Anda di halaman 1dari 16

BAB II

ANALISIS PASAR DAN BAURAN PEMASARAN

A. Analisis Pasar

Di dalam pemasaran, segmenting, targeting, dan positioning (STP) adalah


kerangka kerja luas yang meringkas dan menyederhanakan proses segmentasi pasar
(Hooley dkk., 2017). Segmentasi pasar adalah suatu proses, di mana kelompok
pembeli dalam suatu pasar dibagi dan diprofilkan menurut berbagai variabel, yang
menentukan karakteristik dan kecenderungan pasar (Hajibaba dkk., 2020). Proses
STP dengan demikian adalah bagian dari urutan kronologis untuk segmentasi pasar.

1. Segmenting

Segmenting dapat disebut sebagai proses pemisahan pasar berdasarkan


variabel yang berbeda. Namun, segmentasi pasar telah banyak diperdebatkan selama
bertahun-tahun karena para peneliti memperdebatkan variabel apa yang harus
dipertimbangkan saat membagi pasar (Jain, 1993). Pendekatan melalui faktor sosial,
ekonomi dan individu, seperti loyalitas merek, telah dipertimbangkan bersama dengan
variabel geografis, psikografis, demografis, dan perilaku yang lebih dikenal luas yang
diusulkan oleh Philip Kotler (Kotler dkk., 2017). Karena satu produk yang ditawarkan
oleh suatu perusahaan tidak dapat memuaskan kebutuhan semua konsumen, maka
segmentasi pasar merupakan proses mengatur pasar menjadi kelompok-kelompok di
mana bisnis dapat memperoleh keunggulan kompetitif dan memenuhi kebutuhannya.
Namun, mereka harus menghindari fragmentasi pasar yang berlebihan karena
keragaman dapat menyulitkan untuk melayani pasar yang lebih kecil secara
menguntungkan.Karakteristik yang dicari pemasar adalah measurability,
accessibility, sustainability, dan actionability;

- Measurabiity berkaitan dengan pemahaman mengenai ukuran, karakteristik


pembelian dan kebutuhan nilai dari suatu segmen.
- Accessibility berkaitan dengan kemampuan untuk berkomunikasi dengan
segmen secara efektif.
- Sustainability berkaitan dengan apakah suatu segmen dapat memproduksi
keuntungan dibandingkan segmen lainnya dan mempertahankan nilai yang
suatu usaha tawarkan.
- Actionability berkaitan dengan kemampuan organisasi untuk menciptakan
keuntungan kompetitif dengan penawarannya pada suatu segmen spesifik
pasar (Vitale & Giglierano, 2002).

Terdapat dua pendekatan yang lazim digunakan dalam melakukan segmentasi


pasar; pendekatan penemuan (discovery approach) dan pendekatan analitik (analytic
approach). Masing-masing pendekatan bekerja sesuai dengan tipe bisnis dan pasar
yang menjadi objek sasaran (Levens, 2012). Pendekatan penemuan lebih cocok pada
pasar dengan basis customer yang terbatas dan proses penemuan segmen didasarkan
pada ketertarikan pada penawaran. Berkaitan dengan hal tersebut, pendekatan dengan
jenis ini cenderung memakan waktu yang lama karena terdapat proses penentuan
segmen yang dapat mendatangkan keuntungan lebih banyak dibandingkan yang
lainnya (profitable segment) (Vitale & Giglierano, 2002). Disisi lain, pendekatan
analitik cenderung mengandalkan penelitian dan data yang digunakan untuk
melakukan segmentasi pasar. Pendekatan ini tidak hanya menentukan segmen semata
tetapi juga memberikan proyeksi terkait perilaku konsumen dan profitabilitas segmen
di masa depan (Vitale & Giglierano, 2002).

2. Targeting

Fase ini merupakan proses follow-up dari segmentasi dengan secara riil
meentukan bagian mana dari pasar yang dituju serta merencanakan perangkat
periklanan yang sesuai untuk menarik segmen yang telah ditentukan (Levens, 2012).
Targeting merupakan domain yang terus berubah dan menyesuaikan dengan
perubahan zaman. Praktik tradisional targeting dilakukan dengan menggunakan
media cetak sementara itu, targeting mutakhir mengandalkan cara yang berfokus
pada jaringan (web-connected focus) yang mengandalkan media sosial dalam ranah
digital (Jaworska & Sydow, 2008). Targeting berbasis perilaku merupakan by-prduct
dari perubahan tersebut dan berfokus pada optimalisasi periklanan secara online dan
pengumpulan data untuk mengirimkan pesan pada segmen potensial. Pengumpulan
data dilakukan dengan menyesuaikan produk periklanan dengan minat segmen
potensial dengan mengacu pada algoritma penggunaan sosial media serta aktivitas
digital dari segmen.

Dalam melakukan targeting, terdapat setidaknya tiga cakupan pasar yang


berbeda; homogen, heterogen dan khusus. Pemilihan cakupan pasar bergantung
dengan produk atau layanan yang ditawarkan. Pasar yang bersifat homogen
merupakan pilihan terbaik karena produk yang ditawarkan dapat memenuhi
kebutuhan segmen dalam skala luas. Disisi lain, pasar yang heterogen dan khusus
bersifat terspesialisasi dan menuntut cara pemasaran yang lebih berfokus pada
segmen yang terseleksi dan lebih kecil (Klever, 2009).

3. Positioning

Fase ini merupakan tahapan akhir dari proses STP dan berfokus pada
bagaimana pelanggan melihat dan membandingkan produk yang ditawarkan dengan
competitor yang terdapat pada pasar. Hal ini penting untuk mendapatkan keuntungan
kompetitif (competitive advantage) dalam proses pemasaran produk (Klever, 2009).
Oleh karena itu, persepsi pelanggan memiliki dampak yang besar terhadap
positioning merk di pasar. Terdapat tiga tipe positioning yang memungkinkan suatu
produk atau jasa untuk mendapatkan keuntungan kompetitif; functional positioning,
symbolic positioning, dan experiential positioning. Functional positioning berfokus
pada aspek dari produk atau jasa yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan
pelanggan. Symbolic positioning berdasarkan pada karakteristik merk atau brand
yang memenuhi “gengsi” dari pelanggan. Experiential positioning berdasarkan pada
karakteristik merk atau brand yang dapat menstimulus koneksi indrawi atau
emosional pelanggan. Kombinasi dari ketiga jenis positioning merupakan kunci untuk
mendapatkan keuntungan kompetitif dalam kompetisi pasar. Selain itu, positioning
secara normatif harus mampu memberikan nilai yang lebih baik pada produk
dibandingkan yang ditawarkan oleh competitor dan memungkinkan komunikasi
perbedaan pada produk secara efektif pada pelanggan (Kotler & Lee, 2008).

B. Bauran Pemasaran

Istilah "Bauran Pemasaran" adalah model dasar untuk bisnis, yang secara
historis berpusat pada product, price, place, dan promotion (juga dikenal sebagai "4
Ps"). Bauran pemasaran telah didefinisikan sebagai "serangkaian alat pemasaran yang
digunakan perusahaan untuk mengejar tujuan pemasarannya di pasar sasaran"
(Adams dkk., 2019). Teori pemasaran muncul pada awal abad kedua puluh satu.
Bauran pemasaran kontemporer yang telah menjadi kerangka dominan untuk
keputusan manajemen pemasaran pertama kali diterbitkan pada tahun 1984.

Isoraite (2016) menyatakan bahwa bauran pemasaran atau marketing mix merupakan
strategi produk, penetapan harga, distribusi dan promosi dengan menyalurkannya ke
pasar sasaran. Sereikienė Abromaitytė (2013) dalam Isoraite (2016) bauran
pemasaran merupakan serangkaian tindakan dn solusi dalam memenuhi kebutuhan
konsumen dan mencapai tujuan pemasaran perusahaan. Pruskus (2015) bauran
pemasaran merupakan satu set faktor-faktor dan solusi yang memampukan konsumen
dalam memenuhi kebutuhannya dan mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan
perusahaan. McCharty diawal tahun 1960 dalam Pour, Nazari, Emami (2013)
menyatakan bahwa bauran pemasaran dapat dikelompokkan dalam empat kelompok
besar yang dikenal dengan 4P, yaitu product, price, place, promotion. Booms and
Bitner (1980) dalam Pour, Nazari, Emami (2013) dan Uzeme dan Ohen (2015)
menambahkan kembali 3P yaitu participants, physical evidence, and process pada
original 4P untuk penerapan konsep bauran pemasaran pada jasa (service).
Pogorelova, Yakhneeva & Anna (2016) dan Kotler, Keller, Brady, Goodman, Hansen
(2019) bauran pemasaran terdiri dari 7P (product, price, place, promotion, people,
process & physical evidence). Bauran pemasaran sebagai seperangkat alat pemasaran
taktis perusahaan dapat dijelaskan sebagai berikut:

Gambar 1. Bauran Pemasaran 7P

Sumber: Kotler, Keller, Brady, Goodman & Hansen (2019)

1. Product

A Baidi (2015) dan Uzeme dan Ohen (2015) Produk dapat berupa jasa
(services), barang (goods), kegunaan (utilities), tidak hanya barang berwujud atau
jasa namun segala sesuatu yang terkait denga napa yang ditawarkan produsen.
Menurut Kotler, Keller, Brady, Goodman, Hansen (2019), produk adalah segala
sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk memuaskan keinginan dan kebutuhan
konsumen. Menurut Kotler & Armstrong (2018) beberapa karekteristik dari atribut
produk adalah sebagai berikut:

a. Product quality (kualitas produk) merupakan kemampuan produk meliputi


daya tahan produk, kehandalan produk, tingkat akurasi yang dihasilkan oleh
produk, kemudahan dalam mengoperasikan dan memperbaiki produk, dan lain
sebagainya.

b. Product features (fitur produk) merupakan alat pembeda produk


perusahaan terhadap produk pesaing yang sejenis.

c. Product style and design (gaya dan desain produk) menjelaskan penampilan
produk yang sensasional dan bernilai seni akan mendapat perhatian
konsumen.

d. Product variety (varian produk) merupakan varian tipe atau jenis produk
yang dibuat dan ditawarkan suatu perusahaan kepada konsumen.

e. Brand name (nama produk) merupakan nama produk yang dibuat


perusahaan untuk membedakan produk mereka dengan produk pesaingnya.

f. Packaging (kemasan) merupakan desain kreatif dari wadah atau kemasan


untuk produk yang dihasilkan.

g. Sizes (ukuran) merupakan bentuk atau berat produk yang dihasilkan oleh
perusahaan untuk menarik perhatian konsumen.

h. Services (layanan) merupakan layanan yang diberikan oleh perusahaan


untuk mendukung keberlangsungannya penjualan produk.

i. Returns (pengembalian) merupakan pembatalan transaksi yang diberikan


perusahaan kepada konsumen apabila menerima produk gagal atau rusak.

Al Badi (2015) dan Uzeme dan Ohen (2015) menyatakan dalam konsep
manajemen produk, semua produk baik produk baru maupun produk alam mengalami
siklus hidup produk (product life cycle). Pada tahap pengenalan (introduction),
strategi produk fokus pada pengenalan produk dan penetapan harga produk yang
berdampak pada biaya tinggi. Pada tahap pertumbuhan (growth), produk sudah mulai
diterima pasar dan pendapatan dari penjualan dan keuntungan mulai meningkat
melalui perluasan saluran distribusi dan promosi dalam membentuk pangsa pasar.
Pada tahap kedewasaan (maturity), penjualan dan keuntungan terus diraih hingga
mencapai puncak penjualan dan puncak keuntungan dan puncak pangsa pasar. Pada
tahap penurunan (decline), penjualan mulai terus menurun dikarenakan perubahan
teknologi, perubahan selera konsumen, semakin banyaknya pesaing, dan juga
berbagai faktor insternal dan eksternal.

2. Price

Al Baidi (2015), Uzeme dan Ohen (2015), dan Kotler, Keller, Brady,
Goodman, Hansen (2019) menyatakan bahwa harga merupakan sejumlah uang
dimana konsumen membayar untuk memperoleh produk maupun jasa atau sejumlah
uang yang ditukarkan konsumen atas nilai dari suatu produk guna memperoleh
manfaat atau kepemilikan atau penggunaan atas produk. Harga merupakan elemen
bauran pemasaran yang paling fleksibel yang dapat berubah dengan cepat dalam
jangka pendek dibandingkan dengan elemen bauran pemasaran lainnya. atau jasa
tersebut. Kotler dan Amstrong (2018) menjelaskan ada beberapa indikator dalam
menetapkan harga yaitu:

a. Keterjangkauan harga, adalah kemampuan konsumen dalam menjangkau


harga produk yang ditetapkan oleh perusahaan.

b. Kesesuaian harga dengan kualitas produk, konsumen cenderung memilih


harga yang lebih tinggi dengan adanya perbedaan kualitas.

c. Daya saing harga merupakan keputusan konsumen dalam membeli suatu


produk apabila manfaat yang dirasakan lebih tinggi atau sama dengan yang
telah dikeluarkan untuk mendapatkan produk tersebut.
d. Kesesuaian harga dengan manfaat merupakan perbandingan harga suatu
produk dengan produk lainnya, dimana dalam hal ini mahal murahnya suatu
produk sangat dipertimbangkan oleh konsumen terkait dengan manfaat yang
dirasakan konsumen pada saat akan membeli produk tersebut.

3. Promotion

Menurut Kotler, Keller, Brady, Goodman, Hansen (2019) dan Uzeme dan
Ohen (2015), promosi merupakan sesuatu yang digunakan untuk
mengkomunikasikan dan membujuk pasar terkait dengan produk atau jasa yang baru
melalui iklan, penjualan pribadi, promosi penjualan, maupun publikasi. Bauran
promosi (promotion mix) terdiri dari delapan model komunikasi pemasaran yaitu:

a. Advertising (periklanan), yaitu bentuk promosi ide, barang atau jasa


nonpersonal oleh pihak tertentu yang memerlukan pembayaran.

b. Sales promotion (promosi penjualan), yaitu bentuk promosi jangka pendek


untuk mendorong pembelian atau penjualan suatu produk atau jasa.

c. Event and experiences, yaitu aktivitas perusahaan yang dirancang untuk


mengkomunikasikan merek tertentu.

d. Public relations and publicity, yaitu komunikasi menyeluruh dari


perusahaan kepada masyarakat untuk memperoleh publisitas yang
menguntungkan, membangun citra perusahaan yang bagus, menangani atau
meluruskan rumor, berita, maupun kejadian yang tidak menguntungkan.

e. Online and social media marketing, yaitu aktivitas daring yang dirancang
dengan melibatkan pelanggan atau pelanggan prospek secara langsung
maupun tidak langsung daam rangka meningkatkan kesadaran, meningkatkan
citra, atau menimbulkan penjualan produk dan jasa.
f. Mobile marketing, suatu bentuk khusus dari pemasaran daring yang
menempatkan promosi melalui perangkat bergerak milik konsumen seperti
handphone, smartphone, maupun tablet konsumen.

g. Personal selling merupakan bentuk promosi melalui interaksi langsung


dengan calon pembeli guna melakukan presentasi, menjawab pertanyaan, dan
menerima pesanan.

4. Place

Menurut Kotler, Keller, Brady, Goodman, Hansen (2019), Uzeme dan Ohen
(2015), Nurseto (2018), dan Kotler dan Armstrong (2018) distribusi merupakan
tindakan dalam memilih dan mengelola saluran pemasaran produk atau jasa dengan
menggunakan kumpulan perusahaan atau individu-individu yang membantu dalam
pendistribusian produk atau jasa dalam melayani pasar sasaran sehingga konsumen
dapat memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Oleh karena itu, didalam penetapan
saluran distribusi, produsen hendaknya memperhatikan unsur-unsur yang terkait
dalam bauran distribusi (distribution mix) yang terdiri dari: sistem saluran, daya
jangkau, lokasi, persediaan dan transportasi.

5. People

Menurut Kotler, Keller, Brady, Goodman, Hansen (2019), Uzeme dan Ohen
(2015) dan Hurriyati (2010) yaitu proses seleksi, pelatihan, dan pemberian motivasi
kepada karyawan sebagai pembeda dalam mempengaruhi persepsi pembeli dan
memenuhi kepuasan pelanggan.

6. Physical Evidence

Menurut Kotler, Keller, Brady, Goodman, Hansen (2019), Uzeme dan Ohen
(2015), Sari dan Medyani (2018) yaitu bukti fisik yang dimiliki oleh penyedia jasa
sebagai nilai tambah yang ditujukan kepada konsumen, pelanggan maupun calon
pelanggan.
7. Process

Menurut Kotler, Keller, Brady, Goodman, Hansen (2019), Uzeme dan Ohen
(2015), Hurriyati (2010) yaitu semua prosedur aktual, mekanisme, dan aliran aktivitas
sistem penyajian jasa kepada konsumen.
BAB III

STRATEGI PEMASARAN PERUSAHAAN

Linfox Indonesia merupakan perusahaan penyedia jasa logistic yang telah


beroperasi di Indonesia sejak tahun 2001. Saat ini, Linfox Indonesia memiliki kurang
lebih 1.900 karyawan dengan kapabilitas ekstensif pada bidang multi-temperature
warehousing, transportasi, dan solusi teknologi serta keamanan.

Linfox dapat dikatakan sebagai perusahaan yang termasuk dalam kategori


third party logistics. Menurut Simchi-Levi (2004), Third Party Logistics adalah
penggunaan perusahaan pihak luar untuk melaksanakan sebagian atau seluruh fungsi
manajemen material dan distribusi produk perusahaan. Logistik sendiri merupakan
kegiatan yang terdiri dari aliran material pisik, aliran kas, aliran informasi, dan aliran
sumber daya. Aliran material pisik dapat dibagi ke dalam 3 aliran yang berbeda, yaitu
(1) Aliran utama, yang terdiri dari segala hal dari mulai bahan baku sampai produk
akhir yang dibeli oleh konsumen, (2) Aliran suku cadang atau jasa setelah penjualan,
dan (3) Aliran balik dari item-item yang pernah menjadi bagian dari aliran utama
(misalnya produk bekas, rusak, usang, dan sebagainya). Jadi, logistik dapat dikatakan
meliputi semua kegiatan yang diperlukan untuk memungkinkan perusahaan
merencanakan, mengendalikan, dan melaksanakan keempat aliran yang berbeda
tersebut. Menurut Stock dan Lambert (2001), manajemen logistik adalah bagian dari
proses rantai pasok (supply chain) yang merencanakan, mengimplementasikan, dan
mengendalikan aliran barang, jasa, dan informasi secara efektif dan efisien dari titik
awal (origin) sampai akhir (konsumsi) dalam rangka memenuhi permintaan
pelanggan.

Bowersox (2002) secara lebih spesifik mengatakan bahwa logistik adalah


kegiatan yang diperlukan untuk memindahkan dan menempatkan persediaan
sepanjang rantai pasokan (supply chain), sedangkan supply chain management sendiri
merupakan kolaborasi dari perusahaan-perusahaan yang bertujuan meningkatkan
positioning strategis dan memperbaiki efisiensi operasi. Berdasarkan definisi-definisi
di atas, maka fungsi logistik merupakan bagian dari fungsi supply chain, di mana
suatu supply chain itu sendiri merupakan jejaring proses yang berorientasi sasaran
dan titik-titik penyimpanan yang digunakan untuk menyampaikan barang dan jasa
kepada pelanggan (Hopp, 2008). Sedangkan menurut Simchi-Levi (2004), supply
chain management merupakan suatu pendekatan yang digunakan untuk
mengintegrasikan para suplier, pabrikan, gudang, dan toko/outlet sehingga barang
diproduksi dan didistribusikan secara tepat jumlah, tepat lokasi, dan tepat waktu
dengan biaya keseluruhan seminimal mungkin, namun dapat memberikan kepusan
sesuai yang diinginkan.

Linfox merupakan established company dalam bidang penyediaan jasa


logistik di kawasan Asia, khususnya Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dari
banyaknya konsumen Linfox yang merupakan perusahaan-perusahaan multi-nasional
yang reputable, seperti Arnotts, Unilever, P&G, Philip Morris dan lain sebagainya.
Kepercayaan dari konsumen top-tier tersebut didapatkan oleh Linfox dengan
melakukan positioning secara fungsional, artinya Linfox selalu mengedepankan
pemenuhan kebutuhan konsumen secara riil yang didemonstrasikan dengan
pemutakhiran teknologi logistik secara berkala mengikuti kebutuhan dan
perkembangan sektor industry terkait (state-of-the-art technology). Adapun secara
spesifik, Linfox Indonesia memberikan layanan pada industri; Fast Moving
Consumer Goods, Retail, Chemicals, dan Industrial.

Secara spesifik, strategi pemasaran yang dilakukan oleh Linfox Indonesia


adalah sebagai berikut:

1. Strategi Branding

Sebelum memasuki pasar Indonesia, Linfox sudah terlebih dahulu menjadi


salah satu TPL dengan wilayah cakupan operasi terluas dan armada terbesar di
kawasan Asia. Dengan pengalaman sejak 1984, Linfox memiliki brand value yang
cukup signifikan. Adapun strategi branding yang ditempuh oleh Linfox adalah
dengan melalui logo Linfox yang tertera pada setiap armada truk yang digunakan
dalam upaya penyediaan layanan.

Selain itu, strategi branding terbaru yang diadopsi oleh Linfox adalah melalui
tagline “Vision Zero” yang menekankan pada aspek keamanan layanan yang
diberikan. Sektor logistik berkaitan dengan pergerakan barang dalam waktu yang
cepat mengingat sektor ekonomi bergerak secara dinamis, hal ini membawa resiko
keamanan yang cukup substansial sehingga konsumen akan mempertimbangkan
penyedia layanan yang dapat menjamin keamanan produknya dalam proses distribusi
dan penyimpanan. Linfox menerjemahkannya sebagai comparative advantage
melalui tagline “Vision Zero”; Zero Fatalities, Zero Injuries, Zero Motor Vehicle
Incidents, Zero Net Environmental Emission, dan Zero Tolerance of Unsafe Behavior
and Practices. Tagline tersebut kemudian diaplikasikan melalui beberapa kegiatan
yang dilakukan oleh Linfox sebagai upaya untuk mendorong actionability dari brand
image perusahaan, antara lain:

- Penyediaan kamera pada setiap armada yang digunakan untuk memantau


tingkat kelelahan dan konsentrasi pengemudi.
- Operation Centre yang memiliki teknologi mutakhir sehingga pergerakan
setiap armada dapat terpantau secara real-time.
- Melakukan kegiatan pemberdayaan komunitas untuk meningkatkan kesadaran
akan keamanan transportasi.
- Menerapkan budaya kehati-hatian pada lingkungan kerja untuk meminimalisir
work incident.

2. Strategi Membangun Loyalitas Konsumen

Loyalitas konsumen merupakan hal yang penting dalam pemasaran. Linfox


mempertimbangkan hal ini secara serius dengan senantiasa melakukan hearing
terhadap konsumennya sebagai bahan evaluasi serta peningkatan pelayanan. Hal ini
diaktualisasikan melalui adaptasi gudang-gudang Linfox dengan teknologi multi-
temperatur sehingga aspek warehousing tidak perlu lagi dibebankan dengan
permasalahan cuaca karena teknologi terkini memungkinkan rekayasa suhu yang
dapat disesuaikan dengan kebutuhan produk yang disimpan.

3. Strategi Marketing Communication

Linfox melakukan networking melalui media sosial, seperti Linkedin yang


memiliki tujuan untuk mempromosikan upgrade pada layanan yang disediakan oleh
perusahaan dan juga menjaring segmen potensial. Mengingat coverage pasar Linfox
yang bersifat niche, maka Linfox menyediakan informasi yang bersifat teknis dan
disesuaikan dengan segmen terkait sehingga proses pemasaran tidak dilakukan untuk
menjangkau aspek-aspek yang berada diluar layanan yang diberikan.

Linfox juga secara berkala megupdate kegiatan serta agenda-agenda terkini


perusahaan melalui tabloid bulanannya yaitu “Solution Magazine”. Tabloid tersebut
memuat impresi konsumen terhadap layanan yang diberikan oleh perusahaan,
adaptasi teknologi, dan kegiatan-kegiatan perusahaan lainnya yang relevan. Hal ini
memudahkan Linfox untuk mengkomunikasikan gagasan dan nilai-nilainya pada
komunitas penyedia jasa logistik di Indonesia dan juga pada segmen pasar potensial.
Daftar Pustaka

Adams, P., Bodas Freitas, I. M., & Fontana, R. (2019). Strategic orientation,
innovation performance and the moderating influence of marketing
management. Journal of Business Research, 97.
https://doi.org/10.1016/j.jbusres.2018.12.071

Hajibaba, H., Grün, B., & Dolnicar, S. (2020). Improving the stability of market
segmentation analysis. International Journal of Contemporary Hospitality
Management, 32(4). https://doi.org/10.1108/IJCHM-02-2019-0137

Hooley, G., Piercy, N. F., Nicoulaud, B., & Rudd, J. M. (2017). Book: Marketing
Strategy & Competitive Positioning Sixth edition. In Dictionary of Marketing
Communications (Vol. 6).

Jain, S. . (1993). Marketing, Planning and Strategy. South-Western Publishing Co.

Jaworska, J., & Sydow, M. (2008). Web Information System Engineering - WISE
2008. Warszawa: Springer Berlin Heidelberg, 62–76.

Klever, A. (2009). Behavioural Targeting: An Online Analysis for Efficient Media


Planning? Diplomica Verlag.

Kotler, P., Kartajaya, H., & Setiawan, I. (2017). Marketing 4.0 Bergerak Dari
Tradisional Ke Digital.

Kotler, P., & Lee, N. (2008). Corporate social responsibility, doing the most good for
your company. In Corporate Social Responsibility, Doing The Most Good For
Your Company.

Levens, M. (2012). Marketing: Defined, Explained, Applied. Pearson Education Inc.

Vitale, R., & Giglierano, J. (2002). Business to Business Marketing. South-Western


Publishing Co.

Anda mungkin juga menyukai