Deskripsi
Pendidikan Pancasila, merupakan kurikulum wajib nasional dalam kelompok mata
kuliah wajib umum (MKWU) meliputi mata kuliah sbb :
1. Pendidikan Pancasila
2. Pendidikan Agama
3. Pendidikan Kewarganegaraan, dan
4. Bahasa Indonesia.
Modul ini merupakan bahan Ajar Mata Kuliah Wajib Umum yg dipersiapkan peme-
rintah untuk menjadi salah satu sumber pembelajaran penyelenggaraan program studi
guna mengantarkan mahasiswa memantapkan kepribadiannya sebagai bangsa Indonesia
seutuhnya, yang disesuaikan pada era Pandemi Covid-19.
Modul Bahan Ajar Pendidikan Pancasila ini merupakan bahan ajar yang dinamis pada
era Pandemi Covid-19, yang senantiasa diperbaiki, diperbaharui, dan dimutakhirkan
sesuai dengan dinamika perkembangan pandemi covid-19, Masukan dari berbagai
kalangan diharapkan dapat meningkatkan kualitas modul ini.
Pokok Bahasan
1
Modul Mata Kuliah PANCASILA
Selain hal tersebut di atas, pada mata kuliah Pendidikan Pancasila ini juga dibahas
permasalahan aktual dewasa ini khususnya tentang SARA, HAM, krisis ekonomi, dan
berbagai pemikiran yang digali dari nilai-nilai Pancasila.
Modul matakuliah Pendidikan Pancasila ini disusun berdasarkan Garis Besar Pro-
gram pembelajaran yang tertuang dalam Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi
Departemen Pendidikan Nomor : 265/DIKTI/2000 tentang Penyempurnaan Kurikulum
Inti Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian Pendidikan Pancasila pada Perguruan
Tinggi, khususnya dalam implementasinya di Universitas Bhayangkara Surabaya.
Tujuan umum yang ingin dicapai dalam pembelajaran matakuliah Pendidikan Panca-
sila tertuang dalam Tujuan Instruksional Umum, yaitu mahasiswa diharapkan dapat :
2
Ruang Lingkup Pendidikan Pancasila
Hal demikian dapat dipahami bahwa pendidikan pancasila lebih dimaksudkan sebagai :
Pancasila merupakan pernyataan jati diri bangsa Indonesia mencakup tiga aspek,
yakni : (pancasila sebagai kepribadian bangsa, pancasila sebagai identitas bangsa, dan sebagai
keunikan bangsa Indonesia).
3
Modul Mata Kuliah PANCASILA
Modul 1
Kegiatan Belajar 1
Tujuan Pendidikan Pancasila adalah membentuk watak bangsa yang kukuh, juga
untuk memupuk sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma
Pancasila.
Perkuliahan pada era wabah pandemi covid-19 dalam jaringan (daring) di Universi-
tas Bhayangkara Surabaya, tentulah tidak sama dengan perkuliahan biasa secara normal
Oleh karena itu Perkuliahan Pendidikan Pancasila memerlukan modifikasi dalam bentuk
modul sehingga tanggung jawab penyajian materi yang lebih fleksibel.
4
Landasan Pendidikan Pancasila meliputi :
1. Landasan Historis,
Bahwa menurut : Sri Soeprapto (1997),dalam : Habibullah Al Faruq (2017)
bahwa Pancasila adalah "warisan jenius " para pendiri bangsa, Pancasila merupakan
fakta sejarah sebagian dari proses berbangsa dan bernegara Indonesia, adalah hasil
sejarah yamg sangat berharga sehingga kita mampu bersepakat mendirikan dan
mempertahankan Negara kesatuan republik Indonesia sampai dengan saat ini.
2. Landasan Kultural,
Bahwa nilai nilai pancasila yang merupakan local wisdom bangsa dan realitas
objektif dalam diri bangsa Indonesia, selain itu, pancasila juga telah menjadi living
reality bagi bangsa Indonesia.
Bangsa yang besar ialah bangsa yang peduli akan pewarisan budaya luhur
bangsanya, Oleh karena itu, perlu ada upaya pewarisan nilai nilai falsafah pancasila
melalui pendidikan pancasila, sebagai proses pembudayaan atau pewarisan budaya
luhur bangsa dari generasi tua kepada generasi muda bangsa.
3. Landasan Folosofis,
Bahwa Pancasila mengandung konsep religiusitas, humanitas, nasionalitas, dan
sosialitas yang dapat dipertanggung jawabkan dari tinjauan teoritis-filsafat.
Pendidikan pancasila secara filosofis sangatlah logis dan strategis sebagai landa-
san untuk mengkaji, mengembangkan,melaksanakan, dan mengamalkan nilai nilai
filosofis bangsa, Dengan demikian, nilai nilai pancasila yang bersifat abstrak akan
lebih memiliki peluang untuk dikonkretkan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
4. Landasan Yuridis
Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang system pendidikan nasional
menyatakan bahwa pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan
pancasila dan UUD 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional
Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perkembangan zaman.
Sedangkan dalam pasal 37 UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasio-
nal, disebutkan bahwa kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat :
a. Pendidikan Agama
b. Pendidikan Agama
c. Pendidikan Kewarganegaraan, dan
d. Bahasa Indonesia
Kegiatan Belajar 2
3. Ber-sistem, atau bersifat sistematis bermakna memiliki kebulatan dan keutuhan yang
bagian-bagiannya merupakan satu kesatuan yang yang saling berhubungan dan
tidak berkontradiksi sehingga membentuk kesatuan keseluruhan.
4. Bersifat universal, atau dapat dikatakan bersifat objektif, dalam arti bahwa penelu-
suran kebenaran tidak didasarkan oleh alasan rasa senang atau tidak senang, setuju
atau tidak setuju, melainkan karena alasan yang dapat diterima oleh akal. Pancasila
memiliki dan memenuhi syarat-syarat sebagai pengetahuan ilmiah sehingga dapat
dipelajari secara ilmiah.
Pancasila dapat juga diletakkan sebagai objek studi ilmiah, yakni pendekatan yang
dimaksudkan dalam rangka penghayatan dan pengamalan Pancasila yakni suatu pengu-
raian yang menyoroti materi yang didasarkan atas bahan-bahan yang ada dan dengan
segala uraian yang selalu dapat dikembalikan secara bulat dan sistematis.
Sifat dari studi ilmiah haruslah praktis dalam arti bahwa segala yang diuraikan memi
liki kegunaan atau manfaat dalam praktek. Contoh pendekatan ilmiah terhadap Pancasila
antara lain : pendekatan historis, pendekatan yuridis konstitutional, dan pendekatan
filosofis.
Rumusan pancasila yang dijadikan sebagai dasar Negara Republik Indonisia seperti
yang dicatum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke empat adalah :
Kelima sila tersebut sebagai satu kesatuan nilai kehidupan masyarakat ditetapkan
oleh panitia persiapan kemerdekaan inonisia ( PPKI ) dan dijadikan sebagai dasar Negara
pada tanggal 18 agustus 1945. Dapat dipahami melalui tiga pendekatan yaitu :
1. Pendekatan sejarah,
Bahwa dengan pendekatan sejarah diharapkan dapat terlihat dengan jelas proses
pertumbuhan dan perlembagaan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan ( pribadi-mas-
yarakat-negara).
6
Pendekataan sejarah ini perlu mengingat sipat nilai nilai pancasila yg abstrak,
sehingga menjadi jelas seakan-akan konkeritlah nilai tersebut dalampikiran kita.
Konkretitasi hal yang abstrak akan sangat menolong memudahkan kita berpikir,
disamping itu sejarah menjabatani jarak waktu dan tempat.misalnya kejadian apa
dari zaman seriwijaya dan majapahit, sudah dapat dipastikan tidak ada yang menge-
tahui kejadian-kejadian tersebbut secara factual. Dengan ungkapan sejarah,kejadian-
kejadian sekan-akan nyata dalam pikiran kita.
Demikan lah kegunaan sejarah sebagai pengetahuan factual dalam arti diketahui
sendiri, bahwa melalui pembahasan aspek historis pengungkapan fakta sejarah yang
ada kaitanya langsung dengan proses pertumbuhan serta pelaksanaan nilai-nilai
pancasila.
Pancasila dari sisi hukum dan hukum katatanegaraan sangatlah penting artinya
untuk dipelajari. Hukum mengatur kegiataaan hidup warga masyarakat dan Negara
Pancasila sebagai dasar Negara merupakan sumber dari segala sumber hukum
dalam kehidupan bernegara, dengan demikan hukum haruslah di mengerti dengan
baik agar dapat mengamalkan pancasila dengan baik pula, sebab sulit bagai kita
bertindak atau berbuat jika tidak mengetahui dengan baik segi-segi hukum dan
hukum katatanegaraan dari pancasila, karena peraturan perundang-undangan secara
herarkhis mengalir dari nilai-nilai pancasila.
3. Pendekatan filosofis,
1) Pengertian filsafat,
Secara etimologi, Istilah filsafat memiliki pandana kata bahasa arab falsafah,
dalam kosa kata bahasa inggris philosophy, dan dalam bahasa Yunani, merupa-
kan panduan kata majemuk philos ( sahabat ) dan sophia ( pengetahuan yang
bijak sana,kebijaksanaan ) dan kata kerja sebagai panduan Philein ( mencintai )
dan shopos ( hikmah,kebijaksanaan ), atau “cinta kepada pengetahuan yang bijak-
sana´,
Menurut : Mudofir istilah filsafat, adalah “menunjukan suatu usaha menuju
kepada keutamaan mental “ (the fursuit of mental excellence), dan dalam perjalan
sejarah, Filsafat adalah “sebagai pandangan hidup,sebagai suatu kebijaksanaan yang
rasional, sebagai proses kritis dan sitematis dari pengetahuan manusia,sebagai usaha
memperoleh pandangan yang menyeluruh”.
7
Bepikir secara filsafat menurut : Kaelan (1996) senantiasa berkaitan dengan
masalah-masalah manu-sia yang bersifat actual dan hakiki. Misalnya banyak
orang menginginkan demo-krasi, maka demokrasi dalam arti yang sesungguh-
nya dapat ditemukan dengan kontemplasi kefilsafatan. Bagaimana menciptakan
demokrasi yang tidak menim-bulkan gejolak,mencari keserasian antara stabilitas
dan dinamika,hubungan antara yang berkuasa dengan rakyat dan sebagainya.
Oleh karna itu berpikir secara kefilsafatan di samping berkaitan dengan ide-
ide tetapi juga harus memperhatikan realitas konkret. Ada pun cirri-ciri berpikir
filsafat antara lain : (bersifat keritis, bersifat terdalam, konseptual, koheren, rasional,
komperhensif, universal, sistematis, spekualatif, bebas dan bertanggung jawab).
Bersifat bebas dan bertanggung jawab dalam berfilsafat manusia bebas
memikirkan apa saja sehingga asfek kretivitas dapat tumbuh kembang dengan
baik, tetapi kebebasan harus dipertanggung jawabkan, misalnya pertama-tama
dipertangung jawabkan kepada suara hati, hati nuraninya.
Dengan kebebasan bertanggung jawab berpikir yang dimiliki, secara lang-
sung maupun tidak langsung orang tidak terkekang dan terjajah oleh pendapat
oerang lain, itulah cirri berpikir secara kefilsafatan.
Modul 2
Kegiatan Belajar 3
Asal mula Pancasila sebagai dasar Falsafah Negara menurut : Soegito A.T (1999) Asal
mula Pancasila dibedakan :
1. Causa materialis (asal mula bahan) ialah berasal dari bangsa Indonesia sendiri,
terdapat dalam adat kebiasaan, kebudayaan dan dalam agama-agamanya.
2. Causa formalis (asal mula bentuk atau bangun) dimaksudkan bagaimana Pancasila
dirumuskan sebagaimana terdapat pada Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Dalam hal ini BPUPKI memiliki peran yang sangat menentukan.
3. Causa efisien (asal mula karya) ialah asal mula yang meningkatkan Pancasila dari
usulan dasar negara menjadi Pancasila yang sah sebagai dasar negara. dalam hal ini
adalah PPKI sebagai pembentuk negara yang kemudian mengesahkan dan menja-
dikan Pancasila sebagai dasar Falsafah Negara setelah melalui pembahasan dalam
sidang-sidangnya.
4. Causa finalis (asal mula tujuan) adalah tujuan dari perumusan dan pembahasan
Pancasila yakni hendak dijadikan sebagai Dasar Negara, sampai kepada kausa fina-
lis tersebut diperlukan kausa atau asal mula sambungan.
8
dat, tulisan, bahasa, kesenian, kepercayaan, agama dan kebudayaan pada umumnya
seperti :
2. Bangsa Indonesia terkenal ramah tamah, sopan santun, lemah lembut dengan
sesama manusia, bukti-buktinya seperti :
Dalam bangunan padepokan, pondok-pondok, semboyan aja dumeh, aja adigang
adigung adiguna, aja kementhus, aja kemaki, aja sawiyah-wiyah, dan sebagainya,
Dalam cerita-cerita Bharatayudha, Ramayana, Malin Kundang, Batu Pegat, Anting
Malela, Bontu Sinaga, Danau Toba, Cinde Laras, Riwayat dangkalan Metsyaha,
membantu fakir miskin, membantu orang sakit, dan sebagainya,
Hubungan luar negeri semisal perdagangan, perkawinan, kegiatan kemanusiaan,
yang mengindikasikan adanya Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Bangsa Indonesia juga memiliki ciri-ciri guyub, rukun, bersatu, dan kekeluargaan,
sebagai bukti-buktinya :
5. Dalam hal Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, bangsa Indonesia dalam
menunaikan tugas hidupnya terkenal lebih bersifat sosial dan berlaku adil terhadap
sesama, bukti-buktinya :
Adanya bendungan air (sistim subak di Bali), tanggul sungai, tanah desa, sumur
bersama, lumbung desa, penyediaan air kendi di muka rumah, selamatan.
Tulisan sejarah kerajaan Kalingga, Sejarah Raja Erlangga, Sunan Kalijaga, Ratu
Adil, Jaka Tarub, Teja Piatu, dan sebagainya.
Pancasila sebenarnya secara budaya merupakan kristalisasi nilai-nilai yang baik yang
digali dari bangsa Indonesia, disebut sebagai kristalisasi nilai-nilai yang baik, Adapun
kelima sila dalam Pancasila merupakan serangkaian unsur-unsur yang tidak terputus
satu dengan yang lainnya, Namun demikian terkadang ada pengaruh dari luar menye-
babkan dis-kontinuitas antara hasil keputusan tindakan konkret dengan nilai budaya.
9
Lambang Garuda Pancasila, Makna dan Sejarahnya
Setiap tanggal 1 Juni diperingati sebagai Hari Lahir istilah Pancasila, yang merupa-
kan ideologi Negara, dan Garuda Pancasila dijadikan sebagai lambang negara Republik
Indonesia.
Dalam situs resmi Badan Intelijen Negara (BIN), Garuda Pancasila sejak Desember
1949 dirancang oleh : Sultan Hamid II, atau “Syarif Abdul Hamid Alkadrie”, dilahirkan
dari kesultanan Pontianak dan pernah menjabat sebagai Gubernur Daerah Istimewa
Kalimantan Barat serta menjadi Menteri Negara Zonder Portofolio di era Republik
Indonesia Serikat.
Pada 10 Januari 1950, dibentuklah Panitia Lencana Negara untuk menseleksi lam-
bang negara yang akan digunakan, Pada saat itu, banyak usulan lambang negara yang
diajukan kepada panitia, Dengan melalui beberapa proses, rancangan karya “Sultan
Hamid II” diterima dan dikukuhkan sebagai lambang negara.
Atas Prakarsa Ir Soekarno dan berbagai organisasi lainnya, rancangan Sultan Hamid
II tersebut disempurnakan sedikit demi sedikit, dan pada Maret 1950, penyempurnaan
sampai pada tahap finalisasi, dan mulai diperkenalkan kepada masyarakat dan sejak
tanggal 17 Agustus 1950, lambang tersebut digunakan, dan pada tanggal 17 Oktober 1951,
lambang Negara Garuda Pansaila diresmikan dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 66
Tahun 1951, namun sebutan resminya belum ada, sehingga sebutannya bermacam-
macam seperti di antaranya : (Garuda Pancasila, Burung Garuda, Lambang Garuda, Lambang
Negara).
Oleh sebab itu, pada tanggal 18 Agustus 2000, melalui amandemen kedua UUD
1945, MPR menetapkan penulisan resmi lambang Negara Indonesia tersebut terdapat
dalam pasal 36 A UUD 1945 yang disebutkan sebagai : “Garuda Pancasila”, Nama
tersebut sesuai dengan desain pada lambang Negara yaitu : Garuda diambil dari nama
“burung dan Pancasila” sebagai Dasar Negara Indonesia, sedangkan tata cara penggu-
naannya sebagaimana diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 43 Tahun 1958,
Burung Garuda, menurut mitologi Hindu, merupakan burung mistis yang berasal dari
India. Burung tersebut berkembang sejak abad ke-6 di Indonesia, yang dimaknai lam-
bang kekuatan, sedangkan warna emas pada Burung Garuda melambangkan kemega-
han atau kejayaan, jumlah bulu :
Pada sayap Garuda sebanyak 17 helai,
Pada bulu ekor berjumlah 8 helai,
Pada bulu di pangkal ekor berjumlah 19 dan
Pada bulu di leher berjumlah 45.
10
Pada Perisai, yang terdapat pada Burung Garuda, terdapat 5 (lima) buah simbol yang
masing-masing melambangkan sila-sila dari dasar negara Pancasila.
Pada bagian tengah dari perisai tersebut terdapat simbol “bintang” memiliki lima
sudut, yang melambangkan Sila pertama Pancasila, yaitu : “Ketuhanan Yang Maha
Esa”.
= Sebagai cahaya kerohanian yang dipancarkan oleh Tuhan kepada tiap manusia
= Di bagian bintang, terdapat latar berwarna hitam, yang melambangkan warna
alam yang asli, bukan sekadar rekaan manusia, tetapi sumber dari segalanya dan
telah ada sebelum segala sesuatu di dunia ini ada atas ciptaan Tuhan.
Pada bagian kanan bawah, terdapat “rantai” yang melambangkan sila kedua Pan-
casila, yaitu “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”,
= Rantai tersebut terdiri atas mata rantai yang berbentuk segi empat dan lingkaran
yang saling berkaitan membentuk lingkaran.
= Mata rantai segi empat melambangkan laki-laki, sedangkan yang lingkaran
melambangkan perempuan.
= Mata rantai yang saling berkait pun melambangkan bahwa setiap manusia, laki-
laki dan perempuan, membutuhkan satu sama lain dan perlu bersatu sehingga
menjadi kuat.
Pada bagian kanan atas, terdapat gambar “pohon beringin” yang melambangkan
sila ketiga, yaitu : “Persatuan Indonesia”.
= Pohon beringin yang merupakan pohon besar yang bisa digunakan oleh banyak
orang sebagai tempat berteduh di bawahnya,
= Pohon Beringan dikorelasikan sebagai Negara Indonesia, sebagai tempat berte-
duh semua rakyat Indonesia, dibawah naungan Negara Indonesia.
= Pohon beringin memiliki sulur dan akar yang menjalar ke segala arah, dikorela-
sikan dengan keragaman suku bangsa, menyatu di bawah nama Indonesia.
Pada bagian kiri atas, terdapat “Kepala banteng” yang melambangkan sila keem-
pat Pancasila, yaitu “Kerakyatan yg Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan Perwakilan”.
= Kepala banteng memiliki filosofi sebagai hewan sosial yang suka berkumpul,
seperti halnya musyawarah, di mana orang-orang berdiskusi untuk melahirkan
suatu keputusan.
Pada bagian kiri bawah, terdapat lambang “padi dan kapas”. Yang melambangkan
sila ke lima Pancasila, yaitu : Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”.
= Padi dan kapas, dapat mewakili sila kelima, karena padi dan kapas merupakan
kebutuhan dasar setiap manusia, yakni pangan dan sandang,
= Syarat utama untuk mencapai kemakmuran, sebagai tujuan utama dari sila
kelima ini.
Pada lambang perisai sendiri, terdapat “garis hitam tebal yang melintang” di tengah-
tengah perisai, yang melambangkan “garis khatulistiwa” yang melintang melewati
wilayah Indonesia, Sedangkan “warna merah dan putih” yang menjadi latar pada
perisai tersebut merupakan warna bendera negara Indonesia, yaitu “Merah”, melam-
bangkan “Keberanian” dan “Putih” melambangkan “Kesucian”.
11
Pada bagian bawah “Garuda Pancasila”, terlihat “pita putih” yang bertuliskan
“Bhinneka Tunggal Ika”, yang merupakan semboyan negara Indonesia.
Bhinneka Tunggal Ika, dalam bahasa Jawa Kuno memiliki arti berbeda-beda tetapi
tetap satu jua,
Kata “Bhinneka Tunggal Ika” sendiri dikutip dari buku “Sutasoma” yang dikarang
oleh “Mpu Tantular”, Kata tersebut memiliki arti sebagai :
“Persatuan dan kesatuan Nusa dan Bangsa Indonesia yang terdiri atas berbagai pulau, ras,
suku, bangsa, adat, kebudayaan, bahasa, serta agama”.
Kegiatan Belajar 4
Pada tanggal 29 April 1945, Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indo-
nesia (BPUPKI) terbentuk yang diketuai oleh : Dr Radjiman Wediodiningrat, dengan
tugas mempersiapkan kemerdekaannya secara legal, untuk merumuskan syarat-syarat
apa yang harus dipenuhi sebagai negara yang merdeka (Safroedin Bahar : 1995).
1). Sidang pertama, BPUPKI tanggal 29 Mei s/d tanggal 1 Juni 1945,
Pada sidang pertama ini, M. Yamin dan Soekarno mengusulkan tentang dasar
negara, sedangkan Soepomo mengenai paham negara integralistik.
Tindak lanjut untuk membahas mengenai dasar negara maka dibentuk panitia
kecil atau panitia sembilan yang pada tanggal 22 Juni 1945 berhasil merumuskan
Rancangan mukadimah (pembukaan) Hukum Dasar, yang oleh Mr. Muhammad
Yamin dinamakan Jakarta Charter atau Piagam Jakarta.
2). Sidang kedua, BPUPKI pada tanggal 10 Juli sampai dengan 17 Juli 1945.
Pada sidang tanggal 10 Juli 1945, ini anggota BPUPKI membentukan Panitia kecil
yang dikelompokan menjadi tiga kelompok panitia perancang Hukum Dasar
(Konsti-tusi) (Sumber : Buku Empat Pilar Berbangsa dan Bernegara, Sekjen MPR-2012 yakni
:
(1). Panitia Sembilan yang di Ketuai Oleh : Ir. Soekarno dan anggotanya terdiri dari :
Mohammad Hatta, A.A Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdul Kahar Muzakir, H. A
Salim, Achmad Subarjo, Wahid Hasjim dan Muhammad Yamin. Yang bertugas untuk
membahas bentuk negara Indonesia, filsafat negara "Indonesia Merdeka" serta
merumuskan dasar negara Indonesia.
(2). Panitia Perancang Hukum Dasar (Konstitusi) diketuai oleh :Mr R Soepomo, dgn
anggota berjumlah 19 orang, Panitia perancang Hukum Dasar ini kemudian
membentuk lagi panitia kecil (panitia 9) Perancang Hukum Dasar (Konstitusi)
yaitu :
12
c) Panitia Ekonomi dan Keuangan dengan ketua : Moh. Hatta, bersama 23
orang.
3). Pada sidang BPUPKI tanggal 14 Juli 1945, telah menerima naskah rumusan panitia
sembilan yang dinamakan “Piagam Jakarta” sebagai rancangan Mukadimah Hukum
Dasar (Konstitusi)
4). Pada sidang BPUPKI tanggal 16 Juli 1945 seluruh rancangan sudah diterima
5). Pada sidang BPUPKI tanggal 17 Juli 1945, merupakan sidang penutupan Badan
Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia, sudah menyelesaikan
semua tugas-tugasnya,
Panitia-panitia kecil itu yang dibentuk oleh BPUPKI, telah menyelesaikan tugas-
tugasnya, oleh karenanya tugas penyelidikan usaha persiapan kemerdekaan indo-
nesia (BPUPKI) sudah selesai maka dalam penutupan rapat BPUPKI tanggal 17 Juli
1945, membentuk sebuah Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang disebut
dengan PPKI, (Dokuritsu Zyunbi Linkai). Bertugas mempersiapkan segala sesuatu
berkaitan kemerdekaan indonesia.
3. Memilih Presiden dan Wakil Presiden yang pertama, yakni Ir. Soekarno dan Drs.
Moh. Hatta.
4. Menetapkan berdirinya Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) sebagai Badan
Musyawarah Darurat (sejenis MPR).
Sidang kedua PPKI, tanggal 19 Agustus 1945, PPKI membuat pembagian daerah
propinsi, termasuk pembentukan 12 departemen atau kementerian.
13
Asal mula Pancasila secara formal dalam rumusan-rumusan Pancasila secara historis
terbagi dalam tiga kelompok (Yudi Latif : (2011) yaitu :
Dari tiga kelompok di atas secara lebih rinci rumusan Pancasila sampai dikeluarkan
nya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 ini ada tujuh yakni :
1. Rumusan –I, adalah dari Mr. Muh. Yamin tanggal 29 Mei 1945, yang disampaikan
dlm pidato “Asas dan Dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia”
2. Rumusan-II, adalah dari Mr. Muh. Yamin tanggal 29 Mei 1945, yang disampaikan
sebagai usul tertulis yang diajukan dalam Rancangan Hukum Dasar,
Dengan rumusan :
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Sosial.
3. Rumusan-III, adalah dari Soekarno, tanggal 1 Juni 1945 sebagai usul dalam pidato
Dasar Indonesia Merdeka, dengan istilah “Pancasila”
Dengan rumusan :
1. Nasionalisme (Kebangsaan indonesia)
2. Internasionalisme (Peri Kemanusiaan)
3. Mufakat (Demokrasi)
4. Kesejahteraan Sosial.
5. Ketuhanan yang meha esa (Berkebudayaan).
4. Rumusan-IV, adalah Piagam Jakarta, tanggal 22 Juni 1945, dengan susunan yang
sistematik hasil kesepakatan yang pertama.
Dengan rumusan :
1. Ketoehanan, dengan kewajiban mendjalankan sjariat Islam bagi
pemeloek-pemeloeknja
2. Kemanoesiaan jang adil dan beradab
3. Persatoean Indonesia
4. Kerakjatan jang dipimpin oleh hikmat, kebidjaksanaan dalam
permoesjawaratan/perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seloeroeh Rakjat Indonesia.
14
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan jang dipimpin oleh hikmat, kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan
5. Dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh Rakyat
Indonesia.
6. Rumusan –VI adalah dalam Mukaddimah Konstitusi RIS tanggal 27 Desember 1949,
Dengan rumusan :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Peri Kemanusiaan
3. Kebangsaan
4. Kerakyatan
5. Keadilan Sosial
Modul 3
Kegiatan Belajar 5
Dasar negara merupakan alas atau fondamen yang menjadi pijakan dan mampu
memberikan kekuatan kepada berdirinya sebuah negara. Negara Indonesia dibangun
juga berdasarkan pada suatu landasan atau pijakan yaitu “Pancasila”.
Pancasila, dalam fungsinya sebagai dasar negara, yang diusulkan oleh : Ir Soekarno,
dalam pidatonya tanggal 1 Juni 1945, merupakan : “Dasar Falsafah Negara, atau
filosofhi grounslag dan sumber kaidah hukum yang mengatur negara Republik
Indonesia”, terma-suk seluruh unsur-unsurnya didalamnya yakni : pemerintah, wilayah
dan rakyatnya.
Konsekuensinya adalah Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum. Hal
ini menempatkan Pancasila sebagai dasar negara yang berarti melaksanakan nilai-nilai
Pancasila dalam semua peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu,
sudah seharusnya semua peraturan perundang-undangan di negara Republik Indonesia
bersumber dari Pancasila (Soedjono Soemargono : 1986).
15
Hankam) haruslah sejiwa dan dijiwai oleh Pancasila sedangkan isi dan materinya tidak
boleh menyimpang dari hakekat Pancasila. (Suhadi, 1998).
Cita-cita hukum atau suasana kebatinan tersebut terangkum di dalam empat pokok
pikiran Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 di mana keempatnya sama hakikatnya
dengan Pancasila, yang lebih lanjut terjelma ke dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar
1945, Barulah dari pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945 itu diuraikan lagi ke dalam
banyak peraturan perundang-undangan lainnya, sebagai mana diatur dalam Jenis dan
Hierarki Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia, Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 15
Tahun 2019 tentang Jenis dan Hierarki Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia
yang terdiri atas :
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu);
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Kegiatan Belajar 6
Pandangan hidup yang diyakini suatu masyarakat maka akan berkembang secara
dinamis dan menghasilkan sebuah pandangan hidup bangsa. Pandangan hidup bangsa
adalah kristalisasi nilai-nilai yang diyakini kebenarannya maupun manfaatnya oleh suatu
bangsa sehingga darinya mampu menumbuhkan tekad untuk mewujudkannya di dalam
sikap hidup sehari-hari (Notonagoro : 1980).
Setiap bangsa di mana pun pasti selalu mempunyai pedoman sikap hidup yang dija-
dikan acuan di dalam hidup bermasyarakat dan bangsa Indonesia, sikap hdup yang
diyakini kebenarannya tersebut bernama Pancasila.
16
1). Struktur kognitif, adalah keseluruhan landasan pengetahuan yang dapat membe
rikan pemahaman terhadap kejadian disekitar.
2). Orientasi dasar, bahwa dengan membuka wawasan yang memberi petunjuk
tujuan hidup bermasyarakat.
3). Norma Pedoman, bahwa Pancasila dapat menjadi pedoman dan pegangan dalam
setiap langkah-tindakan
4). Identitas Bangsa, bahwa Pancasila sebagai bekal untuk menemukan identitas
bangsa
5). Semangat Pendorong, bahwa Pancasila mampu memberi kekuatan dan semangat
untuk mencapai tujuan.
6). Orientasi Tingkah laku, bahwa Pancasila yang dipahami dan dihayati oleh
masyarakat mampu pendidikan tingkah laku sesuai dengan norma yg berlaku.
Cita-cita moral inilah yang kemudian memberikan pedoman, pegangan atau kekua-
tan rohaniah kepada bangsa Indonesia di dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Pancasila di samping merupakan cita-cita moral bagi bangsa Indonesia, juga
sebagai perjanjian luhur bangsa Indonesia.
Modul 4
Kegiatan Belajar 7
Bahwa Negara Indonesia dibangun atas dasar moral kodrati ( (natural morals), dan
untuk menjelaskan Pancasila sebagai Idiologi Negara, memiliki ide-ide atau gagasan-
gagasan, sebagai sumber motivasi dan sumber semangat dalam mendukung tercapainya
tujuan nasional indonesia menuju masyarakat adil-makmur.
Istlah Idiologi, pertama kali dicetuskan oleh : Antoine Desstuttracy (1796), Seorang
Filsup Perancis, dimaknai sebagai “ilmu tentang pikiran manusia yang mampu menunju-
kan arah masa depan yang benar”. Namun dalam perjalanannya berge-ser, dari ilmu
pengetahuan menjadi suatu paham atau doktrin.
Secara Etimologis, idiologi terdiri dari dua kata yaitu : Idea dan Logos, Idea dimak-
nai sebagai : cita-cita atau gagasan, sedangkan Logos dimaknai sebagai : ratio atau ilmu,
kemudian Idiologi dimaknai sebagai : “cita-cita atau pandangan yang didasarkan pada ratio,
untuk mendudkung tercapainya suatu tujuan ”
Idiologi Bangsa Indonesia adalah Pancasila, adalah dimaknai sebagai : “cita-cita atau
pandangan atau gagasan bangsa indonesia dalam mendukung tercapainya tujuan nasio-nal indo-
nesia menuju masyarakat adil dan makmur”
1). Dimensi Idealis, adalah nilai-nilai dasar dari Pancasila yang bersifat sistimatis,
rasional dan universal.
17
2). Dimensi Normatif, adalah nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila Panca-
sila yang perlu dijabarkan kedalam sistim norma sehingga tersirat dan tersurat
dalam norma-norma kenegaraan.
1). Idiologi Persatuan, adalah sejak lahirnya negara indonesia, Pancasila berfungsi
mempersatukan seluruh rakyat indonesia yang majemuk, beragam suku, bera-
gam bahasa dan adat istiadatnya menjadi sebuah bangsa yang memiliki sikap
kepribadian yang tidak bergantung kepada siapapun dan mempertebal kebersa-
maan dalam satu bangsa yaitu bangsa indonesia.
2). Idiologi Pembangunan, adalah dalam melihat perkembangan Iptek, dan lajunya
perkembangan komunikasi, membuat dunia seolah tanpa jarak, sehingga pemba-
ngunan tidak terikat pada faktor-faktor dalam negeri saja melainkan sangat
dipengarui oleh pembangunan ekonomi global dalam rangka menghadapi perso
alan : pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, dan kesenjangan sosial.
3). Idiologi Terbuka, adalah sesuai tersurat dalam pembukaan UUD 1945, “ .....dan
ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasar pada kemerdekaan, perdamaian
abadi ....” maka Pancasila sebagai Idiologi terbuka untuk tetap menjaga dan
memper-tahankan identitas nasional, agar mampu bersaing dengan bangsa-2 di
dunia, melalui idiologi terbuka yang dikembangkan menjadi dinamika
kehidupan mesyarakat bangsa-bangsa, oleh karena itu Idiologi terbuka bukan
hanya dapat dibenarkan malainkan juga dibutuhkan. .
1). Nilai Dasar, adalah nilai yang tidak berubah dan tidak boleh diubah karena
sudah merupakan konsensus bangsa yang disebut : Kaidah Pokok Dasar negara
yang fondamental (staats fondamental norm)
2). Nilai Instrumental, adalah sarana dalam mewujudkan nilai dasar yang dapat
berubah sesuai dengan keadaan dan perkembangan lingkungan, seperti norma
hukum penanggulangan Terorisme, Pemberantasan Korupsi, Narkoba dll. .
3). Nilai Praksis, adalah nilai dalam tata laku yang mengandung jiwa dan semangat
nilai dasarnya, berupa segala pelaksanaan secara nyata sebagai penjabaran
norma-norma dasar pancasila, seperti :
Nilai beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa
Nilai kemanusiaan yang adil dan beradab
Nilai persatuan indonesia
Nilai Kerakyatan dalam musyawarah dan mufakat
Nilai Keadilan Sosial.
18
Kegiatan Belajar 8
Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa indonesia, ditinjau dari pengertian, obyek
dan tujuan, menurut filsafat umum dan pandangan falsafah hidup bangsa indonesia,
selanjutnya menurut asal katanya kata “filsafat” dari Yunani, terdiri atas : Philein (cinta)
dan Sophos (hikmah/kebijakan) , maka secara harfiah Filsafat bermakna : “Cinta Kebijak-
sanaan” atau “Kebenaran yang sesungguhnya”
Filsafat menurut : (Rizal Mustansyir & Misnal Munir (1999) sebagai ilmu, memiliki
sistimatik yang amat kuat yang meliputi tiga hal uta-ma yaitu : Ontologi, Epistemologi
dan Aksiologi antara lain :
Bidang Ontologi, adalah bidang filsafat yang menyelidiki hakekat dari realita yang
ada, seperti idealisme, spiritualisme, materialisme, pluralisme, yang merupa-
kan asumsi dasar ontologik yang akan menentukan hakekat kenyataan.
Bidang Epistemologi, adalah bidang filsafat yang membahas sumber, batas dari pro-
ses hakekat, meliputi : berbagai sarana dan tata cara menggunakan sarana
dan sumber pengetahuan untuk mencapai kenyataan raional.
Bidang Aksiologi, adalah bidang filsafat yang menyelidiki nilai, terutama meliputi
nilai normatif.
Bagi bangsa indonesia, Filsafat Pancasila, sangat berguna baik sebagai perorangan
maupun sebagai warga bangsa, dalam mendukung cita-cita bangsa atau tujuan nasional
karena Filsafat Pancasila selain landasan dasarnya juga sebagai landasan dasar berpikir
segenap bangsa indonesia .
Sedangkan Falsafah hidup bangsa Indonesia, Pancasila dapat dimasukan dalam fal-
safah dalam arti praksis, karena Pancasila mempunyai fungsi sebagai pedoman dan pega-
ngan dalam sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam kehidupan sehari-hari dalam kehi-
dupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Pancasila sebagai sistim moral dan etika, sangat berkaitan dengan nilai norma yang
berlaku dalam kehidupan masyarakat yang menjadi ukuran penilaian dalam berbuat dan
bertingkah laku, sebagaimana dikemukakan oleh : Prof Dr Notonagoro, SH, dalam buku-
nya : “Falsafah Dasar Negara (1974)” dibedakan dalam tiga nilai yaitu :
Nilai Material, adalah segala sesuatu yang berguna bagi unsur jasmani manusia.
Nilai Vital, adalah segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mela-
kukan aktivitas.
Nilai Kerohanian, adalah segala sesuatu yg berguna bagi unsur rohani manusia.
19
Dengan demikian Pancasila pada hakekatnya merupakan satu kesatuan yang bulat
dan utuh serta tidak terpisahkan, diantara sila-sila Pancasila, Sila Pertama, Ketuhanan
Yang Maha Esa, memiliki kedudukan yang tinggi, dibandingkan ke empat sila yang lain,
karena sila pertama terletak diluar ciptaan akal manusia, dalam khirarhi piramid maka
Ketuhanan Yang Maha Esa, menjadi basis dari sila kedua : Kemanusiaan, persatuan,
kerakyatan dan keadilan sosial.
Lanjut : Notonagoro, Sila kelima Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia, meru-
pakan tujuan yang hendak dicapai (sesuai pembukaan UUD 1945), yang hendak dituju
dalam ke empat sila yang lain dalam Pancasila.
Modul 5
3). Bahwa Pancasila sebagai inti Pembukaan UUD’45 dengan demikian mempunyai
kedudukan yang kuat, tetap, tidak dapat diubah dan terlekat pada kelangsungan
hidup Negara RI.
20
5) Bahwa Pancasila dengan demikian dapat disimpulkan mempunyai hakikat, sifat,
kedudukan, dan fungsi sebagai Pokok Kaidah Negara yang Fundamental, yang
menjalankan dirinya sebagai dasar kelangsungan hidup Negara Republik Indo-
nesia yang diprolamirkan pada 17 Agustus 1945.
6) Bahwa Pancasila sebagai inti pembukaan UUD 1945, mempunyai kedudukan
yang kuat tetap dan tidak dapat diubah dan terlekat pada kelangsungan hidup
Negara Republik Indonesia, kedudukan formal yuridis dalam pembukaan,
sehingga baik rumusan maupun yuridiksinya sebagai dasar negara adalah
sebagaimana terdapat dalam UUD 1945, maka perumusan yang menyimpang
dari pembukaan tersebut adalah sama halnya dengan mengubah secara tidak sah
Pembukaan UUD 1945.
1). Sidang BPUPKI membahas dasar filsafat Pancasila, baru kemudian membahas
Pem-bukaan UUD’45;
2). Sidang BPUPKI berikutnya tersusun Piagam Jakarta sebagai wujud bentuk per-
tama Pembukaan UUD’45
1). Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indo-
nesia dengan berdasar asas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia, dalam pengertian ini menunjukkan pokok pikiran
“persatuan” dengan pengertian yang lazim, negara, penyelenggara negara dan
setiap warganegara wajib mengutamakan kepentingan negara di atas kepenti-
ngan golongan ataupun perseorangan, merupakan penjabaran Sila Ketiga
Pancasila.
21
2). Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, ini
merupakan pokok pikiran “keadilan sosial” yang didasarkan pada kesadaran
bahwa manusia Indonesia mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk
menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan masyarakat, merupakan penja-
baran Sila Kelima
3). Negara yang berkedaulatan rakyat, berdasarkan atas kerakyatan dan permusya-
waratan perwakilan, Oleh karena itu sistem negara yang termasuk dalam UUD
harus berdasarkan kedaulatan rakat dan berdasar asas pemusyawaratan perwa-
kilan, pokok pikiran “kedaulatan rakyat” yang menyatakan kedaulatan di
tangan rakyat dan hasil amandemen Pasal 6A UUD 1945, “Presiden dan Wakil
Presiden” dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat, bahwa ada
perubahan kedaulatan rakyat, dilakukan sendiri oleh seluruh rakyat Indonesia,
merupakan penjabaran “Sila Keempat Pancasila”.
4). Negara berdasarkan atas Ketuhan Yang Maha Esa menurut dasar Kemanusiaan
yang adil dan beradab, Undang-Undang Dasar mewajibkan pemerintah dan
penyelenggara negara lain untuk memelihara budi pekerti kemanusia yang
luhur, pokok pikiran “Ketuhanan Yang Maha Esa menurut Dasar Kemanusiaan
yang Adil dan Beradab”, merupakan penjabaran “Sila Pertama dan Sila Kedua”.
Kegiatan Belajar 10
Pembukaan UUD 1945 merupakan dasar hukum yang di dalamnya memuat butir-
butir Pancasila yang mana merupakan dasar bagi negara Indonesia, dalam Pembukaan
memiliki kedudukan, isi, serta mengandung makna yang sangat mendalam bagi bangsa
Indonesia, karena hal ini merupakan wujud dari kemerdekaan bangsa Indonesia yang
harus dijaga oleh rakyat Indonesia
22
pasal-pasal Batang Tubuh UUD 1945 serta peraturan hukum yang berada di bawah-
nya berlaku dan berisi nilai-nilai yang termuat dalam Pembukaan UUD 1945.
Pembukaan UUD 1945 merupakan landasan filosofis serta landasan normatif yang
menjadi dasar semua pasal di dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Pembukaan UUD 1945 memuat “staats idée” (Ide Berdirinya Negara) yaitu Nega-
ra Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),
Pembukaan UUD 1945 memuat Haluan Negara, dan dasar atau landasan yang
tetap yang harus dipertahankan oleh rakyat Indonesia.
Modul 6
Kegiatan Belajar 11
2. Prinsip ditinjau dari segi ekstrinsik (ke luar), Pancasila dari segi ekstrinsik Pancasila
harus mampu menjadi penyalur dan penyaring kepentingan horisontal maupun
vertikal.
Ada beberapa pendapat yang mencoba menjawab jalur-jalur apa yang dapat diguna-
kan untuk memikirkan dan melaksanakan Pancasila antara lain :
1). Menurut : Pranarka (1985) menjelaskan adanya dua jalur formal pemikiran Pancasila,
yaitu : jalur pemikiran politik kenegaraan dan jalur pemikiran akademis.
23
2). Menurut : Profesor Notonagoro (1974) menjelaskan adanya dua jalur pelaksanaan
Pancasila, yaitu jalur objektif dan subjektif.
2. Jalur pemikiran Akademis, berfungsi sebagai sumber bahan dan kritik bagi pemikiran
politik kenegaraan. Sebaliknya kasus-kasus yang tidak dapat dipecahkan oleh para
pengambil kebijakan merupakan masukan yang berharga bagi pengembangan pemi-
kiran akademis. Setiap pemikiran akademis belum tentu dapat diterapkan dalam
kebijakan politik kenegaraan, sebaliknya setiap kebijakan politik kenegaraan belum
tentu memiliki validitas atau tingkat kesahihan yang tinggi jika diuji secara akademis.
Kegiatan Belajar. 12
Reformasi kadang disalah artikan sebagai suatu gerakan demonstrasi yang radikal,
“semua boleh”, penjarahan atau “pelengseran” penguasa tertentu.
Beberapa catatan penting yang harus diperhatikan agar orang tidak salah mengarti-
kan reformasi, (M Mahfud. MD : 1998) antara lain sebagai berikut
25
Gerakan reformasi menuntut reformasi total, artinya “memperbaiki segenap tatanan
kehidupan bernegara, baik bidang hukum, politik, ekonomi, sosial-budaya, hankam dan
lain-lain”.
Namun pada masa awal gerakan reformasi, agenda yang mendesak untuk segera
direalisasikan antara lain :
- pertama, mengatasi krisis;
- kedua, melaksanakan reformasi, dan
- ketiga melanjutkan pembangunan.
Untuk dapat menjalankan agenda reformasi tersebut dibutuhkan acuan nilai, dalam
konteks ini relevansi Pancasila menarik untuk dibicarakan.
Eksistensi Pancasila dlm reformasi di tengah berbagai tuntutan dan euforia reformasi
ternyata masih dianggap relevan, dengan pertimbangan, (Munir : 2014) antara lain :
1). Pancasila sebagai alat Pemersatu atau dianggap merupakan satu-satunya aset nasio-
nal yang tersisa dan diharapkan masih dapat menjadi perekat tali persatuan yang
hampir koyak.
Keyakinan ini didukung oleh peranan Pancasila sebagai pemersatu, hal ini telah ter-
bukti secara historis dan sosiologis bangsa Indonesia yang sangat plural baik ditinjau
dari segi etnis, geografis, maupun agama.
2). Secara yuridis, Pancasila merupakan Dasar Negara, jika dasar negara berubah, maka
berubahlah negara itu. Hal ini didukung oleh argumentasi bahwa para pendukung
gerakan reformasi yang tidak menuntut meng-amandemen Pembukaan UUD 1945
yang di sana terkandung pokok-pokok pikiran Pembukaan UUD 1945 yang merupa-
kan perwujudan nilai-nilai Pancasila.
Kritik paling mendasar yg dialamatkan pada Pancasila adalah “tidak satunya antara
teori dengan kenyataan, antara pemikiran dengan pelaksanaan”.
Maka tuntutan reformasi adalah meletakkan Pancasila dalam satu kesatuan antara
pemikiran dan pelaksanaan. Gerakan reformasi mengkritik kecenderungan digunakan-
nya Pancasila sebagai alat kekuasaan, akhirnya hukum diletakkan di bawah kekuasaan.
Pancasila dijadikan mitos dan digunakan untuk menyingkirkan kelompok lain yang
tidak sepaham, dan beberapa usulan yang masih dapat diperdebatkan namun kiranya
penting bagi upaya mereformasi pemikiran Pancasila, antara lain :
1). Mengarahkan pemikiran Pancasila yang cenderung abstrak ke arah yang lebih
konkret.
2). Mengarahkan pemikiran dari kecenderungan yang sangat ideologis (untuk legitimasi
kekuasaan) ke ilmiah.
3). Mengarahkan pemikiran Pancasila dari kecenderungan subjektif ke objektif, yaitu
dengan menggeser pemikiran dengan menghilangkan egosentrisme pribadi, kelom-
pok, atau partai, dengan menumbuhkan kesadaran pluralisme, baik pluralisme
sosial, politik, budaya, dan agama.
26
1). Adanya gap atau ketidakkonsisten dalam pembuatan hukum atau perundang-unda-
ngan dengan filosofi, asas dan norma hukumnya.
Ibarat bangunan rumah, filosofi, asas dan norma hukumnya adalah pondasi, maka
UUD dan per-undang-undangan lain di bawahnya merupakan bangunan yg diba-
ngun di luar pondasi.
2). Kelemahan yang terletak pada para penyelenggara negara adalah maraknya tindakan
kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN), serta pemanfaatan hukum sebagai alat legiti-
masi kekuasaan dan menyingkirkan lawan-lawan politik dan ekonomisnya.
Sosialisasi Pancasila melalui Tap MPR No. II/MPR/1978 tentang P-4. mendapat
kritik tajam di era reformasi, sehingga keluarlah Tap MPR No. XVIII/MPR/1998 untuk
mencabut Tap MPR No. II/MPR/1978 tentang P-4. Selanjutnya berbagai usulan pemiki-
ran tentang sosialisasi Pancasila kedepan adalah antara lain :
> Menghindari jargon-jargon yang tidak berakar dari realitas konkret dan hanya menja-
di kata-kata kosong tanpa arti, sebagai contoh slogan tentang “Kesaktian Pancasila”,
slo-gan bahwa masyarakat Indonesia dari dulu selalu berbhineka tunggal ika, padahal
dalam kenyataan banyak konflik horizontal terjadi, baik antar suku, antar pemeluk
agama, antar ras, dan antar golongan, antar kampus, antar fakultas antar kampung
dsbnya.
> Menghindari pemaknaan Pancasila sebagai proposisi pasif dan netral, tetapi lebih
diarahkan pada pemaknaan yang lebih operasional, contoh : Pancasila hendaknya
dibaca sebagai kalimat kerja aktif, seperti masyarakat dan negara Indonesia harus …..
meng-Esakan Tuhan, me-manusiakan manusia agar lebih adil dan beradab, memper-
satukan Indonesia, memimpin rakyat dengan hikmat/kebijaksanaan dalam suatu
proses permusyawaratan perwakilan, menciptakan keadilan bagi seluruh rakyat
Indonesia.
> Sosialisasi diharapkan juga dalam rangka lebih bersifat mencerdaskan kehidupan
bangsa, bukan membodohkannya sebagaimana yang terjadi pada penataran-penataran
P-4, sehingga sosialisasi lebih partisipatif, dialogis, dan argumentatif.
Modul 7
PANCASILA DAN PERMASALAHAN AKTUAL
Kegiatan Belajar. 13
PANCASILA DAN PERMASALAHAN SARA
Konflik itu dapat berupa konflik vertikal maupun horisontal, Konflik vertikal misal-
nya antara si kuat dengan si lemah, antara penguasa dengan rakyat, antara mayoritas
dengan minoritas, dan sebagainya.
27
Sementara itu Konflik Horisontal ditunjukkan misalnya konflik antar umat ber-
agama, antar suku, atar ras, antar golongan (SARA) dan sebagainya. Jurang pemisah ini
merupakan potensi bagi munculnya konflik.
Data-data empiris menunjukkan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang
tersusun atas berbagai unsur yang sangat pluralistik, baik ditinjau dari suku, agama, ras,
dan golongan (Wahid Foundation : 2016) .
Pluralitas ini di satu pihak dapat merupakan potensi yg sangat besar dalam pemba-
ngunan bangsa, namun di lain pihak juga merupakan sumber potensial bagi munculnya
berbagai konflik yang mengarah pada dis-integrasi bangsa.
(1) seperti yang terdapat dalam penjelasan UUD 1945 tentang Pemerintahan Daerah
yang mengakui ke-istimewaan daerah,
(2) Penjelasan Pasal 32 UUD 1945 tentang puncak-puncak kebudayaan daerah dan
penerimaan atas budaya asing yang sesuai dengan budaya Indonesia;
(3) penjelasan Pasal 36 tentang peng-hormatan terhadap bahasa-bahasa daerah.
Kiranya dapat disimpulkan bahwa secara normatif, para founding fathers negara
Indonesia sangat menjunjung tinggi pluralitas yang ada di dalam bangsa Indonesia, baik
pluralitas pemerintahan daerah, kebudayaan, bahasa dan lain-lain, yang justru pluralitas
itu merupakan aset yang sangat berharga bagi kejayaan bangsa.
Beberapa prinsip yang dapat digali dari Pancasila sebagai alternatif pemikiran dalam
rangka menyelesaikan masalah SARA, antara lain :
1). Pancasila merupakan paham yang mengakui adanya pluralitas kenyataan, namun
mencoba merangkumnya dalam satu wadah ke-indonesiaan.
2). Sumber bahan Pancasila adalah di dalam Tri Prakara, yaitu dari : nilai-nilai keagama-
an, adat istiadat dan kebiasaan dalam kehidupan bernegara yang diterima oleh masyarakat.
Dalam konteks ini pemikiran tentang toleransi, kerukunan, persatuan, dsb-nya ideal-
nya digali dari nilai-nilai agama, adat istiadat, dan kebiasaan kehidupan bernegera yang
diterima oleh masyarakat di Nusantara,
28
Cara menyikapi SARA, bahwa dengan berpedoman pada Inpres No. 6 tahun 2005,
tentang dukungan pelaksanaan sosialisasi empat pilar dan buku panduan MPR (2018)
tentang Pemasyarakatan : Pancasila sebagai idiologi negara, UUD 1945 sebagai Konstitusi
negara, NKRI sebagai bentuk negara dan Bhineka tunggal ika sebagai semboyan negara.
Bahwa sebagai warga negara Indonesia, dalam menanggapi isu SARA yang ingin
mempecah belah persatuan dan kesatuan Indonesia, kembali berpedoman pada buku
panduan dan bahan tayang materi sosialisasi MPR, untuk dipedomani, dihayati dan
diamalkan intisari nilai-nilai (butir-butir) yang terkandung dalam Pancasila antara lain :
2. Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab (terdapat tiga butir) yaitu :
29
4. Sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawa-
ratan / Perwakilan, (terdapat lima butir) yaitu :
5. Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, (terdapat tiga butir) yaitu :
Dari uraian diatas dapat disimpilkan bahwa Pancasila adalah landasan berfikir dan
berperilaku Negara Indonesia, Pancasila juga menjadi Ideilogi bangsa Indonesia,Pancasila
lahir dari Nilai-Nilai Budaya dan Adat istiadat masyrakat Indonesia yang dirumuskan
oleh para tokoh pendiri bansgsa Indonesia.
Isu Sara merupakan permasalahan yang sangat sensitive di Negara kita yang memi-
liki banyak sekali Perbedaan, Permasalah SARA biasanya lahir karena sifat egois seseo-
rang atau sekelompok orang yang ingin memaksakan kehendak dan merasa benar sendiri
tanpa memperdulikan orang yang memiliki perbedaan dengan dirinya.
Kegiatan Belajar 14
Hak Asasi Manusia (HAM) menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa, adalah hak yang
melekat pada kemanusiaan, yang tanpa hak itu mustahil manusia hidup sebagaimana
layaknya manusia.
30
Dengan demikian eksistensi hak asasi manusia dipandang sebagai aksioma yang
bersifat given, dalam arti kebenarannya seyogianya dapat dirasakan secara langsung dan
tidak memerlukan penjelasan lebih lanjut (Anhar Gonggong, dkk., 1995: 60).
Masalah HAM merupakan masalah yang kompleks, setidaknya ada tiga masalah
utama yang harus dicermati dalam membahas masalah HAM, (Setia Hadi Unggul : 2001)
antara lain :
1. Hak Azasi Manusia (HAM) merupakan masalah yang sedang hangat dibicarakan,
karena
(1) topik HAM merupakan salah satu di antara tiga masalah utama yang menjadi
keprihatinan dunia. Ketiga topik yang memprihatinkan itu antara lain: HAM,
demokratisasi dan pelestarian lingkungan hidup.
(2) Isu HAM selalu diangkat oleh media massa setiap bulan Desember sebagai
peringatan diterimanya Piagam Hak Asasi Manusia oleh Sidang Umum PBB
tanggal 10 Desember 1948.
(3) Masalah HAM secara khusus kadang dikaitkan dengan hubungan bilateral
antara negara donor dan penerima bantuan, Isu HAM sering dijadikan alasan
untuk penekanan secara ekonomis dan politis.
2. Hak Azasi Manusia (HAM), sarat dengan masalah tarik ulur antara paham univer-
salisme dan partikularisme.
> Paham universalisme, menganggap HAM itu ukurannya bersifat universal dite-
rapkan di semua penjuru dunia.
> Paham partikularisme, memandang bahwa setiap bangsa memiliki persepsi yang
khas tentang HAM sesuai dengan latar belakang historis kulturalnya, sehingga
setiap bangsa dibenarkan memiliki ukuran dan kriteria tersendiri.
(1) Tataran filosofis, yang melihat HAM sebagai prinsip moral umum dan berlaku
universal karena menyangkut ciri kemanusiaan yang paling asasi.
(2) Tataran ideologis, yang melihat HAM dalam kaitannya dengan hak-hak
kewarganegaraan, sifatnya partikular, karena terkait dengan bangsa atau negara
tertentu.
(3) Tataran kebijakan praktis sifatnya sangat partikular karena memperhatikan
situasi dan kondisi yang sifatnya insidental.
Pandangan bangsa Indonesia tentang Hak asasi manusia (HAM) dapat ditinjau atau
dilacak dalam Pembukaan UUD 1945, Batang Tubuh UUD 1945, Tap MPR dan Undang-
undang.
1. Hak asasi manusia (HAM) dlm Pembukaan UUD 1945 masih bersifat sangat umum,
uraian lebih rinci dijabarkan dalam Batang Tubuh UUD 1945, antara lain :
- Hak atas kewarganegaraan (pasal 26 ayat 1, 2);
- Hak kebebasan beragama (Pasal 29 ayat 2);
- Hak atas kedudukan yg sama di dalam hukum dan pemerintahan (Psl 27 ayat (1)
- Hak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat (Pasal 28);
- Hak atas pendidikan (Pasal 31 ayat 1, 2);
- Hak atas kesejahteraan sosial (Pasal 27 ayat 2, Pasal 33 ayat 3, Pasal 34).
Catatan penting berkaitan dengan masalah HAM dalam UUD 1945, antara lain :
31
- Pertama, UUD 1945 dibuat sebelum dikeluarkannya Deklarasi Universal Hak
Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948, sehingga tidak secara
eksplisit menyebut Hak asasi manusia, namun yang disebut-sebut adalah hak-hak
warga negara.
- Kedua, Mengingat UUD 1945 tidak mengatur ketentuan HAM sebanyak pengatu-
ran konstitusi RIS dan UUDS 1950, namun mendelegasikan pengaturannya dalam
bentuk Undang-undang yang diserahkan kepada DPR dan Presiden.
3. Hak asasi manusia (HAM) dalam Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak
Asasi Manusia. Tap MPR ini memuat : Pandangan dan Sikap Bangsa Indonesia ter-
hadap Hak Asasi Manusia serta Piagam Hak Asasi Manusia, yang lengkapnya
memuat :
Pasal 1, Menugaskan kepada Lembaga-lembaga tinggi Negara dan seluruh
aparatur Pemerintah untuk menghormati, menegakkan dan menyebar-
luaskan pemahaman mengenai HAM kepada seluruh masyarakat.
Pasal 2, Menugaskan kepada Presiden Republik Indonesia dan DPR-RI, untuk
meratifikasi berbagai instrumen Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang HAM
sepanjang tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.
Pasal 3, Penghormatan, penegakan, dan penyebarluasan HAM oleh masyarakat
dilaksanakan melalui.gerakan kemasyarakatan atas dasar kesadaran dan
tanggung jawabnya sebagai warga negara dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bemegara.
Pasal 4, Pelaksanaan penyuluhan, pengkajian, pemantauan, penelitian dan mediasi
tentang HAM, dilakukan oleh suatu komisi nasional HAM yang ditetapkan
dengan Undang-undang.
Pada bagian pandangan dan sikap bangsa Indonesia terhadap hak asasi manu-
sia, terdiri dari pendahuluan, landasan, sejarah, pendekatan dan substansi, serta
pemahaman hak asasi manusia bagi bangsa Indonesia.
Pada pasal-pasal Piagam HAM ini diatur secara eksplisit antara lain:
1) Hak untuk hidup
2) Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan
3) Hak mengembangkan diri
4) Hak keadilan
5) Hak kemerdekaan
6) Hak atas kebebasan informasi
7) Hak keamanan
8) Hak kesejahteraan
9) Kewajiban menghormati hak orang lain dan kewajiban membela negara
10)Hak perlindungan dan pemajuan.
Sedangkan di sisi lain ada HAM, yaitu hak yang melekat pada diri setiap manusia
sejak awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat siapa
pun, sebagaimana pendapat para pakar antara lain :
1). Menurut : Oemar Seno Aji (1966), HAM adalah “hak yang melekat pada diri manusia
sebagai insan hamba Tuhan, sepeti hak hidup, keselamatan, kebebasan dan kesamaaan sifatnya
tidak boleh dilangar oleh siapapun”.
2). Menurut : Kuncoro (1976), HAM adalah “hak yang dimiliki manusia menurut kodratnya
dan tidak dapat dipisahkan dari hakikatnya”.
3). Menurut : G.J.Wollhof menambahkan, HAM adalah “sejumlah hak yang berakat pada
tabiat setiap pribadi manusia, dan tidak dapat dicabut oleh siapapun.”
Selanjutnya dasar-dasar HAM tertuang dalam UUD 1945 Republik Indonesia yang
dapat ditemukan dalam sejumlah pasal batang tubuh UUD 1945 yaitu :
Pasal 27 ayat (1): “Segala warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan peme-
rintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”
Pasal 28: “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan
tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”
Pasal 29 ayat (2): “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk aga-
manya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”
Pasal 30 ayat (1): “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembe-
laan negara”
Pasal 31 ayat (1): “Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran”.
Dari uraian diatas maka tampak ada hubungan antara Pancasila dan HAM di Indonesia
sebagaimana dikodifikasikan dalam UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM maka dapat
dijabarkan sebagai berikut :
1. Sila Ketuhanan yang maha Esa, menjamin hak kemerdekaan untuk memeluk agama
melaksanakan ibadah dan menghormati perbedaan agama. Sila pertama ini menga-
manatkan bahwa setiap warga negara bebas untuk memeluk agama dan kepercaya-
annya masing-masing.
Hal ini selaras dengan Pasal.2 Deklarasi Universal tentang HAM (DUHAM) yang
mencantumkan perlindungan terhadap HAM
2. Sila kemanusiaan yang adil dan beradab, menempatkan hak setiap warga negara
pada kedudukan yang sama dalam hukum serta memiliki kewajiban dan hak-hak
33
yang sama untuk mendapat jaminan dan perlindungan undang-undang. Sila Kedua,
mengamanatkan adanya persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewaji-
ban antara sesama manusia.
Hal ini selaras dengan Pasal 7 Deklarasi Universal tentang HAM (DUHAM) yang
melarang adanya diskriminasi.
5. Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia, mengamanatkan adanya penga-
kuan hak milik perorangan dan dilindungi pemanfaatannya oleh negara serta mem-
beri kesempatan sebesar-besarnya pada masyarakat. Azas keadilan dalam sila keli-
ma, dimana keadilan bagi kepentingan umum tidak ada pembedaan antar individu.
Hal ini selaras dengan Deklarasi Universal tentang HAM (DUHAM) dimana keadilan
disini ditujukan bagi kepentingan umum tidak ada diskriminasi antar individu.
Pemahaman HAM Indonesia sebagai tatanan nilai, norma, sikap yang hidup di
masyarakat berlangsung sudah cukup lama, Menurut : Bagir Manan, pada bukunya
“Perkembangan Pemikiran dan Pengaturan HAM di Indonesia” (2001 ) membagi perkemba-
ngan HAM di Indonesia dalam dua periode yaitu :
1). Periode sebelum Kemerdekaan, pada periode ini ada beberapa upaya menuju diraih-
nya HAM seperti :
(1) Periode Boedi Oetomo, yang telah memperlihatkan adanya kesadaran berserikat
dan mengeluarkan pendapat kepada pemerintah colonial. Perhimpunan Indo-
nesia, lebih menitikberatkan pada hak untuk menentukan nasib sendiri.
(2) Sarekat Islam, yang menekankan pada upaya untuk memperoleh penghidupan
yang layak dan bebas dari penindasan dan deskriminasi rasial.
Ada beberapa organisasi yang bergerak dengan prinsip HAM seperti Partai
Nasional Indonesia (PNI), mengedepankan pada hak untuk memperoleh kemer-
dekaan.
Pemikiran tentang HAM pada periode ini juga terjadi perdebatan dalam sidang
BPUPKI antara Soekarno dan Soepomo di satu pihak dengan Mohammad Hatta
dan Mohammad Yamin pada pihak lain. Perdebatan pemikiran HAM yang
34
terjadi dalam sidang BPUPKI berkaitan dengan masalah hak persamaan kedu-
dukan di muka hukum, hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, hak
untuk memeluk agama dan kepercayaan, hak berserikat, hak untuk berkumpul,
hak untuk mengeluarkan pikiran dengan tulisan dan lisan.
2) Periode Setelah Kemerdekaan, Pemikiran HAM pada periode ini adalah dalam upaya
pembelaan hak untuk merdeka, hak kebebasan untuk berserikat melalui organisasi
politik yang didirikan serta hak kebebasan untuk menyampaikan pendapat terutama
di parlemen.
Periode ini ditandai dengan adanya semangat kuat untuk menegakkan HAM, walau-
pun pada sekitar awal tahun 1970-an sampai periode akhir 1980-an penegakan HAM
mengalami kemunduran,
Pemerintah Orde Baru bersifat defensif dan represif yang dicerminkan dari produk
hukum yang umumnya restriktif terhadap HAM. Desakan bagi negara untuk makin
menghormati HAM direspons dengan kelahiran Komisi Nasional HAM, yang pada
tahap-tahap awal pembentukannya menuai keraguan, namun ternyata cukup
mendatangkan optimisme.
Pada periode 1998 dan setelahnya, dengan pergantian rezim pemerintahan pada
tahun 1998 terlihat dampak yang sangat besar pada pemajuan dan perlindungan
HAM di Indonesia, misalnya dengan dilakukannya amandemen UUD 45 dan bebe-
rapa peraturan perundang–undangan yang ada.
Kegiatan Belajar . 15
Pertumbuhan ekonomi yang telah terjadi pada masa Orba ternyata tidak berkelan-
jutan karena terjadinya berbagai ketimpangan ekonomi yang besar, baik antar golongan,
antara daerah, dan antara sektor akhirnya melahirkan krisis ekonomi.
Krisis ekonomi berawal dari perubahan kurs dolar yang begitu tinggi, dari Rp.
2.600,-/US dollar menjadi Rp. 16.000,-/US dolar, kemudian menjalar ke krisis ekonomi,
politik dan akhirnya krisis kepercayaan pada segenap sector (multi dimensi).
Padahal sistem ekonomi Indonesia yang dikembangkan mendasarkan diri pada falsa-
fah Pancasila serta konstitusi UUD 1945, dan landasan operasionalnya GBHN sering
disebut “Sistem Ekonomi Pancasila”, namun tidak mendapat perhatian serius.
Krisis ekonomi yang telah melanda bangsa indonesia, selama lebih dari 5 th belum,
karena para ekonom kita tidak mampu memberikan pemecahan-pemecahan konkrit.
Mereka menggunakan teori-teori ekonomi liberal secara berlebihan yang tidak sesuai
dengan kondisi dan karakteristik perekonomian bangsa sendiri dan menurut para pakar
antara lain :
1). Menurut : Prof. Mubyarto dan Prof. Sri Edi Swasono menegaskan bahwa yang
diperlukan saat krisis adalah “kehidupan ekonomi yang digerakkan oleh seluruh
lapisan masyarakat (UMKM), yang mencerminkan karakter Bangsa Indonesia, yaitu
Ekonomi Pancasila yaitu : “ekonomi pasar yang mengacu pada ideologi Pancasila”.
Didalam sistem ekonomi Pancasila, dilihat dari sudut pandang mikro : “perekonomian
Indonesia memiliki nilai moral dan etika luhur yang dapat membentengi manusia dari nafsu
serakah (greedy)”.
Bahwa ekonomi kekeluargaan yang kooperatif (win-win), Sistem ekonomi ini menja-
min tatanan ekonomi yang dapat memperkecil kesenjangan (gap) yang sangat lebar di
dalam masyarakat Indonesia. Contoh nyata dari penerapan “Ekonomi Pancasila”
sebe-narnya sudah lama ada dan masih bisa ditemukan, yaitu : “kehidupan di pedesaan
yang kooperatif berdasarkan asas kekeluargaan”.
2). Menurut : Mochammad Hatta, “Tinjauan ekonomi Indonesia haruslah diarahkan bagai-
mana menciptakan satu masyarakat Indonesia yang adil dan makmur yang memuat dan
berisikan kebahagiaan, kesejahteraan, perdamaian dan kemerdekaan”.
3). Menurut : Josep E. Stiglitz, mengatakan “problematika sosial suatu negara merupa-kan
cerminan dari paradigma ekonomi yang dianut dari negara tersebut”.
Persoalannya adalah, bagaimana kebijakan ekonomi yang selama ini dijalankan ter-
nyata belum bisa membebaskan dan memerdekakan masyarakat dari jebakan
36
kolonia-lisme ekonomi, yang mengandalkan model pembangunan dengan corak
paradigma kapitalis pada akhirnya membawa ketimpangan antar warga yang sangat
tajam, mem-bangkrutkan negara pada satu sisi, tetapi negara tersebut tetap memiliki
jutawan kelas dunia pada sisi lain.
4). Menurut : Arif Budimanta, (2012) dalam Narasi Seminar oleh Pusat Studi Universitas
Tri Sakti Jakarta, bertajuk “Ekonomi Pancasila Ekonomi Kita”, adalah sesuai dengan
ideologi negara Pancasila, sebagai ideologi alternatif dari sistem ekonomi kapitalis
maupun sosialis, merupakan penjabaran dari semangat Pancasila dalam perekono-
mian dan kesejahteraan yang bertujuan untuk mengkoreksi sistem ekonomi Indo-
nesia berwatak kolonial.
Tabel 1. Perbandingan Paradigma Ekonomi Kapitalisme, Sosialisme, dan Pancasila
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa “Ekonomi Pancasila” adalah “sistem
pengaturan hubungan antar negara dan warga-negara yang ditujukan untuk memajukan kema-
nusian dan peradaban, memperkuat persatuan nasional melalui proses usaha bersama/gotong
royong, dengan melakukan distribusi akses ekonomi yang adil bagi seluruh warganegara yang
dilandasi oleh nilai-nilai etik pertanggungan jawaban kepada Tuhan yang Maha Esa”
Sedangkan menurut : Moch Hatta dalam Swasono (2009 : 354), Sistim Ekonomi
Pancasila adalah : “Sistim ekonomi yang berlandaskan : sosialisme-religius, artinya ekonomi
tidak sematamata bersifat materialistis tapi berdasarkan pada keimanan dan ketaqwaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa, sebagai landasan spritual, moral dan etik”
1. Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, memberikan pondasi akan pentingnya
spirit Ketuhanan Yang Maha Esa, dengan penekanan pada etika dan moral bangsa
dalam perekonomian.
37
Dengan kata lain, perekonomian harus memiliki landasan etis dan pertanggung
jawaban kepada Tuhan, walaupun Indonesia bukan negara agama, namun nilai-nilai
ketuhanan dan spirit keagamaan, Karena itu, ekonomi Pancasila digagas dan diba-
ngun berdasarkan pertimbangan moral dan etika religius.
2. Sila Kedua. Sebagai konsekuensi logis dari sila pertama, sila kedua menekankan
kemanusiaan yang adil dan beradab, dalam ekonomi Pancasila, pembangunan eko-
nomi tidak sebatas mengejar prestasi atau penilaian secara materi, tapi lebih dari itu,
pembangunan ekonomi harus berorientasi pada keadilan dan peradaban manusia,
khususnya bangsa Indonesia.
Artinya dalam perspektif ini unsur manusia menjadi penting dan pelaku aktif dalam
menggerakkan roda perekonomian, tidak melakukan pengekangan terhadap kreati-
vitas dan kebebasan individu dalam aktivitas ekonomi.
3. Sila ketiga, menekankan persatuan Indonesia, Ekonomi Pancasila digagas untuk
mempersatukan bangsa, kebijakan ekonomi adalah bercorak atau bercirikan Ekonomi
Pancasila, sebagai usaha bersama/gotong royong menjadi kuncinya, Produksi dan
distribusi yang dikerjakan melalui mekanisme usaha bersama/gotong royong dalam
peningkatan ekonomi memperkecil kesenjangan yang berpotensi memecah belah
bangsa.
Dalam konteks ini, negara mengambil peran strategis untuk melakukan proses distri-
busi akses sumber daya ke wilayah-wilayah negara sesuai dengan prinsip keadilan
dan pemerataan.
4. Sila ke-empat, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permu-
syawaratan/perwakilan, menekankan mekanisme kerja perekonomian yang menda-
hulukan kepentingan rakyat di atas kepentingan individu/golongan/pemodal.
Sila ke-empat ini menuntut peran aktif dari setiap perusahaan/badan usaha milik
negara (BUMN) saat ini untuk mensejahterakan rakyat. Negara memberikan akses
besar terhadap kebutuhan dasar masyarakat, Dengan kata lain, hak atas pekerjaan
dan penghidupan yang layak tidak hanya berlaku bagi golongan-golongan tertentu.
tapi, berlaku bagi setiap warga Indonesia.
Dimaksud Pasal 33 Ayat (1) UUD 45, bhw perkonomian disusun sebagai usaha ber-
sama atas dasar kekeluargaan, kepada warga negara diberi kebebasan dalam memilih
pekerjaan, sedang potensi, inisiatif dan daya kreasi setiap warga negara dapat dikem-
bangkan sepenuhnya dalam batas yang tidak merugikan kepentingan umum.
5. Sila ke-lima, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, adalah sila pamungkas,
atau merupakan tahapan-tahapan untuk mencapai keadilan sosial yang tercatat
dalam sila pamungkas,
Dengan prinsip keadilan sosial, ekonomi Pancasila digagas untuk memberikan peme-
rataan pembangunan dan mendorong terciptanya emansipasi sosial, dengan spirit
teistik atau etika religius yang tercermin di sila pertama, peradaban manusia di sila
kedua, persatuan di sila ketiga, dan demokrasi ekonomi sila keempat disusun untuk
menegakkan keadilan.
Sebab, keadilan adalah nilai universal kemanusiaan, yang harus mendapatkan perha-
tian khusus, Setiap warga Indonesia harus mendapatkan kesempatan yang sama,
menuju kesejahteraan bersama.
DAFTAR ISI................................................................................................................................................... i
Pengantar ...................................................................................................................................................... ii
Modul-4 Fungsi dan Kedudukan Pancasila Sebagai Idiologi Negara dan Falsafah Bangsa....... 17
39
DAFTAR PUSTAKA
1. Abdulgani, Roeslan (1979). Pengembangan Pancasila di Indonesia. Jakarta.Yayasan Idayu
2. Anhar Gonggong (2018) Pancasila adalah yang mempersatukan kita dari segala perbedaan yang ada,
https://m.tribunnews.com/nasional/2018/03/28/
3. Bahar, Safroedin, (1995) Risalah Sidang BPUPKI, dan PPKI. 19 Mei 1945 s/d 22 Agustus 1945, Setneg RI
Jakarta.
4. Darmodihardjo, Dardji (1996), Penjabaran Nilai-niai Pancasila dalam sistim hukum indonesia, Rajawali
Jakarta.
5. Dodo Surono & Endah (2010), Konstitusi Nilai-niai Pancasila dalam UUD 1945, dan implementasinya
PSP-Pres Jogyakarta.
6. Hadi Sitia Unggul, SH, (2001), Ketetapan MPR 2001, 2000 dan perubahan I dan II UUD 1945, Harvarin-
do, Jakarta.
7. Hidayat, F. (2018). Pancasila: Perpektif Pendiri RI & Problematikanya. Bekasi Jawa Barat: STIBA Bekasi.
8. Institute, W. (2016). Hasil Survei Nasional 2016 Wahid Foundation – LSI. Jakarta : Wahid foundation.
org.
9. Ismail, F. (1995). Islam,Poiitics and Ideology in Indonesia. Ottawa Canada: Mc Gill University Montreal.
10. Jacob.T (1999) Nilai-nilai Pancasila sebagai Orientasi Pengembangan IPTEK, Yogyakarta,Inter skip
dosen-dosen Pancasila se Indonesia
11. Kaelan (1999). Pendidikan Pancasila Yuridis Kenegaraan. Yogyakarta: Penerbit Paradigma
12. Kaelan (2000). Pendidikan Pancasila. Yogyakarta. Paradigma
13. Kattsoff, Louis O (1986). Element of Philosophy (Terjemahan Soejono Soemargono) : Filsafat. Yogyakarta
: Tiara Wacana
14. ------------ Ketetapan-Ketetapan MPR RI dalam Sidang Istimewa tahun 1998
15. ------------ Ketetapan-Ketetapan MPR RI dalam Sidang Umum tahun 1998
16. ------------ Ketetapan-Ketetapan MPR RI No.XVIII/MPR/1998 tentang Mencabut Tap MPR No. II/
MPR/1978. Tentang P-4.
17. ------------ Ketetapan-Ketetapan MPR RI No.XVII/MPR/1998 tentang HAM.
18. ------------ Keputusan Ditjen Dikti No. 265/Dikti/2000, tentang Penyempurnaan Kurikulum Inti Mata
Kuliah Pengembangan Kepribadian
19. Latif Yudi, (2011) Negara Paripurna : Historis, Rasionalitas dan Akuntabilitas Pancasila, Gramedia Pus-
takaUtama Jakarta.
20. Liang Gie The (1998). Lintasan Sejarah Ilmu. Yogyakarta: PUBIB
21. Mahfud, MD (1998), Pancasila Sbg Paradigma Pembaharuan Tatanan Hukum, dalam Jurnal no. 32 Th
II, Des 1998, Pusat Studi Pancasila UGM, Yogyakarta.
22. Mudhofir Ali, (2014) Kamus Filsafat Nilai, Penerbit Komunitas Bambu Jakarta.
23. Munir, (2014) landasan dan pengertian Pancasila secara material, formal, historis, kultural, & konsep-
tual.
24. Notonegoro (1974). Pancasila Secara Utuh Populer. Jakarta: Pancoran Tujuh
25. Notonagoro (1980), Beberapa Hal Mengenai Falsafah Pancasila, Cet. 9, Pantjoran tujuh, Jkt.
26. Nopirin, (1999), Nilai-nilai Pancasila sbg Strategi Pengembangan Ekonomi Indonesia, Intern-ship
Dosen-Desen Pancasila Se-Indonesia, Yogyakarta.
27. Nurwardani, Paristiyanti dkk.(2016).Pendidikan Pancasila Untuk Perguruan Tinggi, Cetakan.I
28. Pranarka, A.M.W. (1985), Sejarah Pemikiran Tentang Pancasila, CSIS, Jakarta.
29. Riyanto, Astim. (2009). Makalah Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi: Tinjauan yuridis
30. Rizal Mustansyir & Misnal Munir, (1999), Reformasi di Indonesia dlm Perspektif Filsafat Sejarah, Jurnal
Pancasila no. 3 Th III, Juli 1999, Pusat Studi Pancasila UGM, Yogya.
31. Soemargono, Soejono (1986). Filsafat Umum Pengetahuan. Yogyakarta: Nur Cahaya
32. Soeprapto, Sri (1997). Pendidikan Pancasila Untuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta: LP-3-UGM
33. Soekanto, Soerjono (1982) Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, Jakarta. CV. Rajawali.
34. Soegito, A.T, (1999) sejarah pergerakan bangsa sebagai titik tolak awal memahami asal mula Pancasila,
makalah internship dosen-dosen Pancasila se-Indonesia, Jogyakarta.
35. Soenoto, (1984), Filsafat Pancasila Pendekatan melaluisSejarah & pelaksanaannya, PT. Hanin dita,
Yogyakarta.
36. Suhadi, (1995), Pendidikan Pancasila, Diktat Kuliah Fakultas Filasafat, UGM. Jogjakarta.
37. Suhadi, (1998), Pendidikan Pancasila, Diktat Kuliah, Jogjakarta.
38. Susilo Bambang Yudhoyono, (1999), Reformasi Politik dan Keamanan (Refleksi Kritis), dlm Jur-nal
Pancasila no. 3 Th III, Juli 1999, Pusat Studi Pancasila UGM, Yogyakarta.
39. ----------- Undang-Undang Dasar 1945 beserta naskah Amandemen perubahan dan Naskah Aslinya
40. ----------- Undang-Undang Dasar 1949/Mukadimah Konstitusi RIS tahun 1949
41. ---------- Undang-Undang Dasar Sementara/Mukadimah UUDS tahun 1950
42. ----------- Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional
43. ---------- Undang-Undang No. 12 tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi
40
44. ----------- Undang-Undang No.15 tahun 2019, Perubahan atas Undang-Undang No.12 tahun 2011
tentang Jenis & Hirarhi Per-UU-an di Indoesia
------###------
KATA PENGANTAR
Sehubungan dengan adanya wabah pandemi covid-19, telah terjadi perubahan proses
pembelajaran dalam jaringan (daring) adalah merupakan tantangan baru dalam mencip-
takan cara baru dalam tranformasi akademik sehingga tidak mengurangkan bobot dan
kualitas penerimaan dan evaluasi pembelajaran yang akan bermuara pada kompetensi
para mahasiswa universitas bhayangkara surabaya.
Modifikasi modul dan proses pembelaranan dan evaluasi era pandemi covid-19
melalui peningkatan kompetensi mahasiswa baik melalui hardskills maupun softskills,
agar sesuai dengan tujuan pendidikan tinggi dalam UU No 12 tahun 12 yaitu menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, terampil, kompeten, dan berbudaya untuk kepen-
tingan bangsa dan negara.
41