DEMOKRASI INDONESIA
Pembahasan tentang peranan Negara dan masyarakat tidak dapat dilepaskan dari
telaah tentang demokrasi dan hal ini karena dua alasan. Pertama, hamper semua
Negara di dunia ini telah menjadikan demokrasi sebagai asasnya yang fundamental
sebagai telah ditunjukkan oleh hasil studi UNESCO pada awal 1950-an yang
mengumpulkan lebih dari 100 sarjana barat dan timur, sementara di Negara-negara
demokrasi itu pemberian peranan kepada Negara dan masyarakat hidup dalam porsi
yang berbeda-beda (kendati sama-sama Negara demokrasi). Kedua, demokrasi
sebagai asas kenegaraan secara esensial telah memberikan arah bagi peranan
masyarakat untuk menyelenggarakan Negara sebagai organisasi tertingginya tetapi
ternyata demokrasi itu berjalan dalam jalur yang berbeda-beda (Rais, 1995:1).
Dengan alasan tersebut menjadi jelas bahwa asas demokrasi yang hampir
sepenuhnya disepakati sebagai model terbaik bagi dasar penyelenggaraan Negara
ternyata memberikan implikasi yang berbeda di antara pemakai-pemakaiannya bagi
peranan Negara.
B. Arti dan Perkembangan Demokrasi
Secara etimologis istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani, “demos” berarti
rakyat dan “kratos/kratein” berarti kekuasaan. Konsep dasar demokrasi berarti “rakyat
berkuasa” (government of rule by the people). Ada pula definisi singkat untuk istilah
demokrasi yang diartikan sebagai pemerintahan atau kekuasaan dari rakyat oleh rakyat
dan untuk rakyat. Demokrasi mempunyai arti yang penting bagi masyarakat yang
menggunakannya, sebab dengan demokrasi hak masyarakat untuk menentukan sendiri
jalannya organisasi Negara dijamin. Demokrasi sebagai dasar hidup bernegara
memberi pengertian bahwa pada tingkat terakhir rakyat memberikan ketentuan dalam
masalah-masalah pokok mengenai kehidupannya, termasuk dalam menilai
kebijaksanaan Negara, karena kebijaksanaan tersebut menentukan kehidupan rakyat
(Noer, 1983: 207). Jadi, Negara demokrasi adalah Negara yang diselenggarakan
berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat, atau jika ditinjau dari sudut organisasi, ia
berarti suatu pengorganisasian Negara yang dilakukan oleh rakyat sendiri atau asas
persetujuan rakyat karena kedaulatan berada ditangan rakyat.
Dalam hubungan ini menurut Henry B.Mayo bahwa system politik demokrasi adalah
system yang menunjukkan bahwa kebijaksanaan umum ditentukan atas dasar
mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-
pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan
dalam suasana terjaminnya kebebasan politik (Mayo, 1960:70). Meskipun dari berbagai
pengertian itu terlihat bahwa rakyat diletakkan pada posisi sentral “rakyat berkuasa”
(government or role by the people) tetapi dalam praktiknya oleh Unesco disimpulkan
bahwa ide demokrasi itu dianggap ambiguous atau mempunyai arti ganda, sekurang-
kurangnya ada ambiguity atau ketaktentuan mengenai lembaga-lembaga atau cara-
cara yang dipakai untuk melaksanakan ide, atau mengenai keadaan kultural serta
historis yang mempengaruhi istilah ide dan praktik demokrasi (Budiardjo, 1982:50).
Konsep demokrasi semula lahir dari pemikiran mengenai hubungan Negara dan
hukum di Yunani Kuno dan dipraktikkan dalam hidup bernegara antara abad ke 4
sebelum masehi sampai abad 6 masehi. Pada waktu itu, dilihat dari pelaksanaannya,
demokrasi yang dipraktekkan bersifat langsung (direct democracy), artinya hak rakyat
untuk membuat keputusan-keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh
warga Negara yang bertindak berdasarkan prosedur mayoritas, sifat langsung ini dapat
dilaksanakan secara efektif karena Negara kota (city state) Yunani Kuno berlangsung
dalam kondisi sederhana dengan wilayah Negara yang hanya terbatas pada sebuah
kota dan daerah sekitarnya dan jumlah penduduk yang hanya lebih kurang 300.000
orang dalam satu Negara. Lebih dari itu ketentuan-ketentuan demokrasi hanya berlaku
untuk warga Negara yang resmi yang merupakan sebagian kecil dari seluruh penduduk.
Sebagian besar yang terdiri dari budak belian, pedagang asing, perempuan, dan anak-
anak tidak dapat menikmati hak demokrasi (Budiardjo, 1982:54).
Gagasan demokrasi Yunani boleh dikatakan lenyap dari muka dunia barat ketika
bangsa Romawi dikalahkan oleh suku Eropah barat dan benua eropah memasuki abad
pertengahan (600-1400). Masyarakat abad pertengahan terbelenggu oleh kekuasaan
feudal dan kekuasaan pemimpin-pemimpin agama, sehingga tenggelam dalam apa
yang disebut sebagai masa kegelapan. Ranaissarice adalah aliran yang menghidupkan
kembali minat pada sastra dan budaya Yunani kuno. Masa Renaissance adalah masa
ketika orang mematahkan semua ikatan yang ada dan menggatikan dengan kebebasan
bertindak yang seluas-luasnya sepanjang sesuai dengan yang dipikirkan, karena dasar
ide ini adalah kebebasan berpikir dan bertindak bagi manusia tanpa boleh ada orang
lain yang menguasai atau membatasi dengan ikatan-ikatan. Selain Renaissance,
peristiwa lain yang mendorong timbulnya kembali “demokrasi” yang dahulu tenggelam
dalam abad pertengahan adalah terjadinya Reformasi, yakni revolusi agama yang te
inirjadi di Eropah barat pada abad ke16 yang pada mulanya menunjukkan sebagai
pergerakkan perbaikan keadaan dalam gereja katolik tetapi kemudian berkembang
menjadi asas-asas Protestanisme. Reformasi dimulai pada pintu gereja Wittenberg (31
oktober 1517), yang kemudian segera memancing terjadinya serangan terhadap gereja.
Dua kejadian (Renaissance dan Reformasi) ini telah mempersiapkan eropah masuk
kedalam Aufkjarung (abad pemikiran) dan Rasionalisme yang mendorong mereka untuk
memerdekakan pikiran dari batas-batas yang ditentukan gereja untuk mendasarkan
pada pemikiran atau akal (rasio) semata-mata yang gilirannya kebebasan berfikir ini
menelorkan lahirnya pikiran tentang kebebasan politik. Kecaman dan dobrakan
terhadap absolutism monarki didasarkan pada teori rasionalistis sebagai “social-
contract” (perjanjian masyarakat) yang salah satu asasnya menentukan bahwa dunia ini
dikuasai oleh hukum yang timbul dari alam (natural). Tampak bahwa teori hukum alam
merupakan usaha untuk mendobrak pemerintah absolut dan menetapkan hak-hak
politik rakyat dalam suatu asas yang disebut demokrasi (pemerintah rakyat). Dua filsuf
besar yaitu John Locke dan Montesquieu. John Locke (1632-1704) mengemukakan
bahwa hak-hak politik rakyat mencakup hak atas hidup kebebasan dan hak memiliki
(live, liberal, property), sedangkan Montesquieu (1689-1955) mengemukakan system
pokok yang menurutnya dapat menjamin hak-hak politik tersebut melalui “Trias
Politika”-nya. Dari pemikiran tentang hak-hak politik rakyat dan pemisahan kekuasaan
inilah terlihat munculnya kembali ide pemerintahan rakyat (demokrasi).
C. Bentuk-bentuk Demokrasi
Menurut Torres demokrasi dapat dilihat dari dua aspek yaitu, Formal democracy
dan substantive democracy. Formal democracy menunjuk pada demokrasi dalam arti
system pemerintahan, sedangkan Substantive democracy menunjuk pada bagaimana
proses demokrasi itu dilakukan. Selain bentuk demokrasi sebagaimana dipahami diatas
terdapat beberapa system demokrasi yang mendasarkan pada prinsip filosofi Negara.
Prinsip demokrasi ini didasarkan pada suatu filsafat kenegaraan bahwa manusia
adalah sebagai makhluk individu yang bebas. Oleh karena itu dalam system demokrasi
ini kebebasan individu sebagai dasar fundamental dalam pelaksanaan demokrasi.
D. Demokrasi di Indonesia