Anda di halaman 1dari 13

PENDIDIKAN PANCASILA

Disusun Oleh :

FATIA RANIA SALSABILA(1844390029)

KELAS ( PAGI)

SEMESTER 5

JURUSAN SISTEM INFORMASI S1

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS PERSADA INDONESIA Y.A.I


Bab 1
PENDAHULUAN

Pancasila adalah server dasar filsafat negara Republik Indonesia yang resmi
disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 dan tercantum dalam pembukaan
UUD 1945, diundangkan dalam berita Republik Indonesia tahun II No.7 bersama-
sama dengan batang tubuh UUD 1945.
Dalam perjalanan sejarah eksistensi Pancasila sebagai dasar filsafat negara
Republik Indonesia mengalami berbagai macam interpretasi dan manipulasi politik
sesuai dengan kepentingan penguasa demi kokoh dan tegakna kekuasaan yang
berlindung dibalik legitimasi ideologi negara Pancasila. Dengan lain perkataan dalam
kedudukan yang seperti ini Pancasila tidak lagi diletakkan sebagai dasar filsafat serta
pandangan hidup bangsa dan negara Indonesia melainkan direduksi, dibatasi dan
dimanipulasi demi kepentingan politik pernguasa pada saat itu.
Berdasarkan kenyataan tersebut di atas gerakan reformasi berupaya untuk
mengembalikan kedudukan dan fungsi Pancasila yaitu sebagai dasar negara Republik
Indonesia, yang hal ini direalisasikan melalui Ketetapan sidang Istimewa MPR tahun
1998 No.XVIII/MPR/1998 disertai dengan pencabutan P-4 dan sekaligus juga
pencabutan Pancasila sebagai satu-satunya asas bagi Orsospol di Indonesia.
Ketetapan tersebut sekaligus juga mencabut mandat MPR yang diberikan kepada
Presiden atas kewenangannya untuk membudayakan Pancasila melalui P-4 dan asas
tunggal Pancasila.
Dampak yang cukup serius atas manipulasi Pancasila oleh para penguasa
pada masa lampau, dewasa ini banyak kalangan elit politik serta sebagian
masyarakat beranggapan bahwa Pancasila merupakan label politik Orde baru.
Sehingga mengembangkan serta mengkaji Pancasila dianggap akan mengembalikan
kewibawaan Orde baru.
Bukti yang secara objektif dapat disaksikan adalah terhadap hasil reformasi
yang telah berjalan selama ini, belum menampakkan hasil yaitu kesejahteraan yang
dapat dinikmati oleh rakyat secara luas, nasionalisme bangsa rapuh, sehingga
martabat bangsa Indonesia dipandang rendah di masyarakat Internasional.
Berdasarkan alasan serta kenyataan objektif tersebut di atas maka sudah
menjadi tanggung jawab kita bersama sebagai warga negara untuk mengembangkan
serta mengkaji Pancasila sebagai suatu hasil karya besar bangsa kita yang setingkat
dengan paham isme-isme besar dunia dewasa ini seperti misalnya Liberalisme,
Sosialisme, Komunisme. Upaya untuk mengembalikan tatanan negara kita yang
sudah tidak lagi merepresentasikan filsofi bangsa dewasa ini. Reformasi tidak cukup
hanya dengan mengembangkan dan membesarkan kebencian, mengorbarkan sikap
dan kondisi konflik antar elit politik, melainkan dengan segala kemampuan intelektual
serta sikap moral yang arif demi perdamaian dan kesejahteraan bangsa dan negara
sebagaimana yang telah diteladankan oleh para pendiri bangsa dan Negara Kesatuan
Republik ini.
Proses reformasi dewasa ini diartikan kebebasan memilih ideologi di negara
kita, kemudian pemikiran apapun yang dipandang menguntungkan demi kekusaan
dan kedudukan dipaksakan untuk diangkat dalam sistem kenegaraan kita misalnya
seperti kebebasan pada masa reformasi dewasa ini yang jelas-jelas tidak sesuai
dengan nilai-nilai yang kita miliki dipaksakan pada rakyat sehingga akibatnya dapat
kita lihat sendiri berbagai macam gerakan massa secara brutal tanpa mengindahkan
kaidah-kaidah hukum yang berlaku melakukan
aksinya,menjarah,merusak,menganiaya bahkan menteror nampaknya dianggap sah-
sah saja.

A. Landasan Pendidikan Pancasila


1. Landasan Historis, Bangsa indonesia terbentuk melalui suatu proses
sejarah yang cukup panjang sekjak zaman kerajaan Kutai, Sriwijaya, Majapahit
sampai datangnya bangsa lain yang menjajah serta menguasai bangsa Indonesia.
Beratus-ratus bangsa tahun bangsa Indonesia dalam perjalanan hidupnya berjuang
untuk menemukan jati dirinya sebagai suatu bangsa yang merdeka, mandiri serta
memiliki suatu prinsip yang tersimpul dalam pandangan hidup serta filsafat hidup
bangsa. Suatu proses yang cukup panjang dalam perjalanan sejarah bangsa
Indonesia menemukan jati dirinya, yang di dalamnya tersimpul ciri khas,sifat dan
karakter bangsa yang berbesa dengan bangsa lain, yang oleh para pendiri negara
kita dirumuskan dalam suatu rumusan yang sederhana namum mendalam.
Dalam hidup berbangsa dan bernegara dewasa ini terutama dalam masa
reformasi, bangsa Indonesia sebagai bangsa harus memiliki visi serta pandangan
hidup yang kuat agar tidak terombang-ambing ditengah-tengah masyarakat
internasional. Dengan lain perkataan bangsa Indonesia harus memiliki nasionalisme
serta rasa kebangsaan yang kuat.
Jadi secara historis bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila
Pancasila sebelum dirumuskan dan disahkan menjadi dasar Negara Indonesia
secara objektif historis telah dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri. Sehingga asal
nilai-nilai Pancasila tersebut tidak lain adalah dari bangsa Indonesia sendiri, atau
dengan kata lain bangsa Indonesia sebagai kausa materialis Pancasila. Oleh karena
itu berdasarkan fakta objektif secara historis kehidupan bangsa Indonesia tidak
dapat dipisahkan dengan nilai-nilai Pancasila.

2. Landasan Kultural. Setiap bangsa memiliki ciri khas serta pandangan


hidup yang berbeda dengan bangsa lain. Negara komunisme dan liberalisme
meletakkan dasar filsafat negaranya pada suatu konsep ideologi tertentu, misalnya
komunisme mendasarkan ideologinya pada suatu konsep pemikiran Karl Marx.
Berbeda dengan bangsa-bangsa lain, bangsa Indonesia mendasarkan
pandangan hidupnya dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Nilai-nilai
kenegaraan dan kemasyarakatan yang terkandung dalam sila-sila Pancasila
bukanlah hanya merupakan suatu hasil konseptual seseorang saja melainkan
merupakan suatu hasil karya besar bangsa Indonesia sendiri, yang diangkat dari
nilai-nilai kaltural yang dimiliki oleh bangsa Indoesia sendiri melalui proses refleksi
filosofis para pendiri negara seperti Soekarno, M. Yamin, M. Hatta, Soepomo serta
para tokoh pendiri negara lainnya.
Satu-satunya karya besar bangsa Indonesia yang sejajar dengan karta besar
bangsa lain di dunia ini adalah hasil pemikiran tentang bangsa dan negara yang
mendasarkan pandangan hidup suatu prinsip nilai yang tertuang dalam sila-sila
Pancasila.

3. Landasan Yuridis Landasan yuridis perkuliahan Pendidikan Pancasila di


pendidikan tinggi tertuang dalam Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang sistem
Pendidikan Nasional. Pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa sistem pendidikan nasional
berdasarkan pancasila. Hal ini mengandung makna bahwa secara material
Pancasila merupakan sumber hukum pendidikan nasional.
Undang-Undang PT No. 12 Tahun 2012 pasal 35 ayat (3) secara eksplisit
dicantumkan bahwa kurikulum Pendidikan Tinggi wajib memuat Mata Kuliah
Pendidikan Agama, Pendidikan Pancasila, Pendidikan kewarganegaraan serta
Bahasa Indonesia.
Oleh karena itu perkuliahaan Pancasila dilakukan untuk membentuk karakter
bangsa dengan menanamkan nilai-nilai kebangsaan, serta kecintaan terhadap tanah
air yang dalam kurikulum internasional disebut sebagai civic education, citizenship
education.
Dalam SK Dirjen Dikti No. 43/DIKTI/KEP/2006, dijelaskan bahwa Misi
Pendidikan Kewarganegaraan adalah untuk memantapkan kepribadian
mahasiswa agar secara konsisten mampu mewujudkan nilai-nilai dasar
Pancasila, rasa kebangsaan dan cinta tanah air dalam menguasai dan
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Jadi sesuai dengan SK Dirjen
Dikti No. 43/DIKTI/KEP/2006, tersebut maka Pendidikan Kewarganegaraan adalah
berbasis pancasila sebagai filsafat bangsa dan negara Indonesia.

4. Landasan Filosofis. Pancasila adalah sebagai dasar filsafat negara dan


pandangan filosofis bangsa Indonesia. Hal ini berdasarkan pada suatu kenyataan
secara filosofis dan objektif bahwa bangsa indonesia dalam hidup bermasyarakat
dan bernegara mendasarkan pada nilai-nilai yang tertuang dalam sila-sila Pancasila
yang secara filosofis merupakan filosofi bangsa Indonesia sebelum mendirikan
negara.
Secara filosofis, bangsa Indonesia sebelum mendirikan negara adalah sebagai
bangsa yang berketuhanan dan berkemanusiaan, hal ini berdasarkan kenyataan
objektif bahwa manusia adalah makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
Atas dasar pengertian filosofis tersebut maka dalam hidup bernegaraan nilai-
nilai Pancasila merupakan dasar filsafat negara. Konsekuensinya dalam setiap
aspek penyelenggaraan negara harus bersumber pada nilai-nilai Pacasila termasuk
sistem peraturan perundang-undangan di Indonesia.

B. Tujuan pendidikan Pancasila


dijelaskan bahwa tujuan materi Pancasila dalam rambu-rambu Pendidikan
Kepribadian mengarahkan pada moral yang diharapkan terwujud dalam kehidupan
sehari-hari, yaitu perilaku yang memancarkan iman dan taqwa terhadap Tuhan Yang
Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri atas berbagai golongan agama,
kebudayaan dan beraneka ragam kepentingan, memantapkan kepribadian
mahasiswa agar secara konsisten mampu mewujudkan nilai-nilai dasar Pancasila,
rasa kebangsaan dan cinta tanah air dalam menguasai, menerapkan dan
mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dengan penuh rasa
tanggung jawab rasa bermoral.
Tujuan pendidikan diartikan sebagai seperangkat tindakan intelektual penuh
rasa tanggung jawab yang berorientasi pada kompetensi mahasiswa pada bidang
profesi masing-masing. Sifat intelektual tersebut tercermin pada kemahiran,
ketepatan dan keberhasilan bertindak, sedangkan sifat penuh tanggung jawab
diperlihatkan sebagai kebenaran tindakan ditilik dari aspek iptek, etika ataupun
kepatutan agama serta kebudayaan.

C. Pembahasan Pancasila secara Ilmiah


Pembahasan Pancasila termasuk filsafat Pancasila, sebagai suatu kajian
ilmiah, harus memenuhi syarat-syarat ilmiah sebagai dikemukakan oleh
I.R. Poedjowijatno dalam bukunya ‘Tahu dan Pengetahuan’ yang merinci syarat-
syarat ilmiah sebagai berikut:

1. Berobjek
2. Bermetode
3. Bersistem
4. Bersifat Universal

1. Berobjek. Syarat pertama bagi suatu pengetahuan yang memenuhi syarat


ilmiah adalah bahwa semua ilmu pengetahuan itu harus memiliki objek. Oleh
karena itu pembahasan pancasila secara ilmiah harus memiliki, objek yang di
dalam filsafat ilmu pengetahuan dibedakan atas dua macam yaitu ‘objek forma’
dan ‘objek materia’.

Objek forma. Pancasila adalah suatu sudut pandang tertentu dalam


pembahasan Pancasila, atau dari sudut pandang apa Pancasila itu dibahas.
Pada hakikatnya Pancasila dapat dibahas dari berbagai macam sudut pandang,
yaitu dari sudut pandang ‘moral’ maka terdapat bidang pembahasan ‘moral
Pancasila’ , dari sudut pandang ‘ekonomi’ maka terdapat bidang pembahasan
‘moral pancasila’, dari sudut pandang ‘ekonomi’ maka terdapat bidang
pembahasan ‘ekonomi Pancasila’, dari sudut pandang, ‘pers’ maka terdapat bidang
pembahasan ‘Pancasila Yuridis Kenegaraan’, dari sudut pandang ‘filsafat’, maka
terdapat bidang pembahasan ‘filsafat Pancasila’ dan lain sebagainya.

Objek materia. Pancasila adalah suatu objek yang merupakan sasaran


pembahasan dan pengkajian Pancasila baik yang empiris maupun nonempris.
Pancasila adalah merupakan hasil budaya bangsa Indonesia, bangsa Indonesia
sebagai kausa materialis Pancasila atau sebagai asal mula nilai-nilai Pancasila.
Oleh karena itu objek karena itu objek materia pembahasan Pancasila adalah
dapat berupa hasil budaya bangsa Indonesia yang berupa, lembaran sejarah, bukti-
bukti sejarah, benda-benda sejarah, benda-benda budaya, lembaran negara,
lembaran hukum mauppun naskah-naskah kenegeraan lainnya, maupun adat-
istiadat bangsa Indonesia sendiri.

2. Bermetode. Setiap pengetahuan ilmiah harus memiliki metode yaitu


seperangkat cara atau sistern pendekatan dalam rangka pembahasan Pancasila
untuk mendapatkan suatu kebeneran yang bersifat objektif. Salah satu metode
dalam pembahasan Pancasila adalah metode ‘analitico syntetic’ yaitu suatu
perpaduan metode analisis dan sintesis. Oleh karena itu lazim digunakan metode
‘hermeneutika’ yaitu suatu metode untuk medemuan makna dibalik objek, demikian
juga metode ‘analitika bahas’, serta metode ‘pemahaman,penafsiran dan
interpretasi’, dan metode-metode tersebut senantiasa didasarkan atas hukum-
hukum logika dalam suatu penarikan kesimpulan.

3. Bersistem. Suatu pengetahuan ilmiah harus merupakan suatu yang bulat


dan utuh. Bagian-bagian dari pengetahuan ilmiah itu harus merupakan suatu
kesatuan, antara bagian-bagian itu saling berhubungan, baik berupa hubungan
interelasi (saling berhubungan), maupun interdependensi (saling ketergantungan).

4. Bersifat Universal. Kebenaran suatu pengetahuan ilmiah harus bersifat


universal, artinya kebeneranya tidak terbatas oleh waktu,ruang,keadaan, disituasi,
kondisi maupun jumlah tertentu.

Tingkat Pengetahuan Ilmiah


Untuk mengetahui lingkup kajian Pancasila serta kompentensi pengetahuan
dalam membahasa Pancasila secara ilmiah, perlu diketahui tingkatan pengetahuan
ilmiah sebagaimana halnya pada pengkajian pengetahuan-pengetahuan lainnya.
Tingkatan pengetahuan ilmiah tersebut, sangat ditentukan oleh macam pertanyaan
ilmiah sebagai berikut ini.

Pengetahuan Deskriptif ............... suatu pertanyaan ‘bagaimana’


Pengetahuan Kausal ................... suatu pertanyaan ‘ mengapa’
Pengetahuan Normatif ................ suatu pertanyaan ‘ke mana’
Pengetahuan Essensial .................. suatu pertanyaan ‘apa’

1. Pengetahuan Deskriptif. Dengan menjawab suatu pertanyaan ilmiah


‘bagaimana’. Maka akan diperoleh suatu pengetahuan ilmiah yang bersifat
deskriptif. Kajian Pancasila secara deskriptif ini antara lain berkaitan dengan kajian
sejarah perumusan Pancasila, nilai-nilai Pancasila serta kajian tentang kedudukan
dan fungsi Pancasila, Misalnya sebagai dasar negara Republik Indonesia,
Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia dan lain sebagainya.

2. Pengetahuan Kausal. Dalam suatu ilmu pengetahuan upaya untuk


memberikan suatu jawaban dari pertanyaan ilmiah ‘mengapa’, maka akan diperoleh
suatu jenis pengetahuan ‘kausal’, yaitu suatu pengetahuan yang memberikan
jawaban tentang sebab dan akibat.

3. Pengetahuan Normatif. Tingkatan pengetahuan ‘normatif’ adalah sebagai


hasil dari pertanyaan ilmiah ‘ke mana’. Pengetahuan normatif senantiasa berkaitan
dengan suatu ukuran, parameter, serta norma-norma. Untuk itu harus memiliki
norma-norma yang jelas, terutama dalam kaitannya dengan norma hukum,
kenegaraan serta norma-norma moral.

4. Pengetahuan Essensial. Dalam ilmu Pengetahuan upaya untuk


memberikan suatu jawaban atas pertanyaan ilmiah ‘apa’. Maka akan diperoleh
suatu tingkatan pengetahuan yang ‘esensial’. Pengetahuan essensial adalah
tingkatan pengetahuan untuk menjawab suatu pertain aan yang terdalam yaitu
suatu pertanyaan tentang hakikat segala sesuatu dan hal ini dikaji dalam bidang
ilmu filsafat.

D. Beberapa Pengertian Pancasila


Kedudukan dan fungsi Pancasila bilamana kita kaji secara ilmiah memiliki
pengertian yang luas, baik dalam kedudukanya sebagai dasar negara, sebagai
pandangan hidup bangsa sebagai ideologi bangsa dan negara. Pada suatu objek
pembahasan Pancasila akan kita jumpai berbagai macam penekanan sesuai
dengan kedudukan dan fungsi Pancasila dan terutama berkaitan dengan kajian
diakronis dalam sejarah pembahasan dan perumusan pancasila sejak dari nilai-nilai
yang terdapat dalam pandangan hidup bangsa sampai menjadi dasar negara
bahkan sampai pada pelaksanaanya dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia.
Oleh karena itu untuk memahami Pancasila secara kronologisnya baik
menyangkut rumusnya maupun peristilahannya maka pengertian Pancasila
tersebut meliputi lingkup pengertian sebagai berikut:

Pengertian Pancasila secara etimologis


Pengertian Pancasila secara Historis
Pengertian Pancasila secara terminologis

1. Pengertian Pancasila secara etimologis. Sebelum kita membahas isi arti dan
fungsi
Pancasila sebagaii dasar negara maka terlebih dahulu perlu dibahas asal dan kata
istilah “Pancasila” berserta makna yang terkandung di dalamnya secara etimologis
istilah “Pancasila” berasal dari Sansekerta dari India (bahasa kasta Brahmana)
adapun bahasa rakyat biasa adalah bahasa Prakerta.

“Panca” artinya “lima” “syiila” vokal i pendek artinya “batu sendi”,


“alas”, atau “dasar” “syiila” vokal i panjang artinya “peraturan tingkat laku yang
baik, yang penting atau yang senonoh”.
Kata-kata tersebut kemudia dalam bahasa Indonesia terutama bahasa jawa
diartikan “Susila” yang memiliki hubungan dengan moralitas, oleh karena itu secara
ertimologis kata “Pancasila” yang dimaksudkan adalah istilah “Pancasyila” dengan
vokal i pendek yang memiliki makna leksikal “berbatu sendi lima” atau secara
harifah “dasar yang memiliki lima unsur”.

2. Pengertian Pancasila secara Historis. Proses perumusan Pancasila dia wali


ketika dalam sidang BPUPKI pertama dr.Radjiman Widyodiningrat. Kemudian
tampilah pada sidang tersebut tiga orang pembicara yaitu Mohammad Yamin,
Soepomo dan Soekarno.
Pada tanggal 1 Juni 1945 di dalam sidang tersebut Ir. Soekarno berpidato
secara lisan (tanpa teks) mengenai calon rumusan dasar negara Indonesia.
Kemudian untuk memberi nama istilah dasar Negara tersebut Soekarno
memberikan nama “Pancasila” yang artinya lima dasar, hal ini menurut Soekarno
atas saran dari salah seorang temannya yaitu ahli bahasa yang tidak disebutkan
namanya.
Pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya,
kemudian keeseokan harinya tanggal 18 Agustus 1945 disahkan Undang-Undang
dasar 1945 termasuk pembukaan UUD 1945 di mana termuat isi rumusan lima
prinsip atau lima prinsip sebagai satu dasar negara yang diberi nama Pancasila.
Sejak saat itulah perkataan Pancasila telah menjadi bahasa Indonesia dan
merupakan isitilah umum. Walaupun dalam alinea IV pembukaan UUD 1945 tidak
termuat istilah “Pancasila”, namun yang dimaksudkan Dasar Negara Republik
Indonesia adalah disebut dengan istilah “Pancasila”.
Demikianlah riwayat singkat Pancasila baik dari segi istilahnya maupun proses
perumusannya, sampai menjadi dasar negara yang sah sebagamana terdapat
dalam pembukaan UUD 1945.

3. Pengertian Pancasila secara Trimonologis


Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 itu telah melahirkan negara
Republik Indonesia. Dalam sidangnya tanggal 18 Agustus 1945 telah berhasil
mengesahkan UUD Negara Republik Indonesia yang dikenal dengan UUD 1945.
Aturan peralihan yang terdiri atas 4 pasal 1 Aturan Tambahan terdiri atas 2 ayat.
Dalam bagian pembukaan UUD 1945 yang terdiri atas empat alinea tersebut
tercantum rumusan Pancasila sebagai berikut :

1. Ketuhanan Yang Maha Esa


2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksaan dalam
permusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Rumusan Pancasila sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945


inilah yang secara konstitusional sah dan benar sebagai dasar Negara
Republik Indonesia, yang disahkan oleh PPKI yang mewakili seluruh rakyat
Indonesia.

Proklamasi

Kami Bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia.


Halhal yang mengenai pemindahan kekuasaan dll. diselenggarakan dengan cara
saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.

Jakarta, 17 Agustus 1945

Atas Nama Bangsa Indonesia

Soekarno-Hatta

Sebagaimana diketahui bahwa setiap bangsa mana pun di dunia ini pasti
memiliki identitas yang sesuai dengan latar belakang budaya masing-masing. Budaya
merupakan proses cipta, rasa, dan karsa yang perlu dikelola dan dikembangkan
secara terus-menerus. Budaya dapat membentuk identitas suatu bangsa melalui
proses inkulturasi dan akulturasi. Pancasila sebagai identitas bangsa Indonesia
merupakan konsekuensi dari proses inkulturasi dan akulturasi tersebut. Kebudayaan
itu sendiri mengandung banyak pengertian dan definisi. Salah satu defisini
kebudayaan adalah sebagai berikut: ”suatu desain untuk hidup yang merupakan suatu
perencanaan dan sesuai dengan perencanaan itu masyarakat mengadaptasikan
dirinya pada lingkungan fisik, sosial, dan gagasan” (Sastrapratedja, 1991: 144).

Apabila definisi kebudayaan ini ditarik ke dalam kehidupan berbangsa dan


bernegara, maka negara Indonesia memerlukan suatu rancangan masa depan bagi
bangsa agar masyarakat 62 dapat menyesuaikan diri dengan situasi dan lingkungan
baru, yakni kehidupan berbangsa yang mengatasi kepentingan individu atau
kelompok. Kebudayaan bangsa Indonesia merupakan hasil inkulturasi, yaitu proses
perpaduan berbagai elemen budaya dalam kehidupan masyarakat sehingga
menjadikan masyarakat berkembang secara dinamis. (J.W.M. Bakker, 1984: 22)
menyebutkan adanya beberapa saluran inkulturasi, yang meliputi: jaringan
pendidikan, kontrol, dan bimbingan keluarga, struktur kepribadian dasar, dan self
expression.

Kebudayaan bangsa Indonesia juga merupakan hasil akulturasi sebagaimana


yang ditengarai Eka Dharmaputera dalam bukunya Pancasila: Identitas dan
Modernitas. Haviland menegaskan bahwa akulturasi adalah perubahan besar yang
terjadi sebagai akibat dari kontak antarkebudayaan yang berlangsung lama. Hal-hal
yang terjadi dalam akulturasi meliputi: 1) Substitusi; penggantian unsur atau kompleks
yang ada oleh yang lain yang mengambil alih fungsinya dengan perubahan struktural
yang minimal; 2) Sinkretisme; percampuran unsur-unsur lama untuk membentuk
sistem baru; 3) Adisi; tambahan unsur atau kompleks-kompleks baru; 4) Orijinasi;
tumbuhnya unsur-unsur baru untuk memenuhi kebutuhan situasi yang berubah; 5)
Rejeksi; perubahan yang berlangsung cepat dapat membuat sejumlah besar orang
tidak dapat menerimanya sehingga menyebabkan penolakan total atau timbulnya
pemberontakan atau gerakan kebangkitan (Haviland, 1985: 263). Pemaparan tentang
Pancasila sebagai identitas bangsa atau juga disebut sebagai jati diri bangsa
Indonesia dapat ditemukan dalam berbagai literatur, baik dalam bentuk bahasan
sejarah bangsa Indonesia maupun dalam bentuk bahasan tentang pemerintahan di
Indonesia. As’ad Ali dalam buku Negara Pancasila; Jalan Kemashlahatan Berbangsa
mengatakan bahwa Pancasila sebagai identitas kultural dapat ditelusuri dari
kehidupan agama yang berlaku dalam masyarakat Indonesia.

Karena tradisi dan kultur bangsa Indonesia dapat diitelusuri melalui peran
agama-agama besar, seperti: peradaban Hindu, Buddha, Islam, dan Kristen. Agama-
agama tersebut menyumbang dan menyempurnakan konstruksi nilai, norma, tradisi,
dan kebiasaan-kebiasaan yang berkembang dalam masyarakat. Misalnya, konstruksi
tradisi dan kultur masyarakat Melayu, Minangkabau, dan Aceh tidak bisa dilepaskan
dari peran peradaban Islam. Sementara konstruksi budaya Toraja dan Papua tidak
terlepas dari peradaban Kristen. Demikian pula halnya dengan konstruksi 61 Setelah
menjadi presiden, Soeharto mengeluarkan Inpres No. 12/1968 tentang penulisan dan
pembacaan Pancasila sesuai dengan yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945
(ingatlah, dulu setelah Dekrit 5 Juli 1959 penulisan Pancasila beraneka ragam).

Ketika MPR mengadakan Sidang Umum 1978 Presiden Soeharto mengajukan


usul kepada MPR tentang Pedoman, Penghayatan, dan Pengamalan Pancasila (P-4).
Usul ini diterima dan dijadikan TAP No. II/MPR/1978 tentang P-4 (Ekaprasetia
Pancakarsa). Dalam TAP itu diperintahkan supaya Pemerintah dan DPR
menyebarluaskan P-4. Presiden Soeharto kemudian mengeluarkan Inpres No.
10/1978 yang berisi Penataran bagi Pegawai Negeri Republik Indonesia. Kemudian,
dikeluarkan juga Keppres No. 10/1979 tentang pembentukan BP-7 dari tingkat Pusat
hingga Dati II. Pancasila juga dijadikan satu-satunya asas bagi orsospol (tercantum
dalam UU No. 3/1985 ttg. Parpol dan Golkar) dan bagi ormas (tercantum dalam UU
No. 8/1985 ttg. Ormas). Banyak pro dan kontra atas lahirnya kedua undangundang
itu. Namun, dengan kekuasaan rezim Soeharto yang makin kokoh sehingga tidak ada
yang berani menentang (BP7 Pusat, 1971). Menanya Alasan Diperlukannya Pancasila
dalam Kajian Sejarah Bangsa Indonesia.
Pancasila disebut juga sebagai kepribadian bangsa Indonesia, artinya nilai-nilai
ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan diwujudkan dalam
sikap mental dan tingkah laku serta amal perbuatan. Sikap mental, tingkah laku dan
perbuatan bangsa Indonesia mempunyai ciri khas, artinya dapat dibedakan dengan
bangsa lain. Kepribadian itu mengacu pada sesuatu yang unik dan khas karena tidak
ada pribadi yang benar-benar sama. Setiap pribadi mencerminkan keadaan atau
halnya sendiri, demikian pula halnya dengan ideologi bangsa (Bakry, 1994: 157).

Meskipun nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan


juga terdapat dalam ideologi bangsa-bangsa lain, tetapi bagi bangsa Indonesia kelima
sila tersebut mencerminkan kepribadian bangsa karena diangkat dari nilai-nilai
kehidupan masyarakat Indonesia sendiri dan dilaksanakan secara simultan. Di
samping itu, proses akulturasi dan inkulturasi ikut memengaruhi kepribadian bangsa
Indonesia dengan berbagai variasi yang sangat beragam.

Pancasila dikatakan sebagai pandangan hidup bangsa, artinya nilai-nilai


ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan diyakini
kebenarannya, kebaikannya, keindahannya, dan kegunaannya oleh bangsa Indonesia
yang dijadikan sebagai pedoman kehidupan bermasyarakat dan berbangsa dan
menimbulkan tekad yang kuat untuk mengamalkannya dalam kehidupan nyata (Bakry,
1994: 158).

Pancasila sebagai pandangan hidup berarti nilai-nilai Pancasila melekat dalam


kehidupan masyarakat dan dijadikan norma dalam bersikap dan bertindak. Ketika
Pancasila berfungsi sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia, maka seluruh nilai
Pancasila dimanifestasi ke dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.

Sebagaimana dikatakan von Savigny bahwa setiap bangsa mempunyai jiwanya


masing-masing, yang dinamakan volkgeist (jiwa rakyat atau jiwa bangsa). Pancasila
sebagai jiwa bangsa lahir bersamaan dengan lahirnya bangsa Indonesia. Pancasila
telah ada sejak dahulu kala bersamaan dengan adanya bangsa Indonesia (Bakry,
1994: 157).

Perjanjian luhur, artinya nilai-nilai Pancasila sebagai jiwa bangsa dan


kepribadian bangsa disepakati oleh para pendiri negara (political consensus) sebagai
dasar negara Indonesia (Bakry, 1994: 161). Kesepakatan para pendiri negara tentang
Pancasila sebagai dasar negara merupakan bukti bahwa pilihan yang diambil pada
waktu itu merupakan sesuatu yang tepat.

Nilai-nilai Pancasila sudah ada dalam adat istiadat, kebudayaan, dan agama
yang berkembang dalam kehidupan bangsa Indonesia sejak zaman kerajaan dahulu.
Misalnya, sila Ketuhanan sudah ada pada zaman dahulu, meskipun dalam praktik
pemujaan yang beranekaragam, tetapi pengakuan tentang adanya Tuhan sudah
diakui. Dalam Encyclopedia of Philosophy disebutkan beberapa unsur yang ada
dalam agama, seperti kepercayaan kepada kekuatan supranatural, perbedaan antara
yang sakral dan yang profan, tindakan ritual pada objek sakral, sembahyang atau doa
sebagai bentuk komunikasi kepada Tuhan, takjub sebagai perasaan khas
keagamaan, tuntunan moral diyakini dari Tuhan, konsep hidup di dunia dihubungkan
dengan Tuhan, kelompok sosial seagama dan seiman.

Dinamika Pancasila dalam sejarah bangsa Indonesia memperlihatkan adanya


pasang surut dalam pemahaman dan pelaksanaan nilai-nilai Pancasila. Misalnya
pada masa pemerintahan presiden Soekarno, terutama pada 1960- an NASAKOM
lebih populer daripada Pancasila. Pada zaman pemerintahan presiden Soeharto,
Pancasila dijadikan pembenar kekuasaan melalui penataran P-4 sehingga pasca
turunnya Soeharto ada kalangan yang mengidentikkan Pancasila dengan P-4. Pada
masa pemerintahan era reformasi, ada kecenderungan para penguasa tidak respek
terhadap Pancasila, seolah-olah Pancasila ditinggalkan.

Salah satu tantangan terhadap Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan


bernegara adalah meletakkan nilai-nilai Pancasila tidak dalam posisi sebenarnya
sehingga nilai-nilai Pancasila menyimpang dari kenyataan hidup berbangsa dan
bernegara. Salah satu contohnya, pengangkatan presiden seumur hidup oleh MPRS
dalam TAP No.III/MPRS/1960 Tentang Pengangkatan Soekarno sebagai Presiden
Seumur Hidup. Hal tersebut bertentangan dengan pasal 7 Undang-Undang Dasar
1945 yang menyatakan bahwa, ”Presiden dan wakil presiden memangku jabatan
selama lima (5) tahun, sesudahnya dapat dipilih kembali”. Pasal ini menunjukkan
bahwa pengangkatan presiden seharusnya dilakukan secara periodik dan ada batas
waktu lima tahun.

Pancasila pada hakikatnya merupakan Philosofische Grondslag dan


Weltanschauung. Pancasila dikatakan sebagai dasar filsafat negara (Philosofische
Grondslag) karena mengandung unsur-unsur sebagai berikut: alasan filosofis
berdirinya suatu negara; setiap produk hukum di Indonesia harus berdasarkan nilai
Pancasila. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa (Weltanschauung)
mengandung unsur-unsur sebagai berikut: nilai-nilai agama, budaya, dan adat
istiadat.

Pengertian Pancasila dalam sejarah bangsa Indonesia menunjukkan hal-hal


sebagai berikut:

1. Pancasila merupakan produk otentik pendiri negara Indonesia (The


Founding fathers).
2. Nilai-nilai Pancasila bersumber dan digali dari nilai agama, kebudayaan,
dan adat istiadat.
3. Pancasila merupakan pandangan hidup bangsa dan dasar filsafat
kenegaraan.
Pentingnya Pancasila dalam sejarah bangsa Indonesia menunjukkan hal-hal
berikut:

1. Betapapun lemahnya pemerintahan suatu rezim, tetapi Pancasila tetap


bertahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
2. Betapapun ada upaya untuk mengganti Pancasila sebagai ideologi
bangsa, tetapi terbukti Pancasila merupakan pilihan yang terbaik bagi
bangsa Indonesia.
3. Pancasila merupakan pilihan terbaik bagi bangsa Indonesia karena
bersumber dan digali dari nilai-nilai agama, kebudayaan, dan adat
istiadat yang hidup dan berkembang di bumi Indonesia.
4. Kemukakan argumen Anda tentang Pancasila sebagai pilihan terbaik
bangsa Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai