Anda di halaman 1dari 154

BAB I

LANDASAN DAN TUJUAN PENDIDIKAN PANCASILA

1. Pendahuluan
Dasar negara Republik Indonesia adalah Pancasila yang terdapat dalam
Pembukaan UUD 1945 dan secara resmi disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus
1945, kemudian diundangkan dalam Berita Republik Indonesia tahun II No. 7 bersama-
sama dengan batang tubuh UUD 1945.
Dalam sejarahnya, eksistensi Pancasila sebagai dasar filsafat negara Republik
Indonesia mengalami berbagai macam interpretasi dan manipulasi politik sesuai dengan
kepentingan penguasa demi kokoh dan tegaknya kekuasaan yang berlindung dibalik
legitimasi ideologi negara Pancasila. Dengan lain perkataan, dalam kedudukan yang
seperti ini Pancasila tidak lagi diletakkan sebagai dasar filsafat serta pandangan hidup
bangsa dan negara Indonesia melainkan direduksi, dibatasi dan dimanipulasi demi
kepentingan politik penguasa pada saat itu. Dalam kondisi kehidupan bermasyarakat dan
berbangsa yang sedang dilanda oleh arus krisis dan disintegrasi maka Pancasila tidak
terhindar dari berbagai macam gugatan, sinisme, serta pelecehan terhadap kredibilitas
dirinya sebagai dasar negara ataupun ideologi, namun demikian perlu segera kita sadari
bahwa tanpa suatu platform dalam format dasar negara atau ideologi maka suatu bangsa
mustahil akan dapat survive dalam menghadapi berbagai tantangan dan ancaman.
Berdasarkan kenyataan tersebut di atas gerakan reformasi berupaya untuk
mengembalikan kedudukan dan fungsi Pancasila yaitu sebagai dasar negara Republik
Indonesia, yang hal ini direalisasikan melalui Ketetapan Sidang Istimewa MPR No.
XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan P-4 dan sekaligus juga pencabutan Pancasila
sebagai satu-satunya asas bagi Orsospol di Indonesia. Ketetapan tersebut sekaligus juga
mencabut mandat MPR yang diberikan kepada Presiden atas kewenangan untuk
membudayakan Pancasila melalui P-4 dan asas tunggal Pancasila. Monopoli Pancasila
demi kepentingan kekuasaan oleh penguasa inilah yang harus segera diakhiri, kemudian
dunia pendidikan tinggi memiliki tugas untuk mengkaji dan memberikan pengetahuan
kepada semua mahasiswa untuk benar-benar mampu memahami Pancasila secara ilmiah
dan obyektif.
Dampak yang cukup serius atas manipulasi Pancasila oleh para penguasa pada
masa lampau, dewasa ini banyak kalangan elit politik serta sebagian masyarakat
beranggapan bahwa Pancasila merupakan label politik Orde Baru. Sehingga
mengembangkan serta mengkaji Pancasila dianggap akan mengembalikan kewibawaan
Orde Baru. Pandangan sinis serta upaya melemahkan ideology Pancasila berakibat fatal

1
yaitu melemahkan kepercayaan rakyat yang akhirnya mengancam persatuan dan
kesatuan bangsa, contoh: kekacauan di Aceh, Kalimantan, Sulawesi, Ambon , Papua, dll.
Berdasarkan alasan tsb diatas, maka tanggung jawab kita bersama sebagai
warga negara untuk selalu mengkaji dan mengembangkan Pancasila setingkat dengan
idelogi/paham yang ada seperti Liberalisme, Komunisme, Sosialisme.

2. Landasan Pendidikan Pancasila


1. Landasan Historis
Bangsa Indonesia terbentuk melalui proses yang panjang mulai jaman kerajaan
Kutai, Sriwijaya, Majapahit sampai datangnya penjajah. Bangsa Indonesia berjuang
untuk menemukan jati dirinya sebagai bangsa yang merdeka dan memiliki suatu
prinsip yang tersimpul dalam pandangan hidup serta filsafat hidup, di dalamnya
tersimpul ciri khas, sifat karakter bangsa yang berbeda dengan bangsa lain. Oleh para
pendiri bangsa kita (the founding father) dirumuskan secara sederhana namun
mendalam yang meliputi lima prinsip (sila) dan diberi nama Pancasila.
Dalam era reformasi bangsa Indonesia harus memiliki visi dan pandangan hidup
yang kuat (nasionalisme) agar tidak terombang-ambing di tengah masyarakat
internasional. Hal ini dapat terlaksana dengan kesadaran berbangsa yang berakar pada
sejarah bangsa.
Secara historis nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila Pancasila sebelum
dirumuskan dan disahkan menjadi dasar negara Indonesia secara obyektif historis
telah dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri. Sehingga asal nilainilai Pancasila
tersebut tidak lain adalah dari bangsa Indonesia sendiri, atau bangsa Indonesia
sebagai kausa materialisPancasila.

2. Landasan Kultural
Bangsa Indonesia mendasarkan pandangan hidupnya dalam bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara pada suatu asas kultural yang dimiliki dan melekat pada
bangsa itu sendiri. Nilai-nilai kenegaraan dan kemasyarakatan yang terkandung dalam
sila-sila Pancasila bukanlah merupakan hasil konseptual seseorang saja melainkan
merupakan suatu hasil karya bangsa Indonesia sendiri yang diangkat dari nilai-nilai
kultural yang dimiliki melalui proses refleksi filosofis para pendiri negara. Oleh
karena itu generasi penerus terutama kalangan intelektual kampus sudah seharusnya
untuk mendalami serta mengkaji karya besar tersebut dalam upaya untuk melestarikan
secara dinamis dalam arti mengembangkan sesuai dengan tuntutan jaman.

2
3. Landasan Yuridis
Landasan yuridis (hukum) perkuliahan Pendidikan Pancasila di Perguruan
Tinggi diatur dalam UU No.2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal
39 menyatakan : Isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajib
memuat Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan.
Demikian juga berdasarkan SK Mendiknas RI, No.232/U/2000, tentang
Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar
Mahasiswa, pasal 10 ayat 1 dijelaskan bahwa kelompok Mata Kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan, wajib diberikan dalam kurikulum setiap program studi, yang
terdiri atas Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, dan Pendidikan
Kewarganegaraan.
Sebagai pelaksanaan dari SK tersebut, Dirjen Pendidikan Tinggi
mengeluarkan Surat Keputusan No.38/DIKTI/Kep/2002, tentang Rambu-rambu
Pelaksanaan Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK). Dalam pasal 3
dijelaskan bahwa kompetensi kelompok mata kuliah MPK bertujuan menguasai
kemampuan berfikir, bersikap rasional dan dinamis, berpandangan luas sebagai
manusia intelektual. Adapun rambu-rambu mata kuliah MPK Pancasila adalah terdiri
atas segi historis, filosofis, ketatanegaraan, kehidupan berbangsa dan bernegara serta
etika politik. Pengembangan tersebut dengan harapan agar mahasiswa mampu
mengambil sikap sesuai dengan hati nuraninya, mengenali masalah hidup terutama
kehidupan rakyat, mengenali perubahan serta mampu memaknai peristiwa sejarah,
nilai-nilai budaya demi persatuan bangsa.

4. Landasan Filosofis
Pancasila sebagai dasar filsafat negara dan pandangan filosofis bangsa
Indonesia, oleh karena itu sudah merupakan suatu keharusan moral untuk secara
konsisten merealisasikan dalam setiap aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
Secara filosofis bangsa Indonesia sebelum mendirikan negara adalah sebagai
bangsa yang berketuhanan dan berkemanusiaan, hal ini berdasarkan kenyataan
obyektif bahwa manusia adalah mahluk Tuhan YME. Setiap aspek penyelenggaraan
negara harus bersumber pada nilai-nilai Pancasila termasuk sistem peraturan
perundang-undangan di Indonesia. Oleh karena itu dalam realisasi kenegaraan
termasuk dalam proses reformasi dewasa ini merupakan suatu keharusan bahwa
Pancasila merupakan sumber nilai dalam pelaksanaan kenegaraan, baik dalam
pembangunan nasional, ekonomi, politik, hukum, social budaya, maupun pertahanan
keamanan.

3
3. Tujuan Pendidikan Pancasila
Dengan mempelajari pendidikan Pancasila diharapkan untuk menghasilkan
peserta didik dengan sikap dan perilaku :
1. Beriman dan takwa kepada Tuhan YME
2. Berkemanusiaan yang adil dan beradab
3. Mendukung persatuan bangsa
4. Mendukung kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bersama diatas
kepentingan individu/golongan
5. Mendukung upaya untuk mewujudkan suatu keadilan social dalam masyarakat.

Melalui Pendidikan Pancasila warga negara Indonesia diharapkan mampu


memahami, menganalisa dan menjawab masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat
bangsanya secara berkesinambungan dan konsisten dengan cita-cita dan tujuan nasional
dalam Pembukaan UUD 1945.

4. Pembahasan Pancasila Secara Ilmiah


Pancasila termasuk Filsafat Pancasila sebagai suatu kajian ilmiah harus
memenuhi syarat-syarat ilmiah, menurut Ir. Poedjowijatno dalam bukunya “Tahu dan
Pengetahuan” mencatumkan syarat-syarat ilmiah sebagai berikut :
a. berobyek
b. bermetode
c. bersistem
d. bersifat universal

1. Berobyek
Dalam filsafat, ilmu pengetahuan dibedakan antara obyek forma dan obyek
materia. Obyek materia Pancasila adalah suatu sudut pandang tertentu dalam
pembahasan Pancasila. Pancasila dapat dilihat dari berbagai sudut pandang misalnya :
Moral (moral Pancasila), Ekonomi (ekonomi Pancasila), Pers (Pers Pancasila),
Filsafat (filsafat Pancasila), dsb. Obyek Materia Pancasila adalah suatu obyek yang
merupakan sasaran pembahasan dan pengkajian Pancasila baik yang bersifat empiris
maupun non empiris. Bangsa Indonesia sebagai kausa materia (asal mula nilai-nilai
Pancasila), maka obyek material pembahasan Pancasila adalah bangsa Indonesia
dengan segala aspek budaya dalam bermayarakat, berbangsa dan bernegara. Obyek
materia empiris berupa lembaran sejarah, bukti-bukti sejarah, benda-benda sejarah
dan budaya, Lembaran Negara, naskah-naskah kenegaraan, dsb. Obyek materia non

4
empiris non empiris meliputi nilai-nilai budaya, nilai-nilai moral, nilai-nilai religius
yang tercermin dalam kepribadian, sifat, karakter dan pola-pola budaya.

2. Bermetode
Metode adalah seperangkat cara/sistem pendekatan dalam rangka pembahasan
Pancasila untuk mendapatkan suatu kebenaran yang bersifat obyektif. Metode dalam
pembahasan Pancasila sangat tergantung pada karakteristik obyek forma dan materia
Pancasila. Salah satu metode adalah “analitico syntetic” yaitu suatu perpaduan
metode analisis dan sintesa. Oleh karena obyek Pancasila banyak berkaitan dengan
hasil-hasil budaya dan obyek sejarah maka sering digunakan
metode “hermeneutika” yaitu suatu metode untuk menemukan makna dibalik obyek,
demikian juga metode “koherensi historis” serta metode “pemahaman
penafsiran” dan interpretasi. Metode-metode tersebut senantiasa didasarkan atas
hukum-hukum logika dalam suatu penarikan kesimpulan.

3. Bersistem
Suatu pengetahuan ilmiah harus merupakan sesuatu yang bulat dan utuh.
Bagian-bagian dari pengetahuan ilmiah harus merupakan suatu kesatuan antara
bagian-bagian saling berhubungan baik hubungan interelasi (saling hubungan
maupun interdependensi (saling ketergantungan). Pembahasan Pancasila secara
ilmiah harus merupakan suatu kesatuan dan keutuhan (majemuk tunggal) yaitu ke
lima sila baik rumusan, inti dan isi dari sila-sila Pancasila merupakan kesatuan dan
kebulatan.

4. Universal
Kebenaran suatu pengetahuan ilmiah harus bersifat universal artinya
kebenarannya tidak terbatas oleh waktu, keadaan, situasi, kondisi maupun jumlah.
Nilai-nilai Pancasila bersifat universal atau dengan kata lain intisari, esensi atau
makna yang terdalam dari sila-sila Pancasila pada hakekatnya bersifat universal.

5. Tingkatan Pengetahuan Ilmiah


Tingkat pengetahuan ilmiah dalam masalah ini bukan berarti tingkatan dalam
hal kebenarannya namun lebih menekankan pada karakteristik pengetahuan masing-
masing. Tingkatan pengetahuan ilmiah sangat ditentukan oleh macam pertanyaan ilmiah
sbb :
a. Deskriptif : suatu pertanyaan “bagaimana”
b. Kausal : suatu pertanyaan “mengapa”

5
c. Normatif : suatu pertanyaan “ kemana”
d. Essensial : suatu pertanyaan “ apa “

1. Pengetahuan Deskriptif
Pengetahuan deskriptif yaitu suatu jenis pengetahuan yang memberikan suatu
keterangan, penjelasan obyektif. Kajian Pancasila secara deskriptif berkaitan dengan
kajian sejarah perumusan Pancasila, nilai-nilai Pancasila serta kajian tentang
kedudukan dan fungsinya.

2. Pengetahuan Kausal
Pengetahuan kausal adalah suatu pengetahuan yang memberikan jawaban
tentang sebab akibat. Kajian Pancasila secara kausal berkaitan dengan kajian proses
kausalitas terjadinya Pancasila yang meliputi 4 kausa yaitu kausa materialis, kausa
formalis, kausa efisien dan kausa finalis. Selain itu juga berkaitan dengan Pancasila
sebagai sumber nilai, yaitu Pancasila sebagai sumber segala norma.

3. Pengetahuan Normatif
Pengetahuan normatif adalah pengetahuan yang berkaitan dengan suatu
ukuran, parameter serta norma-norma. Dengan kajian normatif dapat dibedakan
secara normatif pengamalan Pancasila yang seharusnya dilakukan (das sollen) dan
kenyataan faktual (das sein) dari Pancasila yang bersifat dinamis.

4. Pengetahuan Esensial
Pengetahuan esensial adalah tingkatan pengetahuan untuk menjawab suatu
pertanyaan yang terdalam yaitu pertanyaan tentang hakekat sesuatu. Kajian Pancasila
secara esensial pada hakekatnya untuk mendapatkan suatu pengetahuan tentang
intisari/makna yang terdalam dari sila-sila Pancasila (hakekat Pancasila).

6. Lingkup Pembahasan Pancasila Yuridis Kenegaraan


Pancasila yuridis kenegaraan meliputi pembahasan Pancasila dalam
kedudukannya sebagai dasar negara Republik Indonesia, sehingga meliputi pembahasan
bidang yuridis dan ketatanegaraan. Realisasi Pancasila dalam aspek penyelenggaraan
negara secara resmi baik yang menyangkut norma hukum maupun norma moral dalam
kaitannya dengan segala aspek penyelenggaraan negara. Tingkatan pengetahuan ilmiah
dalam pembahasan Pancasila yuridis kenegaraan adalah meliputi tingkatan
pengetahuan deskriptif, kausal dan normatif. Sedangkan tingkat pengetahuan essensial
dibahas dalam bidang filsafat Pancasila, yaitu membahas sila-sila Pancasila sampai inti

6
sarinya, makna yang terdalam atau membahas sila-sila Pancasila sampai tingkat
hakikatnya.

7. Beberapa Pengertian Pancasila


Kedudukan dan fungsi Pancasila jika dikaji secara ilmiah memiliki pengertian
yang luas, baik dalam kedudukannya sebagai dasar negara, pandangan hidup bangsa,
ideologi negara dan sebagai kepribadian bangsa bahkan dalam proses terjadinya, terdapat
berbagai macam terminologi yang harus kita deskripsikan secara obyektif. Oleh karena
itu untuk memahami Pancasila secara kronologis baik menyangkut rumusannya maupun
peristilahannya maka pengertian Pancasila meliputi :

1. Pengertian Pancasila secara Etimologis


Pancasila berasal dari bahasa Sansekerta dari India, menurut Muhammad
Yamin dalam bahasa Sansekerta kata Pancasila memiliki dua macam arti secara
leksikal, yaitu :
Panca artinya lima
Syila artinya batu sendi, alas, dasar
Syiila artinya peraturan tingkah laku yang baik/senonoh

Secara etimologis kata Pancasila berasal dari istilah Pancasyila yang memiliki
arti secara harfiah dasar yang memiliki lima unsur. Kata Pancasila mula-mula terdapat
dalam kepustakaan Budha di India. Dalam ajaran Budha terdapat ajaran moral untuk
mencapai nirwana dengan melalui samadhi dan setiap golongan mempunyai
kewajiban moral yang berbeda. Ajaran moral tersebut adalah Dasasyiila, Saptasyiila,
Pancasyiila. Pancasyiila menurut Budha merupakan lima aturan (five moral principle)
yang harus ditaati, meliputi larangan membunuh, mencuri, berzina, berdusta dan
larangan minum-minuman keras.
Melalui penyebaran agama Hindu dan Budha, kebudayaan India masuk ke
Indonesia sehingga ajaran Pancasyiila masuk kepustakaan Jawa terutama jaman
Majapahit yaitu dalam buku syair pujian Negara Kertagama karangan Empu
Prapanca disebutkan raja menjalankan dengan setia ke lima pantangan (Pancasila).
Setelah Majapahit runtuh dan agama Islam tersebar, sisa-sisa pengaruh ajaran
moral Budha (Pancasila) masih dikenal masyarakat Jawa yaitu lima larangan (mo
limo/M5): mateni (membunuh), maling (mencuri), madon (berzina), mabok (minuman
keras/candu), main (berjudi).

7
2. Pengertian Pancasila Secara Historis
Sidang BPUPKI pertama membahas tentang dasar negara yang akan
diterapkan. Dalam sidang tersebut muncul tiga pembicara yaitu M. Yamin, Soepomo
dan Ir.Soekarno yang mengusulkan nama dasar negara Indonesia disebut Pancasila.
Tanggal 18 Agustus 1945 disahkan UUD 1945 termasuk Pembukaannya yang
didalamnya termuat isi rumusan lima prinsip sebagai dasar negara. Walaupun dalam
Pembukaan UUD 1945 tidak termuat istilah/kata Pancasila, namun yang dimaksudkan
dasar negara Indonesia adalah disebut dengan Pancasila. Hal ini didasarkan atas
interpretasi historis terutama dalam rangka pembentukan rumusan dasar negara yang
secara spontan diterima oleh peserta sidang BPUPKI secara bulat. Secara historis
proses perumusan Pancasila adalah :
a. Mr. Muhammad Yamin
Pada sidang BPUPKI tanggal 29 Mei 1945, M. Yamin berpidato
mengusulkan lima asas dasar negara sebagai berikut :
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat

Setelah berpidato beliau juga menyampaikan usul secara tertulis mengenai


rancangan UUD RI yang di dalamnya tercantum rumusan lima asas dasar negara
sebagai berikut :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kebangsaan persatuan Indonesia
3. Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

b. Mr. Soepomo
Pada sidang BPUPKI tanggal 31 Mei 1945 Soepomo mengusulkan lima
dasar negara sebagai berikut :
1. Persatuan
2. Kekeluargaan
3. Keseimbangan lahir dan bathin
4. Musyawarah

8
5. Keadilan rakyat

c. Ir. Soekarno
Pada sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno mengusulkan
dasar negara yang disebut dengan nama Pancasila secara lisan/tanpa teks sebagai
berikut :
1. Nasionalisme atau Kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme atau Perikemanusiaan
3. Mufakat atau Demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan yang berkebudayaan

“Saudara- saudara nama Pantja Dharma tidak tepat disini. Dharma berarti
kewajiban sedang kita membicarakan Dasar. Saya senang kepada simbolik.
Simbolik angka pula. Rukun islam lima jumlahnya. Jari kita lima setangan. Kita
mempunjai panca indera. Pandawapun lima orangnya…Namanya bukan Pantja
Dharma tetapi…namanya ialah Pancasila. Sila artinya asas atau dasar. Dan diatas
kelima dasar inilah kita mendirikan negara Indonesia kekal dan abadi…” (Pidato
lahirnya Pancasila)”
Selanjutnya beliau mengusulkan kelima sila dapat diperas menjadi Tri
Sila yaitu Sosio Nasional (Nasionalisme dan Internasionalisme), Sosio
Demokrasi (Demokrasi dengan Kesejahteraan Rakyat), Ketuhanan yang Maha
Esa. Adapun Tri Sila masih diperas lagi menjadi Eka Sila yang intinya
adalah “gotong royong”.
Pidato “ Lahirnya Pancasila “Soekarno ternyata tidak mendapat respon
positif dari kalangan tokoh-tokoh Islam. Untuk mempertemukan kesepakatan
mengenai dasar negara antara Islam atau Pancasila kemudian dibentuk Panitia
Kecil. Selanjutnya Panitia Kecil membentuk Panitia Sembilan, yang tugasnya
adalah merumuskan kembali asas dasar negara.
Setelah melalui pembicaraan yang cukup banyak, akhirnya dari golongan
Islam menerima usulan Soekarno, asalkan setelah kata “ Ketuhanan “ ditambah
kalimat “dengan kewajiban menjalankan suari’at Islam bagi pemeluk-
pemeluknya”. Hasil musyawarah Panitia Sembilan itu kemudian disampaikan
kepada BPUPKI untuk mendapat pengesahan. Adapun rumusan Pancasila yang

9
terdapat dalam Preambule (Pembukaan) UUD, yang kemudian dikenal sebagai
Piagam Jakarta 22 Juni 1945 itu ialah:

d. Piagam Jakarta
Pada tanggal 22 Juni 1945 diadakan sidang oleh 9 anggota BPUPKI
(Panitia Sembilan) yang menghasilkan “Piagam Jakarta” dan didalamnya termuat
Pancasila dengan rumusan sebagai berikut :
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan sya’riat Islam bagi pemeluk-
pemeluknya.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

3. Pengertian Pancasila Secara Terminologis


Dalam Pembukaan UUD 1945 yang ditetapkan tanggal 18 Agustus 1945
oleh PPKI tercantum rumusan Pancasila sebagai berikut :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Rumusan Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945


inilah yang secara konstitusional sah dan benar sebagai dasar negara Republik
Indonesia. Namun dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia dalam upaya bangsa
Indonesia mempertahankan proklamasi dan eksistensinya, terdapat pula rumusan-
rumusan Pancasila sebagai berikut :
a. Piagam Jakarta
Pada tanggal 22 Juni 1945 diadakan sidang oleh 9 anggota BPUPKI (Panitia
Sembilan) yang menghasilkan “Piagam Jakarta” dan didalamnya termuat
Pancasila dengan rumusan sebagai berikut :
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan sya’riat Islam bagi pemeluk-
pemeluknya.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab

10
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
b. Dalam Pembukaan UUD 1945 yang ditetapkan tanggal 18 Agustus 1945 oleh
PPKI tercantum rumusan Pancasila sebagai berikut :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
c. Dalam Konstitusi Republik Indonesia Serikat (29 Desember – 17 Agustus 1950)
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Peri Kemanusiaan
3. Kebangsaan
4. Kerakyatan
5. Keadilan Sosial
d. Dalam UUD Sementara 1950 (17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959)
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Peri Kemanusiaan
3. Kebangsaan
4. Kerakyatan
5. Keadilan Sosial
e. Dalam kalangan masyarakat luas
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Peri Kemanusiaan
3. Kebangsaan
4. Kedaulatan Rakyat
5. Keadilan Sosial

Dari berbagai macam rumusan Pancasila, yang sah dan benar adalah rumusan
Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 sesuai dengan Ketetapan
MPRS No. XX/MPRS/1966 dan Ketetapan MPR No. III/MPR/2000.

11
8. Penutup
Setiap aspek penyelenggaraan negara harus bersumber pada nilai-nilai Pancasila
termasuk sistem peraturan perundang-undangan di Indonesia. Oleh karena itu dalam
realisasi kenegaraan termasuk dalam proses reformasi dewasa ini merupakan suatu
keharusan bahwa Pancasila merupakan sumber nilai dalam pelaksanaan kenegaraan, baik
dalam pembangunan nasional, ekonomi, politik, hukum, social budaya, maupun
pertahanan keamanan.
Pancasila selalu melekat dalam kehidupan bangsa Indonesia, maka . nilai-nilai
yang terkandung dalam setiap ayat Pancasila tersebut kemudian dirumuskan dan
disahkan menjadi dasar Negara. Sebagai sebuah dasar Negara, Pancasila harus selalu
dijadikan acuan dalam bertingkah laku dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Semua peraturan perundang-undangan yang ada juga tidak boleh bertentangan
dengan nilai-nilai Pancasila.

12
BAB II
DEMOKRASI PANCASILA

1. PENDAHULUAN

Demokrasi adalah sebuah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Begitulah pemahaman yang paling sederhana tentang demokrasi, yang diketahui oleh hampir
semua orang. Berbicara mengenai demokrasi adalah memperbincangkan tentang kekuasaan,
atau lebih tepatnya pengelolaan kekuasaan secara beradab. Ia adalah sistem manajemen
kekuasaan yang dilandasi oleh nilai-nilai dan etika serta peradaban yang menghargai
martabat manusia. Pelaku utama demokrasi adalah kita semua, setiap orang yang selama ini
selalu diatasnamakan namun tak pernah ikut menentukan. Menjaga proses demokratisasi
adalah memahami secara benar hak-hak yang kita miliki, menjaga hak-hak itu agar siapapun
menghormatinya, melawan siapapun yang berusaha melanggar hak-hak itu. Demokrasi pada
dasarnya adalah aturan orang (people rule), dan di dalam sistem politik yang demokratis
warga mempunyai hak, kesempatan dan suara yang sama di dalam mengatur pemerintahan di
dunia publik.
Demokrasi Pancasila itu bukan memaksakan kehendak dengan pengerahan masa yang
anarkis, tetapi Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan. Artinya kehendak rakyat yang dimusyawarahkan oleh
perwakilannya dengan menggunakan kebijaksanaan pengetahuan dan nilai Kemanusiaan
Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, dan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat
Indonesia yang dilandasi oleh Ketuhanan Yang Maha Esa (Takwa), sehingga melahirkan
hikmah yang diharapkan menjadi solusi bagi kehendak itu. Dan hikmah itu boleh jadi
mengakomodasi, menolak, memberi jalan yang lain, atau mungkin berupa jalan tengah.
Jika kehendak itu dijewantahkan dengan pengerahan masa anarkis yang memaksakan
kehendak dengan mengatas namakan Demokrasi seperti yang kita lihat pada beberapa kasus
Pilkada dan lain sebagainya, maka tindakan seperti itu sebenarnya tidak sesuai dengan nilai
Demokrasi Pancasila. Bahkan kalau mau kaku dalam menafsirkan sila ke-4 Pancasila ini,
maka bentuk pengerahan masa bukan merupakan bentuk Demokrasi yang dikehendaki oleh
Pancasila. Tapi barangkali kita tidak akan sekaku itu, Kaum Demokrat Pacasilais sepakat
tentang bolehnya pengerahan masa sepanjang tidak memaksakan kehendak, melenyapkan
nilai-nilai Pancasila lainnya, dan ditindaklanjuti dengan permusyawaratan perwakilan dengan
menggunakan kebijakan dan bukan otot.

13
Demontrasi yang anarkis, perwakilan rakyat yang bermusyawarah dengan
menggunakan otot dan bukan kebijakan ilmu dan nilai sudah keluar dari Demokrasi ala
Pancasila. Mereka harusnya disadarkan dan kalau mungkin dicegah. Mereka harusnya ingat
bahwa berdemokrasi di Indonesia itu tidak boleh menggunakan bentuk amal Demokrasi yang
tidak sesuai dengan Pancasila.
Bila dalam membangun demokrasi terdapat sengketa maka jalan untuk
menyelesaikannya di Pengadilan. Keinginan itu sampaikan saja melalu perwakilannya. Dan
Pemerintah ataupun Perwakilan Rakyat, seyogyanya memiliki kemampuan untuk tanggap
terhadap aspirasi dan gejolak rakyat. Alangkah hebatnya Pemerintah dan Perwakilan Rakyat
jika dapat sigap mengambil berbagai kebijakan yang membuat aspirasi rakyat tidak berbuntut
pengerahan masa. Kalaupun tidak bisa, minimal dapat mencegah agar pengerahan masa itu
tidak berubah menjadi anarkis. Mari propagandakan untuk mewujudkan Demokrasi Pancasila
yang tanpa pengerahan masa, tapi dengan kebijakan dalam permusyawaratan perwakilan.
Negeri ini pasti bisa untuk mewujudkannya.

2. PENGERTIAN DEMOKRASI PANCASILA


Istilah "demokrasi" berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada
abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem
yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah
berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18,
bersamaan dengan perkembangan sistem "demokrasi" di banyak negara.
Kata "demokrasi" berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan
kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan
rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk
rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik.
Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator
perkembangan politik suatu negara. (Sejarah dan Perkembangan Demokrasi,
http://www.wikipedia.org)
Menurut Wikipedia Indonesia, demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem
pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warga
negara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.
Demokrasi yang dianut di Indonesia, yaitu demokrasi berdasarkan Pancasila, masih
dalam taraf perkembangan dan mengenai sifat-sifat dan ciri-cirinya terdapat berbagai tafsiran
serta pandangan. Tetapi yang tidak dapat disangkal ialah bahwa beberapa nilai pokok dari

14
demokrasi konstitusionil cukup jelas tersirat di dalam Undang Undang Dasar 1945. Selain
dari itu Undang-Undang Dasar kita menyebut secara eksplisit 2 prinsip yang menjiwai naskah
itu dan yang dicantumkan dalam penjelasan mengenai Sistem Pemerintahan Negara, yaitu:
a) Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas hukum (Rechstaat). Negara Indonesia
berdasarkan atas hukum (Rechstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka
(Machstaat).
b) Sistem Konstitusionil
Pemerintahan berdasarkan atas Sistem Konstitusi (Hukum Dasar), tidak bersifat
Absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas). Berdasarkan 2 istilah Rechstaat dan sistem
konstitusi, maka jelaslah bahwa demokrasi yang menjadi dasar dari Undang-Undang Dasar
1945, ialah demokrasi konstitusionil. Di samping itu corak khas demokrasi Indonesia, yaitu
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilana,
dimuat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar.
Dengan demikian demokrasi Indonesia mengandung arti di samping nilai umum,
dituntut nilai-nilai khusus seperti nilai-nilai yang memberikan pedoman tingkah laku manusia
Indonesia dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, sesama manusia, tanah air dan
Negara Kesatuan Republik Indonesia, pemerintah dan masyarakat, usaha dan krida manusia
dalam mengolah lingkungan hidup. Pengertian lain dari demokrasi Indonesia adalah
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan,
yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab,
Persatuan Indonesia dan bertujuan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia (demokrasi pancasila). Pengertian tersebut pada dasarnya merujuk kepada ucapan
Abraham Lincoln, mantan presiden Amerika Serikat, yang menyatakan bahwa demokrasi
suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, berarti pula demokrasi adalah
suatu bentuk kekuasaan dari, oleh, dan untuk rakyat. Menurut konsep demokrasi, kekuasaan
menyiratkan arti politik dan pemerintahan, sedangkan rakyat beserta warga masyarakat
didefinisikan sebagai warga negara. Kenyataannya, baik dari segi konsep maupun praktik,
demos menyiratkan makna diskriminatif. Demos bukan untuk rakyat keseluruhan, tetapi
populus tertentu, yaitu mereka yang berdasarkan tradisi atau kesepakatan formal memiliki
hak preogratif forarytif dalam proses pengambilan/pembuatan keputusan menyangkut urusan
publik atau menjadi wakil terpilih, wakil terpilih juga tidak mampu mewakili aspirasi yang
memilihnya. (Idris Israil, 2005:51)
Secara ringkas, demokrasi Pancasila memiliki beberapa pengertian sebagai berikut:

15
a) Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang berdasarkan kekeluargaan dan
gotong-royong yang ditujukan kepada kesejahteraan rakyat, yang mengandung
unsur-unsur berkesadaran religius, berdasarkan kebenaran, kecintaan dan budi
pekerti luhur, berkepribadian Indonesia dan berkesinambungan.
b) Dalam demokrasi Pancasila, sistem pengorganisasian negara dilakukan oleh rakyat
sendiri atau dengan persetujuan rakyat.
c) Dalam demokrasi Pancasila kebebasan individu tidak bersifat mutlak, tetapi harus
diselaraskan dengan tanggung jawab sosial.
d) Dalam demokrasi Pancasila, keuniversalan cita-cita demokrasi dipadukan dengan
cita-cita hidup bangsa Indonesia yang dijiwai oleh semangat kekeluargaan,
sehingga tidak ada dominasi mayoritas atau minoritas.
3. CIRI-CIRI DEMOKRASI PANCASILA
Dalam bukunya, Pendidikan Pembelajaran dan Penyebaran Kewarganegaraan,
Idris Israil (2005:52-53) menyebutkan ciri-ciri demokrasi Indonesia sebagai berikut:
a) Kedaulatan ada di tangan rakyat.
b) Selalu berdasarkan kekeluargaan dan gotong-royong.
c) Cara pengambilan keputusan melalui musyawarah untuk mencapai mufakat.
d) Tidak kenal adanya partai pemerintahan dan partai oposisi.
e) Diakui adanya keselarasan antara hak dan kewajiban.
f) Menghargai hak asasi manusia.
g) Ketidaksetujuan terhadap kebijaksanaan pemerintah dinyatakan dan disalurkan
melalui wakil-wakil rakyat. Tidak menghendaki adanya demonstrasi dan
pemogokan karena merugikan semua pihak.
h) Tidak menganut sistem monopartai.
i) Pemilu dilaksanakan secara luber.
j) Mengandung sistem mengambang.
k) Tidak kenal adanya diktator mayoritas dan tirani minoritas.
l) Mendahulukan kepentingan rakyat atau kepentingan umum.

4. PRINSIP POKOK DEMOKRASI PANCASILA


Landasan formil dari periode Republik Indonesia ialah Pancasila, UUD 45 serta
Ketetapan-ketetapan MPRS. Sedangkan sistem pemerintahan demokrasi Pancasila menurut
prinsip-prinsip yang terkandung di dalam Batang Tubuh UUD 1945 berdasarkan tujuh sendi
pokok, yaitu sebagai berikut:

16
1) Indonesia ialah negara yang berdasarkan hukum
Negara Indonesia berdasarkan hukum (Rechsstaat), tidak berdasarkan atas
kekuasaan belaka (Machsstaat). Hal ini mengandung arti bahwa baik pemerintah maupun
lembaga-lembaga negara lainnya dalam melaksanakan tindakan apapun harus dilandasi
oleh hukum dan tindakannya bagi rakyat harus ada landasan hukumnya. Persamaan
kedudukan dalam hukum bagi semua warga negara harus tercermin di dalamnya.
2) Indonesia menganut sistem konstitusional
Pemerintah berdasarkan sistem konstitusional (hukum dasar) dan tidak bersifat
absolutisme (kekuasaan yang mutlak tidak terbatas). Sistem konstitusional ini lebih
menegaskan bahwa pemerintah dalam melaksanakan tugasnya dikendalikan atau dibatasi
oleh ketentuan konstitusi, di samping oleh ketentuan-ketentuan hukum lainnya yang
merupakan pokok konstitusional, seperti TAP MPR dan Undang-undang.
3) Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai pemegang kekuasaan negara yang
tertinggi
Seperti telah disebutkan dalam pasal 1 ayat 2 UUD 1945 pada halaman terdahulu,
bahwa (kekuasaan negara tertinggi) ada di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh
MPR. Dengan demikian, MPR adalah lembaga negara tertinggi sebagai penjelmaan
seluruh rakyat Indonesia. Sebagai pemegang kekuasaan negara yang tertinggi MPR
mempunyai tugas pokok, yaitu:
a. Menetapkan UUD;
b. Menetapkan GBHN; dan
c. Memilih dan mengangkat presiden dan wakil presiden
Wewenang MPR, yaitu:
a. Membuat putusan-putusan yang tidak dapat dibatalkan oleh lembaga negara lain,
seperti penetapan GBHN yang pelaksanaannya ditugaskan kepada Presiden;
b. Meminta pertanggungjawaban presiden/mandataris mengenai pelaksanaan GBHN;
c. Melaksanakan pemilihan dan selanjutnya mengangkat Presiden dan Wakil Presiden;
d. Mencabut mandat dan memberhentikan presiden dalam masa jabatannya apabila
presiden/mandataris sungguh-sungguh melanggar haluan negara dan UUD;
e. Mengubah undang-undang.
4) Presiden adalah penyelenggaraan pemerintah yang tertinggi di bawah Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Di bawah MPR, presiden ialah penyelenggara pemerintah negara tertinggi.
Presiden selain diangkat oleh majelis juga harus tunduk dan bertanggung jawab kepada

17
majelis. Presiden adalah Mandataris MPR yang wajib menjalankan putusan-putusan
MPR.
5) Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi DPR mengawasi
pelaksanaan mandat (kekuasaan pemerintah) yang dipegang oleh presiden dan DPR
harus saling bekerja sama dalam pembentukan undang-undang termasuk APBN. Untuk
mengesahkan undang-undang, presiden harus mendapat persetujuan dari DPR. Hak DPR
di bidang legislative ialah hak inisiatif, hak amandemen, dan hak budget.
Hak DPR di bidang pengawasan meliputi:
a. Hak tanya/bertanya kepada pemerintah;
b. Hak interpelasi, yaitu meminta penjelasan atau keterangan kepada pemerintah;
c. Hak Mosi (percaya/tidak percaya) kepada pemerintah;
d. Hak Angket, yaitu hak untuk menyelidiki sesuatu hal;
e. Hak Petisi, yaitu hak mengajukan usul/saran kepada pemerintah.
6) Menteri Negara adalah pembantu presiden, Menteri Negara tidak bertanggung jawab
kepada DPR
Presiden memiliki wewenang untuk mengangkat dan memberhentikan menteri
negara. Menteri ini tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi kepada presiden.
Berdasarkan hal tersebut, berarti sistem kabinet kita adalah kabinet
kepresidenan/presidensil.
Kedudukan Menteri Negara bertanggung jawab kepada presiden, tetapi mereka
bukan pegawai tinggi biasa, menteri ini menjalankan kekuasaan pemerintah dalam
prakteknya berada di bawah koordinasi presiden.
7) Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas
Kepala Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi ia bukan diktator,
artinya kekuasaan tidak tak terbatas. Ia harus memperhatikan sungguh-sungguh suara
DPR. Kedudukan DPR kuat karena tidak dapat dibubarkan oleh presiden dan semua
anggota DPR merangkap menjadi anggota MPR. DPR sejajar dengan presiden.

5. FUNGSI DEMOKRASI PANCASILA


Adapun fungsi demokrasi Pancasila adalah sebagai berikut:
a) Menjamin adanya keikutsertaan rakyat dalam kehidupan bernegara Contohnya:
a. Ikut menyukseskan Pemilu;
b. Ikut menyukseskan Pembangunan;

18
c. Ikut duduk dalam badan perwakilan/permusyawaratan.
b) Menjamin tetap tegaknya negara RI,
c) Menjamin tetap tegaknya negara kesatuan RI yang mempergunakan sistem
konstitusional,
d) Menjamin tetap tegaknya hukum yang bersumber pada Pancasila,
e) Menjamin adanya hubungan yang selaras, serasi dan seimbang antara lembaga
negara,
f) Menjamin adanya pemerintahan yang bertanggung jawab, Contohnya:
1. Presiden adalah Mandataris MPR,
2. Presiden bertanggung jawab kepada MPR.

6. BEBERAPA PERUMUSAN MENGENAI DEMOKRASI PANCASILA


Dalam bukunya Dasar-dasar Ilmu Politik, Prof. Miriam Budiardjo
mengemukakan beberapa perumusan mengenai Demokrasi Pancasila yang diusahakan
dalam beberapa seminar, yakni:
1) Seminar Angkatan Darat II, Agustus 1966
a. Bidang Politik dan Konstitusional
1) Demokrasi Pancasila seperti yang dimaksud dalam Undang-Undang Dasar1945,
yang berarti menegakkan kembali azas negara-negara hukum dimana kepastian
hukum dirasakan oleh segenap warga negara, dimana hak-hak azasi manusia
baik dalam aspek kolektif, maupun dalam aspek perseorangan dijamin, dan
dimana penyalahgunaan kekuasaan, dapat dihindarkan secara institusionil.
Dalam rangka ini harus diupayakan supaya lembaga-lembaga negara dan tata
kerja pemerintahan reformasi dilepaskan dari ikatan pribadi dan lebih
diperlembagakan (dipersonalization, institusionalization )
2) Sosialisme Indonesia yang berarti masyarakat adil dan makmur.
3) Clan revolusioner untuk menyelesaikan revolusi , yang cukup kuat untuk
mendorong Indonesia ke arah kemajuan sosial dan ekonomi sesuai dengan
tuntutan-tuntutan abad ke-20.
b. Bidang Ekonomi
Demokrasi ekonomi sesuai dengan azas-azas yang menjiwai ketentuan-ketentuan
mengenai ekonomi dalam Undang-undang Dasar 1945 yang pada hakekatnya, berarti
kehidupan yang layak bagi semua warga negara, yang antara lain mencakup :
1) Pengawasan oleh rakyat terhadap penggunaan kekayaan dan keuangan negara.

19
2) Koperasi
3) Pengakuan atas hak milik perorangan dan kepastian hukum dalam penggunaannya
4) Peranan pemerintah yang bersifat pembina, penunjuk jalan serta pelindung.
2) Musyawarah Nasional III: The Rule of Law, Desember 1966
Azas negara hukum Pancasila mengandung prinsip:
a. Pengakuan dan perlindungan hak azasi yang mengandung persamaan dalam bidang
politik, hukum, sosial, ekonomi, kultural dan pendidikan.
b. Peradilan yang bebas dan tidak memihak, tidak terpengaruh oleh sesuatu
kekuasaan/kekuatan lain apapun.
c. Jaminan kepastian hukum dalam semua persoalan. Yang dimaksudkan kepastian
hukum yaitu jaminan bahwa ketentuan hukumnya dapat dipahami, dapat
dilaksanakan dan aman dalam melaksanakannya.
3) Symposium Hak-hak Azasi Manusia, Juni 1967
Demokrasi Pancasila, dalam arti demokrasi yang bentuk-bentuk penerapannya sesuai
dengan kenyataan-kenyataan dan cita-cita yang terdapat dalam masyarakat kita, setelah
sebagai akibat rezim Nasakom sangat menderita dan menjadi kabur, lebih memerlukan
pembinaan daripada pembatasan sehingga menjadi suatu political culturea yang penuh
vitalitas.
Berhubung dengan keharusan kita di tahun-tahun mendatang untuk mengembangkan
a rapidly expanding economy, maka diperlukan juga secara mutlak pembebasan dinamika
yang terdapat dalam masyarakat dari kekuatan-kekuatan yang mendukung Pancasila. Oleh
karena itu diperlukan kebebasan berpolitik sebesar mungkin. Persoalan hak-hak azasi
manusia dalam kehidupan kepartaian untuk tahun-tahun mendatang harus ditinjau dalam
rangka keharusan kita untuk mencapai keseimbangan yang wajar di antara 3 hal, yaitu:
1. Adanya pemerintah yang mempunyai cukup kekuasaan dan kewibawaan.
2. Adanya kebebasan yang sebesar-besarnya.
3. Perlunya untuk membina suatu rapidly expanding economy.

20
7. PENUTUP
Pancasila sebagai dasar atau filsafat Negara Republik Indonesia yang secara resmi
disahkan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945,
serta diundangkan dalam Berita Republik Indonesia, TahunII no. 7, yang terdiri atas 2 (dua)
bagian, yaitu Pembukaan dan Batang Tubuh (Pasal-Pasal). Pada alinea keempat Pembukaan
tercantum rumusan Pancasila sebagai Dasar Negara meliputi:
1. Basis atau fundamen Negara
2. Tujuan yang menentukan Negara
3. Pedoman yang menentukan cara bagaimana Negara itu meleksanakan fungsi-fungsinya
dalam mencapai tujuan.
Pada hakekatnya Pancasila mengandung dua pengertian pokok, yaitu sebagai
Pandangan Hidup Bangsa Indonesia dan sebagai Dasar Negara Republik Indonesia.
Negara Kesatuan Republik Indonesia, pemerintah dan masyarakat, Merupakan usaha
krida manusia dalam mengolah lingkungan hidup. Pengertian lain dari demokrasi Indonesia
adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan, yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan
Beradab, Persatuan Indonesia dan bertujuan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia (demokrasi pancasila). Pengertian tersebut pada dasarnya merujuk kepada
ucapan Abraham Lincoln, mantan presiden Amerika Serikat, yang menyatakan bahwa
demokrasi suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, berarti pula
demokrasi adalah suatu bentuk kekuasaan dari, oleh, dan untuk rakyat. Menurut konsep
demokrasi, kekuasaan menyiratkan arti politik dan pemerintahan, sedangkan rakyat beserta
warga masyarakat didefinisikan sebagai warga negara.

21
BAB III
PERKEMBANGAN KETATANEGARAAN INDONESIA

1. Pendahuluan
Perkembangan ketatanegaraan Indonesia dapat dibagi menjadi beberapa periode,
sejak masa Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 sampai sekarang. Walaupun
sebenarnya tonggak ketatanegaraan Indonesia telah ada jauh sebelum proklamasi.
Pada waktu awal kemerdekaan Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial.
Berdasarkan Undang-undang Dasar 1945 maka Presiden memiliki kekuasaan tertinggi dan
dibantu oleh menteri-menteri sebagai pembantu presiden yang diangkat dan diberhentikan
oleh Presiden dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Pada tanggal 12 September
1945 dibentuklah Kabinet Presidensial ( Kabinet RI I) dengan 12 departemen dan 4 menteri
negara. Selain itu wilayah Indonesia yang begitu luas dibagi menjadi 8 provinsi dan 2 daerah
istimewa yang masing-masing wilayah dipimpin oleh gubernur.
Sistem Presidensial pernah berganti Sistem Parlementer, dengan kepala pemerintahan
dipimpin oleh Perdana Menteri. Perdana Menteri Pertama Indonesia adalah Sutan Syahrir.
Berubahnya sistem pemerintahan di Indonesia pada saat itu adalah pengaruh kuat dari kaum
sosialis (KNIP). Selain itu Indonesia pada awal kemerdekaan juga masih belajar tentang
bagaimana menjalankan pemerintahan. Dengan sistem parlementer ini maka Di Indonesia
saat itu memiliki DPR yang anggotanya dipilih oleh rakyat. Sistem ini juga memungkinkan
adanya banyak partai. Maksud dari sistem ini adalah untuk membatasi kewenangan presiden.
Jika pada sistem presidensial kabinet bertanggungjawab kepada presiden maka sistem
parlementer, Presiden bertanggungjawab kepada parlemen/DPR.
Karena sering mengalami kegagalan kabinet, dan banyak menimbulkan gerakan-
gerakan pemberontakan yang menyebabkan stabilitas negara terganggu, Presiden Soekarno
mengeluarkan Dekrit pada 5 Juli 1959 yang isinya antara lain mengembalikan konstitusi ke
UUD 1945 dan bentuk pemerintahan kembali ke sistem presidensial.
2. Sistem Pemerintahan Periode 1945-1949
Bentuk Negara : Kesatuan
Bentuk Pemerintahan : Republik
Sistem Pemerintahan : Presidensial
Konstitusi : UUD 1945
Lama periode : 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949

22
Presiden dan Wapres : Ir. Soekarno dan Mohammad Hatta (18 Agustus 1945 - 19 Desember
1948)
Syafruddin Prawiranegara (ketua PDRI) (19 Desember 1948 - 13 Juli 1949)

Pernyataan van Mook untuk tidak berunding dengan Soekarno adalah salah satu
faktor yang memicu perubahan sistem pemerintahan dari presidensiil menjadi parlementer.
Gelagat ini sudah terbaca oleh pihak Republik Indonesia, karena itu sehari sebelum
kedatangan Sekutu, tanggal 14 November 1945, Soekarno sebagai kepala pemerintahan
republik diganti oleh Sutan Sjahrir yang seorang sosialis dianggap sebagai figur yang tepat
untuk dijadikan ujung tombak diplomatik, bertepatan dengan naik daunnya partai sosialis di
Belanda. Setelah munculnya Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 November 1945,
terjadi pembagian kekuasaan dalam dua badan, yaitu kekuasaan legislatif dijalankan oleh
Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan kekuasaan-kekuasaan lainnya masih tetap
dipegang oleh presiden sampai tanggal 14 November 1945. Dengan keluarnya Maklumat
Pemerintah 14 November 1945, kekuasaan eksekutif yang semula dijalankan oleh presiden
beralih ke tangan menteri sebagai konsekuensi dari dibentuknya sistem pemerintahan
parlementer.

3. Sistem Pemerintahan Periode 1949-1950


1) Bentuk Negara : Serikat (Federasi)
2) Bentuk Pemerintahan : Republik
3) Sistem Pemerintahan : Parlementer Semu (Quasi Parlementer)
4) Konstitusi : Konstitusi RIS
5) Lama periode : 27 Desember 1949 – 15 Agustus 1950
Presiden dan Wapres :
1. Ir. Soekarno = presiden RIS (27 Desember 1949 - 15 Agustus 1950)
2. Assaat = pemangku sementara jabatan presiden RI (27 Desember 1949 - 15 Agustus
1950)

Pada tanggal 23 Agustus sampai dengan 2 september 1949 dikota Den Hagg
(Netherland) diadakan konferensi Meja Bundar (KMB). Delegasi RI dipimpin oleh Drs. Moh.
Hatta, Delegasi BFO (Bijeenkomst voor Federale Overleg) dipimpin oleh Sultan Hamid
Alkadrie dan delegasi Belanda dipimpin olah Van Harseveen. Adapun tujuan diadakannya
KMB tersebut itu ialah untuk meyelesaikan persengketaan Indonesia dan Belanda selekas-

23
lekasnya dengan cara yang adil dan pengakuan kedaulatan yang nyata, penuh dan tanpa
syarat kepada Republik Indonesia Serikat (RIS). Salah satu keputusan pokok KMB ialah
bahwa kerajaan Balanda mengakui kedaulatan Indonesia sepenuhnya tanpa syarat dam tidak
dapat dicabut kembali kepada RIS selambat-lambatnya pada tanggal 30 Desember 1949.
Demikianlah pada tanggal 27 Desember 1949 Ratu Juliana menandatangani Piagam
Pengakuan Kedaulatan RIS di Amesterdam. Bila kita tinjau isinya konstitusi itu jauh
menyimpang dari cita-cita Indonesia yang berideologi pancasila dan ber UUD 1945 karena :
1. Konstitusi RIS menentukan bentuk negara serikat (federalisme) yang terbagi dalam 16
negara bagian, yaitu 7 negara bagian dan 9 buah satuan kenegaraan (pasal 1 dan 2
Konstitusi RIS).
2. Konstitusi RIS menentukan suatu bentuk negara yang leberalistis atau pemerintahan
berdasarkan demokrasi parlementer, dimana menteri-menterinya bertanggung jawab atas
seluruh kebijaksanaan pemerintah kepada parlemen (pasal 118, ayat 2 Konstitusi RIS)
3. Mukadimah Konstitusi RIS telah menghapuskan sama sekali jiwa atau semangat
pembukaan UUD proklamasi sebagai penjelasan resmi proklamasi kemerdekaan negara
Indonesia (Pembukaan UUD 1945 merupakan Decleration of independence bangsa
Indonesia, kata tap MPR no. XX/MPRS/1996). Termasuk pula dalam pemyimpangan
mukadimah ini adalah perubahan kata- kata dari kelima sila pancasila. Inilah yang
kemudian yang membuka jalan bagi penafsiran pancasila secara bebas dan sesuka hati
hingga menjadi sumber segala penyelewengan didalam sejarah ketatanegaraan Indonesia.

4. Sistem Pemerintahan Periode 1950-1959


1) Bentuk Negara : Kesatuan
2) Bentuk Pemerintahan : Republik
3) Sistem Pemerintahan : Parlementer
4) Konstitusi : UUDS 1950
5) Lama periode : 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959
6) Presiden dan Wapres : Ir. Soekarno dan Mohammad Hatta

UUDS 1950 adalah konstitusi yang berlaku di negara Republik Indonesia sejak 17
Agustus 1950 hingga dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 . UUDS 1950 ditetapkan
berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1950 tentang Perubahan Konstitusi Sementara
Republik Indonesia Serikat menjadi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia,
dalam Sidang Pertama Babak ke-3 Rapat ke-71 DPR RIS tanggal 14 Agustus 1950 di Jakarta.

24
Konstitusi ini dinamakan "sementara", karena hanya bersifat sementara, menunggu
terpilihnya Konstituante hasil pemilihan umum yang akan menyusun konstitusi baru.
Pemilihan Umum 1955 berhasil memilih Konstituante secara demokratis, namun
Konstituante gagal membentuk konstitusi baru hingga berlarut-larut. Dekrit Presiden 1959
dilatarbelakangi oleh kegagalan Badan Konstituante untuk menetapkan UUD baru sebagai
pengganti UUDS 1950. Anggota konstituante mulai bersidang pada 10 November 1956.
Namun pada kenyataannya sampai tahun 1958 belum berhasil merumuskan UUD yang
diharapkan. Sementara, di kalangan masyarakat pendapat-pendapat untuk kembali kepada
UUD '45 semakin kuat. Dalam menanggapi hal itu, Presiden Soekarno lantas menyampaikan
amanat di depan sidang Konstituante pada 22 April 1959 yang isinya menganjurkan untuk
kembali ke UUD '45. Pada 30 Mei 1959 Konstituante melaksanakan pemungutan suara.
Hasilnya 269 suara menyetujui UUD 1945 dan 199 suara tidak setuju. Meskipun yang
menyatakan setuju lebih banyak tetapi pemungutan suara ini harus diulang, karena jumlah
suara tidak memenuhi kuorum. Pemungutan suara kembali dilakukan pada tanggal 1 dan 2
Juni 1959. Dari pemungutan suara ini Konstituante juga gagal mencapai kuorum. Untuk
meredam kemacetan, Konstituante memutuskan reses yang ternyata merupkan akhir dari
upaya penyusunan UUD. Pada 5 Juli 1959 pukul 17. 00, Presiden Soekarno mengeluarkan
dekrit yang diumumkan dalam upacara resmi di Istana Merdeka. Isi dekrit presiden 5 Juli
1959.
5. Sistem Pemerintahan Periode 1959-1966 (Demokrasi Terpimpin)
1) Bentuk Negara : Kesatuan
2) Bentuk Pemerintahan : Republik
3) Sistem Pemerintahan : Presidensial
4) Konstitusi : UUD 1945
5) Lama periode : 5 Juli 1959 – 22 Februari 1966
6) Presiden dan Wapres : Ir. Soekarno dan Mohammad Hatta

Pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden. Latar
belakang dikeluarkannya dekrit ini adalah:

1. Kehidupan politik yang lebih sering dikarenakan sering jatuh bangunnya kabinet dan
persaingan partai politik yang semakin menajam.
2. Kegagalan konstituante dalam menyusun Undang-undang dasar

25
3. Terjadinya gangguan keamanan berupa pemberontakan bersenjata di daerah-daerah

Berikut Isi Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959


1. Tidak berlakunya UUDS 1950 dan berlakunya kembali UUD 1945.
2. Pembubaran Badan Konstitusional
3. Membentuk DPR sementara dan DPA sementara

Pelaksanaan Demokrasi Terpimpin


1. Bentuk pemerintahan Presidensial Ir. Soekamo sebagai Presiden dan Perdana menteri
dengan kabinetnya dinamakan Kabinet Kerja.
2. Pembentukkan MPR sementara dengan penetapan Presiden No. 2 tahun 1959.
Keanggotaan MPRS terdiri dari 583 anggota DPR ditambah dengan utusan-utusan
daerah dan 200 wakil-wakil golongan.
3. Pembentukkan DPR sementara berdasarkan penetapan Presiden No. 3 tahun 1959 yang
diketuai oleh Prcsiden dengan 45 orang anggotanya.
4. Pembentukkan Front Nasional melalui penetapan Prcsiden No. 13 tahun 1959. tertanggal
31 Desember 1959. Tujuan Front Nasional adalah:
a. Menyelesaikan Revolusi Nasional
b. Melaksanakan pembangunan semesta nasional
c. Mengembalikan Irian Barat dalam wilayah RI. Front Nasional banyak dimanfaatkan
oleh PKI dan simpatisannya sebagai alat untuk mencapai tujuan politiknya.
5. Pembentukkan DPRGR Presiden Soekarno pada 5 Maret 1959 melalui penetapan
Presiden No. 3 tahun 1959 membubarkan DPR hasil Pemilu sebagai gantinya melalui
penetapan Presiden No. 4 tahun I960 Presiden membentuk DPRGR yang
keanggotaannya ditunjuk oleh Soekarno.
6. Manipol USDEK Manifesto politik Republik Indonesia (Manipol) adalah isi pidato
Presiden Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1959. Atas usul DPA Manipol dijadikan
GBHN dengan Ketetapan MPRS No. 1 MPRS/I960, Menurut Presiden Soekano intisari
dari Manipol ada lima yaitu : UUD 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin,
Ekonomi Terpimpin dan Kepribadian Indonesia. Disingkat menjadi USADEK.
Berkembang pula ajaran Presiden Soekano yang dikenal dengan NASAKOM
(Nasionalisme, Agama dan Komunis).

26
7. Berdasarkan Keputusan Presiden No. 200 dan 201 tahun 1960 Presiden membubarkan
Partai Masyumi dan PSI dengan alasan para pemimpin partai tersebut mendukung
pemberontakan PRRI/Permesta.
Keadaan Ekonomi Mengalami Krisis, terjadi kegagalan produksi hampir di semua sektor.
Pada tahun 1965 inflasi mencapai 65 %, kenaikan harga-harga antara 200-300 %. Hal ini
disebabkan oleh
1. penanganan dan penyelesaian masalah ekonomi yang tidak rasional, lebih bersifat
politis dan tidak terkontro.
2. adanya proyek merealisasikan dan kontroversi.

Pada masa demokrasi terpimpin ini, terdapat berbagai penyimpangan UUD 1945,
diantaranya:
1. Presiden mengangkat Ketua dan Wakil Ketua MPR/DPR dan MA serta Wakil Ketua
DPA menjadi Menteri Negara
2. MPRS menetapkan Soekarno sebagai presiden seumur hidup
3. Pemberontakan Partai Komunis Indonesia melalui Gerakan 30 September Partai
Komunis Indonesia

6. Sistem Pemerintahan Periode 1966-1998 (Orde Baru)


1) Bentuk Negara : Kesatuan
2) Bentuk Pemerintahan : Republik
3) Sistem Pemerintahan : Presidensial
4) Konstitusi : UUD 1945
5) Lama periode : 22 Februari 1966 – 21 Mei 1998
Presiden dan Wapres :
1. Soeharto (22 Februari 1966 – 27 Maret 1968)
2. Soeharto (27 Maret 1968 – 24 Maret 1973)
3. Soeharto dan Adam Malik (24 Maret 1973 – 23 Maret 1978)
4. Soeharto dan Hamengkubuwono IX (23 Maret 1978 –11 Maret 1983)
5. Soeharto dan Try Sutrisno (11 Maret 1983 – 11 Maret 1988)
6. Soeharto dan Umar Wirahadikusumah (11 Maret 1988 – 11 Maret 1993)
7. Soeharto dan Soedharmono (11 Maret 1993 – 10 Maret 1998)
8. Soeharto dan BJ Habiebie (10 Maret 1998– 21 Mei 1998)

27
Pada masa Orde Baru (1966-1998), Pemerintah menyatakan akan menjalankan UUD
1945 dan Pancasila secara murni dan konsekuen. Namun pelaksanaannya ternyata
menyimpang dari Pancasila dan UUD 1945 yang murni, terutama pelanggaran pasal 23
(hutang Konglomerat/private debt dijadikan beban rakyat Indonesia/public debt) dan 33
UUD 1945 yang memberi kekuasaan pada fihak swasta untuk menghancur hutan dan
sumberalam kita. Pada masa Orde Baru, UUD 1945 juga menjadi konstitusi yang sangat
"sakral", diantara melalui sejumlah peraturan:
1. Ketetapan MPR Nomor I/MPR/1983 yang menyatakan bahwa MPR berketetapan untuk
mempertahankan UUD 1945, tidak berkehendak akan melakukan perubahan terhadapnya
2. Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983 tentang Referendum yang antara lain menyatakan
bahwa bila MPR berkehendak mengubah UUD 1945, terlebih dahulu harus minta
pendapat rakyat melalui referendum.
3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Referendum, yang merupakan
pelaksanaan TAP MPR Nomor IV/MPR/1983.

7. Sistem Pemerintahan Periode 1998 – sekarang


1) Bentuk Negara : Kesatuan
2) Bentuk Pemerintahan : Republik
3) Sistem Pemerintahan : Presidensial
4) Konstitusi : UUD 1945
5) Lama periode : 21 Mei 1998 – sekarang
Presiden dan Wapres :
1. B. J Habiebie (21 Mei 1998 – 20 Oktober 1999)
2. Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri (20 Oktober 1999 – 23 Juli 2001)
3. Megawati Soekarnoputri dan Hamzah Haz (23 Juli 2001 – 20 Oktober 2004)
4. Susilo Bambang Yudhoyono dan Muhammad Jusuf Kalla (20 Oktober 2004 – 20
Oktober 2009)
5. Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono (20 Oktober 2009 – 2014)
6. Joko Widodo dan Muhammad Jusuf Kalla (20 Oktober 2014 – 20 Oktober 2019)

Salah satu tuntutan Reformasi 1998 adalah dilakukannya perubahan (amandemen)


terhadapUUD 1945. Latar belakang tuntutan perubahan UUD 1945 antara lain karena pada
masa Orde Baru, kekuasaan tertinggi di tangan MPR (dan pada kenyataannya bukan di
tangan rakyat), kekuasaan yang sangat besar pada Presiden, adanya pasal-pasal yang terlalu

28
“luwes” (sehingga dapat menimbulkan multitafsir), serta kenyataan rumusan UUD 1945
tentangsemangat penyelenggara negara yang belum cukup didukung ketentuan konstitusi.
Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan dasar seperti
tatanannegara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi
dannegara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan aspirasi dan
kebutuhanbangsa. Perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan diantaranya tidak mengubah
PembukaanUUD 1945, tetap mempertahankan susunan kenegaraan (staat structuur) kesatuan
atau selanjutnya lebih dikenal sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta
mempertegas sistem pemerintahan presidensial

29
BAB IV
Pengamalan Nilai-Nilai Pancasila

Lagu Garuda Pancasila


Garuda pancasila
Akulah pendukungmu
Patriot proklamasi
Sedia berkorban untukmu
Pancasila dasar negara
Rakyat adil makmur sentosa
Pribadi bangsaku
Ayo maju maju
Ayo maju maju
Ayo maju maju

30
1. Pendahuluan
Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Nama ini terdiri dari dua
kata dari Sanskerta: pañca berarti lima dan śīla berarti prinsip atau asas. Pancasila
merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh
rakyat Indonesia.
Lima sendi utama penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa,
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia, dan tercantum pada paragraf ke-4 Preambule
(Pembukaan) Undang-undang Dasar 1945.
Meskipun terjadi perubahan kandungan dan urutan lima sila Pancasila yang
berlangsung dalam beberapa tahap selama masa perumusan Pancasila pada tahun 1945,
tanggal 1 Juni diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila.
2. Sejarah Perumusan
Dalam upaya merumuskan Pancasila sebagai dasar negara yang resmi, terdapat usulan-
usulan pribadi yang dikemukakan dalam Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia yaitu :
1. Yang pertama merumuskan Pancasila adalah Muhammad Yamin , yang dimana
disampaikan lewat pidatonya pada tanggal 29 Mei 1945, disana beliau
mengungkapkan bahwa lima dasar negara yaitu sebagai berikut : Peri Kebangsaan ,
Peri Kemanusiaan, Peri Ketuhanan, Peri Kerakyatan, dan Kesejahteraan Rakyat. Dia
menyatakan bahwa kelima sila yang dirumuskan itu berakar pada sejarah , peradaban
agama, dan hidup keraranegaraan yang telah lama berkembang di Indonesia. Dalam
memoarnya Muhammad Hatta meragukan pidatonya tersebut. Tapi selain usulan
lisan Muh Yamin dalam pidatonya tercatat menyampaikan usulan tertulis mengenai
rancangan dasar negara. Usulan tertulis yang disampaikan kepada BPUPKI oleh Muh
Yamin berbeda dengan rumusan katakata dan sistimatikanya dengan yang
dipresentasika secara lisan, yang tertulis yaitu sebagai berikut : 1. Ketuhanan Yang
Maha Esa 2. Kebangsaan Persatuan Indonesia 3. Rasa Kemanusiaan Yang Adil dan
Beradab 4. Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan Perwakilan 5. Keadilan Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
2. Selanjutnya adalah perumusan Pancasila yang diungkapkan oleh Soekarno yang
dikemukakan pada tanggal 1 Juni 1945. Soekarno mengemukakan dasar-dasar
sebagai berikut: Kebangsaan, Internasionalisme, Mufakat, dasar perwakilan, dasar

31
permusyawaratan, kesejahteraan, ketuhanan. Nama Pancasila itu diucapkan oleh
Soekarno dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni itu , katanya : Sekarang banyaknya
prinsip: kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan, dan ketuhanan, lima
bilangannya. Namanya bukan pancadarma, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk
seorang teman kita ahli bahasa-namanya ialah pancasila. Sila artinya azas atau dasar,
dan diatas kelima dasar itulah kita mendirikan negara Indonesia kekal dan abadi
Setelah Rumusan Pancasila diterima sebagai dasar negara secara resmi beberapa
dokumen penetapannya ialah :
a. Rumusan Pertama : Piagam Jakarta (Jakarta Charter) - tanggal 22 Juni 1945
b. Rumusan Kedua : Pembukaan Undang-undang Dasar - tanggal 18 Agustus 1945
c. Rumusan Ketiga : Mukaddimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat - tanggal27
Desember 1949
d. Rumusan Keempat : Mukaddimah Undang-undang Dasar Sementara - tanggal15
Agustus 1950
e. Rumusan Kelima : Rumusan Kedua yang dijiwai oleh Rumusan Pertama
(merujuk Dekrit Presiden 5 Juli 1959)
3. Hari Kesaktian Pancasila
Pada tanggal 30 September 1965, terjadi insiden yang dinamakan Gerakan 30
September (G30S). Insiden ini sendiri masih menjadi perdebatan di tengah lingkungan
akademisi mengenai siapa penggiatnya dan apa motif dibelakangnya. Akan tetapi
otoritas militer dan kelompok reliji terbesar saat itu menyebarkan kabar bahwa insiden
tersebut merupakan usaha PKI mengubah unsur Pancasila menjadi ideologi komunis,
untuk membubarkan Partai Komunis Indonesia dan membenarkan peristiwa Pembantaian
di Indonesia 1965–1966.
Pada hari itu, enam Jendral dan berberapa orang lainnya dibunuh oleh oknum-
oknum yang digambarkan pemerintah sebagai upaya kudeta. Gejolak yang timbul akibat
G30S sendiri pada akhirnya berhasil diredam oleh otoritas militer Indonesia. Pemerintah
Orde Baru kemudian menetapkan 30 September sebagai Hari Peringatan Gerakan 30
September G30S dan tanggal 1 Oktober ditetapkan sebagai Hari Kesaktian Pancasila.
4. Pengamalan Nilai-Nilai Pancasila
Pancasila adalah Dasar Negara Kesatun Republik Indonesia. Proses lahirnya
Pancasila menjadi sejarah yang tidak akan pernah terlupakan oleh bangsa Indonesia dan
tentu saja tidak terlepas dari peran para tokoh perjuangan bangsa yang telah melahirkan
Pancasila sebagai Dasar Negara. Pancasila merupakan hasil kesepakatan bersama para

32
Pendiri Bangsa yang kemudian sering disebut sebagai sebuah “Perjanjian Luhur” bangsa
Indonesia.
Kata Pancasila berasal dari bahasa Sansekerta. Panca berarti lima dan Sila berarti
prinsip atau asas. Pancasila berarti Lima Prinsip atau Lima Asas atau Lima Dasar atau
Lima Sila. Lima Sila tersebut adalah: Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil
dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Masing-masing sila mengandung nilai-nilai yang menjadi pedoman bagi bangsa
Indonesia untuk mengamalkan Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Ada
36 butir pengamalan Pancasila seperti yang tertuang dalam P4 (Pedoman Penghayatan
dan Pengamalan Pancasila) pada TAP MPR No. II/MPR/1978. Lihat TAP MPR No.
II/MPR/1978.
Menurut TAP MPR No. II/MPR/1978, Pancasila disebut EKAPRASETIA
PANCAKARSA. Ekaprasetia Pancakarsa berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya
“TEKAD TUNGGAL UNTUK MELAKSANAKAN LIMA KEHENDAK”. Sungguh
indah bahasa tersebut. Namun kemudian Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila (Ekaprasetia Pancakarsa) dalam TAP MPR No. II/MPR/1978 dinyatakan tidak
berlaku lagi setelah dikeluarkannya TAP MPR No. XVIII/MPR/1998.
Ketetapan MPR no. II/MPR/1978 tentang Ekaprasetia Pancakarsa menjabarkan
kelima asas dalam Pancasila menjadi 36 butir pengamalan sebagai pedoman praktis bagi
pelaksanaan Pancasila.
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
1. Percaya dan Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan
kepercayaan masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
2. Hormat menghormati dan bekerjasama antar pemeluk agama dan penganut-
penganut kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup.
3. Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan
kepercayaannya.
4. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
1. Mengakui persamaan derajat persamaan hak dan persamaan kewajiban antara
sesama manusia.
2. Saling mencintai sesama manusia.
3. Mengembangkan sikap tenggang rasa.

33
4. Tidak semena-mena terhadap orang lain.
5. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
6. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
7. Berani membela kebenaran dan keadilan.
8. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia,
karena itu dikembangkan sikap hormat-menghormati dan bekerjasama dengan
bangsa lain.
3. Persatuan Indonesia
1. Menempatkan kesatuan, persatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa dan
negara di atas kepentingan pribadi atau golongan.
2. Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.
3. Cinta Tanah Air dan Bangsa.
4. Bangga sebagai Bangsa Indonesia dan ber-Tanah Air Indonesia.
5. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka
Tunggal Ika.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan /
perwakilan
1. Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
2. Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
3. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan
bersama.
4. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi semangat kekeluargaan.
5. Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil
musyawarah.
6. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang
luhur.
7. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggung jawabkan secara moral
kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia
serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.

5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia


1. Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap
dan suasana kekeluargaan dan gotong-royong.
2. Bersikap adil.

34
3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
4. Menghormati hak-hak orang lain.
5. Suka memberi pertolongan kepada orang lain.
6. Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain.
7. Tidak bersifat boros.
8. Tidak bergaya hidup mewah.
9. Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum.
10. Suka bekerja keras.
11. Menghargai hasil karya orang lain.
12. Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan
sosial.
5. Pengamalan Nilai-Nilai Pancasila
Nilai-Nilai Pancasila Ketetapan MPR no. I/MPR/2003 dengan 45 butir Pancasila
Pengamalan Pancasila ini dapat mengingatkan kita akan nilai – nilai kebaikan yang patut
kita amalkan dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
(1) Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketaqwaannya terhadap
Tuhan Yang Maha Esa.
(2) Manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai
dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan
yang adil dan beradab.
(3) Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk
agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang
Maha Esa.
(4) Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
(5) Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang
menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
(6) Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah
sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
(7) Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa kepada orang lain.
2. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab

35
(1) Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
(2) Mengakui persamaan derajad, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap
manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturrunan, agama, kepercayaan,
jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
(3) Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
(4) Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
(5) Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
(6) Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
(7) Gemarmelakukan kegiatan kemanusiaan.
(8) Berani membela kebenaran dan keadilan.
(9) Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
(10) Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa
lain.
3. Persatuan Indonesia
(1) Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan
bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan
golongan.
(2) Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila
diperlukan.
(3) Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
(4) Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
(5) Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial.
(6) Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
(7) Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan
(1) Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia
mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama.
(2) Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
(3) Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan
bersama.
(4) Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.

36
(5) Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai
hasil musyawarah.
(6) Dengan i’tikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan
hasil keputusan musyawarah.
(7) Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan
pribadi dan golongan.
(8) Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang
luhur.
(9) Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral
kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat
manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan
kesatuan demi kepentingan bersama.
(10) Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk
melaksanakan pemusyawaratan.
5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
(1) Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan
suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
(2) Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
(3) Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
(4) Menghormati hak orang lain.
(5) Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
(6) Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan
terhadap orang lain.
(7) Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan
gaya hidup mewah.
(8) Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan
kepentingan umum.
(9) Suka bekerja keras.
(10) Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan
kesejahteraan bersama.
(11) Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata
dan berkeadilan sosial.
6. Penutup

37
Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, yang memberi kekuatan hidup
kepada bangsa Indonesia serta membimbingnya dalam mengejar kehidupan lahir batin
yang makin baik, di dalam masyarakat Indonesia yang adil dan makmur.
Menyadari bahwa untuk kelestarian Pancasila itu, perlu diusahakan secara nyata dan
terus menerus penghayatan dan pengamamalan nilai-nilai luhur yang terkandung di
dalamnya oleh setiap warga negara Indonesia, setiap penyelenggara negara serta setiap
lembaga kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan, baik di pusat maupun di daerah.
Kita telah melihat dan membaca bahwa Pancasila memang berakar dari budaya
bangsa Indonesia. Karena dari segi Pancasila terkandunng kebudayaan yang menekankan
persatuan serta sebaliknya. Tidak lupa dari segi pengertian. Pencasila merupakan lima
buah asas atau prinsip yang harus dijunjung tinggi kita sebagai bangsa Indonesia.
Pancasila berakar dari nilai budaya bangsa Indonesia. Kita sebagai negara yang memiliki
beragam macam kebudayaan memang sepantasnya memiliki asas persatuan yang
terkandung di dalam pancasila. Sehingga kita sebagai insan berbudaya, harus juga
berdasarkan kepada pancasila yang adalah ideologi bangsa kita.

Daftar Pustaka
1. Suwarno, P.J. Pancasila Budaya Bangsa Indonesia. hlm. 12.

38
2. Bagian ini sudah tidak berlaku lagi karena Ketetapan MPR no. II/MPR/1978 telah
dicabut dengan Ketetapan MPR no XVIII/MPR/1998 dan termasuk dalam kelompok
Ketetapan MPR yang sudah bersifat final atau selesai dilaksanakan menurut
Ketetapan MPR no. I/MPR/2003

39
BAB V
PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA DAN IDEOLOGI NASIONAL

1. Pendahuluan
Bangsa Indonesia terkenal sebagai bangsa yang besar dan heterogen. Disebut
bangsa yang besar karena jumlah penduduknya menempati urutan keempat terbanyak
setelah RRC, Amerika Serikat dan India. Indonesia juga bangsa yang heterogen karena
terdiri atas banyak suku bangsa dengan berbagai macam agama, budaya, bahasa dan adat
istiadat.
Kita patut bersyukur bahwa bangsa yang besar dan heterogen ini dapat bersatu
dalam naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Banyak bangsa – bangsa yang
besar dalam sejarahnya hancur karena tidak mampu mempertahankan semangat
persatuan dan kesatuan. Contohnya adalah Uni Soviet dan Yugoslavia.
Bangsa Indonesia mampu mempertahankan persatuan dan kesatuan, salah satu
jawabannya adalah karena kita telah sepakat Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi
nasional Indonesia. Nilai-nilai luhur Pancasila merupakan kesepakatan bersama dan
menjadi titik temu antarkelompok dan golongan masyarakat Indonesia. Sebagai ideologi
negara, nilai-nilai yang terkandung di dalamnya diterima dan dijadikan acuan bersama
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, kita perlu memelihara dan
mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi bangsa Indonesia.

2. Landasan Teori Ideologi Negara


1. Pengertian Ideologi
Istilah ideologi terbentuk dari kata idea dan logos. Idea berasal dari bahasa
Yunani, ideos yang artinya bentuk atau idein yang berarti melihat. Kata idea berarti
gagasan, ide, cita-cita atau konsep Sedangkan logos berarti ilmu. Jadi, secara harfiah
ideologi berarti ilmu pengetahuan tentang ide-ide (the science if ideas). Berikut ini
beberapa pengetahuan tentang ideologi dari para ahli:
a. Soerjanto Poespowaedojo
Ideologi dapat dirumuskan sebagai kompleks pengetahuan dan nilai yang
secara keseluruhan menjadi landasan bagi seseorang atau masyarakat untuk
memahami jagat raya, bumi, dan seisinya serta menentukan sikap dasar untuk
mengolahnya.
b. M. Sastrapratedja

40
Ideologi adalah seperangkat gagasan atau pemikiran yang berorientasi
pada tindakan yang diorganisir dalam suatu sistem yang teratur.
c. A.T. Soegito
Ideology adalah serangkaian pemikiran yang berkaitan dengan tertib
sosial dan politik yang ada, serta berupaya untuk mengubah serta
mempertahankan tertib sosial politik yang bersangkutan.
d. Ramlan Surbakti
Ideologi dilukiskan sebagai seperangkat gagasan tentang kebaikan
bersama yang dirumuskan dalam bentuk tujuan yang hendak dicapai dan cara –
cara yang digunakan untuk mencapai tujuan itu.
e. Fransn Magnis Suseno
Ideologi dapat dibedakan dalam dua pengertian, yaitu :
1) Ideologi dalam pengertian luas
Ideologi berarti segala kelompok cita-cita luhur, nilai – nilai dasar, dan keyakinan –
keyakinan yang mau dijunjung tinggi sebagai pedoman normative. Ideologi dalam arti
luas ini selanjutnya dikatakan sebagai ideologi terbuka.
2) Ideologi dalam pengertian sempit
Ideologi adalah gagasan atau teori yang menyeluruh tentang makna hidup dan nilai-
nilai yang akan menentukan dengan mutlak bagaimana manusia harus hidup dan
bertindak. Ideologi dalam arti sempit selanjutnya disebut sebagai ideologi tertutup.

3. Unsur Ideologi
Menurut M. Sastraprated, ideologi sebagai seperangkat gagasan mengandung
tiga unsur, yaitu:
a. Berisi penafsiran atau pemahaman terhadap suatu kenyataan, artinya orang atau
masyarakat dapat membuat penafsiran tentang keadaan berdasar ideologi.
b. Berisi nilai-nilai yang dianggap baik dan diterima oleh masyarakat sebagai pedoman
bertindak, artinya masyarakat dapat berbuat berdasarkan nilai yang dianggap baik.
c. Memuat suatu orientasi tindakan, artinya ideologi merupakan suatu pedoman kegiatan
untuk melaksanakan nilai – nilai yang terkandung di dalamnya.

4. Manfaat Ideologi bagi Suatu Bangsa


Dalam kehidupan suatu bangsa, adanya ideologi sangat diperlukan. Dengan
ideologi, suatu bangsa akan :

41
1. Mampu memandang persoalan – persoalan yang dihadapinya dan menentukan arah
serta cara bagaimana bangsa itu memecahkan persoalan – persoalan yang dihadapi
sehingga tidak terombang ambing dalam menghadapi persoalan – persoalan besar,
baik yang berasal dari dalam masyarakat sendiri maupun dari luar
2. Memilki pegangan dan pedoman bagaimana ia memecahkan masalah – masalah
politik, ekonomi, sosial dan budaya;
3. Mempunyai pedoman bagaimana bangsa itu membangun dirinya.
Berdasarkan pada kemanfaatan tersebut maka ideologi dalam suatu masyarakat
memiliki fungsi sebagai berikut :
1. Sebagai tujuan atau cita-cita yang hendak dicapai bersama oleh suatu masyarakat.
2. Sebagai sarana pemersatu masyarakat.

5. Sejarah Pancasila
Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Nama ini terdiri dari
dua kata dari Sansekerta: pañca berarti lima dan śīla berarti prinsip atau asas. Pancasila
merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh
rakyat Indonesia. Lima sendi utama penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha
Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia, dan tercantum pada paragraf ke-4 Preambule
(Pembukaan) Undang-undang Dasar 1945.
Pemahaman kembali sejarah lahirnya Pancasila bagi bangsa Indonesia
dimanapun merupakan hal yang penting dalam memahami makna Pancasila sebagai
sebuah ideologi. 1 Juni dan 1 Oktober di Negara Republik Indonesia merupakan dua
tanggal yang memiliki nilai histori yang berarti bagi maju berkembangnya Pancasila
sebagai ideologi Negara RI. Sesuai fakta yang ada bahwa 1 Juni diperingati sebagai
tanggal lahirnya Pancasila, betapapun bahwa sesungguhnya pada 1 Juni 1945 Bung
Karno bukanlah penemu maupun pencipta Pancasila, ia hanyalah penggali kembali
ideologi yang sudah lama ada di kehidupan masyarkat Nusantara sejak dahulu kala.
Fakta ini memiliki makna bahwa Pancasila lahir jauh sebelum 1 Juni 1945.
Jauh sebelum Republik Indonesia, Pancasila sudah dianut dan menjadi dasar
filsafat serta ideologi Kerajaan Maghada pada Dinasti Maurya sejak dipimpin oleh raja
yang gagah perkasa Ashoka (sekitar tahun 273 SM – 232 SM). Raja Ashoka merupakan
penganut agama Buddha yang taat. Pancasila sendiri merupakan ajaran yang diciptakan

42
oleh Sang Buddha Siddharta Gautama. Dengan berkembangnya ajaran Buddha, termasuk
ke Nusantara. Negara kedua setelah Kerajaan Maghada yang menjadikan Pancasila
sebagai dasar negaranya yaitu Kerajaan Majapahit di pulau Jawa yang berkembang
hampir ke sepertiga Nusantara.
Dalam rapat BPUPKI pada tanggal 1 Juni 1945, Bung Karno menyatakan
antara lain berbunyi :”Saudara-saudara ! Dasar negara telah saya sebutkan, lima
bilangannya. Inikah Panca Dharma ? Bukan ! Nama Panca Dharma tidak tepat di sini.
Dharma berarti kewajiban, sedang kita membicarakan dasar…..Namanya bukan Panca
Dharma, tetapi….saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli
bahasa…..namanya ialah Pancasila. Sila artinya asas atau dasar dan diatas kelima dasar
itulah kita mendirikan negara Indonesia, kekal dan abadi. Kelima sila tadi berurutan
sebagai berikut:

1. Nasionalisme atau Kebangsaan Indonesia


2. Internasionalisme atau Perikemanusiaan
3. Mufakat atau Demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan yang berkebudayaan

Rumusan Pancasila ini kemudian dituangkan ke dalam bentuk Pancasila (lebih


dikenal dengan Pancasila rumusan I) dan selanjutnya diubah lagi menjadi Pancasila
rumusan II. Rumus Pancasila II ini atau lebih dikenal dengan Pancasila menurut Piagam
Jakarta tanggal 22 Juni 1945, baik mengenai sistematikanya maupun redaksinya sangat
berbeda dengan Rumus Pancasila I atau lebih dikenal dengan Pancasila Bung Karno
tanggal 1 Juni 1945. Pada rumus pancasila I, Ke-Tuhanan yang berada pada sila kelima,
sedangkan pada Rumus Pancasila II, ke-Tuhanan ada pada sila pertama, ditambah
dengan anak kalimat – dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-
pemeluknya”. Kemudian pada Rumus Pancasila I, kebangsaan Indonesia yang berada
pada sila pertama, redaksinya berubah sama sekali menjadi Persatuan Indonesia pada
Rumus Pancasila II, dan tempatnyapun berubah yaitu pada sila ketiga. Demikian juga
pada Rumus Pancasila I, Internasionalisme atau peri kemanusiaan, yang berada pada sila
kedua, redaksinya berubah menjadi Kemanusiaan yang adil dan beradab. Selanjutnya
pada Rumus Pancasila I, Mufakat atau Demokrasi, yang berbeda pada sila ketiga,
redaksinya berubah sama sekali pada Rumus Pancasila II, yaitu menjadi Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan dan

43
menempati sila keempat. Dan juga pada Rumus Pancasila I, kesejahteraan sosial yang
berada pada sila keempat, baik redaksinya, maka Pancasila pada Rumus II ini, tentunya
mempunyai pengertian yang jauh berbeda dengan Pancasila pada Rumus I.
Namun isi dari Piagam Jakarta selanjutnya juga diubah pada sila pertama dengan
menghilangkan anak kalimat “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya”.

6. Landasan Hukum Pancasila sebagai Ideologi Nasional Indonesia


Kedudukan Pancasila sebagai ideologi bangsa tercantum dalam
ketetapan MPR No.XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Ketetapan MPR RI No.
II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Eka Prasetya
Pancakarsa) dan penetapan tentang penegasan Pancasila sebagai dasar negara.
Berdasarkan pada ketetapan MPR tersebut, secara jelas menyatakan bahwa
kedudukan Pancasila dalam kehidupan bernegara Indonesia adalah sebagai: Dasar
Negara
Adapun makna Pancasila sebagai dasar negara sebagai berikut:
1) Sebagai dasar menegara atau pedoman untuk menata negara merdeka Indonesia.
Artinya negara adalah menunjukkan sifat aktif daripada sekedar bernegara;
2) Sebagai dasar untuk aktivitas negara. Diartikan bahwa aktivitas dan pembangunan
yang dilaksanakan negara berdasarkan peraturan perundangan yang merupakan
penjabaran dari prinsip – prinsip yang terkandung dalam Pancasila dan UUD 1945;
3) Sebagai dasar perhubungan antar warga negara yang satu dengan warga negara yang
lainnya. Diartikan bahwa penerimaan Pancasila oleh masyarakat yang berbeda – beda
latar belakangnya menjalin interaksi dan bekerja sama dengan baik.

7. Ideologi Nasional
Ideologi nasional mengandung makna ideologi yang memuat cita-cita tujuan
dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pancasila merupakan ideologi yang terbuka,
bukan ideologi tertutup. Pancasila memenuhi syarat sebagai ideologi terbuka karena:
(1) Nilai-nilai Pancasila bersumber dari bangsa Indonesia sendiri.
(2) Nilai-nilai dari Pancasila tidak bersifat tertutup akan tetapi langsung dapat diterapkan
dalam kehidupan.

44
Menurut Dr. Alfian, seorang ahli politik Indonesia, Pancasila memenuhi syarat
sebagai ideologi terbuka yang sifatnya luwes dan tahan terhadap perubahan zaman
karena di dalamnya memnuhi tiga dimensi ideologi, yaitu:
1) Dimensi Realitas
Nilai – nilai ideologi itu bersumber dari nilai-nilai yang riil hidup di dalam
masyarakat Indonesia. Kelima nilai dasar Pancasila itu kita temukan dalam suasana
atau pengalaman kehidupan masyarakat bangsa kita yang bersifat kekluargaan,
kegotong-royongan atau kebersamaan.
2) Dimensi Idealitas
Suatu ideologi perlu mengandung cita-cita yang ingin dicapai dalam berbagai bidang
kehidupan. Nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi Pancasila merupakan nilai-
nilai yang di cita-citakan dan ingin diwujudkan.
3) Dimensi Fleksibilitas
Nilai dasar Pancasila adalah fleksibel karena dapat dikembangkan dan disesuaikan
dengan tuntutan perubahan.

8. Nilai – nilai yang Terkandung dalam Pancasila


a. Pengertian Nilai
Nilai atau value berarti harga, guna. Nilai pada hakikatnya merupakan sesuatu
yang berharga, berguna. Nilai dalam bidang filsafat menunjuk pada kata benda
asbtrak yang artinya keberhargaan dan kebaikan. Sesuatu itu bernilai, berarti sesuatu
itu berguna, berharga, bermanfaat atau penting bagi kehidupan manusia.
Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak bias lepas dari nilai. Nilai akan
selalu berada di sekitar manusia dan melingkupi kehidupan manusia dalam segala
bidang. Nilai amat banyak dan selalu berkembang. Adapun tingkatan nilai ada tiga,
yaitu :
1) Nilai Dasar, yaitu asas-asas yang kita terima sebagai dalil yang bersifat sedikit
banyak mutlak. Kita menerima nilai dasar itu sebagai sesuatu yang benar dan
tidak perlu dipertanyakan lagi. Semangat kekeluargaan kita sebut nilai dasar,
sifatnya mutlak dan tidak berubah lagi.
2) Nilai Instrumental, yaitu pelaksanaan umum dari nilai dasar. Umumnya berbentuk
norma sosial dan norma hukum yang selanjutnya akan terkristalisasi dalam
peraturan dan mekanisme lembaga-lembaga negara.

45
3) Nilai Praktis, yaitu nilai yang sesungguhnya kita laksanakan dalam kenyataan.
Nilai praktis sesungguhnya menjadi batu ujian apakah nilai dasar dan nilai
instrumental itu benar-benar hidup dalam masyarakat.

Nilai – nilai Dasar yang Terkandung dalam Ideologi Pancasila, Adapun makna
dari masing – masing nilai Pancasila adalah sebagai berikut:
1. Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa
Mengandung arti adanya pengkuan dan keyakinan bangsa terhadap adanya Tuhan
sebagai pencipta alam semesta. Nilai ini menyatakan bangsa Indonesia adalah
bangsa yang religius bukan bangsa yang ateis.
2. Nilai Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Mengandung arti kesadaran sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai
moral dalam hidup bersama atas dasar tuntutan hati nurani dengan
memperlakukan sesuatu hal sebagaimana mastinya.
3. Nilai Persatuan Indonesia
Mengandung makna usaha keras bersatu dalam kebulatan rakyat untuk membina
rasa nasionalisme dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Persatuan
Indonesia sekaligus mengakui dan menghargai sepenuhnya terhadap
keanekaragaman yang dimiliki Indonesia.
4. Nilai Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan Perwakilan
Mengandung makna suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk
rakyat dengan cara musyawarah mufakat melalui lembaga-lembaga perwakilan.
Berdasarkan nilai ini maka diakui paham demokrasi yang lebih mengutamakan
pengambilan keputusan melalui musyawarah mufakat.
5. Nilai Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Mengandung makna sebagai dasar sekaligus tujuan, yaitu tercapainya masyarakat
Indonesia yang adil dan makmur secara lahiriah maupun batiniah. Berdasarkan
pada nilai ini maka keadilan adalah nilai yang amat mendasar yang diharapkan
oleh seluruh bangsa.

9. Konsep dan Teori Pancasila


1. Ideologi Pancasila

46
Pancasila dijadikan ideologi dikerenakan, Pancasila memiliki nilai-nilai falsafah
mendasar dan rasional. Pancasila telah teruji kokoh dan kuat sebagai dasar dalam
mengatur kehidupan bernegara. Selain itu, Pancasila juga merupakan wujud dari
konsensus nasional karena negara bangsa Indonesia ini adalah sebuah desain negara
moderen yang disepakati oleh para pendiri negara Republik Indonesia kemudian nilai
kandungan Pancasila dilestarikan dari generasi ke generasi. Pancasila pertama kali
dikumandangkan oleh Soekarno pada saat berlangsungnya sidang Badan Penyelidik
Usaha Persiapan Kemerdekaan Republik Indonesia (BPUPKI).
Pada pidato tersebut, Soekarno menekankan pentingnya sebuah dasar negara.
Istilah dasar negara ini kemudian disamakan dengan fundamen, filsafat, pemikiran yang
mendalam, serta jiwa dan hasrat yang mendalam, serta perjuangan suatu bangsa
senantiasa memiliki karakter sendiri yang berasal dari kepribadian bangsa. Sebagaimana
kita ketahui bersama bahwa Pancasila secara formal yudiris terdapat dalam alinea IV
pembukaan UUD 1945. Di samping pengertian formal menurut hukum atau formal
yudiris maka Pancasila juga mempunyai bentuk dan juga mempunyai isi dan arti (unsur-
unsur yang menyusun Pancasila tersebut):
1. Ketuhanan (Religiusitas)
Nilai religius adalah nilai yang berkaitan dengan keterkaitan individu dengan
sesuatu yang dianggapnya memiliki kekuatan sakral, suci, agung dan mulia.
Memahami Ketuhanan sebagai pandangan hidup adalah mewujudkan masyarakat
yang beketuhanan, yakni membangun masyarakat Indonesia yang memiliki jiwa
maupun semangat untuk mencapai ridha Tuhan dalam setiap perbuatan baik yang
dilakukannya.
2. Kemanusiaan (Moralitas)
Kemanusiaan yang adil dan beradab, adalah pembentukan suatu kesadaran
tentang keteraturan, sebagai asas kehidupan, sebab setiap manusia mempunyai potensi
untuk menjadi manusia sempurna, yaitu manusia yang beradab. Manusia yang maju
peradabannya tentu lebih mudah menerima kebenaran dengan tulus, lebih mungkin
untuk mengikuti tata cara dan pola kehidupan masyarakat yang teratur, dan mengenal
hukum universal.
3. Persatuan (Kebangsaan) Indonesia
Persatuan adalah gabungan yang terdiri atas beberapa bagian, kehadiran
Indonesia dan bangsanya di muka bumi ini bukan untuk bersengketa. Bangsa
Indonesia hadir untuk mewujudkan kasih sayang kepada segenap suku bangsa dari

47
Sabang sampai Marauke. Persatuan Indonesia, bukan sebuah sikap maupun
pandangan dogmatik dan sempit, namun harus menjadi upaya untuk melihat diri
sendiri secara lebih objektif dari dunia luar.
4. Permusyawaratan dan Perwakilan
Prinsip-prinsip kerakyatan yang menjadi cita-cita utama untuk
membangkitkan bangsa Indonesia, mengerahkan potensi mereka dalam dunia modern,
yakni kerakyatan yang mampu mengendalikan diri, tabah menguasai diri, walau
berada dalam kancah pergolakan hebat untuk menciptakan perubahan dan
pembaharuan. Hikmah kebijaksanaan adalah kondisi sosial yang menampilkan rakyat
berpikir dalam tahap yang lebih tinggi sebagai bangsa, dan membebaskan diri dari
belenggu pemikiran berazaskan kelompok dan aliran tertentu yang sempit.
5. Keadilan Sosial
Nilai keadilan adalah nilai yang menjunjung norma berdasarkan ketidak
berpihakkan, keseimbangan, serta pemerataan terhadap suatu hal. Mewujudkan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan cita-cita bernegara dan
berbangsa. Segala usaha diarahkan kepada potensi rakyat, memupuk perwatakan dan
peningkatan kualitas rakyat, sehingga kesejahteraan tercapai secara merata.

10. Arti dan Makna Pancasila


Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan sistem filsafat.
Yang dimaksud dengan sistem adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling
berhubungan, saling bekerjasama untuk satu tujuan tertentu dan secara
keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh. Isi sila-sila Pancasila pada hakikatnya
merupakan suatu kesatuan.
Sebagai suatu sistem filsafat landasan sila-sila Pancasila itu dalam hal isinya
menunjukkan suatu hakikat makna yang bertingkat, serta ditinjau dari keluasannya
memiliki bentuk piramida. Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya juga
merupakan suatu sistem pengetahuan. Pancasila dalam pengertian seperti yang demikian
ini telah menjadi suatu sistem cita-cita atau keyakinan-keyakinan yang telah menyangkut
praktis, karena dijadikan landasan bagi cara hidup manusia atau suatu kelompok
masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan.

48
11. Pancasila dalam Konteks Indonesia
Sebagai suatu cita-cita, nilai-nilai Pancasila diambil dimensi idealismenya.
Sebagai nilai-nilai ideal, penyelenggara Negara hendaknya berupaya bagaimana
menjadikan kehidupan bernegara di Indonesia semakin dekat dengan nilai-nilai
tersebut.
Pancasila sebagai nilai integratif, sebagai sarana pemersatu dan prosedur
penyelesaian konflik perlu pula dijabarkan dalam praktik kehidupan bernegara.
Pancasila sebagai sarana pemersatu dalam masyarakat dan prosedur penyelesaian
konflik itulah yang terkandung dalam nilai integratif Pancasila. Pancasila sudah
diterima oleh masyarakat Indonesia sebagai suatu kesepakatan bersama bahwa nilai-
nilai yang terkandung di dalamnya disetujui sebagai milik bersama. Pancasila menjadi
semacam social ethies dalam masyarakat yang heterogen.
Nilai dalam etika sosial memainkan peranan fungsional dalam Negara dan
berupaya membatasi diri pada tindakan fungsional. Jadi, dengan etika sosial Negara
bertindak sebagai penengah di antara kelompok masyarakatnya, Negara tidak perlu
memaksakan kebenaran suatu nilai, Negara tidak mengurusi soal benar tidaknya satu
agama dengan agama lain melainkan yang menjadi urusannya adalah bagaimana
konflik dalam masyarakat, misal, soal kriteria kebenaran dapat didamaikan dan
integrasi antarkelompok dapat tercipta.
Pancasila adalah kata kesepakatan dalam masyarakat bangsa. Kata kesepakatan
ini mengandung makna pula sebagai konsensus bahwa dalam hal konflik maka lembaga
politik yang diwujudkan bersama akan memainkan peran sebagai penengah. Fungsi
Pancasila disini adalah bahwa dalam hal pembuatan prosedur penyelesaian konflik,
nilai-nilai Pancasila menjadi acuan normatif bersama.

Adapun pengamalan Pancasila dalam kehidupan bernegara dapat dilakukan


dengan cara:
1. Pengamalan secara objektif
Pengamalan secara objektif adalah dengan melaksanakan dan menaati peraturan
perundang-undangan sebagai norma hukum Negara yang berlandaskan Pancasila.
2. Pengamalan secara subjektif
Pengamalan secara subjektif adalah dengan menjalankan nilai-nilai Pancasila yang
berwujud norma etik secara pribadi atau kelompok dalam bersikap dan bertingkah
laku pada kehidupan berbangsa dan bernegara.

49
Pengamalan secara objektif membutuhkan dukungan kekuasaan Negara dalam
mewujudkannya. Seorang warga Negara atau penyelenggara Negara yang berperilaku
menyimpang dari aturan perundang-undangan yang berlaku akan mendapatkan
sanksi. Pengamalan secara objektif bersifat memaksa serta adanya sanksi hukum.
Adanya pengamalan objektif ini adalah konsekuensi dari mewujudkan nilai dasar
Pancasila sebagai norma hukum negara.
Selain pengamalan objektif, pengamalan subjektif juga mesti diterapkan.
Dalam rangka pengamalan subjektif ini, Pancasila menjadi sumber etika dalam
bersikap dan bertingkah laku. Melanggar norma etik tidak mendapatkan sanksi hukum
tapi sanksi dari personal. Adanya pengamalan subjektif ini adalah konsekuensi dari
mewujudkan nilai dasar Pancasila sebagai norma etik berbangsa dan bernegara.

12. Penutup
Pancasila sebagai dasar filsafat negara, secara obyektif diangkat dari
pandangan hidup dan filsafat hidup bangsa Indonesia yang telah ada dalam sejarah
bangsa sendiri. Dan Pancasila sebelum disahkan menjadi dasar negara, nilai-nilai
pancasila sudah ada dalam kehidupan sehari-hari, baik sebagai pandangan hidup
maupun filsafat hidup bangsa Indonesia. Oleh karena itu fungsi pokok Pancasila adalah
sebagai dasar negara.
Pancasila sebagai ideologi merupakan bagian terpenting dari fungsi dan
kedudukannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila sebagai Ideologi
juga menjadi pijakan bagi pengembangan pemikiran-pemikiran baru tentang berbagai
kehidupan bangsa. Pancasila dalam kedudukannya sebagai ideologi negara, diharapkan
mampu menjadi filter dalam menyerap pengaruh perubahan zaman di era globalisasi
ini. Keterbukaan Ideologi pancasila terutama ditujukan dalam penerapannya yang
berbentuk pola pikir yang dinamis dan konseptual.

50
BAB VI
PANCASILA DALAM SEJARAH PERJUANGAN BANGSA INDONESIA

1. Pendahuluan
Pancasila adalah dasar Negara Republik Indonesia yang diresmikan oleh PPKI
pada tanggal 18 Agustus 1945 yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945. Pancasila
sebagai dasar negara terancang pertama kali pada sidang BPUPKI atas hasil pemikiran
Muh. Yamin dan Ir. Soekarno, pada rancangan Ir. Soekarno muncullah istilah Pancasila
yang sebelumnya istilah ini telah muncul pada Kitab Sutasoma karya Empu Tantular.
Setelah mengalami berbagai perubahan dan pertimbangan, maka Pancasila ditetapkan
sebagai Dasar Negara Indonesia.
Dasar-dasar pembentukan nasionalisme modern baru dirintis oleh para pejuang
bangsa yang dimulai dari pergerakan nasional yaitu kebangkitan nasional pada tahun
1908 (lahirnya Boedi Oetomo)dan diikrakan sumpah pemuda pad tanggal 28 oktober
1928 dan akhirnya bangsa Indonesia mewujudkan pada tanggal 17 agustus 1945 bahwa
bangsa Indonesia merdeka dan tanggal 18 agustus 1945 resmi menjadi negara, baik
secara defacto (factual) maupun dejure (yuridis). Proses terjadinya bangsa pun terjadi
sejak jaman kerjaaan telah nampak-nampak di Indonesia.
Pancasila yang didirikan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 merupakan
dasar filsafat Negara Republik Indonesia, menurut M. Yamin bahwa berdirinya Negara
kebangsaan Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan kerajaan-kerajaan yang ada, seperti
kerajaan Kutai, Sriwijaya, Majapahit, samapai pada datangnya bangsa-bangsa lain ke
Indonesia untuk menjajah dan menguasai berates-ratus tahun.

2. Zaman Kerajaan-Kerajaan
1. Kerajaan Kutai
Kerajaan ini dibangun pada tahun 400 M, dengan rajanya yang pertama adalah
Kudungga yang kemudian digantikan oleh Mulawarman dan Aswawarman.
Kerajaan Kutai adalah yang pertama kali membuka sejarah bangsa Indonesia dengan
menunjukkan nilai sosial politik (bentuk kerajaan ), nilai keTuhanan berupa
pengembangan agama Buddha, kenduri dan sedekah kepada para brahmana.
2. Kerajaan Sriwijaya
Kerajaan Sriwijaya didirikan oleh Balaputra Dewa dari Wangsa Syailendra
(600-1400) jaman kerajaan Mataram Kuno (Mataram Hindu). Menurut Moh. Yamin,

51
berdirinya negara kebangsaan Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan kerajaan
lama. Negara kebangsaan Indonesia terbentuk melalui Tiga tahap yaitu, Pertama
Zaman Kerajaan Sriwijaya yang bercirikan Kedatuan, Kedua Negara kebangsaan
pada zaman Kerajaan Majapahit yang bercirikan Keprabuan, dan Ketiga adalah
Negara Kebangsaan (Nation State) Modern yakni Indonesia Merdeka yang pada
tanggal 18 Agustus 1945 telah sah menjadi sebuah Negara.
Nilai-nilai yang bisa kita petik dari kerajaan Sriwijaya, antara lain:
1. Nilai nasionalisme yang berhubungan dengan kerajaan yang berciri Kesatuan.
2. Kerajaan Sriwijaya adalah Kerajaan Maritim yang mengandalkan kekuatan laut,
memegang kunci lalu lintas disekitar Selat Sunda bahkan Selat Malaka.
3. Di dalam sistem pemerintahannya sudah terdapat pengurus pajak, harta benda
Kerajaan, rohaniwan menjadi pengawas pembangunan rumah-rumah ibadat.
4. Kerajaan Sriwijaya telah mempunyai cita-cita tentang kesejahteraan bersama
dalam suatu Negara, tertuang dalam bunyi slogan Marvuat vanua Criwijaya
siddhyatra subhiksa ( Suatu cita-cita Negara yang adil dan makmur) .
3. Kerajaan Majapahit
Pada tahun 1293 berdirilah Kerajaan Majapahit yang mencapai zaman
keemasannya di bawah kekuasaan Raja Hayam Wuruk dengan patihnya Gajah
Mada. Pada masa kejayaannya wilayah Majapahit membentang dari semenanjung
Melayu sampai Kalimantan Utara. Pada masa itu Mpu Prapanca menulis Kitab
Negarakertagama (1365) yang di dalamnya terdapat istilah Pancasila, Mpu Tantular
menulis buku Sutasoma, yang di dalamnya ditemukan seloka persatuan nasional,
yakni Bhinneka Tunggal Ika, yang bunyi lengkapnya Bhinneka Tunggal Ika Tan
Hana Dharma Mangrua, yang artinya, walaupun berbeda namun satu jua. Dari
seloka ini menunjukan bahwa kerajaan Majapahit sudah menganut paham
demokrasi, yakni adanya toleransi dan mengakui adanya perbedaan antara agama
Budha, Hindu dan Islam yang dianut oleh kerajaan Samudera Pasai (Aceh). Patih
Gadjah Mada mempunyai cita-cita ingin mempersatukan seluruh Nusantara Raya,
dengan bersumpah (Sumpah Palapa) “Saya tidak akan makan buah Palapa (kelapa)
jikalau belum seluruh nusantara bertakluk di bawah kekuasaan Negara, jikalau
Gurun, Seram, Tanjung, Haru, Pahang, Dempo, Bali, Sunda, Palembang dan
Tumasik belum dikalahkan.” Kerajaan Majapahit juga membangun hubungan
diplomatik dengan kerajaan mancanegara, antara lain Tiongkok, Ayodya, Champa,
dan Kamboja

52
3. Zaman Penjajahan
Pada awalnya bangsa asing (Portegis dan Belanda) datang di Indonesia hanya
untuk berdagang yang kemudian berubah meningkat menjadi praktek penjajahan. Untuk
menghindari persaingan di kalangan mereka sendiri (Belanda), maka didirikanlah kongsi
atau perkumpulan dagang yang bernama VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie)
atau Kongsi Dagang Belanda, di kalangan rakyat terkenal dengan sebutan Kompeni.
Praktek-praktek VOC sudah mulai dengan paksaan-paksaan, tindakannya bukan lagi
sebagai pedagang, tetapi sudah menampakkan jati dirinya sebagai penjajah
(imperialisme). Belanda menjajah Indonesia selama tiga setengah abad yang menjadikan
rakyat sengsara. Di mana-mana banyak terjadi perlawanan dan pemberontakan dari
seluruh penjuru nusantara, dengan tujuan mengusir penjajah dari bumi nusantara. Untuk
melanggengkan kekuatan dan kekuasaanya, Belanda menggunakan taktik/strategi, antara
lain dengan devide et empera (politik adu domba), monopoli (pembeli tunggal), benteng
stelsel (penyempitan gerak) dan kultur stelsel (tanam paksa).

4. Kebangkitan Nasional
Gerakan nasional ditanah air dilatar belakangi adanya pergolakan dan
kebangkitan di dunia timur, yaitu munculnya kesadaran akan kekuatannya sendiri, antara
lain :
1. Filipina (1898) dipimpin oleh Jose Rizal
2. Jepang (1905) kemenangan atas Rusia di Tunisia
3. China (1911) dipimpin oleh Sun Yat Zen, china melawan jepang
4. India yang dipelopori oleh Nehru dan mahatma Gandhi melawan inggris
5. Indonesia 2 Mei 1908 dipelopori oleh Dr. Soetomo dan Dr. Wahidin Soediro
Boedi Oetomo, pergerakan kebangsaan yang bersifat nasional merupakan
kebangkitan akan kesadaran kebangsaan (nasional). Mulanya pergerakan-pergerakan
yang didirikan berasakan kooperatif, namun sejalan perkembangan jaman berubah
menjadi non kooperatif dan awalnya bertujuan untuk perdangan, sosial, agama, dan
pendidikan namun meningkat menjadi sebuah tuntutan politik yaitu Indonesia merdeka.
Tujuan merdeka kata-katanya dipelopori oleh kaum muda dari seluruh nusantara
mulai dari Jawa jong Java ke Sulawesi Jong Celebes kemudian ke Ambon Jong Ambon
Sumatra Jong Sumatra Sedangkan untuk tokoh-tokoh pemudanya anatralain
Moh.Yamin, Wongsonegoro, Kuncoro, Probopranoto. Kongres ke II pada tanggal 28
Oktober 1928, ikrar tersebut diwujudkan dalam sumpah pemuda “ berbangsa satu,

53
bangsa Indonesia, berbahasa satu bahasa Indonesia, dan bertanah air satu tanah air
Indoneisa “ bersamaan dikumandangkan lagu Indoneisa raya ciptaan W.R. supratman.

5. Penjajahan Jepang
Janji para penjajah Belanda tentang Indonesia merdeka hanyalah kebohongan
belaka, sehingga tidak pernah menjadi kenyataan sampai akhir penjajahan Belanda,
Belanda akhirnya tidak kuasa untuk mempertahnkan Indonesia dan menyerah pada
tanggal 7 Maret 1942. Penyerahan kekuasaan dilakukan oleh Gubernur Jendral Ter
Poorten kepada Letnan Jendral Hitoshi Imamura di Kalijati. Penyerahan tanpa syarat ini
mulai berlaku secara efektif pada tanggal 9 Maret 1942. Kemudian pada awal masuknya
penjajah Jepang ke Indonesia pada Tanggal 11 Januari 1942, Jepang mendarat untuk
pertama kali di Tarakan, Kalimantan Timur, dengan propaganda 3 A (Nipon Cahaya
Asia, Nippon pelindung Asia, pemimpin Asia). “Jepang pemimpin Asia. Jepang saudara
tua bangsa Indonesia.” Pada tanggal 29 April 1945 bersamaan dengan ulang tahun Kaisar
Jepang, penjajah Jepang memberi janji kemerdekaan kepada bangsa Indonesia, janji ini
diberikan karena Jepang sendiri merasa terdesak terhadap pasukan Sekutu. Bangsa
Indonesia diperbolehkan memperjuangkan kemerdekaannya. Untuk mendapatkan
simpati dan dukungan bangsa Indonesia, maka tentara Jepang menganjurkan untuk
membentuk suatu badan yang memiliki tugas untuk menyelidiki usaha-usaha persiapan
kemerdekaan Indonesia yang diberi nama BPUPKI atau Dokuritsu Junbi Cosakai.
Untuk merebut Kemerdekaan yang berawal dari 7 September 1944 adalah janji
politik Pemerintahan Balatentara Jepang kepada Bangsa Indonesia, Indonesia dijanjikan
Kemerdekaan akan diberikan besok pada tanggal 24 Agustus 1945, mengingat tentara
Jepang di beberapa pront menderta kekalahan dan tekanan dari tentara sekutu dan juga
tuntutan serta desakan dari pemimpin Bangsa Indonesia. Kemudian Letnan Jenderal
Kumakici Harada (pemimpin militer di Jawa) mengumumkan dibentuknya Dokuritsu
Junbi Cosakai atau Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI) tanggal 29 April 1945 pemberitahuan pembentukan BPUPKI oleh Gunseikan
(Kepala Pemerintahan Balatentara Jepang di Jawa) yang bertugas untuk menyelidiki
segala sesuatu mengenai persiapan kemerdekaan Indonesia, dan beranggotakan 60 orang
yang terdiri dari atas Pemuka Bangsa Indonesia yang diketuai oleh Dr. Rajiman
Wedyodiningrat. Awal perumusan sila-sila Pancasila adalah sidang pertama BPUPKI
pada tanggal 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945 dengan Acara Sidang Mempersiapkan
Rancangan Dasar Negara Indonesia Merdeka. Pada tanggal 1 Juni 1945 Ir. Soekarno

54
berpidato dan mengusulkan tentang “Konsep Dasar Falsafah Negara Indonesia Merdeka”
yang diberi nama Pancasila dengan urutan: Kebangsaan Indonesia, Peri Kemanusiaan
(Internasionalisme), Mufakat Demokrasi, dan Ke-Tuhanan Yang Maha Esa. Mengacu
pada Rumusan Piagam Jakarta 22 Juni 1945, dan setelah melalui rapat dan diskusi, maka
telah disepakati berdasarkan sejara perumusan dan pengesahannya, yang sah dan resmi
menurut yuridis menjadi Dasar Negara Indonesia adalah Pancasila seperti yang
tercantum pada pembukaan UUD 1945.
Keterlibatan Jepang dalam perang dunia ke 2 membawa sejarah baru dalam
kehidupan bangsa Indonesia yang di jajah Belanda ratusan tahun lamanya. Hal ini
disebabkan bersamaan dengan masuknya tentara Jepang tahun 1942 di Nusantara, maka
berakhir pula suatu sistem penjajahan bangsa Eropa dan kemudian digantikan dengan
penjajahan baru yang secara khusus diharapkan dapat membantu mereka yang terlibat
perang.
Menjelang akhir tahun 1944 bala tentara Jepang secara terus menerus menderita
kekalahan perang dari sekutu. Hal ini kemudian membawa perubahan baru bagi
pemerintah Jepang di Tokyo dengan janji kemerdekaan yang di umumkan Perdana
Mentri Kaiso tanggal 7 september 1944 dalam sidang istimewa Parlemen Jepang
(Teikoku Gikai) ke 85. Janji tersebut kemudian diumumkan oleh Jenderal Kumakhichi
Haroda tanggal 1 Maret 1945 yang merencanakan pembentukan Badan Penyelidik
Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Sebagai realisasi janji
tersebut pada tanggal 29 April 1945 kepala pemerintahan Jepang untuk Jawa
(Gunseikan) membentuk BPUPKI dengan Anggota sebanyak 60 orang yang merupakan
wakil atau mencerminkan suku/golongan yang tersebar di wilaya Indonesia.
BPUPKI diketuai oleh DR Radjiman Wedyodiningrat sedangkan wakil ketua R.P
Suroso dan Penjabat yang mewakili pemerintahan Jepang “Tuan Ichibangase”. Dalam
melaksanakan tugasnya di bentuk beberapa panitia kecil, antara lain panitia sembilan dan
panitia perancang UUD. Inilah langkah awal dalam sejarah perumusan pancasila sebagai
dasar negara. Secara ringkas proses perumusan tersebut adalah sebagai berikut.
1. Sidang BPUPKI I : Pada sesi pertama persidangan BPUPKI yang dilaksanakan pada
29 Mei – 1 Juni 1945 beberapa anggota BPUPKI diminta untuk menyampaikan
usulan mengenai bahan-bahan konstitusi dan rancangan “blue print” Negara
Republik Indonesia yang akan didirikan. Pada tanggal 29 Mei 1945 Mr. Muh
Yamin menyampaikan usul dasar negara dihadapan sidang pleno BPUPKI baik
dalam pidato maupun secara tertulis yang disampaikan kepada BPUPKI.

55
Baik dalam kerangka uraian pidato maupun dalam presentasi lisan Muh
Yamin mengemukakan lima calon dasar negara yaitu :
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri ke-Tuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat
Setelah menyampaikan pidatonya, Mr. Muhammad Yamin menyampaikan
usul tertulis naskah Rancangan Undang-Undang Dasar. Di dalam Pembukaan
Rancangan UUD itu, tercantum rumusan lima asas dasar negara yang berbunyi
sebagai berikut :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kebangsaan Persatuan Indonesia
3. Rasa Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan
dalam permusyawaratan Perwakilan
5. Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Mr . Soepomo, pada tanggal 31 Mei 1945 antara lain dalam pidatonya
menyampaikan usulan lima dasar negara, yaitu sebagai berikut :
1. Paham Negara Kesatuan
2. Perhubungan Negara dengan Agama
3. Sistem Badan Permusyawaratan
4. Sosialisasi Negara
5. Hubungan antar Bangsa
Selain Muh Yamin, beberapa anggota BPUPKI juga menyampaikan usul dasar
negara, diantaranya adalah Ir. Soekarno . Usul ini disampaikan pada 1 Juni 1945 yang
kemudian dikenal sebagai hari lahir Pancasila. Usul Sukarno sebenarnya tidak hanya
satu melainkan tiga buah usulan calon dasar negara yaitu lima prinsip, tiga prinsip,
dan satu prinsip. Sukarno pula-lah yang mengemukakan dan menggunakan istilah
“Pancasila” (secara harfiah berarti lima dasar) pada rumusannya ini atas saran seorang
ahli bahasa (Muhammad Yamin) yang duduk di sebelah Sukarno. Oleh karena itu
rumusan Sukarno di atas disebut dengan Pancasila, Trisila, dan Ekasila.
Rumusan Pancasila.
1. Kebangsaan Indonesia

56
2. Internasionalisme,-atau peri-kemanusiaan
3. Mufakat,-atau demokrasi
4. Kesejahteraan sosial
5. ke-Tuhanan yang berkebudayaan
Rumusan Trisila
1. Socio-nationalisme
2. Socio-demokratie
3. ke-Tuhanan
Rumusan Ekasila
1. Gotong-Royong
2. Usulan-usulan blue print Negara Indonesia telah dikemukakan anggota-anggota
BPUPKI pada sesi pertama yang berakhir tanggal 1 Juni 1945. Selama reses antara 2
Juni – 9 Juli 1945, delapan orang anggota BPUPKI ditunjuk sebagai panitia kecil
yang bertugas untuk menampung dan menyelaraskan usul-usul anggota BPUPKI yang
telah masuk. Pada 22 Juni 1945 panitia kecil tersebut mengadakan pertemuan dengan
38 anggota BPUPKI dalam rapat informal. Rapat tersebut memutuskan membentuk
suatu panitia kecil berbeda (kemudian dikenal dengan sebutan “Panitia Sembilan”)
yang bertugas untuk menyelaraskan mengenai hubungan Negara dan Agama.
1. Ir. Soekarno
2. Wachid Hasyim
3. Mr. Muh. Yamin
4. Mr. Maramis
5. Drs. Moh. Hatta
6. Mr. Soebarjo
7. Kyai Abdul Kahar Muzakir
8. Abikoesmo Tjokrosoejoso
9. Haji Agus Salim

Dalam menentukan hubungan negara dan agama anggota BPUPKI terbelah antara
golongan Islam yang menghendaki bentuk teokrasi Islam dengan golongan Kebangsaan
yang menghendaki bentuk negara sekuler dimana negara sama sekali tidak diperbolehkan
bergerak di bidang agama. Persetujuan di antara dua golongan yang dilakukan oleh
Panitia Sembilan tercantum dalam sebuah dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum
Dasar”. Dokumen ini pula yang disebut Piagam Jakarta (Jakarta Charter) oleh Mr. Muh
Yamin.

57
Adapun rumusan rancangan dasar negara terdapat di akhir paragraf keempat dari
dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar” (paragraf 1-3 berisi rancangan
pernyataan kemerdekaan / proklamasi / declaration of independence). Rumusan ini
merupakan rumusan pertama sebagai hasil kesepakatan para “Pendiri Bangsa”.
1. Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Panitia kecil mempunyai tugas untuk menggolong-golongkan dan memeriksa


catatan-catatan tertulis selama sidang. Rapat Panitia Kecil telah diadakan bersama-
sama dengan 38 anggota BPUPKI di kantor Besar Jawa Hookookai dengan susunan
sebagai berikut :
Ketua : Ir. Soekarno
Anggota : 1) K.H.A Wachid Hasjim, 2) Mr. Muhammad Yamin, 3) Mr. A.A.
Maramis, 4) M. Soetardjo Kartohadikoesoemo, 5) R. Otto Iskandar Dinata, 6) Drs.
Mohammad Hatta, 7) K. Bagoes H. Hadikoesoemo.
Selanjutnya, dalam sidang yang dihadiri oleh 38 orang tersebut telah
membentuk lagi satu Panitia Kecil yang anggota-anggotanya terdiri dari : Drs.
Mohammad Hatta, Mr. Muhammad Yamin, Mr. A. Subardjo, Mr. A.A. Maramis, Ir.
Soekarno, Kiai Abdul Kahar Moezakkir, K.H.A. Wachid Hasjim, Abikusno
Tjokrosujoso, dan H. Agus Salim. Panitia Kecil inilah yang sering disebut sebagai
panita 9 (sembilan) yang pada akhirnya menghasilkan Piagam Jakarta (Jakarta
Charter).
3. Sidang BPUPKI II : Pada sesi kedua persidangan BPUPKI yang berlangsung pada 10-
17 Juli 1945, dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar” (baca Piagam Jakarta)
dibahas kembali secara resmi dalam rapat pleno tanggal 10 dan 14 Juli 1945.
Dokumen “Rancangan Pembukaan Hukum Dasar” tersebut dipecah dan diperluas
menjadi dua buah dokumen berbeda yaitu Declaration of Independence (berasal dari
paragraf 1-3 yang diperluas menjadi 12 paragraf) dan Pembukaan (berasal dari
paragraf 4 tanpa perluasan sedikitpun). Rumusan yang diterima oleh rapat pleno
BPUPKI tanggal 14 Juli 1945 hanya sedikit berbeda dengan rumusan Piagam Jakarta

58
yaitu dengan menghilangkan kata “serta” dalam sub anak kalimat terakhir. Rumusan
rancangan dasar negara hasil sidang BPUPKI, yang merupakan rumusan resmi
pertama, jarang dikenal oleh masyarakat luas.
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-
pemeluknya
2. Menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat-kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan
5. Dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Menyerahnya Kekaisaran Jepang yang mendadak dan diikuti dengan


Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang diumumkan sendiri oleh Bangsa Indonesia
(lebih awal dari kesepakatan semula dengan Tentara Angkatan Darat XVI Jepang)
menimbulkan situasi darurat yang harus segera diselesaikan. Sore hari tanggal 17
Agustus 1945, wakil-wakil dari Indonesia daerah Kaigun (Papua, Maluku, Nusa
Tenggara, Sulawesi, dan Kalimantan), diantaranya A. A. Maramis, Mr., menemui
Sukarno menyatakan keberatan dengan rumusan “dengan kewajiban menjalankan
syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” untuk ikut disahkan menjadi bagian dasar
negara. Untuk menjaga integrasi bangsa yang baru diproklamasikan, Sukarno segera
menghubungi Hatta dan berdua menemui wakil-wakil golongan Islam. Semula, wakil
golongan Islam, diantaranya Teuku Moh Hasan , Mr. Kasman Singodimedjo dan Ki
Bagus Hadikusumo, keberatan dengan usul penghapusan itu. Setelah diadakan
konsultasi mendalam akhirnya mereka menyetujui penggantian rumusan “Ketuhanan,
dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dengan
rumusan “Ketuhanan Yang Maha Esa” sebagai sebuah “emergency exit” yang hanya
bersifat sementara dan demi keutuhan Indonesia.
Pagi harinya tanggal 18 Agustus 1945 usul penghilangan rumusan “dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” dikemukakan dalam
rapat pleno PPKI. Selain itu dalam rapat pleno terdapat usulan untuk menghilangkan
frasa “menurut dasar” dari Ki Bagus Hadikusumo. Rumusan dasar negara yang
terdapat dalam paragraf keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar ini merupakan
rumusan resmi kedua dan nantinya akan dipakai oleh bangsa Indonesia hingga kini.
UUD inilah yang nantinya dikenal dengan UUD 1945.

59
Dalam sidang PPKI memberi rumusan Pancasila sebagai berikut :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan
/perwakilan
5. Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia
Pada tanggal 16 Agustus 1945 Jam 04:30 WIB perumusan terakhir Pancasila
disahkan olah PPKI sebaggai bagian dari pembukaan UUD 1945. Jam 23:30 WIB
rombongan Mr. A. Soebardjo, Sudiro, dan Yusf Kunto tiba di Rengasdengklok untuk
menjemput Ir. Soekarno dan Drs. M. Hatta kembali ke Jakarta, kemudian samapai
jakarta lalu di bawa menuju rumah Laksamana Maeda di Jl. Imam Bonjol no.1,
kemudian disitulah tempat perumusan teks Proklamasi, teks versi akhir yang telah
diketik oleh Sayuti Melik dan di tandatangani oleh Ir. Soekarno dan Drs. M. Hatta.
17 Agustus 1945 Pembacaan Teks Proklamaasi di Jl. Pegangsaan Timur no. 56
(sekarang gedung pola Pembangunan Semesta) Belakangan gedung itu digunakan
sebagai kantor BP-7 (Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila).

6. Masa Setelah Proklamasi Kemerdekaan


Secara ilmiah masa Proklamasi kemerdekaan dapat mengandung pengertian
sebagai berikut :
a) Dari sudut hukum ( secara yuridis) proklamasi merupakan saat tidak berlakunya tertib
hukum kolonial.
b) Secara politis ideologis proklamasi mengandung arti bahwa bangsa Indonesia
terbebas dari penjajahan bangsa asing melalui kedaulatan untuk menentukan nasib
sendiri dalam suatu negara Proklamasi Republik Indonesia.
Setelah prokamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 ternyata bangsa Indonesia
masih menghadapi kekuatan sekutu yang berupaya menanamkan kembali kekuasaan
Belanda di Indonesia, yaitu pemaksaan untuk mengakui pemerintahan Nica ( Netherland
Indies Civil Administration). Selain itu Belanda juga secara licik mempropagandakan
kepada dunia luar bahwa negara Proklamasi RI. Hadiah pasis Jepang.
Untuk melawan propaganda Belanda pada dunia Internasional, maka pemerintah
RI mengelurkan tiga buah maklumat :

60
1) Maklumat Wakil Presiden Nomor X pada tanggal 16 Oktober 1945 memutuskan
bahwa KNIP diserahi kekuasaan legislatif, karena MPR dan DPR belum terbentuk.
Tanggal 14 November 1945 dibentuk Kabinet Semi-Presidensiel atau Semi-
Parlementer yang pertama, sehingga peristiwa ini merupakan perubahan sistem
pemerintahan dari presidensil menjadi parlementer agar dianggap lebih demokratis
2) Maklumat pemerintah tanggal 03 Nopember 1945, tantang pembentukan partai
politik yang sebanyak–banyaknya oleh rakyat. Hal ini sebagai akibat dari anggapan
pada saat itu bahwa salah satu ciri demokrasi adalah multi partai. Maklumat tersebut
juga sebagai upaya agar dunia barat menilai bahwa negara Proklamasi sebagai
negara Demokratis
3) Maklumat pemerintah tanggal 14 Nopember 1945, yang intinya maklumat ini
mengubah sistem kabinet Presidental menjadi kabinet parlementer berdasarkan asas
demokrasi liberal.
Para anggota BP-KNIP tercatat antara lain: Sutan Syahrir, Mohamad Natsir,
Soepeno, Mr. Assaat Datuk Mudo, dr. Abdul Halim, Tan Leng Djie, Soegondo
Djojopoespito, Soebadio Sastrosatomo, Soesilowati, Rangkayo Rasuna Said, Adam
Malik, Soekarni, Sarmidi Mangunsarkoro, Ir. Tandiono Manoe, Nyoto, Mr. Abdul
Gafar Pringgodigdo, Abdoel Moethalib Sangadji, Hoetomo Soepardan, Mr. A.M.
Tamboenan, Mr. I Gusti Pudja, Mr. Lukman Hakim, Manai Sophiaan, Tadjudin
Sutan Makmur, Mr. Mohamad Daljono, Sekarmadji Marijan Kartosoewirjo, Mr.
Prawoto Mangkusasmito, Sahjar Tedjasoekmana, I.J. Kasimo, Mr. Kasman
Singodimedjo, Maruto Nitimihardja, Mr. Abdoel Hakim, Hamdani.

7. Pembentukan Negara Republik Indonesia Serikat (RIS)

Pada konferensi antar Indonesia yang diselenggarakan di Yogyakarta itu


dihasilkan persetujuan mengenai bentuk Negara dan hal-hal yang bertalian dengan
ketatanegaraan Negara Indonesia Serikat.
1 Negara Indonesia Serikat disetujui dengan nama RIS berdasarkan demokrasi dan
federalisme.
2 RIS akan dikepalai seorang Presiden konstitusional dibantu oleh menteri-menteri yang
bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
3 Akan dibentuk dua badan perwakilan, yaitu sebuah dewan perwakilan rakyat dan
sebuah dewan perwakilan Negara bagian (senat). Pertama kali akan dibentuk dewan
perwakilan rakyat sementara.

61
4 Pemerintah federal sementara akan menerima kedaulatan bukan saja dari pihak Negara
Belanda, melainkan pada saat yang sama juga dari Republik Indonesia.
Hasil-hasil KMB kemudian diajukan kepada KNIP untuk diratifikasi. Selanjutnya
pada tanggal 15 Desember 1949 diadakan pemilihan Presiden RIS dengan calon tunggal
Presiden Soekarno. Keesokan harinya Ir. Soekarno terpilih menjadi presiden RIS. Pada
tanggal 20 Desember 1949 Moh. Hatta diangkat sebagai Perdana Menteri RIS. Adapun
pemangku jabatan Presiden RI adalah Mr. Asaat ( mantan Ketua KNIP ) yang dilantik
pada tanggal 27 Desember 1949. Pada tanggal 23 Desember 1949 delegasi RIS dipimpin
Moh. Hatta berangkat ke negeri Belanda untuk menandatangani naskah pengakuan
kedaulatan dari pemerintah Belanda. Upacara penandatanganan naskah pengakuan
kedaulatan itu dilakukan bersamaan, yaitu di Indonesia dan Belanda pada 27 Desember
1949. Dengan demikian, sejak saat itu RIS menjadi Negara merdeka dan berdaulat, serta
mendapat pengakuan internasional. Berakhirlah periode perjuangan mempertahankan
kemerdekaan Indonesia.
Republik Indonesia Serikat memiliki konstitusi yaitu Konstitusi RIS. Piagam
Konstitusi RIS ditandatangani oleh para Pimpinan Negara/Daerah dari 16 Negara/Daerah
Bagian RIS, yaitu:
1. Mr. Asaat dari Negara Republik Indonesia.

2. Sultan Hamid II dari Daerah Istimewa Kalimantan Barat


3. Ide Anak Agoeng Gde Agoeng dari Negara Indonesia Timur
4. R. A. A. Tjakraningrat dari Negara Madura
5. Mohammad Hanafiah dari Daerah Banjar
6. Mohammad Jusuf Rasidi dari Bangka
7. K.A. Mohammad Jusuf dari Belitung
8. Muhran bin Haji Ali dari Dayak Besar
9. Dr. R.V. Sudjito dari Jawa Tengah
10. Raden Soedarmo dari Negara Jawa Timur
11. M. Jamani dari Kalimantan Tenggara
12. A.P. Sosronegoro dari Kalimantan Timur
13. Mr. Djumhana Wiriatmadja dari Negara Pasundan
14. Radja Mohammad dari Riau
15. Abdul Malik dari Negara Sumatera Selatan

62
8. Terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1950
Berdirinya negara RIS dalam Sejarah ketatanegaraan Indonesia adalah sebagai
suatu taktik secara politis untuk tetap konsisten terhadap deklarasi Proklamasi yang
terkandung dalam pembukaan UUD 1945 taitu negara persatuan dan kesatuan
sebagaimana termuat dalam alinea IV, bahwa pemerintah negara…….” yang melindungi
segenap bangsa Indoneia dan seluruh tumpah darah negara Indonesia …..” yang
berdasarkan kepada UUD 1945 dan Pancasila. Maka terjadilah gerakan unitaristis secara
spontan dan rakyat untuk membentuk negara kesatuan yaitu menggabungkan diri dengan
Negara Proklamasi RI yang berpusat di Yogyakarta, walaupun pada saat itu Negara RI
yang berpusat di Yogyakarta itu hanya berstatus sebagai negara bagian RIS saja.
Pada suatu ketika negara bagian dalam RIS tinggalah 3 buah negara bagian saja
yaitu :
1. Negara Bagian RI Proklamasi
2. Negara Indonesia Timur (NIT)
3. Negara Sumatera Timur (NST)
Akhirnya berdasarkan persetujuan RIS dengan negaraRI tanggal 19 Mei 1950,
maka seluruh negara bersatu dalam negara kesatuan, dengan Konstitusi Sementara yang
berlaku sejak 17 Agustus 1950.
Walaupun UUDS 1950 telah merupakan tonggak untuk menuju cita-cita
Proklamasi, Pancasila dan UUD 1945, namun kenyataannya masih berorientasi kepada
Pemerintah yang berasas Demokrasi Liberal sehingga isi maupun jiwanya merupakan
penyimpangan terhadap Pancasila. Hal ini disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :
1. Sistem multi partai dan kabinet Parlementer berakibat silih bergantinya kabinet yang
rata-rata hanya berumur 6 atau 8 tahun. Hal ini berakibat tidak mempunyai
Pemerintah yang menyusun program serta tidak mampu menyalurkan dinamika
Masyarakat ke arah pembangunan, bahkan menimbulkan pertentangan -
pertentangan, gangguan – gangguan keamanan serta penyelewengan -
penyelewengan dalam masyarakat.
2. Secara Ideologis Mukadimah Konstitusi Sementara 1950, tidak berhasil mendekati
perumusan otentik Pembukaan UUD 1945, yang dikenal sebagai Declaration of
Independence bangsa Indonesia. Demikian pula perumusan Pancasila dasar negara
juga terjadi penyimpangan. Namun bagaimanapun juga RIS yang berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945 dari negara Republik Indonesia Serikat.
3.

63
9. Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Pada pemilu tahun 1955 dalam kenyataannya tidak dapat memenuhi harapan dan
keinginan masyarakat, bahkan mengakibatkan ketidakstabilan pada politik, social
,ekonomi, dan hankam. Hal ini disebabkan oleh konstituante yang seharusnya membuat
UUD negara RI ternyata membahas kembali dasar negara, maka presiden sebagai badan
yang harus bertanggung jawab mengeluarkan dekrit atau pernyataan pada tanggal 5 Juli
1959, yang isinya :
1. Membubarkan Konstituante
2. Menetapkan kembali UUDS ’45 dan tidak berlakunya kembali UUDS‘50
3. Dibentuknya MPRS dan DPAS dalam waktu yang sesingkat-singkatnya
Berdasarkan Dekrit Presiden tersebut maka UUD 1945 berlaku kembali di negara
Republik Indonesia hingga sat ini. Dekrit adalah suatu putusan dari orang tertinggi(kepala
negara atau orang lain) yang merupakan penjelmaan kehendak yang sifatnya sepihak.
Dekrit dilakukan bila negara dalam keadaan darurat, keselamatan bangsa dan negara
terancam oleh bahaya. Landasan mukum dekrit adalah ‘Hukum Darurat’yang dibedakan
atas dua macam yaitu :
1. Hukum Tatanegara Darurat Subyektif
Hukum Tatanegara Darurat Subjektif yaitu suatu keadaan hukum yang memberi
wewenang kepada orang tertinggi untuk mengambil tindakan-tindakan hukum.
2. Hukum Tatanegara Darurat Objektif
Hukum Tatanegara Darurat Objektif yaitu suatu keadaan hukum yang memberikan
wewenang kepada organ tertinggi negara untuk mengambil tindakan-tindakan hukum,
tetapi berlandaskan konstitusi yang berlaku.
Setelah dekrit presiden 5 Juli 1959 keadaan tatanegara Indonesia mulai stabil,
keadaan ini dimanfaatkan oleh kalangan komunis dengan menanamkan ideology belum
selesai. Ideology pada saat itu dirancang oleh PKI dengan ideology Manipol Usdek serta
konsep Nasakom. Puncak peristiwa pemberontakan PKI pada tanggal 30 September
1965 untuk merebut kekuasaan yang sah negara RI, pemberontakan ini disertai dengan
pembunuhan para Jendral yang tidak berdosa. Pemberontakan PKI tersebut berupaya
untuk mengganti secara paksa ideology dan dasar filsafat negara Pancasila dengan
ideology komunis Marxis. Atas dasar tersebut maka pada tanggal 1 Oktober 1965
diperingati bangsa Indonesia sebagai ‘Hari Kesaktian Pancasila’

64
10. Masa Orde Baru
‘Orde Baru’, yaitu suatu tatanan masyrakat dan pemerintahan yang menutut
dilaksanakannya Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Munculnya
orde baru diawali dengan aksi-aksi dari seluruh masyarakat antara lain : Kesatuan Aksi
Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI), Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI),
Kesatuan Aksi guru Indonesia (KAGI), dan lainnya. Aksi tersebut menuntut dengar tiga
tuntutan atau yang dikenal dengan ‘Tritura’, adapun isi tritura tersebut sebagai berikut :
1. Pembubaran PKI dan ormas-ormasnya
2. Pembersihan kabinet dari unsur G 30 S PKI
3. Penurunan harga
Karena orde lama tidak mampu menguasai pimpinan negara, maka Panglima
tertinggi memberikan kekuasaan penuh kepada Panglima Angkatan Darat Letnan
Jendral Soeharto dalam bentuk suatu surat yang dikenal dengan ‘surat perintah 11
Maret 1966’ (Super Semar). Tugas pemegang super semar yaitu untuk memulihkan
keamanan dengan jalan menindak pengacau keamanan yang dilakukan oleh PKI. Orde
Baru berangsur-angsur melaksanakan programnya dalam upaya merealisasikan
pembangunan nasional sebagai perwujudan pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945
secara murni dan konsekuen.
11. Masa Reformasi
Setelah Soeharto menyatakan berhenti dari jabatannya sebagai Presiden
Republik Indonesia pada tanggal 21 Mei 1998, maka pada pagi itu juga, Wakil Presiden
B.J. Habibie dilantik dihadapan pimpinan Mahkamah Agung menjadi Presiden
Republik Indonesia ketiga di Istana Negara. Dengan berhentinya Soeharto sebagai
Presiden Republik Indonesia, maka sejak saat itu Kabinet Pembangunan VII dinyatakan
demisioner (tidak aktif).
Selanjutnya tanggal 22 Mei 1998 pukul 10.30 WIB, kesempatan pertama
Habibie untuk meningkatkan legitimasinya yaitu dengan mengumumkan susunan
kabinet baru yang diberi nama Kabinet Reformasi Pembangunan (berdasarkan
Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 122 / M Tahun 1998) di Istana
Merdeka. Dengan Keputusan Presiden tersebut di atas, Presiden Habibie
memberhentikan dengan hormat para Menteri Negara pada Kabinet Pembangunan VII.
Kabinet Reformasi Pembangunan ini terdiri dari 36 Menteri yaitu 4 Menteri Negara
dengan tugas sebagai Menteri Koordinator, 20 Menteri Negara yang memimpin
Departemen, 12 Menteri Negara yang bertugas menangani bidang tertentu. Sebanyak

65
20 Menteri diantaranya adalah muka lama dari Kabinet Pembangunan VII, dan hanya
16 Menteri baru, yaitu Syarwan Hamid, Yunus Yosfiah, Bambang Subianto, Soleh
Solahuddin, Muslimin Nasution, Marzuki Usman, Adi Sasono, Fahmi Idris, Malik
Fajar, Boediono, Zuhal, A.M. Syaefuddin, Ida Bagus Oka, Hamzah Haz, Hasan Basri
Durin, dan Panangian Siregar.
Kabinet ini mencerminkan suatu sinergi dari semua unsur-unsur kekuatan
bangsa yang terdiri dari berbagai unsur kekuatan sosial politik dalam masyarakat. Hal
yang berbeda dari sebelumnya, jabatan Gubernur Bank Indonesia tidak lagi dimasukkan
di dalam susunan Kabinet. Karena Bank Indonesia, kata Presiden harus mempunyai
kedudukan yang khusus dalam perekonomian, bebas dari pengaruh pemerintah dan
pihak manapun berdasarkan Undang-Undang.
Pada tanggal 23 Mei 1998 pagi, Presiden Habibie melantik menteri-menteri
Kabinet Reformasi Pembangunan. Presiden Habibie mengatakan bahwa Kabinet
Reformasi Pembangunan disusun untuk melaksanakan tugas pokok reformasi total
terhadap kehidupan ekonomi, politik dan hukum. Kabinet dalam waktu yang sesingkat-
singkatnya akan mengambil kebijakan dan langkah-langkah pro aktif untuk
mengembalikan roda pembangunan yang dalam beberapa bidang telah mengalami
hambatan yang merugikan rakyat.
11. Penutup
Pancasila bukan lahir secara mendadak pada tahun 1945, melainkan telah
melalui proses yang panjang, dimatangkan oleh sejarah perjuangan bangsa Indonesia,
dengan melihat pengalaman bangsa-bangsa lain, dengan diilhami oleh gagasan-gagasan
besar dunia, dengan tetap berakar pada kepribadian bangsa kita dan gagasan-gagasan
besar bangsa kita sendiri. Negara Republik Indonesia memang tergolong muda dalam
barisan negara-negara di dunia. Tetapi bangsa Indonesia lahir dari sejarah dan
kebudayaannya yang tua, melalui gemilangnya kerajaan-kerajaan di Indonesia,
kemudian mengalami masa penjajahan tiga setengah abad, sampai akhirnya bangsa
Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Sejarah
perjuangan bangsa untuk merebut kembali kemerdekaan nasionalnya sama tuanya
dengan sejarah penjajajahan itu sendiri.
Berbagai babak sejarah telah dilampaui dan berbagai jalan telah ditempuh
dengan cara yang berbeda-beda, mulai dengan cara yang lunak sampai cara yang keras,
mulai dari gerakan kaum cendikiawan yang terbatas sampai pada gerakan yang
menghimpun kekuatan rakyat banyak, mulai dari bidang pendidikan, kesenian daerah,

66
perdagangan sampai pada gerakan-gerakan politik. Bangsa Indonesia lahir sesudah
melampaui perjuangan yang sangat panjang, dengan memberikan segala pengorbanan
dan menahan segala macam penderitaan. Bangsa Indonesia lahir menurut cara dan jalan
yang ditempuhnya sendiri yang merupakan hasil antara proses sejarah di masa lampau,
tantangan perjuangan dan cita-cita hidup di masa datang, yang secara keseluruhan
membentuk kepribadiannya sendiri. Sebab itu bangsa Indonesia lahir dengan
kepribadiaannya sendiri, yang bersamaan dengan lahirnya bangsa dan negara itu,
kepribadian itu ditetapkan sebagai pandangan hidup dan dasar negara, “Pancasila”.

67
BAB VII
PANCASILA SEBAGAI DASAR ETIKA POLITIK DALAM KEHIDUPAN
BERBANGSA DAN BERNEGARA

1. Pendahuluan

Salah satu fungsi pancasila yaitu sebagai suatu sistem filsafat pada
hakikatnya merupakan suatu nilai sehingga merupakan sumber dari penjabaran norma
baik norma hukum, norma moral maupun norma kenegaraan lainnya. Sebagai suatu nilai,
pancasila memberikan dasar-dasar yang bersifat fundamental dan universal bagi manusia.
Manakala nilai-nilai tersebut akan dijabarkan dalam kehidupan yang bersifat
praktis atau kehidupan yang nyata dalam masyar akat,bangsa maupun negara
maka nilai – nilai tersebut kemudian dijabarkan dalam suatu norma – norma
yang jelas sehingga merupakan suatu pedoman. Nilai, norma, dan moral adalah
konsep-konsep yang saling berkaitan dan saling melengkapi sebagai sistem etika.
Tidak perlu diragukan lagi bahwa bagi bangsa dan negara Indonesia Filsafat
politiknya adalah Filsafat Pancasila sekalipun adakalanya cara bangsa Indonesia
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara tidak sejalan dengan pancasila , dan bahkan pernah
pula bertentangan dengan pancasila sekalipun, namun yang diukur dan diusahakan bahwa
seperangkat keyakinan bermasyarakat berbangsa dan bernegara bagi masyarakat bangsa dan
negara Indonesia adalah pancasila. Dengan demikian pancasila adalah filsafat politik
masyarakat, bangsa dan negara Indonesia. Penjelasannya adalah sebagai berikut: pancasila
merupakan bawaan cara berpikir manusia Indonesia, bagi bangsa Indonesia, manusia
diseluruh dunia, khususnya manusia Indonesia memiliki sifat kodrat monodualis sebagai
individu dan sebagai makhluk sosial sekaligus menjadi bagian masyarakat, dalam berbangsa
dan bernegara Indonesia adalah makhluk yang memiliki sifat kodrat merupakan manusia
Indonesia dan juga manusia pada umumnya diseluruh dunia, dihadapan Tuhan Yang Maha
Kuasa mempunyai kedudukan kodrat yang monodualis pula, yaitu sebagai pribadi yang
mandiri dan sebagai makhluk Tuhan sekaligus.

2. Pengertian Etika
Sebagai suatu usaha ilmiah, filsafat dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu filsafat
teoritis yang mempertanyakan dan berusaha mencari jawaban tentang segala sesuatu, dan
filsafat teoritis yang membahas tentang bagaimana manusia bersikap terhadap apa yang ada

68
tersebut. Etika termasuk kelompok filsafat praktis dan dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu etika
umum dan etika khusus. Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana dan
mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral tertentu, atau bagaimana kita harus mengambil
sikap yang bertanggung jawab berhadapan dengan pelajaran moral (Suseno, 1987). Etika
umum mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan manusia sedangkan
etika khusus membahas prinsip- prinsip itu dalam hubungannya dengan berbagai aspek
kehidupan manusia (Suseno,1987). Etika khusus dibagi menjadi etika individual yang
membahas kewajiban manusia terhadap diri sendiri dan etika sosial yang membahas tentang
kewajiban manusia terhadap manusia lain dalam hidup masyarakat yang merupakan suatu
bagian terbesar dari etika khusus. Sebagai bahasan khusus, etika membicarakan sifat-sifat
yang menyebabkan orang dapat disebut susila atau bijak. Sebenarnya, etika lebih banyak
bersangkutan dengan prinsip-prinsip dasar pembenaran dalam hubungan dengan tingkah laku
manusia (Kattsoff, 1986). Dapat juga dikatakan bahwa etika berkaitan dengan dasar-dasar
filosofis dalam hubungan dengan tingkah laku manusia.

3. Pengertian Politik
Pengertian politik berasal dari kosa kata “ Politics”, yang memiliki makna bermacam-
macam kegiatan dalam suatu sistem politik atau negara yang menyangkut proses
penentuan tujuan-tujuan dari sistem itu dan diikuti dengan pelaksanaan tujuan-
tujuan itu.Untuk melaksanakan tujuan-tujuan itu perlu ditentukan kebijaksanaan-
kebijaksanaan umum atau “public policie”, yang menyangkut pengaturan
pembagian atau distributions dari sumber-sumber yang ada. Untuk melaksanakan
kebijaksanaan-kebijaksanaan itu diperlukan suatu kekuatan (power ) dan kewenangan
(authority)yang akan dipakai baik untuk membina kerjasama maupun untuk menyelesaikan
konflik yang mungkin timbul dalam proses ini. Cara-cara yang dipakai dapat bersifat persuasi ,
dan jika perlu dilakukan suatu pemaksaan (coercion). Tanpa adanya suatu pemaksaan,
kebijaksanaan ini hanya merupakan perumusan keinginan belaka(statement of intent ) yang tidak
akan pernah terwujud.Berdasarkan pengertian-pengertian pokok tentang politik, maka secara
operasional bidang politik menyangkup konsep-konsep pokok yang berkaitan dengan negara
(state ),kekuasaan (power), pengambilan keputusan (decisionmaking ),kebijaksanaan
( policy), pembagian (distributions), serta alokasi(allocations)(Budiardjo,1981 : 8,9).Jikalau
dipahami berdasarkan pengertian politik secara sempit sebagaimana diuraikan di atas, maka
seolah-olah bidang politik lebih banyak berkaitan dengan para pelaksana pemerintahan
negara, lembaga-lembaga tinggi negara, kalangan aktivis politik, para pejabat serta birokrat

69
dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara.Bilamana lingkup pengertian politik
dipahami seperti itu, maka terdapat suatukemungkinan akan terjadi ketimpangan dalam
aktualisasi politik karena tidak melibatkan aspek rakyat baik sebagai individu maupun
sebagai suatu lembaga yangterdapat dalam masyarakat.

3. Pengertian Etika Politik


Secara substantif pengertian etika politik tidak dapat dipisahkan dengan subjek
sebagai pelaku etika yaitu manusia. Oleh karena itu, etika politik berkaitan erat dengan
bidang pembahasan moral. Hal ini berdasarkan kenyataan bahwa pengertian moral senantiasa
menunjuk kepada manusia sebagai subjek etika. Maka kewajiban moral dibedakan dengan
pengertian keajiban-kewajiban lainnya, karena yang dimaksud adalah kewajiban manusia
sebagai manusia, walaupun dalam hubungannya dengan masyarakat, bangsa maupun negara
etika politik tetap meletakkan dasar fundamental manusia sebagai manusia. Dasar ini lebih
meneguhkan akar etika politik bahwa kebaikan senantiasa didasarkan kepada hakikat
manusia sebagai makhluk yang beradab dan berbudaya berdasarkan suatu kenyaaan bahwa
masyarakat, bangsa maupun negara bisa berkembang ke arah keadaan yang tidak baik dalam
arti moral.
Pelaksanaan dan penyelenggaraan negara segala kebijaksanaan, kekuasaan serta
kewenangan harus dikembalikan kepada rakyat sebagai pendukung pokok negara. Maka
dalam pelaksanaan politik praktis hal-hal yang menyangkut kekuasaan eksekutif, legislatif
dan yudikati, konsep pengambilan keputusan, pengawasan serta partisipasi harus berdsarkan
legitimasi dari rakyat, atau dengan kata lain “legitimasi demokratis”.

4. Pancasila Sebagai Dasar Etika Kehidupan Berbangsa Dan Bernegara.


Sebagai mana dipahami bahwa sila-sila Pancasila adalah merupakan suatu sistem
nilai, artinya setiap sila memang mempunyai nilai akan tetapi sila saling berhubungan, saling
ketergantungan secara sistematik dan diantara nilai satu sila dengan sila lainnya memiliki
tingkatan. Oleh karena itu dalam kaitannya dengan nilai-nilai etika yang terkandung dalam
pancasila merupakan sekumpulan nilai yang diangkat dari prinsip nilai yang hidup dan
berkembang dalam masyarakat. Nilai-nilai tersebut berupa nilai religious, nilai adat istiadat,
kebudayaan dan setelah disahkan menjadi dasar Negara terkandung di dalamnya nilai
kenegaraan.
Dalam kedudukannya sebagai dasar filsafat Negara, maka nilai-nilai pancasila harus
di jabarkan dalam suatu norma yang merupakan pedoman pelaksanaan dalam

70
penyelenggaraan kenegaraan, bahkan kebangsaan dan kemasyarakatan. Terdapat dua macam
norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yaitu norma hukum dan norma moral atau
etika. Sebagaimana diketahui sebagai suatu norma hukum positif, maka pancasila dijabarkan
dalam suatu peraturan perundang-undangan yang ekplisit, hal itu secara kongkrit dijabarkan
dalam tertib hukum Indonesia. Namun, dalam pelaksanaannya memerlukan suatu norma
moral yang merupakan dasar pijak pelaksanaan tertib hukum di Indonesia. Bagaimanapun
baiknya suatu peraturan perundang-undangan kalau tidak dilandasi oleh moral yang luhur
dalam pelaksanaannya dan penyelenggaraan Negara, maka niscahaya hukum tidak akan
mencapai suatu keadilan bagi kehidupan kemanusiaan.
Selain itu secara kausalitas bahwa nilai-nilai pancasila adalah berifat objektif dan
subjektif. Artinya esensi nilai-nilai pancasila adalah universal yaitu ketuhanan, kemanusiaan,
persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Sehingga memungkinkan dapat diterapkan pada Negara
lain barangkali namanya bukan pancasila. Artinya jika suatu Negara menggunakan prinsip
filosofi bahwa Negara berketuhana, berkemanusiaan, berpersatuan, berkerakyatan, dan
berkeadilan, maka Negara tersebut pada hakikatnya menggunakan dasar filsafat dari nilai
sila-sila pancasila.

Nilai-nilai pancasila bersifat objektif dapat dijelaskan sebagai berikut:


1. Rumusan dari sila-sila pancasila itu sendiri sebenarnya hakikat maknanya yang terdalam
menunjukkan adanya sifat-sifat umum universal dan abstrak, karena merupakan suatu
nilai.
2. Inti nilai-nilai Pancasila akan tetap ada sepanjang masa dalam kehidupan bangsa
Indonesia dan mungkin juga pada bangsa lain baik dalam adat kebiasaan, kebudayaan,
kenegaraan, maupun dalam kehidupan keagamaan.
3. Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945, menurut ilmu hukum
memenuhi syarat sebagai pokok kaidah yang fundamental Negara sehingga merupakan
suatu sumber hukum positif di Indonesia. Oleh karena itu dalam hierarki suatu tertib
hukum hukum Indonesia berkedudukan sebagai tertib hukum yang tertinggi. Maka
secara objektif tidak boleh dirubah secara hukum mengingat sangat menentukan
kelangsungan hidup Negara. Sebagai konsekuensinya jika nilai-nilai pancasila yang
terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 itu diubah maka sama halnya dengan
pembubaran Negara proklamasi 1945, hal ini sebagaimana terkandung di dalam
ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966, diperkuat Tap. No. V/MPR/1973. Jo. Tap. No.
IX/MPR/1978.

71
Sebaliknya nilai-nilai subjektif Pancasila dapat diartikan bahwa keberadaan nilai-nilai
pancasila itu bergantung atau terlekat pada bangsa Indonesia sendiri. Pengertian itu dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Nilai-nilai pancasila timbul dari bangsa Indonesia sehingga bangsa Indonesia sebagai
bangsa kausa materialis. Nilai-nilai tersebut sebagai hasil pemikiran, penilaian kritis,
serta hasil refleksi fiosofis bangsa Indonesia.
2. Nilai-nilai pancasila merupakan filsafat (pandangan hidup) bangsa Indonesia sehingga
merupakan jati diri bangsa, yang diyakini sebagai sumber nilai atas nilai kebenaran,
kebaikan, keadilan dan kebijaksanaan dalam hidup bermasyarakat berbangsa dan
bernegara.
3. Nilai-nilai pancasila di dalamnya terkandung ke tujuh nilai-nilai kerohanian yaitu nilai
kebenaran, keadilan, kebaikan, kebijaksanaan, etis, estetis dan nilai religius yang
manifestasinya sesuai dengan budi nurani bangsa Indonesia karena bersumber pada
kepribadian bangsa.
Nilai-nilai pancasila itu bagi bangsa Indonesia menjadi landasan, dasar serta motivasi
atas segala perbuatan baik dalam kehidupan sehari-hari, maupun dalam kehidupan
kenegaraan. Dengan kata lain bahwa nilai-nilai pancasila merupakan das sollen atau cita-cita
tentang kebaikan yang harus diwujudkan menjadi suatu kenyataan atau dassein.
Di era sekarang sekarang ini, tampaknya kebutuhan akan norma etika untuk
kehidupan berbangsa dan bernegara masih perlu bahkan amat penting untuk ditetapkan. Hal
ini terwujud dengan keluarnya ketetapan MPR No. VI/MPR/2001 tentang etika kehidupan
berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat yang merupakan penjabaran nilai-nilai Pancasila
sebagai pedoman dalam berpikir, bersikap dan bertingkah laku yang merupakan cerminan
dari nilai-nilai keagamaan dan kebudayaan yang sudah mengakar dalam kehidupan
bermasyarakat.
Etika kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat bertujuan untuk:
1. Memberikan landasan etik moral bagi seluruh komponen bangsa dalam menjalankan
kehidupan kebangsaan dalam berbagai aspek
2. Menentukan pokok-pokok etika kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.
3. Menjadi kerangka acuan dalam mengevaluasi pelaksanaan nilai-nilai etika dan moral
dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.
Etika kehidupan berbangsa meliputi sebagai berikut:
a. Etika sosial dan Budaya

72
Etika ini bertolak dari rasa kemanusiaan yang mendalam dengan menampilkan kembali
sikap jujur, saling peduli, saling memahami, saling menghargai, saling mencintai, dan
tolong-menolong di antara sesame manusia dan anak bangsa. Senada dengan itu juga
menghidupkansuburkan kembali budaya malu, yakni malu berbuat kesalahan dan semua
yang bertentangan dengan moral agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa.
b. Etika pemerintahan dan politik
Etika ini dimaksudkan untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, efesien, dan efektif
serta menumbuhkan suasana politik yang demokratis yang bercirikan keterbukaan,
tanggung jawab, tanggap akan aspirasi rakyat, menghargai perbedaan, jujur dalam
persaingan, serta menjujunjung tinggi hak asasi manusia.
c. Etika ekonomi dan bisnis
Etika ini bertujuan agar prinsip dan prilaku ekonomi baik oleh pribadi, institusi, maupun
keputusan dalam bidang ekonomi dapat melahirkan ekonomi dengan kondisi yang baik
dan realitas.
d. Etika penegakan hukum yang berkeadilan
Etika ini bertujuan agar penegakan hukum secara adil, perlakuan yang sama dan tidak
diskriminatif terhadap setiap warga Negara di hadapan hukum, dan menghindarkan
peggunaan hukum secara salah sebagai alat kekuasaan.
e. Etika keilmuan dan disiplin kehidupan
Etika ini diwujudkan dengan menjunjung tinggi nilai-nilai ilmu pengetahuan dan
teknologi agar mampu berpikir rasional, kritis, logis, dan objektif.
Dengan berpedoman pada etika kehidupan berbangsa tersebut, penyelenggara Negara
dan warga Negara berprilaku secara baik bersumber pada nilai-nilai pancasila dalam
kehidupannya. Etika kehidupan berbangsa tidak memiliki sanksi hukum. Namun sebagai
semacam kode etik, pedoman etik berbangsa memberikan sanksi moral bagi siapa saja yang
berprilaku menyimpang dari norma-norma etik yang baik. Etika kehidupan berbangsa ini
dapat kita pandang sebagai norma etik Negara sebagai perwujudan dari nilai-nilai dasar
Pancasila.
Etika dan moral bagi manusia dalam kehiduan berbangsa, bernegara, dan
bermasyarakat, senantiasa bersifat relasional. Hal ini berarti bahwa etika serta moral yang
terkandung dalam sila-sila Pancasila, tidak dimaksudkan untuk manusia secara pribadi,
namun secara relasioanal senantiasa memiliki hubungan dengan yang lain baik kepada Tuhan
yang maha esa maupun kepada manusia lainnya.

73
5. Pancasila Sebagai Sistem Dan Sistem Filsafat Bersifat Hierarkis Dan Piramida
Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan sistem filsafat. Yang
dimaksud sistem adalah suatu kesatuan bagiam-bagian yang saling berhubungan, kerja sama
untuk satu tujuan tertentu dan merupakan suatu kesatuan yang utuh.
Ciri-ciri sistem:
a. Suatu kesatuan bagian-bagian
b. Bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri
c. Saling berhubungan dan ketergantungan
d. Untuk mencapai tujuan yang sama.
e. Terjadi dalam suatu lingkungan yang komplek (shore dan Voich, 1974:22).
Pancasila yang terdiri atas bagian-bagian yaitu sila-sila pancasila. Setiap sila pada
hakikatnya merupakan suatu asas sendiri, fungsi sendiri-sendiri, tujuan tertentu yaitu suatu
masyarakat yang adil makmur berdasarkan Pancasila.
Isi sila-sila pancasila pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan. Dasar filsafat
Negara Indonesia terdiri atas lima sila yang masing-masing suatu asas beradab. Namun
demikian sila-sila pancasila itu bersama-sama merupakan suatu kesatuan dan keutuhan, setiap
sila merupakan suatu unsure (bagian yang mutlak) dari kesatuan pancasila.
Sila-sila Pancasila yang merupakan sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu
kesatuan organis. Antara sila-sila pancasila itu saling berkaitan, saling berhubungan bahkan
saling mengkualifikasi. Sila yang satu dikualifikasi oleh sila-sila lainnya. Dengan demikian
maka Pancasila pada hakikatnya merupakan sistem, dalam pengertian bahwa bagian-bagian
pancasila berhubungan secara erat sehingga membentuk suatu struktur yang menyeluruh.
Pancasila sebagai suatu sistem juga dapat dipahami dari pemikiran dasar yang terkandung
dalam pancasila yaitu pemikiran tentang manusia dalam hubungannya dengan Tuhan Yang
Maha Esa, dengan dirinya sendiri, dengan sesama manusia, dan dengan masyarakat bangsa
Indonesia yang nilai-nilainya telah dimiliki oleh bangsa Indonesia.
Pancasila sebagai suatu sistem mempunyai susunan secara hirarkis dan piramidal.
Piramidal menggambarkan hubungan hierarki sila-sila dari pancasila dalam urutan yang luas
(kuantitas) dan juga dalam hal sifat-sifatnya (kualitas). Kalau dilihat dari intinya, urut-urutan
lima sila menunujukkan suatu rangkaian tingkat dalam luasnya dan isi sifatnya, jika lima sila
itu mempunyai maksud yang demikian, maka diantara kelima sila ada hubungan yang
mengikat yang satu kepada yang lain sehingga Pancasila merupakan suatu kesatuan
keseluruhan yang bulat. Andai sila satu dengan sila yang lainnya tidak mempunyai sangkut-

74
pautnya, maka Pancasila itu sendiri akan menjadi terpecah-pecah, oleh karena itu tidak dapat
dijadikan suatu asas kerohanian bagi suatu Negara.
Dalam susuan hirarkis dan piramida ini, maka Ketuhanan yang maha esa menjadi
basis kemanusiaan, persatuan Indonesia, kerakyatan, dan keadilan. Sebaliknya Ketuhanan
Yang Maha Esa adalah Ketuhanan yang berkemanusiaan, yang membangun, memelihara, dan
mengembangkan persatuan Indonesia, yang berkerakyatan dan berkeadilan social demikian
selanjutnya, sehingga tiap-tiap sila mengandung sila-sila lainnya.
Rumusan Pancasila yang bersifat Hierarkis dan Berbentuk Piramida
1. Sila pertama: Ketuhanan yang Maha Esa adalah meliputi dan menjiwai sila-sila
kemanusiaan yang adil beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dan permusyawaratan/perwakilan, keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
2. Sila kedua: kemanusiaan yang adil beradab adalah meliputi dan dijiwai oleh sila
Ketuhanan Yang Maha Esa dan menjiwai sila-sila persatuan Indonesia, kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dan permusyawaratan/perwakilan, keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.
3. Sila ketiga: Persatuan Indonesia, diliputi oleh Ketuhanan yang maha esa dan menjiwai
sila-sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dan
permusyawaratan/perwakilan, keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.
4. Sila keempat: kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dan
permusyawaratan/perwakilan, adalah dan diliputi oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa,
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan keadilan social bagi seluruh
rakyat Indonesia.
5. Sila kelima: keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia adalah diliputi dan dijiwai oleh
sila-sila Ketuhanan yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil beradab, persatuan
Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dan
permusyawaratan/perwakilan.
Secara ontologis kesatuan sila-sila pancasila sebagai suatu sistem bersifat hirarkis dan
berbentuk pyramida yaitu:
Bahwa hakikat adanya Tuhan adalah ada karena dirinya sendiri, Tuhan sebagai causa
Prima. Oleh karena itu segala sesuatu yang ada termasuk manusia yang diciptakan oleh
Tuhan (sila 1). Adapun manusia adalah sebagai subjek pendukung Negara, karena Negara
adalah lembaga kemanusiaan, Negara itu adalah sebagai persekutuan hidup bersama yang
anggotanya adalah manusia (sila 2). Maka Negara adalah akibat adanya manusia yang bersatu

75
(sila 3). Sehingga terbentuklah persekutuan hidup bersama yang disebut rakyat. Rakyat
adalah sebagai totalitas individu-individu Negara yang bersatu. (sila 4). Keadilan pada
hakikatnya merupakan tujuan suatu keadilan dalam hidup bersama atau dengan kata lain
perkataan keadilan sosial (sila 5).
Sebagai suatu sistem filsafat pancasila memiliki dasar ontologis, dasar epistomologis,
dan dasar aksiologis. Dasar ontologis pancasila pada hakikatnya adalah manusia, yang
memiliki hakikat mutlak monopluralis. Subjek pendukung pokok sila-sila pancasila adalah
manusia, yaitu bahwa yang berketuhanan Yang Maha Esa, yang berkemanusiaan yang adil
dan beradab, yang mewujudkan persatuan, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta berkeadilan sosial dan pada
hakikatnya adalah manusia.
Dasar epistomologis Pancasila pada hakikatnya tidak bisa dipisahkan dengan dasar
ontologisnya. Karena hal yang mendasar dalam epistomologis yaitu, pertama tentang sumber
pengetahuan manusia, kedua teori tentang kebenaran pengetahuan manusia, ketiga tentang
watak pengetahuan manusia. Kemudia sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem filsafat juga
memilki satu kesatuan dasar aksiologisnya, yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila
yang pada hakikatnya juga merupakan suatu kesatuan.

6. Identitas Nasional Sebagai Karakter Bangsa


Identitas berarti ciri-ciri, sifat-sifat khas yang melekat pada suatu hal sehingga
menunjukkan suatu keunikkannya serta membedakannya dengan hal-hal lain. Nasional
berasal dari kata Nation yang memiliki arti bangsa, menunjukkan kesatuan komunitas sosio-
kultural tertentu yang memiliki semangat, cita-cita, tujuan serta ideologi bersama. Jadi,
Identitas Nasional Indonesia adalah ciri-ciri atau sifat-sifat khas bangsa Indonesia yang
membedakannya dengan bangsa-bangsa lain di dunia. identitas Nasional Indonesia meliputi
segenap yang dimiliki bangsa Indonesia yang membedakannya dengan bangsa lain seperti
kondisi geografis, sumber kekayaan alam Indonesia, demografi atau kependudukan
Indonesia, ideolgi dan agama, politik negara, ekonomi, dan pertahanan keamanan.
Berdasarkan hakikat pengertian “identitas Nasional” sebagaimana dijelaskan di atas
maka identitas nasional suatu bangsa tidak dapat dipisahkan dengan jati diri suatu bangsa
atau lebih popular disebut sebagai kepribadian suatu bangsa. Pengertian kepribadian suatu
bangsa adalah keseluruhan atau totalitas dari kepribadian individu-individu sebagai unsur
yang membentuk bangsa tersebut.Oleh karena itu pengertian identitas nasional suatu bangsa
tidak dapat dipisahkan dengan pengertian “peoples character” atau “National Identity”.

76
Dalam hubungannya dengan identitas nasional Indonseia, kepribadian bangsa Indonesia
kiranya sangat sulit jikalau hanya dideskripsikan berdasarkan cirri khas fisik. Hal ini
mengingat bangsa Indonesia itu terdiri atas berbagai macam unsure etnis, ras, suku,
kebudayaan, agama, serta karakter yang sejak asalnya memang memiliki perbedaan. Oleh
karena itu kepribadian bangsa Indonesia sebagai suatu identitas nasional secara historis
berkembang dan menemukan jati dirinya setelah Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Proses pembentukan identitas nasional umumnya membutuhkan waktu dan
perjuangan panjang diantara warga bangsa-negara yang bersangkutan. Hal ini disebabkan
identitas nasional adalah hasil kesepakatan masyarakat bangsa itu.
Setelah bangsa Indonesia bernegara, mulai dibentuk dan disepakati apa-apa yang
dapat menjadi identitas nasional Indonesia. Bisa dikatakan bangsa Indonesia relative berhasil
dalam membentuk identitas nasionalnya kecuali pada saat proses pembentukan ideologi.
Beberapa bentuk identitas nasional Indonesia yang membedakan dengan bangsa lain
yang menunjukkan karakter bangsa Indonesia:
a. Bahasa nasional atau bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia
berawal dari rumpun bahasa melayu yang dipergunakan sebagai bahasa pergaulan yang
kemudian diangkat sebagai bahasa pergaulan yang kemudian diangkat sebagai bahasa
persatuan pada tanggal 28 Oktober 1928. Bangsa Indonesia sepakat bahwa bahasa
Indonesia merupakan bahasa nasional sekaligus sebagai identitas nasional Indonesia.
b. Bendera Negara yaitu sang merah putih, warna merah berarti berani dan putih berarti
suci. Lambang merah putih sudah dikenal pada masa kerajaan Indonesia yang
kemudian diangkat sebagai bendera Negara.
c. Lagu Kebangsaan yaitu Indonesia Raya, Indonesia raya sebagai lagu kebangsaan yang
pada tanggal 28 Oktober 1928 dinyanyikan untuk pertama kali sebagai lagu kebangsaan
Negara.
d. Lambang Negara yaitu Garuda Pancasila Garuda adalah burung khas Indonesia yang
dijadikan lambang Negara.
e. Semboyan Negara adalah bhineka Tunggal Ika. Bhineka tunggal Ika artinya berbeda-
beda tetap satu jua. Menunjukkan bahwa bangsa Indonesia sebagai bangsa heterogen,
namun tetap berkeinginan untuk menjadi satu bangsa yaitu bangsa Indonesia.,
f. Dasar falsafah Negara yaitu Pancasila, berisi lima dasar yang dijadikan sebagai dasar
filsafat Negara Indonesia. Pancasila merupakan identitas nasional yang berkedudukan
sebagai dasar Negara dan ideology nasional Indonesia.

77
g. Konstitusi(Hukum Dasar) Negara yaitu UUD 1945, Merupakan hukum tertulis yang
menduduki tingkatan tertinggi dalam tata urutan perundangan dan dijadikan pedoman
dalam penyelenggaraan Negara.
h. Bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat. Bentuk
Negara adalah kesatuan, sedang bentuk pemerintahan adalah republik. System politik
yang digunakan adalah demokrasi.
i. Konsepsi Wawasan Nusantara, sebagai cara pandang bangsa Indonesia mengenai diri
dan lingkungannya yang serba beragam dan memiliki nilai strategis dengan
mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa, serta kesatuan wilayah dalam
penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara untuk mencapai
tujuan nasional.
j. Kebudayaan daerah yang telah diterima sebagai kebudayaan nasional, berbagai
kebudayaan dari kelompok-kelompok bangsa Indonesia yang memiliki cita rasa tinggi,
dapat dinikmati dan diterima oleh masyarakat luas yang merupakan kebudayaan
Nasional, kebudayaaan nasional adalah puncak-puncak dari kebudayaan daerah.

7. Menanamkan Identitas Nasional Sebagai Karakter Bangsa:


1. Menanamkan pada diri sendiri akan kebanggaan terhadap bangsa Indonesia yang
berbeda dengan bangsa lain.
2. Menumbuhkan rasa cinta terhadap tanah air seperti: Bendera Merah Putih, Lambang
Negara, Bahasa Indonesia, dan sebagainya.
3. Menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam pendidikan,
lingkungan masyarakat, maupun di dalam keluarga.
4. Mencintai mata uang rupiah sebagai alat tukar yang sah dalam ekonomi Indonesia,
serta salah satu ciri khas yang membedakan dengan bangsa lain.
5. Mempertahankan kebudayaan nusantara yang beragam sebagai bukti kekayaan
budaya Indonesia.
6. Mentaati hukum yang berlaku di Indonesia, sebagai bukti bahwa Negara Indonesia
adalah Negara hukum.
7. Menjaga kekayaan alam Indonesia agar tidak diambil oleh pihak yang tidak
bertanggung jawab.

78
8. Komponen-Komponen Yang terlibat Dalam Menegakkan Negara Hukum
Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Hal ini tertuang secara jelas dalam pasal 1
ayat 3 UUD 1945 perubahan ketiga yang berbunyi “ Negara Indonesia adalah Negara
hukum”. Artinya, Negara Kesatuan republik Indonesia adalah Negara yang berdasar atas
hukum (rechtsstaat), tidak berdasar kekuasaan (machtstaat), dan pemerintahan berdasarkan
system konstitusi (hukum dasar), bukan absolutism (kekuasaan yang tidak terbatas).
Di era reformasi salah satu tuntutan masyarakat adalah menegakkan supremasi yang
menjadikan hukum sebagai panglima. Orientasi impletasi penegak hukum (law enforcement)
secara tegas dan konsisten dan setiap pelanggaran harus diselesaikan melalui prosedur hukum
yang berlaku. Artinya masyarakat kekuasaan pemerintah dan negara untuk tunnduk pada
hukum tanpa adanya diskriminatif dan segala permasalahan hukum wajib diselesaikan
melalui prosedur hukum yang berlaku. Menegakkan supremasi hukum adalah melaksanakan
penegakan hukum secara tegas konsekuen dan konsisten dalam segala bentuk permasalahan
hukum baik hukum pidana maupun hukum perdata.
Namun demikian untuk menegakkan Negara dengan hukum yang berkeadilan dan
kebenaran melibatkan komponen:
1. Badan-badan kehakiman yang kokoh kuat, adil, dan bijaksana yang tidak mudah
dipengaruhi oleh lembaga-lembaga lainnya.
2. Pemimpin eksekutf (presiden) yang diwajibkan bekerja sama dengan badan-badan
kehakiman untuk menjamin penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan sehat serta
bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme demi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
3. Aparat penegak hukum ( TNI, POLRI, KPK, Mahkamah Kostitusi, ), berdasarkan UUD
1945 hasil amandemen 2002 yang mengemban amanat demokrasi, yang melayani
masyarakat serta memberikan perlindungan hak-hak asasi manusia.
4. Rakyat yang dituntut untuk mengabdi kepada kepentingan nasional, dengan mentaati
hukum yang berlaku di Indonesia.

9. Negara Hukum Berkaitan Dengan Hak Asasi Manusia


Negara hukum berkaitan dengan hak asasi manusia. Sebab, salah satu ciri dari Negara
hukum adalah adanya jaminan atas hak asasi manusia. Oleh karena itu, Negara hukum
bertanggung jawab atas perlindungan dan penegakkan hak asasi warganya. Namun Negara
hukum bisa dipisahkan dengan hak asasi manusia apabila tidak adanya pengakuan dan
perlindungan hak-hak asasi yang mengandung persamaan di bidang politik, hukum, social,

79
ekonomi dan kebudayaan. Serta adanya peradilan yang dipengaruhi oleh kekuasaan atau
kekuatan lain yang memihak.
Contohnya: Apabila seorang pejabat Negara yang korupsi puluhan miliaran yang merugikan
uang Negara diberikan hukuman yang tidak sesuai dengan perbuatan jahatnya seperti di
rumah tahanan diberikan fasilitas yang mewah, bisa keluar masuk dari tahanan karena adanya
suatu kekuatan yaitu kekuatan “uang”. Sebaliknya seorang warga biasa yang ketahuan
mencuri seekor kambing, oleh pengadilan diberikan hukuman yang sama dengan para
koruptor bahkan di sel tahanan dia disiksa. Ini berarti pelanggaran HAM pasal 28 D. karena
menurut saya hukum di Indonesia hanya menjalankan yang tertulis bukan memahaminya
dengan perasaan.

10. Kesimpulan
Pancasila adalah dasar Negara yang menjadi tolok ukur pemikiran bangsa Indonesia
yang mengandung nilai-nilai yang universal dan terkristalilasi dalam sila-silanya. yang
dikembangkan dan berkembang dalam diri pribadi manusia sesuai dengan kodratnya, sebagai
makhluk pribadi dan sosial. Didalam tubuh pancasila terukir berbagai aspek pemikiran
bangsa yang mengandung asas moralitas, politik, sosial, agama, kemusyawaratan, persatuan
dan kesatuan.Seluruh aspek tersebut senafas, sejiwa,merupakan suatu totalitas salinghidup
menjiwai, diliputi dan dijiwai satu sama lain.
Pancasila merupakan sebuah nilai dasar Negara Indonesia. Pancasila diambil dari
nilai-nilai luhur bangsa Indonesia pada dasarnya bersifat religius, kemanusiaan, persatuan,
demokrasi dan keadilan. Di samping itu Pancasila bercirikan asas kekeluargaan dan gotong
royong serta pengakuan atas hak-hak individu.
Implementasi Pancasila sebagai sistem etika harus senantiasa terwujud prinsip-
prinsip sebagai nilai luhur termasuk sila kedua dari Pancasila, yaitu “Kemanusiaanyang adil
dan beradab”. Eksistensi pancasila sebagai sistem etika dapat ditegakkan dengan
mengimplementasikan prinsip konstitusionalisme dalam penyelenggaraan pemerintahan
Negara Indonesia.

80
BAB VIII
PANCASILA SEBAGAI FILSAFAT BANGSA INDONESIA

1. Pendahuluan
Dalam perjalanan sejarahnya dapat kita pantau perbuatan bangsa Indonesia
mengacu kepada nilai-nilai Pancasila. Bangsa Indonesia jelas menjunjung tinggi nilai
keagamaan dan kemanusiaan, ini dengan jelas dinyatakan dalam pembukaan UUD 1945.
Nilai kesamaan tercermin dalam kerakyatan untuk sesama warga bangsa dan
kemanusiaan yang adil dan beradab dalam pergaulannya dengan bangsa lain. Nilai
kebebasan dan kemerdekaan tercermin dari perjuangan melawan penindasan dan
perjuangan kemerdekaan. Nilai itu mendorong persatuan bangsa Indonesia. Dan akhirnya
perbuatan manusia ditujukan untuk mewujudkan nilai kesetiakawanan (solidaritas), yaitu
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sadar bahwa sejarah adalah pengalaman
kolektif bangsa, maka bangsa Indonesia layak menjunjung tinggi dan mempertahankan
nilai-niai Pancasila itu demi kelangsungan hidupnya sebagai bangsa yang berkeadaban.
Dalam kehidupan bangsa Indonesia, Pancasila mempunyai fungsi salah satunya
sebagai filsafat bangsa. Filsafat sendiri merupakan usaha pemikiran sistematik, yaitu
pemikiran dasariah mengenai manusia dalam seluruh semesta realita. Pancasila diajukan
sebagai filsafat Negara, yaitu suatu pemikiran yang mendalam untuk dipergunakan
sebagai dasar negara. Sebagai filsafat negara, Pancasila berkenaan dengan manusia sebab
negara adalah lembaga manusia. Kelima sila itu berfokus pada manusia.
Pancasila yang berisi lima dasar tidak hanya dipandang sebagai lima prinsip
yang berdiri sendiri, akan tetapi dari sila-sila tersebut secara bersama-sama merupakan
satu kesatuan yang bulat. Dimana kesatuan tersebut dapat diartikan sila yang satu dijiwai
sila yang lainnya. Dalam sila-sila pancasila juga termuat kata-kata dasar Tuhan, manusia,
satu, rakyat dan adil. Sehingga isi atau hakikat sila-sila itu mencakup pengertian yang
luas dan universal.
Pancasila sebagai filsafat negara digali dari isi jiwa bangsa yang telah lama
terpendam dalam kalbu bangsa Indonesia. Pernyataan ini menunjukan bahwa Pancasila
bukan hanya filsafat negara tetapi juga filsafat bangsa Indonesia. Isi dari filsafat bangsa
Indonesia antara lain menunjukkan keyakinan bangsa Indonesia terhadap manusia
sebagai makhluk ciptaan, yang hidup berssama dengan manusia lain sebagai umat
manusia serta menyelesaikan masalah hidupnya atas dasar sikap musyawarah mufakat.

81
Dengan berpegang pada Pancasila sebagai filsafat bangsa, Indonesia dapat menentukan
sikap di tengah-tengah berbagai sistem dan aliran-aliran filsafat di dunia.
Pancasila sebagai filsafat hidup bangsa Indonesia tidak dapat dikatakan
demikian saja, karena kiranya arti penting fungsi tersebut tidak begitu nampak serta
dapat dirasakan. Karena sebagai filsafat rumusan Pancasila memang bersifat abstrak,
terlepas dari kehidupan sehari-hari. Namun kalau kita melihat filsafat Pancasila sebagai
dasar bagi kehidupan bernegara dan kehidupan bermasyarakat bangsa Indonesia

2. Pengertian Filsafat
Dalam hal ini ada beberapa pendapat yang mengatakan bahwa pada hakekatnya
sukar untuk memberikan devinisi mengenai filsafat, karena tidak ada definisi yang
definitif. Oleh karena itu akan dikemukakan pengertian mengenai filsafat dan cirri-ciri
berfilsafat. Sebagai modal untuk mempelajari Pancasila dari sudut pandangan filsafat.
1) Pengertian Menurut Arti Katanya
Kata filsafat dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Yunani yang terdiri
atas kata philein artinya cinta dan sophia artinya kebijaksanaan. Cinta artinya
hasrat yang besar atau yang berkobar-kobar atau yang sungguh-sungguh.
Kebijaksanaan artinya kebenaran sejati atau kebenaran yang sesungguhnya.
Karena mencintai kebijaksanaan manusia dengan pemikiraannya manusia
berusaha untuk mendapatkan pengertian yang seluas-luasnuaya dan sedalam-
dalamnya. Kata filsafat mempunyai dua pengertian asasi, yakni filsafat sebagai
usaha untuk mencari kebenaran dan filsafat sebagai hasil usaha tersebut.
2) Pengertian Umum
Filsafat secara umum dapat diberi pengertian sebagai ilmu pengetahuan yang
menyelidiki hakekat segala sesuatu untuk memperoleh kebenaran. Dalam hal ini
filsafat adalah suatu ilmu pengetahuan tentang hakekat. Ilmu pengetahuan tentang
hakekat menanyakan apa hakekat atau sari atau inti atau esensi segala sesuatu.
Dengan cara itu jawaban yang akan diberikan berupa kebenaran yang hakiki, hal
mana sesuai dengan arti filsafat menurut kata-katanya.
3) Pengertian Khusus
Karena filsafat mengalami perkembangan yang cukup lama tentu dipengaruhi
oleh berbagai factor misalnya ruang, waktu, keadaan dan orangnya.itulah sebabnya
maka timbul berbagai pendapat mengenai pengertian filsafat yang mempunyai
kekhususannya masing-masing. Adanya berbagai aliran di dalam filsafat adalah

82
suatu bukti bahwa ada bermacam-macam pendapat yang khusus yang berbeda satu
sama lain. Misalnaya:
Rationalisme mengagungkan akal
Materialisme mengagungkan materi
Idealisme mengagungkan idea
Hedonism mengagungkan kesenangan
Stoicisme mengagungkan tabiat saleh
Aliran-aliran tersebut mempunyai kekhususannya masing-masing dengan
menekankan kepada sesuatu yang dianggap merupakan inti dan harus diberi tempat
yang tinggi.
4) Beberapa definisi Filsafat
a. Plato (427 SM – 348 SM) Ahli filsafat Yunani
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran asli.
b. Aristoteles (382 – 322 SM), murid Plato
Filsafat ialah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung di
dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik dan
estetika.
c. Al Farabi (870 – 950 M) ahli filsafat Islam
Filsafat ialah ilmu pengetahuan tentang alam wujud bagaimana hakikat yang
sebenarnya.
d. Immanuel Kant (1724 – 1804) ahli filsafat Katolik
Filsafat ialah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal dari segala
pengetahuan yang di dalamnya tercakup empat persoalan :
1. Apakah yang dapat kita ketahui? (jawabannya: “metafisika”)
2. Apakah yang seharusnya kita kerjakan? (jawabannya: “etika”)
3. Sampai di manakah harapan kita? (jawabannya: “agama”)
4. Apakah yang dinamakan manusia? (jawabannya: “antropologi )
Berfilsafat berarti berpikir dan bertanya-tanya untuk mencari kebenaran. Namun
tidak selalu manusia berpikir itu disebut berfilsafat. Usaha berfilsafat itu harus
memenuhi syarat-syarat: berpikir secara kritis, runtut (sistematis), menyeluruh (tidak
terbatas pada satu aspek), dan mendalam (mencari alasan terakhir).
Filsafat sering juga disamakan artinya dengan pandangan dunia (welt
anschauung). Pandangan dunia adalah suatu konsepsi yang menyeluruh tentang alam
semesta, manusia, masyarakat umum, nilai dan norma yang menatur sikap dan perbuatan

83
manusia dalam hubungannya dengan dirinya sendiri, sesama manusia dan masyarakat,
alam semesta dan dengan penciptanya. Pandangan hidup seseorang yang merupakan
hasil dari pemikiran filosofis akan tercermin pada sikap dan cara hidup seseorang yang
tentunya manusia akan berusaha membentuk konsep dasar yang benar dan sesuai dengan
tingkat kemampuannya.

3. Kegunaan Fisafat
Filsafat mempunyai kegunaan baik yang teoritik maupun yang pratik. Dengan
mempelajari filsafat, orang akan bertambah pengetahuannya. Dengan tambahnya
pengetahuan tersebut ia akan mampu menyelidiki segala sesuatu lebih mendalam dan
lebih luas. Kemudian akan sanggup menjawab sesuatu tersebut dengan lebih mendalam
dan luas pula. Filsafat juga mengajarkan hal-hal yang praktik, ajaran filsafat yang dapat
dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari misalnya etika, logika, estetika dan lain-lain.
Di dalam filsafat juga dikenal adanya cabang yang membicarakan tentang
keindahan atau filsafat seni. Didalam rangka membentuk manusia idaman seorang
filosof terkenal yaitu Plato telah mengemukakan pendaptnya agar music menjadi salah
satu mata pelajaran. Salah satu mata kuliah yang dianggap penting oleh Cassiodorus
adalah rethorica yaitu seni berpidato.
Berdasarkan atas uraian tersebut di atas, filsafat mempunyai kegunaan sebagai berikut :
1. Melatih diri untuk berpikir kritik dan runtut dan menyusun hasil pikiran tersebut
secara sistematik.
2. Menambah pandangan dan cakrawala yang lebih luas agar tidak berpikir dan bersikap
sempit dan tertutup.
3. Melatih diri melakukan penelitian,, pengkajian dan memutuskan atau mengambil
kesimpulan mengenai sesuatu hal secara mendalam dan komperehensif.
4. Menjadikan diri bersifat dinamik dan terbuka dalam menghadapi berbagai problem
5. Membuat diri menjadi manusia yang penuh toleransi dan tenggang rasa
6. Menjadi alat yang berguna bagi manusia baik untuk kepentingan pribadinya maupun
dalam hubungannya dengan orang lain.
7. Menjadikan kedudukan manusia baik sebagai pribadi maupun dalam hubungannya
dengan orang lain alam sekitar dan Tuhan YME.

84
4. Fungsi Filsafat
Berdasarkan sejarah kelahirannya, filsafat mula-mula berfungsi sebagai induk
atau ibu ilmu pengetahuan. Pada waktu itu belum ada ilmu pengetahuan lain, sehingga
filsafat harus menjawab segala macam hal. Soal manusia filsafat yang membicarakannya.
Demikian pula soal masyarakat, ekonomi, Negara, kesehatan dan sebagainya.
Kemudian karena perkembangan keadaan dan masyarakat, banyak problem yang
tidak dapat dijawab lagi oleh filsafat. Lahirlah ilmu pengetahuan yang sanggup memberi
jawaban terhadap problem-problem tersebut, misalnya ilmu pengetahuan alam, ilmu
pengetahuan kedokteran, ilmu pengetahuan kemasyarakatan, ilmu pengetahuan manusia,
ilmu pengetahuan ekonomi dan lain-lain. Ilmu pengetahuan tersebut lalu terpecah-pecah
lagi menjadi lebih khusus. Demikianlah lahir berbagai disiplin ilmu yang sangat banyak
dengan kekhususannya masing-masing.
Spesialisasi terjadi sedemikian rupa sehingga hubungan antara cabang dan ranting
ilmu pengetahuan sangat kompleks. Hubungan-hubungan tersebut ada yang masih dekat
tetapi ada pula yang telah jauh. Bahkan ada yang seolah-olah tidak mempunyai
hubungan. Jika ilmu-ilmu tersebut terus berusaha memperdalam dirinya akhirnya sampai
juga pada filsafat. Sehubungan dengan keadaan tersebut filsafat dapat berfungsi sebagai
berikut :
1. Interdisipliner system
2. Menghubungkan ilmu-ilmu pengetahuan yang telah kompleks
3. Tempat bertemunya berbagai disiplin ilmu pengetahuan

5. Sistem Filsafat
Pemikiran filsafat berasal dari berbagai tokoh subjek manusia, pada berbagai
tempat dan zaman. Faktor lingkungan hidup, sosio budaya dan subyektivitas tokoh
memberi identitas pada setiap pemikiran itu. Perbedaan-perbedaan latar belakang tata
nilai dan alam kehidupan, cita-cita dan keyakinan yang mendasari tokoh filsafat itu
melahirkan perbedaan-perbedaan mendasar antar ajaran filsafat. Perbedaan yang
memberi identitas ajaran ini melahirkan aliran-aliran filsafat.
Meskipun demikian, antar ajaran tokoh-tokoh filsafat yang mempunyai
persamaan, dapat digolongkan dalam satu aliran berdasarkan watak dan inti ajarannya.
Jadi aliran filsafat terbentuk atas beberapa ajaran filsafat dari berbagai tokoh dan dari
berbagai zaman. Tegasnya perbedaan aliran bukan ditentukan oleh tempat dan waktu
lahirnya filsafat, melainkan oleh watak, isi dan ajarannya.

85
Aliran-aliran yang ada sejak dulu sampai sekarang meliputi :
1. Aliran Materialisme
Mengajarkan bahwa hakekat realitas semesta, termasuk makhluk hidup, manusia
hakekatnya ialah materi. Semua realita itu ditentukan oleh materi (misalnya barang
kebutuhan ekonomi) dan terikat pada hukum alam yang bersifat obyektif.
2. Aliran Idealisme / spiritualisme
Mengajarkan bahwa ide atau spirit manusia yang menentukan hidup dan
pengertian manusia. Subyek manusia sadar atas realitas dirinya dan semesta, karena
ada akal-budi dan kesadaran rokhani. Manusia yang tak sadar atau mati sama sekali
tidak menyadari dirinya apabila realita semata. Jadi hakikat diri dan kenyataan ialah
akal budi (ide, spirit)
3. Aliran Realisme
Mengajarkan bahwa kedua aliran diatas yang saling bertentangan itu tidak sesuai
dengan kenyataan, tidak realistis. Sesungguhnya realitas kesemestaan, terutama
kehidupan bukanlah benda (materi) semata-mata, kehidupan, seperti nampak pada
tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia. Karenanya realitas itu paduan benda
(jasmaniah) dengan rokhaniah (jiwa). Khusus pada manusia Nampak dalam gejala
daya pikir, cipta dan budi. Jadi realism merupakan sintesa antara jasmaniah, rokhani,
materi dengan yang non-materi.
4. Sistem filsafat ialah suatu ajaran filsafat yang bulat tentang berbagai segi kehidupan
yang mendasar. Suatu system filsafat sedikitnya mengajarkan tentang sumber realita,
filsafat hidup dan tata nilai (etika), termasuk teori terjadinya pengetahuan manusia
dan logika. Sebaliknya, filsafat yang mengajarkan hanya sebagian daripada kehidupan
(sektoral, fragmentaris) tak dapat disebut sistem filsafat, melainkan hanya ajaran
filosofis seorang ahli filsafat.

6. Pengertian Pancasila
Pancasila adalah nama dari dasar Negara Republik Indonesia yang berisi lima
dasar, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan
Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Kelima
dasar atau sila itu merupakan kesatuan yang bulat dan utuh. Rumusan Pancasila tersebut
termuat dalam Pembukaan UUD 1945 yang disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus
1945. Selain sebagai asas kenegaraan seperti terdapat dalam Pembukaan UUD 1945,

86
Pancasila sebenarnya telah ada pada bangsa Indonesia sejak dulu kala, unsur-unsurnya
terdapat pada asas-asas kebudayaan bangsa Indonesia yang kemudian dimatangkan
dalam perjalanan perjuangan kehidupan bangsa Indonesia.
Dalam kehidupan bangsa Indonesia, Pancasila berfungsi sebagai dasar negara,
sumber segala sumber hukum pengaturan negara, kepribadian bangsa, pandangan hidup
bangsa, pandangan moral, ideologi negara, pemersatu maupun penggerak perjuangan dan
termasuk juga diantaranya sebagai filsafat Negara.
Semua fungsi ini menunjukan bahwa Pancasila merupakan dasar untuk mengatur
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Masing-masing dari fungsi tersebut
perlu dipahami maknanya dalam konteks penggunaannya, misalnya fungsi dasar negara
nampak jelas maknanya dalam penyelenggaraan satu kehidupan negara, fungsi
pandangan hidup bangsa tampak maknanya pada sikap dan perilaku manusia Indonesia.
Sedangakan dari kenyataan sejarah, pancasila memiliki fungsi mempersatukan
banngsa. Forum politik menunjukan bahwa Pancasila adalah kesepakatan nasional,
untuk menjadi dasar dan arah kehidupan negara dan bangsa Indonesia. Wakil-wakil
Indonesia memiliki satu pandangan mengenai dasar bagi negara Indonesia yang
merdeka. Sesuai dengan pancasila, Negara yang dikehendaki adalah negara persatuan
yang mengatasi kepentingan golongan maupun perorangan. Pokok pikiran pertama
mengamanatkan negara yang bersifat integral, tidak menyatukan dirinya dengan
kepentingan golongan terbesar dalam masyarakat bangsa tetapi menyatukan dirinya
dengan kepentingan golongan terbesar dalam masyarakat bangsa tetapi menyatukan
dirinya dengan kepentingan seluruh masyarakat.
Dari segi kultural, nilai-nilai Pancasila terdapat pada semua budaya daerah.
Indonesia yang memiliki beraneka ragam kebudayaan, dapat dipersatukan dengan
Pancasila, karena Pancasila digali dari khasanah kebudayaan itu sendiri. Karena
Pancasila sebagai pemersatu bangsa merupakan sumber tertib hukum, maka Indonesia
yang terbentang dari Sabang sampai Merauke merupakan satu kesatuan hukum, dan
memiliki hukum nasional yang mengabdi kepada kesatuan Negara Indonesia.

7. Pancasila Sebagi Filsafat


1. Arti Pancasila sebagai Filsafat
Bangsa Indonesia sudah ada sejak zaman Sriwijaya dan zaman Majapahit
dalam satu kesatuan. Namun, dengan datangnya bangsa-bangsa barat persatuan dan
kesatuan itu dipecah oleh mereka dalam rangka menguasai daerah Indonesia yang

87
kaya raya ini. Berkat perjuangan yang gigih dari seluruh rakyat Indonesia pada
zaman penjajahan Jepang dibentuk suatu badan yang diberi nama BPUPKI. Badan ini
diresmikan tanggal 29 April 1945 oleh pemerintah Jepang. Tanggal 29 Mei 1945 Mr.
Muhammad Yamin mengutarakan prinsip dasar negara yang sekaligus sesudah
berpidato menyerahkan teks pidatonya beserta rancangan undang-undang dasar.
Pada tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno berpidato membahas dasar negara.
Dan pada tanggal 18 Agustus 1945 ditetapkan undang-undang dasar yang diberi
nama Undang-Undang Dasar 1945. Sekaligus dalam pembukaan Undang-Undang
Dasar sila-sila Pancasila ditetapkan. Jadi, Pancasila sebagai filsafat bangsa Indonesia
ditetapkan bersamaan dengan ditetapkannya Undang-Undang Dasar 1945, dan
menjadi ideologi bangsa Indonesia.

8. Fungsi Filsafat Pancasila


Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai fungsi filsafat Pancasila perlu dikaji
tantang ilmu-ilmu yang erat kaitannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Fungsi filsafat secara umum, sebagai berikut :
1. Memberi jawaban atas pernyataan yang bersifat fundamental atau mendasar dalam
kehidupan bernegara. Segala aspek yang erat kaitannya dengan kehidupan
masyarakat bangsa tersebut dan yang berkaitan dengan kelangsungan hidup dari
negara bersangkutan. Oleh karena itu, fungsi Pancasila sebagai filsafat dalam
kehidupan bernegara, haruslah memberikan jawaban yang mendasar tentang
hakikat kehidupan bernegara. Hal yang fundamental dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara, susunan politik atau sistem politik dari negara, bentuk negara,
susunan perekonomian dan dasar-dasar pengembangan ilmu pengetahuan. Dalam
hal ini Pancasila yang dikaji dari sudut fungsinya telah mampu memberikan
jawabannya.
2. Filsafat Pancasila mampu memberikan dan mencari kebenaran yang substansi
tentang hakikat negara, ide negara, dan tujuan negara. Dasar Negara kita ada lima
dasar dimana setap silanya berkaitan dengan sila yang lain dan merupakan satu
kesatuan yang utuh, tidak terbagi dan tidak terpisahkan. Saling memberikan arah
dan sebagai dasar kepada sila yang lainnya. Tujuan negara akan selalu kita
temukan dalam setiap konstitusi negara bersangkutan. Karenanya tidak selalu sama
dan bahkan ada kecenderungan perbedaan yang jauh sekali antara tujuan disatu

88
negara dengan negara lain. Bagi Indonesia secara fundamental tujuan itu ialah
Pancasila dan sekaligus menjadi dasar berdirinya negara ini.
3. Pancasila sebagi filsafat bangsa harus mampu menjadi perangkat dan pemersatu
dari berbagai ilmu yang dikembangkan di Indonesia. Fungsi filsafat akan terlihaat
jelas, kalau di negara itu sudah berjalan keteraturan kehidupan bernegara.

9. Pandangan Integralistik Dalam Filsafat Pancasila


Secara lebih lanjut dapat dikemukakan pula bahwa dasar filsafat bangsa
Indonesia bersifat majemuk tunggal (monopluralis), yang merupakan persatuan dan
kesatuan dari sila-silanya. Akan tetapi bukan manusia yang menjadi dasar persatuan
dan kesatuan dari sila-sila Pancasila itu, melainkan dasar persatuan dan kesatuan itu
terletak pada hakikat manusia. Secara hakiki, susunan kodrat manusia terdiri atas jiwa
dan badan, sifat kodratnya adalah sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, dan
kedudukan kodratnya adalah sebagai makhluk Tuhan dan makhluk yang berdiri sendiri
(otonom). Aspek-aspek hakikat kodrat manusia itu dalam realitasnya saling
berhubungan erat, saling berkaitan, yang satu tidak dapat dipisahkan dari yang lain. Jadi
bersifat monopluralis, dan hakekat manusia yang monopluralis itulah yang menjadi
dasar persatuan dan kesatuan sila-sila Pancasilayang merupakan dasar filsafat Negara
Indonesia.
Pancasila yang bulat dan utuh yang bersifat majemuk tunggal itu menjadi
dasar hidup bersama bangsa Indonesia yang bersifat majemuk tunggal pula. Dalam
kenyataannya, bangsa Indonesia itu terdiri dari berbagai suku bangsa, adat istiadat,
kebudayaan dan agama yang berbeda. Dan diantara perbedaan yang ada sebenarnya
juga terdapat kesamaan. Secara hakiki, bangsa Indonesia yang memiliki perbedaan-
perbedaan itu juga memiliki kesamaan,.bangsa Indonesia berasal dari keturunan nenek
moyang yang sama, jadi dapat dikatakan memiliki kesatuan darah. Dapat diungkapkan
pula bahwa bangsa Indonesia yang memiliki perbedaan itu juga mempunyai kesamaan
sejarah dan nasib kehidupan.
Secara bersama bangsa Indonesia pernah dijajah, berjuang melawan
penjajahan, merdeka dari penjajahan. Dan yang lebih penting lagi adalah bahwa setelah
merdeka, bangsa Indonesia mempunyai kesamaan tekad yaitu mengurus
kepentingannya sendiri dalam bentuk Negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil
dan makmur. Kesadaran akan perbedaan dan kesamaan inilah yang menumbuhkan niat,

89
kehendak (karsa) untuk selalu menuju kepada persatuan dan kesatuan bangsa atau yang
lebih dikenal dengan wawasan “ bhineka tunggal ika “.
Pernyataan lebih lanjut adalah bagaimana bangsa Indonesia melaksanakan
kehidupan bersama berlandaskan kepada dasar filsafat Pancasila sebagai asas persatuan
dan kesatuan sebagai perwujudan hakikat kodrat manusia. Pada saat mendirikan Negara
Indonesia, para pendiri sepakat untuk mendirikan Negara Indonesia yang sesuai dengan
keistimewaan sifat dan corak masyarakat Indonesia,yaitu Negara yang berdasar atas
aliran pikiran Negara (staatsidee) negara yang integralistik, negara yang bersatu dengan
seluruh rakyatnya, yang mengatasi seluruh golongan dalam bidang apapun.
Jadi negara sebagai susunan dari seluruh masyarakat dimana segala golongan,
segala bagian dan seluruh anggotanya berhubungan erat satu dengan lainnya dan
merupakan persatuan dan kesatuan yang organis. Kepentingan individu dan
kepentingan bersama harus diserasikan dan diseimbangkan antara satu dengan lainnya.
Hidup kenegaraan diatur dalam prinsip solidaritas, menuntut bahwa kebersamaan dan
individu tidak dapat dipertentangkan satu dengan lainnya. Negara harus dipandang
sebagai institusi seluruh rakyat yang memberi tempat bagi semua golongan dan lapisan
masyarakat dalam bidang apapun.
Sebaliknya negara juga bertanggung jawab atas kemerdekaan dan
kesejahteraan semua warga negara. Tujuan Negara adalah kesejahteraan umum. Oleh
karena itu negara tidak mempersatukan diri dengan golongan terbesar, juga tidak
mempersatukan diri dengan golongan yang paling kuat, melainkan Negara
mengusahakan tujuannya dengan memperhatikan semua golongan dan semua
perseorangan. Negara mempersatukan diri dengan seluruh lapisan masyarakat.
10. Filsafat Pancasila Menurut Akhli
Di atas telah dikemukakan mengenai filsafat dan ciri-cirinya. Oleh karena itu
sesuatu dapat diklasifikasikan sebagi suatu filsafat jika memenuhi cirri-ciri tersebut.
Demikian pula agar Pancasila merupakan suatu filsafat harus memenuhi sarat-sarat
pengertian dan cirri-ciri filsafat. Dibawah ini ada beberapa pendapat yang
mengemukakan bahwa Pancasila adalah suatu filsafat.
1. Pendapat Muh. Yamin
Dalam bukunya Naskah Persiapan Undang-undang Dasar 1945,
menyebutkan bahwa ajaran Pancasila adalah tersusun secara harmonis dalam
suatu sistem filsafat. Hakikat filsafatnya ialah satu sinthese fikiran yang lahir dari
antithese fikiran. Dari pertentangan pikiran lahirlah perpaduan pendapat yang

90
harmonis, begitu pula halnya dengan ajaran Pancasila, satu sinthese negara yang
lahir dari pada satu antithese.
Pada kalimat pertama dari mukadimah Republik Indonesia yang berbunyi
: Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa. Oleh sebab itu
penjajahan harus dihapuskan karena bertentangan dengan peri kemanusiaan dan
peri keadilan. Kalimat pertama ini adalah kalimat antithese. Pada saat antithese
itu hilang maka lahirlah kemerdekaan. Dan kemerdekaan itu kita akan susun
menurut ajaran filsafat Pancasila.
2. Pendapat Soediman Kartohadiprodjo
Dalam bukunya yang berjudul Beberapa Pikiran sekitar Pancasila, beliau
mengemukakan bahwa pancasila itu disajikan sebagai pidato untuk memenuhi
permintaan memberikan dasar fiilsafat negara, maka disajikannya Pancasila
sebagai filsafat. Pancasila masih merupakan filsafat Negara (staats-filosofie).
Karena itu dapat dimengerti, bahwa filsafat Pancasila dibawakan sebagai inti
dari hal-hal yang berkkenaan dengan manusia, disebabkan negara adalah
manusia serata organisasi manusia.
Dikiranya Pancasila adalah ciptaan Ir. Soekarno, tetapi Ir. Soekarno
menolak disebut sebagai pencipta Pancasila, melainkan mengatakan bahwa
Pancasila adalah isi jiwa bangsa Indonesia. Sehingga jika sesuatu filsafat itu
adalah isi jiwa suatu banggsa maka filsafat itu adalah filsafat bangsa tadi dan
pancasila itu adalah filsafat bangsa Indonesia.
Jadi Soediman Kartohadiprodjo menegaskan bahwa Pancasila sebagi
filsafat bangsa Indonesia berdasarkan atas ucapan Bung Karno yang menatakan
bahwa Pancasila adalah isi jiwa bangsa Indonesia.
3. Pendapat Drijrkoro
Dalam seminar Pancasila beliau berpendapat bahwa filsafat ada di dalam
lingkungan ilmu pengetahuan dan Weltanschauung didalam lingkungan hidup.
Dengan belajar filsafat orang tidak dengan sendirinya mempelajari
Weltanscauung. Dan juga tidak pada tempatnya jika dalam filsafat aspek
Weltanschauug ditekan-tekan dengan berlebih-lebihan. Shingga dikemukakan
bahwa Pancasila sudah lama merupakan Weltanscauung bagi kita banggsa
Indonesia, akan tetapi tanpa dirumuskan sebagai filsafat melainkan dalam dalil-
dalil filsafat.

91
Sehingga Drijarkoro dalam pendapatnya membedakan antara filsafat
dengan Weltscauung. Dan diterangkan pula tentang Pancasila sebagai dalil-dalil
filsafat, dengan mengakui orang masih tinggal di dalam lingkungan filsafat.
Pancasila barulah menjadi pendirian atau sikap hidup.
4. Pendapat Notonagoro
Dalam Lokakarya Pengamalan Pancasila di Yogyakarta beliau
berpendapat bahwa kedudukan Pancasila dalam Negara Republik Indonesia
adalah sebagai dasar negara, dalam pengertian dasar filsafat. Sifat kefilsafatan
dari dasar negara tersebut terwujud dalam rumusan abstrak dari kelima sila dari
pada Pancasila. Yang intinya ialah ketuhanan, kemanusiaan, persatuan (kesatuan
dalam dinamikanya), kerakyatan dan keadilan, terdiri atas kata-kata pokok
dengan awalan-akhiran ke-an dan per-an. Dasar filsafat, asas kerokhanian Negara
Pancasila adalah cita-cita yang harus dijelmakan dalam kehidupan negara.
5. Pendapat Roeslan Abdoelgani
Di dalam bukunya Resapkan dan Amalkan Pancasila berpendapat bahwa
Pancasila adalah filsafat Negara yang lahir sebagai collective-ideologie dari
seluruh bangsa Indonesia. Pada hakikatnya Pancasila merupakan suatu realiteit
dan suatu noodzakelijkheid bagi keutuhan persatuan bangsa Indonesia
sebagaimana tiap-tiap filsafat adalah hakikatnya suatu noodzkelijkheid. Didalam
kajian-kajiannya dari dalam, masih mengandung ruang yang luas untuk
berkembangnya pnegasan-penegasan lebih lanjut. Didalam fungsinya sebagai
fondamen Negara, ia telah bertahan terhadap segala ujian baik yang datang dari
kekuatan-kekuatan contra-revolusioner, maupun yang datang dari kekuatn-
kekuatan extreem.

11. Penutup
Kelangsungan dan keberhasilan suatu bangsa dalam mencapai cita-citanya
sangat dipengaruhi oleh filsafat negara dari bangsa tersebut. Bagai bangsa Indonesia,
Pancasila adalah pedoman dan arah yang akan dituju dalam mencapai cita-cita bangsa.
Tanpa dilandasi oleh suatu filsafat maka arah yang akan dituju oleh bangsa akan kabur
dan mungkin akan dapat melemahkan bangsa dan negara, kalau filsafat itu tidak
dihayati oleh bangsa tersebut. Untuk itulah kita bangsa Indonesia perlu untuk mengerti
dan menghayati filsafat Pancasila sebagai pedoman dalam kehidupan bermasyarakat
dan bernegara.

92
Pancasila sebagai sistem dalam filsafat kita sudah tentu harus memenuhi
syarat-syarat dari filsafat itu sendiri. Sistem filsafat Pancasila kita temukan dalam
berbagai nilai-nilai kehidupan di masyarakat, antara lain dari nilai-nilai agama,
kebiasaan dari orang-orang Indonesia yang telah menjadi budaya dalam pergaulan
sehari-hari. Seperti halnya kebudayaan di berbagai daerah di Indonesia adalah sumber
dari nilai-nilai Pancasila itu.
Pancasila sebagai filsafat telah berhasil eksistensinya dalam kehidupan
bernegara, karena Pancasila dapat dan mampu berperan sebagi sumber nilai dalam
kehidupan politik, dalam system perekonomian, sebagai sumber dari sistem sosial dan
budaya masyarakat. Oleh karena itu Pancasila perlu kita sebar luaskan dankita gali terus
menerus, demi kuat dan kokohnya bangsa dan negara Indonesia. Pancasila adalah
sumber kekuatan bangsa untuk tetap tegaknya negara dan keteraturan kehidupan
bermasyarakat.

93
BAB IX
PARADIGMA PANCASILA

1. Pendahuluan

Semua negara di dunia mengusahakan setiap warga negaranya memahami


benar tentang dasar negaranya, sehingga kewarganegaraan menjadi efektif, (yaitu tahu
dan mentaati semua hak-hak dan kewajiban-kewajiban mereka dalam hidup
bermasyarakat bangsa dan bernegara) bahkan diharapkan mereka yang memperoleh
pendidikan tinggi, sebagai calon-calon pemimpin bangsa, mampu mengidentifikasi-
menganalisis-membuat kesimpulan serta solusi atas berbagai permasalahan yang muncul
dalam hidup bermasyarakat bangsa dan bernegara. Pemahaman itu diupayakan melalui
pendidikan, apakah melalui sekolah-sekolah, atau pendidikan di luar sekolah, atau
melalui kedua jalur itu. Lebih jauh lagi, melalui pendidikan kewarganegaraan dapat
ditumbuhkan rasa cinta kepada bangsa dan negara di kalangan para pesertanya. Karena
itulah pendidikan kewarganegaraan akan menjadi identitas nasional yang akan menjadi
ciri suatu bangsa dan menjadi suatu kebanggaan pada setiap warga negara itu sendiri .

Sebagai bangsa negara merdeka, negara Republik Indonesia mempunyai nilai


filosofis ideologis dan konstitusional sebagai asas normatif fundamental serta sumber
motivasi dan cita–cita nasional. Nilai fundamental ini adalah pandangan hidup bansa dan
filsafat negara yang tertuang dalam pembukaan Undang–Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang kemudian nilai tersebut yang kita kenal dengan pancasila.

Pancasila pada hakekatnya menjamin kesatuan bangsa, kemerdekaan dan


kedaulatan nasional. Pancasila juga mengakui dan menjamin kebinekaan kita sebagai
rakyat indonesia dalam mengelola kehidupan berbangsa dan bernegara sekaligus
melaksanakan pembangunan nasional sebagai upaya berkelanjutan mencapai tujuan
nasional negara Republik Indonesia. Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia
harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bernegara. Tujuan nasional
sebagaimana ditegaskan dalam Pembukaan Undang – Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 di wujudkan melalui pelaksanaan penyelenggaran negara yang
berkedaulatan rakyat dan demokratis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan
bangsa berdasarkan Pancasila dan Undang – undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Penyelenggaran negara dilaksanakan melalui pembangunan nasional dalam

94
segala aspek kehidupan bangsa oleh penyelenggara negara bersama segenap rakyat
Indonesia di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2. Pancasila Sebagai Paradigma

Pancasila sebagai paradigma dimaksudkan bahwa Pancasila sebagai sistem nilai


acuan, kerangka-acuan berpikir, pola-acuan berpikir atau jelasnya sebagai sistem nilai
yang dijadikan kerangka landasan, kerangka cara, dan sekaligus kerangka arah/tujuan
bagi ‘yang menyandangnya’. Yang menyandangnya itu di antaranya:

1. Bidang Politik

2. Bidang Ekonomi

3. Bidang Social Budaya

4. Bidang Hukum

5. Bidang kehidupan antar umat beragama,

Memahami asal mula Pancasila. Kelimanya itu, dalam uraian ini, dijadikan
pokok bahasan. Namun demikian agar sistematikanya menjadi relatif lebih tepat,
pembahasannya dimulai oleh ‘paradigma yang terakhir’ yaitu paradigma dalam
kehidupan bernegara.

Pengertian Paradigma Pembangunan Istilah Paradigma pada awalnya


berkembang dalam ilmu pengetahuan terutama dalam kaitannya dalam filsafat ilmu
pengetahuan. Secara harfiah (etimologis) istilah mengandung arti model, pola atau
contoh. Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia, paradigma diartikan sebagai seperangkat
unsur bahasa yang sebagian bersifat tetap dan yang sebagian berubah-ubah.

Paradigma juga diartikan sebagai suatu gugusan sistem pemikiran. Secara


terminologis tokoh yang mengembangkan istilah paradigma adalah Thomas S. Khun.
Menurut pendapatnya, paradigma tidak lain merupakan asumsi – asumsi teoritis yang
umum ( merupakan suatu sumber nilai ) yang merupakan sumber hukum, metode serta
cara penerapan dalam ilmu pengetahuan tersebut. Istilah paradigma makin lama makin
berkembang tidak hanya di bidang ilmu pengetahuan, tetapi pada bidang lain seperti
bidang politik, hukum, sosial dan ekonomi.

Istilah pembangunan menunjukan adanya pertumbuhan, perluasan ekspansi


yang bertalian dengan keadaan yang harus digali dan dibangun agar dicapai kemajuan

95
dimasa yang akan datang. Didalam proses pembangunan terdapat perubahan yang terus
menerus diarahkan untuk menuju kemajuan dan perbaikan ke arah tujuan yang
diciptakan. Dengan kata lain, pembangunan merupakan suatu proses perubahan yang
direncanakan dan mencakup semua aspek kehidupan untuk mewujudkan tujuan hidup.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa secara umum paradigma pembangunan
adalah suatu model pola yang merupakan sistem berfikir sebagai upaya untuk
melaksanakan perubahan yang direncanakan guna mewujudkan cita-cita kehidupan
masyarakat menuju hari esok yang lebih baik. Paradigma kemudian berkembang dalam
pengertian sebagai kerangka pikir, kerangka bertindak, acuan, orientasi, sumber, tolok
ukur, parameter, arah dan tujuan.

Sesuatu dijadikan paradigma berarti sesuatu itu dijadikan sebagai kerangka,


acuan, tolok ukur, parameter, arah, dan tujuan dari sebuah kegiatan. Kita tentunya tahu
rumusan Pembukaan Undang – Undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
alenia IV. Dalam rumusan tersebut dinyatakan bahwa tujuan negara Republik Indonesia
adalah melindungi segenap bangsa indonesia dan seluruh tumpah darah indonesia;
memajukan kesejahteraan umum; mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial. Dengan demikian, paradigma menempati posisi tinggi dan penting dalam
melaksanakan segala hal dalam kehidupan manusia. Pancasila sebagai paradigma,
artinya nilai-nilai dasar pancasila secara normatif menjadi dasar, kerangka acuan, dan
tolok ukur segenap aspek pembangunan nasional yang dijalankan di Indonesia. Hal ini
sebagai konsekuensi atas pengakuan dan penerimaan bangsa Indonesia atas Pancasila
sebagai dasar negara dan ideologi nasional. Nilai-nilai dasar Pancasila itu dikembangkan
atas dasar hakikat manusia.

Hakikat manusia menurut Pancasila adalah makhluk monopluralis. Kodrat


manusia yang monopluralis tersebut mempunyai ciri-ciri, antara lain: • susunan kodrat
manusia terdiri atas jiwa dan raga • sifat kodrat manusia sebagai individu sekaligus sosial
• kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi dan makhluk tuhan. Berdasarkan
hal itu, Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia dan
masyarakat Indonesia yang dilakukan secara berkelanjutan, berlandaskan kemampuan
nasional dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
memperhatikan tantangan perkembangan global. Dalam pelaksanaanya, pembangunan
nasional mengacu pada kepribadian bangsa dan nilai – nilai luhur yang universal untuk

96
mewujudkan kehidupan bangsa yang berdaulat, mandiri, berkeadilan, sejahtera, maju
serta kokoh kekuatan moral dan etikanya. Oleh sebab itu, untuk mencapai semua itu
bangsa dan negara Indonesia harus menjadikan pancasila sebagai paradigma
pembangunan.

3. Pancasila Sebagai Paradigma Reformasi

Pembangunan Reformasi secara etimologis berasal dari kata reformation. Secara


harfiah reformasi memiliki makna suatu gerakan untuk memformat ulang, menata ulang
atau menata kembali hal – hal yang menyimpang untuk dikembalikan pada format atau
bentuk semula sesuai dengan nilai – nilai ide yang diciptakan rakyat. Gerakan reformasi
biasanya dilandasi oleh nilai – nilai dasar yang terkandung dalam ideologi nasional.
Berkaitan dengan hal tersebut, gerakan reformasi yang sedang dijalankan di Indonesia
tentu saja tidak boleh menyimpang dari nilai – nilai fundamental negara yang terkandung
dalam pancasila. Dengan kata lain, gerakan reformasi di Indonesia harus tetap diletakkan
dalam kerangka perspektif pancasila sebagai landasan dan cita – cita Ideologi. Hal ini
dikarenakan, tanpa ada suatu dasar nilai yang jelas, maka suatu gerakan reformasi akan
mengarah pada suatu disintegrasi, anarkisme, brutalisme, serta pada akhirnya menuju
kehancuran bangsa dan negara Indonesia. Oleh karena itu, gerakan reformasi yang
berlangsung di Indonesia harus merupakan gerakan reformasi yang berperspektif
pancasila, yaitu:

1. Reformasi yang Berketuhanan Yang Maha Esa.

2. Reformasi yang berkemanusiaan yang adil dan beradab.

3. Semangat reformasi harus berdasarkan pada nilai persatuan.

4. Semangat dan jiwa reformasi harus berakar pada asas kerakyatan.

5. Visi dasar gerakan reformasi harus jelas.

4. Pancasila Sebagai Paradigma pembangunan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Pancasila sebagai paradigma pembangunan iptek mengandung pengertian


bahwa pancasila memberikan dasar nilai bagi pembangunan Iptek demi kesejahteran
manusia. Dengan kata lain, dalam pengembangan Iptek, pancasila harus dijadikan
sumber nilai, kerangka berfikir serta dasar moralitas.

97
Adapun hakekat pancasila sebagai paradigma pembangunan Iptek adalah sebagai
berikut:

1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa memberikan dasar atau landasan bahwa pembangunan
Iptek tidak hanya memikirkan apa yang ditemukan atau diciptakan, tetapi juga harus
mempertimbangkan maksud dan akibat bagi manusia dan lingkungannya. Pengolahan
diimbangi dengan melestarikan. Sila ini menempatkan manusia dialam semesta bukan
sebagai pusatnya, melainkan sebagai bagian sistematik dari alam yang diolahnya.

2. Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradap memberikan landasan bahwa pembngunan
Iptek harus bersifat beradap dan diabadikan untuk peningkatan harkat dan martabat
manusia. Oleh karena itu, pembangunan Iptek harus didasarkan kepada tujuan
dasarnya untuk mewujudkan kesejahteraan manusia serta peningkatan harkat dan
martabat manusia.

3. Sila persatuan Indonesia memberikan arahan bahwa pembangunan iptek hendaknya


dapat mengembangkan nasionalisme, kebesaran bangsa dan keluhuran bangsa sebagai
bagian umat manusia.

4. Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksaan dalam permusyawaratan /


perwakilan mendasari pembangunan iptek secara demokratis. Artinya, setiap ilmuwan
harus memiliki kebebasan untuk mengembangkan Iptek. Selain itu dalam
pembangunan Iptek, setiap ilmuwan harus menghormati dan menghargai kebebasan
orang lain dan harus ,memiliki sikap terbuka, artinya terbuka untuk dikritik, dikaji
ulang maupun dibandingkan dengan teori lainnya.

5. Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia mengkomplementasikan


pembangunan iptek haruslah menjaga keseimbangan keadilan dalam kehidupan
kemanusiaan, yaitu keseimbangan keadilan dalam hubungannya dengan dirinya
sendiri, manusia dengan Tuhannya, manusia dengan manusia lainnya, manusia
dengan masyarakat bangsa dan negara serta manusia dengan alam lingkungannya.

b. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan IPOLEKSOSBUDHANKAM

5. Pancasila sebagai Paradigma perkembangan Bidang Ideologi

Perkembangan ideologi di Negara kita, harus selalu diartikan sebagai


pengembangan Pancasila sebagai ideologi nasional. Dalam hal ini pancasila harus
dipandang ideologi yang dinamis yang dapat menangkap tanda – tanda perkembangan

98
dan perubahan zaman. Dalam perkembangan ideologi pancasila, harus senantiasa di
perhatikan:

1) Kedudukan pancasila sebagai ideologi terbuka, yang berarti pancasila merupakan


bentuk ideologi yang idealis,relistis, dan fleksibel yang selalu terbuka terhadap upaya
– upaya pembangunan dirinya tanpa harus kehilangan jati dirinya sebagai dasar
negara Republik Indonesia.

2) Wawasan kebangsaan Indonesia ( nasionalisme ), yang berarti bangsa Indonesia bukan


bangsa yang berdasarkan kepada ajaran agama tertentu serta tidak pula memisahkan
ajaran agama dalam proses penyelenggaran negara, tetapi bangsa indonesia telah
membangun suatu wawasan kebangsaan atau nasionalisme bercirikan kepribadian
bangsa Indonesia sendiri, yaitu kebangsaan yang bebas dalam arti merdeka, berdaulat,
bersatu, adil dan makmur.

6. Pancasila Sebagai Paradigma pembangunan Bidang Politik

Perilaku politik, baik dari warga negara maupun penyelenggara negara


dikembangkan atas dasar moral tersebut sehingga menghasilkan perilaku politik yang
santun dan bermoral. Pancasila sebagai paradigma pengembangan sosial politik diartikan
bahwa Pancasila bersifat sosial-politik bangsa dalam cita-cita bersama yang ingin
diwujudkan dengan menggunakan nilai-nilai dalam Pancasila.

Pemahaman untuk implementasinya dapat dilihat secara berurutan-terbalik:

1) Penerapan dan pelaksanaan keadilan sosial mencakup keadilan politik, budaya,


agama, dan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari;

2) Mementingkan kepentingan rakyat (demokrasi) bilamana dalam pengambilan


keputusan;

3) Melaksanakan keadilan sosial dan penentuan prioritas kerakyatan berdasarkan konsep


mempertahankan persatuan;

4) Dalam pencapaian tujuan keadilan menggunakan pendekatan kemanusiaan yang adil


dan beradab;

5) Tidak dapat tidak; nilai-nilai keadilan sosial, demokrasi, persatuan, dan kemanusiaan
(keadilan-keberadaban) tersebut bersumber pada nilai Ketuhanan Yang Maha Esa.

99
Proses pembangunan politik negara terutama dalam proses reformasi dewasa ini
harus mendasarkan pada moralitas sebagaimana tertuang dalam sila-sila pancasila,
sehingga praktek-praktek politik yang menghalalkan segala cara seperti memfitnah,
memprovokasi, dan menghasut rakyat harus segera di akhiri. Selain itu, perwujudan
pancasila dalam pengembangan kehidupan politik dapat dilakukan dengan cara:

1) Mewujudkan tujuan negara demi peningkatan harkat dan martabat manusia Indonesia.

2) Memposisikan rakyat Indonesia sebagai subjek dalam kehidupan politik, bukan hanya
sebagai objek politik penguasa semata

3) Sistem politik negara harus mendasarkan pada tuntutan hak dasar kemanusiaan,
sehingga sistem politik negara harus mampu menciptakan sistem yang menjamin
perwujudan hak asai manusia.

4) Para penyelenggara negara dan para politisi senantiasa memegang budi pekerti ke,
manusiaan serta memegang teguh cita-cita moral rakyat Indonesia

7. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Bidang Ekonomi

Pancasila sebagai paradigma pengembangan ekonomi lebih mengacu pada Sila


Keempat Pancasila; sementara pengembangan ekonomi lebih mengacu pada
pembangunan Sistem Ekonomi Indonesia. Dengan demikian subjudul ini menunjuk pada
pembangunan Ekonomi Kerakyatan atau pembangunan Demokrasi Ekonomi atau
pembangunan Sistem Ekonomi Indonesia atau Sistem Ekonomi Pancasila. Perwujudan
pancasila sebagai paradigma dan moralitas dalam pembangunan bidang ekonomi dapat
dilakukan dengan cara:

1) Sistem ekonomi negara senantiasa mendasarkan pada pemikiran untuk


mengembangkan ekonomi atas dasar moralitas kemanusiaan dan ketuhanan

2) Menghindari pengembangan ekonomi yang mengarah pada sistem monopoli dan


persaingan bebas

3) Mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan dan kekeluargaan yang ditujukan untuk


mencapai kesejahteraan rakyat secara luas.

8. Pancasila sebagai paradigma pembangunan bidang sosial budaya

Pembangunan sosial budaya termasuk salah satu aspek pembangunan yang


penting dan senantiasa terus ditingkatkan kualitasnya. Apabila dicermati, sesungguhnya

100
nilai-nilai Pancasila itu memenuhi kriteria sebagai puncak-puncak kebudayaan, sebagai
kerangka-acuan-bersama, bagi kebudayaan – kebudayaan di daerah:

1) Sila Pertama, menunjukan tidak satu pun suku bangsa ataupun golongan sosial dan
komunitas setempat di Indonesia yang tidak mengenal kepercayaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa;

2) Sila Kedua, merupakan nilai budaya yang dijunjung tinggi oleh segenap warganegara
Indonesia tanpa membedakan asal-usul kesukubangsaan, kedaerahan, maupun
golongannya;

3) Sila Ketiga, mencerminkan nilai budaya yang menjadi kebulatan tekad masyarakat
majemuk di kepulauan nusantara untuk mempersatukan diri sebagai satu bangsa
yang berdaulat;

4) Sila Keempat, merupakan nilai budaya yang luas persebarannya di kalangan


masyarakat majemuk Indonesia untuk melakukan kesepakatan melalui musyawarah.
Sila ini sangat relevan untuk mengendalikan nilai-nilai budaya yang mendahulukan
kepentingan perorangan;

5) Sila Kelima, betapa nilai-nilai keadilan sosial itu menjadi landasan yang
membangkitkan semangat perjuangan bangsa Indonesia dalam memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikutserta melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan
sosial.

Seperti halnya dalam pembangunan aspek yang lainnya, pancasila kembali


menjadi dasar moralitas utama untuk menyelenggarakan proses pembangunan dalam
aspek ini, yang dapat diwujudkan dengan cara:

1) Senantiasa berdasarkan kepada sistem nilai yang sesuai dengan nilai-nilai budaya
yang dimiliki oleh masyarakat indonesia

2) Pembangunan ditujukan untuk meningkatkan derajat kemerdekaan manusia dan


kebebasan spiritual

3) Menciptakan sistem sosial budaya yang beradap melaui pendekatan kemanusian


secara universal.

101
9. Pancasila sebagai paradigma pembangunan bidang pertahanan dan keamanan

Persatuan dan kesatuan bangsa indonesia dapat terwujud salah satunya dengan
adanya sistem pertahanan dan keamanan negara. Oleh karena itu, pembangunan dalam
bidang pertahanan dan keamanan mutlak dilakukan dengan senantiasa berlandaskan pada
nilai-nilai pancasila. Perwujudan nilai-nilai pancasila dalam pembangunan bidang ini
dapat dilakukan dengan cara:

1) Pertahanan dan keamanan negara harus berdasarkan kepada tujuan demi tercapainya
kesejahteraan hidup manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa

2) Pertahanan dan keamanan negara harus berdasarkan pada tujuan demi tercapainya
kepentingan seluruh warga negara indonesia

3) Pertahanan dan keamanan harus mampu menjamin hak asai manusia, persamaan
derajat serta kebebasan kemanusiaan

4) Pertahanan dan keamanan negara harus dipruntukan demi terwujudnya keadilan dalam
kehidupan masyarakat.

10. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Hukum

Salah satu tujuan bernegara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa


Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Hal ini mengandung makna bahwa tugas
dan tanggung jawab tidak hanya oleh penyelenggara negara saja, tetapi juga rakyat
Indonesia secara keseluruhan. Atas dasar tersebut, sistem pertahanan dan keamanan
adalah mengikut sertakan seluruh komponen bangsa. Sistem pembangunan pertahanan
dan keamanan Indonesia disebut sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta
(sishankamrata).

Dengan ditetapkannya UUD 1945, NKRI telah memiliki sebuah konstitusi, yang di
dalamnya terdapat pengaturan tiga kelompok materi-muatan konstitusi, yaitu:

1) Adanya perlindungan terhadap HAM,

2) Adanya susunan ketatanegaraan negara yang mendasar , dan

3) Adanya pembagian dan pembatasan tugas-tugas ketatanegaraan yang juga mendasar.

Dalam kaitannya dengan ‘Pancasila sebagai paradigma pengembangan


hukum’, hukum (baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis) yang akan dibentuk tidak
dapat dan tidak boleh bertentangan dengan sila-sila dalam Pancasila. Dengan demikian,

102
substansi hukum yang dikembangkan harus merupakan perwujudan atau penjabaran sila-
sila yang terkandung dalam Pancasila. Artinya, substansi produk hukum merupakan
karakter produk hukum responsif (untuk kepentingan rakyat dan merupakan perwujuan
aspirasi rakyat).

11. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Kehidupan Umat Beragama

Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Kehidupan Umat Beragama Bangsa


Indonesia sejak dulu dikenal sebagai bangsa yang ramah dan santun, bahkan predikat ini
menjadi cermin kepribadian bangsa kita di mata dunia internasional. Indonesia adalah
Negara yang majemuk, bhinneka dan plural. Indonesia terdiri dari beberapa suku, etnis,
bahasa dan agama namun terjalin kerja bersama guna meraih dan mengisi kemerdekaan
Republik Indonesia kita. Paradigma toleransi antar umat beragama guna terciptanya
kerukunan umat beragama perspektif Piagam Madinah pada intinya adalah seperti
berikut:

1) Semua umat Islam, meskipun terdiri dari banyak suku merupakan satu komunitas
(ummatan wahidah).

2) Hubungan antara sesama anggota komunitas Islam dan antara komunitas Islam dan
komunitas lain didasarkan atas prinsip-prinsip:

a. Bertentangga yang baik

b. Saling membantu dalam menghadapi musuh bersama

c. Membela mereka yang teraniaya

d. Saling menasehati

e. Menghormati kebebasan beragama. Lima prinsip tersebut mengisyaratkan:

1) Persamaan hak dan kewajiban antara sesama warga negara tanpa diskriminasi
yang didasarkan atas suku dan agama;

2) Pemupukan semangat persahabatan dan saling berkonsultasi dalam


menyelesaikan masalah bersama serta saling membantu dalam menghadapi
musuh bersama.

Dalam “Analisis dan Interpretasi Sosiologis dari Agama” (Ronald Robertson,


ed.) misalnya, mengatakan bahwa hubungan agama dan politik muncul sebagai
masalah, hanya pada bangsa-bangsa yang memiliki heterogenitas di bidang agama.

103
Hal ini didasarkan pada postulat bahwa homogenitas agama merupakan kondisi
kesetabilan politik. Sebab bila kepercayaan yang berlawanan bicara mengenai nilai-
nilai tertinggi (ultimate value) dan masuk ke arena politik, maka pertikaian akan
mulai dan semakin jauh dari kompromi. Dalam beberapa tahap dan kesempatan
masyarakat Indonesia yang sejak semula bercirikan majemuk banyak kita temukan
upaya masyarakat yang mencoba untuk membina kerunan antar masayarakat.
Lahirnya lembaga-lembaga kehidupan sosial budaya seperti “Pela” di Maluku,
“Mapalus” di Sulawesi Utara, “Rumah Bentang” di Kalimantan Tengah dan “Marga”
di Tapanuli, Sumatera Utara, merupakan bukti-bukti kerukunan umat beragama dalam
masyarakat. Ke depan, guna memperkokoh kerukunan hidup antar umat beragama di
Indonesia yang saat ini sedang diuji kiranya perlu membangun dialog horizontal dan
dialog Vertikal. Dialog Horizontal adalah interaksi antar manusia yang dilandasi
dialog untuk mencapai saling pengertian, pengakuan akan eksistensi manusia, dan
pengakuan akan sifat dasar manusia yang indeterminis dan interdependen.

Identitas indeterminis adalah sikap dasar manusia yang menyebutkan bahwa


posisi manusia berada pada kemanusiaannya. Artinya, posisi manusia yang bukan
sebagai benda mekanik, melainkan sebagai manusia yang berkal budi, yang kreatif,
yang berbudaya.

12. Implementasi Pancasila sebagai Paradigma Kehidupam Kampus

Implementasi pancasila sebagai paradigma kehidupan kampus adalah seperti


contoh-contoh paradigma pancasila diatas, kehidupan kampus tidak jauh berbeda
dengan kehidupan tatanan Negara. Jadi kampus juga harus memerlukan tatanan
pumbangunan seperti tatanan Negara yaitu politik, ekonomi, budaya, hukum dan antar
umat beragama. Untuk mencapai tujuan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara maka sebagai makhluk pribadi sendiri dan sebagai makhluk Tuhan Yang
Maha Esa.

Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) pada hakikatnya merupakan suatu


hasil kreativitas rohani manusia. Unsur jiwa manusia meliputi aspek akal, rasa,dan
kehendak. Sebagai mahasiswa yang mempunyai rasa intelektual yang besar kita dapat
memanfaatkan fasilitas kampus untuk mencapai tujuan bersama. Pembangunan yang
merupakan realisasi praksis dalam Kampus untuk mencapai tujuan seluruh mahsiswa
harus mendasarkan pada hakikat manusia sebagai subyek pelaksana sekaligus tujuan

104
pembangunan. Oleh karena itu hakikat manusia merupakan sumber nilai bagi
pembangunan pengembangan kampus itu sendiri

13. Penutup

Hakekat kedudukan pancasila sebagai paradigma pembangunan mengandung


pengertian bahwa dalam segala aspek pembangunan nasional, harus berlandaskan pada
nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila pancasila. Dalam hidup berbangsa,
bernegara dan bermasyarakat, pancasila harus mewarnai gerak langkah, sikap dan
perilaku kita. Sebagai landasan hidup pancasila harus dipahami secara mendalam,
menyeluruh, dan kontekstual negara Republik Indonesia mempunyai nilai filosofis
ideologis dan konstitusional sebagai asas normatif fundamental serta sumber motivasi
dan cita – cita nasional. Nilai fundamental ini adalah pandangan hidup bansa dan
filsafat negara yang tertuang dalam pembukaan Undang – Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang kemudian nilai tersebut yang kita kenal dengan
pancasila. Pancasila pada hakekatnya menjamin kesatuan bangsa, kemerdekaan dan
kedaulatan nasional.

105
BAB XIII
AMANDEMEN UUD 1945

1. Pendahuluan

Pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto menyatakan berhenti dari jabatan
presiden setelah terjadi gelombang unjuk rasa besar-besaran, yang dimotori oleh mahasiswa,
pemuda, dan berbagai komponen bangsa lainnya, di Jakarta dan di daerah-daerah.
Berhentinya Presiden Soeharto di tengah krisis ekonomi dan moneter yang sangat
memberatkan kehidupan masyarakat Indonesia menjadi awal dimulainya era reformasi di
tanah air.
Era reformasi memberikan harapan besar bagi terjadinya perubahan menuju
penyelenggaraan negara yang lebih demokratis, transparan, dan memiliki akuntabilitas tinggi
serta terwujudnya good governance dan adanya kebebasan berpendapat. Semuanya itu
diharapkan makin mendekatkan bangsa pada pencapaian tujuan nasional sebagaimana
terdapat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Untuk itu gerakan reformasi diharapkan mampu mendorong perubahan mental bangsa
Indonesia, baik pemimpin maupun rakyat sehingga mampu menjadi bangsa yang menganut
dan menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran, keadilan, kejujuran, tanggung jawab, persamaan,
serta persaudaraan.
Pada awal era reformasi, berkembang dan populer di masyarakat banyaknya tuntutan
reformasi yang didesakkan oleh berbagai komponen bangsa, termasuk mahasiswa dan
pemuda. Tuntutan, itu antara lain, sebagai berikut.
1. Amendemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Penghapusan doktrin dwifungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
(ABRI).
3. Penegakan supremasi hukum, penghormatan hak asasi manusia (HAM), serta
pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
4. Desentralisasi dan hubungan yang adil antara pusat dan daerah (otonomi daerah).
5. Mewujudkan kebebasan pers.
6. Mewujudkan kehidupan demokrasi.
Tuntutan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
yang digulirkan oleh berbagai kalangan masyarakat dan kekuatan sosial politik didasarkan
pada pandangan bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

106
belum cukup memuat landasan bagi kehidupan yang demokratis, pemberdayaan rakyat, dan
penghormatan HAM. Selain itu di dalamnya terdapat pa-sal-pasal yang menimbulkan
multitafsir dan membuka peluang bagi penyelenggaraan negara yang otoriter, sentralistik,
tertutup, dan KKN yang menimbulkan kemerosotan kehidupan nasional di berbagai bidang
kehidupan.
Tuntutan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
pada era reformasi tersebut merupakan suatu langkah terobosan yang mendasar karena pada
era sebelumnya tidak dikehendaki adanya perubahan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Sikap politik pemerintah pada waktu itu kemudian
diperkukuh dengan dasar hukum Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983 tentang Referendum,
yang berisi kehendak untuk tidak melakukan perubahan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Apabila muncul juga kehendak mengubah Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, terlebih dahulu harus dilakukan referendum
dengan persyaratan yang sangat ketat sehingga kecil kemungkinannya untuk berhasil sebelum
usul perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diajukan ke
sidang MPR untuk dibahas dan diputus.
Dalam perkembangannya, tuntutan perubahan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 itu menjadi kebutuhan bersama bangsa Indonesia.
Selanjutnya, tuntutan itu diwujudkan secara komprehensif, bertahap, dan sistematis dalam
empat kali perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada
empat sidang MPR sejak tahun 1999 sampai dengan 2002.
Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dilakukan
oleh MPR sesuai dengan kewenangannya yang diatur dalam Pasal 3 dan Pasal 37 Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pasal-pasal tersebut menyatakan
bahwa MPR berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar dan untuk
mengubah Undang-Undang Dasar, sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota MPR harus
hadir. Putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota
yang hadir.
Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
dilakukan oleh MPR, selain merupakan perwujudan tuntutan reformasi, juga sejalan dengan
pidato Ir. Soekarno, Ketua Panitia Penyusun Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 dalam rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) tanggal
18 Agustus 1945. Pada kesempatan itu ia menyatakan antara lain, “bahwa ini adalah sekedar
Undang-Undang Dasar Sementara, Undang-Undang Dasar Kilat, bahwa barangkali boleh

107
dikatakan pula, inilah revolutiegrondwet. Nanti kita membuat Undang-Undang Dasar yang
lebih sempurna dan lengkap.”
Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
dilakukan MPR merupakan upaya penyempurnaan aturan dasar guna lebih memantapkan
usaha pencapaian cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 sebagaimana tertuang
dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Selain itu, perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
memenuhi sila keempat Pancasila “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan”, yang penerapannya berlangsung di dalam sistem
perwakilan atau permusyawaratan. Orang-orang yang duduk di dalam merupakan hasil
pemilihan umum. Hal itu selaras dengan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 mengenai pemilihan presiden dan wakil presiden serta anggota
lembaga perwakilan yang dipilih oleh rakyat.
Perubahan yang dilakukan secara bertahap dan sistematis dalam empat kali
perubahan, yaitu Perubahan Pertama, Perubahan Kedua, Perubahan Ketiga, dan Perubahan
Keempat, harus dipahami bahwa perubahan tersebut merupakan satu rangkaian dan satu
sistem kesatuan.
Perubahan dilakukan secara bertahap karena mendahulukan pasal-pasal yang
disepakati oleh semua fraksi MPR, kemudian dilanjutkan dengan perubahan terhadap pasal-
pasal yang lebih sulit memperoleh kesepakatan.
Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pertama
kali dilakukan pada Sidang Umum MPR tahun 1999 yang menghasilkan Perubahan Pertama.
Setelah itu, dilanjutkan dengan Perubahan Kedua pada Sidang Tahunan MPR tahun 2000,
Perubahan Ketiga pada Sidang Tahunan MPR tahun 2001, dan Perubahan Keempat pada
Sidang Tahunan MPR tahun 2002.
Dasar pemikiran yang melatar belakangi dilakukannya perubahan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, antara lain, sebagai berikut.
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 membentuk struktur
ketatanegaraan yang bertumpu pada kekuasaan tertinggi di tangan MPR yang
sepenuhnya melaksanakan kedaulatan rakyat. Hal itu berakibat pada tidak terjadinya
saling mengawasi dan saling mengimbangi (checks and balances) pada institusi-
institusi ketatanegaraan. Penyerahan kekuasaan tertinggi kepada MPR merupakan
kunci yang menyebabkan kekuasaan pemerintahan negara seakan-akan tidak
memiliki hubungan dengan rakyat.

108
2. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memberikan
kekuasaan yang sangat besar kepada pemegang kekuasaan eksekutif (presiden).
Sistem yang dianut oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 adalah dominan eksekutif (executive heavy,) yakni kekuasaan dominan berada
di tangan presiden. Pada diri presiden terpusat kekuasaan menjalankan pemerintahan
(chief executive) yang dilengkapi dengan berbagai hak konstitusional yang lazim
disebut hak prerogatif (antara lain memberi grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi)
dan kekuasaan legislatif karena memiliki kekuasaan membentuk undang-undang.
Hal itu tertulis jelas dalam Penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, yang berbunyi Presiden ialah penyelenggara pemerintah
Negara yang tertinggi di bawah Majelis. Dua cabang kekuasaan negara yang
seharusnya dipisahkan dan dijalankan oleh lembaga negara yang berbeda tetapi
nyatanya berada di satu tangan (Presiden) yang menyebabkan tidak bekerjanya
prinsip saling mengawasi dan saling mengimbangi (checks and balances) dan
berpotensi mendorong lahirnya kekuasaan yang otoriter.
3. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengandung pasal-
pasal yang terlalu “luwes” sehingga dapat menimbulkan lebih dari satu tafsiran
(multitafsir), misalnya Pasal 7 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 (sebelum diubah) yang berbunyi “Presiden dan Wakil Presiden
memegang jabatannya selama masa lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih
kembali”. Rumusan pasal itu dapat ditafsirkan lebih dari satu, yakni tafsir pertama
bahwa presiden dan wakil presiden dapat dipilih berkali-kali dan tafsir kedua adalah
bahwa presiden dan wakil presiden hanya boleh memangku jabatan maksimal dua
kali dan sesudah itu tidak boleh dipilih kembali. Contoh lain adalah Pasal 6 ayat (1)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (sebelum diubah)
yang berbunyi “Presiden ialah orang Indonesia asli”. Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 tidak memberikan penjelasan dan memberikan arti
apakah yang dimaksud dengan orang Indonesia asli. Akibatnya rumusan itu
membuka tafsiran beragam, antara lain, orang Indonesia asli adalah warga negara
Indonesia yang lahir di Indonesia atau warga negara Indonesia yang orang tuanya
adalah orang Indonesia.
4. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terlalu banyak
memberikan kewenangan kepada kekuasaan Presiden untuk mengatur hal-hal
penting dengan undang-undang. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

109
Tahun 1945 menetapkan bahwa Presiden juga memegang kekuasaan legislatif
sehingga Presiden dapat merumuskan hal-hal penting sesuai dengan kehendaknya
dalam undang-undang. Hal itu menyebabkan pengaturan mengenai MPR, Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Mahkamah Agung
(MA), HAM, dan pemerintah daerah disusun oleh kekuasaan Presiden dalam bentuk
pengajuan rancangan undang-undang ke DPR.
5. Rumusan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tentang
semangat penyelenggara negara belum cukup didukung ketentuan konstitusi yang
memuat aturan dasar tentang kehidupan yang demokratis, supremasi hukum,
pemberdayaan rakyat, penghormatan hak asasi manusia (HAM), dan otonomi
daerah. Hal itu membuka peluang bagi berkembangnya praktik penyelenggaraan
negara yang tidak sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, antara lain, sebagai berikut.
a. Tidak adanya saling mengawasi dan saling mengimbangi (checks and balances)
antarlembaga negara dan kekuasaan terpusat pada Presiden.
b. Infrastruktur politik yang dibentuk, antara lain partai politik dan organisasi
masyarakat, kurang mempunyai kebebasan berekspresi sehingga tidak dapat
berfungsi sebagaimana mestinya.
c. Pemilihan umum (pemilu) diselenggarakan untuk memenuhi persyaratan demokrasi
formal karena seluruh proses dan tahapan pelaksanaannya dikuasai oleh pemerintah.
d. Kesejahteraan sosial berdasarkan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 tidak tercapai, justru yang berkembang adalah sistem
monopoli, oligopoli, dan monopsoni.

2. Tujuan Perubahan UUD 1945


Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan dari amandemen UUD
1945 ialah untuk menyempurnakan UUD yang sudah ada agar tetap sesuai dengan
perkembangan zaman. Adapun amandemen yang dilakukan bertujuan untuk membawa
bangsa ini menuju perubahan yang lebih baik di berbagai bidang dengan senantiasa selalu
memperhatikan kepentingan rakyat.
Tujuan amandemen UUD 1945 menurut Husnie, adalah pertama, untuk
menyempurnakan aturan dasar mengenai tatanan negara agar dapat lebih mantap dalam
mencapai tujuan nasional serta menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan
pelaksanaan kekuatan rakyat, kedua, memperluas partisipasi rakyat agar sesuai dengan

110
perkembangan paham demokrasi, ketiga menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan
dan perlindungan hak agar sesuai dengan perkembangan HAM dan peradaban umat manusia
yang menjadi syarat negara hukum, keempat menyempurnakan aturan dasar penyelenggaraan
negara secara demokratis dan modern melalui pembagian kekuasan secara tegas sistem check
and balances yang lebih ketat dan transparan dan pembentukan lembaga-lembaga negara
yang baru untuk mengakomodasi perkembangan kebutuhan bangsa dan tantangan jaman,
kelima menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan konstitusional dan kewajiban
negara memwujudkan kesejahteraan sosial mencerdaskan kehidupan bangsa, menegakkan
etika dan moral serta solidaritas dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara
sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan dalam perjuangan mewujudkan negara
kesejahteraan, keenam, melengkapi aturan dasar dalam penyelenggaraan negara yang sangat
penting bagi eksistensi negara dan perjuangan negara mewujudkan demokrasi, dan ketujuh,
menyempurnakan aturan dasar mengenai kehidupan bernegara dan berbangsa sesuai dengan
perkembangan aspirasi kebutuhan dan kepentingan bangsa dan negara Indonesia ini sekaligus
mengakomodasi kecenderungannya untuk kurun waktu yang akan datang.
MPR melalui alat kelengkapannya yaitu Badan Pekerja Majelis menurut Husnie, telah
berhasil melakukan empat kali perubahan terhadap Undang-Undang Dasar 1945. Perubahan
pertama diputuskan pada sidang Umum MPR 1999 yang terdiri dari sembilan pasal yaitu
pasal 5, 7, 9,13, 14, 17, 20 dan 21 yang mengatur tentang kekuasaan pemerintahan negara
dan pembatasan masa jabatan presiden serta pemberdayaan lembaga legeslatif yaitu DPR.
Tiga hal yang melandasi perubahan UUD 45 menurut Akbar adalah pertama, para founding
fathers menyadari bahwa UUD 45 merupakan konstitusi kilat. “Bung Karno dan Bung Hatta
menyadari suatu hari generasi penerus akan menyempurnakan UUD 45,” kata Akbar. Kedua,
pada prakteknya UUD 45 dijadikan alat penguasa untuk melanggengkan pemerintahan yang
pada akhirnya cenderung sentralistik. “Pemerintah menggunakan untuk memperkuat
kekuasaan kalau tidak mau dibilang otoritarian,” lanjutnya. Ketiga, tuntutan yang kuat dari
rakyat kebanyakan yang pada akhirnya sepakat untuk melakukan amandemen konstitusi.
Meski telah empat kali diamandemen, Akbar menegaskan bahwa yang berubah
hanyalah batang tubuh UUD 45, bukan Pembukaan UUD 45. “Pembukaan tidak boleh diubah
karena disana termaktub pernyataan bentuk, ideologi dan tujuan berbangsa bernegara,”
tegasnya. Menurut Akbar, Pembukaan UUD 45 adalah fundamental karena memuat prinsip
dasar negara yang telah disepakati bersama.
1. Hak mengeluarkan pendapat
2. Hak Angket : hak untuk menyelidiki kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah

111
3. Hak Interpelasi : hak untuk meminta penjelasan pemerintah terkait dengan kebijakan
yang dikeluarkan
Selain ketiga hak di atas, anggota dewan juga memiliki beberapa hak seperti hak
budget, hak imunitas, hak protokoler, hak legacy, dan hak-hak lainnya.
Untuk melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana yang dimaksud ayat (2). DPR
mempunyai hak:
a. meminta keterangan kepada Presiden;
b. mengadakan penyelidikan;
c. mengadakan perubahan alas rancangan undang-undang;
d. mengajukan pernyataan pendapat;
e. mengajukan rancangan undang-undang:
f. mengajukan/menganjurkan seseorang untuk jabatan tertentu jika ditentukan oleh
suatu peraturan perundang-undangan;
g. menentukan anggaran DPR.
Selain hak-hak DPR sebagaimana yang dimaksud ayat (3), yang pada hakekatnya
merupakan hak-hak anggota, Anggota DPR juga mempunyai hak:
a. mengajukan pertanyaan;
b. protokoler;
c. keuangan/administrasi.
Hak Inisiatif adalah hak untuk mengajukan usul Rancangan Undang-Undang atau
Peraturan daerah (Raperda), merupakan salah satu hak yang dimiliki oleh anggota DPR/D
untuk melaksanakan fungsinya di bidang legislasi.
Hak amandemen, hampir sama dengan hak inisiatif, adalah hak untuk mengajukan
Perubahan Undang-Undang atau Peraturan daerah (Raperda).
Hak menyatakan pendapat adalah hak DPR sebagai lembaga untuk menyatakan
pendapat terhadap kebijakan pemerintah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di
tanah air atau situasi dunia internasional disertai dengan rekomendasi penyelesaiannya atau
sebagai tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket atau terhadap dugaan bahwa
Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan
terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela
maupun tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden

112
Tujuan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 untuk:
1. menyempurnakan aturan dasar mengenai tatanan negara dalam mencapai tujuan
nasional yang tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 dan memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
berdasarkan Pancasila;
2. menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan pelaksanaan kedaulatan rakyat
serta memperluas partisipasi rakyat agar sesuai dengan perkembangan paham
demokrasi;
3. menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan perlindungan hak asasi
manusia agar sesuai dengan perkembangan paham hak asasi manusia dan peradaban
umat manusia yang sekaligus merupakan syarat bagi suatu negara hukum dicita-
citakan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
4. menyempurnakan aturan dasar penyelenggaraan negara secara demokratis dan
modern, antara lain melalui pembagian kekuasaan yang lebih tegas, sistem saling
mengawasi dan saling mengimbangi (checks and balances) yang lebih ketat dan
transparan, dan pembentukan lembaga-lembaga negara yang baru untuk
mengakomodasi perkembangan kebutuhan bangsa dan tantangan zaman;
5. menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan konstitusional dan kewajiban
negara mewujudkan kesejahteraan sosial, mencerdaskan kehidupan bangsa,
menegakkan etika, moral, dan solidaritas dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan dalam
perjuangan mewujudkan negara sejahtera;
6. melengkapi aturan dasar yang sangat penting dalam penyelenggaraan negara bagi
eksistensi negara dan perjuangan negara mewujudkan demokrasi, seperti pengaturan
wilayah negara dan pemilihan umum;
7. menyempurnakan aturan dasar mengenai kehidupan bernegara dan berbangsa sesuai
dengan perkembangan aspirasi, kebutuhan, serta kepentingan bangsa dan negara
Indonesia dewasa ini sekaligus mengakomodasi kecenderungannya untuk kurun
waktu yang akan datang.
3. Kelemahan Amandemen dari segi proses:
1. Tidak membuat kerangka dasar perubahan dan content draft
MPR dalam membahas dan memutuskan perubahan UUD 1945 tidak membuat dan
memiliki content draft konstitusi secara utuh sebagai langkah awal yang menjadi
dasar perubahan (preliminary) yang dapat ditawarkan kepada publik untuk dibahas

113
dan diperdebatkan. Content draft yang didasari paradigma yang jelas yang menjadi
kerangka (overview) tentang eksposisi ide-ide kenegaraan yang luas dan mendalam
mengenai hubungan negara dengan warga negara, negara dan agama, negara dengan
negara hukum, negara dalam pluralitasnya, serta negara dengan sejarahnya . Juga
eksposisi yang mendalam tentang esensi demokrasi, apa syaratnya dan prinsip-
prinsipnya serta check and balancesnya bagaimana dilakukan secara mendalam.
“Nilai/ values merupakan kerangka dasar yang harus dinyatakan dalam setiap
kosntitusi sebuah negara, sehingga negara yang berdiri atas nilai-nilai ideal yang
diperjuangkan akan terlihat”
2. Amandemen yang parsial dan tambal sulam
MPR lebih menekankan perubahan itu dilakukan secara adendum, dengan memakai
kerangka yang sudah ada dalam UUD 1945. Cara semacam ini membuat perubahan
itu menjadi parsial, sepotong-sepotong dan tambal sulam saja sifatnya. MPR tidak
berani keluar dari kerangka dan sistem nilai UUD 1945 yang relevansinya sudah tidak
layak lagi dipertahankan. Proses Amandemen secara parsial seperti diatas tidak dapat
memberikan kejelasan terhadap konstruksi nilai dan bangunan kenegaraan yang
hendak dibentuk. Sehingga terlihat adanya paradoks dan inkonsistensi terhadap hasil-
hasilnya yang telah diputuskan. Hal ini bisa dilihat dari pasal-pasal yang secara
redaksional maupun sistematikanya yang tidak konsisten satu sama lain. Seperti
misalnya, penetapan prinsip sistem Presidensial namun dalam elaborasi pasal-
pasalnya menunjukkan sistem Parlementer yang memperkuat posisi dan kewenangan
MPR/DPR.
3. Adanya bias kepentingan politik
MPR yang dikarenakan keanggotaannya terdiri dari fraksi-fraksi politik menyebabkan
dalam setiap pembahasan dan keputusan amat kental diwarnai oleh kepentingan
politik masing-masing. Fraksi-fraksi politik yang ada lebih mengedepankan
kepentingan dan selera politiknya dibandingkan kepentingan bangsa yang lebih luas.
Hal ini dapat dilihat dari pengambilan keputusan final mengenai Amandemen UUD
1945 dilakukan oleh sekelompok kecil elit fraksi dalam rapat Tim Lobby dan Tim
Perumus tanpa adanya risalah rapat.
4. Partisipasi Semu
Sekalipun dalam mempersiapkan materi perubahan yang akan diputuskan MPR
melalui Badan Pekerjanya, melibatkan partisipasi publik baik kalangan Profesi, ornop,
Perguruan Tinggi, termasuk para pakar/ahli. Namun partisipasi tersebut menjadi semu

114
sifatnya dan hanya melegitimasi kerja MPR saja. Dalam kerja BP MPR ini rakyat
tidak mempunyai hak untuk mempertanyakan dan turut menentukan apa yang
diinginkan untuk diatur dalam konstitusinya, MPR jugalah menentukan materi apa
yang boleh dan tidak boleh.
MPR hanya membatasi pada materi-materi yang belum diputuskan dan dalam
penyerapannya yang tidak mencakup seluruh wilayah. Pembatasan itu jelas akan
memperpanjang inkonsistensi nilai dan sistematika yang ada. Jelas hal ini merupakan
bagian dari pemenjaraan secara politis untuk menyelamatkan kepentingan-
kepentingan fraksi yang ada di MPR. Sedangkan dalam penyerapan dan sosialisasi
(uji sahih), BP MPR tidak memberikan ruang dan waktu yang cukup bagi publik
untuk dapat berpartisipasi dalam memahami dan mengusulkan apa yang menjadi
kepentingannya. Termasuk dalam proses amandemen yang keempat, MPR tidak
melakukannya secara intensif dan luas kepada seluruh lapisan masyarakat diseluruh
wilayah Indonesia.
Alasan keterbatasan dana yang dikemukakan oleh MPR RI sebagai alasan untuk
membatasi uji sahih, kami anggap sebagai upaya untuk menghindari tanggung jawab.
Apalagi tampak bahwa pihak MPR tidak pernah mengeluh kekurangan dana apabila
akan melakukan sosialisasi atau studi banding ke keluar negeri yang telah memakan
biaya besar pada tahun-tahun sebelumnya.
Substansi yang disosialisasikan pada proses uji sahih ini juga dibatasi pada materi
yang belum diputuskan dan beberapa materi yang tidak dapat dirubah. Publik tidak
akan dapat memberikan penilaian terhadap substansi Amandemen pertama sampai
keempat yang telah dilakukan oleh MPR selama ini. Menurut hemat kami ini
merupakan indikasi pengingkaran MPR terhadap prinsip kedaulatan rakyat. MPR
telah bertindak diatas konstitusi yang semestinya adalah milik semua rakyat untuk
dapat mengusulkan dan menentukan.
5. Tidak intensif dan maksimal
Dalam proses itu ada keterbatasan waktuyang dimiliki oleh anggota MPR , terutama
anggota Badan Pekerja yang diserahi tugas mempersiapkan materi Amandemen UUD
1945 karena merangkap jabatan sebagai anggota DPR RI dengan beban pekerjaan
yang cukup banyak. Terlebih lagi, sebagai parpol di DPR, anggota–anggota ini
diharuskan untuk ikut berbagai rapat/pertemuan yang diadakan oleh DPR atau
partainya sehingga makin mengurangi waktu dan tenaga yang tersedia untuk dapat
mengolah materi Amandemen UUD 1945 sekaligus melakukan konsultasi publik

115
secara lebih efektif. Akibatnya kualitas materi yang dihasilkan tidak memuaskan.
Padahal, konstitusi adalah suatu Kontrak Sosialanatra rakyat dan negara sehingga
proses perubahannya seharusnya melibatkan sebanyak mungkin partisipasi publik.
4. Kelemahan dari segi substansi
Perubahan yang tercermin dalam Perubahan UUD 1945 berlangsung cepat dan dalam
skala yang sangat luas dan mendasar. Perubahan UUD 1945 dari naskahnya yang asli sebagai
warisan zaman proklamasi tahun 1945 yang hanya berisi 71 butir kaedah dasar, sekarang
dalam waktu empat kali perubahan, telah berisi 199 butir kaedah hukum dasar. Perubahan-
perubahan substantif itu menyangkut konsepsi yang sangat mendasar dan sangat luas
jangkauannya, serta dilakukan dalam waktu yang relatif singkat, yaitu secara bertahap selama
empat kali dan empat tahun.
Dalam waktu yang sangat singkat, Perubahan UUD 1945 dilakukan sehingga sampai
saat ini ada berbagai kelemahan yang menghinggapi UUD 1945. Kelemahan-kelemahan
tersebut diantaranya adalah:
1. Tidak adanya paradigma yang jelas.
Model rancangan perubahan UUD 1945 yang ada sekarang, dimana semua alternatif
perubahan dimasukkan dalam satu rancangan, membuka peluang lebar bagi tidak
adanya paradigma, kurang detailnya konstruksi nilai dan bangunan ketatanegaraan
yang hendak dibentuk dan dianut dengan perubahan tersebut. Persoalan nilai yang
hendak dibangun secara prinsip telah ada dalam Pembukaan UUD 1945, hal itu juga
merupakan sebab untuk tidak dirubahnya Pembukaan UUD 1945. Nilai-nilai yang
secara prinsip tersebut tidak diatur dengan jelas pada batang tubuh UUD 1945.
Persoalan seperti nilai/value pembangunan ekonomi yang hendak dibangun pada
UUD 1945 setelah perubahan. Apakah yang dimaksud dengan azas kekeluargaan
tidak pernah jelas dikemukakan oleh negara. Bagaimanakah cara dan proses
menjalankan azas kekeluargaan dalam sistem perekonomian juga menjadi pekerjaan
rumah yang tak pernah diselesaikan oleh negara.
2. Inkonsistensi rumusan.
MPR dalam melakukan amandemen UUD 1945, banyak menghasilkan rumusan-
rumusan yang paradoks dan inkonsistensi. Keberadaan MPR dalam posisinya sebagai
lembaga tertinggi negara membuat rancu sistem pemerintahan yang demokratis,
karena perannya juga seperti lembaga legislatif. MPR yang dimaknai sebagai
representasi kekuasaan tertinggi rakyat dan dapat melakukan kontrol terhadap
kekuasaan lainnya menjadi superbody yang tidak dapat dikontrol.

116
3. Tidak Sistematis
MPR dalam melakukan perubahan terhadap UUD 1945 sebagaimana yang telah
dibahas pada prosesnya, tidak mau atau tidak berani keluar dari kerangka dengan
mendekonstruksikan prinsip dan nilai UUD 1945 yang relevansinya saat ini sudah
layak dipertanyakan. MPR tidak mendasarinya dengan ide-ide konstitusionalisme,
yang esensinya merupakan spirit/jiwa bagi adanya pengakuan Hak Azasi Manusia dan
lembaga-lembaga negara yang dibentuk untuk melindungi HAM dibatasi oleh hukum.

117
BAB X
AMANDEMEN UNDANG-UNDANG DASAR 1945 YANG PERTAMA

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT


REPUBLIK INDONESIA

PERUBAHAN PERTAMA
UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA
REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Setelah mempelajari, menelaah, dan mempertimbangkan dengan saksama dan


sungguh-sungguh hal-hal yang bersifat mendasar yang dihadapi oleh rakyat, bangsa, dan
negara, serta dengan menggunakan kewenangannya berdasarkan Pasal 37 Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia mengubah
Perubahan Pertama UUD 1945, adalah perubahan pertama pada Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sebagai hasil Sidang Umum Majelis
Permusyawaratan Rakyat Tahun 1999 tanggal 14-21 Oktober 1999. Perubahan Pertama
menyempurnakan pasal-pasal berikut:

Daftar Perubahan

1) Pasal 5 6) Pasal 15
2) Pasal 7 7) Pasal 17
3) Pasal 9 8) Pasal 20
4) Pasal 13 9) Pasal 21
5) Pasal 14

Pasal 5

(1) Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan Dewan


Perwakilan rakyat.

diubah menjadi

(1) Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan


Rakyat.

Pasal 7

118
Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun, dan sesudahnya
dapat dipilih kembali
diubah menjadi

Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat
dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.

Pasal 9

(1) Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama,
atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau
Dewan Perwakilan Rakyat sebagai berikut:

Sumpah Presiden (Wakil Presiden): "Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi
kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan
sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan
menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta
berbakti kepada Nusa dan Bangsa."

Janji Presiden (Wakil Presiden):

"Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban Presiden Republik


Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-
adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-
undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan
Bangsa".

diubah menjadi

(1) Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama,
atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau
Dewan Perwakilan Rakyat sebagai berikut:

Sumpah Presiden (Wakil Presiden):

"Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia
(Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya,
memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan
peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa."

Janji Presiden (Wakil Presiden):

"Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban Presiden Republik


Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-
adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-
undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan
Bangsa".

(2) Jika Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat tidak dapat
mengadakan sidang, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau

119
berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan pimpinan Majelis Permusyawaratan
Rakyat dengan disaksikan oleh Pimpinan Mahkamah Agung.
Pasal 13
(1) Presiden mengangkat duta dan konsul.
(2) Presiden menerima duta Negara lain.

diubah menjadi

(1) Presiden mengangkat duta dan konsul.


(2) Dalam hal mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan
Rakyat.
(3) Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan
Dewan Perwakilan Rakyat.

Pasal 14
(1) Presiden memberi grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi.

diubah menjadi

(1) Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah
Agung.
(2) Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan
Perwakilan Rakyat.

Pasal 15
Presiden memberi gelaran, tanda jasa dan lain-lain tanda kehormatan.

diubah menjadi

Presiden memberi gelar tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur dengan
undang-undang.

Pasal 17
(2) Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
(3) Menteri-menteri itu memimpin Departemen Pemerintahan

diubah menjadi

(2) Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.


(3) Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan

Pasal 20
(1) Tiap-tiap undang-undang menghendaki persetujuan Dewan Perwakilan rakyat.
(2) Jika sesuatu rantjangan undang-undang tidak mendapat persetujuan Dewan Perwakilan
rakyat, maka rantjangan tadi tidak boleh dimajukan lagi dalam persidangan Dewan
Perwakilan rakyat masa itu.

diubah menjadi

(1) Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang.

120
(2) Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden
untuk mendapat persetujuan bersama. Jika rancangan undang-undang itu tidak mendapat
persetujuan bersama, rancangan undang-undang itu tidak boleh dimajukan lagi dalam
persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.
(3) Presiden mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama untuk
menjadi undang-undang.
(4) Dalam hal rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan
oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan undang-undang tersebut
disetujui, rancangan undang-undang tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib
diundangkan.

Pasal 21
(1) Anggota-anggota Dewan Perwakilan rakyat berhak memajukan rancangan undang-
undang.
(2) Jika rancangan itu, meskipun disetudjui oleh Dewan Perwakilan rakyat, tidak disahkan
oleh Presiden, maka rancangan tadi tidak boleh dimajukan lagi dalam persidangan
Dewan Perwakilan rakyat masa itu.

diubah menjadi

(1) Anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak mengajukan usul rancangan undang-undang.

Naskah perubahan ini merupakan bagian tak terpisahkan dari naskah Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Perubahan tersebut diputuskan dalam Rapat Paripurna Majelis Permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia ke-12 tanggal 19 Oktober 1999 Sidang Umum Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, dan mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 19 Oktober 1999
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA

KETUA

Prof Dr HM Amien Rais

WAKIL KETUA
Prof Dr Ir Ginandjar Kartasasmita Drs HM Husnie Thamrin
Drs Kwik Kian Gie Hari Sabaarno, S IP, MBA, MM
H matori Abdul Djalil Prof Dr Jusuf Amir Feisal
Drs HA Nazri

121
BAB XII
AMANDEMEN UNDANG-UNDANG DASAR 1945

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT


REPUBLIK INDONESIA

PERUBAHAN KEDUA
UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA
REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Prof. Dr. H.M. Amien Rais, M.A. sebagai ketua MPR RI, Jakarta, pada tanggal 18
Agustus 2000.Setelah mempelajari, menelaah, dan mempertimbangkan dengan saksama dan
sungguh-sungguh hal-hal yang bersifat mendasar yang dihadapi oleh rakyat, bangsa, dan
negara, serta dengan menggunakan kewenangannya berdasarkan Pasal 37 Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Majelis Permusyawaratan rakyat Republik Indonesia mengubah dan/atau menambah


Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 18B, Pasal19, Pasal 20 Ayat (5) , Pasal 20A, Pasal 22A, Pasal
22B, Bab IXA, Pasal 25E, Bab X, Pasal 26 Ayat (2) dan Ayat (3), Pasal 27 Ayat (3), Bab
XA, Pasal 28A, Pasal 28B, Pasal 28C, Pasal 28D, Pasal 28E, Pasal 28F, pasal 28G, Pasal
28H, Pasal 28I, Pasal 28J, Bab XII, Pasal 30, Bab XV, Pasal 36A, Pasal 36B, dan Pasal 36C
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 sehingga selengkapnya berbunyi
sebagai berikut :

2. Perubahan Kedua
Ditetapkan tanggal 18 Agustus 2000
Pasal yang
Sebelum Amandemen Sesudah amandemen
diubah
Pasal 18 1) Pembagian Daerah 1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas
Indonesia atas Daaerah daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu
besar dan ketjil, dengan dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap
bentuk susunan provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai

122
pemerintahannya pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-
ditetapkan dengan undang.
undang-undang, 2) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten,
dengan memandang dan kotamengatur dan mengurus sendiri urusan
dan mengingat dasar pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
permusjawaratan pembantuan.
dalam sistim 3) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten,
Pemerintahan Negara, dan kotamemiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
dan hak-hak asal-usul yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan
dalam Daerah-Daerah umum.
yang bersifat istimewa. 4) Gubernur, Bupati, and Walikota masing-masing
sebagai kepala pemrintah daerah provinsi,
kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.
5) Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-
luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh
undang-undang ditentukan sebagai urusan
Pemerintah Pusat.
6) Pemerintahan daerah berhak menetapkan
peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain
untuk melaksanakan otonomi dan tugas
pembantuan.
7) Susunan dan tata cara penyelenggaraan
pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang.
Pasal 18A 1) Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan
pemerintahan daerah provinsi, kebupaten, dan
kota, atau antara provinsi dan kabupaten dan kota,
diatur dengan undang-undang dengan
memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.
2) Hubungan keuangan, pelayanan umum,
pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya
lainya antara pemerintah pusat dan pemerintahan
daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan
selaras berdasarkan undang-undang.
Pasal 18B 1) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan

123
pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau
bersifat istimewa yang diatur dengan undang-
undang.
2) Negara mengakui dan menghormati kesatuan-
kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak
tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai
dengan perkembangan masyarakat dan prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur
damam undang-undang.
Pasal 19 Susuan Dewan Perwakilan 1) Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih melalui
rakyat ditetapkan dengan pemilihan umum.
undang-undang. 2) Susunan Dewan Perwakilan Rakyat diatur dengan
Dewan Perwakilan rakyat undang-undang.
bersidang sedikitnya sekali 3) Dewan Perwakilan Rakyat bersidang sedikitnya
dalam setahun. sekaili dalam setahun.
Pasal 20 Tiap-tiap undang-undang 1) Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan
menghendaki persetudjuan membentuk undang-undang.
Dewan Perwakiln rakyat. 2) Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh
Jika sesuatu rantjangan Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk
undang-undang tidak mendapat persetujuan bersama.Jika rancangan
mendapat persetujuan undang-undang itu tidak mendapat persetujuan
Dewan Perwakilan rakyat, bersama, rancangan undang-undang itu tidak boleh
maka rantjangan tadi tidak dimajukan lagi dalam persidangan Dewan
boleh dimajukan lagi dalam Perwakilan Rakyat masa itu.
persidangan Dewan 3) Presiden mengesahkan rancangan undang-undang
Perwakilan rakyat masa itu. yang telah disetujui bersama untuk menjadi undang-
undang.
4) Dalam hal rancangan undang-undang yang telah
disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh
Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak
rancangan undang-undang tersebut disetujui,
rancangan undang-undang tersebut sah menjadi
undang-undang dan wajib diundangkan.
Pasal 21 1) Anggota-anggota 1) Anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak

124
Dewan Perwakilan mengajukan usul rancangan undang-undang.
rakyat berhak
memajukan rantjangan
undang-undang.
2) Jika rantjangan itu,
meskipun disetudjui
oleh Dewan Perwakilan
rakyat, tidak disahkan
oleh Presiden, maka
rantjangan tadi tidak
boleh dimajukan lagi
dalam persidangan
Dewan Perwakilan
rakyat masa itu.
Pasal 22A Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pembentukan
UU diatur dengan UU
Pasal 22B Anggota DPR dapat diberhentikan dari jabatannya yang
syarat syarat dan tata caranya diatur dalam UU
Pasal 25A Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah
negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan
wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan
dengan undang-undang.
Pasal 26 Syarat syarat yang Penduduk ialah warga Indonesia dan orang asing yang
Ayat 2 mengenai bertempat tinggal di Indonesia
kewarganegaraan
ditetapkan dengan UU
Pasal 26 Hal hal mengenai warga Negara dan penduduk diatur
ayat 3 dengan UU
Pasal Setiap warga Negara berhak dan wajib ikut serta dalam
27ayat 3 upaya pembelaan negara
Pasal 28B 1)Setiap orang berhak membentuk keluarga dan
melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah
2)Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh
dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari

125
kekerasan dan diskriminasi
Pasal 28C 1)Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui
pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan
pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu
pengetahuan dan teknologi, seni budaya demi
meningkatkan kualitas hidupnya dan demi
kesejahteraan umat manusia
2)Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam
memperjuangkan haknya secara kolektif untuk
membangun masyarakat dan bangsa negaranya.
Pasal 28A Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak
mempertahankan hidup dan kehidupannya
Pasal 28D 1)Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,
perlindungan, dan kepastian hokum yang adil serta
perlakuan yang sama di hadapan hokum
2)setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat
imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam
hubungan kerja
3)Setiap warga Negara berhak memperoleh
kesempatan yang sama dalam pemerintahan
4)Setiap warga Negara berhak atas status
kewarganegaraan
Pasal 28E (1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat
menurut agamanya, memilih pendidikan dan
pengajaran, memilih pekerjaan, memilih
kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah
negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.
(2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini
kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai
dengan hati nuraninya.
(3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat,
berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
Pasal 28F Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan
memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi

126
dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari,
memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala
jenis saluran yang tersedia.
Pasal 28G (1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi,
keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang
dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman
dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk
berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan
hak asasi.
(2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan
dan perlakuan yang merendahkan derajat martabat
manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari
negara lain.
Pasal 28H (1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,
bertempat tinggal, dan medapatkan lingkungan hidup
baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan
kesehatan.
(2) Setiap orang mendapat kemudahan dan perlakuan
khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat
yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.
(3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang
memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh
sebagai manusia yang bermartabat.
(4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi
dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara
sewenang-wenang oleh siapa pun.
Pasal 28 I (1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak
kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama,
hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai
pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut
atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi
manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa
pun.

127
(2) Setiap orang berhak bebas atas perlakuan yang
bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak
mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang
bersifat diskriminatif itu.
(3) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional
dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan
peradaban.
(4) Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan
pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab
negara, terutama pemerintah.
(5) Untuk menegakan dan melindungi hak assi manusia
sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis,
maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur,
dan dituangkan dalam peraturan perundangan-
undangan.
Pasal 28J (1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia
orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.
(2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap
orang wajib tunduk kepada pembatasan yang
ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud
semata-mata untuk menjamin pengakuan serta
penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan untuk
memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan
pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan
ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.
Pasal 30 1)Tiap tiap warga Negara (1) Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta
berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.
dalam usaha pembelaan (2) Usaha pertahanan dan keamanan negara
Negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan
2)syarat syarat tentang rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan
pembelaan diatur dengan Kepolisian Negara IndonesiaRepublik Indonesia, sebagai
UU kekuatan utama, dan rakyat, sebagai kekuatan
pendukung.

128
(3) Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan
Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara sebagai alat
negara bertugas mempertahankan, melindungi, dan
memelihara keutuhan dan kedaulatan negara.
(4) Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat
negara yang menjaga kemanan dan ketertiban
masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani
masyarakat, serta menegakkan hukum.
(5) Susunan dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia,
Kepolisian Negara Republik Indonesia , hubungan
kewenangan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian
Negara Republik Indonesia di dalam menjalankan
tugasnya, syarat-syarat keikutsertaan warga negara
dalam usaha pertahanan dan keamanan diatur dengan
undang-undang.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 18 Agustus 2000

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA

Ketua,

ttd

Prof,Dr.H.M. Amien Rais


WAKIL KETUA
Prof Dr Ir Ginandjar Kartasasmita
Drs Kwik Kian Gie
H matori Abdul Djalil
Drs HM Husnie Thamrin
Hari Sabaarno, S IP, MBA, MM
Prof Dr Jusuf Amir Feisal
Drs HA Nazri Adlani

129
BAB XIII
AMANDEMEN UNDANG UNDANG DASAR 1945

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT


REPUBLIK INDONESIA

PERUBAHAN KETIGA
UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA
REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Setelah mempelajari, menelaah, dan mempertimbangkan dengan saksama dan


sungguh-sungguh hal-hal yang bersifat mendasar yang dihadapi oleh rakyat, bangsa, dan
negara, serta dengan menggunakan kewenangannya berdasarkan Pasal 37 Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia mengubah dan/atau menambah Pasal 1 Ayat (2) dan (3); Pasal 3 Ayat (1), (3) dan
(4); Pasal 6 Ayat (1) dan Ayat (2); Pasal 6A Ayat (1), (2), (3) dan (5); Pasal 7A, Pasal 7B
Ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6) dan (7); Pasal 7C, Pasal 8 Ayat (1) dan (2), Pasal 11 Ayat (2)
dan (3); Pasal 17 Ayat (4), Bab VIIA, Pasal 22C Ayat (1), (2), (3) dan (4); Pasal 22D Ayat
(1), (2), (3) dan (4); Bab VIIB, Pasal 22E ayat (1), (2), (3), (4), (5) dan (6);Pasal 23 Ayat (1),
(2) dan (3); Pasal 23A; Pasal 23C; Bab VIIIA, Pasal 23E Ayat (1), (2) dan (3); Pasal 23F
Ayat (1) dan (2); Pasal 23G Ayat (1) dan (2); Pasal 24 Ayat (1) dan (2), Pasal 24A Ayat (1),
(2), (3), (4) dan (5); Pasal 24B Ayat (1), (2), (3) dan (4); dan Pasal 24C Ayat (1), (2), (3), (4),

130
(5) dan (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sehingga
selengkapnya menjadi berbunyi sebagai berikut:

Perubahan ketiga

Pasal Isi sebelum Isi sesudah

yang

diubah

Pasal 1 1) Negara Indonesia ialah (1) Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang

Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik.

berbentuk Republik. (2) Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan

2)  Kedaulatan adalah menurut Undang-Undang Dasar.

ditangan rakyat, dan (3) Negara Indonesia adalah negara hukum.

dilakukan sepenuhnya oleh

Madjelis Permusjawaratan

rakyat.

Pasal 3 1) Madjelis Permusjawaratan (1) Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang

rakyat menetapkan berbentuk Republik.

Undang-Undang Dasar dan (2) Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan

garis-garis besar daripada menurut Undang-Undang Dasar.

haluan Negara. (3) Negara Indonesia adalah negara hukum.

Pasal 6 1) Presiden ialah (1) Calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus

orangIndonesia asli. seorang warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan

2) Presiden dan Wakil tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena

Presiden dipilih oleh kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati negara,

Madjelis Permusjawaratan serta mampu secara rohani dan jasmani untuk

131
rakyat dengan suara yang melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden

terbanyak. dan Wakil Presiden.

(2) Syarat-syarat untuk menjadi Presiden dan Wakil

Presiden diatur lebih lanjut dengan undang-undang.

Pasal 1) Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu

6A pasangan secara langsung oleh rakyat.

(2) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden

diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik

peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan

pemilihan umum.

(3) Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang

mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari

jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya

dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar

di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia,

dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden.

(4) Dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan

Wakil Presiden yang terpilih, dua pasangan calon yang

memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam

pemilihan umum dipilih oleh Majelis Permusyawaratan

Rakyat dan pasangan yang memperoleh, suara

terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden.

(5) Tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil

Presiden lebih lanjut diatur dalam undang-undang.

Pasal 7 1) Presiden dan Wakil 2) Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan

132
Presiden memegang selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih

jabatannya selama masa kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu

lima tahun, dan sesudahnya kali masa jabatan.

dapat dipilih kembali

Pasal 1) Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat

7A diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis

Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan

Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah

melakukan pelanggaran hukum berupa

pengkhianatan terhadap negara, korupsi,

penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau

perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi

memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil

Presiden.

Pasal 7B 1) Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil

Presiden dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan

Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat

hanya dengan terlebih dahulu mengajukan

permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk

memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat

Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau

Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum

berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi,

penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau

perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa

133
Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi

memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil

Presiden.

2) Pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden

dan/atau Wakil Presiden telah melakukan

pelanggaran hukum tersebut ataupun telah tidak lagi

memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil

Presiden adalah dalam rangka pelaksanaan fungsi

pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat.

3) Pengajuan permintaan Dewan Perwakilan Rakyat

kepada Mahkamah Konstitusi hanya dapat dilakukan

dengan dukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari

jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang hadir

dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurang-

kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan

Perwakilan Rakyat.

4) Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili,

dan memutus dengan seadil-adilnya terhadap

pendapat Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling

lama sembilan puluh hari setelah permintaan Dewan

Perwakilan Rakyat itu diterima oleh Mahkamah

Konstitusi.

Pasal 7C 1) Presiden tidak dapat membekukan dan/atau

membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat.

Pasal 8 Jika Presiden mangkat, 1) Jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau

134
berhenti, atau tidak dapat tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa

melakukan kewajibannya jabatannya, ia digantikan oleh Wakil Presiden sampai

dalam masa jabatannya, ia habis masa jabatannya.

diganti oleh Wakil Presiden 2) Dalam hal terjadi kekosongan Wakil Presiden,

sampai habis waktunya. selambat-lambatnya dalam waktu enam puluh hari,

Majelis Permusyawaratan Rakyat menyelenggarakan

sidang untuk memilih Wakil Presiden dari dua calon

yang diusulkan oleh Presiden.

Pasal 11 Presiden dengan persetujuan 1) Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan

Dewan Perwakilan Rakyat Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian

menyatakan perang, membuat dan perjanjian dengan negara lain.

perdamaian dan perjanjian 2) Presiden dalam membuat perjanjian internasional

dengan negara lain lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan

mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan

beban keuangan negara, dan/atau mengharuskan

perubahan atau pembentukan undang-undang harus

dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

(3) Ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian

internasional diatur dengan undang-undang.

Pasal 17 (1) Presiden dibantu oleh 1) Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara

menteri-menteri negara. 2) Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh

(2) Menteri-menteri itu Presiden.

diangkat dan diperhentikan 3) Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam

oleh Presiden. pemerintahan.

(3) Menteri-menteri itu 4) Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran

135
memimpin departemen kementerian negara diatur dalam undang-undang.

pemerintah.

Pasal -- 1) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap

22C provinsi melalui pemilihan umum.

(2) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari setiap

provinsi jumlahnya sama dan jumlah seluruh anggota

Dewan Perwakilan Daerah itu tidak lebih dari sepertiga

jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat.

(3) Dewan Perwakilan Daerah bersidang sedikitnya sekali

dalam setahun.

(4) Susunan dan kedudukan Dewan Perwakilan Daerah

diatur dengan undang-undang.

Pasal (1) Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada

22D Dewan Perwakilan Rakyat rancangan undang-undang

yang berkaitan dengan otonomi daerah,

(2) Dewan Perwakilan Daerah ikut membahas rancangan

undang-undang yang berkaitan dengan otonomi

daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan,

pemekaran, dan penggabungan daerah

(3) Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan

pengawasan atas pelaksanaan undang-undang

mengenai: otonomi daerah,

(4) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dapat

diberhentikan dari jabatannya, yang syarat-syarat

dan tata caranya diatur dalam undang-undang.

136
Pasal (1) Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung,

22E umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil

setiap limatahun sekali.

(2) Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih

anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

(3) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota

Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik.

(4) Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota

Dewan Perwakilan Daerah adalah perseorangan.

Pasal 23 (1) Anggaran pendapatan dan (1) Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai

belanja ditetapkan tiap-tiap wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan

tahun dengan undang-undang. setiap tahun dengan undang-undang dan

Apabila Dewan Perwakilan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab

Rakyat tidak menyetujui untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

anggaran yang diusulkan (2) Rancangan undang-undang anggaran pendapatan

pemerintah, maka pemerintah dan belanja negara diajukan oleh Presiden untuk

menjalankan anggaran tahun dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan

yang lalu. memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan

(2) Segala pajak untuk Daerah.

keperluan negara berdasarkan (3) Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui

undang-undang. rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara

(3) Macam dan harga mata yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah

137
uang ditetapkan dengan menjalankan Anggaran Pendapatan dan Belanja

undang-undang. Negara tahun yang lalu.

(4) Hal keuangan negara (4) Hal keuangan negara selanjutnya diatur dengan

selanjutnya diatur dengan undang-undang.

undang-undang. (5) Untuk memeriksa tanggung jawab tentang keuangan

(5) Untuk memeriksa negara diadakan suatu BadanPemeriksa Keuangan,

tanggung jawab tentang yang peraturannya ditetapkan dengan undang-

keuangan negara diadakan undang. Hasil pemeriksaan itu diberitahukan kepada

suatu Badan Pemeriksa Dewan Perwakilan rakyat.

Keuangan, yang peraturannya

ditetapkan dengan undang-

undang. Hasil pemeriksaan itu

diberitahukan kepada Dewan

Perwakilan rakyat.

Pasal Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk

23A keperluan negara diatur dengan undang-undang.

Pasal Hal-hal lain mengenai keuangan negara diatur dengan

23C undang-undang.

Pasal (1) Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab

23E tentang keuangan negara diadakan satu Badan

Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri.

(2) Hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan

kepada Dewan Perwakilan Rakyat

(3) Hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh

lembaga perwakilan dan/atau badan sesuai dengan

138
undang-undang.

Pasal (1) Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dipilih oleh

23F Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan

pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan

oleh Presiden.

(2) Pimpinan Badan Pemeriksa Keuangan dipilih dari dan

oleh anggota.

Pasal (1) Badan Pemeriksa Keuangan berkedudukan di

23G ibu kota negara, dan memiliki perwakilan di setiap

provinsi.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan Pemeriksa

Keuangan diatur dengan undang-undang.

Pasal 24 (1) Kekuasaan kehakiman (1) Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang

dilakukan oleh sebuah merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna

Mahkamah Agung dan lain- menegakkan hukum dan keadilan.

lain badan kehakiman (2) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah

menurut undang-undang. Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di

(2) Susunan dan kekuasaan bawahnya dalam lingkungan peradilan umum,

badan-badan kehakiman itu lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan

diatur dengan undang- militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan

undang. oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.

(3) Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan

kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang.

Pasal (1) Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat

24A kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di

139
bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan

mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh

undang-undang.

(2) Hakim agung harus memiliki integritas dan

kepribadian yang tidak tercela, adil, profesional, dan

berpengalaman di bidang hukum.

(3) Calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisial kepada

Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan

persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim

agung oleh Presiden.

(4) Ketua dan wakil ketua Mahkamah Agung dipilih dari

dan oleh hakim agung.

Pasal (1) Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang

24B mengusulkan pengangkatan hakim agung dan

mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan

menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta

perilaku hakim.

(2) Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai

pengetahuan dan pengalaman di bidang hukum serta

memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela.

(3) Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan

oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan

Rakyat.

(4) Susunan, kedudukan, dan keanggotaan Komisi

Yudisial diatur dengan undang-undang.

140
Pasal (1) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada

24C tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat

final

(2) Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan

atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai

dugaan pelanggaran

(3) Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan orang

anggota hakim konstitusi yang ditetapkan oleh

Presiden,

(4) Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dipilih

dari dan oleh hakim konstitusi.

(5) Hakim konstitusi harus memiliki integritas dan

kepribadian yang tidak tercela,.

(6) Pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi,

hukum acara serta lainnya tentang Mahkamah

Konstitusi diatur dengan undang-undang.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 9 November 2001

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA

Ketua,
Prof. Dr. H.M. Amien Rais, M.A.
Wakil Ketua,
Prof. Dr. Ir. Ginandjar Kartasasmita

141
Ir. Sutjipto
Prof. Dr. Jusuf Amir Feisal, S.Pd.
Drs. H.M. Husnie Thamrin
Drs. H.A. Nazri Adlani
Agus Widjojo

BAB XIV
AMANDEMEN UNDANG UNDANG DASAR 1945

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA

PERUBAHAN KEEMPAT

UNDANG-UNDANG DASAR 1945

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Setelah mempelajari, menelaah, dan mempertimbangkan dengan seksama dan sungguh-


sungguh hal-hal yang bersifat mendasar yang dihadapi oleh rakyat, bangsa, dan negara serta
dengan menggunakan kewenangannya berdasarkan Pasal 3 dan Pasal 37 Undang-Undang
Dasar Republik Indonesia menetapkan :

(a)Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagaimana telah diubah
dengan perubahan pertama, kedua, ketiga dan perubahan keempat ini adalah Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18
Agustus 1945 dan diberlakukan kembali dengan dektrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959
serta dikukuhkan secara aklamasi pada tanggal 22 Juli 1959 oleh Dewan Perwakilan
Rakyat;

142
(b)penambahan bagian akhir pada Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 dengan kalimat, Perubahan tersebut diputuskan dalam Rapat
Paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia ke-9 tanggal 18 Agustus
2000 Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dan mulai
berlaku pada tanggal ditetapkan.

(c) pengubahan penomoran Pasal 3 Ayat (3) dan ayat (4) Perubahan Ketiga Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjadi Pasal 3 ayat(2) dan ayat (3); Pasal
23E Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
menjadi Pasal 25 A

(d) penghapusan judul Bab IV tentang Dewan Pertimbangan Agung dan pengubahan
substansi Pasal 16 serta penempatannya ke dalam Bab III tentang Kekuasaan Pemerintah
Negara;

(e)pengubahan dan/atau penambahan Pasal 2 ayat (1); Pasal 6A ayat (4); Pasal 8 ayat (3);
Pasal 11 ayat (1); Pasal 16; Pasal 23B; Pasal 23D; Pasal 24 ayat (3); Bab XIII, Pasal 31
ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (5); Pasal 32 ayat (1) dan ayat (2); Bab XIV, Pasal 33
ayat (4) dan ayat (5); Pasal 34 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4); Pasal 37 ayat (1),
ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5); Aturan Peralihan Pasal I, II, dan III; Aturan
Tambahan Pasal I dan II Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
sehingga selengkapnya berbunyi sebagai berikut :

PERUBAHAN KEEMPAT

Pasal yang Isi sebelum Isi sesudah

diubah

Pasal 2 (1) Majelis Permusyawaratan Rakyat (1) Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri

terdiri atas anggota-anggota Dewan atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan

Perwakilan Rakyat, ditambah dengan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang

utusan-utusan dari daerah-daerah dan dipilih melalui pemilihan umum dan diatur

golongan-golongan, menurut aturan lebih lanjut dengan undang-undang.

yang ditetapkan dengan undang- (2) Majelis Permusyawaratan Rakyat

undang. bersidang sedikitnya sekali

dalam lima tahun di ibukota negara. Segala

(2) Majelis Permusyawaratan Rakyat putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat

bersidang sedikitnya sekali ditetapkan dengan suara yang terbanyak.

dalam lima tahun di ibukota negara. (3) Segala putusan Majelis

143
Segala putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat ditetapkan

Permusyawaratan Rakyat ditetapkan dengan suara yang terbanyak.

dengan suara yang terbanyak.

Pasal 6A (1) Presiden dan Wakil Presiden dipilih

dalam satu pasangan secara langsung oleh

rakyat.

(2) Pasangan calon Presiden dan Wakil

Presiden diusulkan oleh partai politik

(3) Pasangan calon Presiden dan Wakil

Presiden yang mendapatkan suara lebih

dari lima puluh persen dari jumlah suara

dalam pemilihan umum

(4) Dalam hal tidak ada pasangan calon

Presiden dan Wakil Presiden yang terpilih,

dua pasangan calon yang memperoleh

suara terbanyak

(5) Tata cara pelaksanaan pemilihan

Presiden dan Wakil Presiden lebih lanjut

diatur dalam undang-undang.

Pasal 8 Jika Presiden mangkat, berhenti, atau (1) Jika Presiden mangkat, berhenti,

tidak dapat melakukan kewajibannya diberhentikan, atau tidak dapat melakukan

dalam masa jabatannya, ia diganti oleh kewajibannya dalam masa jabatannya, ia

Wakil Presiden sampai habis digantikan oleh Wakil Presiden sampai

waktunya. habis masa jabatannya.

(2) Dalam hal terjadi kekosongan Wakil

144
Presiden, selambat-lambatnya dalam

waktu enam puluh hari, Majelis

Permusyawaratan Rakyat

menyelenggarakan sidang untuk memilih

Wakil Presiden dari dua calon yang

diusulkan oleh Presiden.

(3) Jika Presiden dan Wakil Presiden

mangkat, berhenti, diberhentikan, atau

tidak dapat melakukan kewajibannya

dalam masa jabatannya secara bersamaan,

pelaksana tugas kepresidenan adalah

Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam

Negeri, dan Menteri Pertahanan secara

bersama-sama.

Pasal 11 Presiden dengan persetujuan Dewan (1) Presiden dengan persetujuan Dewan

Perwakilan Rakyat menyatakan Perwakilan Rakyat menyatakan perang,

perang, membuat perdamaian dan membuat perdamaian dan perjanjian

perjanjian dengan negara lain dengan negara lain.

(2) Presiden dalam membuat perjanjian

internasional lainnya yang menimbulkan

akibat yang luas dan mendasar bagi

kehidupan rakyat yang terkait dengan

beban keuangan negara

(3) Ketentuan lebih lanjut tentang

perjanjian internasional diatur dengan

145
undang-undang.

Pasal 16 (1) Susunan Dewan Pertimbangan Presiden membentuk suatu dewan

Agung ditetapkan dengan undang- pertimbangan yang bertugas memberikan

undang. nasihat dan pertimbangan kepada

(2) Dewan ini berkewajiban memberi Presiden, yang selanjutnya diatur dalam

jawab atas pertanyaan Presiden dan undang-undang.

berhak memajukan usul kepada

pemerintah.

Pasal 23B Macam dan harga mata uang ditetapkan

dengan undang-undang.

Pasal 23D Negara memiliki suatu bank sentral yang

susunan, kedudukan, kewenangan,

tanggung jawab, dan independensinya

diatur dengan undang-undang

Pasal 24 (1) Kekuasaan kehakiman dilakukan (1) Kekuasaan kehakiman merupakan

oleh sebuah Mahkamah Agung dan kekuasaan yang merdeka untuk

lain-lain badan kehakiman menurut menyelenggarakan peradilan guna

undang-undang. menegakkan hukum dan keadilan.

(2) Susunan dan kekuasaan badan- (2) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh

badan kehakiman itu diatur dengan sebuah Mahkamah Agung dan badan

undang-undang.v peradilan yang berada di bawahnya dalam

lingkungan peradilan umum, lingkungan

peradilan agama, lingkungan peradilan

militer, lingkungan peradilan tata usaha

negara, dan oleh sebuah Mahkamah

146
Konstitusi.

(3) Badan-badan lain yang fungsinya

berkaitan dengan kekuasaan kehakiman

diatur dalam undang-undang.

Pasal 31 (1) Tiap-tiap warga negara berhak (1) Setiap warga negara berhak mendapat

mendapat pengajaran. pendidikan.

(2) Pemerintah mengusahakan dan (2) Setiap warga negara wajib mengikuti

menyelenggarakan satu sistem pendidikan dasar dan pemerintah wajib

pengajaran nasional, yang diatur membiayainya.

dengan undang-undang. (3) Pemerintah mengusahakan dan

menyelenggarakan satu sistem pendidikan

nasional, yang meningkatkan keimanan dan

ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka

mencerdaskan kehidupan bangsa, yang

diatur dengan undang-undang.

(4) Negara memprioritaskan anggaran

pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh

persen dari anggaran pendapatan dan

belanja negara serta dari anggaran

pendapatan dan belanja daerah untuk

memenuhi kebutuhan penyelenggaraan

pendidikan nasional.

(5) Pemerintah memajukan ilmu

pengetahuan dan teknologi dengan

menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan

147
persatuan bangsa untuk kemajuan

peradaban serta kesejahteraan manusia.

Pasal 32 Pemerintah memajukan kebudayaan (1) Negara memajukan kebudayaan

nasionalIndonesia. nasional Indonesiadi tengah peradaban

dunia dengan menjamin kebebasan

masyarakat dalam memelihara dan

mengembangkan nilai-nilai budayanya.

(2) Negara menghormati dan memelihara

bahasa daerah sebagai kekayaan budaya

nasional.

Pasal 33 (1) Perekonomian disusun sebagai (1) Perekonomian disusun sebagai usaha

usaha bersama berdasar atas asas bersama berdasar atas asas kekeluargaan.

kekeluargaan. (2) Cabang-cabang produksi yang penting

(2) Cabang-cabang produksi yang bagi negara dan yang menguasai hajat

penting bagi negara dan yang hidup orang banyak dikuasai oleh negara.

menguasai hajat hidup orang banyak (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang

dikuasai oleh negara. terkandung di dalamnya dikuasai oleh

(3) Bumi dan air dan kekayaan alam negara dan dipergunakan untuk sebesar-

yang terkandung di dalamnya dikuasai besar kemakmuran rakyat.

oleh negara dan dipergunakan untuk (4) Perekonomian nasional diselenggarakan

sebesar-besar kemakmuran rakyat. berdasar atas demokrasi ekonomi dengan

prinsip keadilan, kebersamaan efisiensi

berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan

lingkungan, kemandirian, serta dengan

menjaga keseimbangan kemajuan dan

148
kesatuan ekonomi nasional.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai

pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-

undang.

Pasal 34 Fakir miskin dan anak-anak yang (1) Fakir miskin dan anak-anak yang

terlantar dipelihara oleh negara. terlantar dipelihara oleh negara.

(2) Negara mengembangkan sistem

jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan

memberdayakan masyarakat yang lemah

dan ticlak mampu sesuai dengan martabat

kemanusiaan.

(3) Negara bertanggung jawab atas

penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan

dan fasilitas pelayanan umum yang layak.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai

pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-

undang.

Pasal 37 (1) Untuk mengubah Undang-Undang (1) Usul perubahan pasal-pasal Undang-

Dasar sekurang-kurangnya 2/3 Undang Dasar dapat diagendakan dalam

daripada jumlah anggota Majelis sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat

Permusyawaratan Rakyat harus hadir. apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya

(2) Putusan diambil dengan 1/3 dari jumlah anggota Majelis

persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 Permusyawaratan Rakyat.

daripada jumlah anggota yang hadir. (2) Setiap usul perubahan pasal-pasal

Undang-Undang Dasar diajukan secara

149
tertuiis dan ditunjukkan dengan jelas

bagian yang diusulkan untuk diubah

beserta alasannya.

(3) Untuk mengubah pasal-pasal Undang-

Undang Dasar, Sidang Majelis

Permusyawaratan Rakyat dihadiri oleh

sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah

anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.

(4) Putusan untuk mengubah pasal-pasal

Undang-Undang Dasar dilakukan dengan

persetujuan sekurang-kurangnya lima

puluh persen ditambah satu dari seluruh

anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.

(5) Khusus mengenai bentuk Negara

Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat

dilakukan perubahan.

ATURAN Pasal I Pasal I

PERALIHAN Panitia Persiapan Kemerdekaan Segala peraturan perundang-undangan

Indonesia mengatur dan yang ada masih tetap berlaku selama

menyelenggarakan kepindahan belum diadakan yang baru menurut

pemerintahan kepada Pemerintah Undang-Undang Dasar ini.

Indonesia. Pasal II

Pasal II Semua lembaga negara yang ada masih

Segala badan negara dan peraturan tetap berfungsi sepanjang untuk

yang ada masih langsung berlaku, melaksanakan ketentuan Undang-Undang

150
selama belum diadakan yang baru Dasar dan belum diadakan yang baru

menurut Undang-Undang Dasar ini. menurut Undang-Undang Dasar ini.

Pasal III Pasal III

Untuk pertama kali Presiden dan Wakil Mahkamah Konstitusi dibentuk selambat-

Presiden dipilih oleh Panitia Persiapan lambatnya pada 17 Agustus 2003 dan

Kemerdekaan Indonesia. sebelum dibentuk segala kewenangannya

Pasal IV dilakukan oleh Mahkamah Agung.

Sebelum Majelis Permusyawaratan

Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan

Dewan Pertimbangan Agung dibentuk

menurut Undang-Undang Dasar ini,

segala kekuasaannya dijalankan oleh

Presiden dengan bantuan sebuah

komite nasional.

aturan (1) Dalam enam bulan sesudah Pasal I

tambahan akhirnya peperangan Asia Timur Raya, Majelis Permusyawaratan Rakyat ditugasi

Presiden Indonesia mengatur dan untuk melakukan peninjauan terhadap

menyelenggarakan segala hal yang materi dan status hukum Ketetapan Majelis

ditetapkan dalam Undang-Undang Permusyawaratan Rakyat Sementara dan

Dasar ini. Ketetapan Majelis Permusyawaratan

(2) Dalam enam bulan sesudah Majelis Rakyat untuk diambil putusan pada Sidang

Permusyawaratan Rakyat dibentuk, Majelis Permusyawaratan Rakyat 2003.

Majelis itu bersidang untuk Pasal II

menetapkan Undang-Undang Dasar. Dengan ditetapkannya perubahan Undang-

Undang Dasar ini, Undang-Undang Dasar

151
Negara Republik IndonesiaTahun 1945

terdiri atas Pembukaan dan pasal-pasal.

Perubahan tersebut diputuskan dalam Rapat Paripurna Majelis Permusyawaratan


Rakyat Republik Indonesia ke-6 (lanjutan) tanggal 10 Agustus 2002 Sidang Tahunan Majelis
Permusyaratan Rakyat Republik Indonesia, dan mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

152
Daftar Pustaka

Achmad Ali. 2009. Menguak Teori Hukum (LegalTheory),Teori Peradilan (Judicial


prudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legis prudence). Jakarta:Prenada Media
Group
Budiardjo, Miriam. 2002. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
Hendri, F. Isnaeni dan Apid, 2008, Romusha Sejarah Yang Terlupakan 1942-1945,
Yogyakarta: Ombak.
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/pendidikan_pancasila_dalam_konteks_sejarah_pe
rjuangan_bangsa_indonesia.pdf
http://indridjanarko.dosen.narotama.ac.id/files/2011/05/Modul-Pancasila-2-Pancasila-Dalam-
Konteks-Perjuangan-Bangsa.pdf
http://research.amikom.ac.id/index.php/DTI/article/viewFile/6222/3784
http://www.academia.edu/6247427/pancasila_dalam_konteks_sejarah_perjuangan_bangsa_in
donesia
http://www.wikipedia.org
Huda Nimatul. 2003. Politik Ketatanegaraan Indonesia Kajian Terahadap UUD 1945.
Yogyakarta : FH UII Press
I Wayan Badrika, 2006, Sejarah untuk SMA Kelas XI, Jakarta: Erlangga
Irawan Soejito. 1984. Sejarah Pemerintahan Daerah di Indonesia. Jakarta : Pradnya Paranita.
Israil, Idris. 2005. Pendidikan Pembelajaran dan Penyebaran Kewarganegaraan. Malang :
Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya.
Kaelan, dan Zubaidi, Achmad. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta: Paradigma.
Kansil, C.S.T. 1999. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Jakarta: PT. Pradnya
Paramita
Kartodirjo, Sartono, 1993, Pengantar sejarah Indonesia baru, 1500-1900: Dari
kolonialisme sampai nasionalisme, Jakarta : Gramedia
Laboratorium Pancasila IKIP Malang. 1988. Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi.
Malang: IKIP Malang
M.C. Ricklefs. 2008. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Jakarta:PT Serambi Ilmu
Semesta.
Magdalia Alfian, dkk. 2009. Sejarah untuk SMA Kelas XI Program Ilmu Pengetahuan Sosial.
Jakarta: Esis
Misdyanti. Kartasapoetra. 1993. Fungsi Pemerintahan Daerah dalam pembuatan peraturan
daerah. Jakarta : Bumi Aksara
Moedjanto, G,dkk. 1989. Pancasila Buku Panduan Mahasiswa. Jakarta: PT. Gramedia

153
Moedjanto, 1991, Indonesia Abad Ke 20 Jilid 1 Dari Kebangkitan Nasional Sampai Lingga
Jati, Yogyakarta: Kanisius.
Mohammad Roem, 1972, Bunga Rampai Dari Sejarah, Djakarta: Bulan Bintang.
Ms bakry, Noor. 2010. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Pustaka pelajar

Mubyarto. 2001. Prospek otonomi daerah dan perekonomian Indonesia. Pasca krisis
ekonomomi. BFFE Yogyakarta : Yogyakarta
Rosidin Utang. 2010. Otonomi Daerah dan Desentralisasi. Bandung: Pustaka Setia

Rukiyati, dkk. Pendidikan Pancasila.Yogyakarta: UNY Press

Saparin Sumber. 1979. Tata Pemerintahan dan Administrasi Pemerintahan desa. Padang :
Ghalia Indonesia
Sharma, P. 2004. Sistem Demokrasi Yang Hakiki. Jakarta : Yayasan Menara Ilmu.
Soehino. 1988. Perkembangan Pemerintahan Di Daerah. Yogyakarta: Liberty

Sri Soemantri M, 2000, Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Hukum, Bandung

Sunoto. 1985. Mengenal Pancasila Pendekatan Melalui Metafisika Logika Etika.


Yogyakarta: PT. Hanindita
Syamsir. 2009. Buku Ajar Pendidikan kewarganegaraan. Padang: UNPPress.
Syaukani, Affan, Ryaas. 2002. Otonomi Daerah dalam negara Kesatuan. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar
The Liang Gie. 1995. Pertumbuhan Pemerintahan Daerah DI Negar Republik Indonesia.
Yogyakarta : Liberty
Widjaja. 1998. Percontohan otonomi Daerah di Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta
Gaffar, Affan.(2004). Politik Indonesia; Transisi menuju Demokrasi. Yogyakarta: pustaka
Pelajar Kaelan.(2004)Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.
Winarno. 2006. Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Bumi Aksara

154

Anda mungkin juga menyukai