Anda di halaman 1dari 15

PELAKSANAAN DEMOKRASI DALAM BERBAGAI ASPEK KEHIDUPAN

A. Hakekat Demokrasi
Kata demokrasi seringkali terdengar di telinga kita. Kata demokrasi digunakan dalam
berbagai aspek kehidupan, seperti demokrasi ekonomi, demokrasi dalam politik, demokrasi
dalam pemerintahan, dan sebagainya. Namun, tahukah kamu apa artinya demokrasi
tersebut ? Untuk memahami demokrasi dan penerapannya dalam kehidupan bermasyarakat
dan bernegara ikutilah penjelasan di bawah ini.
Kata demokrasi berasal dari bahasa Yunani, demos yang berarti rakyat dan kratien
yang berarti pemerintahan. Jadi demokrasi berarti pemerintahan rakyat. Dapat dikatakan
bahwa hakekat pemerintahan demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan
untuk rakyat.Di Yunani sendiri pelaksanaan demokrasi ini dilakukan secara langsung.
Artinya setiap warga negara terlibat langsung dalam membicarakan semua masalah di
dalam polis. Penerapan demokrasi berawal dari Solon, pemimpin masyarakat Athena
mengumpulkan warga negara Athena dalam amphiteater untuk bersidang dan
membicarakan permasalahan di dalam polis. Sistem ini terus dikembangkan oleh Pericles
setelah perang Yunani dan Persia berakhir. Dengan sistem demokrasi ini, Athena
berkembang menjadi pusat kebudayaan dan pemerintahan sipil di Yunani.

B. Sejarah Perkembangan Demokrasi


Pada permulaan pertumbuhannya demokrasi telah mencakup beberapa azas dan
nilai yang diwariskan kepadanya dari masa yang lampau, yaitu gagasan mengenai
demokrasi dari kebudayaan Yunani Kuno dan gagasan mengenai kebebasan beragama
yang dihasilkan oleh aliran Reformasi serta perang-perang agama yang menyusulnya.Sistim
demokrasi yang terdapat di negara-kota (city state)Yunani Kuno (abad ke-6 sampai abad
ke3 S.M.) merupakan demokrasi la.ngsung (direct democracy) yaitu suatu bentuk
pemerin¬tahan di mana hak untuk membuat keputusan-keputusan politik dijalankan secara
langsung oleh seluruh warga negara yang bertindak berdasarkan prosedur!mayoritas. Sifat
langsung dari demokrasi Yunani dapat diselenggarakan secara efektif karena berlangsung
dalam kondisi yang sederhana, wilayahnya terbatas (negara terdiri dari kota dan daerah
sekitarnya) serta jumlah penduduk sedikit (300.000 penduduk dalam satu negara-kota).
Lagipula, ketentuan-ketentuan demokrasi hanya berlaku untuk warga negara yang
resmi, yang hanya merupakan bagian kecil saja dari penduduk. Untuk mayoritas yang terdiri
dari budak belian dan pedagang asing demokrasi tidak berlaku. Dalam negara modern
demokrasi tidak lagi bersifat langsung, tetapi bersifat demokrasi berdasarkan perwakilan
(representative democracy). Memasuki Abad Pertengahan (600-1400) gagasan demokrasi
Yunani boleh dikatakan hilang dari muka dunia Barat. Masyarakat Abad Pertengahan
dicirikan oleh struktur sosial yang feodal (hubungan antara vassal dan lord); yang kehidupan
sosial serta spirituilnya dikuasai oleh Paus dan pejabat-pejabat agama lainnya; yang
kehidupan politiknya ditandai oleh perebutan kekuasaan antara para bangsawan satu sama
lain.
Dilihat dari sudut perkembangan demokrasi Abad Pertengahan menghasilkan suatu
dokumen yang penting, yaitu Magna Charta (Piagam Besar) (1215). Magna Charta
merupakan semacam kontrak. antara beberapa bangsawan dan Rlija. John dari Inggris di

1
mana untuk pertama kali seorang raja yang berkuasa mengikatkan diri untuk mengakui dan
menjamin beberapa hak dan privileges dari bawahannya sebagai imbalan untuk penyerahan
dana bagi keperluan perang dan sebagainya. Biarpun piagam ini lahir dalam suasana feodal
dan tidak berlaku untuk rakyat jelata, namun diang¬gap sebagai tonggak dalam
perkembangan gagasan demokrasi. Sebelum Abad Pertengahan berakhir dan di Eropa
Barat pada permulaan abad ke-16 muncul negara-negara nasional (national state) dalam
bentuk yang modern, maka Eropa Barat mengalami beberapa perubahan sosial dan kulturil
yang mempersiapkan jalan untuk memasuki zaman yang lebih modern di mana akal dapat
memerdekakan diri dari pembatasan-pembatasannya.Sesudah berakhirnya Abad
Pertengahan antara 1500-1700 lahirlah negara-negara Monarcchi. Raja-raja absolut
menganggap dirinya berhak atas takhtanya berdasarkan konsep ”Hak Suci Raja” (Divine
Right of Kings). Raja-raja yang terkenal di Spanyol ialah Isabella dan Ferdinand (1479-
1516). di Prancis raja-raja Bourbon dan sebagainya. Kecaman-kecaman diontarkan
terhadap gagasan absolutisme mendapat dukungan kuat dari golongan menengah (middle
class) yang mulai berpengauruh berkat majunya kedudukan ekonomi serta mutu pendidikan.
Pendobrakan terhadap kedudukan raja-raja absolut ini didasar suatu teori
rasionalistis, yang umumnya dikenal sebagai social-contract (kontrak sosiaI). Salah satu
azas dari gagasan kontral sosial ialah bahwa dunia dikuasai oleh hukum yang timbul
(nature) yang mengandung prinsip-prinsip keadilan yang universal: artinya berlaku untuk
semua waktu serta semua manusia, apakah dia raja, bangsawan atau rakyat jelata. Hukum
ini dinamakan Natural Law (Hukum Alam, ius- naturale). Unsur universalisme inilah yang
diterapkan pada masalah-masalah politik. Teori kontrak sosial beranggapan bahwa
hubungan antara raja dan rakyat didasari oleh suatu kontrak yang ketentuan-ketentuannya
mengikat kedua belah fihak. Kontrak sosial menentukan di satu pihak bahwa raja diberi
kekuasaan oleh rakyat untuk menyelenggarakan penertiban dan menciptakan suasana di
mana rakyat dapat menikmati hak-hak alamnya (natural rights) dengan aman. Di fihak lain
rakyat akan mentaati pemerintahan raja asal hak hak alam itu terjamin.
Pada hakekatnya teori-teori kontrak sosial merupakan usaha untuk mendobrak dasar
dari pemerintahan absolut dan menetapkan hak-hak politik rakyat. Filsuf-filsuf yang
mencetuskan gagasan ini antara lain John Locke dari Inggris (I632-1704) da Montesquieu
dari Perancis (1689-) 755). Menurut John Locke hak-hak politik mencakup hak atas hidup,
atas kebebasan dan hak untuk memiliki (life, liberty and property). Montesquieu mencoba
menyusun suatu sistim yang dapat menjamin hak-hak politik itu, yang kemudian dikenal
dengan istilah trias politica. Ide-ide bahwa manusia mempunyai hak-hak politik menimbulkan
revolusi Perancis pada akhir abad ke-18, serta Revolusi Amerika melawan Inggris. Sebagai
akibat dari pergolakan yang tersebut di atas tadi maka pada akhir abad ke-19 gagasan
mengenai demokrasi mendapat wujud yang konkrit sebagai program dan sistim politik.
Demokrasi pada tahap ini semata-mata bersifat politis dan mendasarkan dirinya atas
azas-azas kemerdekaan individu, kesamaan hak (equal rights) serta hak pilih untuk semua
warganegara (universal suffrage).Dalam abad ke-19 dan permulaan abad ke-20 lahirlah
gagasan mengenai demokrasi konstitusional. AhIi hukum Eropa Barat Kontinental seperti
Immanuel Kant (1724-1804) dan Friedrich Julius Stahl memakai istilah Rechtsstaat,
sedangkan ahli Anglo Saxon seperti A.V. Dicey memakai istilah Rule of Law. Oleh Stahl

2
disebut empat Unsur Rechtsstaat (negara demokrasi yang berdasarkan hukum) dalam arti
klasik, yaitu:
1) Adanya perlindungan ak-hak manusia
2) Adanya pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak itu
3) Pemerirttah berdasarkan peraturan-peraturan
4) Peradilan administrasi dalam perselisihan.
Unsur-unsur Rule of Law dalam arti yang klasik, seperti yang dikemukakan oleh A.V.
Dicey dalamIntroduction to the Law of the Constitution mencakup :
a. Supremasi aturan-atuTlln hukum (supremacy of the law); tidak adanya kekuasaan
sewenang-wenang (absence of arbitrary power), dalam arti bahwa seseorang hanya boleh
dihukum kalau melanggar hukum.
b. Kedudukan yang sama dalam menghadapi hukum (equality before the law). DaliI ini
berlaku baik untuk orang biasa, maupun untuk pejabat.
c. Terjaminnya hak-hak manusia oleh undang-undang (di negara lain oleh undang-undang
dasar) serta keputusan-keputusan pengadilan.

C. Macam-macam Demokrasi
Beberapa macam demokrasi yang berkembang di dunia, antara lain :
1) Demokrasi Parlementer
Di dalam sistem parlementer, kekuasaan legislatif terletak di atas kekuasaan eksekutif.
Oleh karena itu, menteri-menteri kabinet harus mempertanggungjawabkan semua
tindakannya kepada Dewan/DPR/Senat. Pemerintah setiap saat dapat dijatuhkan oleh
Dewan/DPR/Senat dengan mosi tidak percaya.
2) Demokrasi Liberal
Dalam system liberal, kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif dipisahkan (sparate of
power peinisahan). Kepala negara / presiden langsung dipilih oleh rakyat (contoh
Amerika Serikat). Dalam demokrasi liberal pemerintah dipegang oleh partai yang
menang dalam pemilihan umum, sedangkan partai yang kalah menjadi pihak oposisi.
3) Demokrasi Rakyat
Demokrasi ini terdapat dalam negara-negara komunis yang totaliter. Lembaga-lembaga
demokrasi pada umumnya tidak berfungsi sebagaimana mestinya karena kekuasaan
ada di tangan sekelompok kecil pimpinan partai komunis. Mereka ini yang memegang
dan mempergunakan kekuasaan menurut ideologi totaliter komunis: Dalam demokrasi
rakyat, pada dasarnya rakyat tidak memperoleh hak yang lazimnya di dapat dalam
sistem demokrasi lainnya.

4) Demokrasi Pancasila
Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang berdasarkan Paneasila dan UUD 1945.
Dalam Demokrasi Pancasila sangat diharapkan adanya musyawarah untuk mufakat.
Akan tetapi, bila tidak tercapai mufakat, pengambilan keputusan dapat ditempuh melalui
pemungutan suara (Pasal 2, Ayat (3), WD 1945). Dalam demokrasi Pancasila tidak
mengenal dominasi mayoritas ataupun tirani minoritas. Domiinasi mayoritas adalah
kelompok besar yang menguasai segala segi kehidupan berbangsa dan bernegara
dengan mengabaikan kelompok yang kecil. Tirani minoritas adalah kelompok kecil yang

3
menguasai segala segi kehidupan berbangsa dan bernegara dengan mengabaikan
kelompok besar.
Keunggulan demokrasi Pancasila dibanding dengan demokrasi lainnya sebagai berikut.
a) Adanyaa penghargaan terhadap hak asasi manusia dan hak-hak minoritas tidak akan
diabaikan.
b) Mendahulukan kepentingan rakyat, dalam hal ini hak rakyat diakui dan dihargai.
c) Mengutamakan musyawarah untuk mufakat, dan baru kemudaian menggunakan
suara terbanyak
d) Kebenaran dan keadilan selalu dijunjung tinggi.
e) Mengutamakan kejujuran dan iktikad baik.
Sedangkan dilihat dari pelaksanaannya dikenal ada dua macam demokrasi, yaitu
demokrasi langsung dan demokrasi tidak langsung (perwakilan).
1) Demokrasi langsung, adalah suatu sistem demokrasi yang melibatkan seluruh
rakyatnya dalam membicarakan atau menentukan segala unsur negara secara
langsung. Demokrasi langsung pernah dipraktikan pada zaman Yunani kuno; yaitu
beberapa negarakota di Athena. Demokrasi yang pertama di dunia ini mampu
melaksanakan demokrasi langsung dengan suatu majelis yang mungkin terdiri dari
5000 sampai 6000 orang dan berkumpul di satu tempat untuk melaksanakan
demokrasi langsung.
2) Demokrasi tidak langsung atau perwakilan, adalah suatu sisitem demokrasi yang
dalam menyalurkan aspirasinya, rakyat memilih wakil-wakil untuk duduk dalam suatu
lembaga parlemenatau lembaga perwakilan rakyat. Lembaga ini dipilih dari rakyat,
oleh rakyat dan untuk rakyat, karena itu dalam demokrasi tidak langsung semua
rakyat turut serta dalam membicarakan dan menetapkan kebijakan tentang
persoalan-persoalan’ negara.

C. Perwujudan Demokrasi Pancasila dalam Bidang Politik, Ekonomi, dan Sosial.


Untuk mewujudkan Demokrasi Pancasila kita terlebih dahulu harus memahawi nilai-nilai
demokrasi. Nilai-nilai demokrasi yang perlu dikembangankan dalam suatu masyarakat yang
demokratis menurut Henry B. Mayo (dalam Miriam Budiardjo; 1986:62-63) adalah sebagai
berikut;
1. Menyelesaikan perselisihan dengan damai dan secara melembaga. Dalam setiap
masyarakat terdapat perselisihan pendapat serta kepentingan, yang dalam alam demokrasi
dianggap wajar untuk diperjuangkan. Perselisihan harus dapat diselesaikan melalui
perundingan dan dialog terbuka untuk mencapai kompromi, konsensus, atau mufakat.
Apabila kompromi tidak tercapai, maka ada bahaya, karena keadaan ini dimungkinkan akan
mengundang kekuatan-kekuatan dari luar untuk campur tangan dan memaksakan dengan
kekerasan tercapainya kompromi.
2. Menjamin terselenggaranya perubahan secara damai dalam suatu masyarakat yang
sedang berubah. Perubahan sosial terjadi karena beberapa faktor, seperti kemajuan
teknologi, kepadatan penduduk, dan pola perdagangan. Pemerintah harus dapat
menyesuaikan kebijaksanaannya kepada perubahan-perubahan ini dan dapat
mengendalikannya. Sebab kalau perubahan tidak dijamin oleh pemerintah, maka sistem
demokratis tidak dapat berjalandan akan muncul sistem diktatur.

4
3. Menyelenggarakan pergantian pimpman secara teratur. Dalam masyarakat demokratis,
pergantian pimpinan atas dasar keturunan, mengangkat diri sendiri, coup d ‘etat dianggap
tidak wajar.
4.. Membatasi pemakaian kekerasan sampai minimum. Golongan minoritas yang biasanya
akan terkena paksaan akan lebih menerimanya apabila diberi kesempatan untuk turut serta
dalam merumuskan kebijaksanaan.
5. Mengakui serta menganggap wajar adanya keanekaragaman. Keanekaragaman ini
tercermin dalam keanekaragaman pendapat, kepentingan, dan tingkah laku. Untuk hal ini
perlu terselenggaranya masyarakat yang terbuka dan kebebasan politik yang
memungkinkan timbulnya fleksibelitas dan tersedianya berbagai altematif dalam tindakan
politik. Namun demikian keanekaragaman tetap berada dalam kerangka persatuan bangsa
dan negara.
6. Menjamin tegaknya keadilan. Dalam masyarakat demokratis keadilan merupakan cita-cita
bersama, walaupun sebagian kecil masyarakat ada yang merasa diperlakukan tidak adil.
Keadilan masyarakat yang dibangun hendaklah keadilan dalam jangka panjang dan
melingkupi seluruh anggota masyarakat yang bersangkutan. Perwujudan Demokrasi
Pancasila dapat dilihat antara lain dalam bidang politik, ekonomi, dan sosial.
a) Dalam Bidang Politik
Oleh karena Demokrasi Pancasila merupakan demokrasi tidak langsung atau demokrasi
perwakilan maka kebijak dijalankan oleh para wakil rakyat dalam menetapkan berbagai
kebijakan pemerintahan dalam bentuk peraturan perundangan. Dalam melakukan tugasnya,
para wakil rakyat harus mampu memikirkan, memperhatikan, dan mempertimbangkan
aneka-ragam kepentingan rakyat agar keputusan-keputusan yang diambilnya benar-benar
mencerrninkan aspirasi seluruh lapisan masyarakat dan benar-benar bermanfaat bagi
kesejahteraan bersama. Tentu tidak hanya wakil rakyat yang harus menjalankan
kebijaksanaan dalam melaksanakan tugasnya. Semua penyelenggara negara (para
penegak hukum, presiden, wakil presiden, para menteri, para anggota DPR, para anggota
BPK, dan seluruh aparat pemerintahan lain, baik di pusat maupun di daerah) wajib
menjalan¬kan atau menunaikan tugasnya dengan penuh hikmat kebijaksanaan.
b) Dalam Bidang Ekonomi
Pancasila dan UUD 1945 menggariskan dua prinsip pokok demokrasi ekonomi. Prinsip itu
adalah sebagai berikut.
1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama at as dasar semangat kekeluargaan.
2) Segala hal yang menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara untuk
dipergunakan bagi sebesar-besamya kemakmuran rakyat
Dua prinsip pokok ini menunjukkan bahwa kemakmuran seluruh rakyat harus menjadi tujuan
utama pelaksanaan Demokrasi Pancasila dalam bidang ekonomi Oleh karena itu, tidak
diperbolehkan seorang pun menguasai bidang-bidang ekonomi yang menguasai hajat
(kepentingan) orang banyak. Perlulah digariskan pemerataan kesempatan-kesempatan
ekonornis dan kesejahteraan bagi setiap warga bangsa ini. Itu semua hanya bisa dicapai
apabila semua pihak menggunakan sanaan sebagai pedoman dalam bersikap maupun
berkiprah dalam pereekonomian bangsa dan dan negara Inonesia.
c) Dalam Bidang Sosial

5
Dalam kehidupan bermasyarakat, Demokrasi Pancasila menggariskan penting ”hikmat
kebijaksanaan” sebagai pe¬nuntut hubungan antar manusia Indonesia dengan bangsa lain.
Dengan demikian, bukan hanya wakil rakyat atau pejabat/aparat pemerintah yang dituntut
untuk selalu meng¬unakan hikmat kebijaksanaan dalam mengusrus kepentingan bersama.
Seluruh bangsa Indonessia baik anak dan orang tua dalam keluarga, warga dan pengurus
RT dan RW, murid, guru, kepala sekolah dan warga sekolah lainnya di sekolah, maupun
kemasyarakatan, partai politik, instansi pemerintah, perusahaan, Dewan Perwakilan Rakyat,
untuk dituntut melakukannya.

D. Perwujudan Demokrasi Pancasila dalam Kehidupan Sehari-hari


Bagaimana kita mampu selalu bertindak bijaksana dalam berbagai aspek Demokrasi
Pancasila ? Syarat utama agar kita mampu bertindak bijaksana adalah meyakini prinsip
bahwa pada hakikatnya setiap orang harkat dan martabatnya yang sama. Dengan prinsip
itu, kita dapat memberikan perlakuan dan penghormatan yang sama bagi setiap orang. Oleh
karena prinsip persamaan kedudukan haruslah dijunjung tinggi.
Dengan memegang teguh prinsip tersebut, kita menjadi lebih mampu untuk
mengendalikan diri agar tidak bertindak, bersikap maupun bertutur kata secara tidak
bijaksana. Kita pun akan mampu untuk lebih bertenggang rasa dengan orang lain.
Kebijaksanaan hendaknya dijunjung tinggi baik dalam hubungan sosial antar warga
masyarakat, dan dalam penyelenggarakan kehidupan politik, maupun ekonomi negara.
Dalam penyelenggaraan kehidupan politik, apabila tidak ada kebijaksanaan dalam
pelaksanaannya, maka kehidupan politik akan kacau. Semua orang akan menghalalkan
segala cara untuk mendapatkan dan menggunakan kekuasaan yang ada.
Begitu pula dalam bidang ekonomi. Akan terjadi korupsi, penyalahgunaan wewenang dan
tindak kejahatan ekonomi lain pun akan bermunculan bila tidak ada kebijaksanaan yang
melingkupinya. Prinsip kebijaksanaan sangat penting dalam pengelolaan hidup berbangsa
dan bernegara. Kebijaksanaan menjaga keutuhan bangsa dan mewujudkan kesejahteraan
bersama.
Kebijaksanaan itu hendaknya dilandasi oleh sikap menghormati persamaan harkat
dan martabat sesamanya dan tenggang rasa dengan orang lain. Dengan mengakui
persamaan kedudukan orang lain, kita akan selalu memikirkan, mempertimbangkan, dan
memperhatikan kepentingan orang lain pada saat menangani masalah bersama. Bahkan
dalam menjalani hidup pribadipun, kita terdorong untuk melakukan hal yang sama.
Untuk melaksanakan Demokrasi Pancasila dalam kehidupan sehari-hari kita hendaknya
mengamalkan sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan. Adapun bentuk-bentuk pengamalan yang dapat kita lakukan
antara lain sebagai berikut.
1. Sebagai warga negara dan warga masyarakat, kita hendaknya menyadari setiap manusia
Indonesia mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama.
2. Kita hendaknya tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
3. Kita hendaknya mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk
kepentingan bersama
4. Kita hendaknya menyadari bahwa musyawarah untuk mencapai mu¬fakat diliputi oleh
semangat keke¬luargaan.

6
5. Kita hendaknya menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai
sebagai hasil musyawarah.
6. Kita hendaknya dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan
melaksanakan hasil musyawarah.
7. Kita hendaknya menyadari bahwa di dalam musyawarah diutamakan kepentingan
bersama di atas kepentingan pribadi atau golongan.
8. Kita hendaknya menyadari bahwa musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai
dengan hati nurani yang luhur.
9. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan se cara moral kepada
Tuhan Yang Maha Esa, men¬junjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai
kebenaran dan keadilan, mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan
bersama.

E. Budaya Demokrasi
Biasanya kita mendengar bahwa sebelum para wakil rakyat mengambil
kebijakan/keputusan, ia melakukan musyawarah dengan rakyat untuk menentukan apa yang
menjadi kebutuhan atau aspirasi rakyat. Para wakil rakyat melakukan musyawarah dengan
penguasa untuk menentukan apa yang harus dilakukan sebagai tanggapan atas aspirasi
rakyat tersebut. Mekanisme musyawarah itu dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak
merugikan atau menyampingkan aspirasi elemen rakyat tertentu. Dengan demikian,
kebijakan yang dibuat nantinya merupakan kebijakan yang aspiratif dan didukung oleh
rakyat.
Secara sederhana, cara-cara seperti inilah yang disebut cara atau perilaku yang
demokratis. Jika perilaku-perilaku seperti ini terus menerus dijalankan dan menjadi bagian
yang terpisahkan dari setiap proses politik masyarakat, maka kita menyebutnya sebagai
budaya demokrasi. Dengan demikian, dapatlah kita katakan bahwa budaya demokrasi
adalah pola tingkah laku individu dan orientasinya terhadap kehidupan politik yang
demokratis dan dihayati oleh para anggota suatu sistem politik.
Budaya demokrasi terlihat atau tergambar dari perilaku-perilaku (politik) demokratis
yang ditunjukkan oleh anggota masyarakat. Perilaku-perilaku demokratis itu antara lain
menghargai perbedaan, menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia,
mengutamakan musyawarah untuk menyelesaikan setiap persoalan, menghormati setiap
keputusan yang telah menjadi kesepakatan atau konsensus bersama, memberi
kesemapatan yang sama kepada setiap orang untuk memilih dan dipilih menjadi pemimpin,
memilih pemimpin dengan jujur, bebas dan adil, menyalurkan aspirasi melalui lembagai-
lembaga atau saluran-saluran politik yang telah disepakati bersama.
Dalam ilmu politik, budaya politik umumnya dibedakan atas tiga, yakni budaya politik
parokial, budaya politik kaula, dan budaya politik partisipan. Dalam budaya politik parokial
(parochial political culture), anggota masyarakat tidak menaruh minat terhadap objek politik
yang luas kecuali dalam batas tertentu, yakni terhadap tempat di mana ia terikat secara
sempit, seperti yang menyangkut kegiatan mencari makan. Budaya politik seperti ini
umumnya terjadi dalam masyarakat tradisional di mana tingkat diferensiasi atau spesialisasi
masih sangat kecil. Namun demikian, masyarakat ini menyadari adanya pusat kekuasaan
politik dalam masyarakatnya.

7
Dalam budaya politik kaula (subject political culture), anggota masyarakat memiliki
minat, perhatian, mungkin pula kesadaran terhadap sistem secara keseluruhan, terutama
terhadap outputnya. Sementara perhatian terhadap aspek input serta kesadarannya sebagai
aktor politik sama sekali rendah. Orientasi mereka yang nyata terhadap objek politik dapat
terlihat dari pernyataannya baik berupa kebanggaan, dukungan atau sikap bermusuhan
terhadap sistem terutama dari segi outputnya. Masyarakat ini umumnya merasa dirinya tidak
berdaya mempengaruhi atau mengubah sistem. Oleh karena itu, mereka umumnya
menyerah saja kepada segala kebijakan para pemegang kekuasaan di masyarakat.
Dalam masyarakat yang memiliki budaya politik partisipan (participant political
culture),seseorang menganggap dirinya atau orang lain sebagai anggota aktif dalam
kehidupan politik. la menyadari setiap hak dan tanggung jawabnya dan berusaha
merealisasikan hak dan tanggung jawabnya itu. la tidak menerima begitu saja atau tunduk
saja terhadap keadaan karena ia merupakan salah satu mata rantai aktif, betapa pun
kecilnya, dalam proses politik baik dari segi input, proses pengelolaannya, dan outputnya. la
berperan aktif dalam proses politik yang terjadi dalam masyarakatnya. Dalam budaya politik
parlisipan inilah perilaku-perilaku demokratis akan berkembang. Anggota masyarakat yang
aktif dan merasa menjadi bagian dari sebuah proses politik akan cenderung menolak setiap
proses politik yang tidak melibatkan dirinya dan elemen lainnya. la juga cenderung akan
menolak setiap proses politik yang tidak dilakukan sesuai dengan mekanisme yang telah
disepakati bersama. la juga tidak mau tunduk begitu saja tetapi akan selalu mengkritisi
setiap kebijakan yang tidak aspiratif. Singkatnya, ia akan cenderung menolak setiap proses
politik yang tidak demokratis. Dalam masyarakat yang menghargai demokrasi ini akan
tersedia saluran-saluran serta mekanisme partisipasi masyarakatnya. Saluran-saluran itu
antara lain adalah parlai politik, lembaga perwakilan, dan saluran ekspresi lainnya seperti
media massa.

F. Dasar Hukum Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia


Secara yuridis pelaksanaan demokrasi di Indonesia merupakan impelentasi sistem
pemerintahan berdasarkan UUD 1945 terutama dalam rangka penerapan konsep
”kedaulatan ada di tangan rakyat.” Oleh karena itu yang menjadi landasan pokok
pelaksanaan Demokrasi di Indonesia adalah:
a. Pembukaan UUD 1945
Alinea keempat yang menyatakan bahwa; ” …. maka disusunlah kemerdekaaan
kebangsaan indonesia itudalam suatu Undang-Undang dasar Negara Indonesia
yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyatKerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/ perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. dengan berdasar kepada Ketuhanan yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan
b. Pasal 1 ayat (2) UUD 1945
”Kedaulatan ada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang
Dasar”.
c. Pasal 28 UUD 1945

8
”Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan
tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-Undang.
d. Pasal 28E UUD 1945 ayat 3
”Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan
pendapat”.
Selain landasan di atas, pelaksanaan demokrasi di Inonesia juga didasarkan atas
UU Pemilu, UU Pers, UU Kebebasan Mengeluarkan Pendapat di muka umum, dan
berbagai Undang-Undang lain yang secara subtansial mengandung muatan sebagai
implementasi sistem pemerintahan berdasarkan kedaulatan rakyat.

G. Asas dan Ciri Negara Demokrasi


Negara/pemerintahan yang demokrasi memiliki dua asas pokok, yaitu:
1) pengakuan akan hakekat dan martabat manusia, misalnya perlindungan dari pemerintah
terhadap hak asasi manusia demi kepentingan bersama;
2) pengakuan peran serta rakyat dalam pemerintahan, misalnya hak rakyat memilih wakil-
wakil rakyat secara langsung, umum, bebas dan rahasia serta dilaksanakan secara jujur dan
adil. Sedangkan ciri kehidupan masyarakat yang demokratis di bawah Rule of Law menurut
Miriam Budiardjo (1986) adalah: a) adanya perlindungan konstitusional, dengan pengertian
bahwa konstitusi, selain menjamin hak-hak individu, harus menentukan pula cara prosedural
untuk mempereh perlindungan atas perlindungan at as hak-hak yang dijamin,
b) adanya kehakiman yang bebas dan tidak memihak c) adanya pemililihan umum yang
bebas, d) adanya kebebasan untuk menyatakan pendapat, e) adanya kebebasan
berserikat/berorganisasi dan beroposisi, dan f) adanyan pendidikan kewarganegaraan (civic
education).
Pandangan lain dikemukakan oleh Lyman Tower Sargent (1987:29), bahwa unsur-unsur
kunci demokrasi adalah: 1) Keterlibatan rakyat dalam pengambilan keputusan politik,
2) Tingkat persamaan hak di antara warga negara,3) Tingkat kebebasan dan kemerdekaan
yang diberikan pada atau dipertahankan dan warga negara, 4) Sistem perwakilan, dan
5) Sistem pemilihan dan ketentuan mayoritas. Lalu bagaimana ciri negara yang demokratis?
Sebuah negara demokratis selain harus mengembangkan ciri-ciri atau prinsip di atas;
neagara demokratis harus memiliki ciri-ciri: 1) Adanya pandangan, bahwa warga negara
(rakyat) harus dilibatkan dalam pengambilan keputusan politik, baik secara langgsung
maupun melalui perwakilan. Asumsi pokok pandangan ini, bahwa rakyat harus mempunyai
hak untuk membahas kebijaksanaan negara mengenai hal-hal yang dilakukan atas nama
rakyat. Keterlibatan rakyat dalam pengambilan keputusan politik dipandang baik bagi rakyat,
sebab dengan demikian rakyat merasa ikut bertanggung jawab terhadap kebijakan yang
ditetapkannya dan akan melaksanakan kebijakan itu. 2) Adanya persamaan hak.
Persamaan hak mengandung beberapa jenis persamaan hak, seperti persamaan hak politik,
persamaan di depan hukum, persamaan kesempatan, persamaan ekonomi, dan persamaan
sosial. Dengan mengasumsikan adanya sistem perwakilan, persamaan hak politik meliputi
hak untuk memilih dalam pemungutan suara dan persamaan kesanggup untuk dipilih
mendudukijabatan politik. Persamaan untuk memilih dalam pemungut suara berarti, bahwa
(1) setiap individu harus mempunyai akses yang mudah tempat pemungutan suara, (2)
setiap orang harus bebas memberikan suaranya, dan (3) setiap suara harus diberikan nilai

9
yang sama sewaktu diadakan perhitungan suara Persamaan dalam kesanggupan untuk
dipilih menduduki jabatan politik berarti. bahwa setiap orang yang mempunyai suara dapat
dipilih menduduki jabatan politi: walaupun untuk jabatan tertentu biasanya ada kualitikasi
tertentu.
Persamaan di depan hukum menetapkan, bahwa semua orang akan diperlakun
dengan cara yang sama oleh sistem hukum. Dalam penerapan prinsip ini, seseorang akan
mendapatkan jaminan keadilan sesuai dengan hukum yang berlaku. Hakikat hukum adalah
suatu kekuatan yang berfungsi untuk meletakkan kedudukan seseorang (masyarakat)
secara adil dan jujur. Persamaan kesempatan berarti, setiap orang di masyarakat
diperkenankan untuk naik atau turun dalam sistem kelas atau dalam sistem status
tergantung pada kesanggupan dan penerapan kesanggupan dari setiap orang. Dalam
penerapan prinsip ini tidak ada penghambat bagi seseorang untuk mencapai beberapa
kesanggupan dan keuntungan dari kerja kerasnya. Persamaan ekonomi dapat diartikan,
bahwa setiap orang dalam suatu masyarakat harus mempunyai jaminan pendapatan yang
sama. Artinya sistem penghargaaan ¬ekonomi yang sama, sehingga masing-masing
individu dapat mencapai tingkat kesejahteraan yang diinginkannya. Setiap individu harus
mendapatkan jaminan ekonomi ¬minimum, sebab ketimpangan ekonomi akan
mempengaruhi jalannya sistem demokrasi. Tingkat kemiskinan yang ekstrem akan sangat
menghambat kemmampuan seseorang untuk mengambil bagian dalam kehidupan
masyarakat.
3) Adanya kebebasan dan kemerdekaan yang diberikan atau dipertahankan dan dimiliki oleh
warga negara. Kebebasan dan kemerdekaan yang diberikan pada atau dipertahankan dan
dimiliki oleh warga negara serng dinamakan hak alamiah atau hak asasi manusia. Hak asasi
manusia dalam kehidupan bernegara, seperti hak untuk memilih, kebebasan mengeluarkan
pendapat, kebebasan pers, kebebasan beragama, kebebasan dari perlakukan semena-
mena oleh sistem politik dan hukum, kebebasan bergerak, dan kebebasan berkumpul dan
berserikat
4) Adanya sistem perwakilan. Sistem perwakilan sebagai ciri negara demokrasi
dilaksanakan karena demokrasi langsung hanya berfungsi efrektif dalam suatu negara yang
wilayah negaranya kecil dan jumlah penduduknya sedikit. Sistem perwakilan berarti rakyat
diwakili oleh sejumlah orang untuk merumuskan kebijakan yang diinginkan oleh rakyat.
Wakil rakyat adalah representasi rakyat.
5) Adanya sistem pemilihan umum. Sistem pemilihan umum sebagai ciri negara demokrasi
dilaksanakan untuk mengisi jabatan-jabatan kenegaraan. Dalam pemilihan umum hendaklah
dilaksanakan secara jujur dan adil, sehingga pejabat kelembagaan negara yang dipilih
merupakan orang-orang yang memiliki integritas dan berkualitas untuk mengemban jabatan
negara yang nantinya akan menjamin pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat ddengan
baik. Pada sisi lain mayoritas kekuatan politik tetap memberi kesempatan kepada kekuatan
politik minoritas untuk bersama-sama membangun bangsa dan
H. Demokrasi yang Pernah Berlaku di Indonesia
Dasar demokrasi ialah bahwa semua manusia sebagai anggota masyarakat adalah
bebas dan sama haknya. Alam demokrasi membutuhkan aturan yang menjamin tingkah laku
yang adil dan saling menghormati. Pemerintahan demokrasi akan kacau apabila tidak
dijalankan atas tat a aturan tertentu. Supaya kehidupan bernegara te¬tap diselenggarakan

10
secara tertib, pemerintahan demokrasi perlu dilaksanakan atas dasar aturan. Aturan hidup
berdemokrasi harus ditaati agar kehidupan yang tertib dapat terwujud.
Bangsa Indonesia juga percaya bahwa cara terbaik untuk mewujudkan cita-cita
bersama adalah dengan menjalankan sistem pemerintahan demokrasi. Sila IV Pancasila
memberi dasar bagi pelaksanaan demokrasi di Indonesia. Sebagai penjabaran Pancasila,
Batang Tubuh UUD 45 juga mengatur pokok-pokok sistem pemerintahan demokrasi.
Usaha bangsa Indonesia melaksankan pemerintahan demokrasi telah mengalami pasang
surut.

1) Demokrasi di Masa Awal Kemerdekaan Berdasar DUD 1945 bangsa Indonesia memulai
kehidupan kenegaraan dengan mencoba mewujudkan sistem pemerintahan yang
demokrasi. Demokrasi yang dianut adalah demokrasi tidak langsung. Langah yang perlu
diambil pada saat itu adalah harus segera membentuk lembaga-lembaga perwakilan rakyak
terutama MPR sesuai dengan ayat II Aturan Tambah, UUD 1945, MPR sudah harus
terbentuk dalam waktu 6 bulan sesudah kemerdekaan. Sementara lembaga-lembaga negra
yang dapat menjadi alat pemerintah demokrasi belum terbentuk, kekuasaan MPR, DPR, dan
DPA dijalankan 0leh Presiden, dengan dibantu oleh Komite Nasional. Kenyataan bahwa
selain menjadi kepala negara dan kepala pemerintah, Presiden juga melaksanakan
kekuasaan MPR, DPR dan DPA, menimbulkan kesan bahwa pemerintah Indonesia waktu
itu bersifat diktator. Oleh karena itu kemudian diambil langkah-langkah sebagai berikut.
1. Pemberian wewenang untuk men lankan fungsi legislatif DPR kepa KNIPMelalui
Maklumat Wakil Presiden No X, tanggal 16 Oktober 1945 KNIP diberi wewenang
menjalankan fungsi legislatif (DPR). Dapat dikatakan bahwa sejak saat itu KNIP telah
menjadi Dewan Penvakil Rakyat (parlemen).
2. Pemberian kesempatan pada rakyat untuk mendirikan partai politik. Melalui Maklumat
Pemerintah tanggal 3 Nopember 1945 diumumkan bahwa rakyat diberi kesempatan seluas-
Iuasnya untuk mengorganisasikan dirinya kedalam partai-partai politik untuk
memperjuangkan kepentingan mereka. Tujuan Jemerintah ialah agar dengan adanya Jartai-
partai itu segala aliran paham yang lda di masyarakat dapat dipimpin ke jalan yang teratur.
3. Mengubah sistem pemerintahan presidensiil menjadi parlementer Melalui Maklumat
Pemerintah tanggal14 November 1945 diumumkan bahwa sejak saat itu tanggung jawab
pemerin¬han ada ditangan para Menteri. Pengalihan tanggung jawab pemerintahan itu
menunjukkan adanya penggantian sistem pemerintahan. Presiden tidak lagi berfungsi
sebagai Kepala Pemerintahan. Kepala Pemerintahan dijabat oleh seorang perdana Menteri.
Perdana Menteri ber-sama para Menteri itulah mempertanggung jawabkan pelaksanaan
pemerintahan pada KNIP yang berfungsi sebagai DPR. Sistem pemerintahan seperti itu
disebut parlementer. Selain mengubah sistem pemerintah Maklumat Pemerintah di atas
sebenarnya juga mengatur rencana penyelengaraan pemilu dan pembentukan partai-partai.
Dalam kenyataan pemilu belum dapat diilaksanakan waktu itu, namun partai-partai politik
segera terbentuk. Partai-par¬tai politik itulah yang menopang jalannya sistem pemerintahan
pada waktu itu, Di samping itu bangsa Indonesia menghadapi dua ancaman berat dari
dalam negeri yakni sebagai berikut. a) Pemberontakan DI/TII Kartosuwirjo di Jawa Barat.
b) Pemberontakan PKI Madiun tahun 1948. Pemberontakan PKI dapat segera dipadamkan.
Pemberontakan DI/TII pada baru dapat dipadamkan di awal tahun 1960an.

11
2) Demokrasi Liberal (1950-1959) Konstitusi RIS mengatur bahwa negara RIS adalah
negara demokrasi. Sistem pemerintahan demokrasi yang dianut Konstitusi RIS adalah
sistem parlementer. Negara RIS tidak berumur lama, hanya berdiri selama ± 8 bulan. Pada
tanggal 17 Agustus 1950 bangsa Indonesia berhasil kembali ke bentuk negara Kesatuan.
Menurut UUDS 1950 negara Kesatuan Indonesia yang “baru” juga merupakan negara
demokrasi dengan sistem pemerintahan parlementer. Berbeda dengan masa berlakunya
UUD 1945 yang pertama (1945-1949), berlakunya sistem parlementer di masa RIS dan
UUDS 1950 bersifat konstitu¬sional. Kedua konstitusi itu mengatur berlakunya sistem
parlementer di Indo¬nesia. Sedangkan berlakunya sistem parlementer di masa UUD 1945
lebih merupakan “penyimpangan”. Masa berlakunya UUDS 1950 disebut juga sebagai masa
parlementerisme konstitusional, yaitu masa berlakunya sistem demokrasi parlementer
seperti yang diatur konstitusi. Sistem pemerintahan demokrasi parlementer disebut juga
sebagai sistem demokrasi liberal, karena dilandasi oleh paham yang mengagungkan
kebebasan manusia (liberalisme). Cara kerja sistem pemerintahan parlementer/demokrasi
liberal adalah sebagai berikut. a) Kekuasaan legislatif dijalankan oleh Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR). DPR dibentuk melalui pemilu yang diikuti oleh banyak partai. Partai- partai
politik yang menguasai mayoritas kursi DPR membentuk kabinet sebagai penyelenggara
pemerintah negara. b) Kekuasaan eksekutif dijalankan oleh Kabinet/Dewan Menteri yang
diben¬tuk oleh, dan bertanggung-jawab kepada DPR. Dewan Menteri dikepalai oleh
seorang Perdana Menteri yang berfungsi sebagai Kepala Pemerintahan.
c) Presiden hanya berfungsi sebagai Kepala Negara. d) Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh
badan pengadilan yang bebas dan merdeka. e) Jika DPR menilai Menteri/beberapa Menteri,
atau Kabinet tidak dapat menjalankan pemerintahan dengan baik, DPR dapat mengajukan
mosi tidak percaya. f) Menteri/beberapa Menteri yang sudah tidak dipercaya DPR harus
mengundurkan diri. Kabinet yang sudah tidak dipercaya oleh DPR hams membubarkan diri.
g) Jika Kabinet bubar, Presiden akan menunjuk tokoh partai politik yang menguasai
mayoritas kursi di DPR untuk menyusun Kabinet baru. h) Jika Kabinet Baru itu mendapat
mosi tidak percaya lagi dari DPR maka DPR harus dibubarkan. Kemudian diadakan pemilu
untuk membentuk DPR yang baru. Praktek pelaksanaan demokrasi liberal menimbulkan
ketidakstabilan politik. Kabinet sering berganti-ganti. Selama masa demokasi liberal telah
terjadi tujuh kali pergantian kabinet. Kabinet-kabinet itu adalah sebagai berikut.
1) Kabinet Natsir. 2) Kabinet Soekiman. 3) Kabinet Wilopo. 4) Kabinet Ali Wongso
5) Kabinet Burhanuddin Harahap. 6) Kabinet Ali dan. 7) Kabinet Djuanda. Kondisi negara
Indonesia sejak tahun 1957 mulai “rawan”. Konstituante yang mencapai kesepakatan
mengenai dasar negara. Terjadi pula pemberontakan-pemberontakan di daerah, yaitu PRRI
di Sumatra dan Permesta di Sulawesi. Atas desakan beberapa pihak Presiden Soekarno
mengeluarkan Dekrit Presiden. Dengan Dekrit itu dinyatakan bahwa mulai tanggal 5 Juli
1959, UUD 1945 berlaku kembali.
3) Demokrasi Terpimpin (1959-1966) Gagasan demokrasi terpimpin sebagai pengganti
demokrasi liberal, sudah dikemukakan Presiden Soekarno sejak bulan Febmari 1957.
Soekarno berpendapat bahwa harus diciptakan suatu sistem demokrasi yang menuntun
orang untuk mengabdi kepada kepentingan negara, mengabdi kepada bangsa, dan
demokrasi yang beranggotakan orang-orang jujur. Hal itu dapat dilakukan dengan jalan

12
berikut.
a) Mengganti sistem free fight liberali dengan demokrasi terpimpin yang lebih sesuai dengan
kepribadan bangsa Indonesia.
b) Membentuk lembaga Dewan Perancang Nasional (Depernas) yang akan membuat
rancangan usaha mewujudkan masyarakat adil dan makmur.
c) Konstituante (badan pembentuk UUD/Konstitusi) harus segera menyelesaikan
pekerjaannya. Dengan demikian rancangan yang dibuat Depernas dapat didasarkan pada
UUD / Konstitusi baru yang dibuat oleh Konstituante. d) Penyederhanaan sistem kepartaian
Pengertian demokrasi terpimpin me¬nurut Soekarno adalah “demokrasi yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan“. Tampak bahwa konsep
demokrasi terpimpin sesungguhnya baik, karena didasarkan pada Pancasila. Demokrasi
terpimpin dimaksudkan untuk mengoreksi praktek demokrasi liberal yang terlalu
mengutamakan kebebasan dan ternyata kurang menguntungkan bangsa Indonesia.
Sesudah Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959, yang memberlakukan kembali UUD 1945,
demokrasi terpimpin segera dijalankan. Pelaksanaan demokrasi terpimpin ternyata
menyimpang dari Pancasila dan UUD 1945. Penyimpangan-penyimpangan itu
memperihatinkan pihak-pihak yang setia pada cita-cita mewujudkan de¬mokrasi
berdasarkan UUD 1945. Meskipun terancam oleh tindakan sewenang-wenang penguasa,
berbagai tokoh politik terus melakukan perjuangan. Pihak ABRI juga terus melakukan
kegiatan politik untuk menegakkan DUD 1945. Masa demokrasi terpimpin berakhir dengan
tragis. PKI mulai menyetir Pre¬siden ke arah pembentukan negara komunis. ABRI berupaya
mencegahnya. Terjadi usaha pengambil-alihan kekuasaan negara (kudeta = coup de’ etat)
secara tidak sah oleh PKI melalui Gerakan 30 S/PKI. Usaha kudeta itu berhasil digagalkan
oleh bangsa Indonesia yang tidak ingin melihat negerinya jatuh ke tangan komunisme.
Kaum pelajar, mahasiswa, ABRI, dan warga partai-partai politik yang anti komunis bahu-
membahu menumpas G 30 S/PKI. Dalam usaha menumpas para pendukung G 30 S / PKI
serta membangun sistem politik yang lebih baik, mahasiswa melalui Kesatuan Aksi
Mahasiswa Indonesia (KAMI) menggalang demonstrasi besar-besaran selama kurang lebih
60 hari di Jakarta. Demonstrasi yang dimulai tanggal 10 Januari 1966 itu mengajukan tiga
tun¬tutan yang dikenal dengan nama TRITURA (Tiga Tuntutan Rakyat). Isi Tritura, yaitu
sebagai berikut. 1. Pembubaran PKI 2. Rombak Kabinet Dwikora 3. Penurunan harga
barang-barang Keberhasilan usaha penumpasan itu mengantarkan bangsa Indonesia
mema¬suki masa Orde Baru

4) Masa Pemerintahan Soeharto (1966-1998) Pengalaman yang amat menonjol selama


masa Demokrasi Terpimpin adalah bahwa penyimpangan terhadap aturan dasar hidup
bernegara akan menimbulkan kekacauan atau ketidaktertiban dalam masyarakat dan
negara. Semangat yang menjiwai kelahiran Orde Baru adalah tekad untuk melaksanakan
Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Dengan semangat itu seluruh
kegiatan penyelenggaraan pemerintahan negara, dan kegiatan hidup bermasyarakat dan
berbangsa, seharusnya dijalankan sesuai dengan tat a aturan yang bersumber dari
Pancasila dan UUD 1945. Namun demikian semangat itu ternyata sangat sulit untuk
dilaksanakan. Selama 32 tahun pemerintahan Presiden Soeharto, cita-cita kehidupan
berbangsa dan bernegara yang demokratis justru semakin jauh dari kehidupan bangsa

13
Indonesia. Indonesia justru jatuh menjadi negara yang otoriter/totaliter. Kemerdekaan pers
dibatasi, kebebasan berserikat dan berkumpul dikebiri, pemilu dijalankan namun penuh
kecurangan. Para pengeritik penguasa dibungkam melalui pembreidelan surat kabar,
pengucilan politik atau bahkan penculikan. Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) merajalela,
sehingga menyengsarakan rakyat banyak. Pemerintahan Soeharto yang otoriter berakhir
setelah gerakan mahasiswa berhasil memaksa Soeharto untuk mengundurkan diri dari
jabatannya sebagai Presiden. Pemyataan pengunduran diri itu dilakukan pada tanggal 21
Mei 1998 dan sekaligus mengakhiri masa Orde Baru.

5) Masa Pemerintahan Habibie (1998-1999) Mundumya Soeharto diikuti dengan


pengangkatan B.J. Habibie sebagai Presiden. Sejak saat itu Prof. Dr. Ing. B.J. Habibie
menjadi Presiden RI yang ke-3. Masa pemerintahan Habibie sangat singkat, kurang lebih
hanya 18 bulan. Masa itu sering disebut sebagai masa transisi, yaitu masa peralihan dari
era pemerintahan otoriter ke pemerintahan demokrasi. Selama masa yang singkat itu
bangsa Indonesia berhasil menetapkan berbagai peraturan perundangan yang penting bagi
pembangunan demokrasi. Beberapa undang-undang tersebut adalah sebagai berikut.
a) Undang-Undang RI NO.2/1999 tentang Partai Politik Di dalam undang-undang ini
kebebasan warga negara untuk berserikat dan berkumpul dijamin. Tidak ada pembatasan
jumlah parpol, dan setiap parpol dijamin kebebasannya untuk menetapkan asas partai.
b) Undang-Undang RI No.3/1999 tentang Pemilihan Umum Kebebasan warga negara untuk
memberikan suara sesuai hati nurani masing-masing dijamin dalam undang-undang ini. Baik
panitia, saksi maupun para pemilih dijamin hak dan kewajibannya sehingga pemilu dijamin
dapat berjalan seeara demokrat, luber dan jurdil.
c) Undang-Undang RI No. 4/1999 tetang Susunan dan Kedudukan MPR DPR, dan DPRD
Melalui undang-undang ini kedudukan MPR, DPR maupun DPRD selain lembaga pengawas
eksekutif diperkuat. Masing-masing lembaga legislatif itu dilengkapi dengan hak-hak agar
dapat mengontrol jalannya pemerintah negara. Keanggotaan badan legislatif itu juga diatur
sehingga tinggal sebagian keeil anggota MPR, DPR d DPRD yang tidak dipilih melalui
pemilihan umum.Pemilu yang relatif lebih demokratif dan tertib berhasil dilaksanakan pada
tanggal 7 Juni 1999, dan diikuti oleh partai politik. Melalui pemilu itu dipilih 462 orang calon
anggota DPR (38 orang sisanya diangkat dari TNI/Polri). Ke-500 orang itu ditambah dengan
135 orang Utusan Daerah dan 65 orang Utusan Golongan bersama-sama menjadi anggota
MPR.
MPR RI hasil Pemilu 1999 kemudian memilih dan mengangkat Presiden dan Wakil
Presiden. Melalui Ketetapan MPR RI NO.VII/MPR/1999 MPR mengangkat K.H.
Abdurahman Wahid sebagai Presiden RI 1999 – 2004. Melalui Ketetapan MPR RI No.
VIII/MPR/1999 MPR mengangkat Megawati Soekamo Putri sebagai Wakil Presiden RI 1999
– 2004. Selain itu, MPR RI juga menetapkan ketetapan-ketetapan MPR sebagai berikut :
a) Ketetapan Majelis Permusyawara Rakyat Republik Indonesia Nomor II MPR/1999 tentang
Peraturan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.
b) Ketetapan Majelis Permusyawara Rakyat Republik Indonesia Nomor III/MPR/1999
tentangPertanggungjawaban Presiden Republik Indonesia Prof. Dr. Ing. Bucharuddin Jusuf
Habibie.

14
c) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV / MPR /1999
tentang Garis-Garis Besar HaIuan Negara Tahun 1999-2004.
d) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat RepubIik Indonesia Nomor V / MPR/1999
tentang Penentuan Pendapat di Timor Timur.
e) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat RepubIik Indonesia Nomor VI/MPR/1999
tentang Tata Cara PencaIonan dan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Republik
Indonesia.
f) Ketetapan MajeIis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IX / MPR /1999
ten tang Penugasan Badan Pekerja Majelis Permusyawaratan Rakyat RepubIik Indonesia
untuk meIanjutkan perubahan Undang-Undang Dasar Negara RepubIik Indonesia tahun
1945.

15

Anda mungkin juga menyukai