Anda di halaman 1dari 41

RANGKUMAN PENDIDIKAN PANCASILA PERTEMUAN 1-14

Pertemuan 1 “PENGANTAR PENDIDIKAN PANCASILA”

1. Konsep Dan Urgensi Pendidikan Pancasila


 Visi Pendidikan Pancasila

Terwujudnya kepribadian sivitas akademika yang bersumber pada nilai-nilai Pancasila.

 Misi Pendidikan Pancasila

1) Mengembangkan potensi akademik peserta didik (misi psikopedagogis).

2) Menyiapkan peserta didik untuk hidup dan berkehidupan dalam masyarakat, bangsa dan negara (misi
psikososial).

3) Membangun budaya ber-Pancasila sebagai salah satu determinan kehidupan (misi sosiokultural).

4) Mengkaji dan mengembangkan pendidikan Pancasila sebagai sistem pengetahuan terintegrasi atau
disiplin ilmu sintetik

 Permasalahan yang terjadi saat ini di tengah-tengah masyarakat seperti :

a) Masalah kesadaran perpajakan

b) Masalah korupsi

c) Masalah lingkungan

d) Masalah disintegrasi bangsa

e) Masalah dekadensi moral

f) Masalah narkoba

g) Masalah penegakan hukum yang berkeadilan

h) Masalah terorisme

 Urgensi pendidikan Pancasila di perguruan tinggi :

1) Agar mahasiswa tidak tercerabut dari akar budayanya sendiri dan agar mahasiswa memiliki pedoman
atau kaidah penuntun dalam berpikir dan bertindak dalam kehidupan sehari-hari dengan berlandaskan
nilai-nilai Pancasila.

2) Dapat memperkokoh jiwa kebangsaan mahasiswa sehingga menjadi dorongan pokok (leitmotive) dan
bintang penunjuk jalan (leitstar).

3) Sebagai pembentuk civic disposition yang dapat menjadi landasan untuk pengembangan civic
knowledge dan civic skills mahasiswa.
2. Alasan Diperlukannya Pendidikan Pancasila

 Pendidikan Pancasila diharapkan dapat memperkokoh modalitas akademik mahasiswa dalam


berperan serta membangun pemahaman masyarakat, antara lain:

1) Kesadaran gaya hidup sederhana dan cinta produk dalam negeri,

2) Kesadaran pentingnya kelangsungan hidup generasi mendatang,

3) Kesadaran pentingnya semangat kesatuan persatuan (solidaritas) nasional,

4) Kesadaran pentingnya norma-norma dalam pergaulan,

5) Kesadaran pentingnya kesahatan mental bangsa,

6) Kesadaran tentang pentingnya penegakan hukum,

7) Menanamkan pentingnya kesadaran terhadap ideologi Pancasila

 Secara spesifik, tujuan penyelenggaraan Pendidikan Pancasila di perguruan tinggi adalah untuk:

1) memperkuat Pancasila sebagai dasar falsafah negara dan ideologi bangsa melalui revitalisasi nilai-nilai
dasar Pancasila sebagai norma dasar kehidupan bermasyarakat,berbangsa, dan bernegara.

2) memberikan pemahaman dan penghayatan atas jiwa dan nilai-nilai dasar Pancasila kepada mahasiswa
sebagai warga negara Republik Indonesia, dan membimbing untuk dapat menerapkannya dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

3) mempersiapkan mahasiswa agar mampu menganalisis dan mencari solusi terhadap berbagai persoalan
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara melalui sistem pemikiran yang berdasarkan nilai-
nilai Pancasila dan UUD Negara RI Tahun 1945.

4) membentuk sikap mental mahasiswa yang mampu mengapresiasi nilainilai ketuhanan, kemanusiaan,
kecintaan pada tanah air, dan kesatuan bangsa, serta penguatan masyarakat madani yang demokratis,
berkeadilan, dan bermartabat berlandaskan Pancasila, untuk mampu berinteraksi dengan dinamika
internal daneksternal masyarakat bangsa Indonesia.

3. Sumber Historis, Sosiologis, Politik Dan Yuridis Pendidikan Pancasila

a. Sumber Historis Pendidikan Pancasila

Dengan pendekatan historis, Anda diharapkan akan memperoleh inspirasi untuk berpartisipasi dalam
pembangunan bangsa sesuai dengan program studi masing-masing. Selain itu, Anda juga dapat berperan
serta secara aktif dan arif dalam berbagai kehidupan berbangsa dan bernegara, serta dapat berusaha
menghindari perilaku yang bernuansa mengulangi kembali kesalahan sejarah.

b. Sumber Sosiologis Pendidikan Pancasila

Bung Karno menegaskan bahwa nilai-nilai Pancasila digali dari bumi pertiwi Indonesia. Dengan kata lain,
nilai-nilai Pancasila berasal dari kehidupan sosiologis masyarakat Indonesia. Pernyataan ini tidak
diragukan lagi karena dikemukakan oleh Bung Karno sebagai penggali Pancasila, meskipun beliau
dengan rendah hati membantah apabila disebut sebagai pencipta Pancasila

c. Sumber Yuridis Pendidikan Pancasila.

Pancasila sebagai dasar negara merupakan landasan dan sumber dalam membentuk dan
menyelenggarakan negara hukum tersebut. Hal tersebut berarti pendekatan yuridis (hukum) merupakan
salah satu pendekatan utama dalam pengembangan atau pengayaan materi mata kuliah pendidikan
Pancasila. Penegakan hukum ini hanya akan efektif, apabila didukung oleh kesadaran hukum warga
negara terutama dari kalangan intelektualnya. Dengan demikian, pada gilirannya melalui pendekatan
yuridis tersebut mahasiswa dapat berperan serta dalam mewujudkan negara hukum formal dan sekaligus
negara hukum material sehingga dapat diwujudkan keteraturan sosial (social order) dan sekaligus
terbangun suatu kondisi bagi terwujudnya peningkatan kesejahteraan rakyat sebagaimana yang dicita-
citakan oleh para pendiri bangsa.

d. Sumber Politik Pendidikan Pancasila

Melalui pendekatan politik ini, Indonesia diharapkan mampu menafsirkan fenomena politik dalam rangka
menemukan pedoman yang bersifat moral yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila untuk mewujudkan
kehidupan politik yang sehat. Indonesia akan mampu memberikan kontribusi konstruktif dalam
menciptakan struktur politik yang stabil dan dinamis. Secara spesifik, fokus kajian melalui pendekatan
politik tersebut, yaitu menemukan nilai-nilai ideal yang menjadi kaidah penuntun atau pedoman dalam
mengkaji konsep-konsep pokok dalam politik yang meliputi negara (state), kekuasaan (power),
pengambilan keputusan (decision making), kebijakan (policy), dan pembagian (distribution) sumber daya
negara, baik di pusat maupun di daerah.

Pertemuan 2 “PENGANTAR PENDIDIKAN PANCASILA”

1. Dinamika Dan Tantangan Pendidikan Pancasila

a. Dinamika Pendidikan Pancasila

Pendidikan Pancasila wajib dimuat dalam kurikulum perguruan tinggi, yaitu sebagai berikut:

1) Pasal 2, menyebutkan bahwa pendidikan tinggi berdasarkan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika

2) Pasal 35 Ayat (3) menentukan bahwa kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat mata kuliah: agama,
Pancasila, Kewarganegaraan, dan Bahasa Indonesia.

Dengan demikian, pembuat undang-undang menghendaki agar mata kuliah pendidikan Pancasila berdiri
sendiri sebagai mata kuliah wajib di perguruan tinggi.

b. Tantangan Pendidikan Pancasila

Tantangan berasal dari internal : faktor ketersediaan sumber daya, dan spesialisasi program studi yang
makin tajam (menyebabkan kekurang tertarikan sebagian mahasiswa terhadap pendidikan Pancasila).
Tantangan berasal dari eksternal : krisis keteladanan dari para elite politik dan maraknya gaya hidup
hedonistik di dalam masyarakat.

 Beberapa perubahan yang kita alami antara lain:

(1) terjadinya proses globalisasi dalam segala aspeknya;

(2) perkembangan gagasan hak asasi manusia (HAM) yang tidak diimbangi dengan kewajiban asasi
manusia (KAM);

(3) lonjakan pemanfaatan teknologi informasi oleh masyarakat, di mana informasi menjadi kekuatan yang
amat berpengaruh dalam berbagai aspek kehidupan, tapi juga yang rentan terhadap “manipulasi”
informasi dengan segala dampaknya.

2. Esensi Dan Urgensi Pendidikan Pancasila Untuk Masa Depan

Pendidikan Pancasila dikatakan berhasil apabila para peserta didiknya cerdas dan besikap penuh tanggung
jawab dengan perilaku yang selalu bertakwa kepada Indonesia yang Maha Esa, selalu merasa memiliki
kemanusiaan yang adil dan beradab, selalu mendukung persatuan masyarakat dan bangsa, selalu
mendukung kerakyatan dan mengutamakan kepentingan orang banyak di atas kepentingan perorangan
atau golongan, selalu mendukung upaya untuk mewujudkan rasa keadilan social bagi seluruh warga
Negara Republik Indonesia. Melalui pendidikan pancasila warga Negara Indonesia diharapkan mampu
memahami, menganalisis dan menjawab masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat bangsanya
secara berkesinambungan dan konsisten berdasarkan cita-cita dan tujuan bangsa Indonesia.

3. Rangkuman Tentang Pengertian Dan Pentingnya Pendidikan Pancasila

a. Pengertian Mata Kuliah Pendidikan Pancasila

Mata kuliah Pancasila merupakan proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan student
centered learning, untuk mengembangkan knowledge, attitude, dan skill mahasiswa sebagai calon
pemimpin bangsa dalam membangun jiwa profesionalitasnya sesuai dengan program studinya masing-
masing dengan menjadikan nilai nilai Pancasila sebagai kaidah penuntun (guiding principle) sehingga
menjadi warga negara yang baik (good citizenship).

b. Pentingnya Mata Kuliah Pendidikan Pancasila

Pentingnya pendidikan Pancasila di perguruan tinggi adalah untuk menjawab tantangan dunia dengan
mempersiapkan warga negara yang mempunyai pengetahuan, pemahaman, penghargaan, penghayatan,
komitmen,dan pola pengamalan Pancasila. Hal tersebut ditujukan untuk melahirkan lulusan yang menjadi
kekuatan inti pembangunan dan pemegang estafet kepemimpinan bangsa dalam setiap tingkatan lembaga-
lembaga negara, badan-badan negara, lembaga daerah, lembaga infrastruktur politik, lembaga- lembaga
bisnis, dan profesi lainnya yang menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila.

Pertemuan 3 “PANCASILA DALAM ARUS SEJARAH BANGSA INDONESIA”

1. Periode Pengusulan Pancasila


Pancasila mengambil dari akar nilai budaya bangsa, dengan kepribadian yang suka kerjasama, saling
membantu (gotong royong), akur toleransi antara sesama, damai, tentram hidup berdampingan, dari situ
lahirlah slogan Bhinneka Tunggal Ika. Dengan ke khas kekayaan karakter yang dimiliki bangsa Indonesia
kala itu menjadikan akar geopolitik dan geostrategi negara Indonesia. Dari dasar-dasar yang dimiliki oleh
bangsa itu kemudian meluas dan terstruktur sebagai gerakan nasional, dan dicetuskan pada tahun 1928
sebagai titik kulminasi gerakan yang disebut dengan Sumpah Pemuda.

Para anggota-anggota BPUPKI dipilih dengan adil dan bijaksana, penuh dengan pertimbangan dan punya
rekam jejak yang jelas, berintegritas, punya wawasan dan berpengaruh. Anggota BPUPKI kemudian
dilantik oleh Panglima Tentara Jepang (Letjen Kumakici Harada) pada 28 Mei 1945. Dalam pelaksanaan
sidang BPUPKI mempunyai tahapan-tahapan. Tahapan sidang pertama diselenggarakan mulai dari
tanggal 29 Mei hingga 1 Juni 1945, dengan materi pokok pembahasan konsep ideologi negara.

Gagasan dasar negara yang disampaikan Muhammad Yamin yaitu:

1) Peri Kebangsaan.

2) Peri Kemanusiaan

3) Peri Ketuhanan

4) Peri Kerakyatan

5) Kesejahteraan rakyat

Gagasan dasar negara yang disampaikan Soekarno yaitu :

1) Nasionalisme (Kebangsaan Indonesia)

2) Internasionalisme (Peri Kemanusiaan).

3) Mufakat (Demokrasi).

4) Kesejahteraan Sosial.

5) Ketuhanan Yang Berkebudayaan

2. Periode Perumusan Pancasila

Sidang kedua ini (BPUPKI) berlangsung pada tanggal 10 hingga dengan 16 Juli 1945 dengan menambah
6 anggota baru oleh ketuanya, dan dalam periode pengusulan yang disampaikan pada akhir persidangan
pertama BPUPKI yang merumuskan dasar negara Indonesia belum ada kata sepakat, masih menuai
kontradiksi. Oleh Karena itu, BPUPKI dan Panitia Kecil yang diketuai oleh Soekarno membentuk panitia
perumus dasar ideologi negara pada tanggal 22 Juni 1945, dimana anggotanya terdiri dari sembilan orang
yang disebut dengan panitia sembilan yang berdomisili di Jakarta.

3. Periode Pengesahan Pancasila


Kondisi bentuk “perumusan Pancasila dalam Pembukaan UUD 1945 berbeda dengan sebelumnya dengan
menyederhanakan sila pertama dari Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat islam bagi
pemeluk-pemeluknya. Menjadi Ketuhanan yang Maha Esa.”Hal ini disebabkan karena usulan salah satu
masyarakat Indonesia dari bagian timur yang menginginkan adanya agama lain ikut serta dalam bagian
sila pertama, oleh karena berdasarkan perundingan sila pertama pun disederhanakan menjadi “Ketuhanan
yang maha Esa”. Namun yang harus menjadi catatan bersama adalah perubahan ini tidak sedikit pun
mempengaruhi pada esensi nilai sila pertama, dengan mewajibkan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang
religius, taat pada ajaran agama sesuai dengan tuntunan agamanya masing-masing.

Pada 5 Juli 1959, akhirnya Presiden Soekarno mengambil keputusan dengan mengeluarkan dekrit. Setelah
Dekrit tersebut Presiden Soekarno 5 Juli 1959, seharusnya pelaksanaan sistem pemerintahan negara
didasarkan pada Undang- undang Dasar 1945. Karena pemberlakuan kembali UUD 1945 menuntut
konsekuensi sebagai berikut:

a) penulisan Pancasila sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945;

b) penyelenggaraan negara seharusnya dilaksanakan sebagaimana amanat Batang Tubuh UUD ‘45. Dan;

c) segera dibentuk MPRS dan DPAS. Pada kenyataannya, setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 terjadi
beberapa hal yang berkaitan dengan penulisan sila-sila Pancasila yang tidak seragam.

Pertemuan 4 “PANCASILA DALAM ARUS SEJARAH BANGSA INDONESIA”

1. Pancasila dalam Kajian Sejarah Bangsa Indonesia

Pancasila merupakan sebuah karunia dari Allah SWT yang diberikan pada bangsa Indonesia melalui olah
tangan dingin tokoh bangsa kita, Indonesia. Saat Pancasila disahkan sebagai dasar negara kita, tepatnya
tanggal 18 Agustus 1945, maka pada saat itu sejarah harus mencatat tentang keberadaannya di Indonesia,
baik dalam segi peran, fungsi dan kedudukannya sebagai dasar negara Indonesia.

2. Pancasila sebagai Identitas Bangsa Indonesia

Identitas bangsa merupakan penanda atau jati diri bangsa yang dapat membedakan ciri khasnya dengan
bangsa lain, karena ciri khas bangsa terletak pada konsep bangsa itu sendiri. Secara etimologi, istilah
identitas Bangsa berasal dari kata “identitas” dan “bangsa”. Identitas dari asal kata “Identity” yang artinya
tanda, kepemilikan, cirikhas atau jati diri yang dilebelkan dan melekat pada suatu individu, kelompok
atau sesuatu yang membedakannya dengan yang lain. Sedangkan bangsa, serupa dengan nasional.

3. Pancasila sebagai Kepribadian Bangsa Indonesia

Kepribadian secara psikologi merupakan suatu organisasi yang bergerak secara dinamis dari sistem
psikifisik individualisme yang mempengaruhi sifat, karakter dan pola pikir manusianya secara ideal.
Psikifisik individu adalah jiwa dan dan raga manusia yang menjadi satu kesatuan yang membentuk sistem
terpadu yang bersifat melekat serta tidak dapat dipisahkan satu dan lainnya. Sekarang istilah yang khas
yang digunakan oleh individu merupakan batasan setiap kepribadian manusia, dalam arti bahwa setiap
kepribadian individu manusia mempunya khas yang berbeda-beda. Kepribadian bangsa Indonesia berbeda
dengan bangsa lainnya. Pancasila adalah cerminan kepribadian leluhur bangsa Indonesia yang
menunjukkan bahwa Pancasila adalah bentuk kejiwaan bangsa.
4. Pancasila sebagai Pandangan Hidup bangsa Indonesia

Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa, mempunyai arti bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila diamalkan secara utuh, nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan,
dan keadilan yang diyakini kebenarannya oleh bangsa Indonesia. Pandangan hidup suatu bangsa dapat
disimulasikan sebagai genggaman atau kristalisasi dan institusionalisasi dari nila yang agungkan serta
diimani kebenaranya dari bangsa tersebut, serta membentuk tekad terhadap bangsa itu untuk
mewujudkanya. Genggaman menunjukkan kekuatan, pengikat dan terikat dengan kuat yang sebelumnya
sudah melalui proses dari bangsa untuk dipertahankan sebagai pandangan hidup.

5. Pancasila Sebagai Jiwa Bangsa

Pancasila sebagai jiwa bangsa Indonesia dapat diartikan sebagai nafas yang memberikan nyawa
kehidupan, sebagai pandangan hidup yang memberikan jalan untuk masa depan sejahtera, sebagai sumber
dan Ideologi Bangsa yang luhur dan bijaksana. Bahkan Pancasila menjadi ciri khusus bangsa Indonesia
yang membedakan dari bangsa lainnya. Adanya Pancasila ini diperoleh seiring dengan perjalanan panjang
dari sejarah. Pancasila sebagai jiwa masyarakat Indonesia merupakan tata nilai luhur kehidupan
masyarakat Indonesia yang diyakini kebenarannya, dan membentuk tekad dan kekuatan sebagai sumber
motivasi secara intrinsik. Tujuannya membimbing, mempertahankan keberadaan bangsa, sekaligus dalam
menggapai kehidupan lahiriyah dan batiniyah yang semakin baik (luhur). Pancasila sebagai jiwa yang
dapat menghidupkan bangsa Indonesia. Yaitu, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dapat
memberikan semangat, pendorong atau motivasi kepada bangsa Indonesia dalam perjuangan melawan
segala rintangan dan hambatan termasuk penjajah.

6. Pancasila sebagai Perjanjian Luhur

Pasca kemerdekaan dan ditetapkan Pancasila sebagai Dasar Negara, 18 Agustus 1945, setelah itu baru
akan dirumuskan agenda-agenda untuk kedepannya mengenai pembentukan negara. Pada saat itu, Bangsa
Indonesia belum memiliki Undang-Undang Dasar Negara (UUD) secara tertulis, sedangkan untuk
mempersiapkan itu anggota PPKI, yang merupakan wakil seluruh rakyat Indonesia melakukan penegasan
dengan perjanjian luhur untuk membela Pancasila selama-lamanya. Tindakan tersebut ternyata
diperkokoh oleh pernyataan Maarif (2017) bahwa memang Pancasila adalah sebuah persepakatan dari
janji politik founthing father dalam melakukan pilihan yang terbaik untuk bangsa mengenai dasar negara
yang pas untuk bangsa Indonesia.

Sumber Historis, Sosiologis, Politis Pancasila dalam Kajian Sejarah Bangsa Indonesia

1) Sumber Histori.

Sumber materiil dari Pancasila merupakan nilai luhur yang agung dan sudah ada serta mengakar dalam
kebiasaan-kebiasaan kehidupan, kebudayaan, serta kepercayaan yang berkembang dalam kehidupan
masyarakat sejak zaman kerajaan dahulu. Dengan kekayaan tersebut terbentuk konsep wawasan
nasionalisme nusantara. Nasionalisme yang pertama Muhammad Yamin menggagas dari semangat masa
Sriwijaya, sedangkan yang kedua dari konsep nasionalisme Majapahit, kerjaan yang dikenal sebagai
kerajaan cikal-bakal Nusantara.

2) Sumber Sosiologis
Dilihat dari sumber sosiologi, bahwa bangsa Indonesia mengadopsi nilai nasionalisme di masa kerajaan
besar nusantara merupakan kebiasaan baik yang masih tetap terpelihara sampai saat ini. Contoh, sila
pertama (Ketuhanan) adalah merupakan hasil dari interpretasi dari kepercayaan masyarakat pada
kekuatan supranatural, itu di praktikkan dengan melakukan ritual-ritual, seperti sembahyang atau do’a
sebagai bentuk komunikasi kepada Tuhan.

3) Sumber Politik

Namun, tidak sampai disitu konsep Pancasila juga besar perannya dari pengaruh pengetahuan tokoh
bangsa dalam melihat perkembangan ideologi negara besar dunia. Setidaknya, dengan ideologi mereka
tokoh bangsa kita dapat lebih baik dengan melihat celah-celahnya.

Pertemuan 5 “PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA”

a. Konsep Negara

Negara sama dengan “ Staat” dalam Bahasa Jerman, dalam dalam bahasa latin “state” atau “statum” yang
mempunyai 2 arti: (1) negara yaitu masyarakat, penduduk atau wilayah yang merupakan satu kesatuan
dan mempunyai kepentingan politis. (2) Negara merupakan lembaga legal yang menjadi pusat penjamin
satu kesatuan politis itu, dan berwenang menertipkan secara konstitusi, serta menguasai wilayah tersebut.
Negara dapat juga didefinisikan sebagai legal formal yang memiliki sifat tegak dan tetap bila diserap dari
bahasa Inggris “standing” atau “station” yang berarti kedudukan atau yang berhubungan dengan
kedudukan persekutuan hidup manusia sebagaimana istilah “status civitas” atau “status republicae”.

Sebuah Negara juga mempunyai unsur-unsur yang harus dilengkapi legitimasi :

a) Rakyat.“Rakyat adalah semua orang (lapisan masyarakat) yang mendiami wilayah suatu negara.

b) Wilayah. Wilayah adalah lokasi dimana masyarakat menempatinya dalam satu negara dan menjadi
tempat penyelenggara sistem kepemerintahan yang sah sesuai dengan ketentuan hukum.

c) Pemerintahan yang Sah atau yang berdaulat. Sedangkan pemerintahan yang sah dan berdaulat
merupakan pemerintah yang dibentuk oleh rakyat dan mempunyai kekuasaan tertinggi.

b. Konsep Tujuan Negara

Negara sebagai organisasi yang ditempati oleh banyak orang, dengan berbagai macam kepentingan serta
cita-cita negara. Pada hakikatnya, di setiap negara mempunyai tujuan untuk menyelenggarakan
kesejahteraan dan kebahagiaan rakyatnya. Tapi disisi lain tujuan negara juga menjadi pedoman dalam
menyusun, mengevaluasi dan mengendalikan regulasi sistem negara serta mengatur kehidupan rakyat.
c. Urgensi Dasar Negara

Setiap negara tentu mempunyai pandangan hidup dan dasar negara guna untuk memperjelas arah dan
tujuan suatu negara. Dasar Negara, secara etimologis”di identik dengan istilah grundnorm (norma dasar),
rechtsidee (cita hukum), staatsidee (cita negara), philosophische grondslag (dasar filsafat negara).
Perjalanan Pancasila sebagai dasar negara adalah hal penting dalam sejarah untuk dicatat, mulai dari
pembentukan sidang BPUPKI, kemudian berubah menjadi PPKI hingga akhirnya Pancasila disahkan
sebagai dasar negara. Tanggal 17 Agustus 1945 sebagai puncak gegap gempita bangsa Indonesia, sebab
pada tanggal itu Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya dan menjadi negara yang berdaulat.
Setelah itu,#pada tanggal 18 Agustus 1945 disahkan Undang-Undang Dasar 1945, termasuk Pembukaan
UUD 1945 yang terdiri Pembukaan, Batang Tubuh, dan di dalamnya termuat isi rumusan sebagai satu
dasar negara yang disebut “Pancasila”.

Alasan Diperlukannya Kajian Pancasila Sebagai Dasar Negara

Pancasila melalui sidang BPUPKI dan “pada tanggal 18 Agustus 1945”ditetapkan lah Pancasila “sebagai
dasar negara.” Namun, dari masa kemasa posisi Pancasila seakan-akan tidak menemukan tidak tenang
sebagai dasar negara, seakan Pancasila hilang ditelan oleh kepentingan. Padahal Pancasila adalah
landasan bukan jargon yang hanya digunakan untuk mengharumkan nama dan golongan. Adanya
Pancasila karena hidup diamalkan sebagai nilai kehidupan manusia di Indonesia. Oleh sebab itu
kausalitas bangsa dalam penanaman Pancasila harus dibangun secara masif dan terus menerus, hingga
bangsa Indonesia dapat mengenal dalam kehidupan bahwa Pancasila itu memang benar-benar ada, dan
adanya Pancasila adalah hal yang penting sebagai landasan hidup berbangsa dan bernegara.

Pertemuan 6 “PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA”

Sumber Yuridis, “Historis, Sosiologis dan Politis Pancasila Sebagai Dasar Negara Indonesiaa

1) Sumber “Yuridis Pancasila sebagai Dasar Negara

Dikutip dari buku yang dikeluarkan oleh MPR RI yang berjudul “(Pancasila Sebagai Dasar Dan Ideologi
Negara UUD NKRI Tahun 1945 Sebagai Konstitusi Negara Serta Ketetapan MPR NKRI Sebagai Bentuk
Negara Bhinneka Tunggal Ika sebagai Semboyan Negara)”mengatakan bahwa Pancasila secara
yuridis“merupakan dasar negara Republik Indonesia, hal ini dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia tahun 1945, yang kelahirannya”sudah melalui proses panjang dalam Sidang
BPUPKI.“Melalui Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 sebagai payung hukum,
Pancasila” sebagai dasar negara harus diaktualisasikan dalam praktik berdemokrasi (Pimpinan & Badan
Sosialisasi MPR RI, 2013).

Nilai-nilai “Pancasila tercantum dalam pembukaan UUD 1945, walaupun” perjalanan ketatanegaraan
dengan beberapa kali amandemen, adanya perubahan-perubahan, dari “Undang-undang Dasar 1945,
konstitusi RIS 1949, UUD sementara 1950,” sampai kembali pada UUD 1945. Kebenaran “nilai-nilai
Pancasila” diyakini tinggi. Oleh sebab itu, adanya nilai-nilai Pancasila tetap dipertahankan dan
dikembangkan dalam kehidupan bermasyarakat (Heri Herdiawanto, Fokky Fuad Wasitaatmadja, &
Hamdayama, 2018), berbangsa dan bernegara. Walaupun dalam setiap periode penafsiran Pancasila
berbeda-beda:
a) Masa “orde lama (5 Juli 1959- 11 Maret 1966). Pancasila ditafsiri dengan nasakom
(nasionalis, agama dan komunis) yang disebut dengan Trisila, yang kemudian diperas
menjadi ekasila dengan sebutan gotong royong.
b) Masa orde baru (11 Maret – 21 Mei 1988). Pancasila harus dihayati dan diamalkan dengan
pedoman pada butir-butir yang ditetapkan oleh MPR melalui Tap MPR No. II/MPR/ 1978
tentang” P4.

2) Sumber Historis Pancasila sebagai Dasar Negara

Dalam kajian historis, istilah Pancasila pada awalnya digunakan“oleh masyarakat India yang memeluk
agama Budha, dengan mengartikan Pancasila sebagai lima aturan (five moral principles) yang harus
ditaati dan dilaksanakan oleh para penganut biasa/ awam agama Budha.”

Pancasila “sebagai dasar negara Republik Indonesia ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945.” Walau
pada dasarnya jika dilihat dari sejarah “perumusan dasar negara” mulai dibicarakan pada masa
persidangan pertama BPUPKI (29 Mei-1 Juni 1945). Namun kenyataan, nilai-nilai yang ada dalam
Pancasila tersebut telah dipraktekkan oleh nenek moyang bangsa Indonesia, sebelum dan setelah
Pancasila itu dirumuskan sebagai dasar negara. Artinya dasar dari filosofi negara (Pancasila) tidak lain
merupakan kausa Material dari bangsa Indonesia sendiri dan kita meneruskan sampai sekarang (Latif,
2015).

Perumusan dasar negara Indonesia dilakukan dari tanggal 29 Mei sampai 1 Juni 1945, sebagai sidang
BPUPKI pertama, sedangkan yang kedua dilanjutkan “pada tanggal 10 sampai dengan 16 Juli 1945”
dengan menambah 6 anggota baru oleh ketuanya, Sidang BPUPKI diketuai oleh Dr. Radjiman
Wedyodiningrat. memohon dari setiap anggota untuk mengemukakan pendapatnya tentang konsep dasar
negara Indonesia. Diantaranya adalah konsep yang dikeluarkan oleh Soekarno, Mohammad Hatta,
Muhammad Yamin, Soepomo dan lainnya. Hingga pada 1 Juni konsep dasar negara menemukan titik
terangnya dengan nama Pancasila, walau tahap penyempurnaan tersebut hingga tanggal 18 Agustus 19451
(Surip et al., 2015).

Rumusan “Pancasila yang dijadikan dasar negara Indonesia seperti tercantum dalam pembukaan UUD
1945 adalah:

1. Ketuhanan Yang Maha Esa;

2. Kemanusiaan yang adil dan beradab;

3. Persatuan Indonesia;

4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan;

5. Keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia

3) Sumber Sosiologis Pancasila sebagai Dasar Negara

1. Sila ketuhanan yang Maha Esa.

Mengandung “arti pengakuan adanya kausa prima (sebab pertama) yaitu Tuhan yang Maha Esa,
menjamin penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan beribadah menurut agamanya, tidak
memaksa warga negara untuk beragama, menjamin berkembang dan tumbuh suburnya kehidupan
beragama, bertoleransi dalam beragama, dalam hal ini toleransi ditekankan dalam beribadah menurut
agamanya masing-masing.”Serta meningkatkan nilai spiritualitas, menjadi warga negara yang
bermartabat, baik dan jujur sesuai apa yang dengan ajaran agamanya masing-masing.

2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

“Manusia memiliki hakikat pribadi yang monopluralis terdiri atas susunan kodrat jiwa raga, serta
berkedudukan sebagai makhluk pribadi yang berdiri sendiri dan makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Nilai
luhur kemanusiaan akan menumbuhkan sikap harmonis, menghormati hak asasi manusia, anti penjajahan,
mengutamakan kebenaran dan keadilan, mencintai sesama manusia”sebagai warga negara, “tenggang
rasa, dan sebagainya.”

3. Persatuan Indonesia

“Berupa pengakuan terhadap hakikat satu tanah air, satu bangsa, dan satu negara Indonesia, tidak dapat
dibagi sehingga seluruhnya merupakan suatu keseluruhan dan keutuhan. Nilai luhur persatuan terkandung
di dalamnya cinta tanah air, tidak membeda- bedakan sesama warga negara Indonesia, cinta perdamaian
dan persatuan, tidak mengagung-agungkan bangsa sendiri, suku, dan daerah tertentu.”

4. Kerakyatan“yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan, Perwakilan”

“Sebuah kalimat yang secara bahasa membahasakan bahwa Pancasila pada sila keempat adalah
penjelasan negara demokrasi. Dengan analisis ini diharapkan memperoleh makna yang akurat dan
mempunyai nilai filosofis yang diimplementasikan secara langsung dalam kehidupan bermasyarakat.
Tidak hanya itu, sila ini menjadi banyak acuan dari setiap langkah pemerintah dalam menjalankan setiap
tindakannya. Yaitu menjunjung dan mengakui adanya rakyat yang meliputi keseluruhan jumlah semua
orang warga dalam lingkungan daerah atau negara tertentu yang segala sesuatunya berasal dari rakyat
dilaksanakan oleh rakyat dan diperuntukkan untuk rakyat.”

5. Keadilan “Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.”

Sila kelima “ini adalah mengakui hakikat adil berupa pemenuhan segala sesuatu yang berhubungan
dengan hak dalam hubungan hidup kemanusiaan. Nilai luhur yang terkandung di dalamnya adalah
mencintai keadilan sosial, cinta kekeluargaan, suka bekerja keras, menghormati kedaulatan bangsa lain,
dan menganggap bangsa lain sederajat.”

4) Sumber Politis Pancasila sebagai Dasar Negara

Dalam memahami kesepakatan Politik bukan berarti adanya Pancasila untuk menguntungkan satu
kelompok atau golongan saja, namun kesepakatan tersebut dibuat agar hak-hak warga negara tidak
disembelih oleh hak orang lain, dan bahkan aparatur pemerintah sekalipun. Maka dari itu, dalam setiap
kajian dibahas bahwa Pancasila bukan hanya sebagai Ideologi bangsa, tapi juga sebagai landasan hidup
dalam berbangsa bernegara. Disisi lain Pancasila sebagai landasan Politik sebagaimana yang
tertuang”dalam Pasal 1 ayat (2) dan di dalam Pasal 36A jo. Pasal 1 ayat (2) UUD 1945, terkandung
makna bahwa Pancasila menjelma menjadi asas dalam sistem demokrasi. Konsekuensinya, Pancasila
menjadi landasan etik dalam kehidupan politik bangsa Indonesia. Pancasila juga menjadi kaidah penuntun
dalam setiap aktivitas sosial politik. Dengan demikian, sektor masyarakat akan berfungsi memberikan
masukan yang baik kepada sektor pemerintah dalam sistem politik” dan hasilnya pun akan menciptakan
regulasi perpolitikan yang ideal, menguntungkan bagi negara dan juga bangsa Indonesia(Heri
Herdiawanto et al., 2018).

Dinamika dan Tantangan Pancasila sebagai Dasar Negara

Dalam kacamata sejarah, Pancasila seakan menjadi bulan-bulan penguasa. Pada masa Soekarno peristiwa-
peristiwa aneh berdatangan, mulai dari kebijakan yang menyatakan Soekarno adalah Presiden seumur
hidup, hingga gonjang ganjing peristiwa G30SPKI yang merupakan peristiwa pelanggar HAM berat.
Disusul masa presiden Soeharto, yang menjadikan Pancasila sebagai dasar kajian dengan program
P4“(MPR No.II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila).
Namun,”keberadaannya hilang dari eksistensi sebagai pandangan hidup berbangsa dan bernegara.

Pada masa”reformasi (presiden Habibie) condong lebih terbuka, bebas (free), sebab sebelumnya memang
sangat terbatas dengan kebijakan-kebijakan masa orde baru. Kebebasan dalam masa reformasi ini
memang sangat dirasakan oleh masyarakat, dan keterbukaan di masa ini ditandai dengan kebebasan
berpendapat, pers terbuka. Berbeda pada masa sebelum reformasi. Namun, siapa sangka dibalik
kebebasan tersebut ada keprihatinan yaitu kelamnya Pancasila dalam era reformasi yang ditandai dengan
kecepatan pengaruh luar pada bangsa Indonesia, sehingga Pancasila jarang didengungkan dalam kancah
forum diskusi, yang menjadikan hal tersebut menjadi pengaburan keberadaan Pancasila sebagai Ideologi
Bangsa (Kemenristekdikti, 2016).

Esensi dan Urgensi Pancasila Sebagai Dasar Negara.

Ada 4 kaidah yang harus diperhatikan dalam pembuatan kebijakan negara dan lainnya (Kemenristekdikti,
2016) yaitu:

1) Kebijakan”umum dan politik hukum harus tetap menjaga integrasi atau keutuhan bangsa, baik secara
ideologi maupun secara teritorial.

2) Kebijakan umum dan politik hukum haruslah didasarkan pada upaya membangun demokrasi
(kedaulatan rakyat) dan nomokrasi (negara hukum) sekaligus.

3) Kebijakan umum dan politik hukum harus berdasarkan pada upaya membangun keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Indonesia bukanlah penganut liberalisme, melainkan secara ideologis menganut
prismatika antara individualisme dan kolektivisme dengan titik berat pada kesejahteraan umum dan
keadilan sosial.

4) Kebijakan umum dan politik hukum haruslah didasarkan pada prinsip toleransi beragama yang
berkeadaban. Indonesia bukan negara agama sehingga tidak boleh melahirkan kebijakan atau politik
hukum yang berdasar atau didominasi oleh satu agama tertentu atas nama apapun, tetapi Indonesia juga
bukan negara sekuler yang hampa agama sehingga setiap kebijakan atau politik hukumnya haruslah
dijiwai oleh ajaran berbagai agama yang bertujuan mulia bagi kemanusiaan.

Peran “Pancasila sebagai” tata tertib hukum adalah inheren, “terkait erat dan menjadi satu kesatuan
dengan peran Pancasila”sebagai“falsafah negara.”Sedangkan “kedudukan Pancasila sebagai dasar negara
dapat dirinci sebagai berikut (Kaelan"& Zubaidi, 2012):
1) Pancasila “sebagai dasar negara adalah sumber dari segala sumber tertib hukum Indonesia. Dengan
demikian, Pancasila merupakan asas kerohanian hukum Indonesia yang dalam Pembukaan Undang-
Undang Negara Republik Indonesia dijelmakan lebih lanjut ke dalam empat pokok pikiran.

2) Meliputi suasana kebatinan (Geistlichenhintergrund) dari UUD 1945.

3) Mewujudkan cita-cita hukum bagi dasar negara (baik hukum dasar tertulis maupun tidak tertulis).

4) Mengandung norma yang mengharuskan UUD mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-
lain penyelenggara negara (termasuk penyelenggara partai dan golongan fungsional) memegang teguh
cita-cita moral rakyat yang luhur.

5) Merupakan sumber semangat abadi UUD 1945 bagi penyelenggaraan negara, para pelaksana
pemerintahan.

Pertemuan 7 “PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA”

1. Konsep dan Urgensi Pancasila sebagai Ideologi Negara

Secara etimologis Istilah ideologi berasal dari kata “idea”, yang dapat diartikan sebagai “gagasan, konsep,
pengertian dasar, dan citacita”, serta “logos” yang berarti “ilmu”. Sedangkan kata “idea” itu sendiri
berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata “ eidos”, yang berarti bentuk. Disamping itu ada pula kata
“Idein” yang berarti melihat. Maka secara harfiah idiologi dapat diartikan dengan ilmu
pengertianpengertian dasar, yang dalam keseharian “idea” disamakan artinya dengan cita-cita. Yaitu cita-
cita yang bersifat tetap yang harus dicapai. Sehingga cita-cita tersebut sekaligus menjadi dasar, menjadi
pandangan atau faham. (Kaelan & Achmad Zubaidi, 2001)

Selain itu, menurut Soerjanto Poespowardojo (1990), ideologi mempunyai beberapa fungsi, yaitu
memberikan:

1. Struktur kognitif, yaitu keseluruhan pengetahuan yang didapat merupakan landasan untuk memahami
dan menafsirkan dunia dan kejadian-kejadian dalam alam sekitranya.

2. Orientasi dasar dengan membuka wawasan yang memberikan makna serta menunjukkan tujuan dalam
kehidupan manusia.

3. Norma-norma yang menjadi pedoman dan pegangan bagi seseorang untuk melangkah dan betindak.

4. Bekal dan jalan bagi seseorang untuk menemukan identitasnya.


5. Kekuatan yang mampu menyemangati dan mendorong seseorang untuk menjalankan kegiatan dan
mencapai tujuannya.

6. Pendidikan bagi seseorang atau masyarakat untuk memahami, menghayati serta memolakan tingkah
lakunya sesuai dengan orientasi dan norma-norma yang terkandung di dalamnya.

Dalam merumuskan konsep ideologi negara, bangsa Indonesia menjadikan Pancasila sebagai sistem
kehidupan berbangsa dimana sistem ini meliputi beberapa aspek yaitu: (1) Aspek politik, (2) Ekonomi,
(3) Sosial-budaya dan (4) Pertahanan-keamanan. berbicara tentang arti dari Pancasila maka merujuk pada
pedoman pengamalan, artinya jika Pancasila disebut sebagai ideologi maka terbatas hanya pada dasar ide
atau gagasan saja. sedangkan ekspektasi para pendiri bangsa adalah agar berorientasi pada tindakan.
seperti adab, moral, akhlak, dan etika yang baik dalam kehidupan sehari-hari.

Pancasila sebagai ideologi negara memiliki arti menjadikan Pancasila sebagai pedoman bagi masyarakat
Indonesia dalam menjalankan kehidupannya. Nilai-nilai yang terkandung dalam kelima asas Pancasila
menjadi landasan masyarakat dalam bersosialisasi, beragama, toleransi, dan bekerja sama. Secara
etimologi, ideologi berarti ilmu yang meliputi kajian tentang asal usul dan hakikat ide atau gagasan.
Ideologi berasal dari bahasa Yunani yang diambil dari 2 kata, idea dan logos. Idea berarti ide, gagasan,
buah pikir, atau konsep. Sedangkan logos berarti hasil pemikiran. Jadi berdasarkan bahasa, ideologi
adalah lmu yang mencakup ilmu kajian asal mula, juga hakikat buah pikir atau gagasan.

Istilah ideologi mengarah pada sebuah ide yang terlaksana atau perbuatan yang selalu dilakukan sebuah
bangsa sebelum ditetapkan sebagai dasar bernegara, ide-ide tersebut yang awalnya hanya menjadi budaya
maupun kebiasaan harus digunakan sebagai prinsip-prinsip bernegara karena sebuah ideologi akan
senantiasa melekat jika diangkat dari jiwa rakyatnya sendiri (volk geist). Prinsip-prinsip bernegara yang
diangkat dari jiwa rakyat tentunya akan mudah diterima tanpa ada pertentangan dengan kebiasaan
masyarakat sebelumnya seperti nilai budaya dan agama. Melaksanakan ide menjadi kenyataan perilaku
serta praktik kehidupan di masyarakat inilah yang disebut dengan ideologi. Dengan demikian, nilai-nilai
Pancasila harus dipraktikan oleh mahasiswa sebagai wujud mempertahankan idelogi sebagai identitas
bangsa Indonesia.

2. Kedudukan Pancasila Dalam Kehidupan Bernegara

Ideologi Pancasila sesungguhnya sudah mempunyai kedudukan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara diantaranya yaitu:

a. Pancasila berkedudukan sebagai jiwa rakyat (Volksgeist or Nationalgeist refers to a "spirit" of


an individual people. "national spirit" or "national character");
Kedudukan ini sangat penting karena ideologi merupakan seperangkat sistem yang diyakini
setiap warga negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara

b. Pancasila berkedudukan sebagai identitas nasional (national identity);


Pancasila memiliki sebutan atau fungsi dan kedudukan dalam sistem ketatanegaraan
Indonesia. Pancasila berfungsi sebagai dasar negara, ideologi nasional, falsafah negara,
pandangan hidup bangsa, way of life, dan banyak lagi fungsi Pancasila. Rakyat Indonesia
menganggap bahwa Pancasila sangat penting karena keberadaannya dapat menjadi perekat
bangsa, pemersatu bangsa, dan tentunya menjadi identitas nasional.

c. Pancasila berkedudukan sebagai pedoman hidup bangsa Indonesia;


Berbeda dengan bangsa-bangsa lain, bangsa Indonesia mendasarkan pandangan hidupnya
dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara pada suatu asas kultural yang dimiliki dan
melekat pada bangsa itu sendiri. Nilai-nilai kenegaraan dan kemasyarakatan yang terkandung
dalam sila-sila Pancasila bukan hanya hasil konseptual seseorang saja, melainkan juga hasil
karya besar bangsa Indonesia sendiri, yang diangkat dari nilai-nilai kultural yang dimiliki
oleh bangsa Indonesia sendiri melalui proses refleksi filosofis para pendiri negara (Kaelan,
2000: 13).

d. Pancasila berkedudukan sebagai konstitusi Negara;


Hubungan antara dasar negara dengan konstitusi nampak pada gagasan dasar, cita-cita dan
tujuan negara yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945. Dari dasar negara inilah
kehidupan negara dituangkan dalam bentuk peraturan perundangundangan. Inti pembukaan
UUD 1945 pada hakikatnya terdapat dalam alenia IV sebab terdapat segala aspek
penyelenggaraan pemerintahan negara berdasarkan Pancasila.
Oleh sebab itu, dalam Pembukaan UUD 1945, secara formal yuridis, Pancasila ditetapkan
sebagai dasar negara Republik Indonesia. Maka, hubungan antara Pembukaan UUD 1945
dengan Pancasila bersifat timbal balik. materi dalam konstitusi atau undang-undang dasar
menunjukkan arti penting konstitusi bagi suatu negara. Konstitusi menjadi barometer
kehidupan bernegara dan berbangsa yang sarat dengan bukti sejarah perjuangan para
pendahulu. Sekaligus ide-ide dasar yang digariskan oleh the founding fathers.

e. Pancasila berkedudukan sebagai sumber hukum;


Negara Republik Indonesia adalah negara hukum (rechtsstaat) dan salah satu cirinya atau
istilah yang bernuansa bersinonim, yaitu pemerintahan berdasarkan hukum (rule of law).
Pancasila sebagai dasar negara merupakan landasan dan sumber dalam membentuk dan
menyelenggarakan Negara hukum tersebut. Hal tersebut berarti pendekatan yuridis (hukum)
merupakan salah satu pendekatan utama dalam pengembangan atau pengayaan materi mata
kuliah pendidikan Pancasila. Urgensi pendekatan yuridis ini adalah dalam rangka
menegakkan Undang-Undang (law enforcement) yang merupakan salah satu kewajiban
negara yang penting. Penegakan hukum ini hanya akan efektif, apabila didukung oleh
kesadaran hukum warga negara terutama dari kalangan intelektualnya.

f. Pancasila berkedudukan sebagai kesepakatan luhur;


Pancasila sebagai dasar negara merupakan hasil kesepakatan bersama para Pendiri Bangsa
yang kemudian dikenal sebagai sebuah Perjanjian Luhur bangsa Indonesia. Pengertian
Pancasila sebagai dasar negara terdapat dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 dan
tertuang dalam Memorandum DPR-GR 9 Juni 1966, bahwa Pancasila sebagai pandangan
hidup bangsa yang telah dirumuskan oleh PPKI atas nama rakyat Indonesia menjadi dasar
negara Republik Indonesia. Memorandum DPR-GR tersebut disahkan oleh MPRS dengan
Ketetapan No.XX/MPRS/1966 jo. Ketetapan MPR No.V/MPR/1973 dan Ketetapan
MPRNo.IX /MPR/1978 yang menegaskan kedudukan Pancasila sebagai sumber dari segala
sumber hukum atau sumber dari tertib hukum di Indonesia.

g. Pancasila berkedudukan sebagai cita-cita bangsa;


Pancasila sebagai ideologi negara merupakan kristalisasi nilai-nilai budaya dan agama dari
bangsa Indonesia. Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia mengakomodir seluruh
aktivitas kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, demikian pula halnya dalam
aktivitas ilmiah. Oleh karena itu, perumusan Pancasila sebagai paradigma ilmu bagi aktivitas
ilmiah di Indonesia merupakan sesuatu yang bersifat niscaya.

Pertemuan 8 “ESENSI DAN URGENSI PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI NEGARA”

1. Makna Pancasila Sebagai Ideologi Negara


Pancasila sebagai dasar negara, mengandung arti bahwa ideologi Pancasila berkedudukan sebagai
dasar untuk mengatur seluruh penyelenggaraan Negara. pernyataan tersebut sangat jelas
dipaparkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Rumusan
Pancasila sebagaimana tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia 1945 sudah dikukuhkan dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun
1968 Tentang Tata Urutan Dan Rumusan Dalam Penulisan/Pembacaan Dan Pengucapan Sila-Sila
Pancasila. Pegukuhan Pancasila sebagai ideologi negara yang terdapat pada Pembukaan Undang-
Undang Dasar 1945 juga dimuat dalam Ketetapan MPR Nomor XVIII/MPR/1998 tentang
Pencabutan Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa) dan Penetapan tentang Penegasan Pancasila
Dasar Negara.

Adapun makna Pancasila sebagai ideologi negara adalah sebagai berikut ini:
a. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dijadikan acuan dalam mencapai cita-cita yang
berkaitan dengan aktivitas kehidupan bernegara.
b. Nilai-nilai yang ada dalam Pancasila adalah nilai yang berupa kesepakatan bersama, dan
menjadi sarana pemersatu bangsa.
Pancasila sebagai ideologi negara sekaligus menjadi tujuan atau cita-cita terwujudnya kehidupan
bernegara tertuang dalam ketetapan MPR tentang visi Indonesia di masa depan, yaitu:
a) Visi ideal, merupakan cita-cita luhur bangsa Indonesia seperti yang tercantum dalam UUD
1945. b) Visi antara, merupakan visi bangsa Indonesia hingga tahun 2020.
c) Visi lima tahunan, seperti yang telah tercantum dalam GBHN.

2. Alasan Diperlukannya Kajian Pancasila sebagai Ideologi Negara


Pancasila sebagai pandangan negara sebenarnya adalah wujud dari nilainilai kebudayaan milik
bangsa Indonesia yang sangat diyakini kebenarannya. Ideologi Pancasila juga berasal dari
kebiasaan masyarakat dari zaman dahulu. Nilai-nilai Pancasila ini tumbuh dan berkembang dari
masa ke masa. Itulah sebabnya bangsa Indonesia sudah seharusnya mengamalkan nilai-nilai yang
terkandung di dalamnya, karena Pancasila adalah cerminan kepribadian bangsa.

Subandi Al Marsudi dalam bukunya berjudul Pancasila dan UUD 1945 dalam Paradigma
Reformasi mengurai pendapat beberapa pakar terkait pengertian ideologi sebagai berikut:
( Subandi Al Marsudi, 2012)
a) Padmo Wahjono mengartikan ideologi sebagai kesatuan yang bulat dan utuh dari ide-ide
dasar;

b) Mubyarto mengartikan ideologi sebagai sejumlah doktrin, kepercayaan dan simbol-simbol


sekelompok masyarakat atau satu bangsa yang menjadi pegangan dan pedoman karya (atau
perjuangan) untuk mencapai tujuan masyarakat atau bangsa;

c) M. Sastrapratedja mengartikan ideologi sebagai seperangkat gagasan atau pemikiran yang


beroreintasi pada tindakan yang diroganisir suatu sistem teratur;
d) Soerjanto Poespowardojo mengartikan ideologi sebagai kompleks pengetahuan dan nilai,
yang secara keseluruhan menjadi landasan bagi seseorang atau masyarakat untuk memahami
jagatraya dan bumi seisinya serta menentukan sikap dasar untuk mengolahnya; dan

e) Franz Magnis Suseno mengartikan ideologi dalam arti sempit sebagai gagasan atau teori
menyeluruh tentang makna hidup dan nilai-nilai yang mau menentukan dengan mutlak
bagaimana manusia harus hidup dan bertindak. Sedangkan dalam arti luas istilah ideologi
digunakan untuk segala kelompok cita-cita, nilai-nilai dasar dan keyakinan-keyakinan yang
mau dijunjung tinggi sebagai pedoman normatif.

Sebagai Ideologi, Pancasila tidak berisi instrumen praktis yang dapat digunakan pada praktek
bernegara, melainkan berisi ide, gagasan dan konsepkonsep dasar ideal sebuah negara yang
diinginkan. Karenanya, ideologi Pancasila merupakan cita-cita, ide-ide dasar, nilai-nilai, simbol,
doktrin, pedoman dan kerangka normatif bagi negara Republik Indonesia. Ide atau gagasan dasar
yang terkandung dalam ideologi Pancasila menurut Kaelan dapat dirumuskan dalam tujuh pokok
gagasan yakni:(Kaelan, 2008)

a. Paham Negara Persatuan


Hakikat persatuan yang dimaksud adalah negara merupakan suatu kesatuan dari keseluruhan
unsur-unsur yang membentuknya yakni rakyat dan wilayah yang meliputinya.

b. Paham Negara Kebangsaan


Kenyataan sosial yang menunjukan bahwa manusia sebagai mahkluk individu senantiasa
membutuhkan orang lain mendorong manusia untuk merealisasikan harkat dan martabatnya
secara sempurna dengan membentuk persekutuan hidup dalam wilayah tertentu serta tujuan
tertentu. Persekutuan hidup inilah yang kemudian disebut sebagai bangsa. Formalistik
kebangsaan untuk mencapai tujuan tertentu pada wilayah tertentu kemudian melahirkan
negara. Karena itu suatu bangsa bukanlah manifestasi kepentingan individu dan golongan
saja melainkan merupakan suatu penjelmaan dari sifat kodrat manusia dalam merealisasikan
harkat dan martabat kemanusiaannya.

Indonesia adalah ‘majemuk tunggal’ dengan unsur-unsur pembentuk sebagai berikut:


1) kesatuan sejarah, yakni tumbuh dan berkembang dalam sejarah yang sama mulai dari
zaman prasejarah, Sriwijaya, Majapahit, Sumpah Pemuda hingga Proklamasi kemerdekaan
tanggal 17 Agustus 1945;
2) kesatuan nasib, yakni kesamaan penderitaan sebagai bangsa yang dijajah untuk jangka
waktu yang lama;
3) kesatuan kebudayaan, yakni keseluruhan kebudayaan yang ada merupakan satu
kebudayaan yaitu kebudayaan nasional Indonesia;
4) kesatuan wilayah, yakni hidup bersama dalam wilayah Ibu Pertiwi, yaitu satu tumpah
darah Indonesia; dan
5) kesatuan asas kerohanian, yakni Pancasila sebagai kesamaan cita-cita, pandangan hidup
dan filsafat hidup.

c. Paham negara integralistik


Paham integralistik Pancasila berdasarkan pada prinsip bahwa negara adalah suatu kesatuan
integral dari keseluruhan unsur-unsur yang membentuknya. Negara dan bangsa adalah untuk
semua unsur yang membentuk kesatuan tersebut sehingga negara mengatasi semua golongan-
golongan yang membentuknya dan tidak memihak pada suatu golongan tertentu.

nilai religius serta selaras. Rincian paham integralistik Pancasila sebagai berikut:
1) Negara merupakan suatu susunan masyarakat integral;
2) Semua golongan, bagian dan anggotanya berhubungan erat satu sama lain;
3) Semua golongan, bagian dan anggotanya merupakan persatuan masyarakat yang organis;
4) Kehidupan bersama adalah perhimpunan bangsa seluruhnya;
5) Negara tidak memihak kepada suatu golongan atau perseorangan;
6) Negara tidak mengagap kepentingan perseoranga sebagai pusat;
7) Negara tidak hanya menjamin kepentingan seseorang atau golongan saja;
8) Negara menjamin kepentingan manusia seluruhnya sabagai kesatuan integral; dan
9) Negara menjamin keselamatan hidup bangsa seluruhnya sebagai suatu kesatuan yang tidak
dapat dipisahkan.

d. Negara Pancasila adalah negara kebangsaan yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa

Sila Ketuhanan Yang Maha Esa menegaskan bahwa negara Indonesia bukanlah negara sekuler yang
secara tegas memisahkan antara negara dengan agama serta tidak menganut paham atheisme yang tidak
mengakui keberadaan Tuhan. Sila ini menunjukan bahwa negara Indonesia menjadikan nilai-nilai
Ketuhanan sebagai sumber nilai dan sumber norma dalam setiap aspek penyelenggaraan negara baik
material maupun spritual.

e. Negara Pancasila adalah negara kebangsaan yang berkemanusiaan yang adil dan beradab

Negara Pancasila mengakui kebangsaan yang berkemanusiaan, oleh karena itu negara Indonesia
mengakui bahwa bangsa Indonesia adalah bagian dari umat manusia. Atas dasar ini, negara Indonesia
mengembangkan suatu pergaulan antar bangsa dalam masyarakat internasional berdasarkan kodrat
manusia dan mengakui kemerdekaan bangsa adalah hak yang dimiliki oleh hakikat manusia sebagai
individu maupun makhluk sosial.

f. Negara Pancasila adalah negara kebangsaan yang berkerakyatan

Paham negara kebangsaan yang berkerakyataan menempatkan negara sebagai dari oleh dan untuk rakyat
oleh karenanya negara harus sesuai dengan hakikat rakyat sebagai pendukung pokok dan asal mula
kekuasaan negara.

g. Negara Pancasila adalah negara kebangsaaan yang berkeadilan sosial

Paham berkeadilan sosial berarti negara sebagai penjelmaan manusia yang merupakan mahkluk Tuhan
Yang Maha Esa, sifat kodrat individu dan mahkluk sosial bertujuan untuk mewujudkan suatu keadilan
hidup bersama (keadilan sosial) yang dijiwai oleh hakikat keadilan manusia sebagai mahkluk beradab

3. Esensi dan Urgensi Pancasila sebagai Ideologi Negara

Esensi Pancasila sebagai ideologi sebenarnya sangat sederhana yaitu sebuah ide yang kemudian harus
berorientasi pada tindakan atau perbuatan, artinya eksistensi Pancasila akan senantiasa terjaga jika
prilaku dan perbuatan masyarakatnya mencerminkan nilai-nilai Pancasila itu sendiri, banyak saat ini
masyarakat yang berseru ” Saya Indonesia, Saya Pancasila” namun prilaku dan perbuatan masih jauh
dari apa yang dicita-citakan dalam value ethics.

Mengacu pada Materi Sosialisasi Empat Pilar MPR-RI yang diterbitkan pada tahun 2017, nilai-nilai
yang terkandung dalam Pancasila disarikan sebagai berikut:

a. Ketuhanan Yang Maha Esa

1) Bangsa Indonesia adalah bangsa yang ber-Tuhan dan menolak paham anti Tuhan (atheisme);

2) Bangsa Indonesia mengamalkan ajaran agamanya secara berkeadaban, saling menghormati satu
sama lain;

3) Bangsa Indonesia wajib untuk menyembah Tuhannya dan beribadah menurut agama dan
kepercayaannya masing-masing secara leluasa, berkeadaban dan berkeadilan;
4) Bangsa Indonesia melaksanakan perintah agama dan kepercayaannya masingmasing dengan tetap
mengedepakan harmoni dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

5) Bangsa Indonesia tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa kepada orang lain.

b. Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab

1) Indonesia adalah negara bangsa (nation state) yang merdeka, bersatu dan berdaulat tetapi bukan
chauvinistik. Indonesia tetap bagian dari, dan bekerjasama dengan masyarakat bangsa-bangsa di
dunia;

2) Bangsa Indonesia adalah bangsa yang menghendaki pergaulan bangsa- bangsa di dunia dengan
prinsip saling menghormati nilai-nilai nasionalisme, bahkan kearifan lokal setiap bangsa yang tumbuh
subur dalam taman sarinya bangsabangsa di dunia;

3) Indonesia merupakan bagian dari kemanusiaan universal yang menjunjung tinggi hak asasi
manusia dan mengembangkan persaudaraan berdasarkan nilai-nilai keadilan dan keadaban;

4) Bangsa Indonesia mengakui dan memperlakukan kesederajatan manusia sesuai dengan harkat dan
martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa;

5) Mengembangkan sikap saling tenggang rasa tepa selira dan memahami bahwa perbedaan suku, ras,
agama dan kepercayaan adalah keniscayaan yang tidak boleh menimbulkan pertentangan.

c. Persatuan Indonesia

1) Negara Kebangsaan Indonesia bukan sekedar timbul karena persatuan perangai yang timbul karena
persatuan nasib, tetapi lebih dari itu karena juga adanya persatuan antara orang dengan tanah air yang
didiaminya;

2) Persatuan Indonesia bernafaskan semangat kebangsaan yang melindungi segenap bangsa dan
seluruh tumpah darah Indonesia yang senasib dan sepenanggungan dalam bingkai NKRI. Persatuan
Indonesia adalah sikap kebangsaan yang saling menghormati perbedaan dan keberagaman masyarakat
dan bangsa Indonesia;

3) Bangsa Indonesia mampu menempatkan persatuan, kesatuan serta kepentingan keselamatan bangsa
dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi atau golongan;

4) Segenap warga negara Indonesia mengembangkan rasa cinta tanah air dan bangsa serta bersedia
berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan;

5) Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.

d. Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijakaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan

1) Negara Indonesia bukan sebuah negara yang didirikan untuk satu golongan tetapi untuk semua
yang bertanah air Indonesia. Oleh karena itu penyelenggaraan negara didasarkan pada
permusyawaratan perwakilan;
2) Negara Indonesia adalah negara demokrasi yang mengakui dan menjunjung tinggi kedaulatan
rakyat dengan mengutamakan prinsip permusyawaratan dalam lembaga perwakilan rakyat;

3) Demokrasi yang dibangun di Indonesia bukanlah demokrasi Barat, tetapi demokrasi berlandaskan
permusyawaratan yang mampu mewujudkan kesejahteraan sosial;

4) Bangsa Indonesia wajib menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai
sebagai hasil musyawarah dan dengan i’tikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan
melaksanakan hasil keputusan musyawarah;

5) Bahwa bangsa Indonesia tidak mengenal sistem diktator mayoritas dan tirani minoritas.

e. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

1) Negara Indonesia didirikan untuk bersungguh-sungguh memajukan kesejahteraan bagi seluruh


rakyat Indonesia baik lahir maupun batin;

2) Negara Indonesia adalah negara demokrasi yang mengakui dan menjunjung tinggi kedaulatan
rakyat dengan mengutamakan prinsip permusyawaratan dalam lembaga perwakilan rakyat;

3) Negara Indonesia wajib menjamin setiap warga negara untuk mendapatkan pendidikan, pekerjaan
dan penghidupan yang layak, bermartabat dan berkeadilan;

4) Dalam mengambil keputusan, masyarakat Indonesia senantiasa merujuk pada nilai ketuhanan,
kemanusiaan, persatuan dan kebijaksanaan dalam permusyawaratan sebagai perwujudan keadilan;

5) Seluruh bangsa Indonesia tidak melakukan pemborosan dan gaya hidup mewah.

Pertemuan 9 “PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT”

1. Menelusuri Konsep dan Urgensi Pancasila Sebagai Sistem Filsafat


Secara etimologi filsafat merupakan suatu bahasa yang asal-usulnya diambil dari bahasa arab
yaitu falsafah, yang notabene bahasa aslinya diadopsi dari bahasa Yunani yaitu philoshopia. Kata
philoshopia berasal dari dua kata yakni Philos/Philein yang memiliki arti cinta. Dalam hal ini
cinta didefiniskan seluasluasnya, yaitu cinta yang berkaitan dengan rasa “ingin”. Sedangkan
shopia memiliki makna kebijaksanaan, kearifan atau pengetahuan. (Liang Gie, 1977).

Filsafat mempunyai cakupan yang lebih luas, setiap orang bebas memandang filsafat dari
manapun. Hal ini pula yang menyebabkan orang salah mengertikan filsafat, karena setiap kita
membaca buku filsafat bukannya kita lebih tahu tapi justru kita dibuat bingung. Secara
keseluruhan arti filsafat yang meliputi berbagai masalah itu dapat dikelompokkan menjadi dua
macam, yaitu: Pertama, Sebagai produk atau hasil dari proses berpikir. Termasuk dalam
pengertian ini adalah:
1. Jenis pengetahuan, ilmu, konsep, pemikiran-pemikiran dari pada filsuf pada zaman dahulu
yang lazim disebut sebagai suatu aliran atau sistem filsafat tertentu. Misalnya: Rasionalisme,
Materialisme, Pragmatisme dan lain sebagainya.

2. Sebagai suatu jenis problema yang dihadapi oleh manusia sebagai hasil dari aktifitas
berfilsafat. Maksudnya manusia mencari suatu kebenaran yang timbul dari persoalan yang
bersumber pada akal manusia (reflektive thinking), yaitu kegiatan atau proses dari berpikir
mendalam itu sendiri. Kedua, filsafat adalah suatu proses, maksudnya filsafat diartikan dalam
bentuk suatu aktifitas berfilsafat, dalam proses pemecahan suatu permasalahan dengan
menggunakan suatu cara dan metode tertentu yang sesuai dengan objeknya.

Sementara sejarah Filsafat adalah bagian yang berusaha meninjau pemikiran filsafat di
sepanjang masa, mulai dari zaman kuno hingga zaman modern. Bagian ini meliputi sejarah
filsafat Yunani (Barat), India, Cina, dan Sejarah Filsafat Islam. (Kaelan, 2004). Sementara itu
The Liang Gie membagi filsafat sistematis mejadi: (Lasiyo dan Yuwono, 1985).
1. Metafisika, (filsafat tentang hal yang ada).
2. Epistemologi, (teori tantang pengetahuan).
3. Metodologi, (teori tentang metode).
4. Logika, (teori tentang penyimpulan).
5. Etika, (filsafat tentang pertimbangan moral).
6. Estetika, (filsafat tentang keindahan). 7. Sejarah Filsafat.

Unsur-unsur dalam Pancasila tidak dapat berdiri sendiri, karena masingmasing unsur
memiliki hubungan dan keterkaitan yang erat antara yang satu dengan yang lainnya, sehingga
ketotalitasan unit menjadi utuh eksistensinya. Maka dari itu ( Mustaqiem, 2013) sebuah
sistem lazimnya memiliki ciri-ciri di antaranya:
1. Suatu kesatuan bagian-bagian.
2. Bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri.
3. Adanya saling keterhubungan dan saling ketergantungan.
4. Kesemuanya dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan bersama (tujuan sistem)
5. Terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks.

2. Landasan Ontologis, Epistemologis, Aksiologis Filsafat Pancasila

a. Landasan Ontologis Pancasila

Kata ontologis berasal dari kata Yunani “onto” yang menyiratkan sesuatu yang benar-benar ada
atau mungkin merupakan realitas yang asli. Kata “logos” yang mengandung pengertian pemikiran
atau hipotesis yang berbicara tentang atau bisa juga terlalu kejam “ilmu”.

Dari segi filosofi, Pancasila mencakup hal-hal berikut:

1. Kira-kira menunjukkan keberadaan Pancasila sejak awal kemunculannya.

2. Apa premis baik etis maupun yuridis.


3. Pancasila dibentuk dan dibuat oleh para pendahulu kita yang mendefinisikannya sebagai
premis negara Indonesia, yang diambil dari tradisi dan nilai-nilai sosial negara Indonesia itu
sendiri.

b. Landasan Epistemologi

Epistemologis berasal dari kata Yunani yaitu episteme yang berarti pengetahuan atau kebenaran,
dan logos yang berarti ilmu atau teori. Jadi epistemologi berarti ilmu pengetahuan yang benar.
Atau teori filsafat yang mempelajari sumber, hakikat dan validitas dari pada pengetahuan.
Dengan demikian epistemologi dalam Pancasila adalah bagaimana keabsahan pancasila sebagai
ilmu yang dapat dipertanggung jawabkan.

Pancasila sebagai suatu sistem, karena ia telah memiliki persyaratan sebagai ilmu pengetahuan
yang ilmiah, yang antara lain:

1. Memiliki objek yang khas dalam pembahasannya. Pancasila dijadikan objek pembahasan dan
berusaha untuk tetap dikembangkan sepanjang masa.

2. Dia milik masyarakat (komonal). Artinya pancasila milik seluruh masyarakat Indonesia, bukan
milik golongan atau kelompok tertentu.

3. Selalu dipertanyakan dengan skeptis. Banyak orang masih mempertanyakan atau meragukan
kemampuan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia. Adapula yang meragukan kebenaran
Pancasila itu sendiri.

4. Tersusun dengan sistematis. Pancasila telah tersusun secara runtut sedemikian rupa sehingga
tidak dapat dibolak balik.

5. Memiliki nilai kebenaran. Kebenaran Pancasila sudah diyakini, karena nilai-nilainya digali dari
adat dan budaya bangsa Indonesia.

6. Kebenarannya disepakati bersama. Kebenaran Pancasila yang tercipta adalah merupakan hasil
kesepakatan bersama para pendiri dan milik bangsa Indonesia.

c. Landasan Aksiologis

Aksiologi (Axiologi), berasal dari kata axios yang berarti nilai, dan logos berarti ilmu atau teori.
Jadi aksiologi berarti ilmu atau teori tentang nilai, atau membahas tentang nilai. Dia biasa pula
disebut dengan filsafat nilai. Pengertian nilai secara garis besar diartikan dengan sesuatu yang
berharga, berguna, baik, benar, dan indah. Di sisi lain dapat pula diartikan dengan mempunyai
kualitas yang dapat menyebabkan orang menyetujuinya. Landasan aksiologis Pancasila artinya
nilai atau kualitas yang terkandung dalam sila-sila Pancasila. Sila pertama mengandung kualitas
monoteis, spiritual, kekudusan, dan sakral. Sila kemanusiaan mengandung nilai martabat, harga
diri, kebebasan, dan tanggung jawab. Sila persatuan mengandung nilai solidaritas dan
kesetiakawanan. Sila keempat mengandung nilai demokrasi, musyawarah, mufakat, dan berjiwa
besar. Sila keadilan mengandung nilai kepedulian dan gotong royong.

3. Susunan Pancasila yang Bersifat Hierarkis


Susunan Pancasila yang bersifat hierarkhis berarti bahwa sila Ketuhanan Yang Maha Esa,
menjadi basis dari sila Kemanusiaan yang adil dan beradab, sila Persatuan Indonesia, sila
Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan,
serta sila Keadilan Ssosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Dan sebaliknya berarti bahwa
Ketuhanan Yang Mahas Esa adalah Ketuhanan yang berkemanusiaan, yang bersatu, yang
berkerakyatan dan berkeadilan sosial. Sehingga di dalam setiap sila terkandung sila-sila
lainnya. Segala sesuatu yang berkaitan dengan sifat dan hakikat negara, haruslah sesuai
dengan hakikat dari landasan Pancasila itu sendiri. (Notonagoro, 1975)

Pertemuan 10 “FILSAFAT PANCASILA SEBAGAI SUMBER GENETIVUS OBJECTIVUS,


SUBJECTIVUS, HISTORIS, SOSIOLOGIS, DAN POLITIS”

1. Pancasila sebagai Sumber Genetivus Objectivus dan Subjectivus


Pancasila sebagai genetivus-objektivus, artinya cita-cita Pancasila dijadikan objek yang dicari
landasan filosofisnya berdasarkan sistem dan cabang filsafat Barat. Pancasila sebagai genetivus-
subjectivus, artinya nilainilai Pancasila digunakan untuk mengevaluasi aliran filsafat lain yang
sedang berkembang, serta untuk menemukan hal-hal yang sesuai dengan prinsip-prinsip
Pancasila. Selain itu, nilai-nilai Pancasila tidak hanya dipakai dasar bagi pembuatan peraturan
perundang-undangan, tetapi juga nilai-nilai Pancasila harus mampu menjadi orientasi
pelaksanaan sistem politik dan dasar bagi pembangunan nasional.

2. Sumber Historis
Sila Pancasila sebagai filsafat filosofis telah diperdebatkan sepanjang sejarah Indonesia. Ajaran
Ketuhanan Yang Maha Esa telah dibawa sejak zaman dahulu hingga gerbang kemerdekaan negara
Indonesia. Penduduk nusantara telah dipengaruhi oleh agama-agama lokal selama ribuan tahun,
terutama sekitar 14 abad pengaruh Hindu dan Buddha, 7 abad pengaruh Islam, dan 4 abad
pengaruh Kristen. Hal ini dapat dibuktikan dengan masih berlangsungnya sistem penyembahan
dari berbagai kepercayaan dalam agama-agama yang hidup di Indonesia. Pada semua sistem
religi-politik tradisional di muka bumi, termasuk di Indonesia, agama memiliki peranan sentral
dalam pendefinisian institusi-institusi sosial. Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Bangsa
Indonesia dikenal sebagai negara maritim.

Soekarno menyebutnya dengan istilah Internasionalisme atau Perikemanusiaan. Sila kedua ini
dibuktikan melalui proklamasi kemerdekaan Indonesia. Kemerdekan Indonesia menghadirkan
suatu bangsa yang memiliki wawasan global dengan kearifan lokal, memiliki komitmen pada
penertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian, dan keadilan sosial serta pada
pemuliaan hak-hak asasi manusia dalam suasana kekeluargaan kebangsan Indonesia.

3. Sumber Sosiologis
Sumber sosiologis Pancasila sebagai sistem filsafat dibagi dalam dua kelompok. Kelompok
pertama, Kelompok pertama masyarakat awam yang memahami Pancasila sebagai sistem filsafat
yang terdapat dalam agama, adat istiadat, dan budaya berbagai suku bangsa di Indonesia.
Kelompok kedua, masyarakat ilmiah-akademis yang memahami Pancasila sebagai sistem filsafat
dengan teori-teori yang bersifat akademis.

4. Sumber Politis
Sumber politis Pancasila sebagai sistem filsafat dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok.
Kelompok pertama, meliputi wacana politis tentang Pancasila sebagai sistem filsafat pada siding
BPUPKI, sidang PPKI, dan kuliah umum Soekarno antara tahun 1958 dan 1959, tentang
pembahasan sila-sila Pancasila secara filosofis. Kelompok kedua, mencakup berbagai argumen
politis tentang Pancasila sebagai sistem filsafat yang disuarakan kembali di era reformasi dalam
pidato politik Habibie 1 Juni 2011.

5. Esensi Pancasila sebagai sistem filsafat.


Pancasila sebagai sistem filsafat memiliki esensi, antara lain:
a) Hakikat Sila Ketuhanan terletak pada keyakinan bahwa Tuhan adalah prinsip utama dalam
kehidupan semua makhluk. Setiap orang memiliki kebebasan yang bertanggungjawab.

b) Hakikat Sila Kemanusiaan terletak pada manusia monopluralis, yang terdiri dari susunan
kodrat (jiwa, raga), sifat kodrat (makhluk individu, sosial), dan kedudukan kodrat (makhluk
pribadi yang otonom dan makhluk Tuhan).

c) Hakikat Sila Persatuan terletak pada semangat kebangsaan. Rasa kebangsaan terwujud dalam
bentuk cinta tanah air, yang dibedakan ke dalam 3 jenis, yaitu tanah air real, tanah air formal,
dan tanah air mental. Tanah air real adalah bumi tempat orang dilahirkan dan dibesarkan,
bersuka, dan berduka, yang dialami secara fisik sehari-hari. Tanah air formal adalah Negara
bangsa yang berundang-undang dasar, yang Anda, manusia Indonesia, menjadi salah seorang
warganya, yang membuat undang-undang, menggariskan hukum dan peraturan, menata,
mengatur dan memberikan hak serta kewajiban, mengesahkan atau membatalkan,
memberikan perlindungan, dan menghukum, memberikan paspor atau surat pengenal lainnya.
Tanah air mental bukan bersifat teritorial karena tidak dibatasi oleh ruang dan waktu,
melainkan imajinasi yang dibentuk dan dibina oleh ideologi atau seperangkat gagasan vital.

d) Hakikat Sila Kerakyatan terletak pada prinsip musyawarah. Artinya, keputusan yang diambil
lebih didasarkan atas semangat musyawarah untuk mufakat, bukan membenarkan begitu saja
pendapat mayoritas tanpa peduli pendapat minoritas.
e) Hakikat Sila Keadilan terwujud dalam tiga aspek, yaitu keadilan distributif, legal, dan
komutatif. Keadilan distributif adalah keadilan bersifat membagi dari negara kepada warga
negara. Keadilan legal adalah kewajiban warga negara terhadap negara atau dinamakan
keadilan bertaat. Keadilan komutatif adalah keadilan antara sesama warga negara.

6. Dinamika dan Tantangan Pancasila Sebagai Sistem Filsafat.


Positivisme adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai satu-satunya sumber
pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang berkenaan dengan metafisik. Tidak mengenal
adanya spekulasi, semua didasarkan pada data empiris (pengalaman).

Positivisme merupakan metode dalam mengetahui alam semesta berdasarkan ilmu pengetahuan.
Penganut paham positivisme meyakini bahwa hanya ada sedikit perbedaan (jika ada) antara ilmu
sosial dan ilmu alam, karena masyarakat dan kehidupan sosial berjalan berdasarkan aturan-aturan,
demikian juga alam. Tantangannya adalah kita sebagai bangsa Indonesia percaya akan sebuah
nilai yang melekat yaitu keyakinan terhadap Tuhan. Jika kita hanya bersandar pada kebenaran
sains maka sesuatu yang bersifat metafisik/goib akan senantiasa dipertanyakan oleh manusia
sebagai dasar keyakinan mereka. positivisme berkembang pesat pada abad ke-19 ketika
empirisme mendominasi pemikiran mereka. Pengaruh pemikiran kemodern sekarang ini didasari
suatu pengalaman yang dimana dapat menentukan pemikiran seseorang, dan bukan faktorfaktor
internal seperti bakat, kecenderungan, kemampuan, ataupunhereditas yang dibawa secara fitri.
Jadi positivisme memandang bahwa pengalaman sebagai dasar bagi metode ilmiah. Oleh karena
itu, hal-hal internal yang tidak dapat dijangkau secara akal atau berada diluar akal, tidak menjadi
perhatian kaum positivis.

Karena sistem filsafat yang dibangun oleh Ideologi kita berlandaskan nilai ketuhanan yang mana
masyarakat saat ini banyak yang tidak takut lagi dengan dosa. karena mereka menganggap dosa
tidak dapat dilihat dan diuji secara idrawi. Contohnya seorang atheis yang melakukan kebaikan
dengan menyumbangkan hartanya untuk kemanusiaan bukankah itu perbuatan baik? siapa yang
mengukur bahwa dia berdosa? siapa yang mengukur dia akan mendapatkan pahala? akhirnya
kembali ke sudut pandang manusia itu sendiri menilai. perbuatan baiknya dapat diukur (sebab
faktual/nyata) hanya saja sulit bagi positivisme untuk berpendapat dia dapat pahala (yang versi
dimensinya metafisis) sedangkan Pancasila mewajibkan masyarakatnya untuk memiliki sikap
spiritual sebab tanpa nilai spiritual tidak akan tercapai nilai-nilai moral yang baik.

Filsafat Pancasila berisikan nilai-nilai luhur mendasar dari kebudayaan bangsa Indonesia
sepanjang sejarah, berakar dari unsurunsur kebudayaan luar yang sesuai sehingga secara
keseluruhannya terpadu menjadi kebudayaan bangsa Indonesia. artinya ada juga kebudayaan luar
melalui proses asimilasi dan akulturasi budaya yang dijadikan nilai, contoh saja agama melalui
proses sinkretisme. unsur religius inipun sebenaranya ada proses masuknya sebagai kepercayaan
yang diterima oleh masyarakat. sedangkan positivisme tidak sepenuhnya ditolak, seperti science
dan teknologi juga diterima oleh Pancasila sebagai idelogi yang bersifat terbuka. yang menjadi
tantangan adalah dalam memasukkan nilai religius akan melahirkan perdebatan karena dianggap
nilai ini sulit diukur menggunakan science. sehingga aliran kepercayaan, agama, mitos,
animisme, dan dinamisme semua ada di Indonesia.

Pertemuan 11 “PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA”

1. Menelusuri konsep dan urgensi Pancasila sebagai sistem etika


Istilah etika berasal dari Bahasa Yunani, Ethos yang artinya tempat tinggal yang biasa, padang
rumput, kandang, kebiasaan, adat, watak, perasaan, sikap, dan cara berpikir. Secara etimologis,
etika berarti ilmu tentang segala sesuatu yang biasa dilakukan atau tentang adat kebiasaan. Etika
adalah hal yang sangat diperlukan dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Karena dengan memiliki etika maka kita mampu menjalankan kehidupan bernegara dengan
lancar.

Pancasila sebagai sistem etika merupakan jalan hidup bangsa indonesia dan juga merupakan
struktur pemikiran yang disusun untuk memberikan tuntunan atau panduan kepada setiap warga
Indonesia dalam bersikap dan bertingkah laku.

Etika adalah ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran
tertentu atau bagaimana kita bersikap dan bertanggungjawab dengan berbagai ajaran moral. Etika
merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan
moral. Etika adalah kelompok filsafat praktis (filsafat yang membahas bagaimana manusia
bersikap terhadap apa yang ada) dan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :

a) Etika Umum, mempertanyakan prisip-prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan manusia.
b) Etika Khusus, membahas prinsip-prinsip tersebut di atas dalam hubuhngannya dengan
berbagai aspek kehidupan manusia, baik sebagai individu (etika indivial) maupun makhluk sosial
(etika sosial).

Istilah nilai mengandung penggunaan yang kompleks dan bervariasi. Lacey menjelaskan bahwa
paling tidak ada enam pengertian nilai dalam penggunaan secara umum, yaitu :
a. Sesuatu yang fundamental yang dicari orang sepanjang hidupnya.
b. Suatu kualitas atau tindakan yang berharga, kebaikan, makna, atau pemenuhan karakter untuk
kehidupan seseorang.
c. Suatu kualitas atau tindakan sebagian membentuk identitas seseorang sebagai pengevaluasian
diri, penginterpretasian diri, dan pembentukan diri.
d. Suatu kriteria fundamental bagi seseorang untuk memilih sesuatu yang baik diantara berbagai
kemungkinan tindakan.
e. Suatu standar yang fundamental yang dipegang oleh seseorang ketika bertingkah laku bagi
dirinya dan orang lain.
f. Suatu “objek nilai”, suatu hubungan yang tepat dengan sesuatu yang sekaligus membentuk
hidup yang berharga dengan identitas kepribadian seseorang. Objek nilai mencakup karya sei,
teori ilmiah, teknologi, objek yang disucikan, budaya, tradisi, lembaga, orang lain, dan alam itu
sendiri.
2. Ada beberapa aliran etika yang dikenal dalam bidang filsafat, meliputi :
1. Etika Keutamaan (Etika Kebajikan)
Etika keutamaan adalah teori yang mempelajari keutamaan (virtue), artinya mempelajari
tentang perbuatan manusia itu baik atau buruk. Etika kebajikan ini mengarahkan perhatiannya
kepada keberadaan manusia, lebih menekankan pada “saya harus menjadi orang yang
bagaimana?”. Beberapa watak yang terkandung dalam nilai keutamaan adalah baik hati,
ksatriya, belas kasih, terus terang, bersahabat, murah hati, bernalar, percaya diri, penguasaan
diri, sadar, suka bekerja bersama, berani, santun, jujur, terampil, adil, setia, bersahaja,
disiplin, mandiri, bijaksana, peduli, dan toleransi.
2. Etika Teleologis
Etika teleologis adalah teori yang menyatakan bahwa hasil dari tindakan moral menentukan
nilai tindakan atau kebenaran tindakan dan dilawankan dengan kewajiban. Seseorang yang
mungkin berniat sangat baik atau mengikuti asas-asas moral yang tertinggi, akan tetapi hasil
tindakan moral itu berbahaya atau jelek, maka tindakan tersebut dinilai secra moral sebagai
tindakan yang tidak etis.Aliran- aliran etika teleologis, meliputi eudaemosisme, hedonisme,
utilitarianisme.
3. Etika Deontologis
Etika deontologis adalah teori etis yang bersangkutan dengan kewajiban moral sebagai hal
yang benar dan bukannya membicarakan tujuan atau akibat.
4. Etika Pancasila
Etika Pancasila adalah cabang filasat yang dijabarkan dari sila- sila Pancasila untuk mengatur
perilaku kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia. Oleh karena itu,
dalam etika Pancasila terkandung nilainilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan,
dan keadilan. Kelima nilai tersebut membentuk perilaku manusia di Indonesia dalam semua
aspek kehidupannya.

3. Pengertian Nilai
Nilai (value) adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan
manusia. Sifat dari suatu benda yang menyebabkan menarik minat seseorang atau kelompok. Jadi
nilai itu pada hakikatnya adalah sifat dan kualitas yang melekat pada suatu objeknya. Dengan
demikian, nilai itu adalah suatu kenyataan yang tersembunyi dibalik kenyataan-kenyatan lainnya.

Menilai berarti menimbang, suatu kegiatan manusia untuk menghubungkan sesuatu dengan
sesuatu yang lain kemudian untuk selanjutnya diambil keputusan.

Keputusan itu adalah suatu nilai yang dapat menyatakan berguna atau tidak berguna, benar atau
tidak benar, baik atau tidak bai, dan seterusnya. Penilaian itu pastilah berhubungan dengan uunsur
indrawi manusia sebagai subjek penilai, yaitu unsur jasmani, rohani, akal, rasa, karsa, dan
kepercayaan.

4. Hierarki Nilai
Hierarkhi nilai sangat tergantung pada titik tolak dan sudut pandang individu masyarakat terhadap
suatu objek. Misalnya kalangan materialis memandang bahwa nilai tertinggi adalah material. Max
Scheley menyatakan bahwa nilai-nilai yang tidak sama tingginya dan luhurnya. Menurutnya,
nilai-nilai dapat dikelompokkan dalam empat tingkatan, yaitu :
a. Nilai kenikmatan, adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan indra yang memunculkan rasa
senang, menderita, atau tidak enak
b. Nilai kehidupan, yaitu nilai-nilai penting bagi kehidupan, yakni jasmani, kesehatan serta
kesejahteraan umum.
c. Nilai kejiwaan, adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan kebenaran, keindahan, dan
pengetahuan murni.
d. Nilai kerohanian, yaitu tingkatan ini terdapatlah modalitas nilai dari yang suci.

Sementara itu, Notonagoro membedakan nilai menjadi tiga, yaitu :


a. Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagis jasmani manusia.
b. Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk mangadakan suatu aktivitas
atau kegiatan.
c. Nilai kerokhanian, yaitu segala sesuatu yang bersifat rokhani manusia yang dibedakan dalam
empat tingkatan sebagai berikut :

Nilai kebenaran, yaitu nilai yang bersumber pada rasio, budi, /. Takal atau cipta manusia.

a. Nilai keindahan atau estetis, yaitu nilai yang bersumber pada perasaan manusia.
b. Nilai kebaikan atau nilai moral, yaitu nilai yang bersumber pada unsur kehendak manusia.
c. Nilai religius, yaitu nilai kerokhanian tertinggi dan bersifat mutlak.

5. Pengertian Moral
Moral berasal dari kata mos (mores) yang sinonim dengan kesusilaan, tabiat atau kelakuan. Moral
adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut tingkah laku dan perbuatan
manusia. Seorang pribadi yang taat kepada aturan-aturan, kaidah-kaidah dan norma yang berlaku
dalam masyarakat, dianggap sesuai dan bertindak secara moral. Jika sebaliknya yang terjadi,
maka pribadi itu dianggap tidak bermoral.

6. Pengertian Norma
Norma adalah perwujudan martabat manusia sebagai makhluk budaya, sosial, moral dan religi.
Norma merupakan suatu keasadaran dan sikap luhur yang dikehendaki oleh tata nilai untuk
dipatuhi. Oleh karena itu, norma dalam perwujudannya dapat berupa norma agama, norma
filsafat, norma kesusilaan, norma hukum dan norma sosial. Norma memiliki kekuatan untuk
dipatuhi karena adanya sanksi.

Hubungan nilai, norma, dan moral yaitu, keterkaitan nilai, norma, dan moral merupakan suatu
kenyatan yang seharusnya tetap terpelihara di setiap waktu pada hidup dan kehidupan manusia.
Keterkaitan itu mutlak digarisbawahi bila seorang individu, masyarakat, bangsa dan negara
menghendaki fondasi yang kuat tumbuh dan berkembang.

7. Pentingnya Pancasila sebagai sistem etika terkait dengan problem yang dihadapi bangsa
Indonesia yaitu sebagai berikut :
Pancasila sebagai sistem etika diperlukan dalam kehidupan politik untuk mengatur sistem
penyelenggaraan negara. Beberapa alasan mengapa pancasila sebagai sistem etika itu diperlukan
dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara di Indonesia, meliputi hal-hal sebagai berikut.
Pertama, korupsi akan bersimaharajalela karena para penyelenggara negara tidak memiliki
rambu-rambu normatif dalam menjalankan tugasnya
Kedua, dekadensi moral yang melanda kehidupan masyarakat, terutama generasi muda sehingga
membahayakan kelangsungan hidup bernegara.
Ketiga, pelanggaran hak-hak asasi manusia (HAM) dalam kehidupan bernegara di Indonesia
ditandai dengan melemahnya penghargaan seseorang terhadap hak pihak lain.
Keempat, kerusakan lingkungan yang berdampak terhadap berbagai aspek kehidupan manusia,
seperti kesehatan, kelancaran penerbangan, nasib generasi yang akan datang, global warming,
perubahan cuaca, dan lain sebagainya.

8. Alasan Diperlukannya Pancasila sebagai Sistem Etika


Beberapa alasan mengapa Pancasila sebagai sistem etika itu diperlukan dalam penyelenggaraan
kehidupan bernegara di Indonesia, meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Dekadensi moral yang melanda kehidupan masyarakat, terutama generasi muda sehingga
membahayakan kelangsungan hidup bernegara. Generasi muda yang tidak mendapat
pendidikan karakter yang memadai dihadapkan pada pluralitas nilai yang melanda Indonesia
sebagai akibat globalisasi sehingga mereka kehilangan arah.Contoh-contoh dekadensi moral,
antara lain: penyalahgunaan narkoba, kebebasan tanpa batas, rendahnya rasa hormat kepada
orang tua, menipisnya rasa kejujuran, tawuran di kalangan para pelajar.
b. Korupsi akan bersimaharajalela karena para penyelenggara negara tidak memiliki rambu-
rambu normatif dalam menjalankan tugasnya. Para penyelenggara negara tidak dapat
membedakan batasan yang boleh dan tidak, pantas dan tidak, baik dan buruk (good and bad).
Pancasila sebagai sistem etika terkait dengan pemahaman atas kriteria baik (good) dan buruk
(bad).
c. Kurangnya rasa perlu berkontribusi dalam pembangunan melalui pembayaran pajak. Hal
tersebut terlihat dari kepatuhan pajak yang masih rendah, padahal peranan pajak dari tahun ke
tahun semakin meningkat dalam membiayai APBN.
d. Pelanggaran hak-hak asasi manusia (HAM) dalam kehidupan bernegara di Indonesia ditandai
dengan melemahnya penghargaan seseorang terhadap hak pihak lain. Kasus-kasus
pelanggaran HAM yang dilaporkan di berbagai media, sepertipenganiayaan terhadap
pembantu rumah tangga (PRT), penelantaran anak-anak yatim oleh pihak-pihak yang
seharusnya melindungi, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), dan lain-lain.
e. Kerusakan lingkungan yang berdampak terhadap berbagai aspek kehidupan manusia, seperti
kesehatan, kelancaran penerbangan, nasib generasi yang akan datang, global warming,
perubahan cuaca, dan lain sebagainya. Kasuskasus tersebut menunjukkan bahwa kesadaran
terhadap nilai-nilai Pancasila sebagai sistem etika belum mendapat tempat yang tepat di hati
masyarakat.

9. Sumber Historis, Sosiologis, dan Politik Tentang Pancasila Sebagai Sistem Etika
a. Sumber Historis
Pada zaman Orde Lama, Pancasila sebagai sistem etika masih berbentuk sebagai
Philosofische Grondslag atau Weltanschauung. Artinya, nilainilai Pancasila belum ditegaskan
ke dalam sistem etika, tetapi nilai-nilai moral telah terdapat pandangan hidup masyarakat.
Masyarakat dalam masa orde lama telah mengenal nilai-nilai kemandirian bangsa yang oleh
Presiden Soekarno disebut dengan istilah berdikari (berdiri di atas kaki sendiri).

Pada era reformasi, Pancasila sebagai sistem etika tenggelam dalam hirukpikuk perebutan
kekuasaan yang menjurus kepada pelanggaraan etika politik. Salah satu bentuk pelanggaran
etika politik adalah abuse of power, baik oleh penyelenggara negara di legislatif, eksekutif,
maupun yudikatif. Penyalahgunaan kekuasaan atau kewenangan inilah yang menciptakan
korupsi di berbagai kalangan penyelenggara negara.
b. Sumber politis
Sumber politis Pancasila sebagai sistem etika terdapat dalam normanorma dasar (Grundnorm)
sebagai sumber penyusunan berbagai peraturan perundangan-undangan di Indonesia. Hans
Kelsen mengatakan bahwa teori hukum itu suatu norma yang berbentuk piramida. Norma
yang lebih rendah memperoleh kekuatannya dari suatu norma yang lebih tinggi. Semakin
tinggi suatu norma, akan semakin abstrak sifatnya, dan sebaliknya, semakin rendah
kedudukannya, akan semakin konkrit norma tersebut (Kaelan, 2011: 487).

Etika politik mempunyai fungsi yang terbatas dalam masyarakat, yaitu hanya berkutat pada
peyediaan alat-alat teoritis yang mempertanyakan serta menjelaskan legitimasi politik secara
bertanggung jawab.

Pertemuan 12 “PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA”

Dinamika dan Tantangan Pancasila Sebagai Sistem Etika

Pancasila sebagai dasar negara,dan sebagai ideologi mempunyai nilai nilai yang harus diterapkan
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.mempelajari isi dari sila-sila pancasila
menunjukkan bahwa pancasila mengandung nilai nilai kehidupan bermasyarakat. Nilai nilai yang
terkandung dalam pancasila secara garis besar terbagi atas beberapa tingkatan.yang pertama
adalah nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai praktis.selain nilai yang terkandung di dalam
pancasila terdapat juga moral,dan norma.

Beberapa argument tentang dinamika Pancasila sebagai system etika dalam penyelenggaraan
pemerintahan di Indonesia, yaitu :
1. Pada zaman orde lama, pemilu diselenggrakan dengan semangat demokrasi yang diikuti
banyak partai politik,tetapi dimenangkan empat partai politik, yaitu PNI, PARMUSI, PNU,
dan PKI. Tidak dapat dikatakan bahwa pemerintahan di zaman orde lama mengikuti system
etika Pancasila, bahkan ada tudingan dari pihak Orde baru bahwa pemilihan umum pada
zaman orde lama dianggap terlalu liberal karena pemerintahan Soekarno menganut system
demokrasi terpimpin, yang cenderung otoriter.
2. Pada zaman Orde Baru system etika Pancasila diletakkan dalam bentuk penataran P-4. Pada
zaman Orde Baru itu pula muncul konsep manusia Indonesia seutuhnya sebagai cerminan
manusia berperilaku dan berakhlak mulia sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Manusia
Indonesia seutuhnya dalam pandangan Orde Baru, artinya manusia sebagai makhluk ciptaan
Tuhan Yang Maah Esa, yang secara kodrati bersifat monodualistik, yaitu makhluk rohani
sekaligus jasmani, dan makhluk individu sekaligus makhluk social.
3. Sistem etika Pancasila pada era reformasi tenggelam dalam eforia demokrasi. Namun seiring
dengan perjalanan waktu, disadari bahwa demokrasi tanpa dilandasi system etika politik akan
menjurus pada penyalahgunaan kekuasaan, serta menghalalkan segala cara untuk mencapai
tujuan.

Faktor-faktor dari dalam negeri antara lain:

1. Melemahnya penghayatan dan pengamalan ajaran agama di kalangan aparatur, serta


munculnya pemahaman ajaran agama yang sempit dan keliru.
2. Sistem sentralisasi pemerintah di masa lalu yang mengakibatkan terjadinya penumpukan
kekuasaan di pusat dan pengabaian kepentingan daerah.
3. Tidak berkembangnya pemahaman dan penghargaan atas kebhinnekaan dan kemajmukan
dalam kehidupan berbangsa. Terjadinya ketidak-adilan ekonomi dalam lingkup yang luas dan
dalam kurun waktu yang panjang, sehingga melewati ambang batas kesabaran masyarakat.
4. Kurangnya keteladanan dalam sikap dan prilaku sebagian pemimpin bangsa.
5. Tidak berjalannya penegakan hukum secara optimal, dan lemahnya kontrol sosial dalam
mengendalikan perilaku yang menyimpang dari etika.
6. Terjadinya pembatasan kemampuan budaya lokal, daerah dan nasional dalam merespon
pengaruh negatif dari budaya luar.
7. Meningkatnya prostitusi, pornografi, perjudian, serta pemakaian, peredaran dan
penyeludupan narkotika.

Sementara faktor-faktor dari luar negeri meliputi:

1. Pengaruh globalisasi kehidupan;


2. Makin kuatnya intensitas intervensi kekuatan global dalam perumusan kebijakan nasional.

Esensi dan Urgensi Pancasila sebagai Sistem Etika

1. Esensi Pancasila sebagai Sistem Etika


a. Hakikat sila ketuhanan terletak pada keyakinan bangsa Indonesia bahwa Tuhan
sebagai penjamin prinsip-prinsip moral. Artinya, setiap perilaku warga Negara harus
didasarkan atas nilai-nilai moral yang bersumber pada norma agama.
b. Hakikat sila kemanusiaan terletak pada actus humanus, yaitu tindakan manusia yang
mengandung implikasi dan konsekuensi moral yang dibedakan dengan actus homini,
yaitu tindakan manusia yang biasa.
c. Hakikat sila persatuan terletak pada kesediaan untuk hidup bersama sebagai warga
bangsa yang mementingkan masalah bangsa di atas kepentingan individu atau
kelompok.
d. Hakikat sila kerakyatan terletak pada prinsip musyawarah untuk mufakat.Artinya,
menghargai diri sendiri sama halnya dengan menghargai orang lain.
e. Hakikat sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan perwujudan
dari sistemetika yang tidak menekankan pada kewajiban semata (deontologis) atau
menekankan pada tujuan belaka (teleologis), tetapi lebih menonjolkan keutamaan
(virtue ethics) yang terkandung dalam nilai keadilan itu sendiri.

2. Urgensi Pancasila sebagai Sistem Etika

Pentingnya Pancasila sebagai sistem etika terkait dengan permaslahan yang dihadapi oleh
bangsa Indonesia diantaranya:
1. Masih terdapat kasus korupsi yang melemahkan sendi kehidupan negara
2. Masih terdapat kasus terorisme yang mengatasnamakan agama sehingga menurunkan
sikap toleransi dan menghambat integrase nasional
3. Masih terjadinya pelanggaran atas arti HAM dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara
4. Terdapat kesenjangan antara kelompok miskin dan kaya serta masih terdapatnya kaum
marginal di beberapa wilayah yang merasa terasingkan
5. Masih adanya ketidakadilan hukum dalam sistem peradilan di Indonesia
6. Banyak terjadi pengingkaran dalam pembayaran pajak, dan sebagainya.

Konsep Pancasila sebagai Sistem Etika


Hal yang sangat penting dalam mengembangkan Pancasila sebagai sistem etika meliputi:
1. Menempatkan Pancasila sebagai sumber moral dan penentu sikap, tindakan serta keputusan
yang akan diambil setiap warga negaraPancasila memberikan pedoman bagi setiap warga negara
agar memiliki orientasi yang jelas dalam pergaulan regional, nasional dan internasional
2. Pancasila menjadi dasar analisis kebijakan yang dibuat penyelenggara negara sehingga
mencerminkan semangat kenegaraan berjiwa Pancasila
3. Pancasila menjadi filter terhadap pluralitas nilai yang berkembang dalam berbagai bidag
kehidupan

Menggali sumber tentang Pancasila sebagai Sistem Etika


Sumber Historis. Pada zaman orde lama,pancasila sebagai sistem etika masih berbentuk sebagai
philosofisch grondslag atau weltanschauung, artinya nilai-nilai Pancasila belum ditegaskan
kedalam sistem etika, tetapi nilai-nilai moral telah terdapat pandangan hidup masyarakat.
Masyarakat orde lama telah mengenal nilai-nilai kemandirian bangsa yang oleh presiden
Soekarno disebut dengan istilah berdikari (berdiri diatas kaki sendiri).
Hal-hal penting yang sangat urgen bagi pengembangan Pancasila sebagai sistem etika meliputi
hal-hal sebagai berikut:
1. Meletakkan sila-sila Pancasila sebagai sistem etika berarti menempatkan Pancasila sebagai
sumber moral dan inspirasi bagi penentu sikap, tindakan, dan keputusan yang diambil setiap
warga negara.
2. Pancasila sebagai sistem etika memberi guidance bagi setiap warga negara sehingga memiliki
orientasi yang jelasdalam tata pergaulan baik lokal, nasional, regional, maupun internasional.
3. Pancasila sebagai sistem etika dapat menjadi dasar analisis bagi berbagai kebijakan yang
dibuat oleh penyelenggara negara sehingga tidak keluar dari semangat negara kebangsaan yang
berjiwa Pancasilais.
4. Pancasila sebagai sistem etika dapat menjadi filter untuk menyaring pluralitas nilai yang
berkembang dalam kehidupan masyarakat sebagai dampak globalisasi yang memengaruhi
pemikiran warga negara.

Pertemuan 13 “PANCASILA SEBAGAI DASAR NILAI PENGEMBANGAN ILMU”


1. Konsep Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu.
Para ilmuwan dalam pengembangan ilmu konsisten akan janji awalnya ditemukan ilmu, yaitu
mencerdaskan manusia, memartabatkan manusia dan mensejahterakan manusia, maka
pengembangan ilmu yang didasarkan pada kaidah-kaidah keilmuannya sendiri tak perlu
menimbulkan keteganganketegangan antara ilmu (teknologi) dan masyarakat. Fakta yang kita
saksikan saat ini ilmu-ilmu empiris mendapatkan tempatnya yang sentral dalam kehidupan
manusia karena dengan teknologi modern yang dikembangkannya dapat memenuhi kebutuhan
praktis hidup manusia. Ilmu-ilmu empiris tersebut tumbuh dan berkembang dengan cepat
melebihi ritme pertumbuhan dan perkembangan peradaban manusia. Ironisnya tidak dapat
diimbangi dengan kesiapan mentalitas sebagai masyarakat, khususnya Indonesia.
prinsip-prinsip berpikir secara ilmiah (ilmu) yang harus diketahui dalam pembahasan ini (Ditjen
Dikti: 2013), yaitu:

 Objektif: Cara memandang masalah apa adanya, terlepas dari faktor-faktor subjektif
misalnya: perasaan, keinginan, emosi dan sistem keyakinan, otoritas.
 Rasional: Menggunakan akal sehat yang dapat dipahami dan diterima oleh orang lain.
Mencoba lepaskan unsur perasaan emosi, sistem keyakinan otoritas.
 Logis: Berpikir menggunakan dengan azas logika/runtut/konsisten, implikatif. Tidak
mengandung unsur kontradiktif. Setiap pemikiran logis pasti rasional, begitupun
sebaliknya yang rasional pasti logis.
 Metodologis: Selalu menggunakan cara dan metode keilmuan yang khas dalam setiap
pemikiran dan bertindak (misalnya : induktif, deduktif, sintesis, hermeneutik, intuitif).
 Sistematis: Setiap cara berpikir dan bertindak menggunakan tahap langkah prioritas yang
jelas dan terkait satu sama lain. Memiliki target dan arah tujuan yang jelas.
Pengertian Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu dapat mengacu pada beberapa jenis
Salah satunya adalah setiap ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan di Indonesia
haruslah tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
1. Nilai Ketuhanan Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu.
Ilmu pengetahuan harus tetap mbangan antara rasional dan irasional, Keseimbangan
antara akal, rasa, dan kehendak
2. Nilai Kemanusia Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu Pengetahuan.
Nilai kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung arti kesadaran sikap dan
prilaku sesuai dengan nilai-nilai moral dalam hidup bersama atas dasar tuntutan hati
nurani masing-masing, dengan memperlakukan sesuatu hal dengan sebagaimana
semestinya.
3. Nilai Pemersatu Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu.
Nilai pemersatu Indonesia memberikan kesadaraan kepada bangsa Indonesia akan
rasa nasionalisme bangsa Indonesia. Oleh karena itu ilmu pengetahuan dan teknologi
hendaknya diarahkan demi kesejateraan umum manusia termasuk di dalam nya
kesejahteraan bangsa Indonesia dengan rasa nasionalismenya.
4. Nilai Kerakyatan Sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu Pengatahuaan.
Nilai kerakyataan mendasari pengembangan ilmu pengetahuaan dan secara
demokratis, yang artinya setiap ilmuan haruslah memiliki kebebasaan untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan tetapi juga harus saling menghormati dan
menghargai kebebasaan orang lain.
5. Nilai Keadilan Sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu. Berdasarkan nilai keadilan,
pengembangan ilmu pengetahuaan dan teknologi harus menjadi keseimbangaan dan
keadilan dalam kehidupan manusia, yaitu keseimbangan dan keadilan dalam
hubungan antara manusia dengan sesamaanya, manusia dengan penciptanya, dan
manusia dengan lingkungan dimana meraka berada.

2. Urgensi Pancasila Sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu.


Pentingnya nilai Pancasila sebagai dasar pengembangan ilmu dapat ditelusuri ke dalam hal-
hal sebagai berikut:
1. Pluraritas nilai yang berkembang dalam kehidupan bangsa Indonesia dewasa ini seiring
kemajuan iptek menimbulkan perubahan dalam cara pandang manusia tentang kehidupan.
Hal ini membutuhkan renungan dan refleksi yang mendalam agara bangsa Indonesia
tidak terjerumus ke dalam penentuan keputusan nilai yang tidak sesuai dengan
kepribadian bangsanya sendiri.
2. Dampak negatif yang ditimbulkan kemajuan iptek tehadap lingkungan hidup berada
dalam titik nadir yang sangat membahayakan eksistensi hidup namusia di masa yang
akan datang. Oleh karena itu, diperlukan tuntutan moral bagi para ilmuan dalam
pengembangan iptek di Indonesia.
3. Perkembangan iptek yang didominasi negara-negara barat dengan politik global ikut
mengancam nilai-nilai khas dalam kehidupan bangsa Indonesia, seperti spiritualitas,
gotongroyong, solidaritas, musyawarah, dan cita rasa keadilan. Oleh karena itu,
diperlukan orientasi yang jelas untuk menyaring dan menangkal pengaruh nilai-nilai
global yang tidak sesuai dengan nilainilai kepribadian bangsa Indonesia.

3. Alasan Diperlukan Pancasila Sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu Pengetahuan


Ada beberapa alasan Pancasila diperlukan sebagai dasar nilai pengembangan iptek dalam
kehidupan bangsa Indonesia yang meliputi-hal-hal sebagai berikut :
1. Kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh pihak iptek, baik dengan dalih percepatan
pembangunan daerah tertinggal maupun upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat
perlu mendapat penilaian serius.
2. Penjabaran sila-sila Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan iptek dapat menjadi
sarana untuk mengontrol dan mengendalikan kemajuan iptek yang berpengaruh pada cara
berpikir dan bertindak masyarakat yang cenderung pragmatis.
3. Nilai-nilai kearifan lokal yang menjadi simbol kehidupan di berbagai daerah mulai
digantingkan dengan gaya hidup global, sperti budaya gotong royong yang digantikan
dengan individualis yang tidak patu membayar pajak hanya menjadi free rider di negara
ini, sikap bersahaja digantikan dengan semnagat individualis, musyawarah untuk mufakat
digantikan dengan voting, dan seterusnya.

4. Sumber Historis, Sosiologis, dan Politik tentang Pancasila sebagai Dasar Pengembangan Ilmu
1. Sumber Historis
Melalui kajian historis yang pada hakekatnya pemahaman tentang sejarah kelahiran dan
perkembangan ilmu pengetahuan, dapat dikonstatisikan bahwa ilmu pengetahuan itu
mengandung dua aspek, yaitu aspek fenomenal dan aspek stuktural

lima prinsip besar yang terkandung dalam Pancasila cukup luas dan mendasar untuk
mencakup segala persoalan etik dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, yaitu :

1) Monoteisme
2) Humanisme dan solidaritas karya negara
3) Nasionalisme dan solidaritas warga negara
4) Demokrasi dan perwakilan
5) Keadilan sosial ( Jakob, 1987:59).

2. Sumber Sosiologi
Sebagai sumber sosiologis Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan iptek dapat
ditemukan pada sikap masyarakat yang sangat peka terhadap isuisu Ketuhanan dan
Kemanusiaan yang ada dibalik peristiwa yang terjadi dalam masyarakat. Misalnya
dengan rencana dibangunnya pembangunan pusat tenaga nuklir disemenanjung muria
beberapa tahun yang lalu. Hal ini akan di kaitkan dengan isu-isu Ketuhanan dan
Kemanusiaan.
3. Sumber Politis Pancasila sebagai Dasar Pengembangan Ilmu.
Sumber Politis Pancasila sebagai dasar nilai pertimbangan Ilmu di Indonesia dapat
diruntut ke dalam berbagai kebijakan yang akan dilakukan oleh pemerintah sebagai
penyelenggara negara. Dokumen pada masa Orde Lama yang meletakan Pancasila
sebagai dasar nilai pengembengan atau orientasi lmu, antara lain dapat dilihat dari pidato
Soekarno keyika menerima gelar Doktor Honoris Causa di UGM pada tanggal 19
September 1951, mengunkapkan sebagai berikut: “Bagi saya, ilmu pengetahuan hanyalah
berharga penuh jika dipergunakan untuk mengabdi kepada praktik hidup manusia, atau
praktik bangsa, atau praktiknya hidup dunia kemanusiaan.
Pertemuan 14 “PANCASILA SEBAGAI DASAR NILAI PENGEMBANGAN ILMU”

1. Menjelaskan Dinamika dan Tantangan Pancasila Sebagai Dasar Nilai Pengembangan ilmu.
Dinamika Pancasila sebagai daras negara dalam sejarah bangsa Indonesia memperlihatkan
adanya pasang surut dalam pelaksanaannya nilai-nilai Pancasila. Pancasila sebagai ideologi
negara dalam masa pemerintahan Presiden Soekarno: sebagaimana diketahui bahwa Soekarno
termasuk salah seorang perumus Pancasila, bahkan penggali dan pemberi nama untuk dasar
negara. Pancasila sebagai ideologi dalam masa pemerintahan Presiden Soeharto diletakan
pada kedudukan yang sangat kuat melalui TAP MPRNo.II/1978 tentang masyarakat P-4. Pada
masa Soeharto ini pula, ideologi Pancasila menjadi asas tunggal bagi semua organisasi politik
(Opol) dan organisasi masyarakat (Ormas).

1. Ada beberapa betuk tantangan tehadap Pancasila sebagai dasar pengembangan Iptek di
Indonesia:

a) Kapitalisme yang sebagai menguasai perekonomian dunia, termasuk Indonesia. Akibatnya,


ruang bagi penerapan nilai-nilai Pancasila sebagai dasar pengembanganilmu menjadi tebatas.
Upaya bagi pengembangan sistem ekonomi Pancasila yang pernah dirintis Prof.Mubyarto
pada tahun 1980-1an belum menemukan wujud nyata yang dapat diandalkan untuk
menangkal dan meyaingi sistem ekonomi yang berorientasi pada pemilik modal besar.

b) Globalisasi yang meyebabkan lemahnya daya saing bangsa Indonesia dalam


pengembangan Iptek sehingga Indonesia dalam pengembangan Iptek sehingga Indonesia
lebih berkedudukan sebagai konsumen dari pada produsen dibandingkan dengan negara-
negara.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemajuan iptek terhadap NKRI :

a. Arus globalisasi,membuka peluang masuknya budaya baru kedalam suatu negara,

b. Munculnya penemuan baru dan teori-teori baru

c. Gaya hidup instan (mudah)

d. Peran pemerintah lewat setiap kebijakan terkait petrkembangan iptek

e. Munculnya kaum-kaum modernis yang berintelek dan terampil Penyalahgunaan iptek akan
mengancam eksitensi hidup manusia di masa yang akan datang, oleh karena itu, diperlukan
senjata untuk menangkal berbagai kemungkinan negatif perkembangan iptek,salah satunya
adalah Pancasila, Kesaktian Pancasila tidak hanya sebatas sebagai dasar negara, pedoman
hidup, dan pemersatu bagi bangsa Indonesia., tetapi juga dijadikan sebagai bintang penuntun
dalam segala aspek kehidupan, termasuk pengembangan iptek.

2. Menjelaskan Esensi Pancasila Sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu.

Hakikat Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan iptek dikemukakan oleh Prof. Wahyudi
Sediawan (dalam Dikti. 2016: 2016-2017) dalam simposium dan saresehan pancasila sebagai
Paradigma Ilmu Pengetahuan dan Pembangunan Bangsa. Sebagai berikut :
a) Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa memberikan kesadaran bahwa manusia hidup di
dunia ibarat sedang menempuh ujian dan hasil ujian akan menentukan kehidupan nanti

b) Sila Kedua, Kemanusiaan yang adil dan beradab memberikan arahan, baik bersifat
universal maupun khas terhadap Ilmuan dan ahli teknik di Indonesia, Asas kemanuasiaan atau
humanisme menghendaki agar perlakuaan terhadap manusia harus sesuai dengan kodratnya
sebagai manusia, yaitu keinginan, seperti kecukupan materi, bersosialisasi, eksistensinya
dihargai, mengeluarkan pendapat, berperan nyata di dalam lingkungan, bekerja sesuai
kemampuannya yang tinggi.

c) Sila ketiga : Persatuaan Indonesia memberikan landasan esensial bagi kelangsuangan


Negara Kesatuaan Republik Indonesia (NKRI).

d) Sila Keempat : Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmah Kebijaksanaan Dalam


Pemusyarawatan /Perwakilan memberikan arahan asa kerakyatan, yang mengandung arti
bahwa pembentukan negara republik Indonesia ini adalah oleh dan untuk semua rakyat
Indonesia.

e) Sila Kelima ; Keadilan Sosial bagi Selururh Rakya Indonesia memberikan arahan agar
diusahakan tidak terjadi jurang (gap) kesejahteraan di antara bangsa Indonesia.

3. Urgensi Pancasila Sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu

Dalam perkembangan tatanan kehidupan di era revolusi industri 4.0, sudah sangat jelas
terlihat bagaimana bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) sangat pesat menumbuh
kembangkan kemampuan literasi teknologi, Apabila perkembangan IPTEK yang sangat cepat
berkembang dan tidak diimbangi oleh pijakan landasan fudamental bangsa karena kan
menimbulkan hal yang negatif untuk bangsa. Oleh karena itu, diperlukan senjata atau
penghalang untuk menangkal berbagai kemungkinan yang negatif perkembangan IPTEK di
Indonesia. Pentingnya Pancasila sebagai dasar negara telah dijadikan dasar nilai bagi
pengembangan ilmu IPTEK demi kesejahteraan hidup masyarakat Indonesia dan pada
dasarmnya Pancasila merupakan sumber nilai, kerangka berpikir, dan dasar moralitas bagi
pengembangan IPTEK, Sehingga, silasila dalam Pancasila menunjukkan sistem etika dalam
pengembangan IPTEK. Pancasila merupakan satu kesatuan dari sila-sila yang merupakan
sumber nilai, kerangka pikir serta asas moralitas bagi pengembangan Ilmu Pengetahuaan, dan
sebaliknya ilmu pengetahuan tanpa didasari dan diarahkan oleh nilai-nilai Pancasila akan
menjadi suatu yang melhirkan akibatakibat fatal bagi bangsa Indonesia.

4. Beberapa Aspek Penting Dalam Ilmu Pengetahuan..

Aspek stuktural menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan di dalamnya terdapat unsur-unsur


sebaga berikut : 1) Sasaran yang dijadikan objek untuk dketahui {Gegenstand}.
2) Objek sasaran ini terus-menerus dipertanyakan dengan suatu cara (metode) tertentu tanpa
mengenal ttik henti. Suatu paradoks bahwa ilmu pengetahuan yang akan terus berkembang
justru muncul permasalah baru yang mendorong untuk terus menerus mempertanyakannya.

3) Ada alasan dan motivasi mengapa gegenstand itu terus menerus dipertanyakan.

4) Jawaban-jawaban yang dperoleh kemudaan disusun dalam suatu kesatuan sistem (Koento
Wibisono, 1985). Dengan

5. Pilar-pilar penyangga bagi eksistens ilmu pengetahuan.

Pengembangan ilmu selalu dihadapkan pada persoalan ontologi, epstemologi dan aksiologi.

a. Pilar ontologi (ontology) Selalu menyangkut problematika tentang keberadaan (eksistensi).

1) Aspek kuantitas : Apakah yang ada itu tunggal, dual atau plural (monisme, dualisme,
pluralisme)

2) Aspek kualitas (mutu, sifat) : bagaimana batasan sitat, mutu dari sesuatu (mekanisme,
teleologisme, vitalisme dan organisme).

b. Pilar epistemologi (epistemology)

Selalu menyangkut problematika tentang sumber pengetahuan, sumber kebenaran, cara


memperoleh kebenaran, kriteria kebenaran, proses, sarana, dasar-dasar kebenaran, sistem,
prosedur, strategi. Pengalaman episstemologis dapat memberikan sumbangan bagi kita :

(1) sarana legimitasi bagi ilmu/menentukan keabsahan disiplin illmu tertentu,

(2) memberikan karangka acuan metodologis pengembangan ilmu,

(3) mengembangkan ketrampilan proses,

(4) mengembangkan daya kreatif dan inovatif.

c. Pilar eksiologi (axiology).

Selalu berkaitan dengan problemantikan pertimbangan nilai (etis, moral, religius) dalam
setiap penemuan, penerapan atau pengembangan ilmu. Pengalaman aksiologis dapat
memberikan dasar dan arah pengembangan ilmu, mengembangkan etos keilmuan seorang
profesional dan ilmuan (Iriyanto Widisuseno, 2009)

6. Prinsip-prinsip berpikir ilmiah.


a) Objektif : Cara memandang masalah apa adanya, terlepas dari faktor-faktor subjektif
(misal : perasaan, keinginan, emos, sistem keyakinan, otorita)
b) Rasional : Menggunakan akal sehat yang dapat dipahami dan diterima oleh orang lain.
Mencoba melapaskan unsur perasaan, emosi, sistem keyakinan dan otorita.
c) Logis : Berpikir dengan menggunakan azas logika/runtut/konsisten, implikatif. Tidak
mengandung unsur pemikiran yang konstradiktif. Setiap pemikiran logis selalu rasional, begitu
sebaliknya yang rasional pasti logis.
d) Metodologis : Selalu menggunakan cara dan metode keilmuan yang khas dalam setiap
berpikir dan bertindak (misal : induktif, dekutif, sistess, hermeneutik, intuitif).
e) Sistematis : Setiap cara berpikir dan bertindak menggunakan tahapan langkah prioritas yang
jelas dan saling terkait satu sama lain. Memiliki target dan arah tujuan yang jelas.

7. Beberapa Pokok Nilai yang Perlu Dperhatikan dalam Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi.
Ada empat hal pokok agar ilmu pengetahuan dan teknologi dikembangkan secara konkrit,
unsur-unsur mana yang tidak boleh dilanggar dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam masyarakat agar masyarakat itu tetap manusiawi.
a. Rumusan hak azasi merupakan sarana hukum untuk menjamin penghormatan terhadap
manusa, individu-indivdu perlu dilindungi dari pengaruh penindasan ilmu pengetahuan.
b. Keadilan dalam bidang sosial, politik, dan ekonomi sebagai hal yang mutlak.
Perkembangan teknologi sudah membawa akibat konsentrasi kekuatan ekonomi mupun
politik. Jika kita ingin memanusiawikan pengembangan ilmu dan teknologi berarti bersedia
mendesentralisasikan monopoli pengambilan keputusan dalam bidang politik, ekonomi..
c. Sosial lingkungan hidup. Tidak ada seorang pun berhak menguras/mengeksploitas sumber-
sumber alam dan manusiai tanpa memperhatikan akibat-akibatnya pada seluruh masyarakat.
Ekologi mengajar kita bahwa ada kaitan erat antara benda yang satu dengan benda yang lain di
alam ini.
d. Nilai manusia sebagai pribadi. Dalam duna yang dikuasa teknik, harga manusia dinilai dari
tempatnya sebagai salah satu instrumen sistem administrasi kantor tertentu. Akibatnya
manusia dinilai bukan sebagai pribadi tapi lebih dari sudut kegunaannya atau hanya dilihat
sejauh ada manfaat praktisnya bagi suatu sistem.

8. Pancasila sebagai Dasar Nilai Strategi Pengembangan ilmu pengetahuan dan Teknologi.
Dalam mempertimbangkan sebuah strateg secara imperatif kta meletakkan Pancasila sebagai
dasar nilan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia. Pengertian dasar
nilai menggambarkan Pancasila suatu sumber orientasi dan arah pengembangan ilmu. Dalam
konteks Pancasila sebagai dasar nilai mengandung dimensi ontologis, epistemologis dan
aksiologis. Dimensi ontologis berarti ilmu pengetahuan sebagai upaya manusia untuk mencari
kebenaran yang tidak mengenal titik henti, atau “an unfinished journey”. Ilmu tampil dalam
fenomenanya sebagai masyarakat, proses dan produk. Dimens epstemologis, nilainilai
Pancasila dijadikan pisau analisis/metode berpikir dan tolok ukur kebenaran.Dimensi
aksologis, mengandung nilai-nilai imperatif dalam mengembangkan ilmu adalah sila-sila
Pancasila sebagai suatu keutuhan. Untuk itu ilmuwan dituntut memahami Pancasila secara
utuh, mendasar, dan kritis, maka diperlukan suatu situasi kondusif baik struktural maupun
kultural.

Anda mungkin juga menyukai