Anda di halaman 1dari 130

PENDIDIKAN PANCASILA DAN

KEWARGANEGARAAN
Oleh: H.M. Ardi, S.H.,M.H.
I. PENDAHULUAN PENDIDIKAN PANCASILA
A. Menelusuri Konsep dan Urgensi Pendidikan Pancasila
Pada bagian ini anda akan diajak untuk memahami konsep,
hakikat, dan perjalanan pendidikan Pancasila di Indonesia.
Hal tersebut penting untuk diketahui karena berlakunya
Pendidikan Pancasila di PT mengalami pasang surut.
1. Apa yg dimaksud dengan pendidikan Pancasila ?
pendidikan Pancasila adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar mahasiswa secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
pengetahuan, kepribadian, dan keahlian, sesuai dengan
program studinya masing-masing.
2. Visi pendidikan Pancasila
Terwujudnya kepribadian sivitas akademika yang bersumber
pada nilai-nilai Pancasila.
3. Misi Pendidikan Pancasila
a. Mengembangkan potensi akademik peserta didik (misi
psikopedagogis).
b. Menyiapkan peserta didik untuk hidup dan berkehidupan
dalam masyarakat, bangsa dan negara (misi psikososial).
c. Membangun budaya ber-Pancasila sebagai salah satu
determinan kehidupan (misi sosiokultural).
d. Mengkaji dan mengembangkan pendidikan Pancasila
sebagai sistem pengetahuan terintegrasi atau disiplin ilmu
sintetik (synthetic discipline), sebagai misi akademik
4. Kedudukan mata kuliah pendidikan Pancasila adalah
sebagai mata kuliah wajib umum (MKWU) yg berdiri
sendiri dan harus ditempuh oleh setiap mahasiswa,
baik pada jenjang diploma maupun jenjang sarjana.
Hal ini didasarkan pada Pasal 35 ayat (5) UU No
12/2012 ttg Pendidikan Tinggi; bahwa kurikulum
pendidikan tinggi wajib memuat mata kuliah agama,
Pancasila, kewarganegaraan, dan bahasa Indonesia. Ini
menunjukkan bahwa negara berkehendak agar
pendidikan Pancasila dilaksanakan dan wajib dimuat
dalam kurikulum perguruan tinggi sebagai mata kuliah
yang berdiri sendiri.
Dalam Pasal 2 UU No 12 Tahun 2012 ttg Pendidikan Tinggi bahwa
Pendidikan Tinggi di Indonesia harus berdasarkan Pancasila.
Implikasinya, sistem pendidikan tinggi (baca: perguruan tinggi) di
Indonesia harus mengembangkan nilai-nilai Pancasila dalam
berbagai segi kebijakannya dan menyelenggarakan mata kuliah
pendidikan Pancasila secara sungguh-sungguh dan bertanggung
jawab.
Dengan demikian, pendidikan Pancasila diharapkan dapat menjadi ruh
dalam membentuk jati diri mahasiswa guna mengembangkan jiwa
profesinya sesuai dengan bidang studinya masing-masing di
samping itu mata kuliah pendidikan Pancasila dapat lebih fokus
dalam membina pemahaman dan penghayatan mahasiswa
mengenai ideologi bangsa Indonesia.
B. Alasan Diperlukannya Pendidikan Pancasila
Mengapa harus ada pendidikan Pancasila di PT? Hal tersebut terjadi
mengingat jurusan/program studi di PT sangat spesifik sehingga ada
pihak-pihak yang menganggap pendidikan Pancasila dianggap
kurang penting karena tidak terkait langsung dengan program studi
yang diambilnya. Namun apabila kita berpikir jenih dan jujur
terhadap diri sendiri, pendidikan Pancasila sangat diperlukan untuk
membentuk karakter manusia yang profesional dan bermoral. Hal
tersebut dikarenakan perubahan dan infiltrasi budaya asing yang
bertubi-tubi mendatangi masyarakat Indonesia bukan hanya terjadi
dalam masalah pengetahuan dan teknologi, melainkan juga
berbagai aliran (mainstream) dalam berbagai kehidupan bangsa.
Oleh karena itu, pendidikan Pancasila sangat perlu diselenggarakan
agar masyarakat tidak tercerabut dari akar budaya yang menjadi
identitas suatu bangsa dan sekaligus menjadi pembeda antara satu
bangsa dan bangsa lainnya
Dengan demikian, pendidikan Pancasila diharapkan dapat
memperkokoh modalitas akademik mahasiswa dalam berperan
serta membangun pemahaman masyarakat, antara lain:
1. Kesadaran gaya hidup sederhana dan cinta produk dalam negeri,
2. Kesadaran pentingnya kelangsungan hidup generasi mendatang,
3. Kesadaran pentingnya semangat kesatuan persatuan (solidaritas)
nasional,
4. Kesadaran pentingnya norma-norma dalam pergaulan,
5. Kesadaran pentingnya kesahatan mental bangsa,
6. Kesadaran tentang pentingnya penegakan hukum,
7. Menanamkan pentingnya kesadaran terhadap ideologi Pancasila.
Sehingga pendidikan Pancasila harus tetap dilaksanakan
dalam rangka membentengi moralitas bangsa
Indonesia. Dengan demikian, tanggung jawab berada di
pundak perguruan tinggi untuk mengajarkan nilai-nilai
Pancasila sebagai amanat pembukaan Undang Undang
Dasar 1945 yang menekankan pentingnya
mencerdaskan kehidupan bangsa.
Dalam hal ini, kecerdasan tidak hanya mencakup
intelektual, tetapi juga mencakup pula kecerdasan
emosional, dan kecerdasan spiritual yang menjadi
dasar bagi pengembangan kecerdasan bangsa dalam
bentuk kecerdasan ideologis.
C. Menggali Sumber Historis, Sosiologis, Politik Pendidikan Pancasila
1. Sumber Historis Pendidikan Pancasila
Presiden Soekarno pernah mengatakan, ”Jangan sekali-kali meninggalkan
sejarah.” Pernyataan tersebut dapat dimaknai bahwa sejarah
mempunyai fungsi penting dalam membangun kehidupan bangsa
dengan lebih bijaksana di masa depan. Hal tersebut sejalan dengan
ungkapan seorang filsuf Yunani yg bernama Cicero (106-43SM) yg
mengungkapkan, “Historia Vitae Magistra”, yg bermakna, “Sejarah
memberikan kearifan”. Pengertian lain dari istilah tersebut yg sudah
menjadi pendapat umum (common-sense) adalah “Sejarah merupakan
guru kehidupan”. Implikasinya, pengayaan materi perkuliahan Pancasila
melalui pendekatan historis adalah amat penting dan tidak boleh
dianggap remeh guna mewujudkan kejayaan bangsa di kemudian hari.
Melalui pendekatan ini, mahasiswa diharapkan dapat mengambil
pelajaran atau hikmah dari berbagai peristiwa sejarah, baik sejarah
nasional maupun sejarah bangsa-bangsa lain.
2. Sumber Sosiologis Pendidikan Pancasila
Soerjono Soekanto menegaskan bahwa dalam perspektif sosiologi, suatu
masyarakat pada suatu waktu dan tempat memiliki nilai-nilai yg tertentu.
Melalui pendekatan sosiologis ini pula, Anda diharapkan dapat mengkaji
struktur sosial, proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial, dan
masalah-masalah sosial yg patut disikapi secara arif dengan menggunakan
standar nilai-nilai yg mengacu kepada nilai-nilai Pancasila.
Berbeda dengan bangsa-bangsa lain, bangsa Indonesia mendasarkan
pandangan hidupnya dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
pada suatu asas kultural yg dimiliki dan melekat pada bangsa itu sendiri.
Nilai-nilai kenegaraan dan kemasyarakatan yg terkandung dalam sila-sila
Pancasila bukan hanya hasil konseptual seseorang saja, melainkan juga
hasil karya besar bangsa Indonesia sendiri, yg diangkat dari nilai-nilai
kultural yg dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri melalui proses refleksi
filosofis para pendiri negara (Kaelan, 2000: 13).
Bung Karno menegaskan bahwa nilai-nilai Pancasila digali dari bumi
pertiwi Indonesia. Dengan kata lain, nilai-nilai Pancasila berasal dari
kehidupan sosiologis masyarakat Indonesia.
Berikutnya Bung Karno juga menyebutkan bahwa adalah Pancasila
sebagai dasar negara merupakan pemberian atau ilham dari Tuhan
Yg Maha Kuasa. Apabila dikaitkan dengan teori kausalitas dari
Notonegoro bahwa Pancasila merupakan penyebab lahirnya
(kemerdekaan) bangsa Indonesia, maka kemerdekaan berasal dari
Allah, Tuhan Yg Maha Esa. Hal ini sejalan dengan makna Alinea III
Pembukaan UUD 1945. Sebagai makhluk Tuhan, sebaiknya segala
pemberian Tuhan, termasuk kemerdekaan Bangsa Indonesia ini
wajib untuk disyukuri. Salah satu bentuk wujud konkret mensyukuri
nikmat karunia kemerdekaan adalah dengan memberikan kontribusi
pemikiran terhadap pembaharuan dalam masyarakat.
3. Sumber Yuridis Pendidikan Pancasila
Negara Indonesia adalah negara hukum dan salah satu ciri
negara hukum itu pemerintah dalam menjalankan tugasnya
harus berdasarkan uu. Pancasila sebagai dasar negara
merupakan landasan dan sumber dalam membentuk dan
menyelenggarakan negara hukum tersebut, hal ini berarti
pendekatan yuridis (hukum merupakan salah satu
pendekatan utama dalam pengembangan atau materi mata
kuliah pendidikan Pancasila. Urgensi pendekatan yuridis
inilah dalam rangka penegakan uu (law enforcement) yg
merupakan salah satu kewajiban negara yg penting.
Penegakan hukum ini hanya akan efektif apabila didukung
oleh kesadaran hukum warga negara terutama dari
kalangan intelektualnya yaitu mahasiswa.
4. Sumber Politik Pendidikan Pancasila
Salah satu sumber pengayaan materi pendidikan Pancasila adalah berasal dari
fenomena kehidupan politik bangsa Indonesia. Tujuannya agar Anda mampu
mendiagnosa dan mampu memformulasikan saran-saran tentang upaya atau
usaha mewujudkan kehidupan politik yg ideal sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
Bukankah Pancasila dalam tataran tertentu merupakan ideologi politik, yaitu
mengandung nilai-nilai yg menjadi kaidah penuntun dalam mewujudkan tata tertib
sosial politik yg ideal
Budiardjo berpendapat; “Ideologi politik adalah himpunan nilai-nilai, idée, norma-
norma, kepercayaan dan keyakinan, suatu “Weltanschauung”, yg dimiliki seseorang
atau sekelompok orang, atas dasar mana dia menentukan sikapnya terhadap
kejadian dan problema politik yg dihadapinya dan yg menentukan tingkah laku
politiknya.”
Melalui pendekatan politik ini, Anda diharapkan mampu menafsirkan fenomena politik
dalam rangka menemukan pedoman yg bersifat moral yg sesuai dengan nilai-nilai
Pancasila untuk mewujudkan kehidupan politik yg sehat. Pada gilirannya, Anda
akan mampu memberikan kontribusi konstruktif dalam menciptakan struktur
politik yg stabil dan dinamis.
D. Membangun Argumentasi Tentang Dinamika dan
Tantangan Pendidikan Pancasila
1. Dinamika Pendidikan Pancasila
Sejak lahirnya Kaputusan MPR RI, No II/MPR/1978,
tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila (P-4) atau Ekaprasetia Pancakarsa, P-4 tersebut
kemudian menjadi salah satu sumber pokok materi
Pendidikan Pancasila. Selanjutnya diperkuat dengan Tap
MPR RI Nomor II/MPR/1988 tentang GBHN yg
mencantumkan bahwa “Pendidikan Pancasila” termasuk
Pendidikan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila.
Dalam rangka menyempurnakan perkuliahan pendidikan Pancasila yg
digolongkan dalam mata kuliah dasar umum di perguruan tinggi,
Dirjen Dikti, menerbitkan SK, Nomor 25/DIKTI/KEP/1985, tentang
Penyempurnaan Kurikulum Inti Mata Kuliah Dasar Umum (MKDU).
Sebelumnya, Dirjen Dikti telah mengeluarkan SK tertanggal 5
Desember 1983, Nomor 86/DIKTI/Kep/1983, tentang Pelaksanaan
Penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila Pola
Seratus Jam di Perguruan Tinggi. Kemudian, dilengkapi dengan SK
Kepala BP-7 Pusat tanggal 2 Januari 1984, Nomor KEP/01/BP-
7/I/1984, tentang Penataran P-4 Pola Pendukung 100 Jam bagi
Mahasiswa Baru Universitas/Institut/Akademi Negeri dan Swasta.
Menyusul kemudian diterbitkan SK tanggal 13 April 1984, No. KEP-
24/BP-7/IV/1984, tentang Pedoman Penyusunan Materi Khusus
sesuai Bidang Ilmu yang diasuh Fakultas/Akademi dalam Rangka
Penyelenggaraan Penataran P-4 Pola Pendukung 100 Jam bagi
Mahasiswa Baru Universitas/Institut/Akademi Negeri dan Swasta.
Dengan berlakunya UU No 2 Tahun 1989, tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang
pada Ps 39 ditentukan bahwa kurikulum pendidikan tinggi harus memuat mata
kuliah pendidikan Pancasila. Kemudian, terbit peraturan pelaksanaan dari
ketentuan yuridis tersebut, yaitu khususnya pada Ps 13 ayat (2) PP No 60 Tahun
1999, tentang Pendidikan Tinggi, jo. Pasal 1 SK Dirjen Dikti Nomor
467/DIKTI/Kep/1999, yang substansinya menentukan bahwa mata kuliah
pendidikan Pancasila adalah mata kuliah yang wajib ditempuh oleh seluruh
mahasiswa baik program diploma maupun program sarjana.
Pada 2000, Dirjen Dikti mengeluarkan kebijakan yang memperkokoh keberadaan dan
menyempurnakan penyelenggaraan mata kuliah pendidikan Pancasila, yaitu:
a) SK Dirjen Dikti, Nomor 232/U/2000, tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum
Pendidikan Tinggi,
b) SK Dirjen Dikti, Nomor 265/Dikti/2000, tentang Penyempurnaan Kurikulum Inti
Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MKPK), dan
c) SK Dirjen Dikti, Nomor 38/Dikti/Kep/2002, tentang Rambu-rambu Pelaksanaan
Kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi.
Dengan diberlakukannya Tap MPR No XVIII/MPR/1998 ttg
Pencabutan terhadap Tap MPR No.II/MPR/1978 ttg P4
(ekaprasetia Pancakara) sejak itu Penataran P4 tidak
dilaksanakan lagi. Dengan diberlakukannya UU No 20
tahun 2003, ttg Sisdiknas, kembali mengurangi langkah
pembudayaan Pancasila melalui pendidikan. Dalam
Undang-Undang tersebut pendidikan Pancasila tidak
disebut sebagai mata kuliah wajib di perguruan tinggi
sehingga beberapa universitas menggabungkannya
dalam materi pendidikan kewarganegaraan. Jadi
penyebutannya Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan (PPKn) dengan bobot min 3 (tiga )
SKS
2. Tantangan Pendidikan Pancasila
Abdulgani menyatakan bahwa Pancasila adalah leitmotive dan leitstar,
dorongan pokok dan bintang penunjuk jalan. Tanpa adanya leitmotive dan
leitstar Pancasila ini, kekuasaan negara akan menyeleweng. Oleh karena
itu, segala bentuk penyelewengan itu harus dicegah dengan cara
mendahulukan Pancasila dasar filsafat dan dasar moral (1979:14). Agar
Pancasila menjadi dorongan pokok dan bintang penunjuk jalan bagi
generasi penerus pemegang estafet kepemimpinan nasional, maka nilai-
nilai Pancasila harus dididikkan kepada para mahasiswa melalui mata
kuliah pendidikan Pancasila.
Tantangannya ada dua yaitu tantangan dari internal dan tantangan dari
eksternal. Tantangan ini dapat berasal dari internal perguruan tinggi,
misalnya faktor ketersediaan sumber daya, dan spesialisasi program studi
yang makin tajam (yang menyebabkan kekurangtertarikan sebagian
mahasiswa terhadap pendidikan Pancasila). Adapun tantangan yang
bersifat eksternal, antara lain adalah krisis keteladanan dari para elite
politik dan maraknya gaya hidup hedonistik di dalam masyarakat
E. Mendeskripsikan Esensi dan Urgensi Pendidikan Pancasila untuk Masa
Depan
Menurut penjelasan Ps 35 ayat (3) UU No 12 tahun 2012 ttg Pendidikan
Tinggi, yang dimaksud dengan mata kuliah pendidikan Pancasila adalah
pendidikan untuk memberikan pemahaman dan penghayatan kepada
mahasiswa mengenai ideologi bangsa Indonesia. Dengan landasan
tersebut, Ditjen Dikti mengembangkan esensi materi pendidikan Pancasila
yang meliputi:
1. Pengantar perkuliahan pendidikan Pancasila
2. Pancasila dalam kajian sejarah bangsa Indonesia
3. Pancasila sebagai dasar negara
4. Pencasila sebagai ideologi negara
5. Pancasila sebagai sistem filsafat
6. Pancasila sebagai sistem etika
7. Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu.
F. Rangkuman Tentang Pengertian dan Pentingnya Pendidikan Pancasila
1. Pengertian Mata Kuliah Pendidikan Pancasila
Pendidikan Pancasila adalah merupakan usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar mahasiswa
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
pengetahuan, kepribadian, dan keahlian, sesuai dengan program
studinya masing-masing. Selain itu, mahasiswa diharapkan mampu
memberikan kontribusi yang konstruktif dalam bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara, dengan mengacu kepada nilai-nilai Pancasila.
Jadi mata kuliah Pancasila merupakan proses pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan student centered learning, untuk
mengembangkan knowledge, attitude, dan skill mahasiswa sebagai calon
pemimpin bangsa dalam membangun jiwa profesionalitasnya sesuai
dengan program studinya masing-masing dengan menjadikan nilai-nilai
Pancasila sebagai kaidah penuntun (guiding principle) sehingga menjadi
warga negara yang baik (good citizenship).
2. Pentingnya Mata Kuiah Pendidikan Pancasila
Urgensi pendidikan Pancasila, yaitu dapat memperkokoh jiwa kebangsaan
mahasiswa sehingga menjadi dorongan pokok (lelitmotive) dan bintang
penunjuk jalan (leitstar) bagi calon pemegang tongkat estafet
kepemimpinan bangsa di berbagai bidang dan tingkatan. Selain itu, agar
calon pemegang tongkat estafet kepemimpinan bangsa tidak mudah
terpengaruh oleh pahampaham asing yang dapat mendorong untuk tidak
dijalankannya nilai-nilai Pancasila. Atau Pentingnya pendidikan Pancasila di
perguruan tinggi adalah untuk menjawab tantangan dunia dengan
mempersiapkan warga negara yang mempunyai pengetahuan,
pemahaman, penghargaan, penghayatan, komitmen, dan pola
pengamalan Pancasila.
Hal tersebut ditujukan untuk melahirkan lulusan yang menjadi kekuatan inti
pembangunan dan pemegang estafet kepemimpinan bangsa dalam setiap
tingkatan lembaga-lembaga negara, badan-badan negara, lembaga
daerah, lembaga infrastruktur politik, lembaga-lembaga bisnis, dan profesi
lainnya yang menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila.
II. BAGAIMANA PANCASILA DALAM ARUS SEJARAH BANGSA INDONESIA
A. Menelusuri Konsep dan Urgensi Pancasila dalam Arus Sejarah Bangsa
Indonesia
1. Periode Pengusulan Pancasila
Masih ingatkah sejarah perumusan Pancasil. Untuk membantu mengingatkan
kita, berikut ini dikemukakan beberapa peristiwa penting tentang
perumusan Pancasila. Perlu kita ketahui bahwa perumusan Pancasila itu
pada awalnya dilakukan dalam sidang BPUPKI pertama yang
dilaksanakan pada 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945. BPUPKI dibentuk
oleh Pemerintah Pendudukan Jepang pada 29 April 1945 dengan jumlah
anggota 60 orang. Badan ini diketuai oleh dr. Rajiman Wedyodiningrat
yang didampingi oleh dua orang Ketua Muda (Wakil Ketua), yaitu Raden
Panji Suroso dan Ichibangase (orang Jepang). BPUPKI dilantik oleh Letjen
Kumakichi Harada, panglima tentara ke-16 Jepang di Jakarta, pada 28
Mei 1945. Sehari setelah dilantik, 29 Mei 1945, dimulailah sidang yang
pertama dengan materi pokok pembicaraan calon dasar negara
Siapa sajakah tokoh-tokoh yang berbicara dalam sidang
BPUPKI tersebut? Menurut catatan sejarah, diketahui
bahwa sidang tersebut menampilkan beberapa
pembicara, yaitu Mr. Muh Yamin, Ir. Soekarno, Ki Bagus
Hadikusumo, Mr. Soepomo.
Keempat tokoh tersebut menyampaikan usulan tentang
dasar negara menurut pandangannya masing-masing.
Meskipun demikian perbedaan pendapat di antara
mereka tidak mengurangi semangat persatuan dan
kesatuan demi mewujudkan Indonesia merdeka. Sikap
toleransi yang berkembang dikalangan para pendiri
negara seperti inilah yang seharusnya perlu diwariskan
kepada generasi berikut, termasuk kita.
Salah seorang pengusul calon dasar negara dalam sidang BPUPKI adalah Ir.
Soekarno yang berpidato pada 1 Juni 1945. Pada hari itu, Ir. Soekarno
menyampaikan lima butir gagasan tentang dasar negara sebagai berikut:
a. Nasionalisme atau Kebangsaan Indonesia,
b. Internasionalisme atau Peri Kemanusiaan,
c. Mufakat atau Demokrasi,
d. Kesejahteraan Sosial,
e. Ketuhanan yang berkebudayaan.
Berdasarkan catatan sejarah, kelima butir gagasan itu oleh Soekarno diberi
nama “Pancasila”. Selanjutnya, Soekarno juga mengusulkan jika
seandainya peserta sidang tidak menyukai angka 5, maka ia menawarkan
angka 3, yaitu Trisila yang terdiri atas (1) Sosio-Nasionalisme, (2) Sosio-
Demokrasi, dan (3) Ketuhanan Yang Maha Esa. Soekarno akhirnya juga
menawarkan angka 1, yaitu Ekasila yang berisi asas Gotong-Royong
Setelah pidato Soekarno, sidang menerima usulan
nama Pancasila bagi dasar filsafat negara
(Philosofische grondslag) yang diusulkan oleh
Soekarno, dan kemudian dibentuk panitia kecil 8
orang (Ki Bagus Hadi Kusumo, K.H. Wahid
Hasyim, Muh. Yamin, Sutarjo, A.A. Maramis, Otto
Iskandar Dinata, dan Moh. Hatta) yang bertugas
menampung usul-usul seputar calon dasar
negara. Kemudian sidang pertama BPUPKI (29
Mei - 1 Juni 1945) ini berhenti untuk sementara.
2. Pereode Perumusan Pancasila
Dalam sidang BPUPKI kedua pada 10 - 16 Juli 1945 adalah disetujuinya
naskah awal “Pembukaan Hukum Dasar” yang kemudian dikenal dengan
nama Piagam Jakarta. Piagam Jakarta itu merupakan naskah awal
pernyataan kemerdekaan Indonesia. Pada alinea keempat Piagam Jakarta
itulah terdapat rumusan Pancasila sebagai berikut.
1. Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-
pemeluknya.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Naskah awal “Pembukaan Hukum Dasar” yang dijuluki “Piagam Jakarta” ini di
kemudian hari dijadikan “Pembukaan” UUD 1945, dengan sejumlah
perubahan di sana-sini.
Dengan takluknya Jepang terhadap Sekutu yg ditandai dengan
jatuhnya bom atom di kota Hiroshima pada 6 Agustus 1945. Sehari
setelah peristiwa itu, 7 Agustus 1945, Pemerintah pendudukan
Jepang di Jakarta mengeluarkan maklumat yang berisi: (1)
pertengahan Agustus 1945 akan dibentuk Panitia Persiapan
Kemerdekaan bagi Indonesia (PPKI), (2) panitia itu rencananya akan
dilantik 18 Agustus 1945 dan mulai bersidang 19 Agustus 1945, dan
(3) direncanakan 24 Agustus 1945 Indonesia dimerdekakan.
Kemudian Amerika dan sekutu akhirnya menjatuhkan bom lagi di
Nagasaki pada 9 Agustus 1945 yang meluluhlantakkan kota tersebut
sehingga menjadikan kekuatan Jepang semakin lemah. Kekuatan
yang semakin melemah, memaksa Jepang akhirnya menyerah tanpa
syarat kepada sekutu pada 14 Agustus 1945. Konsekuensi dari
menyerahnya Jepang kepada sekutu, menjadikan daerah bekas
pendudukan Jepang beralih kepada wilayah perwalian sekutu,
termasuk Indonesia.
3. Pereode Pengesahan Pancasila
Sepulang dari Saigon (Vetnam), pada 15 Agustus 1945 Soekarno,
Hatta, dan Rajiman kembali ke Indonesia. Kedatangan mereka
disambut oleh para pemuda yang mendesak agar kemerdekaan
bangsa Indonesia diproklamasikan secepatnya karena mereka
tanggap terhadap perubahan situasi politik dunia pada masa itu.
Melalui jalan berliku, akhirnya dicetuskanlah Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia pada 17 Agustus 1945. Teks kemerdekaan itu didiktekan
oleh Moh. Hatta dan ditulis oleh Soekarno pada dini hari. Dengan
demikian, naskah bersejarah teks proklamasi Kemerdekaan
Indonesia ini digagas dan ditulis oleh dua tokoh proklamator
tersebut sehingga wajar jika mereka dinamakan Dwitunggal.
Selanjutnya, naskah tersebut diketik oleh Sayuti Melik.
Perlu ketahui bahwa sehari setelah Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia, yakni 18 Agustus 1945, PPKI
bersidang untuk menentukan dan menegaskan posisi
bangsa Indonesia dari semula bangsa terjajah menjadi
bangsa yang merdeka. PPKI yang semula merupakan
badan buatan pemerintah Jepang, sejak saat itu
dianggap mandiri sebagai badan nasional. Atas
prakarsa Soekarno, anggota PPKI ditambah 6 orang
lagi, dengan maksud agar lebih mewakili seluruh
komponen bangsa Indonesia. Mereka adalah
Wiranatakusumah, Ki Hajar Dewantara, Kasman
Singodimejo, Sayuti Melik, Iwa Koesoema Soemantri,
dan Ahmad Subarjo.
Indonesia sebagai bangsa yang merdeka memerlukan perangkat dan
kelengkapan kehidupan bernegara, seperti: Dasar Negara, UUD, Pemimpin
negara, dan perangkat pendukung lainnya. Putusan-putusan penting yang
dihasilkan mencakup hal-hal berikut: 1. Mengesahkan UUD 1945 yang
terdiri atas Pembukaan dan Batang Tubuh. Naskah Pembukaan berasal
dari Piagam Jakarta dengan sejumlah perubahan. Batang Tubuh juga
berasal dari rancangan BPUPKI dengan sejumlah perubahan pula. 2.
Memilih Presiden dan Wakil Presiden yang pertama (Soekarno dan Hatta).
3. Membentuk KNIP yang anggota intinya adalah mantan anggota PPKI
ditambah tokoh-tokoh masyarakat dari banyak golongan. Komite ini
dilantik 29 Agustus 1945 dengan ketua Mr. Kasman Singodimejo.
Rumusan Pancasila dalam Pembukaan UUD 1945 adalah sebagai berikut: 1.
Ketuhanan Yang Maha Esa. 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab. 3.
Persatuan Indonesia. 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. 5. Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
Sejarah bangsa Indonesia juga mencatat bahwa rumusan
Pancasila yang disahkan PPKI ternyata berbeda dengan
rumusan Pancasila yang termaktub dalam Piagam
Jakarta. Hal ini terjadi karena adanya tuntutan dari
wakil yang mengatasnamakan masyarakat Indonesia
Bagian Timur yang menemui Bung Hatta yang
mempertanyakan 7 kata di belakang kata “Ketuhanan”,
yaitu “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam
bagi pemeluk-pemeluknya”. Tuntutan ini ditanggapi
secara arif oleh para pendiri negara sehingga terjadi
perubahan yang disepakati, yaitu dihapusnya 7 kata
yang dianggap menjadi hambatan di kemudian hari dan
diganti dengan istilah “Yang Maha Esa”.
B. Alasan diperlukannya Pancasila dalam Kajian Sejarah
Bangsa Indonesia
1. Pancasila sebagai identitas Bangsa Indonesia
Setiap bangsa manapun di dunia ini pasti memiliki
identitas yang sesuai dengan latar belakang budaya
masing-masing. Budaya merupakan proses cipta, rasa,
dan karsa yang perlu dikelola dan dikembangkan
secara terus-menerus. Budaya dapat membentuk
identitas suatu bangsa melalui proses inkulturasi dan
akulturasi. Pancasila sebagai identitas bangsa
Indonesia merupakan konsekuensi dari proses
inkulturasi dan akulturasi tersebut.
Pemaparan tentang Pancasila sebagai identitas bangsa atau juga disebut
sebagai jati diri bangsa Indonesia dapat ditemukan dalam berbagai
literatur, baik dalam bentuk bahasan sejarah bangsa Indonesia maupun
dalam bentuk bahasan tentang pemerintahan di Indonesia.
As’ad Ali dalam buku Negara Pancasila; Jalan Kemaslahatan Berbangsa
mengatakan bahwa Pancasila sebagai identitas kultural dapat ditelusuri
dari kehidupan agama yang berlaku dalam masyarakat Indonesia. Karena
tradisi dan kultur bangsa Indonesia dapat ditelusuri melalui peran agama-
agama besar, seperti: peradaban Hindu, Budha, Islam, dan Kristen. Agama-
agama tersebut menyumbang dan menyempurnakan konstruksi nilai,
norma, tradisi, dan kebiasaan-kebiasaan yang berkembang dalam
masyarakat. Misalnya, konstruksi tradisi dan kultur masyarakat Melayu,
Minangkabau, dan Aceh tidak bisa dilepaskan dari peran peradaban Islam.
Sementara konstruksi budaya Toraja dan Papua tidak terlepas dari
peradaban Kristen. Demikian pula halnya dengan konstruksi budaya
masyarakat Bali yang sepenuhnya dibentuk oleh peradaban Hindu (Ali,
2010: 75).
2. Pancasila sebagai Kepribadian Bangsa Indonesia
Pancasila disebut juga sebagai kepribadian bangsa Indonesia, artinya
nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan
keadilan diwujudkan dalam sikap mental dan tingkah laku serta
amal perbuatan. Sikap mental, tingkah laku dan perbuatan bangsa
Indonesia mempunyai ciri khas, artinya dapat dibedakan dengan
bangsa lain. Kepribadian itu mengacu pada sesuatu yang unik dan
khas karena tidak ada pribadi yang benar-benar sama. Setiap
pribadi mencerminkan keadaan atau halnya sendiri, demikian pula
halnya dengan ideologi bangsa (Bakry, 1994: 157). Meskipun nilai
ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan juga
terdapat dalam ideologi bangsa-bangsa lain, tetapi bagi bangsa
Indonesia kelima sila tersebut mencerminkan kepribadian bangsa
karena diangkat dari nilai-nilai kehidupan masyarakat Indonesia
sendiri dan dilaksanakan secara simultan.
3. Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia
Pancasila dikatakan sebagai pandangan hidup bangsa, artinya nilai-nilai
ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan
diyakini kebenarannya, kebaikannya, keindahannya, dan
kegunaannya oleh bangsa Indonesia yang dijadikan sebagai
pedoman kehidupan bermasyarakat dan berbangsa dan
menimbulkan tekad yang kuat untuk mengamalkannya dalam
kehidupan nyata (Bakry, 1994: 158).
Pancasila sebagai pandangan hidup berarti nilai-nilai Pancasila melekat
dalam kehidupan masyarakat dan dijadikan norma dalam bersikap
dan bertindak. Ketika Pancasila berfungsi sebagai pandangan
hidup bangsa Indonesia, maka seluruh nilai Pancasila
dimanifestasi ke dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
4. Pancasila sebagai Jiwa Bangsa
Sebagaimana dikatakan von Savigny bahwa setiap bangsa mempunyai
jiwanya masing-masing, yang dinamakan volkgeist (jiwa rakyat atau
jiwa bangsa). Pancasila sebagai jiwa bangsa lahir bersamaan dengan
lahirnya bangsa Indonesia. Pancasila telah ada sejak dahulu kala
bersamaan dengan adanya bangsa Indonesia (Bakry, 1994: 157).
5. Pancasila sebagai Perjanjian Luhur
Perjanjian luhur, artinya nilai-nilai Pancasila sebagai jiwa bangsa dan
kepribadian bangsa disepakati oleh para pendiri negara (political
consensus) sebagai dasar negara Indonesia (Bakry, 1994: 161).
Kesepakatan para pendiri negara tentang Pancasila sebagai dasar
negara merupakan bukti bahwa pilihan yang diambil pada waktu itu
merupakan sesuatu yang tepat.
C. Menggali Sumber Historis, Sosiologis, Politis ttg
Pancasila dalam Kajian Sejarah Bangsa Indonesia
1. Sumber Historis Pancasila
Nilai-nilai Pancasila sudah ada dalam adat istiadat,
kebudayaan, dan agama yang berkembang
dalam kehidupan bangsa Indonesia sejak zaman
kerajaan dahulu. Misalnya, sila Ketuhanan sudah
ada pada zaman dahulu, meskipun dalam
praktik pemujaan yang beranekaragam, tetapi
pengakuan tentang adanya Tuhan sudah diakui
2. Sumber Sosiologis Pancasila
Nilai-nilai Pancasila (ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan,
keadilan) secara sosiologis telah ada dalam masyarakat Indonesia
sejak dahulu hingga sekarang. Salah satu nilai yang dapat
ditemukan dalam masyarakat Indonesia sejak zaman dahulu hingga
sekarang adalah nilai gotong royong. Misalnya dapat dilihat, bahwa
kebiasaan bergotongroyong, baik berupa saling membantu antar
tetangga maupun bekerjasama untuk keperluan umum di desa-
desa. Kegiatan gotong royong itu dilakukan dengan semangat
kekeluargaan sebagai cerminan dari sila Keadilan Sosial.
Gotong royong juga tercermin pada sistem perpajakan di Indonesia.
Hal ini disebabkan karena masyarakat secara bersama-sama
mengumpulkan iuran melalui pembayaran pajak yang dimaksudkan
untuk pelaksanaan pembangunan.
3. Sumber Politis Pancasila
Sebagaimana diketahui bahwa nilai-nilai dasar yang
terkandung dalam Pancasila bersumber dan digali dari local
wisdom, budaya, dan pengalaman bangsa Indonesia,
termasuk pengalaman dalam berhubungan dengan bangsa-
bangsa lain. Nilai-nilai Pancasila, misalnya nilai kerakyatan
dapat ditemukan dalam suasana kehidupan pedesaan yang
pola kehidupan bersama yang bersatu dan demokratis yang
dijiwai oleh semangat kekeluargaan sebagaimana tercermin
dalam sila keempat Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan.
Semangat seperti ini diperlukan dalam mengambil
keputusan yang mencerminkan musyawarah
D. Membangun Argumentasi ttg Dinamika dan Tantangan Pancasila
dalam Kajian Sejarah Bangsa
1. Argumentasi ttg Dinamika Pancasila dalam Sejarah Bangsa
Dinamika Pancasila dalam sejarah bangsa Indonesia memperlihatkan
adanya pasang surut dalam pemahaman dan pelaksanaan nilai-
nilai Pancasila. Misalnya pada masa pemerintahan presiden
Soekarno, terutama pada 1960an NASAKOM lebih populer dari
pada Pancasila. Pada zaman pemerintahan presiden Soeharto,
Pancasila dijadikan pembenar kekuasaan melalui penataran P-4
sehingga pasca turunnya Soeharto ada kalangan yang
mengidentikkan Pancasila dengan P-4. Pada masa pemerintahan
era reformasi, ada kecenderungan para penguasa tidak respek
terhadap Pancasila, seolah-olah Pancasila ditinggalkan.
2. Argumentasi ttg Tantangan terhadap Pancasila dalam Kehidupan
Bergangsa dan Bernegara
Salah satu tantangan terhadap Pancasila dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara adalah meletakkan nilai-nilai Pancasila tidak dalam
posisi sebenarnya sehingga nilai-nilai Pancasila menyimpang dari
kenyataan hidup berbangsa dan bernegara. Salah satu contohnya,
pengangkatan presiden seumur hidup oleh MPRS dalam TAP
No.III/MPRS/1960 Tentang Pengangkatan Soekarno sebagai
Presiden Seumur Hidup. Hal tersebut bertentangan dengan pasal 7
Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa, ”Presiden
dan wakil presiden memangku jabatan selama lima (5) tahun,
sesudahnya dapat dipilih kembali”. Pasal ini menunjukkan bahwa
pengangkatan presiden seharusnya dilakukan secara periodik dan
ada batas waktu lima tahun.
E. Rangkuman tentang Pengertian dan Pentingnya Pancasila dalam Kajian
Sejarah Bangsa Indonesia
Pengertian Pancasila dalam sejarah bangsa Indonesia menunjukkan hal-hal
sebagai berikut: 1. Pancasila merupakan produk otentik pendiri negara
Indonesia (The Founding fathers). 2. Nilai-nilai Pancasila bersumber dan
digali dari nilai agama, kebudayaan, dan adat istiadat. 3. Pancasila
merupakan pandangan hidup bangsa dan dasar filsafat kenegaraan.
Pentingnya Pancasila dalam sejarah bangsa Indonesia menunjukkan hal-hal
berikut: 1. Betapapun lemahnya pemerintahan suatu rezim, tetapi
Pancasila tetap bertahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 2.
Betapapun ada upaya untuk mengganti Pancasila sebagai ideologi bangsa,
tetapi terbukti Pancasila merupakan pilihan yang terbaik bagi bangsa
Indonesia. 3. Pancasila merupakan pilihan terbaik bagi bangsa Indonesia
karena bersumber dan digali dari nilai-nilai agama, kebudayaan, dan adat
istiadat yang hidup dan berkembang di bumi Indonesia. 4. Kemukakan
argumen Anda tentang Pancasila sebagai pilihan terbaik bangsa Indonesia.
III. BAGAIMANA PANCASILA MENJADI DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA
A. Menelusuri Konsep Negara, Tujuan Negara, dan Urgensi Dasar Negara.
1. Menelusuri Konsep Negara. Apakah negara itu?
a. Aristoteles tahun 384-322 SM merumuskan “Negara” sama dengan “polis”
yang difahami negara masih dalam suatu wilayah yang kecil. Negara yang
dimaksud adalah negara hukum, karena itu keadilan merupakan syarat
mutlak bagi terselenggaranya negara yang baik, demi terwujudnya cita-
cita seluruh warga.
b. Jean Bodin; Negara adalah suatu persekutuan dari pada keluarga-keluarga
dengan segala kepentingannya yg dipimpin oleh akal dari suatu kuasa yg
berdaulat.
c. Diponolo; Negara adalah suatu organisasi kekuasaan yang berdaulat yang
dengan tata pemerintahan melaksanakan tata tertib atas suatu umat di
suatu daerah tertentu.
d. Agustinus: Negara dibagi dua pengerian yaitu Civitas
Dei yang artinya negara Tuhan, dan Civitas
Terrena/Civitas Diaboli yang artinya negara duniawi.
Agustinus memandang Civitas Dei yg paling baik.
Civitas Dei atau negara Tuhan bukan berarti negara
ciptaan Tuhan tetapi yang melaksanakan negara adalah
Gereja yang mewakili negara Tuhan
e. Nicollo Machiavelli: Negara diartikan sebagai negara
kekuasaan. Seorang pemimpin negara, raja atau
presiden tidak hanya mengandalkan kekuasaan pada
suatu moralitas, atau kesusilaan. Akan tetapi kekuasaan
negara harus kuat, harus berani, harus licik, dan
otoriter.
f. Thomas Hobbes, John Locke, J.J.Rousseau 1712-
1778: Negara adalah suatu badan atau organisasi
hasil dari perjanjian masyarakat secara bersama.
Menurut mereka manusia sejak dilahirkan telah
membawa hak-hak asasinya seperti hak hidup, hak
milik, hak kemerdekaan. Sebelum terbentuknya
negara hak-hak tersebut belum ada yang menjamin
perlindungannya, sehingga pelanggaran hak di
sana-sini suatu hal yang biasa bahakan kata Hobbes
terjadi “homo homoni lupus” yaitu manusia menjadi
serigala bagi manusia lain.
Dapat disimpulkan ada 3 (tiga) unsur yang menjadi syarat
mutlak bagi adanya negara yaitu:
a. Unsur tempat, atau daerah, wilayah atau territoir
b. Unsur manusia, atau umat (baca: masyarakat), rakyat
atau bangsa
c. Unsur organisasi, atau tata kerjasama, atau tata
pemerintahan.
Ketiga unsur tersebut lazim dinyatakan sebagai unsur
konstitutif. Selain unsur konstitutif ada juga unsur
lain, yaitu unsur deklaratif, dalam hal ini pengakuan
dari negara lain.
Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia, antara
lain: Pasal 1 (1) UUD NRI 1945, Negara Indonesia
merupakan negara kesatuan yang berbentuk
Republik. Pasal tersebut menjelaskan hubungan
Pancasila tepatnya sila ketiga dengan bentuk negara
yang dianut oleh Indonesia, yaitu sebagai negara
kesatuan bukan sebagai negara serikat. Lebih lanjut,
pasal tersebut menegaskan bahwa Indonesia
menganut bentuk negara republik bukan despot (tuan
rumah) atau absolutisme (pemerintahan yang
sewenang-wenang). Konsep negara republik sejalan
dengan sila kedua dan keempat Pancasila, yaitu negara
hukum yang demokratis.
Pada Pasal 1 ayat (2) UUD NRI 1945, “kedaulatan berada
di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD”. Hal
tersebut menegaskan bahwa negara Republik Indonesia
menganut demokrasi konstitusional bukan demokrasi
rakyat seperti yang terdapat pada konsep negara-negara
komunis.
Pada Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945, ditegaskan bahwa,
“negara Indonesia adalah negara hukum”. Prinsip
tersebut mencerminkan bahwa negara Indonesia sejalan
dengan sila kedua Pancasila. Hal ini bahwa : “konsep
negara hukum Indonesia merupakan perpaduan 3 (tiga)
unsur, yaitu Pancasila, hukum nasional, dan tujuan
negara”.
2. Menelusuri Konsep Tujuan Negara. Apa tujuan Negara?
Menurut Shan Yang; adalah satu-satunya tujuan bagi raja ialah membuat
negara kuat dan berkuasa. Hal ini hanya mungkin dicapai dengan memiliki
tentara yg besar dan kuat
Menurut Nicollo Machiavelli; Raja haruslah menyusun dan menambah
kekuatan terus menerus agar kedaulatan tidak diambil oleh kekuasaan
orang lain.
Menurut Thomas Hobbes; Perdamaian adalah unsur yg menjadi hakikat
tujuan negara, demi keamanan dan ketertiban maka manusia melepaskan
dan melebur kemerdekaannya ke dalam kemerdekaan umum yaitu
negara.
Menurut Immanuel Kant; Kemerdekaan itu menjadi tujuan negara ,
terjadinya negara itu adalah untuk membangun dan menyelenggarakan
hukum, sedangkan hukum adalah untuk menjamin kemerdekaan manusia
Menurut Aristoteles; Negara seharusnya menjamin kebaikan hidup para
warga negaranya, kebaikan hidup inilah tujuan luhur negara.
Pada umumnya, tujuan suatu negara termaktub dalam
Undang-Undang Dasar atau konstitusi negara tersebut.
Sebagai perbandingan, berikut ini adalah tujuan negara
Amerika Serikat, Indonesia dan India.
Tujuan negara Republik Indonesia apabila disederhanakan
dapat dibagi 2 (dua), yaitu mewujudkan kesejahteraan
umum dan menjamin keamanan seluruh bangsa dan
seluruh wilayah negara.
Oleh karena itu, pendekatan dalam mewujudkan tujuan
negara tersebut dapat dilakukan dengan 2 (dua)
pendekatan yaitu:
a. Pendekatan kesejahteraan (prosperity approach)
b. Pendekatan keamanan (security approach)
3. Menelusuri Konsep dan Urgensi Dasar Negara
Secara etimologis, istilah Dasar Negara maknanya identik
dengan istilah “grundnorm” (norma dasar), “rechtsidee”
(cita hukum), “staatsidee” (cita negara), “philosophische
grondslag” (dasar filsafat negara). Banyaknya istilah Dasar
Negara dalam kosa kata bahasa asing menunjukkan bahwa
dasar negara bersifat universal, dalam arti setiap negara
memiliki dasar negara. Secara terminologis atau secara
istilah, Dasar Negara dapat diartikan sebagai landasan dan
sumber dalam membentuk dan menyelenggarakan negara.
Dasar negara juga dapat diartikan sebagai sumber dari
segala sumber hukum negara. Secara teoretik, istilah dasar
negara, mengacu kepada pendapat Hans Kelsen, disebut a
basicnorm atau Grundnorm.
Hans Nawiasky menjelaskan bahwa dalam suatu negara
yang merupakan kesatuan tatanan hukum, terdapat
suatu kaidah tertinggi, yang kedudukannya lebih tinggi
daripada Undang-Undang Dasar. Kaidah tertinggi
dalam tatanan kesatuan hukum dalam negara disebut
“staatsfundamentalnorm”, yang untuk Indonesia
berupa Pancasila (Riyanto dalam Pimpinan MPR dan
Tim Kerja Sosialisasi MPR Periode 2009-2014, 2013: 93-
94). Dalam pandangan yang lain, pengembangan teori
dasar negara dapat diambil dari pidato Mr. Soepomo.
Dalam penjelasannya, kata “cita negara” merupakan
terjemahan dari kata “Staatsidee” yang terdapat dalam
kepustakaan Jerman dan Belanda.
Dalam karyanya yang berjudul Nomoi (The Law), Plato berpendapat
bahwa “suatu negara sebaiknya berdasarkan atas hukum dalam
segala hal”. Senada dengan Plato, Aristoteles memberikan
pandangannya, bahwa “suatu negara yang baik adalah negara yang
diperintahkan oleh konstitusi dan kedaulatan hukum”. Sebagai
suatu ketentuan peraturan yang mengikat, norma hukum memiliki
sifat yang berjenjang atau bertingkat. Artinya, norma hukum akan
berdasarkan pada norma hukum yang lebih tinggi, dan bersumber
lagi pada norma hukum yang lebih tinggi lagi, demikian seterusnya
sampai pada norma dasar/norma yang tertinggi dalam suatu negara
yang disebut dengan grundnorm.
Dengan demikian, dasar negara merupakan suatu norma dasar dalam
penyelenggaraan bernegara yang menjadi sumber dari segala
sumber hukum sekaligus sebagai cita hukum (rechtsidee), baik
tertulis maupun tidak tertulis dalam suatu negara
Prinsip bahwa norma hukum itu bertingkat dan berjenjang,
termanifestasikan dalam UU No 12 tahun 2011 yg diubah dengan
UU No 15 tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan yang tercermin pada Pasal 7 yang menyebutkan jenis dan
hierarki Peraturan Perundang-undangan, yaitu sebagai berikut:
a. UUD NRI 1945;
b. Ketetapan MPR;
c. UU/Perpu;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
B. Menggali Sumber Yuridis, Historis, Sosiologis, dan Politis ttg Pancasila
sebagai Dasar Negara
1. Sumber Yuridis Pancasila sebagai Dasar Negara
Secara yuridis ketatanegaraan, Pancasila merupakan dasar negara Republik
Indonesia sebagaimana terdapat pada Pembukaan UUD NRI 1945, yang
kelahirannya ditempa dalam proses kebangsaan Indonesia. Melalui UUD
NRI 1945 sebagai payung hukum, Pancasila perlu diaktualisasikan agar
dalam praktik berdemokrasinya tidak kehilangan arah dan dapat
meredam konflik yang tidak produktif
Dalam UU No 12 tahun 2011 diubah dengan UU No 15 tahun2019 tentang
Pembentukan Perundang-undangan bahwa Pancasila merupakan
sumber dari segala sumber hukum negara. Penempatan Pancasila
sebagai sumber dari segala sumber hukum negara, yaitu sesuai dengan
Pembukaan UUD NRI 1945, bahwa Pancasila ditempatkan sebagai dasar
dan ideologi negara serta sekaligus dasar filosofis bangsa dan negara
sehingga setiap materi muatan peraturan perundang-undangan tidak
boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila
2. Sumber Historis Pancasila sbg Dasar Negara
Dalam sidang yang diselenggarakan untuk mempersiapkan Indonesia merdeka,
Radjiman meminta kepada anggotanya untuk menentukan dasar negara.
Sebelumnya, M. Yamin dan Soepomo mengungkapkan pandangannya mengenai
dasar negara. Kemudian dalam pidato 1 Juni 1945, Soekarno menyebut dasar
negara dengan menggunakan bahasa Belanda, Philosophische grondslag bagi
Indonesia merdeka. Philosophische grondslag itulah fundamen, filsafat, pikiran
yang sedalam-dalamnya, jiwa, hasrat yang sedalam-dalamnya untuk di atasnya
didirikan gedung Indonesia merdeka. Soekarno juga menyebut dasar negara
dengan istilah ‘Weltanschauung’ atau pandangan dunia. Pancasila sebagai dasar
negara sering juga disebut sebagai Philosophische Grondslag dari negara, ideologi
negara, staatsidee. Dalam hal tersebut, Pancasila digunakan sebagai dasar
mengatur pemerintah negara. Atau dengan kata lain, Pancasila digunakan sebagai
dasar untuk mengatur penyelenggaraan negara. Dengan demikian, jelas
kedudukan Pancasila itu sebagai dasar negara, dibentuk setelah menyerap
berbagai pandangan yang berkembang secara demokratis dari para anggota
BPUPKI dan PPKI sebagai representasi bangsa Indonesia
Pancasila dijadikan sebagai dasar negara, yaitu
sewaktu ditetapkannya Pembukaan Undang-
Undang Dasar Negara Kesatuan Republik
Indonesia tahun 1945 pada 18 Agustus 1945.
Pada mulanya, pembukaan direncanakan pada
tanggal 22 Juni 1945, yang terkenal dengan
Jakarta-charter (Piagam Jakarta), tetapi Pancasila
telah lebih dahulu diusulkan sebagai dasar filsafat
negara Indonesia merdeka yang akan didirikan,
yaitu pada 1 Juni 1945, dalam rapat Badan
Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia
3. Sumber Sosiologis Pancasila sbg Dasar Negara
Nilai sila-sila Pancasila Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, serta demokrasi
permusyawaratan itu memperoleh artinya sejauh dalam mewujudkan
keadilan sosial. Dalam visi keadilan sosial menurut Pancasila, yang
dikehendaki adalah keseimbangan antara peran manusia sebagai makhluk
individu dan peran manusia sebagai makhluk sosial, juga antara
pemenuhan hak sipil, politik dengan hak ekonomi, sosial dan budaya.
Pandangan tersebut berlandaskan pada pemikiran Bierens de Haan
(Soeprapto, 1995) yang menyatakan bahwa keadilan sosial setidak-
tidaknya memberikan pengaruh pada usaha menemukan cita negara bagi
bangsa Indonesia yang akan membentuk negara dengan struktur sosial asli
Indonesia. Namun, struktur sosial modern mengikuti perkembangan dan
tuntunan zaman sehingga dapatlah dimengerti apabila para penyusun
UUD 1945 berpendapat bahwa cita negara Indonesia (de Indonesische
Staatsidee) haruslah berasal dan diambil dari cita paguyuban masyarakat
Indonesia sendiri.
C. Esensi dan Urgensi Pancasila sbg Dasar Negara
Sebagaimana dipahami bahwa Pancasila secara legal formal telah diterima
dan ditetapkan menjadi dasar dan ideologi negara Indonesia sejak 18
Agustus 1945. Penerimaan Pancasila sebagai dasar negara merupakan
milik bersama akan memudahkan semua stakeholder bangsa dalam
membangun negara berdasar prinsip-prinsip konstitusional.
Mahfud M.D. menyatakan bahwa dari Pancasila dasar negara itulah lahir
sekurang-kurangnya 4 kaidah penuntun dalam pembuatan politik hukum
atau kebijakan negara lainnya, yaitu : 1) Kebijakan umum dan politik
hukum harus tetap menjaga integrasi atau keutuhan bangsa, baik secara
ideologi maupun secara teritori. 2) Kebijakan umum dan politik hukum
haruslah didasarkan pada upaya membangun demokrasi (kedaulatan
rakyat) dan nomokrasi (negara hukum). 3) Kebijakan umum dan politik
hukum haruslah didasarkan pada upaya membangun keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. 4) Kebijakan umum dan politik hukum haruslah
didasarkan pada prinsip toleransi beragama yang berkeadaban.
Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dapat dirinci sebagai
berikut: 1) Pancasila sebagai dasar negara adalah sumber dari
segala sumber tertib hukum Indonesia. Dengan demikian, Pancasila
merupakan asas kerohanian hukum Indonesia yang dalam
Pembukaan Undang-Undang Negara Republik Indonesia dijelmakan
lebih lanjut ke dalam empat pokok pikiran. 2) Meliputi suasana
kebatinan (Geislichenhintergrund) dari UUD 1945. 3) Mewujudkan
cita-cita hukum bagi dasar negara (baik hukum dasar tertulis
maupun tidak tertulis). 4) Mengandung norma yang mengharuskan
UUD mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain
penyelenggara negara (termasuk penyelenggara partai dan
golongan fungsional) memegang teguh cita-cita moral rakyat yang
luhur. 5) Merupakan sumber semangat abadi UUD 1945 bagi
penyelenggaraan negara, para pelaksana pemerintahan (Kaelan,
2000)
D. Rangkuman Tentang Makna dan Pentingnya Pancasila sebagai Dasar
Negara
Pancasila sebagai dasar negara berarti setiap sendi-sendi ketatanegaraan
pada negara Republik Indonesia harus berlandaskan dan/atau harus sesuai
dengan nilai-nilai Pancasila. Hal tersebut bermakna, antara lain bahwa,
Pancasila harus senantiasa menjadi ruh atau spirit yang menjiwai kegiatan
membentuk negara seperti kegiatan mengamandemen UUD dan menjiwai
segala urusan penyelenggaraan negara.
Urgensi Pancasila sebagai dasar negara, yaitu: 1) agar para pejabat publik
dalam menyelenggarakan negara tidak kehilangan arah, dan 2) agar
partisipasi aktif seluruh warga negara dalam proses pembangunan dalam
berbagai bidang kehidupan bangsa dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila.
Dengan demikian, pada gilirannya nanti cita-cita dan tujuan negara dapat
diwujudkan sehingga secara bertahap dapat diwujudkan masyarakat yang
makmur dalam keadilan dan masyarakat yang adil dalam kemakmuran.
IV. MENGAPA PANCASILA MENJADI IDEOLOGI NEGARA
A. Menelusuri Konsep dan Urgensi Pancasila sebagai Ideologi Negara
1. Konsep Pancasila sebagai Ideologi Negara
Apa yang dimaksud dengan ideologi? Ideologi berasal dari kata idea, yang
artinya gagasan, konsep, pengertian dasar, cita-cita; dan logos yang
berarti ilmu. Ideologi secara etimologis, artinya ilmu tentang ide-ide (the
science of ideas), atau ajaran tentang pengertian dasar (Kaelan, 2013)
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ideologi didefinisikan sebagai
kumpulan konsep bersistem yg dijadikan asas pendapat yg memberikan
arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup. Ideologi juga diartikan
sebagai cara berpikir seseorang atau suatu golongan. Ideologi dapat
diartikan paham, teori, dan tujuan yg merupakan satu program sosial
politik. Dalam pengertian tersebut dapat ditarik beberapa komponen
penting dalam sebuah ideologi, yaitu sistem, arah, tujuan, cara berpikir,
program, sosial, dan politik.
Selanjutnya, beberapa tokoh atau pemikir Indonesia yang
mendefinisikan ideologi sebagai berikut:
a. Sastrapratedja ”Ideologi adalah seperangkat gagasan/
pemikiran yang berorientasi pada tindakan dan diorganisir
menjadi suatu sistem yang teratur”.
b. Soerjanto “Ideologi adalah hasil refleksi manusia berkat
kemampuannya menjaga jarak dengan dunia
kehidupannya”.
c. Mubyarto ”Ideologi adalah sejumlah doktrin,
kepercayaan, dan simbol-simbol sekelompok masyarakat
atau suatu bangsa yang menjadi pegangan dan pedoman
kerja (atau perjuangan) untuk mencapai tujuan
masyarakat atau bangsa itu”.
Untuk mengetahui posisi ideologi Pancasila di antara ideologi besar dunia,
maka kita perlu mengenal beberapa jenis ideologi dunia sebagai berikut.
a. Marxisme-Leninisme; suatu paham yang meletakkan ideologi dalam
perspektif evolusi sejarah yang didasarkan pada dua prinsip; pertama,
penentu akhir dari perubahan sosial adalah perubahan dari cara
produksi; kedua, proses perubahan sosial bersifat dialektis.
b. Liberalisme; suatu paham yang meletakkan ideologi dalam perspektif
kebebasan individual, artinya lebih mengutamakan hak-hak individu.
c. Sosialisme; suatu paham yang meletakkan ideologi dalam perspektif
kepentingan masyarakat, artinya negara wajib menyejahterakan seluruh
masyarakat atau yang dikenal dengan kosep welfare state.
d. Kapitalisme; suatu paham yang memberi kebebasan kepada setiap individu
untuk menguasai sistem pereknomian dengan kemampuan modal yang
ia miliki.
2. Urgensi Pancasila sebagai Ideologi Negara
Beberapa peran konkret Pancasila sebagai ideologi meliputi hal-hal sebagai
berikut:
a. Ideologi negara sebagai penuntun warga negara, artinya setiap perilaku
warga negara harus didasarkan pada preskripsi moral. Contohnya, kasus
narkoba yang merebak di kalangan generasi muda menunjukkan bahwa
preskripsi moral ideologis belum disadari kehadirannya. Oleh karena itu,
diperlukan norma-norma penuntun yang lebih jelas, baik dalam bentuk
persuasif, imbauan maupun penjabaran nilai-nilai Pancasila ke dalam
produk hukum yang memberikan rambu yang jelas dan hukuman yang
setimpal bagi pelanggarnya.
b. Ideologi negara sebagai penolakan terhadap nilai-nilai yang tidak sesuai
dengan sila-sila Pancasila. Contohnya, kasus terorisme yang terjadi
dalam bentuk pemaksaan kehendak melalui kekerasan. Hal ini
bertentangan nilai toleransi berkeyakinan, hak-hak asasi manusia, dan
semangat persatuan.
B. Alasan diperlukannya Kajian Pancasila sebagai Ideologi Negara
Sebagai warga negara, kita perlu memahami kedudukan Pancasila sebagai
ideologi negara karena ideologi Pancasila menghadapi tantangan dari
berbagai ideologi dunia dalam kebudayaan global. Pada bagian ini, perlu
diidentifikasikan unsur-unsur yang memengaruhi ideologi Pancasila
sebagai berikut:
a. Unsur atheisme yang terdapat dalam ideologi Marxisme atau
komunisme bertentangan dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa.
b. Unsur individualisme dalam liberalisme tidak sesuai dengan prinsip nilai
gotong royong dalam sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
c. Kapitalisme yang memberikan kebebasan individu untuk menguasai
sistem perekonomian negara tidak sesuai dengan prinsip ekonomi
kerakyatan.
Salah satu dampak yang dirasakan dari kapitalisme ialah munculnya gaya
hidup konsumtif.
Pancasila sebagai ideologi, selain menghadapi tantangan dari ideologi-
ideologi besar dunia juga menghadapi tantangan dari sikap dan perilaku
kehidupan yang menyimpang dari norma-norma masyarakat umum.
Tantangan itu meliputi, antara lain terorisme dan narkoba. Sebagaimana
yang telah diketahui bahwa terorisme dan narkoba merupakan ancaman
terhadap keberlangsungan hidup bangsa Indonesia dan ideologi negara.
Beberapa unsur ancaman yang ditimbulkan oleh aksi terorisme, antara lain:
a. Rasa takut dan cemas yang ditimbulkan oleh bom bunuh diri
mengancam keamanan negara dan masyarakat pada umumnya.
b. Aksi terorisme dengan ideologinya menebarkan ancaman terhadap
kesatuan bangsa sehingga mengancam disintegrasi bangsa.
c. Aksi terorisme menyebabkan investor asing tidak berani menanamkan
modal di Indonesia dan wisatawan asing enggan berkunjung ke
Indonesia sehingga mengganggu pertumbuhan perekonomian negara.
C. Argumen tentang Dinamika dan Tantangan Pancasila sebagai Ideologi Negara
1. Argumen tentang Dinamika Pancasila sebagai Ideologi Negara
Pancasila sebagai ideologi negara dalam masa pemerintahan Presiden Soekarno;
sebagaimana diketahui bahwa Soekarno termasuk salah seorang perumus
Pancasila, bahkan penggali dan memberi nama untuk dasar negara. Dalam hal ini,
Soekarno memahami kedudukan Pancasila sebagai ideologi negara. Namun dalam
perjalanan pemerintahannya, ideologi Pancasila mengalami pasang surut karena
dicampur dengan ideologi komunisme dalam konsep Nasakom.
Pancasila sebagai ideologi dalam masa pemerintahan Presiden Soeharto diletakkan
pada kedudukan yang sangat kuat melalui TAP MPR No. II/1978 tentang
pemasayarakatan P-4. Pada masa Soeharto ini pula, ideologi Pancasila menjadi
asas tunggal bagi semua organisasi politik (Orpol) dan organisasi masyarakat
(Ormas).
Pada masa era reformasi, Pancasila sebagai ideologi negara di sini ada beberapa hal yg
perlu diingat seperti: enggannya para penyelenggara negara mewacanakan
tentang Pancasila, bahkan berujung pada hilangnya Pancasila dari kurikulum
nasional, meskipun pada akhirnya timbul kesadaran penyelenggara negara tentang
pentingnya pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi.
2. Argumen ttg Tantangan terhadap Pancasila sebagai Ideologi Negara
Unsur-unsur yang memengaruhi tantangan terhadap Pancasila sebagai ideologi negara
meliputi faktor eksternal dan internal.
Adapun faktor eksternal meliputi hal-hal berikut: a. Pertarungan ideologis antara
negara-negara super power antara Amerika Serikat dan Uni Soviet antara 1945
sampai 1990 yang berakhir dengan bubarnya negara Soviet sehingga Amerika
menjadi satu-satunya negara super power. b. Menguatnya isu kebudayaan global
yang ditandai dengan masuknya berbagai ideologi asing dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara karena keterbukaan informasi. c. Meningkatnya
kebutuhan dunia sebagai akibat pertambahan penduduk dan kemajuan teknologi
sehingga terjadi eksploitasi terhadap sumber daya alam secara masif. Dampak
konkritnya adalah kerusakan lingkungan, seperti banjir, kebakaran hutan.
Adapun faktor internal meliputi hal-hal sebagai berikut: a. Pergantian rezim yang
berkuasa melahirkan kebijakan politik yang berorientasi pada kepentingan
kelompok atau partai sehingga ideologi Pancasila sering terabaikan. b.
Penyalahgunaan kekuasaan (korupsi) mengakibatkan rendahnya kepercayaan
masyarakat terhadap rezim yang berkuasa sehingga kepercayaan terhadap ideologi
menurun drastis. Ketidakpercayaan terhadap partai politik (parpol) juga
berdampak terhadap ideologi negara.
D. Rangkuman Orgensi (Pentingnya) Pancasila sebagai
Ideologi Negara
Pentingnya Pancasila sebagai ideologi negara bagi
mahasiswa adalah untuk memperlihatkan peran
ideologi sebagai penuntun moral dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sehingga
ancaman berupa penyalahgunaan narkoba, terorisme,
dan korupsi dapat dicegah. Di samping itu, Pancasila
sebagai ideologi negara pada hakikatnya mengandung
dimensi realitas, idealitas, dan fleksibilitas yang
memuat nilai-nilai dasar, cita-cita, dan keterbukaan
sehingga mahasiswa mampu menerima kedudukan
Pancasila secara akademis.
BAB V BAGAIMANA ESENSI DAN URGENSI IDENTITAS
NASIONAL SEBAGAI SALAH SATU DETERMINAN
PEMBANGUNAN BANGSA DAN KARAKTER
A. Menelusuri Konsep dan Urgensi Identitas Nasional
Apa itu identitas nasional? Secara etimologis identitas
nasional berasal dari dua kata “identitas” dan “nasional”.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), identitas
berarti ciri-ciri atau keadaan khusus seseorang atau jati
diri. Dengan demikian identitas menunjuk pada ciri atau
penanda yang dimiliki oleh sesorang, pribadi dan dapat
pula kelompok. Penanda pribadi misalkan diwujudkan
dalam beberapa bentuk identitas diri, misal dalam Kartu
Tanda Penduduk, ID Card, Surat Izin Mengemudi, Kartu
Pelajar, dan Kartu Mahasiswa.
Kata nasional berasal dari kata “national” (Inggris), dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, “nasional” berarti
bersifat kebangsaan; berkenaan atau berasal dari
bangsa sendiri; meliputi suatu bangsa. Dalam konteks
pendidikan kewarganegaraan, identitas nasional lebih
dekat dengan arti jati diri yakni ciri-ciri atau
karakeristik, perasaan atau keyakinan tentang
kebangsaan yang membedakan bangsa Indonesia
dengan bangsa lain. Apabila bangsa Indonesia
memiliki identitas nasional maka bangsa lain akan
dengan mudah mengenali dan mampu membedakan
bangsa Indonesia dengan bangsa lain. Demikianlah
pengertian identitas nasional secara etimologis.
Konsep identitas nasional menurut pendekatan yuridis.
Menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) pada Bab XV
tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta
Lagu Kebangsaan. Pasal 35 Bendera Negara Indonesia
ialah Merah Putih, Pasal 36 Bahasa Negara ialah
Bahasa Indonesia, Pasal 36A Lambang Negara ialah
Garuda Pancasila dengan Semboyan Bhinneka Tunggal
Ika, Pasal 36B Lagu Kebangsaan ialah Indonesia Raya.
Ini merupakan identitas nasional bagi negara-bangsa
Indonesia. Silakan Anda mencermati pasal-pasal
tentang identitas nasional tersebut.
Makna identitas dalam konteks ini digambarkan sebagai jati diri individu
manusia. Jati diri sebuah bangsa atau identitas nasional bangsa Indonesia
akan sangat ditentukan oleh ideologi yang dianut dan norma dasar yang
dijadikan pedoman untuk berperilaku. Semua identitas ini akan menjadi
ciri yang membedakan bangsa Indonesia dari bangsa lain. Identitas
nasional dapat diidentifikasi baik dari sifat lahiriah yang dapat dilihat
maupun dari sifat batiniah yang hanya dapat dirasakan oleh hati nurani.
Bagi bangsa Indonesia, jati diri tersebut dapat tersimpul dalam ideologi
dan konstitusi negara, ialah Pancasila dan UUD NRI 1945. Pertanyaannya,
apakah Pancasila dan UUD NRI 1945 telah terwujudkan dalam segenap
pengetahuan, sikap, dan perilaku manusia Indonesia? Inilah yang
menjadi pertanyaan besar dan seyogianya haruslah segera dijawab oleh
seluruh rakyat Indonesia dengan jawaban “ya”. Seluruh rakyat Indonesia
telah melaksanakan Pancasila dan UUD NRI 1945 dalam setiap kehidupan
sehari-hari, kapan saja dan di mana saja, sebagai identitas nasionalnya.
Menurut Kaelan jati diri bangsa Indonesia adalah nilai-nilai yang
merupakan hasil buah pikiran dan gagasan dasar bangsa Indonesia
tentang kehidupan yang dianggap baik yang memberikan watak,
corak, dan ciri masyarakat Indonesia. Ada sejumlah ciri yang
menjadi corak dan watak bangsa yakni sifat religius, sikap
menghormati bangsa dan manusia lain, persatuan, gotong royong
dan musyawarah, serta ide tentang keadilan sosial. Nilai-nilai dasar
itu dirumuskan sebagai nilai-nilai Pancasila sehingga Pancasila
dikatakan sebagai jati diri bangsa sekaligus identitas nasional.
Dari uraian di atas, perlu kiranya dipahami bahwa Pancasila merupakan
identitas nasional Indonesia yang unik. Pancasila bukan hanya
identitas dalam arti fisik atau simbol, layaknya bendera dan
lambang lainnya. Pancasila adalah identitas secara non fisik atau
lebih tepat dikatakan bahwa Pancasila adalah jati diri bangsa
Indonesia
B. Mengapa Diperlukan Identitas Nasional
Misalkan terkait dengan Pancasila yang disebut dasar falsafah
negara, way of life, kepribadian bangsa dan juga sebagai
identitas atau jati diri bangsa. Pertanyaan yang diajukan
bukanlah terhadap hakikat dan kebenaran dari Pancasila
melainkan sejauh mana Pancasila tersebut telah dipahami,
dihayati, dan diamalkan oleh seluruh rakyat Indonesia
sehingga manusia Indonesia yang berkepribadian Pancasila
tersebut memiliki pembeda bila dibandingkan dengan
bangsa lain. Pembeda yang dimaksud adalah kekhasan
positif, yakni ciri bangsa yang beradab, unggul, dan terpuji,
bukanlah sebaliknya yakni kekhasan yang negatif, bangsa
yang tidak beradab, bangsa yang miskin, terbelakang, dan
tidak terpuji.
C. Membangun Argumentasi tentang Dinamika dan Tantangan Identitas Nasional
Indonesia
Dapat dicontohkan dinamika kehidupan yang sekaligus menjadi tantangan terkait
dengan masalah identitas nasional Indonesia. Coba Anda perhatikan sejumlah
kasus dan peristiwa dalam kehidupan sehari-hari seperti yang pernah kita lihat
pada berikut: 1. Lunturnya nilai-nilai luhur dalam praktik kehidupan berbangsa dan
bernegara.contoh: rendahnya semangat gotong royong, kepatuhan hukum,
kepatuhan membayar pajak, kesantunan, kepedulian, 2. Nilai –nilai Pancasila
belum menjadi acuan sikap dan perilaku sehari-hari.perilaku jalan pintas, tindakan
serba instan, menyontek, plagiat, tidak disiplin, tidak jujur, malas, kebiasaan
merokok di tempat umum, buang sampah sembarangan, 3. Rasa nasionalisme dan
patriotisme yang luntur dan memudar. lebih menghargai dan mencintai bangsa
asing, lebih mengagungkan prestasi bangsa lain dan tidak bangga dengan prestasi
bangsa sendiri, lebih bangga menggunakan produk asing daripada produk bangsa
sendiri, 4. Lebih bangga menggunakan bendera asing dari pada bendera merah
putih, lebih bangga menggunakan bahasa asing daripada menggunakan bahasa
Indonesia, 5. Menyukai simbol-simbol asing daripada lambang/simbol bangsa
sendiri, dan lebih mengapresiasi dan senang menyanyikan lagu-lagu asing daripada
mengapresiasi lagu nasional dan lagu daerah sendiri.
Tantangan dan masalah berikutnya yg dihadapi terkait dengan Pancasila telah
banyak mendapat tanggapan dan analisis sejumlah pakar. Seperti
Azyumardi Azra , menyatakan bahwa saat ini Pancasila sulit dan
dimarginalkan di dalam semua kehidupan masyarakat Indonesia karena:
(1) Pancasila dijadikan sebagai kendaraan politik; (2) adanya liberalisme
politik; dan (3) lahirnya desentralisasi atau otonomi daerah. Pancasila
telah terlanjur tercemar dalam era Orde Baru yang telah menjadikan
Pancasila sebagai kendaraan politik untuk mempertahankan kekuasaan
yang ada. Liberalisme politik terjadi pada saat awal reformasi yakni pada
pasca pemerintahan Orde Baru. Pada saat itu, ada kebijakan
pemerintahan Presiden Habibie yg menghapuskan ketentuan tentang
Pancasila sebagai satu-satunya asas untuk organisasi kemasyarakatan
termasuk organisasi partai politik. Sedangkan, lahirnya peraturan
perundangan ttg desentralisasi dan otonomi daerah seperti lahirnya UU
No.22/1999 yang diperbaharui menjadi UU No.32/2004 ttg Pemerintahan
Daerah telah berdampak positif dan negatif. Dampak negatifnya antara
lain munculnya nilai-nilai primordialisme kedaerahan sehingga tidak jarang
munculnya rasa kedaerahan yang sempit.
D. Mendeskripsikan Esensi dan Urgensi Identitas Nasional Indonesia
Pernahkah Anda berpikir apa yg akan terjadi seandainya sebuah bangsa tidak memiliki
jati diri atau identitas nasional? Benarkah identitas nasional itu diperlukan?
mengapa identitas nasional itu penting?. Bukankah salah satu tujuan Allah
menciptakan manusia adalah agar manusia saling mengenal. Agar individu
manusia dapat mengenal atau dikenali oleh individu manusia lainnya, manusia
perlu memiliki ciri atau kata lainnya adalah identitas. Inginkah Anda dikenali oleh
orang lain? Inginkah Anda mengenal orang lain? Bagaimana caranya agar orang
lain dapat mengenali diri Anda dengan mudah? Jawabannya diperlukan identitas.
Apa saja identitas individu manusia itu? Jawabannya tentu akan sangat tergantung
kepada keinginan individu manusia masing-masing. Mungkin antara individu yg
satu dengan yang lain memiliki perbedaan keinginan atau tujuan. Namun, secara
naluriah atau umumnya manusia memiliki kebutuhan yg sama, yakni kebutuhan
yang bersifat fisik atau jasmaniah, seperti kebutuhan makan dan minum untuk
kelangsungan hidup dan kebutuhan psikis (rohaniah), seperti kebutuhan akan
penghargaan, penghormatan, pengakuan. Apabila disimpulkan, individu manusia
perlu dikenali dan mengenali orang lain adalah untuk memenuhi dan menjaga
kebutuhan hidupnya agar kehidupannya dapat berlangsung hingga meninggal
dunia. Demikianlah, pentingnya identitas diri sebagai individu manusia.
Ada 2 faktor pendukung lahirnya identitas nasional
bangsa Indonesia yaitu;
a. Faktor obyektif; faktor geografis, faktor ekologis,
faktor demografis.
b. Faktor subyektif; faktor historis, faktor sosial,
faktor politik, dan faktor kebudayaan.
Robert de Ventos, munculnya identitas nasional
suatu bangsa dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu;
faktor primer, faktor pendorong, faktor penarik,
dan faktor reaktif
Faktor pertama (primer) ini mencakup: etnis, teritorial, bahasa, agama,
dan sejenisnya. Bagi bangsa Indonesia yg tersusun atas berbagai
macam etnis, bahasa, agama, wilayah serta bahasa daerah merupakan
suatu kesatuan meskipun berbeda-beda dengan kehasan masing-
masing. Unsur yg beraneka ragam ini mempunyai ciri has sendiri-
sendiri menyatukan diri dalam suatu persekutuan hidup bersama yaitu
bangsa Indonesia. Dan hal inilah yg dikenal dengan Bhinneka Tunggal
Ika.
Faktor kedua (pendorong) ini meliputi: lahirnya Teknologi dan
komunikasi, lahirnya angkatan bersenjata yg moderen, dan
pembangunan lainnya dalam kehidupan negara. Dalam hubungan ini
bagi suatu bangsa kemajuan teknologi serta pembangunan lainnya
juga merupakan suatu identitas nasional yg bersifat dinamis. Karena itu
bagi bangsa Indonesia proses pembentukan identitas nasional yg
dinamis ini sangat ditentukan oleh tingkat kemapuan dan prestasi
bangsa Indonesia dalam membangun bangsa dan negara.
E. Rangkuman tentang Identitas Nasional
1. Identitas nasional dibentuk oleh dua kata dasar, ialah “identitas” dan “nasional”.
identitas berasal dari bahasa Inggris identity yang secara harfiah berarti jati diri,
ciri-ciri, atau tanda-tanda yang melekat pada seseorang atau sesuatu sehingga
mampu membedakannya dengan yang lain. Istilah “nasional” menunjuk pada
kelompok-kelompok persekutuan hidup manusia yang lebih besar dari sekedar
pengelompokan berdasar ras, agama, budaya, bahasa, dan sebagainya.
2. Dalam konteks pendidikan kewarganegaraan, identitas nasional lebih dekat
dengan arti jati diri yakni ciri-ciri atau karakteristik, perasaan atau keyakinan
tentang kebangsaan yang membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa lain.
3. Identitas nasional sebagai identitas bersama suatu bangsa dapat dibentuk oleh
beberapa faktor yang meliputi: primordial, sakral, tokoh, bhinneka tunggal ika,
sejarah, perkembangan ekonomi dan kelembagaan.
4. Identitas nasional Indonesia menunjuk pada identitas-identitas yang sifatnya
nasional, bersifat buatan karena dibentuk dan disepakati dan sekunder karena
sebelumnya sudah terdapat identitas kesukubangsaan dalam diri bangsa
Indonesia.
5. Bendera Negara Indonesia, Bahasa Negara, dan Lambang Negara, serta Lagu
Kebangsaan merupakan identitas nasional bagi negarabangsa Indonesia yang telah
diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 24 Tahun 2009
Tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.
6. Secara historis, identitas nasional Indonesia ditandai ketika munculnya kesadaran
rakyat Indonesia sebagai bangsa yang sedang dijajah oleh bangsa asing pada tahun
1908 yang dikenal dengan masa Kebangkitan Nasional (Bangsa).
7. Pembentukan identitas nasional melalui pengembangan kebudayaan Indonesia
telah dilakukan jauh sebelum kemerdekaan, yakni melalui kongres kebudayaan
1918 dan Kongres bahasa Indonesia I tahun 1938 di Solo. Peristiwa-peristiwa yang
terkait dengan kebudayaan dan kebahasaan melalui kongres telah memberikan
pengaruh positif terhadap pembangunan jati diri dan atau identitas nasional.
8. Secara sosiologis, identitas nasional telah terbentuk dalam proses interaksi,
komunikasi, dan persinggungan budaya secara alamiah baik melalui perjalanan
panjang menuju Indonesia merdeka maupun melalui pembentukan intensif pasca
kemerdekaan.
9. Secara politis, bentuk identitas nasional Indonesia menjadi penciri atau
pembangun jati diri bangsa Indonesia yang meliputi bendera negara Sang
Merah Putih, bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional atau bahasa
negara, lambang negara Garuda Pancasila, dan lagu kebangsaan Indonesia
Raya.
10. Warisan jenius yang tidak ternilai harganya dari para the founding fathers
adalah Pancasila. Pancasila sebagai identitas nasional tidak hanya bersifat
fisik seperti simbol atau lambang tetapi merupakan cerminan identitas
bangsa dalam wujud psikis (nonfisik), yakni yang mencerminkan watak
dan perilaku manusia Indonesia sehingga dapat dibedakan dengan bangsa
lain.
11. Identitas nasional sangat penting bagi bangsa Indonesia karena (1) bangsa
Indonesia dapat dibedakan dan sekaligus dikenal oleh bangsa lain; (2)
identitas nasional bagi sebuah negara-bangsa sangat penting bagi
kelangsungan hidup negara-bangsa tersebut karena dapat
mempersatukan negara-bangsa; dan (3) identitas nasional penting bagi
kewibawaan negara dan bangsa Indonesia sebagai ciri khas bangsa
Ujian Tengah Semester (UTS)
1. Apa yg dimaksud dengan Pendidikan Pancasila,
mengapa pendidikan pancasila wajib diajarkan
diseluruh perguruan tinggi di Indonesia. Jelaskan
!
2. Apa yg dimaksud dengan pancasila sebagai
dasar negara, dan apa urgensi pancasila sebagai
dasar negara. Jelaskan !
3. Apa yg dimaksud dengan pancasila sebagai
ideologi negara, dan apa urgensi pancasila
sebagai ideologi negara. Jelaskan !
BAB VI BAGAIMANA URGENSI INTEGRASI NASIONAL SALAH SATU
PARAMETER PERSATUAN DAN KESATUAN BANGSA
A. Menelusuri Konsep dan Urgensi Integrasi Nasional
Safroedin Bahar (1996), Integrasi Nasional adalah upaya menyatukan
seluruh unsur suatu bangsa dengan pemerintah dan wilayahnya
Riza Noer Arfani (2001), Integrasi nasional adalah pembentukan suatu
identitas nasional dan penyatuan berbagai kelompok sosial dan
budaya ke dalam suatu kesatuan wilayah
Djuliati Suroyo (2002), Integrasi nasional adalah bersatunya suatu
bangsa yang menempati wilayah tertentu dalam sebuah negara
yang berdaulat.
Ramlan Surbakti (2010), Integrasi nasional adalah proses penyatuan
berbagai kelompok sosial budaya dalam satu kesatuan wilayah
dan dalam suatu identitas nasional
Menurut Suroyo (2002), integrasi nasional mencerminkan proses
persatuan orang-orang dari berbagai wilayah yang berbeda, atau
memiliki berbagai perbedaan baik etnisitas, sosial budaya, atau
latar belakang ekonomi, menjadi satu bangsa (nation) terutama
karena pengalaman sejarah dan politik yang relatif sama.
Dalam realitas nasional integrasi nasional dapat dilihat dari tiga aspek
yakni aspek politik, ekonomi, dan sosial budaya. Dari aspek politik,
lazim disebut integrasi politik, aspek ekonomi (integrasi ekonomi),
yakni saling ketergantungan ekonomi antar daerah yang
bekerjasama secara sinergi, dan aspek sosial budaya (integrasi sosial
budaya) yakni hubungan antara suku, lapisan dan golongan.
Berdasar pendapat ini, integrasi nasional meliputi: 1) Integrasi politik,
2) Integrasi ekonomi, dan 3) integrasi sosial budaya.
1. Integrasi Politik
Dalam tataran integrasi politik terdapat dimensi vertikal
dan horizontal. Dimensi yang bersifat vertikal
menyangkut hubungan elit dan massa, baik antara elit
politik dengan massa pengikut, atau antara penguasa
dan rakyat guna menjembatani celah perbedaan
dalam rangka pengembangan proses politik yang
partisipatif. Dimensi horizontal menyangkut hubungan
yang berkaitan dengan masalah teritorial, antar
daerah, antar suku, umat beragama dan golongan
masyarakat Indonesia.
2. Integrasi Ekonomi
Integrasi ekonomi berarti terjadinya saling
ketergantungan antar daerah dalam upaya memenuhi
kebutuhan hidup rakyat. Adanya saling ketergantungan
menjadikan wilayah dan orang-orang dari berbagai
latar akan mengadakan kerjasama yang saling
menguntungkan dan sinergis. Di sisi lain, integrasi
ekonomi adalah penghapusan (pencabutan) hambatan-
hambatan antar daerah yang memungkinkan
ketidaklancaran hubungan antar keduanya, misal
peraturan, norma dan prosedur dan pembuatan aturan
bersama yang mampu menciptakan keterpaduan di
bidang ekonomi.
3. Integrasi Sosial Budaya
Integrasi ini merupakan proses penyesuaian unsur-
unsur yang berbeda dalam masyarakat sehingga
menjadi satu kesatuan. Unsur-unsur yang
berbeda tersebur dapat meliputi ras, etnis,
agama bahasa, kebiasaan, sistem nilai, dan lain
sebagainya. Integrasi sosial budaya juga berarti
kesediaan bersatu bagi kelompok-kelompok
sosial budaya di masyarakat, misal suku, agama,
dan ras.
BAB VII BAGAIMANA NILAI DAN NORMA KONSTITUSI UUD
NRI 1945 DAN KONSTITUSIONALITAS KETENTUAN
PERUNDANG-UNDANGAN DI BAWAH UUD
A. Menelusuri Konsep dan Orgensi Konstitusi dalam
Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
Secara etimologis asal usul kata konstitusi dikenal dalam
sejumlah bahasa, misalnya dalam bahasa Prancis dikenal
dengan istilah constituer, dalam bahasa Latin/Italia
digunakan istilah constitutio, dalam bahasa Inggris
digunakan istilah constitution, dalam bahasa Belanda
digunakan istilah constitutie, dalam bahasa Jerman
dikenal dengan istilah verfassung, sedangkan dalam
bahasa Arab digunakan istilah masyrutiyah
Dalam kamus bahasa Indonesia istilah konstitusi
berarti segala ketentuan dan aturan mengenai
ketatanegaraan atau berarti juga undang-undang
dasar suatu negara.
Secara terminologis konstitusi adalah sekumpulan
ketentuan dan aturan-aturan dasar yg dibentuk
untuk mengatur fungsi dan struktur lembaga
pemerintahan termasuk juga dasar hubungan
antara negara dan rakyat dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara
C.F. Strong yang menganut paham modern
secara tegas menyamakan pengertian
konstitusi dengan undang-undang dasar.
Rumusan yang dikemukakannya adalah
konstitusi itu merupakan satu kumpulan
asas-asas mengenai kekuasaan pemerintah,
hak-hak yang diperintah, dan hubungan
antara keduanya (pemerintah dan yang
diperintah dalam konteks hak-hak asasi
manusia).
B. Menggali Sumber Historis, Sosiologis, dan Politik tentang Konsitusi
dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara Indonesia.
Menurut pandangan Thomas Hobbes (1588-1879), kita akan dapat
memahami, mengapa manusia dalam bernegara membutuhkan
konstitusi. Menurut Hobbes, manusia pada “status naturalis”
bagaikan serigala. Hingga timbul adagium homo homini lupus (man
is a wolf to [his fellow] man), artinya yang kuat mengalahkan yang
lemah. Lalu timbul pandangan bellum omnium contra omnes
(perang semua lawan semua). Hidup dalam suasana demikian pada
akhirnya menyadarkan manusia untuk membuat perjanjian antara
sesama manusia, yang dikenal dengan istilah factum unionis.
Selanjutnya timbul perjanjian rakyat menyerahkan kekuasaannya
kepada penguasa untuk menjaga perjanjian rakyat yang dikenal
dengan istilah factum subjectionis.
Seorang ahli konstitusi berkebangsaan Jepang Naoki Kobayashi mengemukakan bahwa
undang-undang dasar membatasi dan mengendalikan kekuasaan politik untuk
menjamin hak-hak rakyat.
Contoh dalam Bab III tentang Kekuasaan Pemerintahan Negara memuat aturan-aturan
dasar sebagai berikut: 1. Pedoman bagi Presiden dalam memegang kekuasaan
pemerintahan (Pasal 4, Ayat 1). 2. Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh capres
dan cawapres (Pasal 6 Ayat 1). 3. Pembatasan masa jabatan Presiden dan Wakil
Presiden (Pasal 7). 4. Pemberhentian Presiden dan Wakil Presiden dalam masa
jabatannya (Pasal 7A dan 7B). 5. Presiden tidak dapat membekukan dan/atau
membubarkan DPR (Pasal 7C). 6. Pernyataan perang, membuat pedamaian, dan
perjanjian dengan negara lain (Pasal 11 Ayat 1, Ayat 2, dan Ayat 3). 7. Menyatakan
keadaan bahaya (Pasal 12) 8. Mengangkat dan menerima duta negara lain (Pasal
13 Ayat 1, Ayat 2, dan Ayat3). 9. Pemberian grasi dan rehabilitasi (Pasal 14 Ayat 1).
10. Pemberian amnesti dan abolisi (Pasal 14 Ayat 2). 11. Pemberian gelar, tanda
jasa, dan lain-lan tanda kehormatan (Pasal 15). 12. Pembentukan dewan
pertimbangan (Pasal 16).
Semua pasal tersebut berisi aturan dasar yang mengatur kekuasaan Presiden,
baik sebagai kepala negara maupun kepala pemerintahan. Sebagai kepala
negara, Presiden adalah simbol resmi negara Indonesia di dunia. Sebagai
kepala pemerintahan, Presiden dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri-
menteri dalam kabinet, memegang kekuasaan eksekutif untuk
melaksanakan tugas-tugas pemerintah seharihari. Aturan-aturan dasar
dalam UUD NRI 1945 tersebut merupakan bukti adanya pembatasan
kekuasaan pemerintahan di Indonesia. Tidak dapat kita bayangkan
bagaimana jadinya jika kekuasaan pemerintah tidak dibatasi. Tentu saja
penguasa akan memerintah dengan sewenangwenang. Mengapa
demikian? Ingat tentang kekuasaan bahwa setiap kekuasaan pasti memiliki
kecenderungan untuk berkembang menjadi sewenang-wenang, seperti
dikemukakan oleh Lord Acton: “Power tends to corrupt, and absolute
power corrupts absolutely”. Inilah alasan mengapa diperlukan konstitusi
dalam kehidupan berbangsa-negara Indonesia, yakni untuk membatasi
kekuasaan pemerintah agar tidak memerintah dengan sewenang-wenang.
Konstitusi juga diperlukan untuk membagi kekuasaan dalam negara.
Pandangan ini didasarkan pada fungsi konstitusi yang salah satu di
antaranya adalah membagi kekuasaan dalam negara. Bagi mereka
yang memandang negara dari sudut kekuasaan dan menganggap
sebagai organisasi kekuasaan maka konstitusi dapat dipandang
sebagai lembaga atau kumpulan asas yang menetapkan bagaimana
kekuasaan dibagi di antara beberapa lembaga kenegaraan, misalnya
antara badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
J. G. Steenbeek mengemukakan bahwa sebuah konstitusi sekurang-
kurangnya bermuatan hal-hal sebagai berikut (Soemantri, 1987): a.
Adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negara;
b. Ditetapkannya susunan ketatanegaraan yg bersifat fundamental;
dan c. Adanya pembagian dan pembatasan tugas kenegaraan yg
juga bersifat fundamental.
C. Membangun Argumentasi tentang Dinamika dan Tantangan Konstitusi dalam
Kehidupan Berbangsa Negara Indonesia
Setelah ditetapkan satu hari setelah proklamasi kemerdekaan, UUD NRI 1945 mulai
berlaku sebagai hukum dasar yang mengatur kehidupan ketatanegaraan Indonesia
dengan segala keterbatasannya. Mengapa demikian, karena sejak semula UUD NRI
1945 oleh Bung Karno sendiri dikatakan sebagai UUD kilat yang akan terus
disempurnakan pada masa yang akan datang.
Dinamika konstitusi yang terjadi di Indonesia adalah sebagai berikut:
Konstitusi Masa Berlakunya
-UUD NRI 1945 (Masa Kemerdekaan). 18 Agustus 1945 s/d Agustus 1950, dengan
catatan, mulai 27 Desember 1949 s/d 17 Agustus hanya berlaku di wilayah RI
Proklamasi

-Konstitusi RIS 1949 27 Desember 1949 s/d 17Agustus 1950


-UUDS 1950 17 Agustus 1950 s/d 5 Juli 1959
-UUD NRI 1945 (Masa Orde Lama) 5 Juli 1959 s/d 1965
-UUD NRI 1945 (Masa Orde Baru) 1966 s/d 1998
BAB VIII BAGAIMANA HARMONI KEWAJIBAN DAN HAK NEGARA DAN
WARGA NEGARA DALAM DEMOKRASI YG BERSUMBU PADA
KEDAULATAN RAKYAT DAN MUSYAWARAH UNTUK MUFAKAT
A. Menelusuri Konsep dan Urgensi Harmoni Kewajiban dan Hak Negara
dan Warga Negara
Hak adalah kuasa untuk menerima atau melakukan suatu yang semestinya
diterima atau dilakukan oleh pihak tertentu dan tidak dapat oleh pihak
lain mana pun juga yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa
olehnya. Wajib adalah beban untuk memberikan sesuatu yang
semestinya dibiarkan atau diberikan oleh pihak tertentu tidak dapat oleh
pihak lain mana pun yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa
oleh yang berkepentingan
Hak dan kewajiban merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan. Menurut
“teori korelasi” yang dianut oleh pengikut utilitarianisme, ada hubungan
timbal balik antara hak dan kewajiban. Menurut mereka, setiap
kewajiban seseorang berkaitan dengan hak orang lain, dan begitu pula
sebaliknya.
John Stuart Mill menyatakan; bahwa lahirnya hak Asasi
Manusia dilandasi dua hak yang paling fundamental,
yaitu hak persamaan dan hak kebebasan. Hak
kebebasan seseorang, menurutnya, tidak boleh
dipergunakan untuk memanipulasi hak orang lain,
demi kepentingannya sendiri. Kebebasan secara
ontologis substansial bukanlah perbuatan bebas atas
dasar kemauan sendiri, bukan pula perbuatan bebas
tanpa kontrol, namun perbuatan bebas yang diarahkan
menuju sikap positif, tidak mengganggu dan merugikan
orang lain
Konsep yang perlu diusung adalah menyeimbangkan dalam menuntut hak
dan menunaikan kewajiban yang melekat padanya. Yang menjadi
persoalan adalah rumusan aturan dasar dalam UUD NRI Tahun 1945 yang
menjamin hak-hak dasar warga negara, sebagian besar tidak dibarengi
dengan aturan dasar yang menuntut kewajiban-kewajiban yang harus
dipenuhi.
Coba Anda periksa naskah UUD NRI Tahun 1945, pasal-pasal mana saja yang
berisi aturan dasar tentang hak dan sekaligus juga berisi aturan dasar
mengenai kewajiban warga negara. Jika hubungan warga negara dengan
negara itu bersifat timbal balik, carilah aturan atau pasal–pasal dalam UUD
NRI 1945 yang menyebut hak-hak negara dan kewajiban negara terhadap
warganya
Sebagai contoh hak dan kewajiban warga negara yang bersifat timbal balik
atau resiprokalitas adalah hak warga negara mendapat pekerjaan dan
penghidupan yang layak (Pasal 27 Ayat 2, UUD 1945). Atas dasar hak ini,
negara berkewajiban memberi pekerjaan dan penghidupan bagi warga
negara
B. Menggali Sumber Historis, Sosiologis Politik tentang
Harminis Kewajiban dan Hak Negara dan Warga Negara
Indonesia
1. Sumber Historis
Secara historis perjuangan menegakkan hak asasi manusia
terjadi di dunia Barat (Eropa). Adalah John Locke, seorang
filsuf Inggris pada abad ke-17, yang pertama kali
merumuskan adanya hak alamiah (natural rights) yang
melekat pada setiap diri manusia, yaitu hak atas hidup,
hak kebebasan, dan hak milik.
Perkembangan selanjutnya ditandai adanya tiga peristiwa
penting di dunia Barat, yaitu Magna Charta (1215),
Revolusi Amerika (1276), dan Revolusi Perancis (1789).
BAB IX BAGAIMANA HAKIKAT, INSTRUMENTASI, DAN PRAKSIS DEMOKRASI
INDONESIA BERLADASKAN DAN UUD NRI 1945
A. Menelusuri Konsep dan Urgensi Demokrasi Yg Bersumber dari
Pancasila
1. Apa Demokrasi itu ? Secara etimologis, demokrasi berasal dari bahasa
Yunani Kuno, yakni “demos” dan “kratein”. ”demos” berarti
rakyat/penduduk dan “cratos/cratein” berarti kekuasaan/kedaulatan.
Atau demokrasi berarti rakyat yg berkuasa. Dari dua kata tersebut
terbentuklah istilah “demoscratein, demoscratos, demoscratia” yang
berarti negara dalam sistem pemerintahannya atau kedaulatan berada di
tangan rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan bersama
rakyat, pemerintahan rakyat dan kekuasaan oleh rakyat, atau
pemerintahan negara rakyat yang berkuasa. Atau menurut mantan
Presiden Amerika Serikat Abraham Lincoln yg menyatakan bahwa
“demokrasi adalah suatu pemerintahan atau kekuasaan dari rakyat, oleh
rakyat, dan untuk rakyat” atau “the government from the people, by the
people, and for people”.
CICED (1999) melihat demokrasi sebagai konsep yang bersifat
multidimensional, yakni secara filosofis demokrasi sebagai
ide, norma, dan prinsip; secara sosiologis sebagai sistem
sosial; dan secara psikologis sebagai wawasan, sikap, dan
perilaku individu dalam hidup bermasyarakat.
USIS (1995) mengintisarikan demokrasi sebagai sistem
memiliki sebelas pilar atau soko guru, yakni “Kedaulatan
Rakyat, Pemerintahan Berdasarkan Persetujuan dari yang
Diperintah, Kekuasaan Mayoritas, Hak-hak Minoritas,
Jaminan Hak-hak Azasi Manusia, Pemilihan yang Bebas dan
Jujur, Persamaan di depan Hukum, Proses Hukum yang
Wajar, Pembatasan Pemerintahan secara Konstitusional,
Pluralisme Sosial, Ekonomi dan Politik, dan Nilai-nilai
Toleransi, Pragmatisme, Kerja Sama dan Mufakat.”
Sanusi (2006) mengidentifikasi adanya sepuluh pilar demokrasi konstitusional
menurut UUD 1945, yakni: ”Demokrasi yang BerKetuhanan Yang Maha
Esa, Demokrasi Dengan Kecerdasan, Demokrasi yang Berkedaulatan
Rakyat, Demokrasi dengan “Rule of Law”, Demokrasi dengan Pembagian
Kekuasaan Negara, Demokrasi dengan Hak Azasi Manusia, Demokrasi
dengan Pengadilan yang Merdeka, Demokrasi dengan Otonomi Daerah,
Demokrasi Dengan Kemakmuran, dan Demokrasi yang Berkeadilan Sosial
“.bila kita bandingkan secara esensial terdapat kesesuaian antara 11 pilar
dengan 10 pilar demokrasi ala USIS dengan Sanusi.
Hal yang tidak terdapat dalam pilar demokrasi universal adalah salah satu
pilar demokrasi Indonesia, yakni “Demokrasi Berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa”, dan inilah yang merupakan ciri khas demokrasi Indonesia, yang
dalam pandangan Maududi dan kaum muslim (Esposito,1996) disebut
“teodemokrasi”, yakni demokrasi dalam konteks kekuasaan Tuhan Yang
Maha Esa. Dengan kata lain demokrasi universal adalah demokrasi yang
bernuansa sekuler, sedangkan demokrasi Indonesia adalah demokrasi
yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa.
Torres (1998) memandang demokrasi dapat ditinjau dari dua
aspek, yakni di satu pihak adalah “formal democracy” dan
di lain pihak “substantive democracy”. “Formal democracy”
menunjuk pada demokrasi dalam arti sistem pemerintahan.
Hal ini dapat dilihat dari dalam berbagai pelaksanaan
demokrasi di berbagai negara. Dalam suatu negara
demokrasi, misalnya demokrasi dapat dijalankan dengan
menerapkan sistem presidensial atau sistem parlementer.
Substantive democracy menunjuk pada bagaimana proses
demokrasi itu dilakukan. Proses demokrasi itu dapat
diidentifikasi dalam empat bentuk demokrasi. Pertama,
konsep “protective democracy” Kedua, “developmental
democracy”, Ketiga, ”equilibrium democracy” atau
“pluralist democracy” Keempat, ”participatory democracy”
BAB X BAGAIMANA DINAMIKA HISTORIS KONSTITUSIONAL, SOSIAL POLITIK,
KULTURAL, SERTA KONTEKS KONTEMPORER PENEGAKAN HUKUM YANG
BERKEADILAN
A. Menelusuri Konsep dan Urgensi Penegakan Hukum Yg Berkeadilan
Thomas Hobbes (1588–1679 M) dalam bukunya Leviathan pernah
mengatakan “Homo homini lupus”, artinya manusia adalah serigala bagi
manusia lainnya. Manusia memiliki keinginan dan nafsu yang berbeda-
beda antara manusia yang satu dan yang lainnya. Nafsu yang dimiliki
manusia ada yang baik, ada nafsu yang tidak baik. Inilah salah satu
argumen mengapa aturan hukum diperlukan. Kondisi yang kedua
tampaknya bukan hal yang tidak mungkin bila semua masyarakat tidak
memerlukan aturan hukum.
Cicero (106 – 43 SM) pernah menyatakan “Ubi societas ibi ius”, artinya di
mana ada masyarakat, di sana ada hukum. Dengan kata lain, sampai saat
ini hukum masih diperlukan bahkan kedudukannya semakin penting.
Upaya penegakan hukum di suatu negara, sangat erat kaitannya dengan
tujuan negara. Apa tujuan negara itu ? Menurut Kranenburg dan Tk.B.
Sabaroedin (1975) kehidupan manusia tidak cukup hidup dengan aman,
teratur dan tertib, manusia perlu sejahtera. Apabila tujuan negara hanya
menjaga ketertiban maka tujuan negara itu terlalu sempit. Tujuan negara
yang lebih luas adalah agar setiap manusia terjamin kesejahteraannya di
samping keamanannya. Dengan kata lain, negara yang memiliki
kewenangan mengatur masyarakat, perlu ikut menyejahterakan
masyarakat. Teori Kranenburg tentang negara hukum ini dikenal luas
dengan nama teori negara kesejahteraan. Teori negara hukum dari
Kranenburg ini banyak dianut oleh negara-negara modern. Bagaimana
dengan Indonesia? Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah
negara hukum. Artinya negara yang bukan didasarkan pada kekuasaan
belaka melainkan negara yang berdasarkan atas hukum, artinya semua
persoalan kemasyarakatan, kewarganegaraan, pemerintahan atau
kenegaraan harus didasarkan atas hukum.
Tujuan Negara Republik Indonesia yg terdapat pada alinea ke 4 Pembukaan
UUD NRI 1945 pun memiliki indikator yang sama sebagaimana yang
dinyatakan Kranenburg, yakni:
1) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia
2) memajukan kesejahteraan umum
3) mencerdaskan kehidupan bangsa; dan
4) ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Bagaimana tujuan negara ini dilaksanakan atau ditegakkan di Negara
Indonesia? Perlindungan terhadap warga negara serta menjaga
ketertiban masyarakat telah diatur dalam UUD NRI 1945 Bab IX, Pasal 24,
24 A, 24 B, 24 C, dan 25 tentang Kekuasaan Kehakiman. Untuk mengatur
lebih lanjut tentang kekuasaan kehakiman, telah dikeluarkan Undang-
Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
menyatakan bahwa “kekuasaan kehakiman dilakukan oleh
sebuah “Mahkamah Agung dan badan peradilan yang
berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum,
lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer,
lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah
Mahkamah Konstitusi, untuk menyelenggarakan peradilan
guna menegakkan hukum dan keadilan”.
Bagaimana lembaga peradilan dalam menegakkan hukum dan
keadilan? Negara kita telah memiliki lembaga peradilan
yang diatur dalam UUD NRI 1945 ialah Mahkamah Agung
(MA), Komisi Yudisial (KY), dan Mahkamah Konstitusi (MK).
B. Mengapa diperlukan Penegakan Hukum yg Berkeadilan
Ada 6 agenda tuntutan reformasi yaitu: 1. mengamandemen UUD NRI
1945, 2. menghapuskan doktrin Dwi Fungsi Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia, 3. menegakkan supremasi hukum,
penghormatan hak asasi manusia (HAM), serta pemberantasan
korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), 4. melakukan desentralisasi
dan hubungan yang adil antara pusat dan daerah, 5. mewujudkan
kebebasan pers, 6. mewujudkan kehidupan demokrasi.
Dari beberapa tuntutan masyarakat, sudah mulai terlihat perubahan ke
arah yang positif, namun beberapa hal masih tersisa. Mengenai
penegakan hukum ini, hampir setiap hari, media massa baik
elektronik maupun cetak menayangkan masalah pelanggaran
hukum baik terkait dengan masalah penegakan hukum yang belum
memenuhi rasa keadilan masyarakat maupun masalah pelanggaran
HAM dan KKN
Sejumlah permasalahan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara yg berkait dengan masalah penegakan hukum adalah:
a. Perilaku warga negara khususnya oknum aparatur negara banyak
yang belum baik dan terpuji (seperti masih ada praktik KKN,
praktik suap, perilaku premanisme, dan perilaku lain yang tidak
terpuji);
b. Masih ada potensi konflik dan kekerasan sosial (seperti SARA,
tawuran, pelanggaran HAM, etnosentris, dan lan-lain);
c. Maraknya kasus-kasus ketidakadilan sosial dan hukum yang belum
diselesaikan dan ditangani secara tuntas;
d. Penegakan hukum yang lemah karena hukum bagaikan pisau yang
tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas, dan
e. Pelanggaran oleh Wajib Pajak atas penegakan hukum dalam
bidang perpajakan.
BAB XI BAGAIMANA DINAMIKA HISTORIS, DAN URGENSI WAWASAN
NUSANTARA SEBAGAI KONSEPSI DAN PANDANGAN KOLEKTIF
KEBANGSAAN INDONESIA DALAM KONTEK PERGAULAN DUNIA
A. Menelusuri Konsep dan Urgensi Wawasan Nusantara
Wawasan Nusantara bisa kita bedakan dalam dua pengertian yakni
pengertian etiomologis dan pengertian terminologi. Secara etimologi,
kata Wawasan Nusantara berasal dari dua kata wawasan dan nusantara.
Wawasan dari kata wawas (bahasa Jawa) yang artinya pandangan.
Sementara kata “nusantara” merupakan gabungan kata nusa yang
artinya pulau dan antara. Kata ”nusa” dalam bahasa Sanskerta berarti
pulau atau kepulauan. Sedangkan dalam bahasa Latin, kata ”nusa”
berasal dari kata nesos yang dapat berarti semenanjung, bahkan suatu
bangsa. Merujuk pada pernyataan tersebut, maka kata ”nusa” juga
mempunyai kesamaan arti dengan kata nation dalam bahasa Inggris
yang berarti bangsa. Dari sini bisa ditafsirkan bahwa kata ”nusa” dapat
memiliki dua arti, yaitu kepulauan dan bangsa
Kata kedua yaitu ”antara” memiliki padanan dalam bahasa Latin, in dan
terra yang berarti antara atau dalam suatu kelompok. ”Antara” juga
mempunyai makna yang sama dengan kata inter dalam bahasa
Inggris yang berarti antar (antara) dan relasi. Sedangkan dalam
bahasa Sanskerta, kata ”antara” dapat diartikan sebagai laut,
seberang, atau luar. Bisa ditafsirkan bahwa kata ”antara”
mempunyai makna antar (antara), relasi, seberang, atau laut. Dari
penjabaran di atas, penggabungan kata ”nusa” dan ”antara”
menjadi kata ”nusantara” dapat diartikan sebagai kepulauan yang
diantara laut atau bangsa-bangsa yang dihubungkan oleh laut.
Ada pendapat lain yang menyatakan nusa berarti pulau, dan antara
berarti diapit atau berada di tengah-tengah. Nusantara berarti
gugusan pulau yang diapit atau berada ditengah-tengah antara dua
benua dan dua samudra
Pengertian secara terminologis, wawasan nusantara
merupakan pandangan bangsa Indonesia terhadap
lingkungan tempat berada termasuk diri bangsa Indonesia
itu sendiri. Ibaratkan diri anda sebagai individu. Apakah
anda juga memiliki pandangan terhadap diri anda atau
wilayah tempat anda berada? Anda memandang diri anda
itu sebagai apa? Apa pandangan anda terhadap diri anda
sendiri? Ciri yang dimiliki suatu daerah dapat digunakan
sebagai pandangan atau sebutan orang terhadap wilayah
tersebut. Misal, daerah Pacitan yang banyak goa-goanya
dikenal sebagai kota Seribu Goa, Bogor dikenal sebagai kota
Hujan, Lalu bagaimana bangsa Indonesia memandang
bangsa dan wilayah tempat hidupnya tersebut?
Untuk membangun semangat kebangsaan dan cinta tanah air, meskipun
tampak bahwa wilayah Indonesia itu terdiri dari banyak pulau dengan
lautan yang luas, kita memandang wilayah Indonesia itu tetap merupakan
satu kesatuan, sebagai satu wilayah.
Meskipun juga tampak bahwa bangsa Indonesia itu terdiri dari beragam suku
dengan latar belakang yang berbeda, kita juga memandang bangsa
Indonesia itu tetap merupakan satu kesatuan, sebagai satu bangsa
Mengapa harus demikian? Jadi, bangsa Indonesia memandang wilayah
berikut bangsa yang ada di dalamnya sebagai satu kesatuan. Itulah esensi
atau hakikat dari wawasan nusantara. Hakikat atau esensi wawasan
nusantara adalah “persatuan bangsa dan kesatuan wilayah”. Perhatikan
rumusan Wawasan Nusantara dalam GBHN 1998 berikut ini: “Wawasan
Nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai
diri dan lingkungannya, dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan
bangsa serta kesatuan wilayah dalam penyelenggaraan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara”.
B. Argumentasi tentang Dinamika dan Tantangan Wawasan Nusantara
Dengan adanya konsepsi Wawasan Nusantara wilayah Indonesia menjadi
sangat luas dengan beragam isi flora, fauna, serta penduduk yang
mendiami wilayah itu. Namun demikian, konsepsi wawasan nusantara juga
mengajak seluruh warga negara untuk memandang keluasan wilayah dan
keragaman yang ada di dalamnya sebagai satu kesatuan. Kehidupan
politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan dalam
kehidupan bernegara merupakan satu kesatuan. Luas wilayah Indonesia
tentu memberikan tantangan bagi bangsa Indonesia untuk mengelolanya.
Hal ini dikarenakan luas wilayah memunculkan potensi ancaman dan
sebaliknya memiliki potensi keunggulan dan kemanfaatan.
Wawasan nusantara telah menjadi landasan visional bagi bangsa Indonesia
guna memperkokoh kesatuan wilayah dan persatuan bangsa. Upaya
memperkokoh kesatuan wilayah dan persatuan bangsa akan terus
menerus dilakukan. Hal ini dikarenakan visi tersebut dihadapkan pada
dinamika kehidupan yang selalu berkembang dan tantangan yang berbeda
sesuai dengan perubahan zaman.
C. Esensi dan Urgensi Wawasan Nusantara
Sebagaimana telah dikemukakan di muka, esensi atau hakikat dari
wawasan nusantara adalah “kesatuan wilayah dan persatuan
bangsa” Indonesia. Mengapa perlu kesatuan wilayah? Mengapa
perlu persatuan bangsa? Sebelumnya Anda telah mengkaji bahwa
sejarah munculnya wawasan nusantara adalah kebutuhan akan
kesatuan atau keutuhan wilayah Indonesia yang terbentang dari
Sabang sampai Merauke. Wilayah itu harus merupakan satu
kesatuan, tidak lagi terpisah-pisah oleh adanya lautan bebas.
Sebelumnya kita ketahui bahwa wilayah Indonesia itu terpecah-
pecah sebagai akibat dari aturan hukum kolonial Belanda yakni
Ordonansi 1939. Baru setelah adanya Deklarasi Djuanda tanggal 13
Desember 1957, wilayah Indonesia barulah merupakan satu
kesatuan, di mana laut tidak lagi merupakan pemisah tetapi sebagai
penghubung.
Wilayah Indonesia sebagai satu kesatuan memiliki keunikan
antara lain:
a. Bercirikan negara kepulauan (Archipelago State) dengan
jumlah 17.508 pulau. b. Luas wilayah 5.192 juta km2
dengan perincian daratan seluas 2.027 juta km2 dan laut
seluas 3.166 juta km2. Negara kita terdiri 2/3 lautan /
perairan c. Jarak utara selatan 1.888 km dan jarak timur
barat 5.110 km d. Terletak diantara dua benua dan dua
samudra (posisi silang) e. Terletak pada garis katulistiwa f.
Berada pada iklim tropis dengan dua musim g. Menjadi
pertemuan dua jalur pegunungan yaitu Mediterania dan
Sirkum Pasifik h. Berada pada 60 LU- 110 LS dan 950 BT –
1410 BT i. Wilayah yang subur dan habittable (dapat dihuni)
j. Kaya akan flora, fauna, dan sumberdaya alam
D. Rangkuman tentang Wawasan Nusantara
1. Wawasan nusantara bermula dari wawasan kewilayahan dengan
dicetuskannya Deklarasi Djuanda tanggal 13 Desember 1957. Inti
dari deklarasi itu adalah segala perairan di sekitar, di antara dan
yang menghubungkan pulau-pulau yang termasuk Negara
Indonesia dengan tidak memandang luas atau lebarnya adalah
bagian-bagian yang wajar daripada wilayah daratan Negara
Indonesia.
2. Keluarnya Deklarasi Djuanda 1957 membuat wilayah Indonesia
sebagai satu kesatuan wilayah. Laut bukan lagi pemisah pulau,
tetapi laut sebagai penghubung pulau-pulau Indonesia. Melalui
perjuangan di forum internasional, Indonesia akhirnya diterima
sebagai negara kepulauan (Archipelago state) berdasarkan hasil
keputusan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum
Laut (UNCLOS) tahun 1982.
3. Pertambahan luas wilayah Indonesia sebagai satu kesatuan
memberikan potensi keunggulan (positif) yang dapat
dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan. Namun
demikian juga mengundang potensi negatif yang bisa
mengancam keutuhan bangsa dan wilayah.
4. Wawasan nusantara sebagai konsepsi kewilayahan
selanjutnya dikembangkan sebagai konsepsi politik
kenegaraan sebagai cara pandang bangsa Indonesia
terhadap diri dan lingkungan tempat tinggalnya sebagai
satu kesatuan wilayah dan persatuan bangsa.
5. Esensi dari wawasan nusantara adalah kesatuan atau
keutuhan wilayah dan persatuan bangsa, mencakup di
dalamnya pandangan akan satu kesatuan politik, ekonomi,
sosial budaya, dan pertahanan keamanan
BAB XII BAGAIMANA URGENSI DAN TANTANGAN KETAHANAN
NASIONAL DAN BELA NEGARA BAGI INDONESIA DALAM
MEMBANGUN KOMITMEN KOLEKTIF KEBANGSAAN
A. Menelusuri Konsep dan Urgensi Ketahanan Nasional dan Bela
Negara. Apa itu Ketahanan Nasional, Apa itu Bea Negara ?
Secara etimologi, ketahanan berasal dari kata “tahan” yang berarti
tabah, kuat, dapat menguasai diri, gigih, dan tidak mengenal
menyerah. Ketahanan memiliki makna mampu, tahan, dan kuat
menghadapi segala bentuk tantangan dan ancaman yang ada guna
menjamin kelangsungan hidupnya. Sedangkan kata “nasional”
berasal dari kata nation yang berarti bangsa sebagai pengertian
politik. Bangsa dalam pengertian politik adalah persekutuan hidup
dari orang–orang yang telah menegara. Ketahanan nasional secara
etimologi dapat diartikan sebagai mampu, kuat, dan tangguh dari
sebuah bangsa dalam pengertian politik.
Apakah sebenarnya yang dimaksud Ketahanan Nasional atau disingkat
Tannas itu? Menurut salah seorang ahli ketahanan nasional
Indonesia, GPH S. Suryomataraman, definisi ketahanan nasional
mungkin berbeda-beda karena penyusun definisi melihatnya dari
sudut yang berbeda pula. Menurutnya, ketahanan nasional memiliki
lebih dari satu wajah, dengan perkataan lain ketahanan nasional
berwajah ganda, yakni ketahanan nasional sebagai konsepsi,
ketahanan nasional sebagai kondisi dan ketahanan nasional sebagai
strategi (Himpunan Lemhanas, 1980).
Berdasar pendapat di atas, terdapat tiga pengertian ketahanan
nasional yakni:
1. ketahanan nasional sebagai konsepsi atau doktrin
2. ketahanan nasional sebagai kondisi
3. ketahanan nasional sebagai strategi, cara atau pendekatan
Pasal 27 Ayat 3 UUD NRI 1945. Pasal 27 Ayat 3 menyatakan “Setiap warga
negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara”.
Dalam buku Pemasyarakatan UUD NRI 1945 oleh MPR (2012) dijelaskan
bahwa Pasal 27 Ayat 3 ini dimaksudkan untuk memperteguh konsep yang
dianut bangsa dan negara Indonesia di bidang pembelaan negara, yakni
upaya bela negara bukan hanya monopoli TNI tetapi merupakan hak
sekaligus kewajiban setiap warga negara. Oleh karena itu, tidak benar jika
ada anggapan bela negara berkaitan dengan militer atau militerisme, dan
seolah-olah kewajiban dan tanggung jawab untuk membela negara hanya
terletak pada Tentara Nasional Indonesia.
Berdasarkan Pasal 27 Ayat 3 UUD NRI 1945 tersebut dapat disimpulkan
bahwa usaha pembelaan negara merupakan hak dan kewajiban setiap
negara Indonesia. Hal ini berkonsekuensi bahwa setiap warganegara
berhak dan wajib untuk turut serta dalam menentukan kebijakan tentang
pembelaan negara melalui lembaga-lembaga perwakilan sesuai dengan
UUD 1945 dan perundang-undangan yang berlaku termasuk pula aktifitas
bela negara
Dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara
pasal 9 ayat 1 disebutkan bahwa “Setiap warga negara berhak dan
wajib ikut serta dalam upaya bela negara yang diwujudkan dalam
penyelenggaraan pertahanan negara”.
Dalam penjelasan Undang-undang No. 3 Tahun 2002 tersebut
dinyatakan bahwa upaya bela negara adalah sikap dan perilaku
warga Negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945 dalam menjamin kelangsungan hidup
bangsa dan negara. Upaya bela negara, selain sebagai kewajiban
dasar manusia, juga merupakan kehormatan bagi setiap warga
negara yang dilaksanakan dengan penuh kesadaran, tanggung
jawab, dan rela berkorban dalam pengabdian kepada negara dan
bangsa.
B. Esensi dan Urgensi Ketahanan Nasional dan Bela Negara
Sudah dikemukakan sebelumnya, terdapat tiga cara pandang dalam
melihat ketahanan nasional. Ketiganya menghasilkan tiga wajah
ketahanan nasional yakni ketahanan nasional sebagai konsepsi,
ketahanan nasional sebagai kondisi, dan ketahanan nasional sebagai
konsepsi atau doktrin. Ketiganya bisa saling berkaitan karena diikat
oleh pemikiran bahwa kehidupan nasional ini dipengaruhi oleh
delapan gatra sebagai unsurnya atau dikenal dengan nama
“Ketahanan nasional berlandaskan ajaran asta gatra”. Konsepsi ini
selanjutnya digunakan sebagai strategi, cara atau pendekatan di
dalam mengupayakan ketahanan nasional Indonesia. Kedelapan
gatra ini juga digunakan sebagai tolok ukur di dalam menilai
ketahanan nasional Indonesia sebagai kondisi. Esensi dari
ketahanan nasional pada hakikatnya adalah kemampuan yang
dimiliki bangsa dan negara dalam menghadapi segala bentuk
ancaman yang dewasa ini semakin luas dan kompleks.
Unsur-unsur ketahanan nasional model Indonesia terdiri atas
delapan unsur yang dinamakan Asta Gatra (delapan gatra),
yang terdiri dari Tri Gatra (tiga gatra) alamiah dan Panca
Gatra (lima gatra) sosial. Unsur atau gatra dalam ketahanan
nasional Indonesia tersebut, sebagai berikut;
Tiga aspek kehidupan alamiah (tri gatra) yaitu: (1)Gatra letak
dan kedudukan geografi (2)Gatra keadaan dan kekayaan
alam (3) Gatra keadaan dan kemampuan penduduk
Lima aspek kehidupan sosial (panca gatra) yaitu: (1) Gatra
ideologi (2) Gatra politik (3) Gatra ekonomi (4) Gatra sosial
budaya (sosbud) (5) Gatra pertahanan dan keamanan
(hankam)
C. Rangkuman Ketahanan Nasional dan Bela Negara
1. Pengertian ketahanan nasional dapat dibedakan menjadi tiga
yakni ketahanan nasional sebagai konsepsi atau doktrin,
ketahanan nasional sebagai kondisi, dan ketahanan nasional
sebagai metode atau strategi
2. Ketahanan nasional sebagai konsepsi adalah konsep khas bangsa
Indonesia sebagai pedoman pengaturan penyelenggaraan
bernegara dengan berlandaskan pada ajaran asta gatra. Ketahanan
nasional sebagai kondisi adalah kondisi dinamis bangsa Indonesia
yang berisi keuletan dan daya tahan. Ketahanan nasional sebagai
metode atau strategi adalah cara yang digunakan untuk
menyelesaikan masalah dan ancaman kebangsaan melalui
pendekatan asta gatra yang sifatnya integral komprehensif
3. Ketahanan nasional memiliki dimensi seperti ketahanan nasional
ideologi, politik dan budaya
4. Inti dari ketahanan nasional Indonesia adalah kemampuan yang dimiliki
bangsa dan negara dalam menghadapi segala bentuk ancaman
5. Kegiatan pembelaan negara pada dasarnya merupakan usaha dari warga
negara untuk mewujudkan ketahanan nasional.
6. Bela negara mencakup bela negara secara fisik atau militer dan bela negara
secara nonfisik atau nirmiliter dari dalam maupun luar negeri.
7. Bela Negara dapat secara fisik yaitu dengan cara "memanggul senjata"
menghadapi serangan atau agresi musuh. Bela negara secara fisik
dalakukan untuk menghadapi ancaman dari luar.
8. Bela negara secara nonfisik adalah segala upaya untuk mempertahankan
negara kesatuan Republik Indonesia dengan cara meningkatkan
kesadaran berbangsa dan bernegara, menanamkan kecintaan terhadap
tanah air (salah satunya diwujudkan dengan sadar dan taat membayar
pajak), serta berperan aktif dalam memajukan bangsa dan negara,
termasuk penanggulangan ancaman dan lain sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai