Anda di halaman 1dari 13

PEMBAHASAN

Gambaran Era Reformasi Dengan Adanya Perubahan Di Berbagai Bidang Khususnya


Bidang Pendidikan
Era perebutan reformasi merupakan masa kelam pemerintahan di Indonesia,
karena pada masa pemerintahan orde baru telah terjadi praktek pemaknaan pancasila dan
demokrasi yang tidak sesuai dengan prinsip dan konsep sebenarnya yang dicita-citakan para
pendiri bangsa dan seluruh bangsa Indonesia. Rakyat merasa terbelenggu dengan
pemerintahan yang demikian. Hal itu mengingatkan kita pada peristiwa di hari-hari terakhir
Soekarno di awal enampuluhan (Suseno, 1996:240). Karena hal tersebutlah para mahasiswa
melakukan aksi demonstrasi menuntut reformasi dan menuntut turunnya presiden Soeharto
dari kursi jabatannya. Penderitaan rakyat yang begitu besar akibat krisis ekonomi dan politik
yang terjadi di Indonesia.
Bentuk-bentuk penyelewengan yang dilakukan oleh presiden Soeharto era
kepemimpinannya seperti, pelaksanaan demokrasi yang tidak sesuai ditunjukkan dengan
adanya pemilihan presiden dengan sistem kepartaian yang dikuasai oleh pemerintah, status-
status pekerjaan tertentu diwajibkan memilih partai tertentu sehingga dapat mencederai suara
rakyat yang sesuai hati nurani, kemudian dominannya P-4 didalam pendidikan PMP yakni
pendidikan Mengamalkan Pancasila. Pendidikan kewarganegaraan era Orde batu ditentukan
oleh faktor kepentingan untuk membangun negara (state building) dibandingkan dengan
membangun bangsa (nation building), hukum lebih merupakan alat kekuasaan dari pada
sebagai alat untuk keadilan, negara Indonesia sudah kehilangan jati diri bangsa dengan
adanya pemaknaan yang berbeda terhadap ideologi negara. rezim yang berkuasa dengan
bebas melakukan hal-hal yang mereka inginkan dengan mengatas namakan Pancasila tanpa
ada yang menentang ataupun melawan.
Reformasi sangat menentukan suatu perubahan-perubahan yang memabawa
perbaikan untuk Indonesia. Dengan adanya pengertian reformasi kepada perubahan suatu
sistem yang telah ada di Indonesia. Dengan jalan menurunkan presiden Soeharto dari kursi
kepresidenan dan menjalankan sistem reformasi di Indonesia. Reformasi yang berjalan
memperbaiki segala aspek bidang, termasuk bidang pendidikan terutama pendidikan
kewarganegaraan yang erat hubungannya dengan pemerintahan, kehidupan berbangsa dan
bernegara. Masa reformasi dengan giat mengejar kebebasan walaupun terkadang kebebasan
tersebut tidak didasari dengan program yang jelas. Reformasi merupakan istilah yang amat
populer pada masa krisis dan menjadi kata kunci dalam membenahi seluruh tatanan hidup
berbangsa dan bernegara di tanah air, termasuk reformasi di bidang pendidikan (Suyanto dan
Hisyam, 2001:1).

Pendidikan Kewarganegaraan di Era Reformasi

Kembali kepada hakikat pendidikan kewarganegaraan yang sebenarnya adalah


upaya sadar dan terencana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa bagi warga negara dengan
menumbuhkan jati diri dan moral bangsa sebagai landasan pelaksanaan hak dan kewajiban
dalam bela negara, demi kelangsungan kehidupan dan kejayaan bangsa dan negara. Sistem
pendidikan nasional Indonesia disusun berlandaskan kepada kebudayaan bangsa Indonesia
dan berdasar pada pancasila dan UUD 1945 sebagai kristalisasi nilai-nilai hidup bangsa
Indonesia (Tirtarahardja, Sulo. 2005:262). Apalagi pendidikan kewarganegaraan, pasti
mengacu pada budaya dan sistem pemerintahan yang dianut. Pendidikan kewarganegaraan
identik dengan adanya Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Sehingga maksud dari
pendidikan kewarganegaraan itu adalah memberi rambu-rambu harus bagaimana
mengamalkan pancasila dan menerapkan Undang-Undang Dasar 1945 dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.
Jika kembali ke masa silam pada era pendidikan kewarganegaraan era orde baru
yang dinamakan dengan PMP (Pendidikan Moral Pancasila). Presiden Soeharto dengan
bangganya mengobarkan bahwa di Indonesia akan melaksanakan pemurniaan Pancasila.
Namun, konsep pemikiran pemurniaan pancasila ini berbeda dengan konsep pemikiran
pancasila yang dianut oleh bangsa Indonesia yang berbeda.
P-4 digunakan sebagai sebuah indoktrinasi wajib dari sebuah ideologi negara
yakni pancasila. Soeharto menganggap bahwa ia sangat lekat dengan pancasila sehingga
setiap urusan yang berhubungan dengan kepentingan pribadi juga dimasuk-masukan didalam
urusan pancasila. Hal ini dapat dibuktikan dengan tulisan dari sebuah buku berjudul Sejarah
Indonesia Modern karya M.C.Ricklefs bahwa:
Pancasila merupakan ideologi khas Indonesia yang bisa memandu negara dan
warganya serta mampu melindungi rakyat dari ancaman sayap kanan dan sayap kiri.
Penyimpangan konsep P4 oleh Soeharto, keluarganya, dan kroninyalah yang merusak konsep
tersebut. Soeharto semakin hari tampak menganggap dirinya sebagai perwujudan pancasila,
dan menganggap kepentingan pribadnya sebagai buahnya yang layak (637).
Pada era reformasi P4 dianggap tidak wajib lagi untuk dipelajari. Dan secara
resmi Konsep P4 dihapus pada tahun 1999. Dan resmi dengan nama Pendidikan
Kewarganegaraan tidak lagi dengan nama PMP (pendidikan Moral Pancasila). P4 yang terdiri
dari pancasila
Menindaklanjuti kebijakan pada era reformasi mengenai perubahan dari
sentralisasi ke desentralisasi membawa banyak perubahan termasuk perubahan dibidang
pendidikan. Perubahan tersebut dapat dilihat dari Undang-Undang No.20 tahun 2003 tentang
sistem pendidikan nasional. Yang intinya pendidikan bukan lagi merupakan tanggung jawab
pemerintah pusat tetapi diserahkan kepada pemerintah daerah. Hal tersebut juga tercantum
dalam Undang-Undang No 32 tahun 2004 mengenai pemerintah daerah. Harus di ingat
bahwasanya kebijakan pendidikan dipengaruhi oleh sistem yang berlaku.
Pendidikan kewarganegaraan dianggap penting pada era reformasi karena sebagai
sebuah pembangunan karakter bangsa, sehingga bisa memisahkan diri dari indoktrinasi orde
baru yang berlabel pancasila. Sehingga perlu adanya perubahan dalam isi dan konsep
pendidikan kewarganegaraan.
Pendidikan kewarganegaraan yang awalnya adalah dihapuskannya P4 dari
substansi penting dalam pendidikan kewarganegaraan, dan tidak diajarkannya lagi materi
GBHN (garis-garis besar haluan negara) sebagai tindak lanjut tidak digunakannya GBHN di
Indonesia. Awal Pendidikan kewarganegaraan adalah mengedepankan materi mengenai Hak-
Hak asasi manusia yang dirasa tidak begitu baik dilakukan ketika masa orde baru. Pada masa
orde baru banyak hak-hak manusia yang dilanggar dan hilang begitu saja. Seperti hak hidup,
hak berpendapat, hak mengajukan pikiran dan aspirasi di dalam pemerintahan, dan hak-hak
asasi manusia lainnya. Indonesia adalah negara yang demokratis. Sehingga sangat penting
mengumandangkan adanya perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia. Selain itu juga
adanya desakralisasi Undang-Undang dasar yakni adanya amandemen yang bertujuan untuk
menyelaraskan Undang-Undang Dasar dengan kemajuan zaman. Salah satu Undang-Undang
yang diamandemen adalah mengenai dwifungsi ABRI. Inti dari amandemen tersebut adalah
ABRI bertindak, dan berfikir sesuai dengan tuntutan zaman. Sehingga hanya berfungsi
sebagai badan keamanan negara. Dalam kaitannya dengan pendidikan kewarganegaraan
yakni tidak diajarkannya dwifungsi ABRI.
Dalam era reformasi pendidikan kewarganegaraan tidak terpusat kepada
pendidikan didapat melalui pendidikan formal saja, tetapi juga di dapat dari keluarga dan
masyarakat. Sehingga pada era reformasi dibutuhkan kerjasama dari berbagai pihak demi
kemajuan bangsa. Pendidikan kewarganegaraan ini terus berkembang sesuai dengan makna
pancasila yang sebenarnya sampai saat ini. Dan terus melakukan perbaikan sehingga dapat
membentuk warga negara Indonesia yang baik sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945.
Pendidikan kewarganegaraan ini berorientasi kepada kajian antardisiplin yang
jelas. Disiplin ilmu yang terdapat pada pendidikan kewarganegaraan adalah politik, hukum,
dan nilai moral dari Pancasila. Sehingga ketiga disiplin ini memliki pijakan yang jelas.
Uraian inti dari kajian materi pendidikan kewarganegaraan era reformasi pada tahun 2006
dapat diketahui antara lain: persatuan dan kesatuan bangsa, norma, hukum, dan peraturan,
hak asasi manusia, kebutuhan warga negara, konstitusi negara, kekuaaan dan politik,
Pancasila, dan globalisasi. Dari kajian materi tersebut juga ditekankan sikap dan nilai moral
sebagai hasil dari sebuah proses belajar.

PENUTUP
Pendidikan merupakan suatu hal yang penting dalam sebuah negara.
Pendidikan kewarganegaraan adalah pendidikan yang hakikatnya adalah upaya sadar dan
terencana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa bagi warga negara dengan menumbuhkan
jati diri dan moral bangsa sebagai landasan pelaksanaan hak dan kewajiban dalam bela
negara, demi kelangsungan kehidupan dan kejayaan bangsa dan negara. Indoktrinasi
Pancasila yang dilakukan presiden Soeharto pada masa orde baru dirasa telah mencederai
makna pancasila yang sebenarnya. makna pancasila yang dipegang teguh oleh rakyat
Indonesia dan yang dicita-citakan oleh para pendiri bangsa.
Era reformasi di identikan dengan adanya pembebasan. Bebas yang sebebas-
bebasnya namun tetap dibatasi oleh konstitusi yang berlaku. Pada era reformasi yang
dominan adalah dengan diubahnya substansi materi dari pendidikan kewarganegaraan
tersebut. Substansi yang dulunya dianggap sebagai yang paling dominan yakni P4 di tiadakan
pada tahun 1999. Dan tidak digunakannya lagi GBHN (garis-garis Besar Haluan Negara)
yang dirasa terlalu kental dengan orde baru, dengan otoritas dan indoktrinasi dari presiden
Soeharto.
Kebijakan lain yang dapat dilihat pada era reformasi untuk pendidikan
kewarganegaraan adalah dengan adanya kebijakan mengenai otonomi daerah. Hubungannya
dengan pendidikan tidak lagi menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, tetapi seluruhnya
menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Hal tersebut terdapat pada Undang-Undang
No.20 tahun 2013 dan Undang-Undang 32 tahun 2004 yang mengatur mengenai pendidikan
Nasional dan Otonomi daerah. Tidak digunakannya materi dwifungsi ABRI, dan diganti
dengan desakralisasi Undang-Undang Dasar 1945 berjalan sesuai dengan tuntutan zaman.
Begitu pula materi ABRI tersebut. Di dalam pendidikan kewarganegaraan diajarkan tentang
fungsi ABRI yang sebenarnya sebagai badan keamanan negara. ABRI harus bertindak dan
berfikir sesuai dengan zamannya. Tidak selalu dengan kekerasan untuk menyelesaikan
masalah. Era reformasi dibutuhkan kerjasama dari berbagai pihak demi memajukan dan
melakukan perbaikan untuk Indonesia. Pendidikan kewarganegaraan tidak hanya berfokus
pada pendidikan formal, tetapi juga dapat diperoleh dari keluarga dan masyarakat.
Pendidikan kewarganegaraan selalu melakukan perbaikan demi pencapaian penerapan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang maksimal. Hingga sampai saat ini
pendidikan kewarganegaraan masih digunakan.

Setiap kali kita mendengar kata kewarganegaraan, secara tidak langsung otak merespon dan
mengaitkan kewarganegaraan dengan pelajaran kewarganegaraan pada saat sekolah, dan mata
kuliah kewarganegaraan pada saat kita kuliah. Bisa jadi kata kewarganegaraan di dalam
memori otak tersimpan kuat karena setiap tahun dari sekolah dasar hingga sekolah menengah
atas ada pelajaran kewarganegaraan yang harus dipelajari, dan ternyata saat kuliah juga ada.
Dan di dalam bangku perkuliahan kita akan mempelajari lebih dalam seberapa pentingnya
pendidikan kewarganegaraan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Tujuan Pendidikan
Kewarganegaraan adalah mewujudkan warga negara sadar bela negara berlandaskan
pemahaman politik kebangsaan, dan kepekaan mengembangkan jati diri dan moral bangsa
dalam perikehidupan bangsa. Pendidikan kewarganegaraan sangat penting. Dalam konteks
Indonesia, pendidikan kewarganegaraan itu berisi antara lain mengenai pruralisme yakni
sikap menghargai keragaman, pembelajaran kolaboratif, dan kreatifitas. Pendidikan itu
mengajarkan nilai-nilai kewarganegaraan dalam kerangka identitas nasional. HAL-HAL
PENTING DALAM PKN 1. Pendidikan kewarganegaraan mengajarkan siswa untuk mampu
memahami dan melaksanakan hak dan kewajiban secara sopan santun, jujur, dan demokratis
serta ihklas sebagai warga negara terdidik dalam kehidupannya selaku warganegara Republik
Indonesia yang bertanggung jawab bersama. Ini merupakan hal yang mendasar dalam
pelajaran pendidikan kewarganegaraan. Tanggung jawab sangat penting dalam proses ini. 2.
Dalam pembelajaran ini dibahas lagi tentang bagaimana kita warga negara untuk ikut dalam
berpolitik. Karena akan kepedulian terhadap politik kita bangsa Indonesia. Tanpa kekacauan
merupakan hal terpenting dalam menjaring hubungan yang baik antara warga dan
pemerintah. 3. Memberikan pengajaran kepada siswa untuk saling memahami sesama warga
neraga. Saling tenggang rasa, toleransi dan saling menghormati satu sama lainnya. 4.
Memberikan pengetahuan kepada para siswa dan pelajar mengenai sistem pemerintahan dan
tentang peraturan negara yang berlaku baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Juga
untuk membuka kesadaran kita akan pentingnya bela dan cinta tanah air. Karena kita hidup
disini dan secara bersama. Dengan ini, sesungguhnya Pendidikan Kewarganegaraan sangat
penting untuk diajarkan oleh anak idik bangsa kita sendiri. Sesungguhnya pendidikan
kewarganegaraan tidak hanya harus di ajar tetapi juga harus di leksanakan, karena pendidikan
kewarganegaraan juga membawa ajaran dari pancasila yang juga harus kita amalkan baik
perbuatan atau segala macamnya.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/kastirah/pentingnya-pendidikan-
kewarganegaraan_555476efb67e616114ba55c7
A.Pengertian Kewarganegaran
Kewarganegaraan dalam bahasa latin disebutkan “Civis”, selanjutnya dari kata
“Civis” ini dalam bahasa Inggris timbul kata ”Civic” artinya mengenai warga negara atau
kewarganegaraan. Dari kata “Civic” lahir kata “Civics”, ilmu kewarganegaraan dan Civic
Education, Pendidikan Kewarganegaraan.
Pelajaran Civics mulai diperkenalkan di Amerika Serikat pada tahun 1790 dalam
rangka “mengamerikakan bangsa Amerika” atau yang terkenal dengan nama “Theory of
Americanization”. Sebab seperti diketahui, bangsa Amerika berasal dari berbagai bangsa
yang datang di Amerika Serikat dan untuk menyatukan menjadi bangsa Amerika maka perlu
diajarkan Civics bagi warga negara Amerika Serikat. Dalam taraf tersebut, pelajaran Civics
membicarakan masalah ”government”, hak dan kewajiban warga negara dan Civics
merupakan bagian dari ilmu politik.
Di Indonesia Pendidikan Kewarganegaraan yang searti dengan “Civic Education” itu
dijadikan sebagai salah satu mata kuliah wajib yang harus ditempuh oleh setiap mahasiswa di
Perguruan Tinggi untuk program diploma/politeknik dan program Sarjana (SI), baik negeri
maupun swasta.
Di dalam Undang-Undang nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
yang dipakai sebagai dasar penyelenggaraan pendidikan tinggi pasal 39 ayat (2) menyebutkan
bahwa isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajin memuat a) Pendidikan
Pancasila, b) Pendidikan Agama, dan c) Pendidikan Kewarganegaraan yang mencakup
Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN).
Pendidikan Kewarganegaraan yang dijadikan salah satu mata kuliah inti sebagaimana
tersebut di atas, dimaksudkan untuk memberi pengertian kepada mahasiswa tentang
pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan antara warga Negara dengan
nengara, serta Pendidikan Pendahuluan Bela Negara sebagai bekal agar menjadi warga
negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara (SK Dirjen DIKTI
no.267/DIKTI/Kep/2000 Pasal 3).
Melihat begitu pentingnya Pendidikan Kewarganegaraan atau Civics Education ini
bagi suatu Negara maka hampir di semua Negara di dunia memasukkannya ke dalam
kurikulum pendidikan yang mereka selenggarakan. Bahkan Kongres Internasional
Commission of Jurist yang berlangsung di Bangkok pada tahun 1965, mensyaratkan bahwa
pemerintahan suatu negara baru dapat dikatakan sebagai pemerintahan yang demokratis
manakala ada jaminan secara tegas terhadap hak-hak asasi manusia, yang salah satu di
antaranya adalah Pendidikan Kewarganegaraan atau ”Civic Education”. Hal ini dapat
dimaklumi, karena dengan dimasukkannnya ke dalam sistem pendidikan yang mereka
selenggarakan, diharapkan warga negaranya akan menjadi warga negara yang cerdas dan
warga negara yang baik (smart and good citizen), yang mengetahui dan menyadari
sepenuhnya akan hak-haknya sebagai warga negara, sekaligus tahu dan penuh tanggung
jawab akan kewajiban dirinya terhadap keselamatan bangsa dan negaranya. Dengan demikian
diberikannya Pendidikan Kewarganegaraan akan melahirkan warga negara yang memiliki
jiwa dan semanagt patriotisme dan nasionalisme yang tinggi.
B.Pendidikan Kewarganegaraan
Setiap kali mendengarkan kata kewarganegaraan, secara tidak langsung otak
merespon dan mengaitkan kewarganegaraan dengan pelajaran kewarganegaraan saat
sekolah,dan mata kuliah kewarganegaraan pada saat kuliah. Bias jadi kata kewarganegaraan
di dalam memori otak tersimpan kuat karena setiap tahun dari sekolah dasar hingga sekolah
menengah atas ada pelajaran kewarganegaraan yang harus di pelajari, dan ternyata saat kuliah
juga ada.
Awal Mula Pendidikan Kewarganegaraan dan Keengganan mempelajarinya.
Pendidikan Kewarganegaraan menjadi mata pelajaran setelah terpecah dari PPKN ataupun
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Mengapa awalnya di gabung menjadi satu?
Karena isi dari Pendidikan Kewarganegaraan sendiri besumber dari Pancasila itu sendiri.
Selanjutnya di pecah menjadi mata pelajaran sendiri karena Pendidikan Kewarganegaraan
dianggap penting untuk di ajarkan kepada siswa dan dalam Pendidikan Kewarganegaraan
diajarkan materi kewarganegaraan yang lebih luas dan tidak hanya bersumber langsung dari
Pancasila.
Mempelajari Pendidikan Kewarganegaraan bagi sebagian mahasiswa tidak ubahnya
mempelajari Pancasila tahap dua, atau bahkan tidak jauh berbeda dengan Pendidikan Moral
Pancasila dan Sejarah Bangsa. Beberapa materinya memang berkaitan ataupun sama. Itulah
mengapa banyak yang tidak suka ataupun tidak mau mempelajari Pendidikan
Kewarganegaraan. Bisa jadi karena bosan ataupun dianggap tidak penting seperti
Matematika, Fisika, Kimia, dan lainnya. Pada akhirnya Pendidikan Kewarganegaraan selalu
saja di anak tirikan dalam setiap pembelajaran.
Selanjutnya ada hal yang membuat banyak orang dan terutama mahasiswa enggan
mempelajari Pendidikan Kewarganegaraan. Ketika zaman Orde Baru Pendidikan
Kewarganegaraan yang bersumber langsung dari Pancasila dan UUD dijadikan sebuah alat
untuk mengambil keuntungan bagi beberapa pihak. Bukannya sebagai warga negara yang taat
dan melaksanakan Pancasila, tapi beberapa pihak tersebut malah menjadikan Pancasila,
UUD, dan Pendidikan kewarganegaraan untuk melegalkan apapun keinginan mereka.
Akhirnya banyak yang tidak percaya lagi dan kemudian berkembang menjadi keengganan
untuk mempelajari Pendidikan Kewarganegaraan tersebut.
C. Pentingnya Pendidikan Kewarganegaraan
Pendidikan kewarganegaraan merupakan salah satu matakuliah dalam kegiatan
perkuliahan. Matakuliah ini merupakan mata kuliah pengembangan pribadi, artinya
matakuliah ini ditujukan untuk membentuk pribadi peserta didik agar menjadi warganegara
yang baik. Pendidikan kewarganegaraan merupakan matakuliah yang wajib diberikan dalam
pendidikan tinggi, sesuai dengan UU No. 28 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
dan juga Surat Keputusan Dirjen Dikti No. 267/Dikti/Kep/2000 tentang Penyempurnaan
Kurukulum Matakuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi, yang kemudian
diperbaharui dengan SK Dirjen Dikti No. 43/Dikti/2006 tentang Rambu-rambu Pelaksanaan
Matakuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi.
Jika dilihat dalam undang-undang di atas, disebutkan bahwa pendidikan
kewarganegaraan merupakan hal yang wajib diajarkan mulai dari pendidikan dasar, hingga
kependidikan tinggi. Mengapa pendidikan kewarganegaraan wajib diberikan hingga ke
perguruan tinggi? Tujuan utama pendidikan kewarganegaraan adalah untuk menumbuhkan
wawasan dan kesadaran bernegara, sikap dan perilaku cinta tanah air yang dibangun dari
kebudayaan bangsa, wawasan nusantara, serta ketahanan nasional dalam diri mahasiswa
sebagai calon cendekiawan harapan bangsa Indonesia. Sebagai calon cendekiawan, para
mahasiswa diharapkan dapat menguasai berbagai bidang ilmu sesuai minat dan
kemampuannya masing-masing yang kelak dapat digunakan sebagai sarana pembangunan
bangsa. Selain memiliki dasar keilmuan, seorang mahasiswa Indonesia dituntut memiliki
kepribadian yang baik dan berwawasan kebangsaan. Oleh karena itu diperlukan pembekalan
kepada mahasiswa dalam kaitannya dengan pengembangan nilai, sikap dan kepribadiannya.
Serang lulusan Pendidikan Kewarganegaraan diharapkan memiliki kompetensi sebagai
seorang warga Negara yang sanggup bertindak cerdas dan penuh tanggung jawab dalam
berhubungan dengan Negara serta dalam memecahkan berbagai masalah hidup
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dengan menerapkan konsep falsafah bangsa,
wawasan nusantara dan ketahanan nasional.
Seorang mahasiswa merupakan seseorang yang telah memiliki pendidikan yang
tinggi. Dengan pendidikan yang telah diperolehnya tersebut, Ia dapat dikatakan memiliki
pengetahuan yang luas. Namun seperti ada pepatah “Semakin tinggi pohon maka semakin
kencang anginnya”, semakin banyak pengetahuan yang diperoleh seorang mahasiswa, maka
akan semakin banyak godaan yang didapatnya untuk menyalah gunakan ilmu yang telah ia
peroleh. Misalnya, seorang mahasiswa computer yang telah memiliki kemampuan
pemrograman yang baik, bukannya membuat program yang berguna bagi masyarakat, namun
justru membuat virus computer yang dapat merugikan masyarakat. Hal-hal semacam ini tentu
tidak boleh dibiarkan tumbuh subur di kalangan mahasiswa.
Oleh karena itu diperlukan rambu-rambu agar penerapan ilmu yang telah didapat
melalui kegiatan pendidikan dapat diamalkan dengan baik dan tidak merugikan orang lain. Di
sinlah peran penting Pendidikan Kewarganegaraan. Pendidikan Kewarganegaraan
memberikan pedoman-pedoman yang penting agar para mahasiswa yang nantinya akan terjun
ke dunia kerja tidak tersesat baik dalam pengamalan ilmu yang tidak pada tempatnya,
maupun pada tindakan-tindakan tidak terpuji dalam pengamalan ilmu, semisal menerima
suap, menjual rahasia perusahaan, dan lain-lain.
Selain itu, dalam Pendidikan Kewarganegaraan, mahasiswa juga dibekali dengan
pedoman-pedoman hidup sebagai warga Negara yang baik. Sebagai seseorang yang masih
berusia belia, seorang mahasiswa masih sering bertindak semaunya sendiri, dan terkadang
tidak terlalu peduli dengan kehidupan berbangsa dan bernegara. Misalnya, banyaknya
mahasiswa yang tidak ikut Pemilu karena malas pulang ke rumah, atau malas mengurus
perpindahan kependudukannya. Hal semacam ini tidak bias dibiarkan karena pemuda
merupakan generasi harapan bangsa. Apa jadinya apabila generasi mendatang diisi oleh
orang-orang yang tidak memiliki kepedulian semacam itu.
Karena itu, diperlukan adanya suatu pendidikan kewarganegaraan agar dapat
menumbuhkan kepedulian mahasiswa sebagai generasi penerus terhadap kelangsungan
bangsa dan negaranya. Rasa cinta tanah air merupakan salah satu unsur penting yang harus
dimiliki oleh seorang mahasiswa sebagai seorang warga negara. Dengan adanya rasa cinta
tanah air, maka seorang mahasiswa akan rela berbuat bagi bangsa, termasuk dalam urusan
membela Negara dan kelestarian sumber daya bangsa. Belakangan ini banyak kita lihat
terjadinya pelecehan terhadap harga diri bangsa yang diwujudkan antara lain dengan
pelanggaran batas negara, penganiayaan tenaga kerja dari Indonesia, mengakui budaya
Indonesia sebagai budaya bangsa lain, dan sebagainya. Jika mau dikatakan secara jujur, maka
akan banyak mahasiswa yang tidak terlalu ambil pusing dengan hal-hal semacam itu. Atau
mungkin ada yang hanya bicara saja bahwa ia peduli namun tidak berbuat apa-apa. Biasanya
hanya ada sebagian kecil mahasiswa yang benar-benar peduli dan berbuat untuk menjaga
martabat bangsanya. Hal semacam ini harus dihindari, karena hanya dengan adanya
kekompakan, maka akan diperoleh hasil yang maksimal. Dengan adanya Pendidikan
Kewarganegaraan, diharapkan dapat menumbuhkan rasa cinta air dalam diri para
mahasiswa. Dengan adanya rasa cinta air dalam diri para mahasiswa, maka diharapkan akan
timbul kekompakan dalam upaya membela negara, sehingga diharapkan negara Indonesia
akan menjadi lebih kokoh dan martabat bangsa Indonesia akan lebih terjaga. Selain itu,
dengan adanya rasa cinta tanah air, diharapkan mahasiswa sebagai generasi muda tidak
melupakan budaya asli bangsa Indonesia serta mau melestarikan budaya bangsa Indonesia,
sebab seperti yang telah banyak kita lihat saat ini, banyak budaya Indonesia yang hampir
punah. Selain itu ada pula yang telah banyak dipelajari oleh orang asing, namun bahkan kita
sendiri tidak tahu atau tidak dapat melakukannya karena tidak tertarik. Sebagai generasi
penerus bangsa yang berpendidikan, maka sepatutnya para mahasiswa sadar bahwa budaya
Indonesia adalah kekayaan yang tak ternilai bagi bangsa Indonesia. Dengan demikian, para
mahasiswa diharapkan untuk tetap menjaga warisan budaya tersebut.
Pada akhirnya, Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan membentuk moral para mahasiswa,
agar meskipun mereka telah memiliki keilmuan yang tinggi, mereka tetap terjaga sebaga
warga Negara Indonesia yang baik. Jangan sampai seseorang yang memiliki keilmuan yang
tinggi tersesat dan salah jalan, sebab orang yang berilmu tinggi namun salah jalan akan
menjadi sangat berbahaya bagi sekitarnya. Namun apabila seseorang berilmu tinggi memiliki
kepribadian yang baik, dan memiliki rasa kebangsaan, maka orang itu akan menjadi sangat
berguna bagi bangsa dan negara. Dengan hadirnya generasi-generasi penerus yang
berkeilmuan tinggi dan berwawasan kebangsaan yang tinggi, tentunya bangsa Indonesia akan
menjadi maju. Generasi semacam inilah yang diharapkan muncul dari para mahasiswa yang
sedang menimba ilmu. Oleh karena itu, selain mendalami ilmu yang sedang ditekuni, perlu
diberikan rambu-rambu moral yang tertuang dalam Pendidikan Kewarganegaraan yang
ditujukan untuk memberikan panduan bersikap bagi mahasiswa yang nantinya akan terjun ke
lapangan. Dengan demikian, Pendidikan Kewarganegaraan mutlak diperlukan bagi
Mahasiswa

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pada akhirnya, Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan membentuk moral para
mahasiswa, agar meskipun mereka telah memiliki keilmuan yang tinggi, mereka tetap terjaga
sebaga warga Negara Indonesia yang baik. Jangan sampai seseorang yang memiliki keilmuan
yang tinggi tersesat dan salah jalan, sebab orang yang berilmu tinggi namun salah jalan akan
menjadi sangat berbahaya bagi sekitarnya. Namun apabila seseorang berilmu tinggi memiliki
kepribadian yang baik, dan memiliki rasa kebangsaan, maka orang itu akan menjadi sangat
berguna bagi bangsa dan negara.
Dengan hadirnya generasi-generasi penerus yang berkeilmuan tinggi dan berwawasan
kebangsaan yang tinggi, tentunya bangsa Indonesia akan menjadi maju. Generasi semacam
inilah yang diharapkan muncul dari para mahasiswa yang sedang menimba ilmu. Oleh karena
itu, selain mendalami ilmu yang sedang ditekuni, perlu diberikan rambu-rambu moral yang
tertuang dalam Pendidikan Kewarganegaraan yang ditujukan untuk memberikan panduan
bersikap bagi mahasiswa yang nantinya akan terjun ke lapangan. Dengan demikian,
Pendidikan Kewarganegaraan mutlak diperlukan bagi Mahasiswa

Menurut Udin S. Winata Putra Pendidikan kewarganegaraan dalam pengertian sebagai


citizenship education, secara substantif dan pedagogis didesain untuk mengembangkan
warganegara yang cerdas dan baik untuk seluruh jalur dan jenjang pendidikan. Sampai saat
ini bidang itu sudah menjadi bagian inheren dari instrumentasi serta praksis pendidikan
nasional Indonesia dalam lima status. Pertama, sebagai mata pelajaran di sekolah. Kedua,
sebagai mata kuliah di perguruan tinggi. Ketiga, sebagai salah satu cabang pendidikan
disiplin ilmu pengetahuan sosial dalam kerangka program pendidikan guru. Keempat, sebagai
program pendidikan politik yang dikemas dalam bentuk Penataran Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila (Penataran P4) atau sejenisnya yang pernah dikelola oleh Pemerintah
sebagai suatu crash program. Kelima, sebagai kerangka konseptual dalam bentuk pemikiran
individual dan kelompok pakar terkait, yang dikembangkan sebagai landasan dan kerangka
berpikir mengenai pendidikan kewarganegaraan dalam status pertama, kedua, ketiga, dan
keempat.

Bila dianalisis dengan cermat, ternyata baik istilah yang dipakai, isi yang dipilih dan
diorganisasikan, dan strategi pembelajaran yang digunakan untuk mata pelajaran Civics atau
PKN atau PMP atau PPKn yang berkembang secara fluktuatif hampir empat dasawarsa
(1962-1998) itu, menunjukkan indikator telah terjadinya ketidakajekan dalam kerangka
berpikir, yang sekaligus mencerminkan telah terjadinya krisis konseptual, yang berdampak
pada terjadinya krisis operasional kurikuler. Krisis atau dislocation menurut pengertian Kuhn
(1970) yang bersifat konseptual tersebut tercermin dalam ketidakajekan konsep seperti: civics
tahun 1962 yang tampil dalam bentuk indoktrinasi politik; civics tahun 1968 sebagai unsur
dari pendidikan kewargaan negara yang bernuansa pendidikan ilmu pengetahuan sosial; PKN
tahun 1969 yang tampil dalam bentuk pengajaran konstitusi dan ketetapan MPRS; PKN tahun
1973 yang diidentikkan dengan pengajaran IPS; PMP tahun 1975 dan 1984 yang tampil
menggan¬tikan PKN dengan isi pembahasan P4; dan PPKn 1994 sebagai penggabungan
bahan kajian Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang tampil dalam bentuk
pengajaran konsep nilai yang disaripati¬kan dari Pancasila dan P4. Krisis operasional
tercermin dalam terjadinya perubahan isi dan format buku pelajaran, penataran guru yang
tidak artikulatif, dan fenomena kelas yang belum banyak bergeser dari penekanan pada
proses kognitif memorisasi fakta dan konsep.
Tampaknya semua itu terjadi karena memang sekolah masih tetap diperlakukan sebagai
socio-political institution, dan masih belum efektifnya pelaksanaan metode pembelajaran
serta secara konseptual, karena belum adanya suatu paradigma pendidikan kewarganegaraan
yang secara ajek diterima dan dipakai secara nasional sebagai rujukan konseptual dan
operasional.
Kini pada era reformasi pasca jatuhnya sistem politik Orde Baru yang diikuti dengan
tumbuhnya komitmen baru kearah perwujudan cita-cita dan nilai demokrasi konstitusional
yang lebih murni, keberadaan dan jati diri mata pelajaran PPKn kembali dipertanyakan secara
kritis.
Dampaknya, secara akademis dalam lembaga pendidikan tinggi keguruan itu pusat perhatian
riset dan pengembangan cender¬ung lebih terpusat pada profesionalisme guru. Sementara itu
riset dan pengembangan epistemologi pendidikan kewarganegar¬aan sebagai suatu sistem
pengetahuan, belum banyak mendapat¬kan perhatian.
Kini tumbuh kebutuhan baru untuk mencari bentuk pendidikan politik dalam bentuk
pendidikan kewarganegaraan yang lebih cocok untuk latar pendidikan non formal, yang
diharapkan benar-benar dapat meningkatkan kedewasaan seluruh warganegara yang mampu
berpikir, bersi¬kap, dan bertindak sesuai dengan cita-cita, nilai dan prinsip demokrasi, yang
pada gilirannya dapat meningkatkan kualitas kehidupan demokrasi di Indonesia. Dalam
kondisi seperti itu, kebutuhan adanya sistem pendidikan demokrasi untuk seluruh lapisan
masyarakat, terasa menjadi sangat mendesak.
Di tengah ketidak ajekan body of knowledge PKn atau civic education nin, Cogan dan
Winataputra memberikan pencerahan bahwa dewasa ini Pendidikan Kewarganegaraan atau
civic education, telah mengalami perkembangan yang signifikan, dimana civic education atau
PKn yang diartikan sebagai mata pelajaran PKn di persekolahan, telah bergerak menjadi
citizenship education atau education for citizenship, yang berarti bahwa PKn merupakan
pembelajaran yang tidak hanya mecakup pengalaman belajar di sekolah saja tetapi juga
melibatkan pengalaman belajar di luar sekolah, seperti di lingkungan keluarga, dalam
organisasi kemasyarakatan, organisasi keagamaan, media dan sebagainya. Sehingga dengan
demikian pembelajaran PKn memiliki arti yang lebih luas.
No.3

secara substantif dan pedagogis didesain untuk mengembangkan warganegara yang cerdas
dan baik untuk seluruh jalur dan jenjang pendidikan. Sampai saat ini bidang itu sudah
menjadi bagian inheren dari instrumentasi serta praksis pendidikan nasional Indonesia dalam
lima status. Pertama, sebagai mata pelajaran di sekolah. Kedua, sebagai mata kuliah di
perguruan tinggi. Ketiga, sebagai salah satu cabang pendidikan disiplin ilmu pengetahuan
sosial dalam kerangka program pendidikan guru. Keempat, sebagai program pendidikan
politik yang dikemas dalam bentuk Penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila (Penataran P4) atau sejenisnya yang pernah dikelola oleh Pemerintah sebagai suatu
crash program. Kelima, sebagai kerangka konseptual dalam bentuk pemikiran individual dan
kelompok pakar terkait, yang dikembangkan sebagai landasan dan kerangka berpikir
mengenai pendidikan kewarganegaraan dalam status pertama, kedua, ketiga, dan keempat.

Anda mungkin juga menyukai