di dalam tulisannya adalah adanya freedom of
spech, freedom of religions, berjalannya mekanisme checks and balances, dan adanya
suksesi politik.5 Selanjutnya akan kita coba amati satu persatu gejala yang ada di
Indonesia pada masa kepemimpinan Soeharto dan peran masyarakat madani di dalam
proses menuju civil and political liberties tersebut. Contoh peran masyarakat madani
4
Cato Institute, Op.Cit.,
5
Lihat tulisan Amien Rais dalam buku Proses Suksesi Politik, Yogyakarta, Tirta Wacana Yogya, 1995. Hal
xiv
dalam mendukung adanya kebebasan berpolitik yang sempat terjadi di Indonesia adalah
ketika jatuhnya rezim Soeharto akibat gerakan sosial yang terjadi pada tahun 1998.
Setelah rezim Soekarno jatuh, kebebasan berpendapat dan berpolitik sempat dialami
masyarakat indonesia sampai akhirnya dibungkam setelah terjadinya peristiwa Malari
pada bulan Januari 1974. Masyarakat tidak memiliki freedom of spech yang
seharusnya dilindungi oleh Pasal 28 Undang – Undang Dasar 1945 sehingga
mendorong banyak media massa yang terus melawan dengan melakukan kritik
terhadap pemerintah seperti harian Detik dan majalah Tempo meskipun seringkali
berujung pada pembredelan atau pencabutan izin dari media tersebut. freedom of
religions juga menjadi sebuah permasalahan yang cukup akut pada saat itu karena
rezim yang berkuasa menolak asas multikulturalisme dengan adanya toleransi terhadap
kebudayaan lain. Permasalahan agama yang muncul di orde baru seringkali melibatkan
etnis Tionghoa karena pada saat itu kebabasan beragama dan berbudaya mayoritas etnis
Tionghoa sangat dibatasi. Dengan adanya pembatasan tersebut menimbulkan reaksi
dari berbagai kalangan dan menurut saya yang cukup vokal dalam memperjuangkan
kebebasan beragama pada masa Orde Baru adalah Kyai Haji Abdurrahman Wahid
dengan latar belakang Nahdlatul Ulama. Selanjutnya mekanisme yang jarang ditemui
pada masa pemerintahan orde baru adalah adanya checks and balances yang dilakukan
terhadap pemerintah. Hal tersebut dapat terjadi karena masih adanya campur tangan
dari lembaga eksekutif terhadap lembaga legislatif. Anggota MPR yang seharusnya
independen ternyata masih dipilih oleh pemerintah dan segala pengeluaran MPR masih
diatur oleh Sekretariat Negara. Akhirnya masyarakat madani, seperti politikus dan
organisasi mahasiswa, kembali mengambil peran dengan menjadi kelompok penekan
yang terus memberi rapor atau laporan nilai dari kinerja yang dilakukan oleh
pemerintah.6
7
http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2010/04/10/105169/Mahasiswa-dan-Gerakan-
Sosial diakses pada tanggal 26 Maret 2011 pukul 23:05
8
Peter Calvert, Op.Cit., Hal 1
9
Fatmah Gobel, Peran Perempuan dalam Pengambilan Kebijakan, Jakarta, Forum Wacana Indonesia.
Hal 51