Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PENGETAHUAN PANCASILA

PENDIDIKAN PANCASILA

DOSEN PENGAMPUH : Drs. Muh. Tang M.Pd

DiSUSUN OLEH:

ROFIQAH (35123066)

KRISLIYANTI LAELA (35123066)

PROGRAM STUDI D3 ADMINISTRASI BISNIS

JURUSAN ADMINISTRASI NIAGA

POLITEKNIK NEGERI UJUNG PANDANG

MAKASSAR 2023
KATA PENGANTAR

Sebagai warga negara yang setia pada nusa dan bangsa. seharusnyalah mempelajari dan
menghayati pandangan hidup bangsa yang sekaligus sebagai dasar filsafat negara, seterusnya
untuk diamalkan dan dipertahankan sebagai ideologi negara. Oleh karena itu, Pancasila sebagai
dasar filsafat negara yang secara resmi tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 wajib dipelajari
dan dipahami, apa sebenarnya yang terkandung dalam ajaran Pancasila itu.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................

DAFTAR ISI .................................................................................................................

BAB 1 …………………………………………………………………………………………………………………….

A. LANDASAN DAN PENGETAHUAN PANCASILA ……………………………………………….

BAB 2 …………………………………………………………………………………………………………………….

1.1 LANDASAN DAN KOMPETENSI..............................................................................

1.2 SYARAT DAN PENGETAHUAN ILMIAH...................................................................

1.3 BEBERAPA PENGETAHUAN PANCASILA …………………………………………………..………

BAB 3 PENUTUP…………………………………………………………………………………………………….

A. KESIMPULAN ………………………………………………………………………………………….
B. SARAN …………………………………………………………………………………………………….

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………………………………………


BAB 1

PENDAHULUAN

A. DESKRIPSI MAKALAH
Dalam rangka turut serta memantapkan Pendidikan terdorong oleh keinginan suci untuk
menghayati dan mengamalkan Pancasila sesuai dengan tuntutan hati nurani bangsa, kami
mencoba membahas Pancasila secara ilmiah, tanpa melupakan aspek-aspek
perkembangan politik negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, sebagai rintisan ke
arah pengembangan dan penyempurnaan ajaran Pancasila.

Dengan iktikad baik dalam usaha ke arah pengembangan Pancasila ini, kami mencoba
menyusun buku Pendidikan Pancasila dalam rangka Pendidikan Kepribadian untuk
mahasiswa. Buku ini kami susun berdasarkan silabus Pendidikan Pancasila yang
digunakan oleh seluruh Fakultas di lingkungan Universitas Gadjah Mada, dengan
beberapa tambahan yang kami pandang perlu untuk mengembangkan Pancasila.
BAB 2

1.1 LANDASAN DAN KOMPETENSI


Landasan Pendidikan Pancasila yang utama ada dua hal, pertama dari sejarah perjuangan bangsa
atau landasan historis, dan kedua dari landasan formal atau landasan yuridis, kemudian
kompetensi pendidikan Pancasila.

1. Landasan Historis
Landasan historis bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, sudah ada sejak bangsa
Indonesia ada. Berketuhanan yaitu percaya pada sesuatu yang berkuasa di luar diri manusia.
Berkemanusiaan dalam wujud cinta sesama manusia. Berpersatuan baik persatuan dalam
kelompok suku yang kemudian meluas menjadi bangsa. Berkerakyatan dalam kelompok kecil
berkekeluargaan kemudian meluas dalam negara disebut berkerakyatan. Berkeadilan yaitu ingin
diperlakukan secara adil baik dirinya sendiri maupun terhadap orang lain.

Kelima hal ini kemudian menjadi ciri khas dan karakterbangsa yang berbeda dengan bangsa lain,
yang kemudian direnungkan oleh tokoh-tokoh pendiri negara Indonesia, yang oleh Bung Karno
diberi nama Pancasila, yang selanjut- nya pada tanggal 18 Agustus 1945 disahkan sebagai dasar
negara oleh PPKI.

Maka sebagai generasi penerus bangsa dan negara Indonesia wajib melestarikan nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila. Dalam kehidupan kampus nilai-nilai Pancasila perlu dipahami dan
dikembangkan dalam perkuliahan, bagian dari mata kuliah Pendidikan Kepribadian.

2. Landasan Yuridis
Pancasila secara formal atau berdasarkan hukum adalah sebagai sumber hukum pendidikan
nasional, yaitu tertuang dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Pasal 1 ayat 2 dinyatakan bahwa sistem Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila.

Berdasarkan SK Dirjen DIKTI No. 43/DIKTI/KEP/2006, dinyatakan Pendidikan


Kewarganegaraan adalah berbasis Pancasila, maka Pendidikan Kewarganegaraan didukung oleh
Pancasila. Oleh karena itu perlu mengembangkan Pendidikan Pancasila dalam rangka
Pendidikan KepribadianPendidikan Pancasila di samping mengembangkan Pendidikan
Kepribadian dan yang harus melestarikan hasil perenungan bangsa sendiri yang sudah berabad
abad diamalkan baik masa jaya maupun masa derita. Masa jaya- jayanya yaitu masa Sriwijaya
dan masa Majapahit, sedang masa derita yaitu masa penjajahan bangsa lain
3. KOMPETENSI DAN TUJUAN
Kompetensi Pendidikan Pancasila, bertujuan menguasai kemampuan berpikir, bersikap rasional
dan dinamis, berpandangan luas sebagai manusia intelektual.

a. Mengantarkan mahasiswa memiliki kemampuan untuk mengambil sikap yang bertanggung


jawab sesuai dengan hati nuraninya.

b. Mengantarkan mahasiswa memiliki kemampuan untuk mengenali masalah hidup dan


kesejahteraan serta cara-cara pemecahannya

c. Mengantarkan mahasiswa mampu mengenali perubahan-perubahan dan perkembangan ilmu


pengetahuan teknologi dan seni

d. Mengantarkan mahasiswa memiliki kemampuan untuk memaknai peristiwa sejarah dan nilai-
nilai budaya bangsa untuk menggalang persatuan Indonesia.

Tujuan Pendidikan Pancasila sebagaimana yang dirumuskan Hamdan Mansoer (dkk) dalam
Kapita Selekta Pendidikan Pancasila, yang diterbitkan oleh Bagian Proyek Peningkatan Tenaga
Akademik, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional, Tahun
2002, adalah sebagai berikut:

a. Dapat memahami dan mampu melaksanakan jiwa Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945
(UUD 1945) dalam kehidupannya sebagai warga negara Republik Indonesia.

b. Menguasai pengetahuan dan pemahaman beragam masalah dasar kehidupan bermasyarakat,


berbangsa, dan bernegara, yang hendak diatasi dengan penerapan pemikiran yang berlandaskan
pancasila dan UUD 1945

c. Memupuk sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai- nilai dan norma Pancasila, sehingga
mampu menanggapi perubahan yang terjadi dalam rangka keterpaduan Iptek dan pembangunan.

D. Membantu mahasiswa dalam proses belajar, proses berfikir, memecahkan masalah, dan
mengambil keputusan dengan menerapkan starategi heuristik terhadap nilai nilai pancasila.
1.2 Syarat dan Pengetahuan Ilmiah
Dalam rangka untuk menjauhkan pengaruh situasi politik dan perubahannya itu, maka
pembahasan dalam mempelajari dan menghayati Pancasila sebagai dasar filsafat negara Republik
Indonesia sebaiknya diusahakan secara ilmiah, seperti lazimnya kaum terpelajar sebagai anggota
Perguruan Tinggi. Oleh karena itu dalam membahas,menganalisis dan memberikan interpretasi
mengenai pancasila yang rumusannya terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 haruslah secara
ilmiah jujur dan objektif dengan iktikad baik untu kmemikirkan dan menghayati serta bagaimana
pelaksanaannya dalam kehidupan masyarakat sehari-hari agar menjadi warga negara Indonesia
yang baik, dan kesadaran untuk melestarikan pancasila.

Jadi, Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dan dasar filsafat negara Indonesia dalam buku
ini akan dibahas dan dianalisis secara rasional, bukan secara dogmatis dan indoktrinasi, yaitu
diuraikan dengan pendekatan-pendekatan ilmiah. Walaupun demikian, mungkin juga dalam hal
tertentu akan sampai pada masalah-masalah yang tidak seluruhnya dapat dipecahkan secara
ilmiah semata-mata Pembahasan Pancasila secara ilmiah harus memenuhi persyaratan ilmiah,
yaitu: (1) memenuhi empat syarat sifat ilmiah, dan (2) mencakup empat pengetahuan ilmiah. Dua
persyaratan ini akan diuraikan secara singkat dan diterapkan langsung terhadap pancasila.

1.2.1. Syarat Sifat Ilmiah Pancasila

Pengetahuan yang bersifat ilmiah termasuk pembahasan dan penelitian Pancasila, harus
memperhatikan empat syarat sifat ilmiah, sebagaimana yang dikemukakan oleh I.R.
Poedjawijatna dalam bukunya yang berjudul "Tahu dan Pengetahuan", yaitu: harus berobjek,
bermetode, bersistem, dan bersifat universal. Empat syarat ini diterap- kan terhadap Pancasila
yang berarti: (1) harus ada objek (2) harus ada metode, (3) harus sistematik, (4) bersifat uni-
versal. Empat syarat ini diuraikan sebagai berikut:

1. Harus berobjek. Pancasila yang dipelajari harus mempunyai objek, yaitu tata cara hidup
manusia yang sudah menjadi kebiasaan atau yang sudah membudaya, khususnya bangsa
Indonesia sebagai objek materialnya, dan rumusan Pancasila beserta penjabarannya sebagai
objek formalnya, sehingga selanjutnya yang dibahas adalah persesuaian antara rumusan
Pancasila dengan tata cara hidup bangsa Indonesia. Tata cara hidup yang sebagai objek ini harus
sudah menjadi kebiasaan sebagai ciri khas bangsa Indonesia atau dengan kata lain sudah
membudaya bukan pola hidup kebetulan saja. ciri khas bangsa Indonesia sebagai objek material
ini, sekaligus sebagai ciri pembeda, yaitu yang dapat untuk membedakan antara bangsa
Indonesia dengan bangsa lain sebagai sesama manusia dalam pola hidup bermasyarakat.

2. Harus bermetode. Dalam mempelajari Pancasila harus ada metode, yaitu suatu cara untuk
mencari persesuaian antara rumusan Pancasila dengan objek materialnya sehingga mencapai
kebenaran. Apakah Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia ini sesuai dengan
kenyataannya ataukah tidak misalnya, atau apakah benar Pancasila ini sebagai jiwa bangsa
Indonesia dalam bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Adapun metode yang sering
digunakan dalam penelitian Pancasila, menurut Notonagoro disebut "analitiko-sintetik", yaitu
dengan cara menguraikan rumusan-rumusan yang ada untuk dibuktikan kebenarannya terhadap
kehidupan sehari-hari, dan dari penelitian tiap fakta yang dianggap benar, digabungkan untuk
dirumuskan secara umum, dipakai sebagai pedoman hidup bangsa.

3. Harus sistematik Pembahasan Pancasila harus sistematik, mempunyai susunan yang harmonis
dari bagian- bagian menurut aturan tertentu yang ada hubungan nya satu dengan lainnya dan
saling mempengaruhi, sehingga semua bagian merupakan kesatuan keseluruhan dan tidak ada
kontradiksi di dalamnya. Susunan yang harmonis dalam Pancasila adalah susunan dari kelima
sila, yang tiap sila dibahas secara luas dan merupakan bagian dari keseluruhan, tidak terpisahkan
antara satu dengan lainnya hubungan erat, dan susunan ini dari yang bersifat abstrak yaitu sila
pertama, sampai untuk mewujudkan yang bersifat onkret yaitu sila kelima, yang kesemuanya
akan dianalisis. Di samping itu diuraikan juga hal-hal yang bersangkutan secara teratur.

4. Bersifat universal. Kebenaran yang diperoleh harus bersifat universal, yaitu kebenaran yang
dicapai dari persesuaian beserta rumusannya harus bersifat umum yang tidak terbatas oleh ruang
dan waktu, di mana saja dan kapan saja tetap berlaku, sehingga rumusannya dapat dipakai
sebagai pedoman. Sampai sekarang, yang menjadi persoalan ialah apakah rumusan Pancasila itu
bersifat universal atau tidak. Seandainya rumusan itu hanya berlaku di Indonesia saja, karena
jelas ada unsur ke-Indonesiaannya, misal Persatuan Indonesia, Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia, maka rumusan yang bagaimana yang bersifat universal. Hal ini akan
dibicarakan dalam pembahasan filsafat Pancasila, yakni yang bersifat universal adalah inti
mutlak Pancasila, yaitu ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kekeluargaan, dan keadilan. Kelima
hal ini disebut sebagai sifat hakikat manusia, karena jika tidak ada kelima itu bukanlah manusia.
1.2.2. Pengetahuan Ilmiah Pancasila
Selain harus memperhatikan empat syarat sifat ilmiah di atas, pokok-pokok pembahasan
Pancasila diusahakan juga untuk mencari jawaban empat pertanyaan ilmiah, guna mendapatkan
pengetahuan Pancasila secara mendalam dan sistematik sehingga dapat dipertanggungjawabkan
sebagai pengetahuan ilmiah. Dalam usaha mencari jawaban empat pertanyaan ini bersangkutan
dengan empat macam pengetahuan, yakni: pengetahuan deskriptif, pengetahuan normatif,
pengetahuan esensi, dan pengetahuan kausal.

Di bawah ini diuraikan mengenai empat pengetahuan ilmiah beserta empat pertanyaan ilmiah,
yaitu pertanyaan ilmiah bagaimana, ke mana, apa, dan mengapa, yang diterapkan pada Pancasila,
sebagai materi pokok pembahasan Pancasila

1. Pengetahuan Deskriptif Pengetahuan deskriptif merupakan pengetahuan ilmiah yang


membicarakan tentang sifat-sifat dan keadaan dari halnya, berdasarkan atas pertanyaan ilmiah
bagaimana. Untuk memberi jawaban pertanyaan ini harus mencari bagaimana keadaan sifat-sifat
hal yang dianalisis itu, misal: bagaimana keadaan Pancasila sebenarnya, serta bagaimana sifat-
sifat atau ciri-ciri Pancasila itu, bagaimana rumusan Pancasila itu. Jadi harus melihat dan
menganalisis secara logis tentang keadaan serta sifat-sifat yang berhubungan dengan rumusan
Pancasila serta menganalisis bentuk susunannya sehingga menjadi satu kesatuan.Pengetahuan
deskriptif dalam Pancasila ini, terutama berhubungan dengan: (1) Keadaan latar belakang sejarah
perumusan kristalisasi pandangan hidup bangsa yang dijadikan sebagai Dasar Filsafat Negara
Republik In- donesia yakni sejak sidang pertama BPUPKI tanggal 29 Mei 1945 sampai dengan
Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959, kemudian dilanjutkan sampai Inpres No. 12, tanggal 13
April 1968; (2) Sifat kesatuan serta bentuk susunan dari Pancasila sebagai dasar negara Republik
Indonesia dan sebagai pandangan hidup bangsa, yang sifatnya merupakan satu kesatuan organic
dan bentuk susunan nya adalah hierarkhis piramidal serta sila-sila nya saling mengkualifikasi.

2. Pengetahuan Normatif. Pengetahuan normatif merupakan pengetahuan ilmiah yang


menganalisis hal-hal yang biasa terjadi dan selalu terulang terus yang disebut dengan kebiasaan,
dan kebiasaan ini dicari intinya yang akan dirumuskan sebagai pedoman, dan dike mukakan juga
tujuannya. Hal ini atas dasar pertanyaan ilmiah ke mana. Jadi untuk mencapai tujuan sesuatu
harus mengikuti aturan-aturan tertentu yang telah dirumuskannya sebagai pedoman untuk
mencapai hal yang dicita-citakan, yaitu mencari kebiasaan yang terjadi, dicari intinya, kemudian
dirumuskan sebagai pedoman, dan ditunjukkan tujuannya. Pengetahuan normatif ini dalam
ajaran Pancasila berupa ketentuan penjabaran Pancasila sebagai ciri khas bangsa Indonesia yang
sudah menjadi kebiasaan: (1) Undang-Undang Dasar 1945 sebagai rumusan pedoman
pelaksanaan Pancasila dalam perundang-undangan secara formal yang bertujuan untuk
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, serta untuk
mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia; (2) Penghayatan dan
pengamalan Pancasila yang dibedakan penga malan objektif yaitu dituangkan dalam Undang-
Undang Dasar 1945 yang langsung dipancarkan dari Pancasila, dan pengamalan subjektif yaitu
dirumuskan dalam Ekaprasetia Pancakarsa.

3.Pengetahuan Esensi. Pengetahuan esensi merupakan pengetahuan ilmiah yang menelaah


tentang unsur dasar atau hakikat atau juga inti-mutlak yang menjadikan halnya itu ada, sebagai
jawaban atas pertanyaan ilmiah apa. Mencari jawaban pertanyaan ilmiah apa yang dicari
adalah inti-mutlak atau hakikat, misal: apa sebenarnya Pancasila itu sehingga dinyatakan
sebagai jiwa bangsa Indonesia, sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia, sebagai ideologi
negara.Pengetahuan esensi tentang Pancasila yang akan dipelajari adalah: (1) Isi arti Pancasila
yang merupakan konsep dasar masing-masing sila sebagai inti-mutlaknya yang bersifat abstrak
umum universal yaitu berlaku untuk semua manusia. Konsep dasarnya adalah ketuhanan,
kemanusiaan, persatuan, kekeluargaan, dan keadilan, yang pada dasarnya berlaku untuk semua
manu- sia, baik manusia itu mengakui atau tidak pasti ada lima hal tersebut; (2) Pokok-pokok
ajaran tiap sila yang merupakan jawaban dari "apa sebenarnya Pancasila sebagai pedoman
hidup bangsa" itu. Inti ajaran ini berlandaskan analisis tiap sila dalam Pancasila dengan
menggunakan metode analitiko-sintetik.

4. Pengetahuan Kausal. Pengetahuan kausal merupakan pengetahuan ilmiah yang mempelajari


tentang asal- mula atau juga sebab-musabab dari halnya, atas dasar pertanyaan ilmiah
mengapa. Pertanyaan ilmiah mengapa menuntut jawaban sebab-sebab terjadinya, misal:
mengapa hanya Pancasila yang sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia, sebagai ideologi
negara Indonesia, kenapa bukan sistem filsafat yang lain. Jadi yang dicari adalah asal mula
Pancasila dari kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia sendiri yang sudah membudaya atau
yang sudah menjadi kebiasaan. Pembahasan pengetahuan kausal tentang Pancasila yang
penting adalah: (1) Tinjauan historis Pancasila untuk menelaah asal mula Pancasila ditetapkan
se. bagai dasar Indonesia Merdeka dengan mengeterap kan teori kausalitas, yaitu asal mula
materi, asal mula tujuan, asal mula bentuk, dan asal mula karya; (2) Bahan dasar yang untuk
merumuskan Pancasila, yaitu kenya- taan kehidupan manusia dianalisis unsur-unsurnya yang
terpokok, sebagai landasan dari Pancasila, dan yang bersifat abstrak umum universal. Landasan
Pancasila ini dibuktikan juga dalam perkembangan masyarakat, sejak manusia ada sampai
sekarang, yaitu sejak fase berburu yang merupakan fase pertama sampai fase globalisasi yaitu
fase sekarang ini. Demikianlah uraian singkat tentang empat pengetahuan ilmiah yang
berlandaskan pada empat pertanyaan ilmiah yang meminta jawaban pengetahuan deskriptif,
normatif, esensi, dan kausal, diterapkan pada Pancasila. Dalam buku Pendidikan Pancasila ini
dari empat pengetahuan di atas yang banyak dibicarakan adalah pengetahuan normatif, sedang
yang sedikit dibicarakan adalah pengetahuan esensi, terutama tentang isi arti Pancasila yang
merupakan konsep dasar masing-masing sila sebagai inti-mutlaknya yang ber- sifat abstrak
umum universal dibicarakan dalam Filsafat Pancasila.Pembahasan Pancasila dalam buku ini
merupakan suatu sumbangan pikiran atau pendapat menurut batas- batas kemampuan dan
pengetahuan yang ada, dalam rangka usaha mengembangkan Pancasila dan sekaligus:
mengembangkan Pendidikan Pancasila sebagai dasar filsafat Negara Republik Indonesia, atau
juga sebagai aksioma kehidupan bangsa Indonesia.

1.3 Beberapa pengertian Indonesia


Sebelum membahas Pancasila secara mendalam, terlebih dahulu perlu diperhatikan kata-kata
mutiara pujangga besar bangsa Cina, yaitu Confusius, yang disebutkan dalam bukunya Ismaun,
Tinjauan Pancasila Dasar Filsafat Negara Republik Indonesia. Ketika beliau ditanya oleh
beberapa orang yang datang pada beliau: "Apakah yang mula-mula bapak kerjakan, seandainya
bapak dipilih menjadi Pemim- pin Negara?" Jawab Confusius ialah: "Mula-mula yang saya
kerjakan ialah menertibkan semua istilah yang ada di dalam Negara agar tiap-tiap istilah tidak
mempunyai tafsiran yang kabur/kacau. Dengan demikian seluruh warga dan aparat Negara dapat
melakukan semua tugas dan kewajibannya dengan jelas dan tepat".

Ringkasnya kata-kata mutiara Confusius itu berbunyi demikian: "Kalau anda hendak mengatur
Negara dengan baik, maka terlebih dahulu tertibkanlah istilah-istilah yang ada di dalam Negara
itu": Oleh karena itu, menurut Ismaun, sebelum membahas isi materi Pancasila sebagai dasar
Filsafat Negara Republik Indonesia atau sebagai ideologi negara Indonesia, perlu diketahui
terlebih dahulu apakah arti isti- lah "Pancasila" itu, dari bahasa apakah asalnya perkataan itu dan
di mana dipergunakannya serta bagaimanakah perkem- bangan selanjutnya.

Istilah "Pancasila" menjadi nama resmi Dasar Filsafat Negara, dahulunya mempunyai proses
perkembangan, baik ditinjau dari segi bahasa maupun sejarahnya, dari segi penulisan maupun
penggunaannya. Oleh karena itu, istilah "Pancasila" akan dibicarakan secara etimologis, secara
historis, dan secara terminologis.

1.Secara Etimologis
Secara etimologis atau menurut logatnya "Pancasila" berasal dari bahasa India, yakni bahasa
Sanskerta, bahasa kasta Brahmana, sedangkan bahasa rakyat jelata ialah Prakerta (Ismaun,
1977)

Menurut Muhammad Yamin, di dalam bahasa Sanskerta perkataan Pancasila ada dua macam
arti, yaitu:

Panca : artinya "lima"

Syila : dengan huruf i biasa (huruf i pendek), artinya "batu-sendi", "alas" atau "dasar"

Syila : dengan huruf i panjang, artinya "peraturan tingkah laku yang baik". Kata "syiila" dalam
bahasa Indonesia menjadi "susila", artinya "tingkah laku yang baik".
Dengan uraian di atas maka perkataan "Panca-Syila" dengan huruf i satu (biasa) berarti "berbatu
sendi yang lima", "berdasar yang lima" atau "lima dasar". Sedangkan "Panca Syila" (dengan
huruf Dewanagari, dengan huruf i dua (panjang) berarti "lima aturan tingkah laku yang penting".

2. Secara Historis
Secara historis istilah "Pancasila" mula-mula diperguna kan oleh masyarakat India yang
memeluk agama Pancasila berarti "lima-aturan" atau "Five Moral Principles Budha, yang harus
ditaati dan dilaksanakan oleh para penganut biasa (awam) agama Budha, yang dalam bahasa
aslinya, yaitu bahasa Pali "Panca-Sila", yang berisi lima larangan atau lima pantangan yang
bunyinya menurut encyclopaedia atau kamus-kamus Buddhisme adalah sebagai berikut (Zainal
Abidin Ahmad, termuat dalam bukunya Ismaun, 1977):

a. Panatipata veramani sikkhapadam samadiyami. Artinya: Janganlah mencabut nyawa setiap


yang hidup: maksudnya dilarang membunuh.

b. Adinnadana veramani sikkhapadam samadiyami. Arti- nya: Janganlah mengambil barang yang
tidak diberi- kan: maksudnya dilarang mencuri.

C. Kameshu micchacara veramani sikkhapadam samadiyami. Artinya: Janganlah berhubungan


kelamin yang tidak sah dengan perempuan: maksudnya dilarang berzina.

d. Musawada veramani sikkhapadam samadiyami. Arti- nya: Janganlah berkata palsu:


maksudnya dilarang ber- dusta.

e. Sura-meraya-majja-pamadatthana veramani sikkhapadam samadiyami. Artinya: Janganlah


minum minuman yang menghilangkan pikiran: maksudnya dilarang minum minuman keras.

Jadi pertama kali istilah "Pancasila" digunakan untuk memberi nama rumusan lima dasar moral
dalam agama Budha. Pancasila berarti lima aturan tingkah laku yang baik, atau lima aturan
moral.

Perkembangan selanjutnya istilah "Pancasila" masuk dalam khazanah kesusasteraan Jawa Kuno
pada zaman Maja- pahit di bawah raja Hayam Wuruk dan patih Gajah Mada. Istilah "Pancasila"
terdapat dalam buku keropak Negara-kertagama kertagama, yang berupa syair pujian ditulis oleh
pujangga istana bernama Empu Prapanca selesai pada tahun 1365 yakni di dalam sarga 53 bait
ke 2 yang berbunyi sebagai berikut:

"Yatnanggegwani pancasila kertasangskarabhisekaka krama"

Artinya: (Raja) menjalankan dengan setia kelima pan- tangan (Pancasila) itu begitu pula
upacara-upacara ibadat dan penobatan-penobatan.

Selain terdapat dalam buku Negarakertagama yang masih dalam zaman Majapahit istilah
"Pancasila" juga terdapat dalam buku Sutasoma karangan Empu Tantular. Dalam buku Sutasoma
ini istilah Pancasila di samping mempunyai arti "berbatu sendi yang lima" (dari bahasa
Sanskerta) juga mempunyai arti "pelaksanaan kesusilaan yang lima" (Pancasila Krama), yaitu:

-Tidak melakukan kekerasan

-Tidak boleh mencuri Tidak boleh berjiwa dengki

-Tidak boleh berbohong Tidak boleh mabuk minuman keras

Demikianlah perkembangan istilah "Pancasila", dari bahasa Sanskerta menjadi bahasa Jawa
Kuno yang artinya tetap sama terdapat pada zaman Majapahit. Oleh karena di zaman Majapahit
hidup berdampingan secara damai kepercayaan tradisi agama Hindu Syiwa dan agama Budha
Mahayana dan campurannya Tantrayana. Sedangkan Empu Prapanca sendiri kemudian juga
menjabat "Dharmadyaksa ring Kasogatan", yaitu Penghulu/Kepala Urusan Agama Budha.

Sesudah Majapahit runtuh dan Islam tersebar ke seluruh Indonesia, sisa-sisa dari pengaruh
ajaran Moral Budha yaitu Pancasila, masih terdapat juga dikenal dalam masya- rakat Jawa
sebagai Lima Larangan (pantangan, wewaler, pamali), dan isinya agak lain, disebut dengan
singkatan "Ma-Lima", lima larangan, dimulai dengan awal kata "Ma". Lima larangan tersebut
adalah:

Mateni: artinya membunuh Maling: artinya mencuri

Madon: artinya berzina Madat: artinya menghisap candu

Main: artinya berjudi

Lima larangan moral atau lima aturan tingkah laku yang disebut dengan "Ma-lima" ini dalam
masyarakat Jawa masih dikenal dan masih juga menjadi pedoman moral bukan hanya yang
beragama Budha saja, tetapi namanya sekarang bukanlah Pancasila tetap dengan nama "Ma-
lima".

3. Secara Terminologis
Secara terminologis atau berdasarkan isi istilahnya yang digunakan di Indonesia, dimulai sejak
sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia, tanggal 1 Juni 1945.
Istilah "Pancasila" dipergunakan oleh Bung Karno untuk memberi nama pada lima dasar atau
lima prinsip negara Indonesia Merdeka yang diusulkannya. Sedangkan istilah tersebut, menurut
Bung Karno sendiri adalah dibisikkan dari temannya seorang ahli bahasa.

Pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia merdeka dan keesokan harinya tanggal 18 Agustus
1945 disahkanlah Undang-Undang Dasar 1945 yang sebelumnya masih merupakan Rancangan
Hukum Dasar serta dalam Pembukaannya memuat rumusan lima dasar Negara Republik
Indonesia yang diberi nama Pancasila. Sejak saat itulah istilah "Pancasila" secara resmi atau
secara formal masuk ke dalam bahasa Indonesia walaupun di dalam Pembukaan UUD 1945 itu
tidak disebutkan nama Pancasila. Pancasila dalam Pembukaan ini sebagai dasar negara, oleh
karena itu istilah "Pancasila" artinya "Lima-Dasar", yang dimaksud ialah "Satu dasar negara
yang terdiri atas lima unsur yang menjadi satu kesatuan Dasar Filsafat Negara Republik
Indonesia" yang isinya sebagaimana tertera dalam alinea keempat bagian akhir Pembukaan UUD
1945. Pancasila dalam bahasa Indonesia dan secara yuridis yang dimaksudkannya adalah:

 Kemanusiaan yang adil dan beradab

 Ketuhanan Yang Maha Esa

 Persatuan Indonesia

 Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan


perwakilan

 Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.


4. Penggunaan Terakhir
Demikianlah sedikit pembicaraan tentang istilah "Pancasila" yang semula berasal dari bahasa
Sanskerta yang berarti "lima aturan tingkah laku yang penting", atau "lima aturan tingkah laku
yang baik", dan selanjutnya masuk dalam bahasa Jawa-Kuno yang berarti "lima-pantangan",
yang kesemuanya itu dipergunakan dalam Akhimya "Pancasila" menjadi Bahasa Indonesia yang
dipakai agama Budha. sebagai istilah untuk nama Dasar Filsafat Negara Republik Indonesia
sampai saat sekarang ini.

Dengan uraian di atas jelaslah bahwa Pancasila yang dinyatakan sebagai dasar negara dan
sebagai pandangan hidup bangsa serta sebagai ideologi negara adalah merupa kan hasil
kesepakatan bersama menjelang Proklamasi Kemerdekaan, bukan berasal dari buku Sotasoma
dan juga bukan dari buku Negarakertagama, karena jelas materinya berbeda dan juga makna
yang dimaksudkannya juga ber- beda. Sehingga jika dinyatakan sudah ada pernyataannya sejak
jaman Majapahit adalah tidak benar, walaupun materi- nya ada dalam kehidupan bangsa
Indonesia sejak dahulu, tetapi rumusannya baru kemudian.

Istilah Pancasila penulisannya juga mengalami proses perkembangan. Menurut ejaan yang ditulis
dengan huruf Latin pertama-tama ditulis dengan "Panca-Syila". Kemudian disesuaikan dengan
ejaan bahasa Indonesia lama menjadi "Pantja-Sila", dan karena istilah "Pantja-Sila" dipakai nama
Dasar Filsafat Negara yang isinya merupakan satu- kesatuan yang tidak terpisahkan, maka
menurut Notonagoro (1905-1981) penulisannya tidak dipisahkan, tetapi harus dirangkai menjadi
satu, yaitu "Pantjasila", kemudian disem- purnakan penulisannya dengan ejaan bahasa Indonesia
sekarang ditulis dengan "Pancasila".
BAB 3

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Pancasila merupakan dasar negara yang menjadi pandangan hidup bangsa Indonesia sejak 18
Agustus 1945. Dimana pancasila sendiri merupakan sebuah landasan yang di dalamnya
terdapat norma untuk mengikat masyarakat dan menjadi satu-satunya sumber tujuan nasional.
Pancasila sebagai dasar negara memiliki arti sebagai landasan dan pondasi pengetahuan
Indonesia dalam mengatur pemerintahan negara

B . SARAN

Setelah kami menyusun makalah ini, saran yang dapat kami berikan terkait dengan landasan
dan pengetahuan Pancasila ialah betapa pentingnya Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara karena menumbuhkan semangat persatuan dan kesatuan, serta meningkatkan
pemahaman Pancasila sebagai nilai dasar dan dasar negara.
DAFTAR PUSTAKA

Noor Ms Bakry 2010. Pendidikan Pancasila. Celeban Timur UH III/548 Yogyakarta 55167

Anda mungkin juga menyukai