Anda di halaman 1dari 3

Pengertian Pancasila sebagai ‘ideologi negara’ adalah nilai-nilai yang terkandung di

dalam Pancasila menjadi cita-cita normatif di dalam penyelenggaraan negara. Secara luas,
pengertian Pancasila sebagai ideologi Negara Indonesia adalah visi atau arah dari
penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia, yaitu terwujudnya
kehidupan yang menjunjung tinggi ketuhanan, nilai kemanusiaan, kesadaran akan kesatuan,
berkerakyatan, serta menjunjung tinggi nilai keadilan.

Tekad Orde Baru menjamin stabilitas politik dalam rangka pembangunan ekonomi
mempunyai implikasi tersendiri pada kehidupan partai-partai dan peranan lembaga
perwakilan rakyat. Pemerintah Orde Baru bertekad untuk mengoreksi penyimpangan politik
yang terjadi pada era Orde Lama dengan memulihkan tertib politik berdasarkan Pancasila.

Terlaksananya dengan dasar “supersemar” dan TAP MPRS no. XXXVII/MPRS/1968


periode ini disebut juga demokrasi pancasila, karena segala bentuk penyelanggaraan negara
berlangsung berdasarkan nilai-nilai pancasila

Ciri-ciri umum :

1. Mengutamakan musyawarah mufakat

2. Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat

3. Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain

4. Selalu diliputi oleh semangat kekeluargaan

5. Adanya rasa tanggung jawab dalam melaksankan hasil keputusan musyawarah

6. Dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur

7. Keputusan dapat dipertanggungjawabkan kepada tuhan Yang Maha Esa berdasarkan


nilai kebenaran dan keadilan

Pemerintahan Orde Baru berhasil mempertahankan Pancasila sebagai dasar dan


ideologi negara sekaligus berhasil memberantas paham komunis di Indonesia. Akan tetapi,
implementasi dan aplikasinya sangat mengecewakan.

Beberapa tahun kemudian, kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan ternyata tidak


sesuai dengan jiwa Pancasila. Pancasila ditafsirkan sesuai kepentingan kekuasaan pemerintah
sehingga tertutup bagi tafsiran lain. Pancasila justru dijadikan sebagai indoktrinasi. Presiden
Soeharto menggunakan Pancasila sebagai alat untuk melanggengkan kekuasaannya.

Metode yang digunakan dalam indoktrinasi Pancasila, yaitu:

1. Ajaran P4 yang dilakukan di sekolah-sekolah melalui pembekalan.

2. Presiden Soeharto membolehkan rakyat untuk membentuk organisasi-organisasi dengan


syarat harus berasaskan Pancasila, atau yang disebut sebagai asas tunggal.
3. Presiden Soeharto melarang adanya kritikan-kritikan yang dapat menjatuhkan pemerintah
dengan alasan stabilitas, karena Presiden Soeharto beranggapan bahwa kritikan terhadap
pemerintah menyebabkan ketidakstabilan di dalam negeri. Oleh karena itu, untuk menjaga
stabilitas negara, Presiden Soeharto menggunakan kekuatan militer sehingga tidak ada pihak-
pihak yang berani untuk mengkritik pemerintah.

Pada masa Orde Baru, pemerintah berkehendak ingin melaksanakan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen sebagai kritik terhadap Orde Lama
yang menyimpang dari Pancasila. Hal yang dibenahi pertama untuk menginternalisasikan
nilai-nilai Pancasila dan nasionalisme adalah melalui jalur pendidikan formal. Ketika
Kurikulum persekolahan diubah pada tahun 1968, maka perubahan terhadap mata pelajaran
yang mengembangkan misi pembinaan warga negara yang baik, yang Pancasilais, juga
mengalami perubahan. Pendidikan Kewargaan Negara (PKN) pun masuk dalam kurkulum
persekolahan sebagai mata pelajaran, dan materinya berisi Pancasila dan UUD 1945 yang
telah dibersihkan dari pengaruh pandangan Orde Lama.

Internalisasi nilai-nilai Pancasila dan nilai-nilai nasionalisme melalui jalur sekolah


lebih diperjelas lagi dengan keluarnya Kurikulum 1975, di mana terdapat mata pelajaran
Pendidikan Moral Pancasila (PMP) sebagai pengganti nama PKN. Dari namanya saja sudah
tersirat bahwa mata pelajaran ini dimaksudkan untuk menginternalisasi nilai-nilai Pancasila
kepada para pelajar.

Upaya menginternalisasikan nilai-nilai Pancasila secara meluas kepada semua lapisan


masyarakat, birokrasi, dan persekolahan dilakukan oleh penguasa Orde Baru dengan
ditetapkannya Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4). P4 pada awalnya
dilandasi oleh upaya dari pemerintah yang menginginkan agar nilai-nilai Pancasila dapat
dengan mudah dipahami, dihayati, dan diamalkan oleh seluruh warga negara. P4 juga
berpengaruh pada kurikulum persekolahan dan perguruan tinggi. Kurikulum PMP tahun 1984
dan terutama kurikulum PPKn (Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan) 1994 secara
jelas menjabarkan nilai-nilai Pancasila dan nasionalisme yang telah diuraikan di dalam P4.
Kurikulum Pendidikan Pancasila di perguruan tinggi, juga tidak lepas dari pengaruh P4.
Diseminasi P4 melalui jalur pendidikan formal bukan hanya melalui kurikulum melainkan
juga melalui penataran P4 untuk siswa dan mahasiswa baru.

Para pengembang Penataran P4 pada masa itu, sudah mencoba mengembangkan


berbagai cara atau metode yang lebih baik dari sekedar indoktrinasi. Namun karena penataran
P4 yang bersifat massal dan penafsiran Pancasila yang dianggap tunggal oleh penguasa, maka
penataran P4 ini pun oleh kaum pendukung reformasi dipandang sebagai sebuah upaya
indoktrinasi ala Orde Baru.

Dalam sistem pemerintahannya, Presiden Soeharto melakukan beberapa


penyelewengan dalam penerapan Pancasila, yaitu dengan diterapkannya demokrasi
sentralistik, demokrasi yang berpusat pada pemerintah. Selain itu, Presiden Soeharto juga
memegang kendali terhadap lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif sehingga peraturan
yang dibuat harus sesuai dengan persetujuannya. Presiden Soeharto juga melemahkan aspek-
aspek demokrasi, terutama pers, karena dinilai dapat membahayakan kekuasaannya. Maka,
Presiden Soeharto membentuk Departemen Penerangan sebagai lembaga sensor secara besar-
besaran agar setiap berita yang dimuat di media tidak ada menjatuhkan pemerintah.

Penyimpangan lainnya yang sangat buruk dan menyimpang dari nilainilai luhur
Pancasila adalah bahwa Presiden Soeharto melanggengkan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
(KKN) sehingga pada masa ini dikenal sebagai rezim terkorup di Indonesia. Puncaknya
adalah saat terjadinya krisis ekonomi dan moneter di tahun 1997 yang menyebabkan
perekonomian Indonesia anjlok sehingga memicu gerakan besar-besaran untuk
menggulingkan rezim Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto.

Selama rezim Orde Baru berkuasa, terdapat beberapa tindakan penguasa yang
melenceng dari nilai-nilai luhur Pancasila, antara lain yaitu:

1. Melanggengkan Presiden Soeharto berkuasa selama 32 tahun.

2. Terjadi penafsiran sepihak terhadap Pancasila melalui program P4.

3. Adanya penindasan ideologis sehingga orang-orang yang mempunyai gagasan kreatif dan
kritis menjadi takut bersuara.

4. Adanya penindasan secara fisik, seperti pembunuhan di Timor Timur, Aceh, Irian Jaya,
kasus di Tanjung Priok, kasus pengrusakan pada 27 Juli, dan lain sebagainya.

5. Perlakuan diskriminasi oleh negara terhadap masyarakat non pribumi (keturunan) dan
golongan minoritas.

Ketika memasuki masa reformasi, terjadi pula perubahan pada upaya internalisasi
nilai-nilai Pancasila dan nasionalisme. Kurikulum PPkn di sekolah pun mengalami perubahan
baik dari nama maupun substansi materinya. Begitu juga kurikulum pada mata kuliah umum
Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewiraan/Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan
tinggi, mengalami perubahan. Materi yang berbau Orde Baru dihapuskan dari kurikulum dan
diganti dengan materi-materi yang lebih sesuai dengan visi dan misi politik Orde Reformasi.
Kurikulum PPKn dalam kurikulum persekolahan 1994 yang dulu sangat berorientasi pada
nilai-nilai Pancasila, diganti dengan Kurikulum PKn 2004 dan 2006 yang lebih bersifat
konseptual teoritis. Mata kuliah yang mengemban pembinaan mahasiswa untuk menjadi
warga negara yang baik dan Pancasilais, juga mengalami pengecilan peran. Secara formal,
mata kuliah Pendidikan Pancasila pada sebagian besar perguruan tinggi, dihilangkan dan
disatukan dengan mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Dengan demikian, sebenarnya
pada masa ini dalam kurikulum formal baik di jenjang persekolahan maupun perguruan
tinggi, upaya internalisasi nilai-nilai Pancasila, termasuk nilai-nilai nasionalisme, mengalami
penurunan intensitas. Di luar lembaga pendidikan formal, seperti di lingkungan birokrasi dan
masyarakat pada umumnya, upaya internalisasi nilai-nilai Pancasila dan nasionalisme pada
masa reformasi, bahkan lebih tidak jelas lagi.

Anda mungkin juga menyukai