Anda di halaman 1dari 18

PENDIDIKAN PANCASILA

PERTEMUAN KE - 1

LANDASAN HISTORIS, KULTURAL, YURIDIS DAN


FILOSOFIS PANCASILA

A. Tujuan Pembelajaran
Memberikan pengertian dan pemahaman kepada Mahasiswa mengenai
Landasan, dan Tujuan Pendidikan Pancasila yang meliputi Landasan Historis,
Landasan Kultural, Landasan Yuridis, Landasan Filosofi, Tujuan Nasional
Bangsa Indonesia, Tujuan Pendidikan Nasional, Tujuan Pendidikan
Pancasila, dan Kompetensi yang diharapkan dari Kuliah Pendidikan
Pancasila.

B. Latar Belakang.
Dasar negara Republik Indonesia adalah Pancasila yang terdapat dalam
Pembukaan UUD 1945 dan secara resmi disahkan oleh PPKI pada tanggal 18
Agustus 1945, kemudian diundangkan dalam Berita Republik Indonesia
tahun II No. 7 bersama-sama dengan batang tubuh UUD 1945.

Dalam sejarahnya, eksistensi Pancasila sebagai dasar filsafat negara Republik


Indonesia mengalami berbagai macam interpretasi dan manipulasi politik
sesuai dengan kepentingan penguasa demi kokoh dan tegaknya kekuasaan
yang berlindung dibalik legitimasi ideologi negara Pancasila. Dengan lain
perkataan, dalam kedudukan yang seperti ini Pancasila tidak lagi diletakkan
sebagai dasar filsafat serta pandangan hidup bangsa dan negara Indonesia
melainkan direduksi (faktor kesengajaan), dibatasi dan dimanipulasi
(diproses) demi kepentingan politik penguasa pada saat itu. Dalam kondisi
kehidupan bermasyarakat dan berbangsa yang sedang dilanda oleh arus krisis
dan disintegrasi maka Pancasila tidak terhindar dari berbagai macam gugatan,
sinisme, serta pelecehan terhadap kredibilitas dirinya sebagai dasar negara

10
ataupun ideologi, namun demikian perlu segera kita sadari bahwa tanpa
suatu platform (rencana kerja) dalam format dasar negara atau ideologi maka
suatu bangsa mustahil akan dapat survive dalam menghadapi berbagai
tantangan dan ancaman.

Berdasarkan kenyataan tersebut diatas gerakan reformasi berupaya untuk


mengembalikan kedudukan dan fungsi Pancasila yaitu sebagai dasar negara
Republik Indonesia, yang hal ini direalisasikan melalui Ketetapan Sidang
Istimewa MPR No. XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan P-4 dan sekaligus
juga pencabutan Pancasila sebagai satu-satunya asas bagi Organisasi sosial
politik di Indonesia. Ketetapan tersebut sekaligus juga mencabut mandat
MPR yang diberikan kepada Presiden atas kewenangan untuk membudayakan
Pancasila melalui P-4 dan asas tunggal Pancasila. Monopoli Pancasila demi
kepentingan kekuasaan oleh penguasa inilah yang harus segera diakhiri,
kemudian dunia pendidikan tinggi memiliki tugas untuk mengkaji dan
memberikan pengetahuan kepada semua mahasiswa untuk benar-benar
mampu memahami Pancasila secara ilmiah dan obyektif.

Dampak yang cukup serius atas manipulasi Pancasila oleh para penguasa
pada masa lampau, dewasa ini banyak kalangan elit politik serta sebagian
masyarakat beranggapan bahwa Pancasila merupakan label politik Orde Baru.
Sehingga mengembangkan serta mengkaji Pancasila dianggap akan
mengembalikan kewibawaan Orde Baru. Pandangan sinis serta upaya
melemahkan ideologi Pancasila berakibat fatal yaitu melemahkan
kepercayaan rakyat yang akhirnya mengancam persatuan dan kesatuan
bangsa, contoh: kekacauan di Aceh, Kalimantan, Sulawesi, Ambon, Papua,
dan lain-lain.

Berdasarkan alasan tersebut diatas, maka tanggung jawab kita bersama


sebagai warga negara untuk selalu mengkaji dan mengembangkan Pancasila
setingkat dengan idelogi/paham yang ada seperti Liberalisme, Komunisme,
Sosialisme.

11
C. Landasan Pendidikan Pancasila.
1. Landasan Historis.
Bangsa Indonesia terbentuk melalui proses yang panjang mulai jaman
kerajaan Kutai, Sriwijaya, Majapahit sampai datangnya penjajah. Bangsa
Indonesia berjuang untuk menemukan jati dirinya sebagai bangsa yang
merdeka dan memiliki suatu prinsip yang tersimpul dalam pandangan
hidup serta filsafat hidup, di dalamnya tersimpul ciri khas, sifat karakter
bangsa yang berbeda dengan bangsa lain. Oleh para pendiri bangsa kita
(the founding father) dirumuskan secara sederhana namun mendalam
yang meliputi lima prinsip (sila) dan diberi nama Pancasila.
Dalam era reformasi bangsa Indonesia harus memiliki visi dan pandangan
hidup yang kuat (nasionalisme) agar tidak terombang-ambing di tengah
masyarakat internasional. Hal ini dapat terlaksana dengan kesadaran
berbangsa yang berakar pada sejarah bangsa.
Secara historis nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila Pancasila
sebelum dirumuskan dan disahkan menjadi dasar negara Indonesia secara
obyektif historis telah dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri. Sehingga
asal nilai-nilai Pancasila tersebut tidak lain adalah dari bangsa Indonesia
sendiri, atau bangsa Indonesia sebagai kausa materialis Pancasila.

2. Landasan Kultural
Bangsa Indonesia mendasarkan pandangan hidupnya dalam
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara pada suatu asas kultural yang
dimiliki dan melekat pada bangsa itu sendiri. Nilai-nilai kenegaraan dan
kemasyarakatan yang terkandung dalam sila-sila Pancasila bukanlah
merupakan hasil konseptual seseorang saja melainkan merupakan suatu
hasil karya bangsa Indonesia sendiri yang diangkat dari nilai-nilai kultural
yang dimiliki melalui proses refleksi filosofis para pendiri negara. Oleh
karena itu generasi penerus terutama kalangan intelektual kampus sudah
seharusnya untuk mendalami serta mengkaji karya besar tersebut dalam

12
upaya untuk melestarikan secara dinamis dalam arti mengembangkan
sesuai dengan tuntutan jaman.
3. Landasan Yuridis
Landasan yuridis (hukum) perkuliahan Pendidikan Pancasila di Perguruan
Tinggi diatur dalam UU No.2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, pasal 39 menyatakan : Isi kurikulum setiap jenis, jalur dan
jenjang pendidikan wajib memuat Pendidikan Pancasila, Pendidikan
Agama, Pendidikan Kewarganegaraan.
Demikian juga berdasarkan SK Mendiknas RI, No.232/U/2000, tentang
Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil
Belajar Mahasiswa, pasal 10 ayat 1 dijelaskan bahwa kelompok Mata
Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan, wajib diberikan dalam kurikulum
setiap program studi, yang terdiri atas Pendidikan Pancasila, Pendidikan
Agama, dan Pendidikan Kewarganegaraan.
Sebagai pelaksanaan dari SK tersebut, Dirjen Pendidikan Tinggi
mengeluarkan Surat Keputusan No.38/DIKTI/Kep/2002, tentang Rambu-
rambu Pelaksanaan Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK).
Dalam pasal 3 dijelaskan bahwa kompetensi kelompok mata kuliah MPK
bertujuan menguasai kemampuan berfikir, bersikap rasional dan dinamis,
berpandangan luas sebagai manusia intelektual.
Adapun rambu-rambu mata kuliah MPK Pancasila adalah terdiri atas segi
historis, filosofis, ketatanegaraan, kehidupan berbangsa dan bernegara
serta etika politik. Pengembangan tersebut dengan harapan agar
mahasiswa mampu mengambil sikap sesuai dengan hati nuraninya,
mengenali masalah hidup terutama kehidupan rakyat, mengenali
perubahan serta mampu memaknai peristiwa sejarah, nilai-nilai budaya
demi persatuan bangsa.

4. Landasan Filosofis
Pancasila sebagai dasar filsafat negara dan pandangan filosofis bangsa
Indonesia, oleh karena itu sudah merupakan suatu keharusan moral untuk

13
secara konsisten merealisasikan dalam setiap aspek kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Secara filosofis bangsa Indonesia sebelum mendirikan negara adalah
sebagai bangsa yang berketuhanan dan berkemanusiaan, hal ini
berdasarkan kenyataan obyektif bahwa manusia adalah mahluk Tuhan
YME. Setiap aspek penyelenggaraan negara harus bersumber pada nilai-
nilai Pancasila termasuk sistem peraturan perundang-undangan di
Indonesia. Oleh karena itu dalam realisasi kenegaraan termasuk dalam
proses reformasi dewasa ini merupakan suatu keharusan bahwa Pancasila
merupakan sumber nilai dalam pelaksanaan kenegaraan, baik dalam
pembangunan nasional, ekonomi, politik, hukum, social budaya, maupun
pertahanan keamanan.

D. Tujuan Pendidikan Pancasila.


Dengan mempelajari pendidikan Pancasila diharapkan untuk menghasilkan
peserta didik dengan sikap dan perilaku:
1. Beriman dan takwa kepada Tuhan YME.
2. Berkemanusiaan yang adil dan beradab,
3. Mendukung persatuan bangsa.
4. Mendukung kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bersama
diatas kepentingan individu/golongan.
5. Mendukung upaya untuk mewujudkan suatu keadilan social dalam
masyarakat.

Melalui Pendidikan Pancasila warga negara Indonesia diharapkan mampu


memahami, menganalisa dan menjawab masalah-masalah yang dihadapi oleh
masyarakat bangsanya secara berkesinambungan dan konsisten dengan cita-
cita dan tujuan nasional dalam Pembukaan UUD 1945.

E. Cita-cita dan Tujuan Nasional

Cita-cita nasional sebagaimana diamanatkan Proklamasi Kemerdekaan


Republik Indonesia, yaitu mencapai masyarakat yang adil dan makmur
berdasarkan Pancasila, tertuang dalam Alinea kedua Pembukaan Undang-

14
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 “... Negara Indonesia,
yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur”.

Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun


1945, Tujuan Nasional Negara Republik Indonesia tertuang dalam Alinea
Keempat, disebutkan bahwa “…melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial …”.

Berdasarkan alinea tersebut, tujuan nasional yang ingin dicapai Negara


Republik Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah


Indonesia.
2. Memajukan kesejahteraan umum.
3. Mencerdaskan kehidupan bangsa.
4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
5. Dalam rangka perwujudan cita-cita dan tujuan nasional tersebut,
beberapa upaya yang dapat dilakukan negara, di antaranya adalah sebagai
berikut.
6. Memberikan kepastian dan perlidungan hukum terhadap semua warga
negara tanpa diskriminatif.
7. Menyediakan fasilitas umum yang memadai yang berdampak pada
kesejahteraan masyarakat.
8. Menyediakan sarana pendidikan yang memadai dan merata di seluruh
tanah air.
9. Memberikan biaya pendidikan gratis terhadap seluruh jenjang pendidikan
bagi seluruh warga negara.
10. Menyediakan infrastruktur serta sarana transportasi yang memadai dan
menunjang tingkat perekonomian rakyat.
11. Menyediakan lapangan kerja yang dapat menyerap jumlah angkatan kerja
dalam rangka penghidupan yang layak bagi seluruh warga negara.

15
12. Mengirimkan pasukan perdamaian dalam rangka ikut serta berpartisipasi
aktif dalam menjaga dan memelihara perdamaian dunia.

F. Visi, Misi dan Kompentensi Pendidikan Pancasila


1. Visi Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi menjadi sumber nilai dan
pedoman penyelenggaraan program studi dalam mengantarkan mahasiswa
mengembangkan kepribadiannya selaku warganegara yang Pancasilais.
2. Misi Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi membantu mahasiswa
agar mampu mewujudkan nilai-nilai dasar Pancasila serta kesadaran
berbangsa, bernegara dalam menerapkan ilmunya secara bertanggung
jawab terhadap kemanusiaan.
3. Kompentensi Pendidikan Pancasila bertujuan untuk menguasai
kemampuan berpikir, bersikap rasional dan dinamis, berpandangan luas
sebagai manusia intelektual serta mengantarkan mahasiswa memiliki
kemampuan untuk:
a. Mengambil sikap bertanggung jawab sesuai dengan hati nuraninya.
b. Mengenali masalah hidup dan kesejahteraan serta cara-cara
pemecahannya.
c. Mengenali perubahan-perubahan dan perkembangan IPTEK.
d. Memaknai peristiwa sejarah dan nilai-nilai budaya bangsa duna
menggalang persatuan Indonesia.

G. Pembahasan Pancasila Secara Ilmiah


Pancasila termasuk Filsafat Pancasila sebagai suatu kajian ilmiah harus
memenuhi syarat-syarat ilmiah, menurut Ir. Poedjowijatno dalam bukunya
“Tahu dan Pengetahuan” mencatumkan syarat-syarat ilmiah sebagai berikut:
1. Berobyek,
2. bermetode,
3. bersistem, dan
4. bersifat universal,

16
1. Berobyek.

Dalam filsafat, ilmu pengetahuan dibedakan antara obyek forma dan obyek
materia. Obyek materia Pancasila adalah suatu sudut pandang tertentu
dalam pembahasan Pancasila. Pancasila dapat dilihat dari berbagai sudut
pandang misalnya: Moral (moral Pancasila), Ekonomi (ekonomi
Pancasila), Pers (Pers Pancasila), Filsafat (filsafat Pancasila), dan
sebagainya. Obyek Materia Pancasila adalah suatu obyek yang merupakan
sasaran pembahasan dan pengkajian Pancasila baik yang bersifat empiris
maupun non empiris. Bangsa Indonesia sebagai kausa materia (asal mula
nilai-nilai Pancasila), maka obyek material pembahasan Pancasila adalah
bangsa Indonesia dengan segala aspek budaya dalam bermayarakat,
berbangsa dan bernegara. Obyek materia empiris berupa lembaran sejarah,
bukti-bukti sejarah, benda-benda sejarah dan budaya, Lembaran Negara,
naskah-naskah kenegaraan, dan sebagainya. Obyek materia non empiris
non empiris meliputi nilai-nilai budaya, nilai-nilai moral, nilai-nilai
religius yang tercermin dalam kepribadian, sifat, karakter dan pola-pola
budaya.

2. Bermetode.

Metode adalah seperangkat cara/sistem pendekatan dalam rangka


pembahasan Pancasila untuk mendapatkan suatu kebenaran yang bersifat
obyektif. Metode dalam pembahasan Pancasila sangat tergantung pada
karakteristik obyek forma (sudut pandang dari mana sang subjek
menelaah objek materialnya) dan materia Pancasila. Salah satu metode
adalah “analitico syntetic” yaitu suatu perpaduan metode analisis dan
sintesa (diartikan sebagai “paduan berbagai pengertian atau hal sehingga
merupakan kesatuan yang selaras atau penentuan hukum yang umum
berdasarkan hukum yang khusus). Oleh karena obyek Pancasila banyak
berkaitan dengan hasil-hasil budaya dan obyek sejarah maka sering
digunakan metode “hermeneutika” yaitu suatu metode untuk menemukan
makna dibalik obyek, demikian juga metode “koherensi historis” serta
metode “pemahaman penafsiran” daninterpretasi. Metode-metode

17
tersebut senantiasa didasarkan atas hukum-hukum logika dalam suatu
penarikan kesimpulan.

3. Bersistem.

Suatu pengetahuan ilmiah harus merupakan sesuatu yang bulat dan utuh.
Bagian-bagian dari pengetahuan ilmiah harus merupakan suatu kesatuan
antara bagian-bagian saling berhubungan baik hubungan interelasi (saling
hubungan maupun interdependensi (saling ketergantungan). Pembahasan
Pancasila secara ilmiah harus merupakan suatu kesatuan dan keutuhan
(majemuk tunggal) yaitu ke lima sila baik rumusan, inti dan isi dari sila-
sila Pancasila merupakan kesatuan dan kebulatan.

4. Universal.

Kebenaran suatu pengetahuan ilmiah harus bersifat universal artinya


kebenarannya tidak terbatas oleh waktu, keadaan, situasi, kondisi maupun
jumlah. Nilai-nilai Pancasila bersifat universal atau dengan kata lain
intisari, esensi atau makna yang terdalam dari sila-sila Pancasila pada
hakekatnya bersifat universal.

H. Tingkatan Pengetahuan Ilmiah.

Tingkat pengetahuan ilmiah dalam masalah ini bukan berarti tingkatan dalam
hal kebenarannya namun lebih menekankan pada karakteristik pengetahuan
masing-masing. Tingkatan pengetahuan ilmiah sangat ditentukan oleh macam
pertanyaan ilmiah sebagai berikut:

1. Deskriptif : suatu pertanyaan “bagaimana”.


2. Kausal : suatu pertanyaan “mengapa”.
3. Normatif : suatu pertanyaan “ kemana”.
4. Essensial : suatu pertanyaan “ apa “.

18
1. Pengetahuan Deskriptif.

Pengetahuan deskriptif yaitu suatu jenis pengetahuan yang memberikan


suatu keterangan, penjelasan obyektif. Kajian Pancasila secara deskriptif
berkaitan dengan kajian sejarah perumusan Pancasila, nilai-nilai Pancasila
serta kajian tentang kedudukan dan fungsinya.

2. Pengetahuan Kausal.

Pengetahuan kausal adalah suatu pengetahuan yang memberikan jawaban


tentang sebab akibat. Kajian Pancasila secara kausal berkaitan dengan
kajian proses kausalitas terjadinya Pancasila yang meliputi 4 kausa
yaitu: kausa materialis, kausa formalis, kausa efisien dan kausa finalis.

a. Kausa Materialis: Pancasila yang sekarang menjadi ideologi negara


bersumber pada bangsa Indonesia. Artinya, bangsa Indonesia sebagai
Kausa Materialis.
b. Kausa Formalis (asal mula bentuk): Pancasila sebagai ideologi negara
merujuk kepada bagaimana proses Pancasila itu dirumuskan menjadi
Pancasila yang terkandung dalam UUD 1945. Artinya pidato
Soekarno sebagai kausa formalis.
c. Kausa Finalis (asal mula tujuan): mewujudkan Pancasila sebagai
ideologi negara yang sah adalah para anggota BPUPKI dan panitia
sembilan. Para anggota dari badan itulah yang menentukan tujuan
dirumuskannya Pancasila sebagai ideologi negara yang sah.
d. Kausa Efisien (asal mula karya): yang menjadikan Pancasila dari
calon ideologi negara menjadi ideology negara yang sah. PPKI
melalui sidang BPUPKI menjadi kausa efisien pembentuk Pancasila.

Selain itu juga berkaitan dengan Pancasila sebagai sumber nilai, yaitu
Pancasila sebagai sumber segala norma.

3. Pengetahuan Normatif.

Pengetahuan normatif adalah pengetahuan yang berkaitan dengan suatu


ukuran, parameter serta norma-norma. Dengan kajian normatif dapat

19
dibedakan secara normatif pengamalan Pancasila yang seharusnya
dilakukan (das sollen) dan kenyataan faktual (das sein) dari Pancasila yang
bersifat dinamis.

4. Pengetahuan Esensial.

Pengetahuan esensial adalah tingkatan pengetahuan untuk menjawab suatu


pertanyaan yang terdalam yaitu pertanyaan tentang hakekat sesuatu.
Kajian Pancasila secara esensial pada hakekatnya untuk mendapatkan
suatu pengetahuan tentang intisari/makna yang terdalam dari sila-sila
Pancasila (hakekat Pancasila).

I. Lingkup Pembahasan Pancasila Yuridis Kenegaraan.


Pancasila yuridis kenegaraan meliputi pembahasan Pancasila dalam
kedudukannya sebagai dasar negara Republik Indonesia, sehingga meliputi
pembahasan bidang yuridis dan ketatanegaraan. Realisasi Pancasila dalam
aspek penyelenggaraan negara secara resmi baik yang menyangkut norma
hukum maupun norma moral dalam kaitannya dengan segala aspek
penyelenggaraan negara. Tingkatan pengetahuan ilmiah dalam pembahasan
Pancasila yuridis kenegaraan adalah meliputi tingkatan
pengetahuan deskriptif, kausal dan normatif.
Sedangkan tingkat pengetahuan essensial dibahas dalam bidang filsafat
Pancasila, yaitu membahas sila-sila Pancasila sampai inti sarinya, makna
yang terdalam atau membahas sila-sila Pancasila sampai tingkat hakikatnya.

J. Beberapa Pengertian Pancasila.


Kedudukan dan fungsi Pancasila jika dikaji secara ilmiah memiliki pengertian
yang luas, baik dalam kedudukannya sebagai dasar negara, pandangan hidup
bangsa, ideologi negara dan sebagai kepribadian bangsa bahkan dalam proses
terjadinya, terdapat berbagai macam terminologi yang harus kita deskripsikan
secara obyektif. Oleh karena itu untuk memahami Pancasila secara kronologis
baik menyangkut rumusannya maupun peristilahannya maka pengertian
Pancasila meliputi:

20
1. Pengertian Pancasila secara Etimologis

Pancasila berasal dari bahasa Sansekerta dari India, menurut Muhammad


Yamin dalam bahasa Sansekerta kata Pancasila memiliki dua macam arti
secara leksikal, yaitu:

a. Panca artinya lima.


b. Syila artinya batu sendi, alas, dasar.
c. Syiila artinya peraturan tingkah laku yang baik/senonoh.

Secara etimologis kata Pancasila berasal dari istilah Pancasyila yang


memiliki arti secara harfiah dasar yang memiliki lima unsur. Kata
Pancasila mula-mula terdapat dalam kepustakaan Budha di India. Dalam
ajaran Budha terdapat ajaran moral untuk mencapai nirwana dengan
melalui samadhi dan setiap golongan mempunyai kewajiban moral yang
berbeda. Ajaran moral tersebut adalah Dasasyiila, Saptasyiila, Pancasyiila.
Pancasyiila menurut Budha merupakan lima aturan (five moral principle)
yang harus ditaati, meliputi larangan membunuh, mencuri, berzina,
berdusta dan larangan minum- minuman keras.

Melalui penyebaran agama Hindu dan Budha, kebudayaan India masuk ke


Indonesia sehingga ajaran Pancasyiila masuk kepustakaan Jawa terutama
jaman Majapahit yaitu dalam buku syair pujian Negara
Kertagama karangan Empu Prapanca disebutkan raja menjalankan dengan
setia ke lima pantangan (Pancasila).

Setelah Majapahit runtuh dan agama Islam tersebar, sisa-sisa pengaruh


ajaran moral Budha (Pancasila) masih dikenal masyarakat Jawa yaitu lima
larangan (mo mo/M5): mateni (membunuh), maling (mencuri),
madon (berzina), mabok (minuman keras/candu), main (berjudi).

2. Pengertian Pancasila Secara Historis

Sidang BPUPKI pertama membahas tentang dasar negara yang akan


diterapkan. Dalam sidang tersebut muncul tiga pembicara yaitu M. Yamin,

21
Soepomo dan Ir.Soekarno yang mengusulkan nama dasar negara Indonesia
disebut Pancasila. Tanggal 18 Agustus 1945 disahkan UUD 1945
termasuk Pembukaannya yang didalamnya termuat isi rumusan lima
prinsip sebagai dasar negara. Walaupun dalam Pembukaan UUD 1945
tidak termuat istilah/kata Pancasila, namun yang dimaksudkan dasar
negara Indonesia adalah disebut dengan Pancasila. Hal ini didasarkan atas
interpretasi historis terutama dalam rangka pembentukan rumusan dasar
negara yang secara spontan diterima oleh peserta sidang BPUPKI secara
bulat. Secara historis proses perumusan Pancasila adalah:

a. Mr. Muhammad Yamin.


Pada sidang BPUPKI tanggal 29 Mei 1945, M. Yamin berpidato
mengusulkan lima asas dasar negara sebagai berikut:
1. Peri Kebangsaan.
2. Peri Kemanusiaan.
3. Peri Ketuhanan.
4. Peri Kerakyatan.
5. Kesejahteraan Rakyat.

Setelah berpidato beliau juga menyampaikan usul secara tertulis


mengenai rancangan UUD RI yang di dalamnya tercantum rumusan
lima asas dasar negara sebagai berikut:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Kebangsaan persatuan Indonesia.
3. Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
b. Mr. Soepomo.
Pada sidang BPUPKI tanggal 31 Mei 1945 Soepomo mengusulkan
lima dasar negara sebagai berikut:
1. Persatuan.
2. Kekeluargaan.

22
3. Keseimbangan lahir dan bathin.
4. Musyawarah.
5. Keadilan rakyat.

c. Ir. Soekarno.
Pada sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno mengusulkan
dasar negara yang disebut dengan nama Pancasila secara lisan/tanpa
teks sebagai berikut:
1. Nasionalisme atau Kebangsaan Indonesia.
2. Internasionalisme atau Perikemanusiaan.
3. Mufakat atau Demokrasi.
4. Kesejahteraan Sosial.
5. Ketuhanan yang berkebudayaan.

Selanjutnya beliau mengusulkan kelima sila dapat diperas menjadi Tri


Sila yaitu Sosio Nasional (Nasionalisme dan Internasionalisme), Sosio
Demokrasi (Demokrasi dengan Kesejahteraan Rakyat), Ketuhanan
yang Maha Esa. Adapun Tri Sila masih diperas lagi menjadi Eka
Sila yang intinya adalah “gotong royong”.

d. Piagam Jakarta.
Pada tanggal 22 Juni 1945 diadakan sidang oleh 9 anggota BPUPKI
(Panitia Sembilan) yang menghasilkan “Piagam Jakarta” dan
didalamnya termuat Pancasila dengan rumusan sebagai berikut:
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan sya’riat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

23
3. Pengertian Pancasila Secara Terminologis

Dalam Pembukaan UUD 1945 yang ditetapkan tanggal 18 Agustus 1945


oleh PPKI tercantum rumusan Pancasila sebagai berikut:

1. Ketuhanan Yang Maha Esa.


2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Rumusan Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945


inilah yang secara konstitusional sah dan benar sebagai dasar negara
Republik Indonesia. Namun dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia
dalam upaya bangsa Indonesia mempertahankan proklamasi dan
eksistensinya, terdapat pula rumusan-rumusan Pancasila sebagai berikut:

a. Dalam Konstitusi Republik Indonesia Serikat (29 Desember – 17


Agustus 1950).
1. Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Peri Kemanusiaan.
3. Kebangsaan.
4. Kerakyatan.
5. Keadilan Sosial.
b. Dalam UUD Sementara 1950 (17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959).
1. Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Peri Kemanusiaan.
3. Kebangsaan.
4. Kerakyatan.
5. Keadilan Sosial.
c. Dalam kalangan masyarakat luas.
1. Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Peri Kemanusiaan.

24
3. Kebangsaan.
4. Kedaulatan Rakyat.
5. Keadilan Sosial.

Dari berbagai macam rumusan Pancasila, yang sah dan benar adalah rumusan
Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 sesuai dengan
Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 dan Ketetapan MPR No.
III/MPR/2000.

KESIMPULAN:

1. Landasan Historis yaitu bahwa nilai-nilai pancasila itu sejak zaman


dahulu dimana proses panjag sejarah mulai pada zaman Kerajaan Kutai,
Sriwijaya, Majapahit, bahkan sampai pada proses perjuangan bangsa
melawan penjajah.

2. Landasan kultural bahwa nilai-nilai luhur Pancasila itu ada sejak nenek
moyang kita dulu dan itu sudah berurat akar dalam budaya bangsa
Indonesia maka di harapkan mahasiswa dapat meneruskan bahkan
mengembangkan budaya tersebut sesuai dengan tuntunan zaman.

3. Landasan yuridis bahwa Pendidikan Pancasila harus di ajarkan di


Perguruan Pinggi sesuai dengan undang-undang No. 2 tahun 1989
tentang sistem Pendidikan Nasional pasal 39 yang menetapkan bahwa isi
kurikulum setiap jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat pendidikan
Pancasila, pendidikan agama dan Pendidikan Kewarganegaraan. Juga
dalam SK menteri Pendidikan Nasional RI No. 232/u/2000, tentang
Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan penilaian hasil
belajar dan SK No 38/DIKTI/Kep/2000 tentang Rambu-rambu
Pelaksanaan Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian.

Landasan filosofis yaitu secara filosofis Negara berpersatuan dan


berkerakyatan dan konsekuensinya adalah rakyat merupakan dasar ontologism
demokrasi karena rakyat merupakan asal mula kekuasaan Negara.

25
LATIHAN KE - 1:

1. Jelaskan pengertian Pancasila jika dikaji secara ilmiah memiliki pengertian


yang luas!.
2. Jelaskan menurut saudara tujuan mempelajari pendidikan Pancasila,
diharapkan untuk menghasilkan peserta didik dengan sikap dan perilaku
yang baik!.
3. Landasan-landasan apakah yang ada pada landasan Pendidikan Pancasila ?

DAFTAR PUSTAKA

1. Drs. Syahrial Syarbaini 2002. Pendidikan Pancasila di Perguruan


Tinggi. Penerbit Ghalia Indonesia.
2. Tim Universitas Negeri Malang, 2002. Pendidikan Pancasila di Perguruan
Tinggi. Penerbit UM Press.
3. http://hitamandbiru.blogspot.co.id/2012/07/landasan-historis-kultural-yuridis-
dan.html

4. Achmad, Muchji. 2008. Diklat kuliah Pendidikan Pancasila. Gunadarma:


Jakarta.

5. Kaelan. 2010. Pendidikan Pancasila. Universitas Pendidikan Ganesha


Singaraja.

6. Noor. Ms Bakry. 2011. Pendidikan kewarganegaraan. Pustaka Belajar:


Yogyakarta.

7. Poespowardoyo, Soeryanto. Filsafat Pancasila. Jakarta, 1989.

8. Syahrial, Sarbini. Pendidikan Pancasila Di Perguruan Tinggi. Jakarta. Ghalia,


2010.

9. 2010 “ Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara Indonesia” Terdapat di


http://lasonearth.wordpress.com/makalah/falsafah-pancasila-sebagai-dasar-
falsafah-negara-indonesia/. Diunduh 30 Agustus 2010

10. 2010 ”Landasan Yuridis” Terdapat di http://www.bloggaul.com. Diunduh


pada 27Agustus
11. http://mahasiswa.ung.ac.id/151413181/home/2013/10/4/landasan-pendidikan-
pancasila.html
12. http://id.wikipedia.org/wiki/Proklamasi_Kemerdekaan_Indonesia

26
13. Kaelan: 2004, Pendidikan Pancasila, Paradigma Offset, Yogyakarta
14. http://rahayurahma96.blogspot.co.id/2015/10/v-behaviorurldefaultvmlo.html
15. http://catalog.danlevlibrary.net/index.php?p=show_detail&id=8546

27

Anda mungkin juga menyukai