A.Pendidikan Pancasila
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya
dan masyarakat.
Tahun 1945 – 2004 negara Indonesia menuju demokrasi. Pemilu belum luber,
masih menggunakan wakil rakyat ( DPR ). Tahun 1994 oleh AS baru
memasukkan Civic Education dalam pendidikan. Dewan erpa merespon dan
memprakarsai untuk mengembangkan kurikulum pendidikan kewarganegaraan.
Kecenderungan pembangunan kurikulum pendidikan di Eropa mempengaruhi
sikap Negara – Negara di Asia, mislanya jepang, Indonesia. Era goalisasi di
tingkat local maupun regional, pengembangan pendidikan Kewarganegaraan
menjadi tuntutan jaman. Generasi muda mengatakan “Bela Negara hanya menjadi
kewajiban para aparat Negara”. Kemudian muncul penelitian penelitian dari
berbagai Negara di Dunia, yaitu :
Perlunya melakukan kajian ulang terhadap prinsip – prinsip dan tujuan pendidikan
di Indonesia. UUD 1945 : 27( WNI wajib membela Negara)
1
mata pelajaran pilihan melalui pelajaran eksra kurikuler, papan display, dan
diskusi – diskusi tingkat sekolahan.
Dengan demikian perlu civic education sebagai salah satu jalan terbaik mengubah
mentalitas masyarakat Indonesia agar menjadi warga Negara yang partisipatif di
negerinya sendiri.
2
Semangat demikian inilah yang tersirat dalam pasal 30 UUD 1945 yang
menegaskan bahwa “ Tiap-tiap warganegara Indonesia berhak dan wajib ikut
serta dalam usaha pembelaan Negara”. Rumusan pasal 30 UUD 1945 ini
mengandung makna adanya semangat semangat “demakratisasi” dalam
penyelenggaraan pembelaan Negara.
Suatu bangsa memiliki ideologi dan pandangan hidup sendiri yang diambil dari
nilai-nilai yang hidup dan berkembang dalam bangsa itu sendiri. Bangsa
Indonesia terbentuk melalui suatu proses sejarah yang cukup panjang sejak zaman
kerajaan Kutai, Sriwijaya, Majapahit sampai datangnya bangsa lain yang menjajah
serta menguasai bangsa Indonesia. Setelah melalui proses yang cukup panjang
dalam perjalanan sejarah, bangsa Indonesia menemukan jati dirinya, yang oleh
para pendiri Negara kita dirumuskan dalam suatu rumusan, yang meliputi lima
prinsip yang kemudian diberi nama Pancasila.
Bangsa Indonesia harus memiliki visi serta pandangan hidup yang kuat agar tidak
terombang-ambing di tengah-tengah masyarakat internasional. Bangsa Indonesia
harus memiliki nasionalisme serta rasa kebangsaan yang kuat. Hal ini dapat
3
terlaksana bukan melalui suatu kekuasaan atau hegemoni ideologi melainkan
suatu kesadaran berbangsa yang berakar pada sejarah bangsa.
Oleh karena itu secara historis bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam setiap
sila Pancasila sebelum dirumuskan dan disahkan menjadi dasar Negara Indonesia
secara obyektif historis telah dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri. Makanya asal
mula nilai-nilai Pancasila tersebut tidak lain adalah dari bangsa Indonesia sendiri.
Oleh karena itu berdasarkan fakta obyektif secara historic kehidupan bangsa
Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai Pancasila. Setelah itu melalui
proses sejarah yang cukup panjang, nilai-nilai Pancasila itu telah melalui
pematangan, sehingga tokoh-tokoh bangsa Indonesia saat akan mendirikan
Negara Republik Indonesia menjadikan Pancasila sebagai dasar Negara.
4
Dalam peraturan pemerintah No. 60 tahun 1999 tentang Pendidikan tinggi pasal
13 (ayat 2) ditetapkan bahwa kurikulum yang berlaku secara nasional diatur oleh
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Perkuliahan Pendidikan Pancasila diatur
dalam Surat Keputusan Dirjen Pendidikan tinggi Departemen Pendidikan
Nasional No. 467/DIKTI/1999, yang merupakan penyempurnaan Keputusan
Dirjen Dikti No. 356/DIKTI/1995.
Pancasila dikatakan sebagai dasar filsafat Negara dan pandangan filosofis bangsa
Indonesia, oleh karena itu sudah merupakan suatu keharusan moral untuk secara
konsisten merealisasikannya dalam setiap aspek penyelenggaraan negara yang
harus bersumber pada nilai-nilai Pancasila. Dalam menghadapi tantangan
kehidupan bangsa memasuki globalisasi, bangsa Indonesia harus tetap memiliki
nilai-nilai yaitu Pancasila sebagai sumber nilai dalam pelaksanaan kenegaraan
yang menjiwai pembangunan nasional. Kurangnya keteladanan dari
5
penyelenggara negara dalam bidang moral, juga menjadi salah satu faktor yang
menyebabkan pendidikan kurang berhasil membentuk generasi muda menjadi
pribadi yang mulia.
Secara filosofis dan objektif, nilai-nilai yang dituang dalam sila-sila Pancasila
merupakan filosofis bangsa Indonesia sebelum mendirikan negara Republik
Indonesia. Menurut pendirinya negara Indonesia, dimana bangsa Indonesia adalah
bangsa yang berketuhanan, bangsa berkemanusiaan yang adil dan beradab, dan
bangsa yang selalu berusaha mempertahankan persatuan bagi seluruh rakyat untuk
mewujudkan keadilan. Oleh karena itu sudah merupakan kewajiban moral untuk
merealisasikan nilai-nilai tersebut dalam segala bidang kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Melalui forum sidang BPUPKI dan PKI tahun 1945, oleh para pendiri negara
(The Founding Fathers) RI, diinginkan agar pancasila dapat menjadi “dasar yang
kekal dan abadi”, filosofisehe, gronslog, pengatur, pengisi, dan pengaruh
hubungan hidup kita terhadap pribadi sendiri, terhadap sesama bangsa,terhadap
pemilikan materil, terhadap alam semesta dan akhirnya terhadap Tuhan Yang
Maha Esa. Meskipun era reformasi sekarang ini, gugatan terhadap Pancasila
sedang ramai diperdebatkan dan dalam sidang istimewa tanggal 13 Desember
1998, MPR telah mengeluarkan TAP MPR/NO. II/MPR/1978 tentang P-4, namun
kedudukan Pancasila sebagai Dasar Negara dan ideologi negara disepakati oleh
anak bangsa untuk tetap dipertahankan, malahan mengusulkan agar reformasi itu
diorintasikan pada upaya pengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dalam
berbagai bidang kehidupan.
Sehubungan dengan itu maka tujuan dari pengajaran Pancasila di kelas adalah
untuk membangkitkan “daya kritis” mahasiswa atau dosen dalam rangka untuk
mencapai kebenaran dan kebaikan yang terdalam. Maksudnya disini adalah
pengajaran tidak boleh melakukan manipulasi terhadap nilai kebaikan.
Tafsir-tafsir terhadap Pancasila dan UU 1945 harus bersifat argumentative , yang
6
mengutamakan logika murni dan dasar-dasar verifikasi. Pengajaran Pendidikan
Pancasila di Perguruan Tinggi hendaknya dibawa menjadi “pendidikan dan
pengajaran Pancasila konsteksual”, yaitu menjadikan Pancasila berada dalam
kondisi riil dan fenomena faktual dalam kehidupan politik, ekonomi, hukum dan
sosial budaya. Artinya Pendidikan Pancasila dikaitkan/dihubungkan dengan
masalah-masalah yang aktual di masyarakat, negara, dan bangsa, lalu
dikaji/dianalisis melalui analisis mahasiswa itu sendiri. Dengan demikian dapat
membangkitkan daya kritis mahasiswa dalam rangka mencapai kebenaran dan
kebaikan yang terdalam Pancasila haruslah menjadi “lembaga kritis” terhadap
segala kehidupan negara dan bangsa ini secara emansipatoris.
Pancasila sebagai pandangan hidup sering juga disebut way of life, pegangan
hidup, pedoman hidup, pandangan dunia atau petunjuk hidup. Walaupun ada
banyak istilah mengenai pengertian pandangan hidup tetapi pada dasarnya
memiliki makna yang sama. Lebih lanjut Pancasila sebagai pandangan hidup
bangsa dipergunakan sebagai petunjuk dalam kehidupan sehari – hari masyarakat
Indonesia baik dari segi sikap maupun prilaku haruslah selalu dijiwai oleh nilai –
nilai luhur pancasila.
Hal ini sangat penting karena dengan menerapkan nilai – nilai luhur pancasila
dalam kehidupan sehari-hari maka tata kehidupan yang harmonis diantara
masyarakat Indonesia dapat terwujud. Untuk dapat mewujudkan semua itu maka
masyarakat Indonesia tidak bisa hidup sendiri, mereka harus tetap mengadakan
hubungan dengan masyarakat lain. Dengan begitu masing – masing pandangan
hidup dapat beradaftasi artinya pandangan hidup perorangan / individu dapat
7
beradaptasi dengan pandangan hidup kelompok karena pada dasarnya pancasila
mengakui adanya kehidupan individu maupun kehidupan kelompok.
Selain sebagai dasar Negara, Pancasila juga merupakan pandangan hidup bangsa
Indonesia. Sebagai pendangan hidup bangsa Indonesia, Pancasila berarti konsepsi
dasar tentang kehidupan yang dicita-citakan oleh bangsa Indonesia dalam
menghadapi berbagai tantangan dalam menjalani hidup. Dalam konsepsi dasar itu
terkandung gagasan dan pikiran tentang kehidupan yang dianggap baik dan benar
bagi bangsa Indonesia yang bersifat majemuk.
Sebagai pandangan hidup bangsa, Pancasila juga berperan sebagai pedoman dan
penuntun dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.Dengan
demikian, ia menjadi sebuah ukuran/kriteria umum yang diterima dan berlaku
untuk semua pihak Secara sederhana, ideologi dipahami sebagai gagasan-gagasan
dan nilai-nilai yang tersusun secara sistematis yang diyakini kebenarannya oleh
suatu masyarakat dan diwujudkan di dalam kehidupan nyata. Nilai-nilai yang
tercermin di dalam pandangan hidup ditempatkan secara sistematis kedalam
seluruh aspek kehidupan yang mencakup aspek politik, ekonomi, sosial, budaya
dan pertahanan keamanan didalam upaya mewujudkan cita-citanya. Jadi, dengan
kata lain ideologi berisi pandangan hidup suatu bangsa yang
menyentuh segala segi kehidupan bangsa. Setiap bangsa yang ingin berdiri kokoh
dan mengetahui dengan jelas kearah mana tujuan yang ingin dicapainya sangat
membutuhkan pandangan hidup. Dengan pandangan hidup yang jelas, suatu
bangsa akan memiliki pegangan dan pedoman bagaimana mereka memecahkan
masalah-masalah politik, ekonomi, sosial dan budaya yang timbul dalam gerak
masyarakat yang makin maju. Dengan berpedoman pada pandangan hidup sebagai
ideologi, sebuah bangsa akan membangun diri dan negerinya.
8
Kedudukan pancasila sebagai dasar negara termaktub secara yuridis konstitusional
dalam pembukaan UUD 1945, yang merupakan cita-cita hukum dan norma
hukum yang menguasai hukum dasar negara RI dan dituangkan dalam pasal–pasal
UUD 1945 dan diatur dalam peraturan perundangan.Selain bersifat yuridis
konstitusional, pancasila juga bersifat yuridis ketata negaraan yang artinya
pancasila sebagai dasar negara, pada hakikatnya adalah sebagai sumber dari
segala sumber hukum. Artinya segala peraturan perundangan secara material
harus berdasar dan bersumber pada pancasila. Apabila ada peraturan (termasuk di
dalamnya UUD 1945) yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur pancasila, maka
sudah sepatutnya peraturan tersebut dicabut.
9
PANCASILA DALAM KONTEKS SEJARAH PERJUANGAN BANGSA
INDONESIA
A. Pancasila dalam Konteks Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia
Nilai–nilai Pancasila telah ada pada bangsa Indonesia sejak zaman dulu kala
sebelumbangsa Indonesia mendirikan negara. Proses terbentuknya negara
Indonesia melalui proses sejarah yang cukup panjang yaitu sejak zaman batu
hingga munculnya kerajaankerajaan pada abad keIV sampai pada zaman merebut
kemerdekaan Republik Indonesia.
Abad ke VII munculah suatu kerajaan di Sumatera yaitu kerajaan Sriwijaya yang
dibawah kekuasaan wangsa Syilendra. Kerajaan ini adalah kerajaan maritime
yang mengandalkan kekuatan lautnya seperti selat Sunda, selat Malaka. Dalam
sistim pemerintahannya terdapat pegawai pengurus pajak, harta benda. Pada saat
itu, kerajaan dalam menjalankan system negaranya tidak dapat dilepaskan dengan
nilai ketuhanan.
10
Pada tahun 1923 berdirilah kerajaan Majapahit yang mencapai zaman
keemasannya pada pemerintahan raja Hayam Wuruk dengan Mahapatih Gajah
Mada yang di bantu oleh Laksamana Nala dalam memimpin armadanya untuk
menguasai nusantara. Wilayah kekuasaan Majapahit semasa jayanya itu
membentang dari semenanjung Melayu (Malaysia sekarang) sampai Irian Barat
melalui Kalimantan Utara.
Pada waktu itu agama Hindu dan Budha hidup berdampingan dengan damai
dalam satu kerajaan. Empu Prapanca menulis Negarakertagama. Dalam kitab
tersebut telah telah terdapat istilah “Pancasila”. Empu tantular mengarang buku
Sutasoma, dan didalam buku itulah kita jumpai seloka persatuan nasional, yaitu
“Bhineka Tunggal Ika”, yang bunyi lengkapnya “Bhineka Tunggal Ika Tan Hana
Dharma Mangrua”, artinya walaupun berbeda , namun satu jua adanya sebab
tidak ada agama yang memiliki tuhan yang berbeda.
Sumpah Palapa yang diucapkan oleh Mahapatih Gaja Mada dalam sidang ratu
dan menterimenteri di paseban keprabuan Majapahit pada tahun 1331, yang berisi
citacita mempersatukan seluruh nusantara raya sebagai berikut : “Saya baru akan
berhentui berpuasa makan pelapa, jikalau seluruh nusantara bertakluk di bawah
kekuasaan negara, jikalau Gurun, Seram, Tanjung, Haru, Pahang, Dempo, Bali,
Sunda, Palembang dan Tumasik telah dikalahkan” (Yamin, 1960 : 60).
1. Kebangkitan Nasional
11
diawali dengan berdirinya Budi Utomo yang dipelopori oleh dr. Wahidin
Sudirohusodo pada 20 Mei 1908. Kemudian berdiri Sarekat Dagang Islam (SDI)
tahun 1909, Partai Nasional Indonesia (PNI) yang didirikan oleh Soekarno, Cipto
Mangunkusumo, Sartono dan tokoh lainnya. Sejak itu perjuangan nasional
Indonesia mempunyai tujuan yang jelas yaitu Indonesia merdeka. Perjuangan
nasional diteruskan dengan adanya gerakan Sumpah Pemuda pada tanggal 28
Oktober 1928 yang menyatakan satu bahasa, satu bangsa dan satu tanah air
Indonesia.
2. Penjajahan Jepang
Janji penjajah Belanda tentang Indonesia merdeka hanyalah suatu kebohongan
belaka, sehingga tidak pernah menjadi kenyataan sampai akhir penjajahan
Belanda tanggal 10 Maret 1940. Kemudian penjajah Jepang masuk ke Indonesia
dengan propaganda “Jepang pemimpin Asia, Jepang saudara tua bangsa
Indonesia”. Pada tanggal 29 April 1945 bersamaan dengan ulang tahun Kaisar
Jepang, penjajah Jepang akan memberikan kemerdekaan kepada bangsa
Indonesia, janji ini diberikan karena Jepang terdesak oleh tentara Sekutu. Bangsa
Indonesia diperbolehkan memperjuangkan kemerdekaannya, dan untuk
mendapatkan simpati dan dukungan bangsa Indonesia maka Jepang menganjurkan
untuk membentuk suatu badan yang bertugas untuk menyelidiki usahausaha
persiapan kemerdekaan Indonesia yaitu Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau Dokuritsu Zyumbi Tioosakai. Pada hari
itu juga diumumkan sebagai Ketua (Kaicoo) Dr. KRT. Rajiman Widyodiningrat,
yang kemudian mengusulkan bahwa agenda pada siding BPUPKI adalah
membahas tentang dasar negara.
_ Tanggal Peristiwa 29 Mei 1945 Perumusan materi Pancasila oleh Mr. M. Yamin
(sidang I BPUPKI)
12
_ 31 Mei 1945 (sidang I BPUPKI)
_ 22 Juni 1945 10 16 Juni 1945 (sidang II PUPKI) 16 Agustus 1945 Jam 04.30
Perumusan materi Pancasila oleh Mr. Supomo Ir. Soekarno pertama kali
mengusulkan nama/istilah Pancasila untuk dasar Negara Indonesia. Beliau
mengatakan bahwa nama Pancasila itu atas petunjuk teman kita ahli bahasa.
Piagam Jakarta disusun oleh Panitia Kecil yang terdiri 9 orang yaitu : M.Hatta,
A.Soebardjo, A.A.Maramis, Soekarno, Abdul Kahar Muzakir, Wachid Hasjim,
Abikusno Tjokrosujoso, A.Salim, M. Yamin.
_ Perumusan terakhir materi Pancasila disahkan Jam 18.00 Jam 23.30 17 Agustus
1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) sebagai bagian dari
Pembukaan UUD 1945.
13
langsung menuju rumah Laksamana Maeda di jln. Imam Bonjol no. 1. Di tempat
ini tokohtokoh bangsa Indonesia berkumpul untuk menyusun teks proklamasi
kemerdekaan Indonesia. Teks versi terakhir proklamasi yang telah diketik
ditandatangani oleh Ir. Soekarno dan Drs.Moh Hatta.
Definisi pancasila sebagai sistem filsafat adalah suatu satu kesatuan yang saling
berhubungan untuk satu tujuan tertentu, dan saling berkualifikasi yang tidak
terpisahkan satu dengan yang lainnya. Jadi pancasila pada dasarnya satu bagian
atau unitunit yang berkaitan satu sama lain, dan memiliki fungsi serta tugas
masingmasing.
Pancasila pada hakikatnya adalah system nilai (value system) yang merupakan
kristalisasi nilainilai luhur bangsa Indonesia sepanjang sejarah, yang berakar dari
unsureunsur kebudayaan luar yang sesuai sehingga secara keseluruhannya terpadu
menjadi kebudayaan bangsa Indonesia. Hal itu dapat dilihat dari proses terjadinya
pancasila yaitu melalui suatu proses yang disebut kausa materialism karena nilai-
nilai dalam pancasila sudah ada dan hidup sejak zaman dulu yang tercermin dari
kehidupan sehari haripandangan yang diyakinikebenarannya itu menimbulkan
tekad bagi bangsa Indonesia untuk mewujudkan dalam sikap dan tingkah laku
14
serta perbuatannya. Disisi lain, pandangan itu menjadi motor penggerak bagi
tindakan dan perbuatan dalam mencapai tujuannya
15
PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT
A. Defenisi Filsafat
Secara Etimologi
Beberapa istilah filsafat dalam berbagai bahasa, misalnya “falsafah” dalam bahasa
arab, “philosophie” bahasa belanda, “philosophy” dalam bahasa inggris dan masih
banyak lagi istilah dalam bahasa lain, yang pada hakekatnya semua istilah itu
mempunyai arti yang sama.
• Harold H. Titus
Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepecayaan terhadap kehidupan dan alam
yg biasanya diterima secara tidak kritis. Filsafat adalah suatu proses kritik atau
pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yg dijunjung tinggi;
• Hasbullah Bakry
Ilmu Filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam
mengenai KeTuhanan, alam semesta dan manusia sehingga dapat menghasilkan
pengetahuan tentang bagaimana sikap manusia itu sebenarnya setelah mencapai
pengetahuan itu.
Filsafat ialah usaha pemikiran dan renungan manusia dengan akal dan qalbunya
secara sungguhsungguh, yakni secara kritis sistematis, fundamentalis, universal,
integral dan radikal untuk mencapai dan menemukan kebenaran yang hakiki
(pengetahuan, dan kearifan atau kebenaran yang sejati).
16
Istilah dari filsafat berasal bahasa Yunani: ”philosophia”. Seiring perkembangan
zaman akhirnya dikenal juga dalam berbagai bahasa, seperti:
”philosophic” dalam kebudayaan bangsa Jerman, Belanda, dan Perancis;
“philosophy” dalam bahasa Inggris; “philosophia” dalam bahasa Latin; dan
“falsafah” dalam bahasa Arab.
• Plato
• Aristoteles
• Cicero
Filsafat adalah sebagai “ibu dari semua seni “ (the mother of all the arts). Ia juga
mendefinisikan filsafat sebagai ars vitae (seni kehidupan ).
• Paul Nartorp
• Imanuel Kant
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal dari segala
pengetahuan yang didalamnya tercakup empat persoalan, yakni : Apakah yang
dapat kita kerjakan? (jawabannya metafisika); Apakah yang seharusnya kita
kerjakan (jawabannya Etika ); Sampai dimanakah harapan kita? (jawabannya
Agama ); Apakah yang dinamakan manusia? (jawabannya Antropologi).
• Notonegoro
17
Filsafat menelaah halhal yang dijadikan objeknya dari sudut intinya yang mutlak,
yang tetap tidak berubah, yang disebut hakikat.
Dalam arti ini, filsafat digunakan untuk menyebut berbagai petanyaan yang
muncul dalam pikiran manusia tentang bebagai kesulitan yang dihadapinya, serta
berusaha untuk menemukan solusi yang tepat. Misalnya ketika menanyakan:
“siapakah kita?”, ”mengapa kita ada di sini?”, “kemana kita akan berlalu”,
“apakah kebaikan dan kejahatan itu”, “bagaimanakah karakter alam, “apakah ia
memiliki tujuan?”, “bagaimanakah kedudukan manusia di alam ini?”, dan
seterusnya.
Sistem Filsafat
Kenyataan Pancasila yang demikian ini disebut kenyataan yang obyektif, yaitu
bahwa kenyataan itu ada pada Pancasila sendiri terlepas dari sesuatu yang lain
atau terlepas dari pengetahuan orang. Sehingga Pancasila sebagai suatu sistem
filsafat bersifat khas dan berbeda dengan sistemsistem filsafat yang lain misalnya:
liberalisme, materialisme, komunisme, dan aliran filsafat yang lain.
18
Kesatuan silasila Pancasila pada hakekatnya bukanlah hanya merupakan kesatuan
yang bersifat formal logis saja, namun juga meliputi kesatuan dasar ontologis,
dasar epistimologis, serta dasar aksiologis dari sila Pancasila.
a. Dasar Ontologis
“Bahwa yang berkeTuhanan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil dan
beradab, yang berpersatuan, yang berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmah
permusyawaratan/perwakilan, serta yang berkeadilan social adamah manusia
(Notonegoro, 1975:23). Demikian juga jikalau kita pahami dari segi filsafat
Negara, adapun pendukung pokok Negara adalah rakyat, dan unsure rakyat adalah
manusia itu sendiri, sehingga tepatlah jikalau dalam filsafat Pancasila bahwa
hakekat dasar ontopologis silasila pancasila adalah manusia. Manusia sebagai
pendukung pokok silasila pancasila secara ontologism memiliki halhal yang
mutlak, yaitu terdiri atas susunan kodrat, raga dan jiwa, jasmani dan rohani, sifat
kodrat manusia adalah sebagai makhluk individu dan makhluk social, serta
kedudukan kodrat manusia sebagai pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk
Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu kedudukan kodrat manusia sebagai
makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan inilah maka secara
hirarkis sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa mendasari dan menjiwai
b. Dasar Epistemologis
masyarakat, bangsa dan Negara tentang makna hidup serta sebagai dasar
19
menyengkut praksis, karena dijadikan landasan bagi cara hidup manusia
unsur pokok agar dapat menarik loyalitas dari para pendukungnya yaitu :
Sebagai suatu system filsafat atau ideology maka pancasila harus memiliki unsur
rasional terutama dalam kedudukannya sebagai suatu system pengetahuan.
c. Dasar Aksiologis
Silasila pancasila sebagai suatu system filsafat juga memiliki satu kesatuan dasar
aksiologisnya, sehingga nilainilai yang terkandung dalam pancasila pada
hakekatnya juga merupakan satu kesatuan. Pada hakekatnya segala sesuatu itu
bernilai, hanya nilai macam apa saja yang ada serta bagaimana hubungan nilai
tersebut dengan manusia.
Pancasila sebagai sistem filsafat yaitu suatu konsep tentang dasar negara yang
terdiri dari lima sila sebagai unsur yang mempunyai fungsi masingmasing dan
satu tujuan yang sama untuk mengatur dan menyelenggarakan kehidupan
bernegara di Indonesia. Filsafat negara kita ialah Pancasila, yang diakui dan
diterima oleh bangsa Indonesia sebagai pandangan hidup. Dengan demikian,
Pancasila harus dijadikan pedoman dalam kelakuan dan pergaulan seharihari.
20
bukanlah lahir, atau baru dijelmakan, tetapi sebenarnya Pancasila itu bangkit
kembali”.
Pancasila menjadi daya dinamis yang meresapi seluruh tindakan kita, dan kita
harus merenungkan dan mencerna arti tiaptiap sila dengan berpedoman pada
uraian tokoh nasional, agar kita tidak memiliki tafsiran yang bertentangan.
Dengan pancasila sebagai filsafat negara dan bangsa Indonesia, kita dapat
mencapai tujuan bangsa dan negara kita.
Fungsi pancasila sebagai sistem filsafat dalam kehidupan bangsa dan negara
c. Sebagai pedoman yang mendasar bagi warga negara Indonesia dalam bertindak
dan bertingkah laku dalam kehidupan sosial masyarakat
21
PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK
Pengertian Etika
Sebagai suatu usaha ilmiah, filsafat dibagi, menjadi beberapa cabang menurut
lingkungan masing-masing. Cabang-cabang itu dibagi menjadi dua kelompok
bahasan pokok yaitu filsafat teoritis dan filsafat praktis. Filsafat pertama berisi
tentang segala sesuatu yang ada sedangkan kelompok kedua membahas
bagaimana manusia bersikap terhadap apa yang ada tersebut. Misalnya hakikat
manusia, alam, hakikat realitas sebagai suatu keseluruhan, tentang pengetahuan,
tentang apa yang kita ketahui dan tentang yang transenden.
Etika termasuk kelompok filsafat praktis dan dibagi menjadi. dua kelompok yaitu
etika umum dan etika khusus. Etika merupakan suatu pemikiran kritis dan
mendasar tentang ajaran-ajaran danpandangan-pandangan moral. itu dalam
hubungannya dengan berbagai aspek kehidupan manusia (Suseno, 1987). Etika
adalah suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita
mengikuti suatu ajaran moral tertentu, atau bagaimana kita harus menggambil
sikap yang bertanggung jawab berhadapan dengan berbagai ajaran moral (Suseno,
1987). Etika umum merupakan prinsip- prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan
manusia sedangkan etika khusus membahas prinsip-prinsip Etika khusus dibagi
menjadi etika individu yang membahas kewajiban manusia terhadap diri sendiri
dan etika sosial yang membahas tentang kewajiban manusia terhadap manusia lain
dalam hidup masyarakat, yang merupakan suatu bagian terbesar dari etika khusus.
Etika berkaitan dengan berbagai masalah nilai karena etika pada pada umumnya
membicarakan masalah-masalah yang berkaitan dengan predikat nilai "susila" dan
"tidak susila", "baik" dan "buruk". Kualitas-kualitas ini dinamakan kebajikan yang
dilawankan dengan kejahatan yang berarti sifat-sifat yang menunjukan bahwa
orang yang memilikinya dikatakan orang yang tidak susila. Sebenarnya etika
banyak bertangkutan dengan Prinsip-prinsip dasar pembenaran dalam hubungan
dengan, tingkah laku manusia (Kattsoff, 1986). Dapat juga dikatakan bahwa etika
berkaitan dengan dasar-dasar filosofis dalam hubungan dengan tingkah laku
manusia.
22
1.Etika Umum, mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku bagi setiap
tindakan manusia.
Pengertian Nilai
Nilai (value) adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda
untuk memuaskan manusia. Sifat dari suatu benda yang menyebabkan menarik
minat seseorang atau kelompok. Jadi nilai itu pada hakikatnya adalah sifat dan
kualitas yang melekat pada suatu obyeknya. Dengan demikian,maka nilai itu
adalah suatu kenyataan yang tersembunyi dibalik kenyataan-kenyataan lainnya.
Nilai atau “value” (bahas Inggris) termasuk bidang kajian filsafat, persoalan-
persoalan tentang nilai dibahas dan dipelajari salah satu cabang filsafat yaitu
filsafat nilai (Axiology, theory of value). Filsafat sering juga diartikan sebagai
ilmu tentang nilai-nilai. Istilah nilai di dalam bidang filsafat dipakai untuk
menunjuk kata benda abstrak yang artinya “kebiasaan” (wath) atau kebaikan
(goodness) dan kata kerja yang artinya suatu tindakan kejiwaan tentu dalam
menilai atau melakukan penilaian (Frankena, 229)
Nilai adalah sesuatu yang berharga, berguna, indah, memperkaya batin dan
menyadarkan manusia akan harkat, martabatnya. Nilai bersumber pada budi yang
berfungsi mendorong dan mengarahkan sikap dan perilaku manusia. Nilai sebagai
suatu sistem (sistem nilai) merupakan salah satu wujud kebudayaan, disamping
sistem sosial dan karya. Cita-cita, gagasan, konsep dan ide tentang sesuatu adalah
wujud kebudayaan sebagai sistem nilai.
Oleh karena itu, nilai dapat dihayati atau dipersepsikan dalam konteks
kebudayaan, atau sebagai wujud kebudayaan yang abstrak. Manusia dalam
memilih nilai-nilai menempuh berbagai cara yang dapat dibedakan menurut
tujuannya, pertimbangannya, penalarannya, dan kenyataannya. Nilai sosial
23
berorientasi kepada hubungan antarmanusia dan menekankan pada segi-segi
kemanusiaan yang luhur, sedangkan nilai politik berpusat pada kekuasaan serta
pengaruh yang terdapat dalam kehidupan masyarakat maupun politik.
Pengertian Norma
24
b. Norma kesusilaan, dengan sanksinya rasa malu dan menyesal terhadap diri
sendiri,
d. Norma hukum, dengan sanksinya berupa penjara atau kurungan atau denda
yang dipaksakan oleh alat Negara.
Pengertian Moral
Moral berasal dari kata mos (mores) yang artinya kesusilaan, tabiat, kelakuan.
Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut tingkah
laku dan perbuatan manusia. Seorang yang taat kepada aturan-aturan, kaidah-
kaidah dan norma yang berlaku dalam masyarakatnya ,dianggap sesuai dan
bertindak benar secara moral. Jika sebaliknya terjadi, pribadi itu dianggao tidak
bermoral. Moral dalam perwujudannya dapat berupa peraturan, prinsip-prinsip
yang benar, baik, terpuji, dan mulia. Moral dapat berupa kesetiaan, kepatuhan
terhadap nilai dan norma, moral pun dapat dibedakan seperti moral ketuhanan
atau agama, moral, filsafat, moral etika, moral hukum, moral ilmu, dan
sebagainya. Nilai, norma dan moral secara bersama mengatur kehidupan
masyarakat dalam berbagai aspeknya.
Hierarkhi nilai sangat tergantung pada titik tolak dan sudut pandang individu –
masyarakat terhadap sesuatu obyek. Misalnya kalangan materialis memandang
bahwa nilai tertinggi adalah nilai meterial. Max Scheler menyatakan bahwa nilai-
nilai yang ada tidak sama tingginya dan luhurnya. Menurutnya nilai-nilai dapat
dikelompokan dalam empat tingkatan yaitu :
4. Nilai kerohanian yaitu tingkatan ini terdapatlah modalitas nilai dari yang suci.
25
a) Nilai – nilai ekonomis
1. Nilai material yaitu segala sesuatu yang berguna bagi jasmani manusia,
2. Nilai vital yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk mengadakan
suatu aktivitas atau kegiatan,
3. Nilai kerokhanian yaitu segala sesuatu yang bersifat rokhani manusia yang
dibedakan dalam empat tingkatan sebagai berikut :
a. Nilai kebenaran yaitu nilai yang bersumber pada rasio, budi, akal atau cipta
manusia.
c. Nilai kebaikan atau nilai moral yaitu nilai yang bersumber pada unsur kehendak
manusia.
Dari uraian mengenai macam – macam nilai diatas, dapat dikemukakan pula
bahwa yang mengandung nilai itu bukan hanya sesuatu yang bewujud material
saja, akan tetapi juga sesuatu yang berwujud non material atau immatrial.
Notonagoro berpendapat bahwa nilai – nilai pancasila tergolong nilai – nilai
26
kerokhanian, tetapi nilai – nilai kerohanian yang mengakui adanya nilai material
dan vital. Dengan demikian nilai – nilai lain secara lengkap dan harmonis, baik
nilai matrial, nilai vital, nilai kebenaran, nilai keindahan, nilai kebaikan atau nilai
moral, maupun nili kesucian yang sistematika-hierarkis, yang dimulai dari sila
Ketuhanan yang Maha Esa sebagai ‘dasar’ sampai dengan sila Keadilan Sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia sebagai ‘tujuan’.
Keterkaitan nilai, norma dan moral merupakan suatu kenyataan yang seharusnya
tetap terpelihara di setiap waktu pada hidup dan kehidupan manusia. Keterkaitan
itu mutlak digaris bawahi bila seorang individu, masyarakat, bangsa dan negara
menghendaki fondasi yang kuat tumbuh dan berkembang.
Sebagaimana tersebut di atas maka nilai akan berguna menuntun sikap dan
tingkah laku manusia bila dikongkritkan dan diformulakan menjadi lebih obyektif
sehingga memudahkan manusia untuk menjabarkannya dalam aktivitas sehari-
hari. Dalam kaitannya dengan moral maka aktivitas turunan dari nilai dan norma
akan memperoleh integritas dan martabat manusia. Derajat kepribadian itu amat
ditentukan oleh moralitas yang mengawalnya. Sementara itu, hubungan antara
moral dan etika kadang-kadang atau seringkali disejajarkan arti dan maknanya.
Namun demikian, etika dalam pengertiannya tidak berwenang menentukan apa
yang boleh dan tidak boleh dilakukan seseorang. Wewenang itu dipandang
berada di tangan pihak yang memberikan ajaran moral.
27
meraih jabatan (kekuasaan) dan akses ekonomis (uang) yang begitu kuat, rasa
malu dan merasa bersalah bisa dengan mudah diabaikan.
Akibatnya ada dua hal: (a) pudarnya nilai-nilai etis yang sudah ada, dan (b) tidak
berkembangnya nilai-nilai tersebut sesuai dengan moralitas publik. Untuk
memaafkan fenomena tersebut lalu berkembang menjadi budaya permisif, semua
serba boleh, bukan saja karena aturan yang hampa atau belum dibuat, melainkan
juga disebut serba boleh, karena untuk membuka seluas-luasnya upaya mencapai
kekuasaan (dan uang) dengan mudah.
Tanpa disadari, nilai etis politik bangsa Indonesia cenderung mengarah pada
kompetisi yang mengabaikan moral. Buktinya, semua harga jabatan politik setara
dengan sejumlah uang. Semua jabatan memiliki harga yang harus dibayar si
pejabat. Itulah mengapa para pengkritik dan budayawan secara prihatin
menyatakan arah etika dalam bidang politik (dan bidang lainnya) sedang berlarian
tunggang-langgang (meminjam Giddens, “run away”) menuju ke arah “jual-beli”
menggunakan uang maupun sesuatu yang bisa dihargai dengan uang.
Namun demikian, perlu dibedakan antara etika politik dengan moralitas politisi.
Moralitas politisi menyangkut mutu moral negarawan dan politisi secara pribadi
(dan memang sangat diandaikan), misalnya apakah ia korup atau tidak (di sini
tidak dibahas). Etika politik menjawab dua pertanyaan:
28
d. Kedaulatan rakyat (Rousseau)
g. Keadilan sosial
Pengertian Politik
Pengertian politik secara sempit, yaitu bidang politik lebih banyak berkaitan
dengan para pelaksana pemerintahan negara, lembaga – lembaga tinggi negara,
kalangan aktivis politik serta para pejabat serta birokrat dalam pelaksanaan dan
penyelengaraan negara. Pengertian politik yang lebih luas, yaitu menyangkut
seluruh unsur yang membentuk suatu persekutuan hidup yang disebut masyarakat
negara.
Manusia sebgai makhluk yang berbudaya, kebebasan sebagai individu dan segala
aktivitas dan kreativitas dalam hidupnya senantiasa tergantung pada orang lain,
hal ini di karenakan manusia sebagai warga masyrakat atau sebagai makhluk
29
sosial. Manusia di dalam hidupnya mampu ber-eksistensi karena orang lain dan ia
hanya dapt hidup dan berkembang karena dalam hubungannya dengan orang lain.
Segala keterampilan yang dibutuhkannya agar berhasil dalam segal kehidupannya
serta berpartisipasi dalam kebudayaan diperolehnya dari masyarkat.
Dasar filosofis sebagai mana terkandung dalam pancasila yang nilainya terdpt
dalm budaya bangsa, senantiasa mendasarkan hakikat sifat kodrat manusia adalah
bersifat ‘monodualis’. Maka sifat serta ciri khas kebangsan dan kenegaraan
indonesia, bukanlah totalitas individualistis ataupun sosialistis melainkan
monodualistis.
Berdasarkan sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan sosial, dimensi
politis mencakup lingkaran kelembagan hukum dan negara, sistem – sitem nilai
serta ideologi yang memberikan legitmimasi kepadanya. Dalam hubungan dengan
sifat kodrat manusia sebagi makhluk individu dan sosial, dimensi politis manusia
senntiasa berkaitan dengan kehidupan negara dan hukum, sehingga senantiasa
berkaitn dengan kehidupan masyrakat secara keseluruhan. Sebuah keputusan
bersifat politis mnakala diambil dengan memperhatikan kepentingan masyarakat
sebagai suatu keseluruhan. Dengan demikian dimensi politis manusia dapat
ditentukan sebagai suatu kesadarn manusia akan dirinya sendiri sebagai anggota
masyarakat sebagai sutu keseluruhan yang menentukan kerangka kehidupannya
dan di tentukan kembali oleh kerangka kehidupanny serta ditentukan kembali oleh
tindakan – tindakannya.
Dimensi politis manusia ini memiliki dua segi fundmental, yaitu pengertian dan
kehendak untuk bertindak. Sehingga dua segi fundamental itu dapat diamati
dalam setiap aspek kehidupan manusia. Dua aspek ini yang senantiasa berhadapan
dengan tindakkan moral manusia.
Sila pertama ‘Ketuhanan yang Maha Esa’ serta sila kedua ‘ Kemanusiaan yang
Adil dan Beradab’ adalah merupakan sumber nilai –nilai moral bagi kehidupan
kebangsaan dan kenegaraan.
30
c) Dilaksanakan berdasarkan prinsip – prinsip moral / tidak bertentangan
dengannya (legitimasi moral).
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki tiga dasar tersebut. Dalam
pelaksanaan dan penyelenggaraan negara, baik menyangkut kekuasan,
kenijaksanan yang menyangkut publik, pembagian serta kewenangan harus
berdasarka legitimasi moral religius ( sila 1 ) serta moral kemanusiaan ( sila 2).
Negara Indonesia adalah negara hukum, oleh krena itu ‘ keadilan’ dalam hidup
bersama ( keadilan sosial ) sebgai mana terkandung dalam sila 5, adalah
merupakan tujuan dalam kehidupan negara. Oleh karena itu dalam pelaksanaan
dan pnyelenggraan negara, segala kebijakan, kekuasaan, kewenangan, serta
pembagian senantiasa harus berdasarkan atas hukum yang berlaku
Negara adalah berasal dari rakyat dan segala kebijaksanaan dan kekuasaan yang
dilakukan senantiasa untuk rakyat ( sila 4). Oleh karena itu rakyat adalah
merupakan asal mula kekuasan negara. Oleh karena itu pelaksanaan dan
pnyelenggraan negara segala kebijaksanaan, kekuasaan, serta kewenangan harus
dikembalikan pada rakyat sebagai pendukung pokok negara.
DAFTAR PUSTAKA
31
Ubaedillah A & Abdul Rozak, Pancasila, Demokrasi, HAM dan Masyarakat
Madani, Icce. UIN Jakarta, 2003
32