Anda di halaman 1dari 44

A.

Hakekat Demokrasi
Kata demokrasi seringkali terdengar di telinga kita. Kata demokrasi digunakan
dalam berbagai aspek kehidupan, seperti demokrasi ekonomi, demokrasi dalam
politik, demokrasi dalam pemerintahan, dan sebagainya. Namun, tahukah kamu
apa artinya demokrasi tersebut?

Untuk memahami demokrasi dan penerapannya dalam kehidupan


bermasyarakat dan bernegara ikutilah penjelasan di bawah ini.
Kata demokrasi berasal dari bahasa Yunani, demos yang berarti rakyat dan
kratien yang berarti pemerintahan. Jadi demokrasi berarti pemerintahan rakyat.
Dapat dikatakan bahwa hakekat pemerintahan demokrasi adalah pemerintahan
dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. 

Di Yunani sendiri pelaksanaan demokrasi ini dilakukan secara langsung. Artinya


setiap warga negara terlibat langsung dalam membicarakan semua masalah di
dalam polis. Penerapan demokrasi berawal dari Solon, pemimpin masyarakat
Athena mengumpulkan warga negara Athena dalam amphiteater untuk bersidang
dan membicarakan permasalahan di dalam polis. Sistem ini terus dikembangkan
oleh Pericles setelah perang Yunani dan Persia berakhir. Dengan sistem demokrasi
ini, Athena berkembang menjadi pusat kebudayaan dan pemerintahan sipil di
Yunani.

B. Sejarah Perkembangan Demokrasi


Pada permulaan pertumbuhannya demokrasi telah mencakup beberapa azas
dan nilai yang diwariskan kepadanya dari masa yang lampau, yaitu gagasan
mengenai demokrasi dari kebudayaan Yunani Kuno dan gagasan mengenai
kebebasan beragama yang dihasilkan oleh aliran Reformasi serta perang-perang
agama yang menyusulnya.
Sistim demokrasi yang terdapat di negara-kota (city state) Yunani Kuno (abad
ke-6 sampai abad ke·3 S.M.) merupakan demokrasi langsung (direct democracy)
yaitu suatu bentuk pemerintahan di mana hak untuk membuat keputusan-
keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga negara yang
bertindak berdasarkan prosedur mayoritas. Sifat langsung dari demokrasi Yunani
dapat diselenggarakan secara efektif karena berlangsung dalam kondisi yang
sederhana, wilayahnya terbatas (negara terdiri dari kota dan daerah sekitarnya)
serta jumlah penduduk sedikit (300.000 penduduk dalam satu negara-kota).
Lagipula, ketentuan-ketentuan demokrasi hanya berlaku untuk warga negara yang
resmi, yang hanya merupakan bagian kecil saja dari penduduk. Untuk mayoritas
yang terdiri dari budak belian dan pedagang asing demokrasi tidak berlaku. Dalam
negara modern demokrasi tidak lagi bersifat langsung, tetapi bersifat demokrasi
berdasarkan perwakilan (representative democracy).
Memasuki Abad Pertengahan (600-1400) gagasan demokrasi Yunani boleh
dikatakan hilang dari muka dunia Barat. Masyarakat Abad Pertengahan dicirikan
oleh struktur sosial yang feodal (hubungan antara vassal dan lord); yang kehidupan
sosial serta spirituilnya dikuasai oleh Paus dan pejabat-pejabat agama lainnya;
yang kehidupan politiknya ditandai oleh perebutan kekuasaan antara para
bangsawan satu sama lain. Dilihat dari sudut perkembangan demokrasi Abad
Pertengahan menghasilkan suatu dokumen yang penting, yaitu Magna Charta
(Piagam Besar) (1215). Magna Charta merupakan semacam kontrak. antara
beberapa bangsawan dan Rlija. John dari Inggris di mana untuk pertama kali
seorang raja yang berkuasa mengikatkan diri untuk mengakui dan menjamin
beberapa hak dan privileges dari bawahannya sebagai imbalan untuk penyerahan
dana bagi keperluan perang dan sebagainya. Biarpun piagam ini lahir dalam
suasana feodal dan tidak berlaku untuk rakyat jelata, namun dianggap sebagai
tonggak dalam perkembangan gagasan demokrasi.
Sebelum Abad Pertengahan berakhir dan di Eropa Barat pada permulaan abad
ke-16 muncul negara-negara nasional (national state) dalam bentuk yang modern,
maka Eropa Barat mengalami beberapa perubahan sosial dan kulturil yang
mempersiapkan jalan untuk memasuki zaman yang lebih modern di mana akal
dapat memerdekakan diri dari pembatasan-pembatasannya.  
Sesudah berakhirnya Abad Pertengahan antara 1500-1700 lahirlah negara-negara
Monarcchi. Raja-raja absolut menganggap dirinya berhak atas takhtanya
berdasarkan konsep ”Hak Suci Raja” (Divine Right of Kings). Raja-raja yang
terkenal di  Spanyol ialah Isabella dan Ferdinand (1479- 1516). di Prancis  raja-raja
Bourbon dan sebagainya. Kecaman-kecaman ..diontarkan terhadap gagasan
absolutisme mendapat dukungan kuat dari golongan menengah (middle class) yang
mulai berpengauruh berkat majunya kedudukan ekonomi serta mutu pendidikan.  
Pendobrakan terhadap kedudukan raja-raja absolut ini didasar  suatu teori
rasionalistis, yang umumnya dikenal sebagai social-contract (kontrak sosiaI). Salah
satu azas dari gagasan kontral sosial ialah bahwa dunia dikuasai oleh hukum yang
timbul (nature) yang mengandung prinsip-prinsip keadilan yang universal: artinya
berlaku untuk semua waktu serta semua manusia, apakah dia raja, bangsawan atau
rakyat jelata. Hukum ini dinamakan Natural Law (Hukum Alam, ius- naturale).
Unsur universalisme inilah yang diterapkan pada masalah-masalah politik. Teori
kontrak sosial beranggapan bahwa hubungan antara raja dan rakyat didasari oleh
suatu kontrak yang ketentuan-ketentuannya mengikat kedua belah fihak. Kontrak
sosial menentukan di satu fihak bahwa raja diberi kekuasaan oleh rakyat untuk
menyelenggarakan penertiban dan menciptakan suasana di mana rakyat dapat
menikmati hak-hak alamnya (natural rights) dengan aman. Di fihak lain rakyat akan
mentaati pemerintahan raja asal hak· hak alam itu terjamin.  
Pada hakekatnya teori-teori kontrak sosial merupakan usaha untuk mendobrak
dasar dari pemerintahan absolut dan menetapkan hak-hak politik rakyat. Filsuf-
filsuf yang mencetuskan gagasan. ini antara lain John Locke dari Inggris (I632-1704)
da Montesquieu dari Perancis (1689-) 755). Menurut John Locke hak-hak politik
mencakup hak atas hidup, atas kebebasan dan hak untuk memiliki (life, liberty
and property). Montesquieu mencoba menyusun suatu sistim yang dapat
menjamin hak-hak politik itu, yang kemudian dikenal dengan istilah trias politica.
Idee-idee bahwa manusia mempunyai hak-hak politik menimbulkan revolusi
Perancis pada akhir abad ke-18, serta Revolusi Amerika melawan Inggris.
Sebagai akibat dari pergolakan yang tersebut di atas tadi maka pada akhir
abad ke-19 gagasan mengenai demokrasi mendapat wujud yang konkrit sebagai
program dan sistim politik. Demokrasi pada tahap ini semata-mata bersifat politis
dan mendasarkan dirinya atas azas-azas kemerdekaan individu, kesamaan hak
(equal rights) serta hak pilih untuk semua warganegara (universal suffrage)
Dalam abad ke-19 dan permulaan abad ke-20 lahirlah gagasan mengenai
demokrasi konstitusional. AhIi hukum Eropa Barat Kontinental seperti Immanuel
Kant (1724-1804) dan Friedrich Julius Stahl memakai istilah Rechtsstaat, sedangkan
ahli Anglo Saxon seperti A.V. Dicey memakai istilah Rule of Law. Oleh Stahl disebut
empat Unsur Rechtsstaat (negara demokrasi yang berdasarkan hukum) dalam arti
klasik, yaitu:
1)     Adanya perlindungan hak-hak manusia
2)     Adanya pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak- hak itu
3)     Pemerintah berdasarkan peraturan-peraturan
4)     Peradilan administrasi dalam perselisihan.
Unsur-unsur Rule of Law dalam arti yang klasik, seperti yang dikemukakan
oleh A.V. Dicey dalam Introduction to the Law of the Constitution mencakup:

1. Supremasi aturan-aturan hukum (supremacy of the law); tidak adanya


kekuasaan sewenang-wenang (absence of arbitrary power), dalam arti
bahwa seseorang hanya boleh dihukum kalau melanggar hukum.
2. Kedudukan yang sama dalam menghadapi hukum (equality before the law).
DaliI ini berlaku baik untuk orang biasa, maupun untuk pejabat.
3. Terjaminnya hak-hak manusia oleh undang-undang (di negara lain oleh
undang-undang dasar) serta keputusan-keputusan pengadilan.

C. Macam-macam Demokrasi
Beberapa macam demokrasi yang berkembang di dunia, antara lain:
1)  Demokrasi Parlementer
Di dalam sistem parlementer, kekuasaan legislatif terletak di atas kekuasaan
eksekutif. Oleh karena itu, menteri-menteri kabinet harus
mempertanggungjawabkan semua tindakannya kepada Dewan/DPR/Senat.
Pemerintah setiap saat dapat dijatuhkan oleh Dewan/DPR/Senat dengan mosi tidak
percaya.
2)  Demokrasi Liberal
Dalam system liberal, kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif dipisahkan
(sparate of power atau pemisahan kekuasan). Kepala negara / presiden langsung
dipilih oleh rakyat (contoh Amerika Serikat). Dalam demokrasi liberal pemerintah
dipegang oleh partai yang menang dalam pemilihan umum, sedangkan partai yang
kalah menjadi pihak oposisi.
3)  Demokrasi Rakyat
Demokrasi ini terdapat dalam negara-negara komunis yang totaliter. Lembaga-
lembaga demokrasi pada umumnya tidak berfungsi sebagaimana mestinya karena
kekuasaan ada di tangan sekelompok kecil pimpinan partai komunis. Mereka ini
yang memegang dan mempergunakan kekuasaan menurut ideologi totaliter
komunis. Dalam demokrasi rakyat, pada dasarnya rakyat tidak memperoleh hak
yang lazimnya di dapat dalam sistem demokrasi lainnya.
4.  Demokrasi Pancasila
Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Dalam Demokrasi Pancasila sangat diharapkan adanya musyawarah untuk mufakat.
Akan tetapi, bila tidak tercapai mufakat, pengambilan keputusan dapat ditempuh
melalui pemungutan suara (Pasal 2, Ayat (3), WD 1945). Dalam demokrasi
Pancasila tidak mengenal dominasi mayoritas ataupun tirani minoritas. Domiinasi
mayoritas adalah kelompok besar yang menguasai segala segi kehidupan berbangsa
dan bernegara dengan mengabaikan kelompok yang kecil. Tirani minoritas adalah
kelompok kecil yang menguasai segala segi kehidupan berbangsa dan bernegara
dengan mengabaikan kelompok besar.
Keunggulan demokrasi Pancasila dibanding dengan demokrasi lainnya sebagai
berikut.

1. Adanyaa penghargaan terhadap hak asasi manusia dan hak-hak minoritas


tidak akan diabaikan.
2. Mendahulukan kepentingan rakyat, dalam hal ini hak rakyat diakui dan
dihargai.
3. Mengutamakan musyawarah untuk mufakat, dan baru kemudaian
menggunakan suara terbanyak
4. Kebenaran dan keadilan selalu dijunjung tinggi.
5. Mengutamakan kejujuran dan iktikad baik.

Sedangkan dilihat dari pelaksanaannya  dikenal ada dua macam demokrasi, yaitu
demokrasi langsung dan demokrasi tidak langsung (perwakilan).

1. Demokrasi langsung, adalah suatu sistem demokrasi yang melibatkan


seluruh rakyatnya dalam membicarakan atau menentukan segala unsur
negara secara langsung. Demokrasi langsung pernah dipraktikan pada zaman
Yunani kuno; yaitu beberapa negarakota di Athena. Demokrasi yang pertama
di dunia ini mampu melaksanakan demokrasi langsung dengan suatu majelis
yang mungkin terdiri dari 5000 sampai 6000 orang dan berkumpul di satu
tempat untuk melaksanakan demokrasi langsung.
2. Demokrasi tidak langsung atau perwakilan, adalah suatu sistem demokrasi
yang dalam menyalurkan aspirasinya, rakyat memilih wakil-wakil untuk
duduk dalam suatu lembaga parlemen atau lembaga perwakilan rakyat.
Lembaga ini dipilih dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, karena itu
dalam demokrasi tidak langsung semua rakyat turut serta dalam
membicarakan dan menetapkan kebijakan tentang persoalan-persoalan 
negara.

3. Aturan dan tata cara dalam penyampaian pendapat melalui demokrasi Hak untuk
mnyampaikan pendapat di muka umum merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia
yang dijamin dalam Konstitusi Indonesia Hak ini dapat dilaksanakan dalam berbagai
bentuk, yaitu :
4. 1. unjuk rasa atau demonstrasi
5. 2. pawai
6. 3. rapat umum, atau
7. 4. mimbar bebas Pelaksanaan bentuk-bentuk penyampaian pendapat di muka umum
tersebut dapat dilakukan di tempat-tempat terbuka untuk umum, namun ada beberapa
tempat yang di kecualikan dan waktu-waktu yang dilarang dalam menyampaikan
pendapat di muka umum pasal 9 (2) UU No. 9 tahun 1998.
8. Tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum, yaitu :
9. 1. di lingkungan istana kepresidenan, tempat ibadah, instalasi militer, rumah sakit,
pelabuhan udara atau laut, stasiun kereta api, terminal angkutan darat, dan obyek-
obyek vital nasional.
10. 2. pada hari besar Nasional Sebelum melaksanakan demokrasi/pawai/rapat umum,
maupun mimbar bebas terlebih dahulu wajib memberitahukan secara tertulis.
11. Pemberitahuan tersebut disampaikan kepada Polri. Di mana polri yang dimaksud
adalah satuan Polri terdepan dimana kegiatan penyampaian pendapat akan dilakukan
apabila kegiatan dilaksanakan pada :
12. a. kecamatan, pemberitahuan ditujukan kepada polsek setempat.
13. b. Kecamatan atau lebih dalam lingkukan kabupaten/kotamadya
14. c. Kabupaten/kotamadya atau lebih dalam 1 (satu) propinsi, pemberitahuan ditujukan
kepda polri setempat
15. d. Propinsi atau lebih, pemberitahuan ditujukan kepada Markas Besar Kepolisian
Negara Republik Indonesia Pemberitahuan secara tertulis disampaikan oleh yang
bersangkutan, pemimpin, atau pennggung jawaba kelompok selambat-lambatnnya 3 ×
24 jam sebelum kegiatan dimulai telah di terima oleh Polri setempat.
16. Surat pemberitahuan sebagaimana di maksud di atas memuat :
17. a. maksud dan tujuan
18. b. tempat, lokasi dan rute
19. c. waktu dan lama
20. d. bentuk
21. e. penanggung jwab
22. f. nama dan alamat organisasi kelompok atau perorangan
23. g. alat peraga yang dipergunakan, dan atau
24. h. jumlah peserta Setiap sampai 100 orang pelaku atau peserta unjuk rasa atau
demonstrasi dan pawai harus ada seorang sampai 5 orang penanggung jawab.
Bnerdasarkan pasal 16 UU No. 9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan
pendapat di muka umum ”pelaku atau peserta pelaksanaan penyampaian pendapat di
muka umum yang melakukan perbuatan melanggar hukum, dapat dikenakan sanksi
hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
25. Dalam kemerdekaan terkandung dua makna yaitu kebebasan dan tanggung jawab.
Karena itu kita harus menyeimbangkan antara kebebasan dan tanggung jawab. Ada
beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mengemukakan pendapat secara bebas
dan bertanggung jawab, yaitu :
26. a. pendapatnnya harus disertai argumentasi yang kuat dan masuk akal, sehingga tidak
sembarang pendapat
27. b. pendapat hendaknnya mewakili kepentingan orang banyak, sehingga memberi
manfaat bagi kehidupan bersama.
28. c. Pendapatnnya dikemukakan dalam kerangka peraturan yang berlaku, sehingga tidak
melanggar hukum.
29. d. Orang yang berpendapat septutnnya terbuka terhadap tanggapan, sehingga tercipta
komunikasi sosial yang baik
30. e. Penyampaian pendapat hendaknnya dilandasi oleh keinginan untuk
mengembangkan nilai-nilai keadilan, demokrasi dan kesejahteraan. Hak dan
kewajiban dalam menyampaikan pendapat di muka umum. Setiap pendapat harus
disampaikan sesuai dengan aturan yang berlaku, yaitu : melalui saluran yang resmi
atau konstitusional.
31. Dalam pasal 1 Undang No. 9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan
pendapat di muka umum di jelaskan bahwa “ kemerdekaan menyampaikan pendapat”
adalah hak setiap warga negara untuk menyampaikan pikirin dengan lisan dan tulisan
dan sebagainnya. Secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk menjamin kebebasan
menyampaikan pendapat, agar dilaksanakan dengan bertanggunmg jawab.
32. Maka dalam undang-undang No. 9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan
pendapat diatur mengenai hak dan kewajiban yang harus dipenuhi bagi setiap
masyarakat yang ingim menyampaikan pendapatnnya dan bagi pemerintah agar dapa
memberikan perlindungan hukum kepada setiap masyarakat, agar terjaminnya hak
menyampaikan pendapat.
33. Pasal 5 UU No. 9 tahun 1998 tentang kemrdekann menyampaikan pendapat di muka
umum dinyatakan bahwa setiap Warga negara yang menyampaikan pendapat di muka
umum berhak untuk :
34. a. mengeluarkan pikiran secara bebas
35. b. memperoleh perlindungan hukum Yang dimaksud dengan “ mengeluarkan pikiran
secara bebas” adalah mengeluarkan pendapat, pandangan, kehendak atau perasaan
yang bebas dari tekanan fisik, psikis, atau pembatasan yang bertentangan dengan
tujuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 Undang-undang No. 9 Tahun 1998
dimana tujuan pengaturan tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka
umum adalah :
36. 1. mewujudkan kebebasan yang bertanggung jawab sebagai salah satu pelaksanaan
hak asasi manusia sesuai dengan pancasila dan Undang-undanmg dasar 1945
37. 2. mewujudkan perlindungan hukum yang konsisten dan berkesinambungan dalam
menjamin kemerdekaan menyampaikan pendapat
38. 3. mewujudkan iklim yang kondusif bagi berkembangnnya partisipasi dan kreativitas
setip warga negara sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab dalam kehidupan
berdemokrasi
39. 4. menempatkan tanggung jawab social dalam kehidupan bermasyarakat,berbangsa,
dan bernegara, tanpa mengabaikan kepentingan perorangan atau kelompok. Yang
dimaksud dengan “memperoleh perlindungan hokum” termasuk di dalamnnya
jaminan keamanan.
40. Polri bertanggung jawab memberikan perlindungan keamanan terhadap pelaku atau
peserta penyampaian pendapat di muka umum termasuk pengamanan tempat, lokasi,
dan rute. Kewajiban yang harus diperhatikan bagi setiap Warga Negara Indonesia
dalam menyampaikan pendapatnnya telah di atur dalam pasal 6 UU No. 9 Tahun 1998
Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapatnnya di Muka Umum bahwa “Warga
Negara yang menyampaikan pendapat di muka umum berkewajiban dan bertanggung
jawab untuk :
41. a. menghormati hak-hak dan kebebasan orang lain
42. b. menghormati aturan-aturan moral yang diakui umum
43. c. menaati hokum dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
44. d. menjaga dan menghormati keamanan dan ketertiban umum, dan e. menjaga
keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa menghormati hak-hak dan kebebasan orang
lain yang dimaksud adalah ikut memelihara dan menjaga hak dan kebebasan orang
lain untuk hidup aman, tertib, dan damai.
45. Yang dimaksud dengan “menghormati aturan-aturan moral yang diakui umu” adalah
mengindahkan norma agama, kesusilaan, dan kesopanan dalam kehidupan
masyarakat. Menjaga dan menghormati keamanaan dan ketertiban umum yang
dimaksud adalah perbuatan yang dapat mencegah timbulnnya bahaya bagi
ketentraman dan keselamatan umum., baik yang menyangkut orang, barang maupun
kesehatan.
46. Sedangkan yang dimaksud dengan “menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan
bangsa” adalah perbuatan yang dapat mencegah timbulnnya permusuhan, kebencian
atau penghinaan terhadap suku, agama, ras, dan antar golongan dalam masyarakat.
Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia dan Keterkaitannya dengan Rule of
Law

A. Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia

Demokrasi merupakan pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan negara kita, semua konstitusi yang pernah berlaku
menganut prinsip demokrasi. Hal ini dapat dilihat misalnya:

1. Dalam UUD 1945 (sebelum diamandemen) pasal 1 ayat (2) berbunyi: “Kedaulatan
adalah di tangan rakyat, dan dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”.
2. Dalam UUD 1945 (setelah diamandemen) pasal 1 ayat (2) berbunyi: “Kedaulatan
berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang dasar”.
3. Dalam konstitusi Republik Indonesia Serikat, Pasal 1 Ayat (1) berbunyi: “Republik
Indonesia Serikat yang merdeka dan berdaulat ialah suatu negara hukum yang
demokrasi dan berbentuk federasi”.
4. Konstitusi Republik Indonesia Serikat Ayat (2) berbunyi: “Kekuasaan kedaulatan
Republik Indonesia Serikat dilakukan oleh pemerintah bersama-sama Dewan
Perwakilan Rakyat dan Senat”.
5. Dalam UUDS 1950 pasal 1:1) Ayat (1) berbunyi: “Republik Indonesia Serikat yang
merdeka dan berdaulat ialah suatu negara hukum yang demokratis dan berbentuk
kesatuan”. 2) Ayat (2) berbunyi: “Kedaulatan Republik Indonesia adalah di tangan
rakyat dan dilakukan oleh pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan
rakyat”.

Untuk melihat apakah suatu sistem pemerintahan adalah sistem yang demokratis atau tidak,
dapat dilihat dari indikator-indikator yang dirumuskan oleh Affan Gaffar berikut ini:

1. Akuntabilitas
2. Rotasi kekuasaan
3. Rekruitmen politik yang terbuka
4. Pemilihan umum
5. Menikmati hak-hak dasar

Berikut ini adalah sejumlah uraian singkat mengenai pelaksanaan demokrasi di Indonesia
selama masa pemerintahan revolusi kemerdekaan hingga masa reformasi saat ini.

a. Demokrasi pada Masa Pemerintahan Revolusi Kemerdekaan (1945-1949)


Pada masa pemerintahan revolusi kemerdekaan ini, pelaksanaan demokrasi baru terbatas
pada interaksi politik di parlemen dan berfungsinya pers yang mendukung revolusi
kemerdekaan. Meskipun tidak banyak catatan sejarah yang menyangkut perkembangan
demokrasi pada periode ini, akan tetapi pada periode tersebut telah diletakkan hal-hal
mendasar. Pertama, pemberian hak-hak politik secara menyeluruh. Kedua, presiden yang
secara konstitusional ada kemungkinan untuk menjadi diktator. Ketiga, dengan maklumat
Wakil Presiden, maka dimungkinkan terbentuknya sejumlah partai politik yang kemudian
menjadi peletak dasar bagi sistem kepartaian di Indonesia untuk masa-masa selanjutnya
dalam sejarah kehidupan politik kita.

b. Demokrasi Parlementer (1950-1959)


Masa demokrasi parlementer merupakan masa kejayaan demokrasi di Indonesia, karena
hampir semua elemen demokrasi dapat kita temukan perwujudannya dalam kehidupan politik
di Indonesia. Pertama, lembaga perwakilan rakyat atau parlemen memainkan peranan yang
sangat tinggi dalam proses politik yang berjalan. Kedua, akuntabilitas (pertanggungjawaban)
pemegang jabatan dan politis pada umumnya sangat tinggi. Ketiga, kehidupan kepartaian
boleh dikatakan memperoleh peluang yang sebesar-besarnya untuk berkembang secara
maksimal. Keempat, sekalipun Pemilihan Umum hanya dilaksanakan satu kali yaitu pada
1955, tetapi Pemilihan Umum tersebut benar-benar dilaksanakan dengan prinsip demokrasi.
Kelima, masyarakat pada umumnya dapat merasakan bahwa hak-hak dasar mereka tidak
dikurangi sama sekali, sekalipun tidak semua warga negara dapat memanfaatkannya dengan
maksimal. Keenam, dalam masa pemerintahan Parlementer, daerah-daerah memperoleh
otonomi yang cukup bahkan otonomi yamg seluas-luasnya dengan asas desentralisasi sebagai
landasan untuk berpijak dalam mengatur hubungan kekuasaan antara pemerintah pusat
dengan pemerintah daerah.

Pertanyaan yang kemudian muncul adalah mengapa demokrasi perlementer mengalami


kegagalan? Banyak sekali para ahli mencoba menjawab pertanyaan tersebut. Dari sekian
banyak jawaban, ada beberapa hal yang dinilai tepat untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Pertama, munculnya usulan presiden yang dikenal dengan konsepsi presiden untuk
membentuk pemerintahan yang bersifat gotong-royong. Kedua, Dewan Konstituante
mengalami jalan buntu untuk mencapai kesepakatan merumuskan ideologi nasional. Ketiga,
dominannya politik aliran, sehingga membawa konsekuensi terhadap pengelolaan konflik.
Keempat, basis sosial ekonomi yang masih sangat lemah.

c. Demokrasi Terpimpin (1959-1965)


Demokrasi terpimpin merupakan pembalikan total dari proses politik yang berjalan pada
masa demokrasi perlementer. Pertama, menguburnya sistem kepartaian. Kedua,bdengan
terbentuknya Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong, peranan lembaga legislatif dalam
sistem politik nasional menjadi semakin lemah. Ketiga, hak dasar manusia menjadi sangat
lemah. Keempat, masa demokrasi terpimpin adalah masa puncak dari semangat anti
kebebasan pers. Kelima, sentralisasi kekuasaan yang semakin dominan dalam proses
hubungan antara pemerintahan pusat dan daerah.

d. Demokrasi pada Masa Orde Baru (1966-1998)


Pertama, rotasi kekuasaan eksekutif boleh dikatakan hampir tidak pernah terjadi. Kedua,
rekruitmen politik bersifat tertutup. Ketiga, pelaksanaan hak dasar warga negara.

e. Demokrasi pada Masa Reformasi (1998 Sampai dengan Sekarang)


Dalam masa pemerintahan Habibie inilah muncul beberapa indikator kedemokrasian di
Indonesia. Ada ruang kebebasan pers sebagai ruang publik untuk berpartisipasi dalam
kebangsaan dan kenegaraan. Kedua, diberlakunya sistem multi partai dalam pemilu tahun
1999. Demokrasi yang diterapkan negara kita pada era reformasi ini adalah demokrasi
Pancasila, tentu saja dengan karakteristik yang berbeda dengan orde baru dan sedikit mirip
dengan demokrasi perlementer tahun 1950-1959. Pertama, Pemilu yang dilaksanakan (1999-
2004) jauh lebih demokratis dari yang sebelumnya. Kedua, rotasi kekuasaan dilaksanakan
dari mulai pemerintahan pusat sampai pada tingkat desa. Ketiga, pola rekruitmen politik
untuk pengisian jabatan politik dilakukan secara terbuka. Keempat, sebagian besar hak dasar
bisa terjamin seperti adanya kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan pers, dan
sebagainya.

B. Konsep Rule of Law (Aturan Hukum)


Rule of Law merupakan suatu doktrin hukum yang mulai muncul pada abad ke XIX,
bersamaan dengan kelahiran negara berdasarkan hukum (konstitusi) dan demokrasi.
Kehadiran Rule of Law dapat disebut sebagai reaksi dan koreksi terhadap negara absolut
(kekuasaan di tangan penguasa) yang telah berkembang sebelumnya. Rule of Law adalah
konsep tentang common law yaitu seluruh aspek negara menjunjung tinggi supremasi hukum
yang dibangun di atas prinsip keadilan dan egalitarian. Rule of Law adalah rule by the law
bukan rule by the man.

Berdasarkan pengertiannya, Friedman (1959) membedakan Rule of Law menjadi 2, yaitu


pengertian secara formal (in the formal sense) dan pengertian secara hakiki/materil
(ideological sense). Secara formal, Rule of Law diartikan sebagai kekuasaan umum yang
terorganisir (organized public power). Hal ini dapat diartikan bahwa setiap negara
mempunyai aparat penegak hukum yang menyangkut ukuran yang baik dan buruk (just and
unjust law). Rule of Law pada hakikatnya merupakan jaminan secara formal terhadap “rasa
keadilan“ bagi rakyat Indonesia dan juga “keadilan sosial“. Inti dari Rule of Law adalah
adanya keadilan bagi masyarakat, terutama keadilan sosial. Ada atau tidaknya Rule of Law
pada suatu negara ditentukan oleh “kenyataan”, apakah rakyat menikmati keadilan, dalam arti
perlakuan adil, baik antara sesama warga negara maupun antara warga dengan pemerintah.
Syarat-syarat dasar untuk terselenggaranya pemerintahan yang demokratis menurut Rule of
Law adalah:
1. Adanya perlindungan konstitusional.
2. Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak.
3. Pemilihan umum yang bebas.
4. Kebebasan untuk menyatakan pendapat.
5. Kebebasan untuk berserikat/berorganisasi dan beroposisi.
6. Diberikan pendidikan kewarganegaraan bagi warganya.

Rule of Law terkonsepkan berdasarkan beberapa unsur yang sangat penting dan harus ada
dalam suatu negara yang berlandaskan hukum. Unsur-unsur Rule of Law menurut A.V. Dicey
terdiri dari:
1. Supremasi aturan-aturan hukum.
2. Kedudukan yang sama dalam menghadapi hukum.
3. Terjaminnya hak-hak asasi manusia oleh undang-undang serta keputusan-keputusan
pengadilan.
a. Sejarah Rule of Law
Aturan hukum adalah ideal kuno, dan telah dibahas oleh para filsuf Yunani Kuno seperti
Plato dan Aristoteles sekitar 350 SM. Plato menuliskan:

“Di mana hukum tunduk pada otoritas lain dan telah tidak sendiri, runtuhnya negara, dalam
pandangan saya, tidak jauh, tetapi jika hukum adalah penguasa pemerintah dan pemerintah
adalah budak, maka situasi penuh dengan janji dan laki-laki menikmati semua berkat yang
para dewa mandi di suatu negara”.

Demikian pula, Aristoteles mendukung aturan hukum, menulis bahwa “hukum seharusnya
mengatur”, dan mereka yang berkuasa harus menjadi “hamba hukum.” Konsep kuno aturan
hukum harus dibedakan dari pemerintahan oleh hukum, menurut profesor ilmu politik Li
Shuguang: “…. Perbedaannya adalah bahwa di bawah kekuasaan hukum, hukum unggul dan
dapat berfungsi sebagai koreksi terhadap penyalahgunaan kekuasaan. Di bawah pemerintahan
oleh hukum, hukum dapat berfungsi sebagai alat semata-mata bagi pemerintah yang menekan
dalam mode legalistik.

Supremasi hukum bukan eksklusif gagasan Barat. Misalnya, dikembangkan oleh para ahli
hukum Islam sebelum abad kedua belas, sehingga tidak ada klaim bisa resmi berada di atas
hukum, bahkan sang khalifah. Namun, ini bukan mengacu pada undang-undang sekuler,
tetapi hukum agama Islam dalam bentuk undang-undang Syariah.

Pada tahun 1215 Masehi, perkembangan yang sama terjadi di Inggris: Raja John
menempatkan dirinya dan masa depan Inggris penguasa dan hakim setidaknya sebagian
dalam penegakan hukum, dengan menandatangani Magna Carta.

Selanjutnya, dua dari penulis modern pertama untuk memberikan fondasi teoretis prinsip itu
Samuel Rutherford di Lex, Rex (1644) dan John Locke dalam Second Treatise of
Government (1690). Kemudian, prinsip ini tertanam lebih lanjut oleh Montesquieu dalam The
Spirit of the Laws (1748).

Pada tahun 1776, gagasan bahwa tidak ada yang di atas hukum sangat populer saat pendirian
Amerika Serikat, misalnya Thomas Paine menulis dalam pamflet Common Sense bahwa di
Amerika, hukum adalah raja. Sebab seperti dalam pemerintah mutlak Raja adalah hukum,
jadi di negara-negara bebas hukum seharusnya raja; dan harus ada orang lain.

b. Pelaksanaan Rule of Law di Indonesia


Pelaksanaan Rule of Law mengandung keinginan untuk terciptanya negara hukum
yang membawa keadilan bagi seluruh rakyat. Penegakan Rule of Law harus diartikan
secara hakiki (materil) yaitu dalam arti pelaksanaan dari just law. Prinsip – prinsip
Rule of Law secara hakiki sangat erat kaitannya dengan “the enforcement of the rules of
law“ dalam penyelenggaraan pemerintahan terutama dalam hal penegakan hukum dan
implementasi prinsip – prinsip Rule of Law. Berdasarkan pengalaman berbagai Negara
dan hasil kajian, menunjukan keberhasilan “the enforcement of the rules of law”
bergantung pada kepribadian nasional setiap bangsa (Sunarjati Hartono: 1982). Hal ini
didukung kenyataan bahwa Rule of Law merupakan institusi sosial yang memiliki
struktur sosiologis yang khas dan mempunyai akar budayanya yang khas pula. Karena
bersifat legalisme maka mengandung gagasan bahwa keadilan dapat dilayani dengan
pembuatan sistem peraturan dan prosedur yang sengaja bersifat objektif, tidak
memihak, tidak personal dan otonom. Prinsip-prinsip Rule of Law secara formal tertera
dalam pembukaan UUD 1945 yang menyatakan:
1. “Bahwa kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa,…karena tidak sesuai dengan
peri kemanusiaan dan peri keadilan”
2. “…kemerdekaan Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”
3. “…untuk memajukan kesejahteraan umum, … dan keadilan sosial”
4. “…disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-
Undang Dasar Negara Indonesia”
5. “…kemanusiaan yang adil dan beradab”
6. “…serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia”.

Dengan demikian inti Rule of Law adalah jaminan adanya keadilan bagi masyarakat,
terutama keadilan sosial. Penjabaran prinsip-prinsip Rule of Law secara formal
termuat di dalam pasal-pasal UUD 1945, yaitu:
1. Negara Indonesia adalah negara hukum (pasal 1 ayat 3).
2. Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk
menyelenggaraakan peradilan guna menegakan hukum dan keadilan (pasal 24
ayat 1).
3. Segala warga negara bersamaan kedudukanya di dalam hukum dan
pemerintahan, serta menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada
kecualinya (pasal 27 ayat 1).
4. Dalam Bab X A Tentang Hak Asasi Manusia, memuat 10 pasal, antara lain bahwa
setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian
hukum yang adil, serta perlakuan yang sama di hadapan hukum (pasal 28 D
ayat 1).
5. Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang
adil dan layak dalam hubungan kerja (pasal 28 D ayat 2).

Dasar pijakan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum sekarang ini tertuang dengan
jelas pada pasal 1 ayat 3 UUD 1945 amandemen ketiga, yang berbunyi “Negara Indonesia
adalah negara hukum“. Dimasukkanya ketentuan ini ke dalam pasal UUD 1945 menunjukkan
semakin kuatnya dasar hukum serta menjadi amanat negara, bahwa negara Indonesia adalah
dan harus merupakan negara hukum.
Dasar lain yang dapat dijadikan landasan bahwa Indonesia adalah negara hukum dalam arti
materiil terdapat dalam pasal – pasal UUD 1945 sebagai berikut:

1. Pada bab XIV tentang perekonomian negara dan kesejahteraan sosial, Pasal 33 dan
pasal 34 UUD 1945 menegaskan bahwa negara turut aktif dan bertanggung jawab atas
perekonomian negara dan kesejahteraan rakyat.
2. Pada bagian penjelasan umum tentang pokok – pokok pikiran dalam pembukaan juga
dinyatakan perlunya turut serta dalam kesejahteraan rakyat.

Operasional dari konsep negara hukum Indonesia dituangkan dalam konstitusi negara, yaitu
UUD 1945 yang merupakan hukum dasar negara dan menempati posisi sebagai hukum
tertinggi negara dalam tertib hukum (legal order) Indonesia. Di bawah UUD 1945 terdapat
berbagai aturan hukum/peraturan perundang – undangan yang bersumber dan berdasarkan
pada UUD 1945. Proses penegakan hukum di Indonesia dilakukan oleh lembaga – lembaga
hukum yang terdiri dari:
1. Kepolisian
2. Kejaksaan
3. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
4. Badan Peradilan
- Mahkamah Agung (MA)
- Mahkamah Konstitusi (MK)

Secara kuantatif, peraturan perundang – undangan yang terkait dengan Rule of Law telah
banyak dihasilkan di negara kita, namun implementasi/penegakannya belum mencapai hasil
yang optimal, sehingga rasa keadilan sebagai perwujudan pelaksanaan Rule of Law belum
dirasakan sebagian besar masyarakat. Suatu negara (termasuk Indonesia) yang ingin
menegakkan demokrasi harus benar-benar menjadi negara hukum yang menerapkan Rule of
Law. Hal ini sangat diperlukan agar demokrasi dapat benar-benar ditegakkan. Tanpa adanya
penerapan aturan hukum (Rule of Law) yang nyata, mustahil demokrasi dapat ditegakkan
dalam suatu negara.

Demokrasi di Indonesia

 Hakikat Demokrasi
 Pengertian Demokrasi

Istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata, yaitu demos dan
kratos. Demos berarti rakyat dan kratos brarti pemerintah. Jika kedua kata tersebut
digabungkan, maka akan berarti kekuasaan rakyat atau pemerintahan dari rakyat. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud demokrasi adalah suatu system
pemerintahan yang berasal dari rakyat dan selalu mengikut sertakan rakyat dalam
pemerintahan negara.

Dengan konsep tersebut tentunya telah menjadikan demokrasi sebagai system pemerintahan
yang paling ideal dibandingkan dengan sistem pemerintahan lainnya. Namun demikian,
penerapan sistem demokrasi saat ini berbeda dengan penerapannya pada zaman Yunani kuno.

Pada zaman Yunani kuno, rakyat yang menjadi warga Negara terlibat langsung dalam
pemikiran, pembahasan, dan pengambilan keputusan mengenai berbagai hal yang
menyangkut kehidupan negara. Demokrasi zaman Yunani ini sering disebut sebagai
demokrasi langsung atau demokrasi murni. Penerapan system demokrasi dengan cara tadi
tentunya tidak mungkin lagi untuk dilaksanakan, karena saat ini hampir setiap Negara
memiliki wilayah yang sangat luas dan jumlah penduduk yang sangat besar. Kondisi itulah
yang membuat setiap perkara kenegaraan tidak mungkin dibicarakan secara langsung dengan
seliruh rakyat, tetapi cukup diwakilkan kepada wakil rakyat yang duduk dalam lembaga
perwakilan rakyat. Oleh karena dilakukan secara perwakilan, maka system demokrasi seperti
ini sering disebut sebagai demokrasi tak langsung atau demokrasi perwakilan.

Perkembangan teknologi dan kebudayaan yang begitu cepat, tidak mengubah anggapan
sebagian besar Negara bahwa demokrasi merupakan system pemerintahan yang paling ideal.
Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya Negara yang menyatakan sebagai Negara demokrasi,
meskipun dengan sebutan yang berbeda-beda. Misalnya, demokrasi liberal, demokrasi
nasional, demokrasi rakyat, demokrasi parlementer, dan demokrasi Pancasila.

Meskipun banyak Negara yang mengaku sebagai Negara demokrasi, tetapi apakah Negara
tersebut benar-benar Negara demokrasi. Kriteria ini sangat tergantung pada bagaimana
Negara tersebut menjalankan pemerintahannya, apakah sesuai dengan prinsip-prinsip dasar
demokrasi atau tidak.

 Sejarah Perkembangan Demokrasi

Sejarah demokrasi berasal dari system yang berlaku di Negara-negara kota (city state) Yunani
kuno. Waktu itu demokrasi yang dilaksanakan adalah demokrasi langsung. Hal tersebut
dimungkinkan karena Negara kota mempunyai wilayah yang relative sempit dan jumlah
penduduk tidak sebanyak (+300.000 jiwa), sedangkan waktu itu tidak semua penduduk
mempunyai hak. Setelah Yunani dijajah Romawi, demokrasi mengalami kematian.
Selanjutnya di Eropa selama beabad-abad system pemerintahan sebagaian besar adalah
monarki absolute. Awal timbulnya demokrasi ditandai dengan munculnya Magna Charta
tahun 1215 di Inggris. Piagam ini merupakan kontrak antara raja Inggris dengan bangsawan.
Isi piagam tersebut adalah kesepakatan bahwa raja Jonh mengakui dan menjamin beberapa
hak yang dimiliki bawahannya. Selanjutnya sejak abad 13 perjuangan terhadap
perkembangan demokrasi terus berjalan.

Pemikir-pemikir yang mendukung berkambangnya demokrasi antara lain John Locke dari
Inggris (1632 – 1704) dan Montesque dari Perancis (1689 – 1704). Menurut Locke hak-hak
politik mencakup hak atas hidup, hak atas kebebasan, dan hak untuk mempunyai milik (life,
liberty, and property). Montesque, menyusun suatu system yang dapat menjamin hak-hak
politik dengan pembatasan kekuasaan yang dikenal dengan Trias Politica. Trias Politica
menganjurkan pemisahan kekuasaan, bukan pembagian kekuasaan. Ketiganya terpisah agar
tidak ada penyalahgunaan wewenang. Dalam perkembangannya konsep pemisahan
kekuasaan sulit dilaksanakan, maka diusulkan perlu meyakini adanya keterkaitan antara tiga
lembaga yaitu eksekutif, yudikatif dan legislative.

Pengaruh paham demokrasi terhadap kehidupan masyarakat cukup besar, contohnya


perubahan system pemerintahan di Perancis melalui revolusi; dan revolusi kemerdekaan
Amerika Serikat (membebaskan diri dari dominasi Inggris).

 Prinsip-Prinsip Dasar Demokrasi

Dari berbagai sumber kepustakaan dapat disimpulkan beberapa prinsip dasar demokrasi.

 Pemerintahan Berdasarkan Konstitusi

Pemerintahan berdasarkan konstitusi memiliki arti bahwa dalam melaksanakan


pemerintahannya, kekuasaan pemerintah harus dibatasi oleh konstitusi atau UUD, sehingga
kekuasaan pemerintah tidak terbatas. Pembatasan ini penting agar pemerintah tidak
menyalahgunakan kekuasaan dengan bertindak sewenang-wenang terhadap rakyatnya.

 Pemilihan Umum yang Bebas, Jujur, dan Adil

Sebaik apapun suatu pemerintahan dirancang, ia akan dianggap demokratis bila pejabat-
pejabatnya tidak dipilih rakyat secara bebas, jujur, adil, dalam suatu pemilihan umum.
Dikatakan demikian, karena hanya pejabat-pejabat hasil pemilihan umum yang bebas dari
tekanan, jujur, dan adillah yang akan memastikan system demokrasi berjalan dengan baik.

 Hak AAsasi Manusia

Setiap orang memiliki hak dasar yang melekat pada diri manusia sejak lahir. Oleh sebab itu,
hak dasar tadi disebut hak asasi manusia. Hak ini merupakan anugerah Tuhan Yang Maha
Esa, dan tidak seorang pun boleh mengambil atau merampasnya. Dalam kehidupan bernegara
hak asasi setiap warga dijamin penuh oleh Negara. Jaminan tersebut perlu ada karena jaminan
terhadap hak asasi manusia merupakan wujud pemerintahan yang demokratis.

 Persamaan Kedudukan di Depan Hukum

Setiap warga Negara mempunyai kedudukan yang sama di dalam hukum. Persamaan
perlakuan ini penting untuk diberlakukan karena tindakan yang membeda-bedakan warga
Negara dalam hukum merupakan suatu tindakan diskriminasi dan tidak adil. Siapapun warga
Negara yang melanggar hukum, harus mendapat sanksi hukum sesuai ketentuan hukum yang
berlaku. Demikian juga sebaliknya, seseorang yang tidak melanggar hukum atau melakukan
perbuatan melawan hukum, harus bebas atau terhindar dari sanksi hukum. Siapapun mereka,
apakah orang kaya atau miskin, pejabat atau rakyat biasa, harus diperlakukan sama di depan
hukum.

 Peradilan yang Bebas dan Tidak Memihak

Peradilan yang bebas tidak memihak, dan terlepas dari campur tangan pemerintah atau
siapapun, akan menjamin terwujudnya penegakan hukum yang tegas dan adil. Peradilan yang
bebas dari tekanan apapun akan mampu mewujudkan keadilan yang seadil-adilnya bagi
seluruh rakyat. Kondisi ini harus benar-benar diwujudkan karena setiap individu rakyat
menghendaki keadilan dapat dirasakan seluruh lapisan rakyat.

 Kebebasan Berserikat/Berorganisasi dan Mengeluarkan Pendapat

Berserikat atau berorganisasi dan mengeluarkan pendapat  merupakan hak warga Negara.
Oleh sebab itu, pemerintah harus menjamin hak tersebut sebagai wujud dari pemerintahan
yang demokratis.

Perkumpulan-perkumpulan masyarakat, baik yang berbentuk organisasi masyarakat (ormas)


maupun organisasi politik (partai politik), juga kebebasan masyarakat untuk mengeluarkan
pendapat sekaligus dapat menjadi sarana yang abik untuk mengontrol atau mengawasi
pemerintah. Dikatakan demikian, karena melalui ketiga kegiatan saran atau kritik rakyat
dijadikan sebagai penilaian bagi kinerja pemerintah sehingga jalannya pemerintah dapat
berjalan dengan baik, demokratis, dan sesuai dengan konstitusi yang ada.

 Kebebasan Pers/Media Massa

Kebebasan pers/media massa, baik cetak maupun elektronika merupakan prinsip penting
seperti prinsip-prinsip yang lain. Melalui kebebasan pers, rakyat dapat menyuarakan sura hati
dan pikirannya kepada khalayak umum (publik) melalui media massa. Mengekang kebebasan
pers berarti mengekang hak-hak rakyat untuk menyuarakan aspirasinya.

Penilaian tersebut juga berlaku pada cara kerja pemerintah. Pemerintah yang tidak mau
mendengarkan dan menyarap aspirasi rakyat bukanlah pemerintah yang demokratis.

 Bentuk-Bentuk Demokrasi Modern

Dipandang dari bagaimana keterkaitan antarbadan atau organisasi Negara dalam


berhubungan, demokrasi dapat dibedakan dalam 3 bentuk.

 Demokrasi dengan Sistem Parlementer

Menurut system ini ada hubungan yang erat antara badan eksekutif (pemerintah) dengan
badan legislative (badan perwakilan rakyat). Disini tugas atau kekuasaan eksekutif
diserahkan kepada suatu badan yang disebut cabinet atau dewan menteri. Menteri-menteri,
baik secara perorangan maupun secara bersama-sama sebagai kabinet (dewan menteri),
mempertanggung jawabkan segala kebijaksanaan pemerintahannya kepada parlemen (badam
perwakilan rakyat).

Apabila pertanggungjawaban menteri atau dewan menteri diterima oleh parlemen, maka
kebijaksanaan tersebut bisa terus dilaksanakan dan dewan menteri tetap melaksanakan
tugasnya sebagai menteri.

Akan tetapi, apabila pertanggungjawaban menteri atau dewan menteri tersebut ditolak
parlemen, maka parlemen dapat mengeluarkan suatu keputusan yang tidak percaya kepada
menteri yang bersangkutan atau para menteri (kabinet). Jika itu terjadi, maka menteri tersebut
atau para menteri tersebut harus mengundurkan diri. Kejadian ini sering disebut sebagai krisis
kabinet.
Satu hal yang mungkin saja bisa terjadi, yaitu apa yang diputuskan oleh parlemen ternyata
berbeda dengan pendapat rakyat yang diwakilinya. Apabila hal ini terjadi berarti kehendak
parlemen tidak lagi mencerminkan kehendak rakyat yang diwakilinya. Jika demikian, maka
parlemen tersebut dianggap sudah tidak lagi bersifat representatif. Sebagai perimbangan
apabila terjadi penolakan pertanggungjawaban kabinet oleh parlemen, kepala Negara dapat
membubarkan parlemen atau badan perwakilan rakyat. Untuk selanjutnya dibentuklah badan
perwakilan rakyat yang baru. Sistem ini awalnya tumbuh di Inggris, kemudian diikuti oleh
beberapa Negara di Eropa Barat dan Indonesia. Di Indonesia system parlemen diterapkan
pada masa berlakunya UUD Sementara tahun 1950 (UUDS ’50).

Layaknya sebuah aturan, system parlemen pun memiliki kelebihan dan kelemahan dalam
penerapannya.

 Kelebihan Sistem Parlementer

Rakyat dapat menjalankan fungsi pengawasan dan peranannya dalam penyelenggaraan


pemerintah Negara.

 Kelemahan Sistem Parlementer

Kedudukan badan eksekutif tidak stabil, selalu terancam adanya penghentian ditengah jalan
karena adanya mosi tidak percaya dari badan perwakilan rakyat. Sehingga terjadi krisis
kabinet. Akibatnya, pemerintah tidak dapat menyelesaikan program-program yang telah
disusunnya.

 Demokrasi dengan Sistem Pemisahan Kekuasaan

Dalam sisiem ini, hubungan antara badan eksekutif dengan badan legislatif dapat dikatakan
tidak ada. Pemisahan yang tegas antara kekuasaan eksekutif (pemerintah) dan legislative
(badan perwakilan rakyat) ini mengingatkan kita pada ajaran dari Montesquieu, yaitu dikenal
dengan ajaran Trias Politika.

Menurut ajaran Trias Politika, kekuasaan Negara dibagi menjadi 3 kekuasaan yang satu sama
lain terpisah dengan tegas. Ketiga kekuasaan tersebut yaitu sebagai berikut.

 Kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan untuk membuat undang-undang.


 Kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan untuk menjalankan undang-undang.
 Kekuasaan yudikatif, yaitu kekuasaan untuk mengadili

Dalam sistem pemisahan kekuasaan, badan eksekutif (pemerintah) terdiri dari presiden
sebagai kepala pemerintahan dan dibantu oleh para menteri-menteri. Menteri-menteri tersebut
yang memimpin departemen-departemen pemerintahan, diangkat oleh presiden dan hanya
bertanggung jawabkepada presiden. System ini sering disebut Sistem Presidensiil. Contoh
Negara yang menggunakan demokrasi dengan system pemisahan kekuasaan ini yaitu
Amerika Serikat.

Sebagai salah satu system dalam demokrasi, system pemisahan kekuasaan juga memiliki
kelebihan dan kelemahan.

 Kelebihan Sistem Presidensiil


Ada kestabilan pemerintahan, karena mereka tidak dapat dijatuhkan atau dibubarkan oleh
badan perwakilan rakyat (parlemen),sehingga pemerintah dapat melaksanakan program-
programnya dengan baik.

 Kelemahan Sistem Presidensiil

Dapat mendorong timbulnya pemusatan kekuasaan ditangan presiden, serta lemahnya


pengawasan dari rakyat.

 Demokrasi dengan Sistem Referendum (Pengawasan Langsung oleh Rakyat)

Dalam system ini, tugas badan legislatif (badan perwakilan rakyat) selalu berada dalam
pengawasan rakyat. Dalam hal ini pengawasannya dilaksakan dalam bentuk referendum
(pemungutan suara langsung oleh rakyat tanpa melalui badan legislative). System ini dibagi
dalam dua kelompok, yaitu referendum obligatoire dan referendum fakultatif.

 Referendum Obligatoire (Referendum yang Wajib)

Referendum obligatoire adalah referendum yang menentukan berlakunya suatu undang-


undang atau suatu peraturan. Artinya, suatu undang-undang baru dapat berlaku apabila
mendapat persetujuan rakyat melalui referendum (pemungutan suara langsung oleh rakyat
tanpa melalui badan perwakilan rakyat).

 Referendum Fakultatif (Referendum yang Tidak Wajib)

Referendum fakultatif adalah referendum yang menentukan apakah suatu undang-undang


yang sedang berlaku dapat terus dipergunakan atau tidak, atau perlu ada tidaknya perubahan-
perubahan.

 Kelebihan Sistem Referendum

Rakyat dilibatkan penuh dalam pembuatan undang-undang.

 Kelemahan Sistem Referendum

Tidak semua rakyat memiliki pengetahuan yang cukup terhadap undang-undang yang baik,
dan pembuatan undang-undang menjadi lebih lambat.

 Macam-Macam Demokrasi dan Pelaksanaannya di Indonesia


 Demokrasi Liberal

Demokrasi liberal atau sering disebut juga demokrasi parlementer diterapkan di Indonesia
sejak dikeluarkan maklumat pemerintah tanggal 14 November 1945. System Parlemen adalah
suatu system pemerintahan yang menteri-menterinya bertanggung jawab kepada parlemen
(badan perwakilan rakyat/DPR). Penerapan system ini sebenarnya tidak sesuai dengan UUD
1945, karena berdasarkan UUD 1945 sistem pemerintah yang harus diterapkan di Indonesia
adalah system kabinet presidensial. System kabinet presidensial adalah system pemerintahan
dimana system kabinetnya (menteri-menterinya) bertanggung jawab kepada presiden.
Dikeluarkannya maklumat pemerintah tanggal 14 November 1945 memiliki makna pula
bahwa mulai tanggal tersebut, demokrasi yang diterapkan Indonesia yaitu demokrasi liberal.
Dalam system demokrasi liberal, kedudukan presiden hanya sebagai kepala Negara,
sedangkan kepala pemerintah dipegang oleh perdana menteri. Hal ini berbeda dengan system
presidensial, di mana presiden disamping sebagai kepala Negara juga berperan sebagai kepala
pemerintahan.

System parlementer semakin dikukuhkan dengan berubahnya bentuk Negara Indonesia


menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS) dan UUD yang digunakan diganti dengan
konstitusi RIS. Ini berlangsung sejak tanggal 27 Desember 1949 sampai dengan tanggal 17
Agustus 1950 saat berlakunya UUDS 1950.

Bentuk Negara RIS tidak bertahan lama karena pada dasarnya jiwa bangsa Indonesia sejak
perjuangan merebut kemerdekaan adalah kesatuan. Gerakan dan upaya-upaya untuk kembali
bersatu menuju Negara Kesatuan Republik Indonesia bermunculan. Upaya tersebut berhasil,
karena sejak berlakunya UUDS tahun 1950, Indonesia kembali menjadi Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI).

Berdasarkan UUDS 1950,system pemerintahan dan demokrasi yang diterapkan di Indonesia


tetap system parlementer dan demokrasi liberal. Dalam masa demokrasi liberal pemerintah
banyak memberikan kebebasan berpolitik sehingga banyak partai yang bermunculan.

Namun, penerapan UUDS 1950 hanya bertahan beberapa tahun saja karena sejak dikeluarkan
Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 negara kita kembali ke UUD 1945. Kembalinya
penerapan UUD 1945 juga menjadi tanda berakhirnya demokrasi liberal di Indonesia.

 Demokrasi Terpimpin

Demokrasi terpimpin dimulai sejak dikeluarkannya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959.
Dekrit Presiden tersebut berisikan 3 poin berikut.

 Pembubaran Konstituante.
 Berlakunya kembali UUD 1945.
 Pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.

Dengan demikian, system pemerintahan pun berubah dari system parlementer menjadi
system presidesial seperti yang diamanatkan oleh UUD 1945.

Dalam system presidensial diterangkan 2 poin penting.

 Kedudukan presiden yaitu sebagai kepala Negara sekaligus kepala pemerintahan.


 Menteri-menteri bertanggung jawab kepada presiden.

Dari kedua poin tersebut dapat diketahui bahwa demokrasi terpimpin tidaklah sama dengan
demokrasi liberal. Perbedaan itu terlihat dengan kuatnya peran dan kendali presiden dalam
pemerintahan, sehingga peran partai politik yang menjadi sangat kurang.
Demokrasi terpimpin berakhir seiring berakhirnya kepemimpinan Ir. Soekarno sebagai
Presiden Republik Indonesia. Selanjutnya, digantikan oleh pemerintah Orde Baru pimpinan
Soeharto.

 Demokrasi Pancasila

Di samping demokrasi liberal dan demokrasi terpimpin, terdapat pula demokrasi Pancasila.
Berdasarkan kata dasarnya, kita sudah bisa menebak bahwa demokrasi Pancasila merupakan
demokrasi yang berdasarkan Pancasila. Maksudnya, demokrasi Pancasila adalah demokrasi
yang bersumber dari tata nilai dan kepribadian bangsa Indonesia yaitu nilai-nilai Pancasila.

Oleh sebab itu, penerapan demokrasi Pancasila harus dijiwai oleh sila-sila yang ada dalam
Pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan
Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dalam permusyawaratan/perwakilan, dan
Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. Demokrasi Pancasila inilah yang sekarang
dianut dan dijalankan oleh Negara Indonesia.

Berikut dasar hukum pelaksanaan demokrasi Pancasila.

1) Sila ke 4 Pancasila, ” Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam


permusyawaratan/perwakilan. “

2) Pembukaan UUD 1945 alinea ke 4 “…..disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia


itu dalam suatu UUD Negara Indonesia,yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik
Indonesia yang berkedaulatan rakyat…”

3)Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945,”Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut
UUD.”

4) Pasal 2 Ayat (1) ,”Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Pewakilan
Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan
diatur lebih lanjut dengan UUD.”

Dalam demokrasi Pancasila dikenal dua cara pengambilan keputusan yaitu musyawarah
mufakat dan voting. Musyawarah mufakat adalah pengambilan keputuan yang disetujui oleh
seluruh peserta musyawarah. Adapun voting adalah pengambilan keputusan dengan cara
pemungutan suara terbanyak. Voting dilakukan bila dalam musyawrah tidak menemui kata
mufakat. Akan tetapi, dalam musyawarah harus terlebih dahulu diusahakan mencapai kata
mufakat. Apabila tidak tercapai, barulah dilaksanakan voting.

Berikut hal-hal yang mengaharuskan dilakukannya voting.

1. Adanya perbedaan pendapat yang sulit dipertemukan (deadlock).


2. Keterbatasan waktu dalam proses musyawarah.
3. Dalam peraturan musyawarah telah ditetapkan bahwa pengambilan keputusan dengan
cara voting.
            Suatu musyawarah harus dilakukan secara demokratis. Maksudnya, dalam suatu
musyawarah setiap orang mempunyai hak untuk mengemukakan pendapatnya. Apabila
pendapat-pendapat tersebut tidak mungkin lagi menemukan kata mufakat, Baru bisa
dilakukan voting. Dengan demikian, musyawarah tersebut benar-benar diliputi nilai-
nilaidemokrasi.

Voting ada tiga macam.

1. Suara Terbanyak Relatif  (Simple Majority)

Artinya, keputusan yang diambil yaitu keputusan yang mendapat suara terabnyak. Voting
suara Pasal 2 Ayat (3),”Segala putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat ditetapkan dengan
suara terbanyak.”

      2.   Suara Terbanyak Mutlak (Absolut Majority)

Artinya, keputusan yang diambil yaitu keputusan yang mendapat suara separuh lebih (50%
+1) dari seluruh jumlah pemilih. Sistem ini sesuai dengan UUD 1945 Pasal 6A Ayat (3),
“Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari 50% dari
jumlah suara dalam pemilihan umum …………, dilantik menjadi Presiden dan Wakil
Presiden.”

      3. Suara Terbanyak Bersyarat

Artinya, keputusan yang diambil yaitu keputusan yang mendapat suara yang disyaratkan
dalam peraturan. Misalnya dalam UUD 1945 Pasal 7B Ayat (7). “Keputusan Majelis
Permusyawaratan Rakyat atas usul pemberhentian Presidan dan atau Wakil Presiden harus
diambil dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dihadiri oleh sekurang-
kurangnya 3/4 dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah
anggota yang hadir….”

            Sifat voting ada 2 macam.

1. Terbuka, artinya pilihannya tidak dirahasiakan (dengan cara mengacungkan


tangan/berdiri sebagai tanda setuju).
2. Tertutup, artinya pilihannya dirahasiakan (dengan cara menuliskan pilihannya secara
rahasia).

Demokrasi Pancasila mulai ditegaskan untuk diterapkan di Indonesia sejak pemerintahan


order baru berkuasa. Pada dasarnya, demrokasi Pancasila adalah demokrasi yang dijiwai,
diwarnai, disemangati, dan didasari oleh pancasila. Dengan kata lain, demokrasi Pancasila
adalah demokrasi yang menerapkan kelima sila dari Pancasila.

1. Berdasarkan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam


permusyawaratan/perwakilan.
2. Dilaksanakan dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa.
3. Menjungjung tinggi nilai kemanusiaan yang adil dan beradap.
4. Selalu memelihara persatuan dan kesatuan bangsa.
5. Mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Oleh karena Pancasila merupakan dasar negara, tentunya sudah menjadi sebuah keharusan
bagi setiap warga negara untuk menerapkan demokrasi Pancasila pada pemerintahan
negara.berkaitan dengan itu,dalam melaksanakan demokrasi tersebut setiap warga negara
harus berharap dan berusaha untuk:

1. Diridai oleh Tuhan Yang Maha Esa,


2. Sesuai dengan perikemanusiaan yang adil dan beradab,
3. Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa,
4. Mengutamakan musyawarah untuk mufakat yang di pimpin oleh hikmat kebijaksaaan
dalam permusyawaratan/perwakilan,dan
5. Mewujudjan keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia.

B. Pentingnya Kehidupan Demokrasi dalam Bermasyarakat,Berbangsa,dan Bernegara

1. Pentingnya Kehidupan Demokrasi

            Demokrasi merupakan suatu konsep yang mengendapkan keadilan, kejujuran, dan
transparansi [keterbukaan].Dengan demikian, demokrasi bertujuan untuk menciptakan
masyarakat yang sejahtera, adil, dan makmur. oleh sebab itu, Demokrasi sangat penting di
terapkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

            Dalam memutuskan atau menyelesaikan suatu masalah, baik itu di lingkungan
keluarga, sekolah, maupun masyarakat sangat diperlukan suatu masyarakat yang demokratis.
Selain itu, dalam menentukan pergantian pemimpin, dari mulai rukun tetangga (RT) sampai
presiden diperlukan juga suatu pemilihan umum (pemilu) yang demokratis dan aman.

       2.  Demokrasi dalam Kehidupan Politik

Demokrasi dalam kehidupan politik dapat dilakukan dan diterapkan dalam kegiatan
pemilihan umum.

1. Pemilihan Umum (pemilu)

            Salah satu bentuk penerapan demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara yaitu diadakannya pemilihan umum (pemilu). Sebab pemilu merupakan:

1) wujud pelaksanaan demokrasi,

2) wujud pelaksanaan kedaulatan rakyat,

3) wujud pelaksanaan hak politik warga,

4) partisipasi rakyat terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara,

5) pemilihan kemimpinan yang wajar, demokrtis, dan aman,


6) menjamin keberlangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara, dan

7) sarana mewujudkan cita-cita bangsa dan tujuan nasional.

b. Pelaksanaan Pemilu Tahun 2004 di Indonesia

           Pada suasana yang masih dalam proses reformasi di segala bidang dan masih belum
pulih dari krisi ekonomi, bangsa indonesia berhasil mengadakan pemilu dengan aman dan
demokrasi. Pemilu tersebut dilakukan untuk memilih anggota DPR, DPRD, DPD, serta
presiden dan wakil presiden.

 Pemilu DPR dan DPRD

Dilaksanakan dengan sistem proporsional dengan daftar calon terbuka.Daftar calon terbuka
artinya nama-nama calon terdaftar dalam kartu pemilihan untuk dipilih oleh pemilih.
Pemberian namanya dengan cara mencoblos gambar partai dan mencoblos salah satu nama
calon.

 Pemilu DPD

Dilaksanakan dengan sistem distrik berwakil banyak. Artinya, para calon memperebutkan
suara pemilih di daerah pemilihan tertentu.setiap provinsi mendapat jatah 4 wakil yang akan
menjadi anggota DPD.empat kursi inilah yang akan di perebutkan oleh para calon.pemberian
suaranya dengan cara mencoblos salah satu foto calon dalam kartu pemilihan.

 Pemilu Presiden dan Wakil Presiden

Dilaksanakan dengan sistem absolut majority (suara terbanyak mutlak). Artinya, pasangan
calon yang mendapat suara minimal separuh lebih (50%+1) dari seluruh jumlah suara yang
sah akan ditetapkan menjadi presiden dan wakil presiden.

3. Demokrasi dalam Kehidupan Ekonomi

            Praktek demokrasi dalam kehidupan ekonomi kita diatur dalam Pasal 33 Ayat (4)
hasil amandemen ke 4 UUD 1945 menyatakan bahwa “Perekonomian nasional
diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi
berkeadilan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan
kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.”

            Dalam Pasal 33 tersebut tercantum dasar kehidupan demkrasi ekonomi kita, yakni
produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua, dibawah pimpinan atau penilikan anggota-
anggota masyarakat. Kemakmuran masyarkatlah yang diutamakan bukan kemakmuran orang
seorang. Landasan demokrasi ekonomi yang diartikan sebagai kemakmuran bagi semua,
memiliki dua elemen penting, yakni kemakmuran dan kesempatan bagi seluruh warga
masyarakat untuk menikmatinya.  

            Untuk menciptakan kemakmuran, pertumbuhan ekonomi merupakan suatu prasyarat.


Meskipun demikian, pertumbuhan itu haruslah berlandaskan pada fondasi baru yakni kondisi
institusi publik yang bersih dan kredibel, institusi ekonomi seperti perbankan dan badan
usaha yang sehat dan dikelola dengan baik, serta kelengkapan peraturan dan penegakan
hukum untuk menjaga mekanisme pasar yang efektif dan berkeadilan.

            Elemen kedua dalam demokrasi ekonomi adalah kesempatan yang sama bagi seluruh
masyarakat untuk ikut menciptakan dan menikmti kemakmuran. Ini terkait dengan konsep
keadilan ekonomi. Dalam konteks ekonomi kerakyatan atau demokrasi ekonomi, kegiatan
produksi dan konsumsi dilakukan oleh semua warga masyarakat dan untuk warga
masyarakat, sedangkan pengelolaannya dibawah pimpinan dan pengawasan anggota
masyarakat sendiri. Prinsip demokrasi ekonomi tersebut hanya dapat diimplementasikan
dalam wadah koperasi yang berasaskan kekeluargaan.

            C. Pelaksanaan Demokrasi dalam Berbagai Kehidupan

1. Kebaikan Budaya Demokrasi

Kita berkewajiban untuk melanjutkan dan lebih memantapkan dasar-dasar demokrasi


berasaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang telah diletakkan oleh para tokoh
bangsa. Komitmen ini penting untuk dilaksnakan demi terwujudnya kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang demokratis menuju masyarakat adil dan
makmur.

Pada dasarnya maju atau mundur bangsa kita dimasa datang sangat tergantung pada seluruh
rakyat Indonesia. Untuk itu marilah kita aktif ambil bagian dan bertanggung jawab terhadap
kelangsungan hidup bangsa Indonesia. Partisipasi semua pihak dalam pembangunan sangat
diperlukan agar dalam prosesnya tidak menyimpang dari nilai-nilai baik yang telah tetanam
dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara di negara kita.

Faktor pendukung lainnya yang patut dikembangkan dalam kehidupan bangsa kita yaitu
budaya musyawarah untuk mufakat. Musyawarah dilakukan guna mengatasi segala
permasalahan yang muncul dalam kehidupan sehari-hari. Namun, budaya musyawarah ini
harus dilandasi akal sehat dan hati nurani yang luhur agar segala persoalan yang ada dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dapat dipecahkan.

Semangat kekeluargaan, gotong-royong, kebersamaan, dan musyawarah untuk mufakat yang


telah menjadi ciri bangsa dan merupakan cerminan demokrasi Pancasila hendaknya selalu
kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Semangat tersebut dapat diterapkan di berbagai
lingkungan sosial, mulai dari lingkungan keluarga, sekolah, lingkungan masyarakat sampai
bangsa dan negara.

2. Sikap Demokratis dalam Kehidupan Masyrakat

 Penerapan Sikap Demokratis di Lingkungan Keluarga

Agar budaya demokrasi tumbuh subur dalam kehidupan bewarga Negara, pendidikan
demokrasi harus sejak awal dikenalkan kepada penerus bangsa. Pendidikan demokrasi dapat
dimulai dari lingkungan keluarga. Musyawarah untuk mencapai mufakat demi kepentingan
bersama pada dasarnya merupakan inti dari demokrasi dalam kehidupan sehari-hari. Oleh
sebab itu, dalam keluarga hendaknya selalu dibiasakan menyelesaikan berbagai persoalan dan
kepentingan dengan cara musyawarah. Kepala keluarga selalu berusaha menyerap aspirasi,
keinginan, kepentingan, atau pendapat dari anggota keluarga, untuk mencapai kata mufakat
demi kepentingan seluruh anggota keluarga.

Sebagai contoh masalah yang dapat dijadikan bahan dalam musyawarah keluaraga yaitu
pembagian tugas bagi setiap anggota keluarga. Sebagai kepala keluarga tentunya ayah
berperan sebagai pemimpin dalam musyawarah keluarga.

 Penerapan Sikap Demokratis di Lingkungan Masyarakat

Demikian juga dilingkungan masyarakat, segala keputusan menyangkut kepentingan bersama


harus dimusyawarahkan agar dapat diterima dengan baik oleh seluruh anggota masyarakat.
Kepentingan bersama yang perlu dimusyawarahkan tersebut, antara lain sebagai berikut.

1. Progam-Progam Perkembangan Masyarakat atau Lingkungan

                      Segala upaya untuk memperbaiki lingkungan dan upaya menuju kemajuan
biasanya selalu melibatkan semua kalangan masyarakat. Oleh sebab itu, baik perencanaan
maupun pelaksaannya haruslah merupakan hasil dari masyawarah masyarakat. Terlebih lagi
kalau sudah menyangkut dana yang diambil dari masyarakat (iuran masyarakat). Semua itu
harus dimusyawarahkan bersama agar tidak terjadi kesalahpahaman diantara anggota
masyarakat, sehingga tujuan dapat terpilih oleh masyarakat.

1. Pemilihan Ketua RT

                      Sepertinya halnya pemilihan ketua OSIS,pemilihan ketua RT biasanya uga


dilakukan dengan pemungutan suara (voting). Perlakuan yang sama dan adil terhadap calon
calon yang berhak serta pelaksanan yang baik dalam proses pemilihan, akan sangat
menentukan baik/tidaknya atau diterima/tidaknya calon terpilih oleh masyarakat.

 Penerapan Sikap Demokrasi di Lingkungan Negara

           Mengenai penerapan budaya dmokrasi di lingkungan Negara, telah dijabarkan dalam
uraian materi sebelumnya, Adapun contoh budaya demokrasi di lingkugan Negara dapat
diliat dala kegiatan-kegiatan berikut.

1. Rakyat terlibat dalam pemilu,baik untuk memilih wakil-wakil rakyat ataupun memilih
presiden dan wakil presiden.
2. Rakyat melalui wakil-wakilnya terlibat dalam penyusunan uadang-undang.
3. Rakyat melakukan pengawasan, baik terhadap wakil rakyat maupun pemerintah
melalui media massa.

1. Pentingnya Pemimpin yang Beriman, Bermoral, Berilmu, Terampil, dan Demokrasi


                      Indonesia merupakan suatu Negara yang memiliki wilayah yang sangat luas,
kaya akan sumber alam, dan jumlah penduduk dan menduduki peringkat 4 di dunia.
Masyarakatnya sangat heterogen dan tinggal di pulau-pulau dengan keadan alam yang
berbeda-beda serta latar belakang budaya yang berbeda-beda pula. Keadaan demikian
mengakibatkan perkembangan antara daerah yng satu dan daerah lainnya tidak sama.

                     Masyarakat yang berada pada daerah terpencil sangat tertinggal dibandingkan
dengan masyarat yang tinggal di perkotaan. Masyarakat kota dapat menikmati berbagai
fasilitas seperti listrik, telepon, air bersih, dan jalan beraspal. Sebaliknya, orang-orang yang
berada di daerah terpencil biasanya hidup terbelakang, taraf kesejahteraannya rendah serta
tidak bias menikmati fasilitas-fasilitas umum seperti di perkotaan. Kesenjangan tersebut
dapat menimbulkan kecemburuan sosial, apabila tidak segera diatasi akan menimbulkan
gejolak sosial yang akhirnya dapat mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.

           Keadaan wilayah Indonesia terdiri dari pulau-pulau yang tersebar dari Sabang sampai
Merauke tidak bisa dijadikan alasan untuk tidak terwujudnya pembangunan yang merata
diseluruh Indonesia. Mengapa demikian? Karena semua rakyat Indonesia mempunyai hak
sama untuk dapat menikmati hasil-hasil pembangunan dan memperoleh peningkatan taraf
hidup.

            Untuk mencapai tujuan Negara di atas diperlukan upaya-upaya yang sunguh-sunguh
dari seluruh apatur Negara. Selain itu, diperlukan pula pemimpin bangsa yang beriman,
bermoral, berilmu, terampil, dan demokratis. Berikut akan dijelaskan makna dari pemimpin
yang memiliki kriteria beriman, bermoral, berilmu, bermoral, dan demokratis.

a)    Pemimpin yang beriman memiliki makna bahwa pemimpin yang percaya dan takwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehingga ia dalam menjalankan wewenangnya tidak akan
melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh norma agama. Di samping itu, ia akan
selalu bersikap jujur, tidak sombong, dan menjunjung tinggi kebenaran serta keadilan.

b)    Pemimpin yang bermoral artinya pemimpin tersebut memiliki sikap dan tingkah laku
yang terpuji, tidak melakukan perbuatan tercela yang dilarang oleh norma kesopanan dan
kesusilaan.

c)    Pemimpin yang berilmu adalah pemimpin yang memiliki pengetahuan yang luas,
mempunyai pandangan jauh ke depan untuk kemajuan bangsa dan Negara. Tidakmemiliki
wawasan sempit dan hanya mengejar kepentingan sesaat atau jangka pendek.

d)    Pemimpin yang terampil adalah pemimimpin yang mempunyai kecakapan untuk
menggerakkan orang-orang yang dipimpinnya agar dapat bekerja secara optimal dan mampu
memberdayakan sumber daya yang ada.

e)    Pemimpin yang demokratis adalah pemimpin yang mau mendengarkan masukan,
pendapat orang lain, bisa menghargai perbeaan yang ada dalam masyarakat, dan yang terlihat
jelas ia tidak memaksakan kehendak pada orang lain dalam mengambil keputusan.
Sebaiknya, selau berusaha mengambil keputusan dengan cara musyawarah untuk mufakat.

 
          Berkaitan dengan syarat calon presiden dan wakil presiden, udang-undang Negara kita
mengaturnya dalam UU No. 23 Tahun2003 tentang pemilihan wakil presiden harus
memenuhi syarat-syarat berikut.

a)    Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

b)    Warga Negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima
kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri.

c)    Tidak pernah mengkhianati Negara.

d)    Mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas presiden dan wakil
presiden.

e)    Bertempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

f)     Telah melaporkan kekayaannya kepada instansi yang berwenang memeriksa laporan
kekayaan penyelenggara Negara.

g)    Tidak senang memiliki tanggungan secara perorangan dan atau secara badan hokum
yang menjadi tanggung jawabnya yang merugikan keuangan Negara.

h)   Tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan.

i)     Tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai
kekuatan hokum tetap.

j)      Tidak pernah melakukan tindakan yang tercela.

k)    Mendaftarkan sebagai daftar pemilih.

l)     Memiliki nomor pokok wajib pajak(NPWP) dan telah melaksanakan kewajiban pajak
selama 5 tahun terakhir yang dibuktikan dengan surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan Waji Pajak Orang Pribadi.

m)  Memiliki daftar riwayat  hidup.

n)   Belum pernah menjabat sebagai presiden dan wakil presiden selama dua kali massa
jabatan dalam jabatan yang sama.

 o)    Setia kepada Pancasila sebagai dasar Negara, Undan-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, dan cita-cita Proklamasi17 Agustus 1945.

p)    Tidak pernah dihukum penjara karena melakukan tindakan pidana makar berdasarkan
putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

q)    Berusia sekuran-kurangnya 25 tahun.

r)     Berpendidikan serendah-rendahnya SLTA atau yang sederajat.


s)    Bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia, termasuk organisasi
massanya, atau bukan orang yang terlibat langsung G  30 S.

t)     Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hokum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam pidana
penjara 5 tahun atau lebih.

       Beriman, berilmu, bermoral, dan demokratis tidak hanya dapat digunakan sebagai syarat
untuk memimpin Negara, tetapi dapat pula dijadikan syarat untuk memilih pemimpin partai
politik, pemimpin daerah, pemimpin perushaan, pemimpin organisasi massa, dan organisasi
lainnya. Penerapan syarat tersebut perlu dilakukan agar pimpinan yang diperoleh
brkepribadian jujur, berbudi luhur, arif, bijaksana, dan selalu mengutamakan kepentingan
bersama.

       Selain itu,dengan karakter pemimpin yang beriman, bermoral, berilmu, terampil, dan
demokratis diharapkan pemimpin tersebut tidak akan melakukan korupsi, kolusi, dan
nepotisme(KKN). Sebab telah kita maklumi bersama bahwa KKN merupakan salah satu
penyebab keterpurukan bangsa Indonesia. Begitu berbahayanya KKN sehingga wajar bila
menjadikan KKN sebagai musuh bersama demi kemajuan dan kejayaan bangsa Indonesia.

1.  Konsekuensi Perilaku Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) dalam Kehidupan


Demokratis

       Demi kedilan dan majunya bangsa kita, maka segala perilaku KKN harus dihapus dan
diberantas dari para penyelenggara Negara. Hal ini penting, karena penyelenggara Negara
mempunyai peranan sangat penting dan setrategis dalam mencapai cita-cita perjuangan
bangsa untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.

       Menurut UUD No. 28 Tahun 1999 tentang penylenggara Negara yang bersih dari KKN,
yang dimaksud dengan penyelenggara Negara adalah pejabat Negara yang menjalankan
fungsi eksekutif, legislatif, atau yudhikatif serta pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya
berkaitan dengan penyelenggaraan Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

       Agar dapat memahami dengan jelas konsekuensi penerapan korupsi, kolusi, dan
nepotisme (KKN), berikut akan dijelaskan terlebih dahulu makna dari KKN.

1. Korupsi adalah penyelewengan atau penggelapan uang Negara atau perusahaan dan
sebagainyauntuk keuntungan pribadi atau orang lain.
2. Kolusi adalah pemufakatan atau kerja sama secara melawan hukum
antarpenyelenggara Negara atau antara penyelenggara Negara dengan pihak lain yang
merugikan orang lain, masyarakat, dan atau Negara (Pasal 1 UU No.28 Tahun 1999).
3. Nepotisme adalah setiap perbuatan penyelenggara Negara secara melawan hukum 
yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya di atas kepentingan
masyarakat, bangsa, dan Negara (Pasal 1 UU No.28 Tahun 1999).
 

1. Korupsi

           Pada dasarnya, korupsi merupakan tindak kejahatan atau tindak pidana penyelewengan
keuangan untuk keuntungan sendiri atau orang lain. Penyelewengan keuangan yang akan
dijelaskan disini yaitu penyelewengan keuangan Negara oleh para penyelnggara Negara.

           Segala bentuk penyelewengan Negara (Korupsi) jelas merugikan Negara. Kerugian
Negara berarti kerugian masyarakat, karena keuangan Negara seharusnya dipergunakan untuk
pelayanan dan kesejahteraan masyarakat. Dalam artian lain, apabila keuangan Negara
dislewengkan atau dikorupsi oleh para penyelenggara Negara, berarti pelayanan dan tingkat
kesejahteraan masyarakat menjadi berkurang. Itulah sebabnya banyak Negara yang tingkat
korupsinya tinggi, masyarakatnya banyak yang miskin.

           Sebenarnya,perbuatan korupsi ini bukan saja merugikan Negara atau masyarakat saja,
tetapi juga merugikan pelakunya. Pelaku tindak pidana korupsi bukan saja membawa dirinya
masuk penjara, tetapi secara keimanan juga dapat membawanya masuk neraka. Sebab
perbuatan korupsi merupakan perbuatan dosa yang bertentangan dengan norma agama.

1. Kolusi

            Pada dasarnya, kolusi merupakan perbuatan melawan hukum untuk menguntungkan
diri sendiri atau orang lain melalui pemufakatan atau kerja sama yang merugikan orang lain,
masyarakat, dan atau Negara.

            Sama dengan korupsi, kolusi juga mengakibatkan kerugian, baik bagi orang lain,
masyarakat maupun Negara. Sebab jika penyelenggara Negara melakukan praktik kolusi,
maka kerja sama yang dilakukan bukan murni tertuju untuk pelayanan dan kesejahteraan
masyarakat yang baik dan optimal, melainkan untuk keuntungan diri dan orang lain yang
diajak kerja sama. Oleh sebab itu, sudah sepantasnya kalau praktik kolusi juga harus
dibrantas.

1. Nepotisme

           Pada dasarnya, nepotisme merupakan yang mengutamakan keluarganya atau kroninya
(kelompoknya) di atas kepentingan masyarakat dan Negara. Perbuatan ini juga sangat
merugikan orang lain, masyarakat, dan juga Negara. Dengan nepotisme, kesempatan orang
lain jadi hilang karena penyelenggara Negara yang melakukan nepotisme lebih
mengutamakan keluarga atau kelompoknya. Misalnya, dalam penerimaan pegawai negeri.
Bila praktik nepotisme dilaksanakan dalam proses penerimaan pegawai negeri, maka orang
lain yang mungkin jauh lebih bermutu (berkualitas) bisa gagal menjadi pegawai negeri,
sementara orang yang tidak berkualitas karena keluarganya seorang pejabat dapat diterima
sebagai pegawai negeri.

Hal ini jelas bukan saja merugikan orang lain yang berkualitas tapi gagal diterima, tetapi
masyarakat dan Negara turut dirugikan karena tidak mendapat aparat yang berkualitas untuk
pelayanan masyarakat.
A.    PENGERTIAN BUDAYA DEMOKRASI
1.        Pengertian Demokrasi
Secara etimologis, demokrasi berasal dari bahasa Yunani, yaitu  demos dan kratos.
Demos adalah rakyat sedangkan kratos adalah kekuasaan. Demokrasi berarti kekuasaan dari
rakyat. Demokrasi merupakan bentuk pemerintahan rakyat karena rakyatlah yang berkuasa
sekaligus diperintah. Arti demokrasi yang populer dikemukakan oleh Presiden Amerika
Serikat Abraham Lincoln pada tahun 1863, yaitu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan
untuk rakyat.
Pemerintahan dari rakyat artinya pemerintah suatu negara mendapat mandat dari
rakyat untuk menyelenggarakan pemerintahan. Rakyat merupakan pemegang kedaulatan atau
kekuasaan tertinggi dalam negara demokrasi. Apabila pemerintah telah mendapat mandat dari
rakyat untuk memimpin penyelenggaraan negara, pemerintah tersebut dianggap telah sah.
Pemerintahan oleh rakyat berarti pemerintahan negara itu dijalankan oleh rakyat. Walaupun
dalam praktiknya pemerintahan dijalankan oleh pemerintah, orang-orang dalam pemerintah
tersebut telah dipilih dan mendapat mandat dari rakyat.
Pemerintahan untuk rakyat merupakan pemerintah yang menghasilkan dan
menjalankan kebijakan-kebijakan yang diarahkan untuk kepentingan dan kesejahteraan
rakyat. Jika kebijakan yang dihasilkan hanya untuk kepentingan sekelompok orang dan tidak
berdasarkan kepentingan rakyat, pemerintahan tersebut bukan pemerintahan demokratis.
Negara yang menganut asas kedaulatan rakyat atau demokrasi memiliki ciri sebagai berikut.
a.   Adanya lembaga perwakilan rakyat yang mencerminkan kehendak rakyat.
b.  Adanya pemilihan umum yang bebas dan rahasia.
c.   Adanya kekuasaan atau kedaulatan rakyat yang dilaksanakan oleh lembaga yang bertugas
mengawasi pemerintah.
d.  Adanya susunan kekuasaan badan atau lembaga negara ditetapkan dalam UUD negara.
2. Demokrasi sebagai Sistem Politik
                                Demokrasi tidak hanya merupakan bentuk pemerintahan, tetapi telah
menjadi sistem politik. Sistem politik, yaitu sistem politik demokratis, memiliki ciri dan nilai-
nilai demokratis. Henry B. Mayo menyatakan bahwa sistem politik demokratis adalah sistem
politik yang kebijaksanaan umumnya dibuat berdasarkan prinsip mayoritas oleh para wakil
rakyat dalam suatu pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip persamaan politik dan
dalam suasana terjaminnya kebebasan politik. Menurut Plato bentuk pemerintahan dapat
dibedakan menjadi aristokrasi, demokrasi, dan monarki.
a.       Aristokrasi, adalah bentuk pemerintahan yang dipegang oleh sekelompok orang yang
memimpin dan dijalankan untuk kepentingan rakyat banyak.
b.      Demokrasi, adalah bentuk pemerintahan yang dipegang oleh rakyat dan dijalankan untuk
kepentingan rakyat banyak.
c.       Monarki, adalah bentuk pemerintahan yang dipegang oleh seseorang sebagai pemimpin
tertinggi dan dijalankan untuk kepentingan rakyat banyak.
Adapun bentuk pemerintahan secara modern menurut Marchiavelli, meliputi monarki dan
republik.
a.       Monarki, adalah bentuk pemerintahan yang bersifat kerajaan. Pemimpin negara umumnya
bergelar raja, sultan, atau kaisar.
b.      Republik, adalah bentuk pemerintahan yang dipimpin oleh presiden atauperdana menteri.

                Samuel Huntington menyatakan bahwa setiap politik disebut demokrasi jika para
pembuat putusan kolektif yang paling kuat dalam sistem itu dipilih melalui pemilihan yang 
jurdil (jujur dan adil). Pada awalnya pemunculan sistem politik demokrasi adalah untuk
memulihkan hak asasi manusia, mengangkat harkat dan derajat manusia, serta memberi
kekuasaan kepada rakyat. Negara Indonesia menganut sistem politik Demokrasi Pancasila.
Kalian dapat mencermati alinea keempat Pembukaan UUD 1945. Dari alinea keempat
Pembukaan UUD 1945 dijelaskan bahwa negara Republik Indonesia adalah negara yang
berkedaulatan rakyat atau negara demokrasi. Dan demokrasi yang diterapkan yang diterapkan
di negara Indonesia adalah demokrasi yang didasarkan pada Pancasila. Demokrasi Pancasila
dijiwai, disemangati, diwarnai, dan didasari oleh falsafah Pancasila. Hal ini berarti dalam
menggunakan hak-hak demokrasi harus disertai tanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha
Esa, menjunjung nilai- nilai kemanusiaan sesuai dengan harkat dan martabatnya. Selain itu,
harus menjamin dan mempersatukan bangsa serta harus dimanfaatkan untuk mewujudkan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
3. Demokrasi sebagai Pandangan Hidup
                Demokrasi dipahami tidak hanya merupakan bentuk pemerintahan dan sistem
politik, tetapi merupakan sebuah pandangan atau sikap hidup. Sebagai sikap hidup,
demokrasi berisi nilai-nilai atau norma yang hendaknya dimiliki oleh warga yang
menginginkan kehidupan demokrasi.
                Menurut John Dewey, ide pokok demokrasi adalah pandangan hidup yang
dicerminkan dengan perlunya partisipasi dari setiap warga yang sudah dewasa dalam
membentuk nilai-nilai yang mengatur kehidupan.
                Di Indonesia yang menganut sistem demokrasi, setiap kebebasan harus
dipertanggungjawabkan, baik kepada Tuhan, masyarakat, bangsa, negara, maupun diri
sendiri. Dengan demikian, setiap warga negara, baik perseorangan maupun organisasi harus
memegang teguh sikap bertanggung jawab. Dalam pelaksanaan demokrasi Pancasila setiap
warga negara dan organisasi politik memiliki tanggung jawab menciptakan kelancaran
pelaksanaan demokrasi. Hal ini tentunya menjadi tanggung jawab warga negara Indonesia
untuk menjaga kelancaran pelaksanaannya. Sebagai warga negara, baik perseorangan
maupun organisasi dituntut untuk tetap waspada terhadap ancaman yang akan memecah
belah persatuan dan kesatuan.
4. Nilai dan Budaya Demokrasi
a. Nilai Demokrasi
                Nilai-nilai demokrasi dibutuhkan untuk menjadi landasan atau pedoman
berperilaku dalam negara demokrasi. Berikut adalah beberapa pendapat para ahli mengenai
nilai-nilai demokrasi.
1) Rusli Karim (1991)
Rusli Karim menyebutkan bahwa perlunya kepribadian yang demokratis meliputi inisiatif,
toleransi, disposisi resiprositas, komitmen, kecintaan terhadap keterbukaan, tanggung jawab,
serta kerja sama keterhubungan.
2) Zamroni (2001)
Menurut  Zamroni, demokrasi akan tumbuh kokoh jika di kalangan masya- rakat tumbuh
kultur dan nilai-nilai demokrasi, yakni toleransi, terbuka dalam berkomunikasi, bebas
mengemukakan dan menghormati perbedaan pendapat, memahami keanekaragaman dalam
masyarakat, saling menghargai, mampu mengekang diri, menjunjung nilai dan martabat
kemanusiaan, percaya diri atau tidak menggantungkan diri pada orang lain, kebersamaan dan
keseimbangan.
3) Henry B. Mayo (1990)
Henry B. Mayo mengklasifikasikan 8 nilai demokrasi, yaitu pengakuan penghormatan atas
kebebasan, pemajuan ilmu pengetahuan, penegakan keadilan, pengakuan dan penghormatan
terhadap keanekaragaman, penggunaan paksaan sesedikit mungkin, pergantian penguasan
secara teratur, penjaminan perubahan secara damai dalam masyarakat dinamis, serta
penyelesaian pertikaian secara damai dan sukarela.
b. Budaya Demokrasi
                Masyarakat yang menerima dan melaksanakan secara terus menerus nilai-nilai
demokrasi dalam kehidupannya akan  menghasilkan budaya demokrasi. Menurut Macridis
dan Brown, terdapat ragam budaya politik yang lebih dapat menopang kehidupan politik
demokratis di samping juga ragam budaya politik yang lebih menopang kehidupan politik
totaliter. Budaya politik yang diwarnai oleh kerja sama atas dasar saling percaya antarwarga
masyarakatnya lebih mendukung demokrasi daripada budaya politik yang diwarnai oleh rasa
saling curiga, kebencian, dan saling tidak percaya dalam hubungan antarwarganya. Jadi, inti
budaya demokrasi menurut kedua pakar itu adalah kerja sama, saling percaya, toleransi,
menghargai keanekaragaman, kesamaderajatan, dan kompromi.
                Menurut Branson, bahwa setiap warga negara dalam negara demokrasi semestinya
memiliki kebijakan-kebijakan kewarganegaraan karena tanpa hal itu sistem pemerintahan
demokrasi tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya. Inti dari kebajikan kewarganegaraan
adalah tuntutan agar semua warga negara menempatkan kebaikan bersama di atas
kepentingan pribadi. Hal itu meliputi
disposisi kewarganegaraan dan komitmen kewarganegaraan.
1) Disposisi kewarganegaraan, adalah sikap-sikap dan kebiasaan-kebiasaan warga negara
yang menopang perwujudan kebaikan bersama serta ber-fungsinya sistem demokrasi secara
sehat. Sikap-sikap itu, antara lain adalah sebagai berikut.
a)  Tanggung jawab pribadi dan kesediaan untuk menerima tanggung jawab bagi dirinya sendiri
serta konsekuensi dari tindakan-tindakannya.
b)  Keadaan, termasuk hormat kepada orang lain, dan penggunaan wacana yang beradab.
c)   Murah hati terhadap sesama dan masyarakat luas.
d)  Mengasihi sesama.
e)  Sabar dan gigih dalam mengejar tujuan bersama.
f)   Toleransi terhadap keanekaragaman.
g)  Disiplin diri dan kesetiaan pada aturan-aturan yang diperlukan untuk memelihara
pemerintahan demokratis tanpa tekanan dari otoritas di luar dirinya sendiri.
h)  Sikap batin dan kehendak untuk menempatkan kebaikan bersama diatas kepentingan pribadi.
i)    Keterbukaan pikiran, termasuk sikap skeptis yang sehat dan pengakuan terhadap sifat
ambiguitas kenyataan sosial dan politik.
j)   Kesediaan untuk berkompromi dan menerima kenyataan bahwa nilai-nilai dan prinsip-
prinsip kadang-kadang saling bertentangan.
2. Komitmen kewarganegaraan, adalah kesetiaan kritis warga negara terhadap nilai-nilai
dan prinsip-prinsip dasar demokrasi. Komitmen itu dapat dibedakan atas
a.   Komitmen kepada nilai-nilai dasar demokrasi (persamaan, kemerdekaan, persaudaraan, dan
sebagainya);
b. Komitmen kepada prinsip-prinsip dasar demokrasi (persamaan politik, pembagian kekuasaan
negara, kedaulatan rakyat, dan sebagainya).
c. Pengertian Demokratisasi
                                Demokratisasi adalah proses mengimplementasikan demokrasi sebagai
sistem politik dalam kehidupan bernegara. Miriam Budiarjo menyatakan bahwa dalam sistem
politik demokrasi perlu dibentuk lembaga-lembaga demokrasi untuk melaksanakan nilai-nilai
demokrasi. Contoh lembaga demokrasi adalah pemerintah, partai politik, pers, dewan
perwakilan rakyat, dan lembaga peradilan.

Demokrasi memiliki ciri-ciri sebagai berikut.


1. Proses perubahan yang bersifat damai
                Demokrasi dilakukan secara damai, tidak melalui jalan kekerasan dan di bawah
ancaman. Demokrasi berjalan dengan cara musyawarah sehingga perbedaan-perbedaan yang
ada diselesaikan dengan musyawarah bukan dengan kekerasan. Jika cara kekerasan yang
dipakai, tentu akan timbul
anarki.
2. Proses perubahan yang bersifat evolusioner
                Demokratisasi tidak dilakukan dengan cepat dan revolusioner karena cara yang
cepat dan revolusioner justru dapat menggagalkan demokratisasi. Jadi, demokratisasi
dilakukan secara pelan, perlahan, bagian demi bagian, dan berlangsung lama.
3. Proses perubahan yang tidak pernah selesai
                Untuk menjadi negara demokrasi, usaha itu harus melalui proses yang terus-
menerus, bertahap, dan berkesinambungan. Negara juga berusaha untuk me- menuhi dan
melengkapi agar hal itu sesuai dengan ciri-ciri negara demokrasi. Adapun yang menjadi
prinsip-prinsip demokrasi ditinjau dari pendapat Alamudi yang kemudian dikenal dengan
soko guru demokrasi adalah sebagai
berikut.
a.   Kedaulatan rakyat.
b.  Pemerintahan berdasarkan persetujuan dari yang diperintah.
c.   Kekuasaan mayoritas.
d.  Hak-hak minoritas.
e.  Jaminan hak asasi manusia.
f.             Pemilihan yang bebas dan jujur.
g.   Persamaan di depan hukum.
h.  Proses hukum yang wajar.
i.    Pembatasan pemerintah secara konstitusional.
j.             Pluralisme sosial, ekonomi, dan politik.
k.   Nilai-nilai toleransi, pragmatisme, kerja sama, dan mufakat.

                Pada hakikatnya rumusan-rumusan tersebut menyatakan bahwa di negara- negara


yang menganut sistem demokrasi, kekuasaan tertinggi dalam negara berada di tengah rakyat
dan bukan dipegang oleh penguasa secara mutlak. Hal tersebut sesuai dengan pasal 1 ayat 2
UUD 1945. Demokrasi Pancasila merupakan budaya demokrasi bercorak khas Indonesia
yang mengandung prinsip-prinsip sebagai berikut.
1)  Pemerintahan berdasarkan hukum.
2)  Perlindungan terhadap hak asasi manusia.
3)  Pengambilan keputusan atas dasar musyawarah.
4)  Peradilan yang merdeka.

B. Masyarakat Madani
                Demokrasi dijalankan dengan tujuan membentuk negara demokratis. Negara
demokratis bukan hanya lembaga-lembaga negaranya dibentuk dan berjalan sesuai dengan
prinsip-prinsip demokrasi, melainkan masyarakat di negara tersebut adalah masyarakat
demokratis. Masyarakat demokratis disebut juga dengan istilah civil society atau masyarakat
madani. Menurut Patrick, civil society merupakan konsep yang pengertiannya dapat
diperdebatkan walaupun telah digunakan banyak kalangan sejak ± 300 tahun lalu. Namun,
kebanyakan pakar sependapat bahwa istilah civil society berkaitan dengan interaksi-interaksi
sosial yang tidak dikuasai negara. Akan tetapi, beberapa
ahli berpendapat bahwa jaringan kerja yang kompleks dari organisasi yang dibentuk secara
sukarela, yang berbeda dari lembaga-lembaga negara yang resmi, dan yang bertindak secara
mandiri atau dalam kerja sama dengan lembaga- lembaga negara disebut civil society.
                Mohammad  A.S. Hikam mengartikan civil society sebagai wilayah kehidupan
sosial yang terorganisasi dan bercirikan, antara lain, keswasembadaan dan keswa- dayaan,
kesukarelaan, keterikatan dengan norma-norma atau nilai-nilai hukum yang diikuti warganya,
dan kemandirian tinggi berhadapan dengan negara.
                Larry Diamond menyatakan bahwa civil society melingkupi kehidupan sosial
terorganisasi yang terbuka, sukarela, otonom dari negara, lahir secara mandiri, setidaknya
berswadaya secara parsial, dan terikat pada tatanan legal atau seperangkat nilai bersama.
Yang dapat disebut sebagai civil society menurut Larry Diamond adalah sebagai berikut.
a.   Organisasi-organisasi yang bergerak di bidang produksi dan penyebaran ide- ide, berita,
informasi publik, dan pengetahuan umum. Contohnya, asosiasi penerbitan, dan yayasan
penyelenggara sekolah swasta.
b.  Perkumpulan dan jaringan perdagangan yang produktif.
c.   Gerakan-gerakan perlindungan konsumen, perlindungan hak-hak perempuan, perlindungan
kaum cacat, perlindungan korban diskriminasi, dan perlin-dungan etnis minoritas.
d. Perkumpulan keagamaan, kesukuan, nilai-nilai, kepercayaan dan kebudayaan yang membela
hak-hak kolektif.
Civil society dapat diterjemahkan sebagai berikut.
1. Civil society diterjemahkan sebagai masyarakat madani. Hal ini merujuk pada kota Madinah
yang berasal dari kata madaniah yang berarti peradaban. Jadi, masyarakat madani artinya
masyarakat yang berperadaban.
2. Civil society diterjemahkan dengan istilah masyarakat sipil. Civil berarti sipil dan society
berarti masyarakat.
3. Civil society diterjemahkan sebagai masyarakat warga atau kewarganegaraan.
4. Civil society diterjemahkan dengan istilah masyarakat yang beradab, yaitu dari civilized
(beradab) dan society (masyarakat).
                Adapun pengertian masyarakat madani yang sering diartikan sebagai masyarakat
beradab. Ciri-ciri masyarakat madani adalah sebagai berikut.
a.   Pemerintahan berdasarkan kehendak dan kepentingan rakyat banyak.
b.  Adanya pemisahan atau pembagian kekuasaan. Misalnya, pembagian atau pemisahan
kekuasaan antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
c. Adanya tanggung jawab dari pelaksana kegiatan atau pemerintahan.

                Dalam negara demokrasi ada berbagai macam organisasi  civil society yang
melakukan kegiatan secara mandiri dan bebas dari kontrol pemerintahan dengan tujuan
mewujudkan kebaikan bersama (public good). Contohnya adalah usaha memberdayakan
masyarakat miskin dan memberdayakan sekolah.
Perlu juga kamu ketahui bahwa
1)     Organisasi civil society juga dapat bertindak sebagai kekuatan sosial mandiri yang
mengontrol dan membatasi penggunaan kekuasaan negara.
2)     Organisasi  civil society secara kedalam memberdayakan masyarakat, dan secara keluar
mengontrol perilaku aparat pemerintahan dan wakil rakyat. Menurut Beetham dan Boyle,
gagasan  civil society menunjukkan bahwa demokrasi perlu ditopang oleh segala macam
kelompok sosial yang diorganisasikan scara independen. Oleh sebab itu, kekuasaan negara
dapat dibatasi, opini publik dapat disuarakan dari bawah dan bukan dikelola dari atas,
sehingga masyarakat mempunyai kepercayaan diri untuk melawan pemerintahan yang
semena-mena.

                Kebebasan dan tanggung jawab masyarakat  harus dilandasi oleh nilai-nilai
demokrasi. Jika masyarakat tidak memilih nilai-nilai demokrasi, dapat terjadi
penyalahgunaan kebebasan tersebut. Masyarakat yang memiliki dan mau mengamalkan nilai-
nilai tersebut, tidak akan memunculkan masyarakat yang mau menang sendiri, suka
kekerasan, dan anarki.
Demokratisasi yang berjalan secara baik akan memunculkan masyarakat mandiri,
bertanggung jawab, memiliki kebebasan dan memiliki peradaban. Masyarakat itulah yang
disebut masyarakat madani atau civil society. Civil society tersusun atas berbagai organisasi
kemasyarakatan yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
1.       Mencukupi kebutuhannya sendiri (swadaya), paling tidak untuk sebagian, sehingga tidak
bergantung pada bantuan pemerintah.
2.    Keanggotaannya yang bersifat sukarela, atau atas kesadaran anggota itu masing- masing.
3.    Lahir secara mandiri, yang dibentuk oleh warga masyarakat sendiri bukan penguasa negara.
4.    Bebas atau mandiri dari kekuasaan negara sehingga berani mengontrol penggunaan
kekuasaan negara.
5. Tunduk pada aturan hukum yang berlaku atau seperangkat nilai/norma yang diyakini bersama.
C. Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia
1. Demokrasi di Masa Orde Lama
a. Masa Demokrasi Parlementer
Pada masa ini dapat dikatakan sebagai masa kejayaan demokrasi karena hampir semua unsur
demokrasi dapat ditemukan dalam perwujudannya. Unsur-unsur itu antara lain adalah
akuntabilitas politis yang tinggi, peranan yang sangat tinggi pada parlemen, pemilu yang
bebas, dan terjaminnya hak politik rakyat. Cara kerja sistem pemerintahan parlemen, antara
lain adalah sebagai berikut.
1.   Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh badan pengadilan yang bebas;
2.   Presiden hanya berperan sebagai kepala negara, bukan kepala pemerintahan, kepala
pemerintahan dijabat oleh seorang perdana menteri;
3.   Kekuasaan eksekutif dijalankan oleh kabinet/dewan menteri, yang dipimpin oleh seorang
perdana menteri-kabinet dibentuk dengan bertanggung jawab kepada DPR;
4.   Kekuasaan legislatif dijalankan oleh DPR yang dibentuk melalui pemilu multi- partai. Partai
politik yang menguasai mayoritas DPR membentuk kabinet sebagai penyelenggara
pemerintahan negara;
5.   Apabila kabinet bubar, presiden akan menunjuk formatur kabinet untuk menyusun kabinet
baru;
6.   Apabila DPR mengajukan mosi tidak percaya lagi kepada kabinet yang baru, DPR
dibubarkan dan diadakan pemilihan umum;
7.   Apabila DPR menilai kinerja menteri/beberapa menteri/kabinet kurang baik, DPR dapat
memberi mosi tidak percaya dan menteri, para menteri atau kabinet yang diberi mosi tidak
percaya harus mengundurkan/membubarkan diri.

Hal-hal negatif yang terjadi selama berlakunya sistem parlementer adalah sebagai berikut.
1. Terjadi ketidakserasian hubungan dalam tubuh angkatan bersenjata pasca- peristiwa 17
Oktober 1952, yaitu sebagian anggota ABRI condong ke kabinet Wilopo, sebagian lagi
condong ke Presiden Soekarno.
2.   Masa kerja rata-rata kabinet yang pendek menyebabkan banyak kebijak- sanaan jangka
panjang pemerintah yang tidak dapat terlaksana.
3.   Telah terjadi perdebatan terbuka antara Presiden Soekarno dan tokoh Masyumi, Isa Anshory,
mengenai penggantian Pancasila dengan dasar negara yang lebih Islami tentang apakah akan
merugikan umat beragama lain atau tidak.
4.   Masa kegiatan kampanye pemilu yang berkepanjangan mengakibatkan meningkatnya
ketegangan di masyarakat.
5.   Pemerintah pusat mendapat tantangan dari daerah-daerah seperti pembe- rontakan PRRI dan
Permesta.
Selain hal-hal negatif tersebut menurut Herbert Feith juga terdapat hal-hal positif pada masa
demokrasi parlementer, antara lain adalah sebagai berikut.
1.   Sedikit sekali terjadi konflik di antara umat beragama.
2.   Jumlah sekolah bertambah dengan pesat yang mengakibatkan peningkatan status sosial yang
cepat pula.
3.   Pers bebas sehingga banyak variasi isi media massa.
4.   DPR berfungsi dengan baik.
5.   Minoritas Tionghoa mendapat perlindungan dari pemerintah.
6.   Badan-badan peradilan menikmati kebebasan dalam menjalankan fungsinya, termasuk dalam
kasus yang menyangkut pimpinan militer, menteri, dan pemimpin-pemimpin partai.
7.   Kabinet dan ABRI berhasil mengatasi pemberontakan-pemberontakan seperti RMS di
Maluku dan DI/TII di Jawa Barat.

                Namun, proses demokrasi masa parlementer telah dinilai gagal dalam menjamin
stabilitas politik, kelangsungan pemerintahan, dan menciptakan kese- jahteraan rakyat.
Kegagalan tersebut disebabkan oleh beberapa hal, antara lain sebagai berikut.
1.       Tidak ada anggota konstituante yang bersidang dalam menetapkan dasar negara. Hal ini
memicu Presiden Soekarno untuk mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
2.    Landasan sosial ekonomi rakyat masih rendah.
3.    Dominannya politik aliran, artinya berbagai golongan politik dan partai politik sangat
mementingkan kelompok atau dirinya sendiri daripada kepentingan bangsa.
b. Masa demokrasi Terpimpin
                Demokrasi terpimpin muncul dari ketidaksenangan Presiden Soekarno terhadap
partai-partai politik yang dinilai lebih mementingkan kepentingan partai dan ideologinya
masing-masing daripada kepentingan yang lebih luas. Presiden Soekarno menekankan
pentingnya peranan pemimpin dalam proses politik dan perjuangan revolusi Indonesia yang
belum selesai. Menurut ketetapan MPRS No. VIII/MPRS/1965 pengertian dasar demokrasi
terpimpin adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan yang berintikan musyawarah untuk mufakat secara gotong
royong di antara semua kekuatan nasional yang progresif revolusioner dengan berporoskan
Nasakom. Ciri-ciri demokrasi terpimpin adalah sebagai berikut.
1.   Terbatasnya peran partai politik.
2.   Berkembangnya pengaruh PKI dan militer sebagai kekuatan sosial politik di Indonesia.
3.   Dominannya peran presiden, yaitu Presiden Soekarno, yang menentukan penyelenggaraan
pemerintahan negara.

                Pada demokrasi terpimpin terdapat penyimpangan dari prinsip negara hukum dan
negara demokrasi menurut Pancasila dan UUD 1945, antara lain adalah sebagai berikut.
1. Pelanggaran prinsip ”kebebasan kekuasaan kehakiman”
                Dalam UU No. 19 Tahun 1964 ditentukan bahwa demi kepentingan revolusi,
presiden berhak untuk mencampuri proses peradilan. Hal ini bertentangan dengan UUD 1945
sehingga mengakibatkan kekuasaan kehakiman dijadikan alat oleh pemerintah untuk
menghukum pemimpin politik yang menentang kebijakan pemerintah.
2. Pengekangan hak-hak asasi warga negara dalam bidang politik
                Hal tersebut terjadi terhadap kebebasan pers. Saat itu banyak media massa yang
dibatasi dan tidak boleh menentang kebijakan pemerintah.
3. Pelampauan batas wewenang
                Presiden banyak membuat penetapan yang melebihi kewenangannya tanpa
berkonsultasi terlebih dahulu dengan DPR.
4. Pembentukan lembaga negara ekstrakonstitusional
                Presiden membentuk lembaga kenegaraan di luar yang disebut UUD 1945 misalnya
Front Nasional yang ternyata dimanfaatkan oleh pihak komunis untuk mempersiapkan
pembentukan negara komunis di Indonesia.
5. Pengutamaan fungsi presiden.
Pengutamaan fungsi presiden tampak dalam hal-hal berikut.
a.   Dalam mekanisme kerja, jika MPR dan DPR, tidak berhasil mengambil putusan, persoalan
tersebut diserahkan kepada presiden untuk memutuskan.
b.  Pimpinan MPR, DPR, dan lembaga-lembaga negara lainnya diberi kedudukan sebagai
menteri sehingga mereka menjadi bawahan presiden. Padahal menurut UUD 1945 MPR
adalah lembaga yang membawahkan presiden dan berkedudukan lebih tinggi dari presiden,
sedangkan lembaga-lembaga negara  yang lain (DPR, BPK, dan MA) sejajar dengan
presiden.
c.   Pembubaran DPR oleh presiden terjadi karena DPR menolak menyetujui RAPBN yang
diusulkan pemerintah. Padahal UUD 1945 mengatur bahwa presiden tidak dapat
membubarkan DPR dan jika DPR menolak anggaran yang diajukan, pemerintah
menggunakan anggaran tahun sebelumnya. Akhir dari demokrasi terpimpin berawal dari
pemberontakan G 30 S/PKI, ketika Presiden Soekarno gagal dalam mempertahankan
keseimbangan antara kekuatan yang ada di sisinya, yaitu PKI dan militer. Demokrasi
terpimpin berakhir dengan ditandai oleh keluarnya Surat Perintah 11 Maret 1966 dari
Presiden Soekarno kepada Jenderal Soeharto untuk mengatasi keadaan.
2. Demokrasi di Masa Orde Baru
                Pelaksanaan demokrasi selama masa demokrasi terpimpin adalah penyimpangan
terhadap aturan dasar hidup bernegara (Pancasila dan UUD 1945). Oleh sebab itu,
Pemerintahan Orde Baru mengawali jalannya pemerintahan dengan tekad melaksanakan
Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
                Seluruh kegiatan pemerintahan negara dan hidup bermasyarakat dan berbangsa
harus dijalankan sesuai dengan tata aturan yang bersumber pada Pancasila dan UUD 1945.
Namun, dalam perkembangannya Pemerintah Orde Baru mengarah pada pemerintahan yang
sentralistis. Lembaga kepresidenan menjadi pusat dari seluruh proses politik dan menjadi
pembentuk dan penentu agenda nasional, pengontrol kegiatan politik dan pemberi  legacies
bagi seluruh lembaga pemerintah dan negara. Kehidupan politik di masa Orde Baru sama
dengan masa Orde Lama, yaitu terjadi penyimpangan-penyimpangan, antara lain adalah
sebagai berikut.
a. Pemberantasan hak-hak politik rakyat
                Misalnya jumlah partai politik yang dibatasi hanya tiga partai politik, yakni PPP,
Golkar, dan PDI. Pegawai negeri dan ABRI diharuskan untuk mendukung partai penguasa,
yaitu Golkar. Pertemuan-pertemuan politik harus mendapat izin penguasa. Ada perlakuan
diskriminatif terhadap anak keturunan orang yang terlibat G 30 S/PKI . Para pengkritik
pemerintah dikucilkan secara politik bahkan diculik.
b. Pemusatan kekuasaan di tangan presiden
                Presiden dapat mengendalikan berbagai lembaga negara seperti MPR, DPR, dan
MA. Anggota MPR yang diangkat dari ABRI berada di bawah kendali presiden, karena
presiden merupakan panglima tertinggi ABRI. Selain itu, seluruh anggota DPR/MPR harus
lulus penyaringan yang diadakan oleh aparat militer.
c. Pemilu yang tidak demokratis
                Pemilu yang dilaksanakan setiap lima tahun sekali penuh dengan kecurangan dan
ketidakadilan karena hak-hak parpol dan masyarakat pemilih telah dimanipulasi untuk
kemenangan Golkar.
d. Korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN)
                Akibat dari penggunaan kekuasaan yang terpusat dan tak terkontrol, korupsi,
kolusi, dan nepotisme tumbuh subur. KKN telah menjerumuskan bangsa ke dalam krisis
multidimensi berkepanjangan.

                Pemerintahan Suharto yang otoriter berakhir setelah gerakan mahasiswa berhasil
menekannya untuk mengundurkan diri sebagai presiden. Pernyataan diri itu terjadi pada
tanggal 21 Mei 1998. Adapun hal yang menjadi sebab-sebab kejatuhan Orde Baru adalah
sebagai berikut.
1.       Terjadi krisis politik dan keruntuhan legitimasi politik. Rakyat mulai kecewa dan tidak lagi
mempercayai pemerintahan Orde Baru dan mengharapkan adanya pemerintahan yang baru.
2.       Tidak bersatu lagi pilar-pilar pendukung Orde Baru. Banyak menteri yang tidak lagi
mendukung pemerintahan. Tentara Nasional Indonesia (TNI) juga tidak bersedia lagi menjadi
alat kekuasaan Orde Baru.
3.       Ekonomi nasional hancur yang ditandai oleh adanya krisis mata uang dan krisis ekonomi
yang tidak mampu ditanggulangi.
4.    Muncul desakan semangat demokratis dari para pendukung demokrasi.
3. Demokrasi di Masa Kini
                Mundurnya Suharto ditandai dengan naiknya B.J. Habibie sebagai presiden. B.J.
Habibie menjadi presiden RI yang ke-3 menggantikan Presiden Suharto yang mengundurkan
diri. Pergantian tersebut didasarkan pada pasal 8 UUD 1945 yang menyatakan bahwa jika
presiden mangkat, berhenti, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa
jabatannya, ia diganti oleh wakil presiden sampai habis waktunya.
                Presiden B.J. Habibie menyatakan bahwa pemerintahannya adalah pemerintahan
transisional. Disebut masa transisi karena merupakan masa perpindahan pemerintahan yang
selanjutnya akan dibentuk pemerintahan baru yang demokratis dan berdasarkan kehendak
rakyat.
                Antara tahun 1998 sampai tahun 1999 dianggap tahun yang penuh gejolak dan
diwarnai oleh kerusuhan di beberapa daerah, antara lain konflik di Ambon dan Maluku,
kerusuhan di Aceh, dan kerusuhan dan pertentangan di wilayah Timor Timur.
                Pada tanggal 21 Oktober 1999, diselenggarakan pemilihan wakil presiden RI.
Calonnya ialah Megawati Soekarnoputri dan Hamzah Haz. Pemilihan dilakukan dengan
voting. Hasilnya diperoleh Megawati memperoleh suara terbanyak. Dengan demikian, wakil
presiden RI periode 1999–2004 ialah Megawati yang dilantik pada 21 Oktober 1999. Namun,
dalam perkembangan selanjutnya, kedudukan Abdurrahman Wahid beralih kepada Megawati
dengan wakilnya Hamzah Haz karena adanya ketidakpuasan rakyat selama pemerintahan
yang dipimpin olehnya.
                Pada tahun 2004 untuk pertama kalinya bangsa Indonesia melaksanakan pemilihan
presiden dan wakil presiden secara langsung oleh rakyat. Pemilu diikuti oleh 24 partai politik.
Pemilu dilakukan dalam tiga tahap. Pertama, pada 5 April 2004 dilaksanakan pemilihan
anggota DPR, DPRD provinsi, DPRD kota/ kabupaten, dan DPD. Kedua, pada 5 Juli 2004
dilaksanakan pemilihan presiden
dan wakil presiden tahap pertama. Ketiga, pada 20 September 2004 pemilihan presiden dan
wakil presiden tahap kedua. Hasil pemilihan tersebut menempatkan pasangan Susilo
Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla sebagai presiden dan wakil presiden Republik
Indonesia periode 2004–2009.
D. Pemilihan Umum sebagai Perwujudan Demokrasi
            Para ahli politik berpendapat bahwa pemilu merupakan salah satu kriteria penting
untuk mengukur kadar demokratisasi sistem politik di suatu negara. Pemilu menjadi tolok
ukur untuk menilai demokratis tidaknya suatu negara. Menurut Eep Saefullah Fatah, ada dua
tipe pemilu.
1. Pemilu berfungsi sebagai formalitas politik, artinya pemilu hanya dijadikan alat legalisasi
pemerintahan nondemokratis. Kemenangan kontestan merupakan hasil rekayasa kelompok
kekuatan bukan pilihan bebas politik rakyat. Pemenang pemilu telah diketahui sebelum
pelaksanaannya sendiri sehingga sistem politik demikian sulit dikategorikan sebagai
demokratis.
2. Pemilu berfungsi sebagai alat demokrasi. Di negara demokratis pemilu sebagai alat demokrasi
dijalankan secara adil, jujur, bersih, bebas, dan kompetitif. Pemilu menjadi ajang pilihan
rakyat dalam menentukan pemilihannya.

Rusli Karim membedakan tiga corak pemilu, yaitu sebagai berikut.


a. Pemilu kompetitif dalam suatu sistem demokratis. Ciri-cirinya adalah
•   Rekrutmen elit politik,
•   Kesiapan bagi perubahan kekuasaan,
•   Legitimasi politik pemerintahan koalisi partai,
•   Representasi pendapat dan kepentingan para pemilih,
•   Peningkatan kesadaran politik rakyat melalui kejelasan problem dan alternatif politik,
•   Pendorong kompetisi bagi kekuasaan politik,
•   Pembentukan suatu oposisi yang mampu menjalankan kontrol,
•   Pemertautan lembaga politik dengan pilihan pemilih.
b. Pemilu semikompetitif dalam suatu sistem otoritarian. Ciri-cirinya adalah
•   Manifestasi dan integrasi parsial partai politik,
•   Perolehan reputasi di luar negeri,
•   Penyesuaian kekuasaan yang dirancang untuk menstabilkan sistem,
•   Upaya pelegitimasian bagi kekuasaan yang ada.
c. Pemilu non kompetitif dalam sistem totalitarian. Ciri-cirinya adalah:
•   Penjelasan kriteria kebijakan pemerintahan,
•   Perolehan persatuan moral dan politik rakyat,
•   Pendokumentasian adanya dukungan bagi pemerintah,
•   Mobilisasi seluruh kekutan sosial.

            Adanya pemilu belum tentu menjadikan negara itu sebagai negara demokratis, tetapi
hanya pemilu yang demokratislah yang mampu membentuk negara demokrasi. Agar negara
dianggap demokratis, pemilu harus dijalankan dengan cara yang demokratis, yaitu pemilu
dengan corak yang kompetitif.
a. Fungsi Pemilihan Umum
            Pemilu diselenggarakan dalam rangka mewujudkan gagasan kedaulatan rakyat atau
sistem pemerintahan demokrasi. Karena rakyat tidak mungkin memerintah negara secara
langsung, diperlukan cara untuk memilih wakil yang akan mewakili rakyat dalam
menjalankan roda pemerintahan suatu negara selama jangka waktu tertentu. Pemilu sebagai
sarana demokrasi politik memiliki empat fungsi, yakni sebagai berikut.
1. Prosedur rakyat dalam memilih dan mengawasi pemerintahan
                        Melalui pemilu, rakyat memilih wakil-wakilnya yang akan duduk di lembaga
legislatif. Wakil-wakil itu akan menjalankan kedaulatan yang didelegasikan kepadanya.
Pemilu merupakan proses pemungutan suara secara demokratis untuk seleksi anggota
perwakilan dan juga organ pemerintahan. Fungsi ini disebut sebagai fungsi perwakilan
politik.
2. Legitimasi politik
                        Pemerintahan yang terbentuk melalui pemilu memang menjadi pilihan rakyat
sehingga memiliki keabsahan. Pemerintahan yang absah akan merumuskan program dan
kebijakan yang akan ditaati oleh rakyat. Rakyat akan tunduk dan taat sebagai konsekuensi
atas pilihan dan partisipasi politik yang telah dilakukan. Dalam sistem demokrasi, kehendak
rakyat merupakan dasar bagi keabsahan pemerintahan.

3. Mekanisme pergantian elit politik


            Dengan pemilu, rakyat dalam kurun waktu tertentu dapat mengganti elit politik
dengan yang lainnya berdasarkan pilihannya. Putusan tersebut bergantung pada penilaian
rakyat terhadap kinerja para elit politik di masa lalu. Jika para elit politik yang telah dipilih di
masa lalu dianggap tidak mampu memenuhi harapan rakyat, orang itu cenderung tidak akan
dipilih kembali kemudian menggantinya dengan elite politik yang baru.
4. Pendidikan politik
                        Fungsi pendidikan politik melalui pemilu merupakan pendidikan yang bersifat
langsung, terbuka, dan massal karena dapat meningkatkan pemahaman dan kesadaran
masyarakat dalam berdemokrasi. Melalui fungsi pendidikan politik inilah pemilu berperan
sebagai sarana pengembangan budaya politik demokratis. Oleh sebab itu, pemilu harus
dilaksanakan secara demokratis pula.
b. Prinsip Demokrasi dalam Pelaksanaan Pemilu
            Dalam pemilu demokratis mutlak diperlukan prinsip demokrasi. Prinsip-prinsip
demokrasi dapat terwadahi dalam pemilu demokratis, sedangkan pemilu demokratis akan
mengembangkan dan melanggengkan prinsip-prinsip demokrasi. Menurut Eep Saifullah
Fatah, syarat-syarat pemilu yang demokratis, antara lain adalah sebagai berikut.
1.  Adanya kekuasaan membentuk tempat penampungan bagi aspirasi rakyat,
2.  Adanya pengakuan hak pilih yang universal,
3.  Netralitas birokrasi,
4.  Penghitungan suara yang jujur,
5.  Rekrutmen yang terbuka bagi para calon,
6.  Adanya kebebasan pemilih untuk menentukan calon,
7.  Adanya komite atau panitia pemilihan yang independen, dan
8.  Adanya kekuasaan bagi kontestan dalam berkampanye.

Menurut Austin Ranney ada delapan kriteria pokok bagi pemilu yang demokratis.
1. Hak pilih umum.
            Pemilu disebut demokratis apabila semua warga negara dewasa dapat menikmati hak
pilih pasif ataupun aktif. Meskipun diadakan pembatasan, hal tersebut harus ditentukan
secara demokratis, yaitu melalui undang- undang.

2. Kesetaraan bobot suara.


            Ada jaminan bahwa suara tiap-tiap pemilih diberi bobot yang sama. Artinya, tidak
boleh ada sekelompok warga negara, apa pun kedudukannya, sejarah kehidupan, dan jasa-
jasanya, yang memperoleh lebih banyak wakil dari warga lainnya. Kuota bagi sebuah kursi
parlemen harus berlaku umum.
3. Tersedianya pemilihan yang signifikan.
            Hakikat memilih diasumsikan sebagai adanya lebih dari satu pilihan.
4. Kebebasan nominasi.
            Pilihan-pilihan memang harus datang dari rakyat sendiri sehingga menyi- ratkan
pentingnya kebebasan berorganisasi. Kebebasan berorganisasi secara implisit merupakan
prinsip kebebasan untuk menominasikan calon wakil rakyat. Dengan cara itulah pilihan-
pilihan yang signifikan dapat dijamin dalam proses pemilihan umum.
5. Persamaan hak kampanye.
            Program kerja dan calon-calon unggulan tidak akan bermakna apa-apa jika tidak
diketahui oleh pemilih. Oleh karena itu, kampanye menjadi penting dalam proses pemilu.
Melalui proses tersebut massa pemilih diperkenalkan dengan para calon dan program kerja
para kontestan pemilu.
6. Kebebasan dalam memberikan suara.
            Pemberi suara harus terbebas dari berbagai hambatan fisik dan mental dalam
menentukan pilihannya. Harus ada jaminan bahwa pilihan seseorang dilindungi
kerahasiaannya dari pihak mana pun, terutama dari penguasa.
7. Kejujuran dalam penghitungan suara.
            Kecurangan dalam penghitungan suara dapat menggagalkan upaya penjelmaan rakyat
ke dalam badan perwakilan rakyat. Keberadaan lembaga pemantau independen pemilu dapat
menopang perwujudan prinsip kejujuran dalam penghitungan suara.
8. Penyelenggaraan secara periodik.
            Pemilu tidak diajukan atau diundurkan sekehendak hati penguasa. Pemilu
dimaksudkan sebagai sarana menyelenggarakan pergantian penguasa secara damai dan
terlembaga.

c. Pemilu di Indonesia
Sampai saat ini pemilu di Indonesia telah berlangsung sepuluh kali, yakni
1.  Pemilu masa Orde Lama, yakni pemilu 1955.
2. Pemilu masa Orde Baru, yakni pemilu 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997.
3.  Pemilu masa Reformasi, yakni pemilu 1999, 2004, dan 2009.

     Ketentuan konstitusional mengenai pemilihan umum diatur dalam UUD 1945 amendemen
ketiga pasal 22E sebagai berikut.
1.      Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap
lima tahun sekali.
2.      Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden dan wakil
Presiden, DPRD.
3.   Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota DPD adalah perseorangan.
4.   Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota DPR dan DPRD adalah partai politik.
5. Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional,
tetap, dan mandiri.
6. Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang- undang.
     Pemilihan umum perlu diselenggarakan berdasarkan asas langsung, umum,
bebas, rahasia, jujur, dan adil.
1.      Langsung berarti rakyat sebagai pemilih mempunyai hak untuk memberikan suaranya secara
langsung sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara.
2.      Umum berarti setiap warga negara yang memenuhi persyaratan berhak ikut serta dalam
pemilu tanpa diskriminasi berdasarkan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin,
kedaerahan, pekerjaan, dan status sosial.
3.      Bebas berarti setiap warga negara yang berhak memilih bebas menentukan pilihannya tanpa
tekanan dan paksaan dari siapa pun.
4.      Rahasia berarti dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin bahwa pilihannya tidak akan
diketahui oleh pihak mana pun dan dengan jalan apa pun.
5.      Jujur berarti dalam penyelenggaraan pemilu, setiap penyelenggara pemilu, pengawas pemilu,
pemantau pemilu, pemilih dan semua pihak yang terkait harus bersikap dan bertindak jujur
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
6.      Adil berarti dalam penyelenggaraan pemilu, setiap pemilih dan peserta pemilu mendapat
perlakuan yang sama, serta bebas dari kecurangan pihak mana pun.

            Pemilu yang paling demokratis baru dialami bangsa Indonesia melalui pemilu 1955.
Puluhan partai dan calon perseorangan menjadi kontestan sehingga rakyat benar-benar
berpeluang memilih sesuai dengan aspirasi masing-masing. Namun, setelah itu, iklim politik
menjadi begitu ketat selama masa demokrasi terpimpin. Selama masa Orde Baru telah
dilakukan enam kali pemilu. Hanya ada tiga lembaga pemerintahan yang pengisiannya
dilakukan melalui pemilu, yaitu MPR/DPR, DPRD, dan Kepala Desa. Akan tetapi, ada
jabatan-jabatan pemerintah lain yang diisi melalui proses pemilihan tidak langsung oleh
rakyat. Yang dimaksudkan itu adalah pemilihan bupati. Pemilihan bupati itu dilakukan oleh
MPR.
            Pemilihan menganut sistem proporsional sehingga diharapkan seluruh suara rakyat
diperhitungkan dalam pengisian anggota parlemen. Jika ada kontestan yang tidak
memperoleh suara sama sekali, kontestan tetap dijamin memperoleh 5 kursi di parlemen.
Pemilu bukanlah institusi politik yang berdiri sendiri. Keberadaan dan kualitas pemilu sangat
terkenal dengan sistem perlindungan hak-hak politik rakyat yang tercermin dalam sistem
kepartaian sebagai hulunya dan struktur kelembagaan parlemen sebagai muaranya.
            Salah satu prinsip yang digunakan oleh pemerintah Orde Baru dalam mengatur sistem
kepartaian adalah prinsip massa mengambang. Kenyataannya prinsip itu diwujudkan dalam
upaya untuk menjauhkan rakyat dari kegiatan politik kecuali pada saat-saat pemilu.
            Selama masa Orde Baru tercatat adanya pemilu yang relatif demokratis, yaitu dalam
bentuk pemilihan kepala desa. Penghitungan dan pelaporan hasil dilakukan secara terbuka di
depan warga pemilih sehingga memperkecil peluang manipulasi suara. Kemenangan
ditentukan dengan suara terbanyak dengan jumlah pemilih yang telah memenuhi quorum.
            Bangsa Indonesia berhasil menyelenggarakan pemilu yang relatif memenuhi syarat-
syarat pemilu demokratis pada pemilu tahun 1999, 2004, dan 2009. Apabila pemilu
terlaksana dengan baik (LUBER JURDIL) ada harapan kita akan menuju ke
pemerintahan/kehidupan yang lebih demokratis.
E. Perilaku yang Mendukung Tegaknya Prinsip-Prinsip Demokrasi
            Suatu negara disebut negara demokrasi jika negara tersebut menerapkan prinsip-
prinsip demokrasi dalam kehidupan bernegara. Demokrasi dapat berjalan jika didukung oleh
warga negara yang demokratis. Budaya demokrasi harus menjadi gaya hidup bagi setiap
warga bangsa karena dengan cara itulah demokrasi berdasarkan Pancasila dalam bidang
politik, ekonomi ataupun sosial benar-benar dapat dijalankan. Jadi, warga negara harus
berperilaku yang demokratis agar dapat mendukung tegaknya prinsip-prinsip demokrasi di
negaranya. Perilaku demokratis adalah perilaku yang  dilandasi oleh nilai-nilai demokrasi.
Nilai demokrasi merupakan sesuatu yang baik, yang diyakini bermanfaat bagi terciptanya
negara demokrasi. Contoh nilai demokrasi, antara lain adalah terbuka, tanggung jawab, adil,
menghargai, mengakui perbedaan, anti kekerasan, damai, dan kerja sama. Berdasarkan nilai-
nilai demokrasi, perilaku yang mendukung tegaknya prinsip-prinsip demokrasi adalah
sebagai berikut.
1. Menerima dan melaksanakan keputusan yang telah disepakati.
2. Menghargai orang lain yang berbeda pendapat dan tidak memusuhinya.
3. Berusaha menyelesaikan perbedaan pendapat atau masalah secara damai bukan dengan
kekerasan.
4. Menerima kekalahan secara dewasa apabila telah diputuskan secara demokratis.
5. Memberi pendapat, kritik, ide, masukan bagi tegaknya demokrasi.
6. Bertanggung jawab atas apa yang dikemukakan dan dilakukan secara bebas.
7. Menangani tindak kriminal sesuai dengan jalur hukum bukan dengan main hakim sendiri.

a. Penerapan Budaya Demokrasi di Lingkungan Sekitar


            Demokrasi tidak datang dengan sendirinya dan budaya demokrasi tidak muncul begitu
saja, melainkan harus diajarkan dan ditanamkan sejak dini, mulai dari lingkungan kecil,
seperti keluarga sampai lingkungan besar, seperti negara bahkan dalam hubungan
internasional.
1) Contoh penerapan demokrasi di lingkungan keluarga, antara lain adalah sebagai berikut.
a)  Menghargai pendapat orang tua dan saudara,
b)  Bertanggung jawab atas perbuatannya,
c)  Musyawarah untuk pembagian kerja,
d)  Bekerja sama untuk menyelesaikan pekerjaan dan masalah yang ada,
e)  Bersedia untuk menerima kehadiran saudara-saudaranya sendiri, dan
f)   Terbuka terhadap suatu masalah yang dihadapi.

2) Contoh penerapan budaya demokrasi di lingkungan masyarakat, antara lain adalah sebagai
berikut.
a)  Mau mengakui kesalahan yang telah dibuatnya,
b)  Menghormati pendapat orang lain yang berbeda dengannya,
c)  Menyelesaikan masalah dengan mengutamakan kesepakatan,
d)  Bersedia hidup bersama dengan semua warga negara tanpa membeda-bedakan,
e)  Tidak merasa benar atau menang sendiri dalam berbicara dengan warga lain,
f)  Menaati peraturan lingkungan dan hukum yang berlaku, dan
g)  Melibatkan diri dalam upaya memecahkan persoalan bersama.
3) Contoh penerapan budaya demokrasi di lingkungan sekolah, antara lain adalah sebagai
berikut.
a)  Menaati peraturan disiplin sekolah,
b)  Menerima dengan ikhlas hasil kesepakatan,
c)  Menghargai pendapat teman lain meskipun pendapat itu berbeda dengan kita,
d)  Bersedia untuk bergaul dengan teman sekolah tanpa diskriminasi,
e)  Melibatkan diri dalam upaya memecahkan persoalan bersama,
f)  Menerima teman yang berbeda latar belakang suku, budaya, ras, dan agama, dan
g)  Mengutamakan musyawarah, membuat kesepakatan untuk menyelesaikan masalah.

     Peran serta siswa dalam menerapkan budaya demokrasi dapat dilakukan dengan kegiatan
pemilihan umum melalui kegiatan di sekolah, antara lain pemilihan ketua kelas, pemilihan
ketua OSIS, pemilihan tugas piket, pembagian ketua kelompok diskusi, dan pemilihan ketua
panitia olahraga/kesenian. Pengendalian diri juga merupakan unsur penting dari budaya
demokrasi. Pengendalian diri tidak hanya berlaku dalam kehidupan bernegara, tetapi juga
dalam kehidupan sehari-hari.
1) Contoh sikap pengendalian diri dalam keluarga adalah sebagai berikut.
a)  Mengatur kegiatan rumah tangga dengan tertib,
b)  Menghindari perkataan yang menyakitkan hati orang tua/anggota keluarga, dan
c)  Selalu mengingat kebutuhan anggota keluarga yang lain.
2) Contoh sikap pengendalian diri di lingkungan sekolah adalah sebagai berikut.
a)  Tidak membuat gaduh ketika pelajaran berlangsung,
b)  Menghindari perkataan yang menyakiti hati guru atau teman, dan
c)  Menggunakan waktu istirahat untuk kegiatan yang positif.
3) Contoh sikap pengendalian diri di lingkungan tempat tinggal kita adalah sebagai berikut.
a)  Menghindari penggunaan kata-kata yang menyakiti hati orang lain,
b)  Bergaul dengan tetangga dan masyarakat sekitar sesuai dengan norma lingkungan,
c)  Tidak membuat keonaran di kampung.
b. Penerapan Budaya Demokrasi di Kehidupan Bernegara
     Dalam kehidupan bernegara, penerapan budaya demokrasi dapat dilakukan oleh para
pemegang pemerintahan atau pemimpin politik. Apabila tingkah laku pemerintah sesuai
dengan budaya demokrasi, pemerintahan ataupun lembaga- lembaga negara dapat berjalan
secara demokratis pula. Sebaliknya, apabila tingkah laku para pemimpin jauh dari budaya
demokrasi, pemerintahan atau lembaga-lembaga negara meskipun sudah dibuat demokratis,
tidak dapat berjalan dengan baik.
Contoh penerapan budaya demokrasi di lingkungan kehidupan bernegara adalah sebagai
berikut.
  1) Berani bertanggung jawab terhadap sikap dan perbuatan yang dilakukan,
  2) Tidak memberi contoh perilaku kekerasan kepada warga,
  3) Tidak saling menghujat, memfitnah, mengatakan buruk kepada sesama pemimpin,
  4) Sikap terbuka dan tidak berbohong kepada publik,
  5) Sikap mengedepankan kedamaian pada masyarakat,
  6) Perilaku taat pada hukum dan peraturan perundang-undangan,
  7) Mengutamakan musyawarah untuk menyelesaikan masalah-masalah kenegaraan,
  8) Memiliki rasa malu dan bertanggung jawab kepada publik,
  9)  Bersedia para pemimpin untuk senantiasa mendengar dan menghargai pendapat warganya,
dan
10)  Bersedia menerima kekalahan secara dewasa dan ikhlas.

     Pemimpin yang berbudaya demokrasi akan sangat mendukung pemerintahan demokrasi
dan akan memberikan contoh yang dapat memupuk budaya demokrasi di kalangan rakyat.
  Seperti yang dapat kita lihat kondisi Indonesia saat ini. Indonesia menganut demokrasi
Pancasila sesuai dengan ideologi yang dimiliki. Dimana pemerintahan itu dari rakyat, oleh
rakyat dan untuk rakyat. Namun, pernyataan itu tidak sesuai dengan apa yang telah terjadi di
bumi pertiwi. Sebaliknya, kenyataan yang terjadi berbanding terbalik dengan apa yang
dinyatakan bahwa pemerintahan itu dari, oleh maupun untuk rakyat. Memang kekuasaan
berasal dari rakyat dan oleh rakyat. Namun pengaplikasian kekuasaan tersebut tidak kembali
ke rakyat. Tetapi, jatuh ke tangan para pemerintah yang tidak menjalankan amanah sesuai
dengan apa yang dijanjikannya. Maksudnya, hampir kebanyakan pemerintah menjanjikan
kemakmuran kepada rakyatnya. Tapi, ia tidak betul-betul mewujudkan harapan maupun
keinginan para rakyatnya. Malah ia mengambil banyak keuntungan dari pengorbanan dan
kepercayaan yang diberikan oleh rakyat kepadanya.

     Keadaan yang kacau balau seperti itulah menyebabkan bumi pertiwi yang kita cintai dicap
sebagai negara yang berdiamnya para koruptor, negara yang ketertinggalan dalam hal IPTEK
dan juga dalam segala hal. Sampai-sampai, SDA yng kita agung-agungkan keindahannya
sekarang dimanfaatkan sebanyak-banyaknya oleh negara maju, menjadikan negara Indonesia
sebagai negara yang rakyatnya hanya dapat menggunakan SDA  yang dimiliki, namun tak
mampu bereproduksi, menghasilkan inovasi, untuk memajukan negara sendiri.

    Maka dari itu, Pancasila harus  diterapkan sepenuhnya oleh kita semua. Baik itu pejabat,
rakyat, maupun tokoh-tokoh yang lain. Jika itu benar-benar dilaksanakan, maka tak menutup
kemugkinan negara Indonesia akan bebas yang namanya dari koruptor, menjadi negara yang
berinovasi, dan dapat dijadikan teladan bagi negara yang lain.

   Untuk itu, marilah kita galang kesatuan untuk menerapkan sepenuhnya demokrasi khas
negeri kepulauan yaitu Pancasila milik Indonesia dan demi kemajuan serta kemakmuran
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai