PENGETAHUAN PANCASILA
PENDIDIKAN PANCASILA
DiSUSUN OLEH:
ROFIQAH (35123066)
MAKASSAR 2023
KATA PENGANTAR
Sebagai warga negara yang setia pada nusa dan bangsa. seharusnyalah mempelajari dan
menghayati pandangan hidup bangsa yang sekaligus sebagai dasar filsafat negara, seterusnya
untuk diamalkan dan dipertahankan sebagai ideologi negara. Oleh karena itu, Pancasila sebagai
dasar filsafat negara yang secara resmi tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 wajib dipelajari
dan dipahami, apa sebenarnya yang terkandung dalam ajaran Pancasila itu.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................
BAB 1 …………………………………………………………………………………………………………………….
BAB 2 …………………………………………………………………………………………………………………….
BAB 3 PENUTUP…………………………………………………………………………………………………….
A. KESIMPULAN ………………………………………………………………………………………….
B. SARAN …………………………………………………………………………………………………….
PENDAHULUAN
A. DESKRIPSI MAKALAH
Dalam rangka turut serta memantapkan Pendidikan terdorong oleh keinginan suci untuk
menghayati dan mengamalkan Pancasila sesuai dengan tuntutan hati nurani bangsa, kami
mencoba membahas Pancasila secara ilmiah, tanpa melupakan aspek-aspek
perkembangan politik negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, sebagai rintisan ke
arah pengembangan dan penyempurnaan ajaran Pancasila.
Dengan iktikad baik dalam usaha ke arah pengembangan Pancasila ini, kami mencoba
menyusun buku Pendidikan Pancasila dalam rangka Pendidikan Kepribadian untuk
mahasiswa. Buku ini kami susun berdasarkan silabus Pendidikan Pancasila yang
digunakan oleh seluruh Fakultas di lingkungan Universitas Gadjah Mada, dengan
beberapa tambahan yang kami pandang perlu untuk mengembangkan Pancasila.
BAB 2
1. Landasan Historis
Landasan historis bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, sudah ada sejak bangsa
Indonesia ada. Berketuhanan yaitu percaya pada sesuatu yang berkuasa di luar diri manusia.
Berkemanusiaan dalam wujud cinta sesama manusia. Berpersatuan baik persatuan dalam
kelompok suku yang kemudian meluas menjadi bangsa. Berkerakyatan dalam kelompok kecil
berkekeluargaan kemudian meluas dalam negara disebut berkerakyatan. Berkeadilan yaitu ingin
diperlakukan secara adil baik dirinya sendiri maupun terhadap orang lain.
Kelima hal ini kemudian menjadi ciri khas dan karakterbangsa yang berbeda dengan bangsa lain,
yang kemudian direnungkan oleh tokoh-tokoh pendiri negara Indonesia, yang oleh Bung Karno
diberi nama Pancasila, yang selanjut- nya pada tanggal 18 Agustus 1945 disahkan sebagai dasar
negara oleh PPKI.
Maka sebagai generasi penerus bangsa dan negara Indonesia wajib melestarikan nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila. Dalam kehidupan kampus nilai-nilai Pancasila perlu dipahami dan
dikembangkan dalam perkuliahan, bagian dari mata kuliah Pendidikan Kepribadian.
2. Landasan Yuridis
Pancasila secara formal atau berdasarkan hukum adalah sebagai sumber hukum pendidikan
nasional, yaitu tertuang dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Pasal 1 ayat 2 dinyatakan bahwa sistem Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila.
d. Mengantarkan mahasiswa memiliki kemampuan untuk memaknai peristiwa sejarah dan nilai-
nilai budaya bangsa untuk menggalang persatuan Indonesia.
Tujuan Pendidikan Pancasila sebagaimana yang dirumuskan Hamdan Mansoer (dkk) dalam
Kapita Selekta Pendidikan Pancasila, yang diterbitkan oleh Bagian Proyek Peningkatan Tenaga
Akademik, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional, Tahun
2002, adalah sebagai berikut:
a. Dapat memahami dan mampu melaksanakan jiwa Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945
(UUD 1945) dalam kehidupannya sebagai warga negara Republik Indonesia.
c. Memupuk sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai- nilai dan norma Pancasila, sehingga
mampu menanggapi perubahan yang terjadi dalam rangka keterpaduan Iptek dan pembangunan.
D. Membantu mahasiswa dalam proses belajar, proses berfikir, memecahkan masalah, dan
mengambil keputusan dengan menerapkan starategi heuristik terhadap nilai nilai pancasila.
1.2 Syarat dan Pengetahuan Ilmiah
Dalam rangka untuk menjauhkan pengaruh situasi politik dan perubahannya itu, maka
pembahasan dalam mempelajari dan menghayati Pancasila sebagai dasar filsafat negara Republik
Indonesia sebaiknya diusahakan secara ilmiah, seperti lazimnya kaum terpelajar sebagai anggota
Perguruan Tinggi. Oleh karena itu dalam membahas,menganalisis dan memberikan interpretasi
mengenai pancasila yang rumusannya terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 haruslah secara
ilmiah jujur dan objektif dengan iktikad baik untu kmemikirkan dan menghayati serta bagaimana
pelaksanaannya dalam kehidupan masyarakat sehari-hari agar menjadi warga negara Indonesia
yang baik, dan kesadaran untuk melestarikan pancasila.
Jadi, Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dan dasar filsafat negara Indonesia dalam buku
ini akan dibahas dan dianalisis secara rasional, bukan secara dogmatis dan indoktrinasi, yaitu
diuraikan dengan pendekatan-pendekatan ilmiah. Walaupun demikian, mungkin juga dalam hal
tertentu akan sampai pada masalah-masalah yang tidak seluruhnya dapat dipecahkan secara
ilmiah semata-mata Pembahasan Pancasila secara ilmiah harus memenuhi persyaratan ilmiah,
yaitu: (1) memenuhi empat syarat sifat ilmiah, dan (2) mencakup empat pengetahuan ilmiah. Dua
persyaratan ini akan diuraikan secara singkat dan diterapkan langsung terhadap pancasila.
Pengetahuan yang bersifat ilmiah termasuk pembahasan dan penelitian Pancasila, harus
memperhatikan empat syarat sifat ilmiah, sebagaimana yang dikemukakan oleh I.R.
Poedjawijatna dalam bukunya yang berjudul "Tahu dan Pengetahuan", yaitu: harus berobjek,
bermetode, bersistem, dan bersifat universal. Empat syarat ini diterap- kan terhadap Pancasila
yang berarti: (1) harus ada objek (2) harus ada metode, (3) harus sistematik, (4) bersifat uni-
versal. Empat syarat ini diuraikan sebagai berikut:
1. Harus berobjek. Pancasila yang dipelajari harus mempunyai objek, yaitu tata cara hidup
manusia yang sudah menjadi kebiasaan atau yang sudah membudaya, khususnya bangsa
Indonesia sebagai objek materialnya, dan rumusan Pancasila beserta penjabarannya sebagai
objek formalnya, sehingga selanjutnya yang dibahas adalah persesuaian antara rumusan
Pancasila dengan tata cara hidup bangsa Indonesia. Tata cara hidup yang sebagai objek ini harus
sudah menjadi kebiasaan sebagai ciri khas bangsa Indonesia atau dengan kata lain sudah
membudaya bukan pola hidup kebetulan saja. ciri khas bangsa Indonesia sebagai objek material
ini, sekaligus sebagai ciri pembeda, yaitu yang dapat untuk membedakan antara bangsa
Indonesia dengan bangsa lain sebagai sesama manusia dalam pola hidup bermasyarakat.
2. Harus bermetode. Dalam mempelajari Pancasila harus ada metode, yaitu suatu cara untuk
mencari persesuaian antara rumusan Pancasila dengan objek materialnya sehingga mencapai
kebenaran. Apakah Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia ini sesuai dengan
kenyataannya ataukah tidak misalnya, atau apakah benar Pancasila ini sebagai jiwa bangsa
Indonesia dalam bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Adapun metode yang sering
digunakan dalam penelitian Pancasila, menurut Notonagoro disebut "analitiko-sintetik", yaitu
dengan cara menguraikan rumusan-rumusan yang ada untuk dibuktikan kebenarannya terhadap
kehidupan sehari-hari, dan dari penelitian tiap fakta yang dianggap benar, digabungkan untuk
dirumuskan secara umum, dipakai sebagai pedoman hidup bangsa.
3. Harus sistematik Pembahasan Pancasila harus sistematik, mempunyai susunan yang harmonis
dari bagian- bagian menurut aturan tertentu yang ada hubungan nya satu dengan lainnya dan
saling mempengaruhi, sehingga semua bagian merupakan kesatuan keseluruhan dan tidak ada
kontradiksi di dalamnya. Susunan yang harmonis dalam Pancasila adalah susunan dari kelima
sila, yang tiap sila dibahas secara luas dan merupakan bagian dari keseluruhan, tidak terpisahkan
antara satu dengan lainnya hubungan erat, dan susunan ini dari yang bersifat abstrak yaitu sila
pertama, sampai untuk mewujudkan yang bersifat onkret yaitu sila kelima, yang kesemuanya
akan dianalisis. Di samping itu diuraikan juga hal-hal yang bersangkutan secara teratur.
4. Bersifat universal. Kebenaran yang diperoleh harus bersifat universal, yaitu kebenaran yang
dicapai dari persesuaian beserta rumusannya harus bersifat umum yang tidak terbatas oleh ruang
dan waktu, di mana saja dan kapan saja tetap berlaku, sehingga rumusannya dapat dipakai
sebagai pedoman. Sampai sekarang, yang menjadi persoalan ialah apakah rumusan Pancasila itu
bersifat universal atau tidak. Seandainya rumusan itu hanya berlaku di Indonesia saja, karena
jelas ada unsur ke-Indonesiaannya, misal Persatuan Indonesia, Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia, maka rumusan yang bagaimana yang bersifat universal. Hal ini akan
dibicarakan dalam pembahasan filsafat Pancasila, yakni yang bersifat universal adalah inti
mutlak Pancasila, yaitu ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kekeluargaan, dan keadilan. Kelima
hal ini disebut sebagai sifat hakikat manusia, karena jika tidak ada kelima itu bukanlah manusia.
1.2.2. Pengetahuan Ilmiah Pancasila
Selain harus memperhatikan empat syarat sifat ilmiah di atas, pokok-pokok pembahasan
Pancasila diusahakan juga untuk mencari jawaban empat pertanyaan ilmiah, guna mendapatkan
pengetahuan Pancasila secara mendalam dan sistematik sehingga dapat dipertanggungjawabkan
sebagai pengetahuan ilmiah. Dalam usaha mencari jawaban empat pertanyaan ini bersangkutan
dengan empat macam pengetahuan, yakni: pengetahuan deskriptif, pengetahuan normatif,
pengetahuan esensi, dan pengetahuan kausal.
Di bawah ini diuraikan mengenai empat pengetahuan ilmiah beserta empat pertanyaan ilmiah,
yaitu pertanyaan ilmiah bagaimana, ke mana, apa, dan mengapa, yang diterapkan pada Pancasila,
sebagai materi pokok pembahasan Pancasila
Ringkasnya kata-kata mutiara Confusius itu berbunyi demikian: "Kalau anda hendak mengatur
Negara dengan baik, maka terlebih dahulu tertibkanlah istilah-istilah yang ada di dalam Negara
itu": Oleh karena itu, menurut Ismaun, sebelum membahas isi materi Pancasila sebagai dasar
Filsafat Negara Republik Indonesia atau sebagai ideologi negara Indonesia, perlu diketahui
terlebih dahulu apakah arti isti- lah "Pancasila" itu, dari bahasa apakah asalnya perkataan itu dan
di mana dipergunakannya serta bagaimanakah perkem- bangan selanjutnya.
Istilah "Pancasila" menjadi nama resmi Dasar Filsafat Negara, dahulunya mempunyai proses
perkembangan, baik ditinjau dari segi bahasa maupun sejarahnya, dari segi penulisan maupun
penggunaannya. Oleh karena itu, istilah "Pancasila" akan dibicarakan secara etimologis, secara
historis, dan secara terminologis.
1.Secara Etimologis
Secara etimologis atau menurut logatnya "Pancasila" berasal dari bahasa India, yakni bahasa
Sanskerta, bahasa kasta Brahmana, sedangkan bahasa rakyat jelata ialah Prakerta (Ismaun,
1977)
Menurut Muhammad Yamin, di dalam bahasa Sanskerta perkataan Pancasila ada dua macam
arti, yaitu:
Syila : dengan huruf i biasa (huruf i pendek), artinya "batu-sendi", "alas" atau "dasar"
Syila : dengan huruf i panjang, artinya "peraturan tingkah laku yang baik". Kata "syiila" dalam
bahasa Indonesia menjadi "susila", artinya "tingkah laku yang baik".
Dengan uraian di atas maka perkataan "Panca-Syila" dengan huruf i satu (biasa) berarti "berbatu
sendi yang lima", "berdasar yang lima" atau "lima dasar". Sedangkan "Panca Syila" (dengan
huruf Dewanagari, dengan huruf i dua (panjang) berarti "lima aturan tingkah laku yang penting".
2. Secara Historis
Secara historis istilah "Pancasila" mula-mula diperguna kan oleh masyarakat India yang
memeluk agama Pancasila berarti "lima-aturan" atau "Five Moral Principles Budha, yang harus
ditaati dan dilaksanakan oleh para penganut biasa (awam) agama Budha, yang dalam bahasa
aslinya, yaitu bahasa Pali "Panca-Sila", yang berisi lima larangan atau lima pantangan yang
bunyinya menurut encyclopaedia atau kamus-kamus Buddhisme adalah sebagai berikut (Zainal
Abidin Ahmad, termuat dalam bukunya Ismaun, 1977):
b. Adinnadana veramani sikkhapadam samadiyami. Arti- nya: Janganlah mengambil barang yang
tidak diberi- kan: maksudnya dilarang mencuri.
Jadi pertama kali istilah "Pancasila" digunakan untuk memberi nama rumusan lima dasar moral
dalam agama Budha. Pancasila berarti lima aturan tingkah laku yang baik, atau lima aturan
moral.
Perkembangan selanjutnya istilah "Pancasila" masuk dalam khazanah kesusasteraan Jawa Kuno
pada zaman Maja- pahit di bawah raja Hayam Wuruk dan patih Gajah Mada. Istilah "Pancasila"
terdapat dalam buku keropak Negara-kertagama kertagama, yang berupa syair pujian ditulis oleh
pujangga istana bernama Empu Prapanca selesai pada tahun 1365 yakni di dalam sarga 53 bait
ke 2 yang berbunyi sebagai berikut:
Artinya: (Raja) menjalankan dengan setia kelima pan- tangan (Pancasila) itu begitu pula
upacara-upacara ibadat dan penobatan-penobatan.
Selain terdapat dalam buku Negarakertagama yang masih dalam zaman Majapahit istilah
"Pancasila" juga terdapat dalam buku Sutasoma karangan Empu Tantular. Dalam buku Sutasoma
ini istilah Pancasila di samping mempunyai arti "berbatu sendi yang lima" (dari bahasa
Sanskerta) juga mempunyai arti "pelaksanaan kesusilaan yang lima" (Pancasila Krama), yaitu:
Demikianlah perkembangan istilah "Pancasila", dari bahasa Sanskerta menjadi bahasa Jawa
Kuno yang artinya tetap sama terdapat pada zaman Majapahit. Oleh karena di zaman Majapahit
hidup berdampingan secara damai kepercayaan tradisi agama Hindu Syiwa dan agama Budha
Mahayana dan campurannya Tantrayana. Sedangkan Empu Prapanca sendiri kemudian juga
menjabat "Dharmadyaksa ring Kasogatan", yaitu Penghulu/Kepala Urusan Agama Budha.
Sesudah Majapahit runtuh dan Islam tersebar ke seluruh Indonesia, sisa-sisa dari pengaruh
ajaran Moral Budha yaitu Pancasila, masih terdapat juga dikenal dalam masya- rakat Jawa
sebagai Lima Larangan (pantangan, wewaler, pamali), dan isinya agak lain, disebut dengan
singkatan "Ma-Lima", lima larangan, dimulai dengan awal kata "Ma". Lima larangan tersebut
adalah:
Lima larangan moral atau lima aturan tingkah laku yang disebut dengan "Ma-lima" ini dalam
masyarakat Jawa masih dikenal dan masih juga menjadi pedoman moral bukan hanya yang
beragama Budha saja, tetapi namanya sekarang bukanlah Pancasila tetap dengan nama "Ma-
lima".
3. Secara Terminologis
Secara terminologis atau berdasarkan isi istilahnya yang digunakan di Indonesia, dimulai sejak
sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia, tanggal 1 Juni 1945.
Istilah "Pancasila" dipergunakan oleh Bung Karno untuk memberi nama pada lima dasar atau
lima prinsip negara Indonesia Merdeka yang diusulkannya. Sedangkan istilah tersebut, menurut
Bung Karno sendiri adalah dibisikkan dari temannya seorang ahli bahasa.
Pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia merdeka dan keesokan harinya tanggal 18 Agustus
1945 disahkanlah Undang-Undang Dasar 1945 yang sebelumnya masih merupakan Rancangan
Hukum Dasar serta dalam Pembukaannya memuat rumusan lima dasar Negara Republik
Indonesia yang diberi nama Pancasila. Sejak saat itulah istilah "Pancasila" secara resmi atau
secara formal masuk ke dalam bahasa Indonesia walaupun di dalam Pembukaan UUD 1945 itu
tidak disebutkan nama Pancasila. Pancasila dalam Pembukaan ini sebagai dasar negara, oleh
karena itu istilah "Pancasila" artinya "Lima-Dasar", yang dimaksud ialah "Satu dasar negara
yang terdiri atas lima unsur yang menjadi satu kesatuan Dasar Filsafat Negara Republik
Indonesia" yang isinya sebagaimana tertera dalam alinea keempat bagian akhir Pembukaan UUD
1945. Pancasila dalam bahasa Indonesia dan secara yuridis yang dimaksudkannya adalah:
Persatuan Indonesia
Dengan uraian di atas jelaslah bahwa Pancasila yang dinyatakan sebagai dasar negara dan
sebagai pandangan hidup bangsa serta sebagai ideologi negara adalah merupa kan hasil
kesepakatan bersama menjelang Proklamasi Kemerdekaan, bukan berasal dari buku Sotasoma
dan juga bukan dari buku Negarakertagama, karena jelas materinya berbeda dan juga makna
yang dimaksudkannya juga ber- beda. Sehingga jika dinyatakan sudah ada pernyataannya sejak
jaman Majapahit adalah tidak benar, walaupun materi- nya ada dalam kehidupan bangsa
Indonesia sejak dahulu, tetapi rumusannya baru kemudian.
Istilah Pancasila penulisannya juga mengalami proses perkembangan. Menurut ejaan yang ditulis
dengan huruf Latin pertama-tama ditulis dengan "Panca-Syila". Kemudian disesuaikan dengan
ejaan bahasa Indonesia lama menjadi "Pantja-Sila", dan karena istilah "Pantja-Sila" dipakai nama
Dasar Filsafat Negara yang isinya merupakan satu- kesatuan yang tidak terpisahkan, maka
menurut Notonagoro (1905-1981) penulisannya tidak dipisahkan, tetapi harus dirangkai menjadi
satu, yaitu "Pantjasila", kemudian disem- purnakan penulisannya dengan ejaan bahasa Indonesia
sekarang ditulis dengan "Pancasila".
BAB 3
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pancasila merupakan dasar negara yang menjadi pandangan hidup bangsa Indonesia sejak 18
Agustus 1945. Dimana pancasila sendiri merupakan sebuah landasan yang di dalamnya
terdapat norma untuk mengikat masyarakat dan menjadi satu-satunya sumber tujuan nasional.
Pancasila sebagai dasar negara memiliki arti sebagai landasan dan pondasi pengetahuan
Indonesia dalam mengatur pemerintahan negara
B . SARAN
Setelah kami menyusun makalah ini, saran yang dapat kami berikan terkait dengan landasan
dan pengetahuan Pancasila ialah betapa pentingnya Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara karena menumbuhkan semangat persatuan dan kesatuan, serta meningkatkan
pemahaman Pancasila sebagai nilai dasar dan dasar negara.
DAFTAR PUSTAKA
Noor Ms Bakry 2010. Pendidikan Pancasila. Celeban Timur UH III/548 Yogyakarta 55167