Anda di halaman 1dari 3

Talking Points RUU PKS:

Urgensi Pengesahan RUU PKS

- Kasus Kekerasan Seksual Meningkat


Catatan Akhir Tahun Komnas Perempuan yang diterbitkan pada kuartal pertama tahun
2020 melaporkan bahwa jumlah kekerasan seksual selama tahun 2019 mencapai 432.471
kasus. Komnas Perempuan juga membuktikan bahwa kasus kekerasan seksual naik
sebanyak 792 persen selama 12 tahun terakhir. Tidak hanya itu, Lembaga Bantuan
Hukum Asosiasi Perempuan untuk Keadilan (LBH Apik) mencatat 97 kasus kekerasan
seksual sepanjang Maret-April 2020. Data-data tersebut menunjukkan betapa pentingnya
payung hukum yang melindungi korban kekerasan seksual.
- Anak Perempuan Rentan Mengalami Kekerasan Seksual
Komnas Perempuan juga mencatat adanya peningkatan kasus kekerasan seksual terhadap
anak perempuan. Pada tahun 2018, kasus kekerasan tipe ini berjumlah 1.417 kasus.
Namun tahun lalu, jumlahnya mencapai 2.341 kasus atau mengalami kenaikan 65%,
dengan bentuk kekerasan paling banyak adalah incest  (770 kasus), dan diikuti dengan
pelecehan seksual (571 kasus). Pengertian incest adalah kekerasan seksual di dalam
rumah yaitu dengan pelaku yang memiliki hubungan darah, Dominannya kasus inses dan
pelecehan seksual terhadap anak perempuan, menunjukkan bahwa sejak usia anak,
perempuan telah berada dalam situasi yang tidak aman, bahkan dari orang terdekat dalam
kehidupannya.
- Tidak Memadainya UU Yang Ada Untuk Memberikan Perlindungan Hukum Pada
Korban
Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), kekerasan seksual yang bisa
dikategorikan sebagai tindak pidana hanya mencakup dua hal yaitu pemerkosaan dan
pelecehan seksual atau pencabulan (Buku Kedua KUHP tentang Kejahatan, Bab XIV
tentang Kejahatan Kesusilaan (Pasal 281 sampai Pasal 303). Misalnya,  perbuatan
cabul yang dilakukan laki-laki atau perempuan yang telah kawin (Pasal 284),
Perkosaan (Pasal 285), atau membujuk berbuat cabul orang yang masih belum
dewasa (Pasal 293) ). Sementara dalam RUU PKS, kekerasan seksual diklasifikasikan
menjadi sembilan jenis, yaitu: (1) pelecehan seksual, (2) eksploitasi seksual, (3)
pemaksaan kontrasepsi, (4) pemaksaan aborsi, (5) perkosaan, (6) pemaksaan perkawinan,
(7) pemaksaan pelacuran, (8) perbudakan seksual, dan (9) penyiksaan seksual. Definisi
kekerasan seksual yang lebih luas dalam RUU PKS akan mampu menjangkau para
pelaku yang selama ini lolos dari hukum hanya karena tindakan mereka tak memenuhi
unsur legalitas sebagai tindak pidana. ermasalahan utama yang sering dialami oleh
keluarga korban atau saksi kunci korban kekerasan seksual adalah mereka sering
mendapatkan ancaman atau bahkan kekerasan untuk membungkam kesaksian mereka.
RUU PKS tidak hanya melindungi korban kekerasan langsung, tapi juga memberikan
perlindungan bagi keluarga korban dan saksi yang ingin memberikan kesaksian mereka
selama proses hukum. Hal lain yang membuat RUU ini penting untuk didukung adalah
keberadaan unsur rehabilitasi bagi pelaku kekerasan seksual. RUU PKS tidak hanya
melindungi para korban pelecehan seksual, tapi RUU ini juga memberikan rehabilitasi
bagi pelaku kekerasan seksual (pasal 88 ayat (3)). Fungsi dan tujuan rehabilitasi ini
adalah mencegah agar tindakan kekerasan seksual tidak terjadi lagi.

(RUU PKS memiliki comparative advantage dalam bentuk jangkauan

proteksi yang lebih luas bagi korban kekerasan seksual  Kepastian


Hukum)

RUU PKS dan Sektor Ketenagakerjaan:

- Vandana Shiva (Bebas dari Pembangunan (Perempuan, Ekologi dan Perjuangan Hidup
di India, 2017) “Maraknya keikutsertaan perempuan dalam sektor industri sejatinya
telah menunjukkan bahwa pembangunan tidak hanya terjadi dalam sektor ekonomi,
tetapi juga sosial”.
- Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP) mencatat, pelecehan seksual banyak terjadi di
pabrik garmen. Pasalnya 99% pekerja di pabrik garmen adalah perempuan (Ada lebih
dari 200 perusahaan garmen ekspor dengan lebih dari 300 ribu pekerja ada dalam
program ini di lima provinsi, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah dan
Yogyakarta, Better Work Indonesia, 2020).
- Di Indonesia tahun pada tahun 2019 survei yang dilakukan oleh Never Okay Project.
Menunjukkan, dengan mensurvei 1.240 responden, 81 persennya menyatakan pernah
mengalami pelecehan seksual di tempat kerja, secara umum, bukan di garmen saja,
termasuk perempuan dan laki-laki.
- Nelien Haspels (Action Against Sexual Harassment at Work in Asia and The Pasific,
2001) beberapa kasus pelecehan terjadi serta semakin marak karena disebabkan tidak
adanya lembaga bantuan atau kebijakan khusus mengenai kasus pelecehan seksual
di tempat ia bekerja, namun beberapa diantara korban bersedia untuk mengungkap kasus
ke publik, melalui usaha yang panjang akhirnya pelaku dapat diungkap dan dihakimi oleh
warga dan keluarga korban, serta mendapatkan sanksi boikot secara sosial. Di sini justru
tidak ada intervensi dari perusahaan sama sekali, padahal seharusnya perusahaan perlu
memiliki kebijakan dan sanksi khusus untuk para pelaku.
- Penyebab; lingkungan kerja yang penuh target, relasi kuasa dan norma serta sikap (Better
Work Indonesia, 2020).
RUU PKS BAB IV Pencegahan; Pasal 5 Ayat 2 huruf (d) dan Pasal 9 Ayat 1
- Pasal 5 Ayat 2 huruf (d), “Pencegahan Kekerasan Seksual sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi antara lain pada bidang: (d) ekonomi”
- Pasal 9; Ayat 1, Bentuk Pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf
d yaitu dengan menetapkan kebijakan anti Kekerasan Seksual di Korporasi, serikat
pekerja, asosiasi pengusaha, asosiasi penyalur tenaga kerja, dan/atau pihak lain;

Anda mungkin juga menyukai