Anda di halaman 1dari 41

PENDIDIKAN PANCASILA

Dosen Pengampu : 1. Drs I Dewa Nyoman Sudiartha, SH, M.Si


2. Nanang Hendra Irawan, SH, MH

Deskripsi
Pendidikan Pancasila, merupakan kurikulum wajib nasional dalam kelompok mata
kuliah wajib umum (MKWU) meliputi mata kuliah sbb :

1. Pendidikan Pancasila
2. Pendidikan Agama
3. Pendidikan Kewarganegaraan, dan
4. Bahasa Indonesia.

Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset, Teknologi,


dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia2016.

Modul ini merupakan bahan Ajar Mata Kuliah Wajib Umum yg dipersiapkan peme-
rintah untuk menjadi salah satu sumber pembelajaran penyelenggaraan program studi
guna mengantarkan mahasiswa memantapkan kepribadiannya sebagai bangsa Indonesia
seutuhnya, yang disesuaikan pada era Pandemi Covid-19.

Modul Bahan Ajar Pendidikan Pancasila ini merupakan bahan ajar yang dinamis pada
era Pandemi Covid-19, yang senantiasa diperbaiki, diperbaharui, dan dimutakhirkan
sesuai dengan dinamika perkembangan pandemi covid-19, Masukan dari berbagai
kalangan diharapkan dapat meningkatkan kualitas modul ini.

Pendidikan Pancasila pada Universitas Bhayangkara Surabaya, diharapkan dapat


menjadi wahana pembelajaran bagi para mahasiswa untuk memahami Pancasila secara
akademik, dan menjadikan Pancasila sebagai perspektif untuk mengkaji, menganalisis,
dan memecahkan masalah-masalah bangsa dan negara.

Pokok Bahasan

 Pengantar Pendidikan Pancasila


 Pancasila Dalam Arus Sejarah Bangsa Indonesia
 Pancasila sebagai Dasar Negara
 Pancasila sebagai Idiologi Negara
 Pancasila sebagai Sistim Filsafat
 Pancasila sebagai Sistim Etika

1
Modul Mata Kuliah PANCASILA

 Tinjaauan Mata Kuliah :

Mata kuliah Pendidikan Pancasila memberikan penjelasan tentang perlunya diberi-


kan pemahaman dari berbagai sudut pandang, beberapa teori asal mula, fungsi dan
kedudukan, hubungannya dengan Pembukaan UUD 1945, pemikiran dan pelaksanaan
serta reformasi pemikiran dan pelaksanaan Pancasila.

Selain hal tersebut di atas, pada mata kuliah Pendidikan Pancasila ini juga dibahas
permasalahan aktual dewasa ini khususnya tentang SARA, HAM, krisis ekonomi, dan
berbagai pemikiran yang digali dari nilai-nilai Pancasila.

Modul matakuliah Pendidikan Pancasila ini disusun berdasarkan Garis Besar Pro-
gram pembelajaran yang tertuang dalam Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi
Departemen Pendidikan Nomor : 265/DIKTI/2000 tentang Penyempurnaan Kurikulum
Inti Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian Pendidikan Pancasila pada Perguruan
Tinggi, khususnya dalam implementasinya di Universitas Bhayangkara Surabaya.

Tujuan umum yang ingin dicapai dalam pembelajaran matakuliah Pendidikan Panca-
sila tertuang dalam Tujuan Instruksional Umum, yaitu mahasiswa diharapkan dapat :

1. Memahami landasan diberikannya perkuliahan Pendidikan Pancasila.


2. Memahami pengertian Pancasila.
3. Memahami pengetahuan ilmiah secara umum dan Pancasila sebagai pengetahuan
ilmiah.
4. Memahami Pancasila sebagai obyek studi ilmiah.
5. Memahami teori asal mula Pancasila secara budaya, asal mula Pancasila formal, dan
dinamika Pancasila sebagai dasar negara.
6. Memahami dan menjelaskan fungsi serta kedudukan Pancasila, baik secara formal
yaitu Pancasila sebagai Dasar Negara Indonesia maupun secara material yakni
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa.
7. Memahami dan menjelaskan tentang hubungan Pancasila dan Pembukaan Undang-
Undang Dasar 1945 maupun kedudukan hakiki Pembukaan UUD 1945.
8. Memahami dan menjelaskan pemikiran dan pelaksanaan Pancasila serta Reformasi
pemikiran dan pelaksanaan Pancasila.
9. Memahami dan menjelaskan berbagai permasalahan aktual, khususnya permasala-
han : SARA, HAM, dan krisis ekonomi serta berbagai pemikiran yang digali dari
nilai-nilai Pancasila.
Tujuan instruksional umum tersebut kemudian dipecah/dirinci lagi dalam satu atau
lebih tujuan instruksional khusus dan Esensi tujuan instruksional khusus tersebut mencer
minkan jenis-jenis perilaku yang seyogianya dapat ditunjukkan oleh para mahasiswa
pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Bhayangkara Surabaya.

Keseluruhan pembahasan bahan-bahan kuliah yang terdapat di dalam modul ini


penyajiannya diusahakan sesederhana mungkin, terutama untuk hal tertentu yang mate-
rinya banyak, akan tetapi tentu saja ada bahan-bahan yang memang belum tertampung
dalam modul ini akan disesuaikan penyajiannya dari sumber Pustaka lain.

2
Ruang Lingkup Pendidikan Pancasila

Substansi kajian mata kuliah pendidikan pancasila meliputi :

1. Peraturan perundang-undangan dan kebijakan negara baik yang bersifat praktis,


pragmatis maupun jangka panjang dalam persfektif pancasila sebagai dasar negara.
2. Perkembangan ideologi besar dunia dan ideologi baru yang muncul dan menjelaskan
pancasila sebagai ideology yang cocok untuk Indonesia.
3. Tujuan dan fungsi pendidikan pancasila dalam pengembangan kemampuan utuh
sarjana
4. Hakikat sila-sila pancasila, serta mengaktualisasikan nilai-nilai yang terkandung di
dalamnya.
5. Dinamika pancasila secara historis, merefleksikan fungsi dan kedudukan penting
pancasila dalam perkembangan Indonesia mendatang.
6. Pengertian etika, aliran etika, etika pancasila dan pancasila sebagai solusi problem
moralitas bangsa.
7. Pancasila dijadikan sebagai karakter keilmuan Indonesia.

Kompetensi Dasar Pendidikan Pancasila

Kompetensi diartikan sebagai kumpulan rencana dalam tindakan mencerdaskan


sedangkan aplikasi dari rasa tanggung jawab adalah terlihat dari kebenaran tindakannya
bila dipandang dari segi iptek, etika, maupun dari ajaran agama dan budaya yang dianut
oleh setiap elemen masyarakat, maka Pendidikan pancasila adalah agar mahasiswa
memiliki kepribadian yang bersumberkan pada nilai budi luhur budaya bangsa dalam
mendukung profesi dan latar belakang keilmuannya.

Hal demikian dapat dipahami bahwa pendidikan pancasila lebih dimaksudkan sebagai :  

1. Pendidikan karakter, yaitu pembentukan karakter warga negara yang ditandai


dengan sikap dan perilaku yang mencerminkan nilai-nilai pancasila
2. Pendidikan pembentukan kepribadian, yakni kepribadian yang bersumberkan nilai-
nilai luhur budaya bangsa yang nantinya mendukung profesi maupun latar belakang
keilmuan warga.
3. Pendidikan yang menjadikan nilai-nilai pancasila sebagai sumber rujukan dan ins-
pirasi warga dalam upaya menjawab berbagai tantangan kehidupan bangsa.

Pancasila merupakan pernyataan jati diri bangsa Indonesia mencakup tiga aspek,
yakni : (pancasila sebagai kepribadian bangsa, pancasila sebagai identitas bangsa, dan sebagai
keunikan bangsa Indonesia).

Demikin gambaran tentang matakuliah Pendidikan Pancasila, dan dengan adanya


gambaran ini diharapkan para mahasiswa pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Bhayangkara Surabaya dapat menyiapkan diri untuk lebih memahami.

3
Modul Mata Kuliah PANCASILA

Modul 1

PANCASILA DAN PENGETAHUAN ILMIAH

Kegiatan Belajar 1

LANDASAN PERKULIAN DAN PENGERTIAN PANCASILA

Seluruh warga negara kesatuan Republik Indonesia sudah seharusnya mempelajari,


mandalami dan mengamalkan Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara sesuai dengan kemampuan masing-masing.

Tingkatan-tingkatan pembelajaran mengenai Pancasila yang dapat dihubungkan dgn


tingkat-tingkat pengetahuan ilmiah menurut : The Liang Gie (1998) yakni : pengetahuan
deskriptif, pengetahuan kausal, pengetahuan normatif, dan pengetahuan esensial.

 Pengetahuan deskriptif menjawab pertanyaan “Bagaimana”bersifat sehingga dapat


mendiskripsikan,
 Pengetahuan kausal memberikan jawaban terhadap pertanyaan ilmiah “Mengapa”,
sehingga memahami sebab akibat (kausalitas), dan Pancasila memiliki empat kausa :
- Kausa materialis (asal mula bahan dari Pancasila),
- Kausa formalis (asal mula bentuk),
- Kausa efisien (asal mula karya), dan
- Kausa finalis (asal mula tujuan).
 Pengetahuan normative, merupakan hasil dari pertanyaan ilmiah “Kemana”.
 Pengetahuan esensial, mengajukan pemecahan terhadap pertanyaan “Apa”, (apa sebe-
narnya) merupakan persoalan terdalam karena diharapkan dapat mengetahui hakekat.

Pengetahuan esensial tentang Pancasila menurut : Soemargono Soejono (1986)


adalah “untuk mendapatkan pengetahuan ten-tang inti sari atau makna terdalam dalam sila-
sila Pancasila atau secara filsafati untuk meng-kaji hakikatnya”.

Tujuan Pendidikan Pancasila adalah membentuk watak bangsa yang kukuh, juga
untuk memupuk sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma
Pancasila.

Sedangkan tujuan perkuliahan Pendidikan Pancasila adalah “agar mahasiswa mema-


hami, menghayati dan melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 dalam kehidupan sehari-hari
sebagai warga negara indonesia, juga menguasai pengetahuan dan pemahaman tentang beragam
masa-lah dasar kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara berlandaskan Pancasila dan
UUD 1945”.

Perkuliahan pada era wabah pandemi covid-19 dalam jaringan (daring) di Universi-
tas Bhayangkara Surabaya, tentulah tidak sama dengan perkuliahan biasa secara normal
Oleh karena itu Perkuliahan Pendidikan Pancasila memerlukan modifikasi dalam bentuk
modul sehingga tanggung jawab penyajian materi yang lebih fleksibel.

4
Landasan Pendidikan Pancasila meliputi :

1. Landasan Historis,
Bahwa menurut : Sri Soeprapto (1997),dalam : Habibullah Al Faruq (2017)
bahwa Pancasila adalah "warisan jenius " para pendiri bangsa, Pancasila merupakan
fakta sejarah sebagian dari proses berbangsa dan bernegara Indonesia, adalah hasil
sejarah yamg sangat berharga sehingga kita mampu bersepakat mendirikan dan
mempertahankan Negara kesatuan republik Indonesia sampai dengan saat ini.

Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) menetapkan UUD bagi Negara


Republik Indonesia, dan dalam pembukaan UUD  memuat lima dasar Negara, maka
pancasila secara resmi menjadi Dasar  Negara Republik Indonesia.

2. Landasan Kultural,
Bahwa nilai nilai pancasila yang merupakan local wisdom bangsa dan realitas
objektif dalam diri bangsa Indonesia, selain itu, pancasila juga telah menjadi living
reality bagi bangsa Indonesia.
Bangsa yang besar ialah bangsa yang peduli akan pewarisan budaya luhur
bangsanya, Oleh karena itu, perlu ada upaya pewarisan nilai nilai falsafah pancasila
melalui pendidikan pancasila, sebagai proses pembudayaan atau pewarisan budaya
luhur bangsa dari generasi tua kepada generasi muda bangsa.

3.    Landasan Folosofis,
Bahwa Pancasila mengandung konsep religiusitas, humanitas, nasionalitas, dan
sosialitas yang dapat dipertanggung jawabkan dari tinjauan teoritis-filsafat.
Pendidikan pancasila secara filosofis sangatlah logis dan strategis sebagai landa-
san untuk mengkaji, mengembangkan,melaksanakan, dan mengamalkan nilai nilai
filosofis bangsa, Dengan demikian, nilai nilai pancasila yang bersifat abstrak akan
lebih memiliki peluang untuk dikonkretkan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
4.    Landasan Yuridis
Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang system pendidikan nasional
menyatakan bahwa pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan
pancasila dan UUD 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional
Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perkembangan zaman.  
Sedangkan dalam pasal 37 UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasio-
nal, disebutkan bahwa kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat :  
a.   Pendidikan Agama  
b. Pendidikan Agama  
c.     Pendidikan Kewarganegaraan, dan  
d. Bahasa Indonesia

Kegiatan Belajar 2

PANCASILA SEBAGAI PENGETAHUAN ILMIAH


Pengetahuan dikatakan ilmiah menurut : The Liang Gie (1998) dalam Wirasaputra
(2011) jika memenuhi syarat-syarat ilmiah yakni : ber-objek, ber-metode, ber-sistem, dan
bersifat universal.
5
1. Ber-objek, terbagi dua yakni objek material dan objek formal. Objek material berarti
memiliki sasaran yang dikaji, disebut juga pokok soal (subject matter) merupakan
sesuatu yang dituju atau dijadikan bahan untuk diselidiki. Sedangkan objek formal
adalah titik perhatian tertentu (focus of interest, point of view) merupakan titik pusat
perhatian pada segi-segi tertentu sesuai dengan ilmu yang bersangkutan.

2. Ber-metode, atau mempunyai metode berarti memiliki seperangkat pendekatan


sesuai dengan aturan-aturan yang logis. Metode merupakan cara bertindak menurut
aturan tertentu.

3. Ber-sistem, atau bersifat sistematis bermakna memiliki kebulatan dan keutuhan yang
bagian-bagiannya merupakan satu kesatuan yang yang saling berhubungan dan
tidak berkontradiksi sehingga membentuk kesatuan keseluruhan.

4. Bersifat universal, atau dapat dikatakan bersifat objektif, dalam arti bahwa penelu-
suran kebenaran tidak didasarkan oleh alasan rasa senang atau tidak senang, setuju
atau tidak setuju, melainkan karena alasan yang dapat diterima oleh akal. Pancasila
memiliki dan memenuhi syarat-syarat sebagai pengetahuan ilmiah sehingga dapat
dipelajari secara ilmiah.

Di samping memenuhi syarat-syarat sebagai pengetahuan ilmiah. Pancasila juga


memiliki susunan kesatuan yang logis, hubungan antar sila yang organis, susunan hierar-
khis dan berbentuk piramida, dan saling mengisi dan mengkualifikasi.

Pancasila dapat juga diletakkan sebagai objek studi ilmiah, yakni pendekatan yang
dimaksudkan dalam rangka penghayatan dan pengamalan Pancasila yakni suatu pengu-
raian yang menyoroti materi yang didasarkan atas bahan-bahan yang ada dan dengan
segala uraian yang selalu dapat dikembalikan secara bulat dan sistematis.

Sifat dari studi ilmiah haruslah praktis dalam arti bahwa segala yang diuraikan memi
liki kegunaan atau manfaat dalam praktek. Contoh pendekatan ilmiah terhadap Pancasila
antara lain : pendekatan historis, pendekatan yuridis konstitutional, dan pendekatan
filosofis.
Rumusan pancasila yang dijadikan sebagai dasar Negara Republik Indonisia seperti
yang dicatum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke empat adalah :

1. Ketuhanan yang maha esa


2. Kemanusian yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonisia
4. Kerayatan yang dipimpin oelh hekmat kebijaksanaan dan permusyawaratan
/pewakilan
5. Keadilan social bagi seluruh rakyat indonisia

Kelima sila tersebut sebagai satu kesatuan nilai kehidupan masyarakat ditetapkan
oleh panitia persiapan kemerdekaan inonisia ( PPKI ) dan dijadikan sebagai dasar Negara
pada tanggal 18 agustus 1945. Dapat dipahami melalui tiga pendekatan yaitu :

1. Pendekatan sejarah,

Bahwa dengan pendekatan sejarah diharapkan dapat terlihat dengan jelas proses
pertumbuhan dan perlembagaan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan ( pribadi-mas-
yarakat-negara).

6
Pendekataan sejarah ini perlu mengingat sipat nilai nilai pancasila yg abstrak,
sehingga menjadi jelas seakan-akan konkeritlah nilai tersebut dalampikiran kita.

Konkretitasi hal yang abstrak akan sangat menolong memudahkan kita berpikir,
disamping itu sejarah menjabatani jarak waktu dan tempat.misalnya kejadian apa
dari zaman seriwijaya dan majapahit, sudah dapat dipastikan tidak ada yang menge-
tahui kejadian-kejadian tersebbut secara factual. Dengan ungkapan sejarah,kejadian-
kejadian sekan-akan nyata dalam pikiran kita.

Demikan lah kegunaan sejarah sebagai pengetahuan factual dalam arti diketahui
sendiri, bahwa melalui pembahasan aspek historis pengungkapan fakta sejarah yang
ada kaitanya langsung dengan proses pertumbuhan serta pelaksanaan nilai-nilai
pancasila.

2. Pendekatan yuridis kontitutional

Pancasila dari sisi hukum dan hukum katatanegaraan sangatlah penting artinya
untuk dipelajari. Hukum mengatur kegiataaan hidup warga masyarakat dan Negara

Pancasila sebagai dasar Negara merupakan sumber dari segala sumber hukum
dalam kehidupan bernegara, dengan demikan hukum haruslah di mengerti dengan
baik agar dapat mengamalkan pancasila dengan baik pula, sebab sulit bagai kita
bertindak atau berbuat jika tidak mengetahui dengan baik segi-segi hukum dan
hukum katatanegaraan dari pancasila, karena peraturan perundang-undangan secara
herarkhis mengalir dari nilai-nilai pancasila.
 
3. Pendekatan filosofis,

Bahwa dalam pendekatan filosofis, tidak membicarakan seluruh ilmu filsafat


yang sangat luas cakupan dan cabang-cabangnya, tetapi sebagai pengatar ke pende-
katan filsafat disini akan didiskripsikan tentang fisafat yaitu :

1) Pengertian filsafat,

Secara etimologi, Istilah filsafat memiliki pandana kata bahasa arab falsafah,
dalam kosa kata bahasa inggris philosophy, dan dalam bahasa Yunani, merupa-
kan panduan kata majemuk philos ( sahabat ) dan sophia ( pengetahuan yang
bijak sana,kebijaksanaan ) dan kata kerja sebagai panduan Philein ( mencintai )
dan shopos ( hikmah,kebijaksanaan ), atau “cinta kepada pengetahuan yang bijak-
sana´,
Menurut : Mudofir istilah filsafat, adalah “menunjukan suatu usaha menuju
kepada keutamaan mental “ (the fursuit of mental excellence), dan dalam perjalan
sejarah, Filsafat adalah “sebagai pandangan hidup,sebagai suatu kebijaksanaan yang
rasional, sebagai proses kritis dan sitematis dari pengetahuan manusia,sebagai usaha
memperoleh pandangan yang menyeluruh”.

2). Ciri-ciri berpikir secara filsafat

Bahwa kegiatan berpikir membedakan manusia dengan mahluk lainya,


namun tidak semua kegiatan berpikir adalah kegiatan berfilsafat, Sementara
kegiatan berpikir filsafati tidak semata-mata tidak ditandai dengan merenung
dan berkontemplasi yang tidak bersangkut paut dengan realitas.

7
Bepikir secara filsafat menurut : Kaelan (1996) senantiasa berkaitan dengan
masalah-masalah manu-sia yang bersifat actual dan hakiki. Misalnya banyak
orang menginginkan demo-krasi, maka demokrasi dalam arti yang sesungguh-
nya dapat ditemukan dengan kontemplasi kefilsafatan. Bagaimana menciptakan
demokrasi yang tidak menim-bulkan gejolak,mencari keserasian antara stabilitas
dan dinamika,hubungan antara yang berkuasa dengan rakyat dan sebagainya.
Oleh karna itu berpikir secara kefilsafatan di samping berkaitan dengan ide-
ide tetapi juga harus memperhatikan realitas konkret. Ada pun cirri-ciri berpikir
filsafat antara lain : (bersifat keritis, bersifat terdalam, konseptual, koheren, rasional,
komperhensif, universal, sistematis, spekualatif, bebas dan bertanggung jawab).
Bersifat bebas dan bertanggung jawab dalam berfilsafat manusia bebas
memikirkan apa saja sehingga asfek kretivitas dapat tumbuh kembang dengan
baik, tetapi kebebasan harus dipertanggung jawabkan, misalnya pertama-tama
dipertangung jawabkan kepada suara hati, hati nuraninya.
Dengan kebebasan bertanggung jawab berpikir yang dimiliki, secara lang-
sung maupun tidak langsung orang tidak terkekang dan terjajah oleh pendapat
oerang lain, itulah cirri berpikir secara kefilsafatan.

Modul 2

ASAL MULA PANCASILA

Kegiatan Belajar 3

TEORI ASAL MULA PANCASILA

Asal mula Pancasila sebagai dasar Falsafah Negara menurut : Soegito A.T (1999) Asal
mula Pancasila dibedakan :
1. Causa materialis (asal mula bahan) ialah berasal dari bangsa Indonesia sendiri,
terdapat dalam adat kebiasaan, kebudayaan dan dalam agama-agamanya.
2. Causa formalis (asal mula bentuk atau bangun) dimaksudkan bagaimana Pancasila
dirumuskan sebagaimana terdapat pada Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Dalam hal ini BPUPKI memiliki peran yang sangat menentukan.
3. Causa efisien (asal mula karya) ialah asal mula yang meningkatkan Pancasila dari
usulan dasar negara menjadi Pancasila yang sah sebagai dasar negara. dalam hal ini
adalah PPKI sebagai pembentuk negara yang kemudian mengesahkan dan menja-
dikan Pancasila sebagai dasar Falsafah Negara setelah melalui pembahasan dalam
sidang-sidangnya.

4. Causa finalis (asal mula tujuan) adalah tujuan dari perumusan dan pembahasan
Pancasila yakni hendak dijadikan sebagai Dasar Negara, sampai kepada kausa fina-
lis tersebut diperlukan kausa atau asal mula sambungan.

Unsur-unsur Pancasila berasal dari nilai-nilai bangsa Indonesia sendiri, walaupun


secara formal Pancasila baru menjadi Dasar Negara Republik Indonesia pada tanggal 18
Agustus 1945, namun jauh sebelum tanggal tersebut bangsa Indonesia telah memiliki
unsur-unsur Pancasila dan bahkan melaksanakan di dalam kehidupan sehari-hari, Seja-
rah bangsa Indonesia memberikan bukti yang dapat kita cari dalam berbagai adat istia-

8
dat, tulisan, bahasa, kesenian, kepercayaan, agama dan kebudayaan pada umumnya
seperti :

1. Bangsa Indonesia tidak pernah putus-putusnya mempercayai Tuhan, bukti-buktinya,


bangunan peribadatan, kitab suci dari berbagai agama dan aliran kepercayaan pada
Tuhan Yang Maha Esa, upacara keagamaan pada peringatan hari besar agama, pendi
dikan agama, rumah-rumah ibadah, tulisan sejarah/dongeng yang mengandung
nilai-nilai agama, yang menunjukkan kepercayaan Ketuhanan Yang Maha Esa.

2. Bangsa Indonesia terkenal ramah tamah, sopan santun, lemah lembut dengan
sesama manusia, bukti-buktinya seperti :
 Dalam bangunan padepokan, pondok-pondok, semboyan aja dumeh, aja adigang
adigung adiguna, aja kementhus, aja kemaki, aja sawiyah-wiyah, dan sebagainya,
 Dalam cerita-cerita Bharatayudha, Ramayana, Malin Kundang, Batu Pegat, Anting
Malela, Bontu Sinaga, Danau Toba, Cinde Laras, Riwayat dangkalan Metsyaha,
membantu fakir miskin, membantu orang sakit, dan sebagainya,
 Hubungan luar negeri semisal perdagangan, perkawinan, kegiatan kemanusiaan,
yang mengindikasikan adanya Kemanusiaan yang adil dan beradab.

3. Bangsa Indonesia juga memiliki ciri-ciri guyub, rukun, bersatu, dan kekeluargaan,
sebagai bukti-buktinya :

 Bangunan candi Borobudur, Candi Prambanan, dan sebagai-nya,


 Tulisan sejarah tentang pembagian kerajaan Medang menjadi Daha dan Jenggala,
Negara nasional Sriwijaya, Negara Nasional Majapahit, semboyan bersatu teguh
bercerai runtuh, crah agawe bubrah rukun agawe senthosa, bersatu laksana sapu
lidi, sadhumuk bathuk sanyari bumi, kaya nini lan mintuna, gotong royong mem-
bangun rumah-rumah ibadah, pembangunan rumah baru, pembukaan ladang
baru menunjukkan adanya sifat persatuan.

4. Unsur-unsur demokrasi sudah ada dalam masyarakat indonesia, sebagai perbuatan


musyawarah di balai, menggambarkan sifat demokratis Indonesia :
 Bangunan Bale Agung dan Dewan Tetua Adat di Bali, musyawarah, Nagari di
Minangkabau, adanya Balai Desa Pertemuan di Jawa,
 Tulisan tentang Musyawarah Para Wali, Puteri Dayang Merindu, Loro Jonggrang,
Kisah Negeri Sule.

5. Dalam hal Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, bangsa Indonesia dalam
menunaikan tugas hidupnya terkenal lebih bersifat sosial dan berlaku adil terhadap
sesama, bukti-buktinya :
 Adanya bendungan air (sistim subak di Bali), tanggul sungai, tanah desa, sumur
bersama, lumbung desa, penyediaan air kendi di muka rumah, selamatan.
 Tulisan sejarah kerajaan Kalingga, Sejarah Raja Erlangga, Sunan Kalijaga, Ratu
Adil, Jaka Tarub, Teja Piatu, dan sebagainya.

Pancasila sebenarnya secara budaya merupakan kristalisasi nilai-nilai yang baik yang
digali dari bangsa Indonesia, disebut sebagai kristalisasi nilai-nilai yang baik, Adapun
kelima sila dalam Pancasila merupakan serangkaian unsur-unsur yang tidak terputus
satu dengan yang lainnya, Namun demikian terkadang ada pengaruh dari luar menye-
babkan dis-kontinuitas antara hasil keputusan tindakan konkret dengan nilai budaya.

9
Lambang Garuda Pancasila, Makna dan Sejarahnya

Setiap tanggal 1 Juni diperingati sebagai Hari Lahir istilah Pancasila, yang merupa-
kan ideologi Negara, dan Garuda Pancasila dijadikan sebagai lambang negara Republik
Indonesia.

Dalam situs resmi Badan Intelijen Negara (BIN), Garuda Pancasila sejak Desember
1949 dirancang oleh : Sultan Hamid II, atau “Syarif Abdul Hamid Alkadrie”, dilahirkan
dari kesultanan Pontianak dan pernah menjabat sebagai Gubernur Daerah Istimewa
Kalimantan Barat serta menjadi Menteri Negara Zonder Portofolio di era Republik
Indonesia Serikat.

Lambang Negara, dengan menggambarkan berupa se-ekor Burung Garuda berwarna


emas dengan berkalungkan perisai yang di dalamnya bergambar simbol-simbol Pancasila
dan mencengkeram seutas pita putih yang bertuliskan “Bhinneka Tunggal Ika”.

Pada 10 Januari 1950, dibentuklah Panitia Lencana Negara untuk menseleksi lam-
bang negara yang akan digunakan, Pada saat itu, banyak usulan lambang negara yang
diajukan kepada panitia, Dengan melalui beberapa proses, rancangan karya “Sultan
Hamid II” diterima dan dikukuhkan sebagai lambang negara.

Atas Prakarsa Ir Soekarno dan berbagai organisasi lainnya, rancangan Sultan Hamid
II tersebut disempurnakan sedikit demi sedikit, dan pada Maret 1950, penyempurnaan
sampai pada tahap finalisasi, dan mulai diperkenalkan kepada masyarakat dan sejak
tanggal 17 Agustus 1950, lambang tersebut digunakan, dan pada tanggal 17 Oktober 1951,
lambang Negara Garuda Pansaila diresmikan dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 66
Tahun 1951, namun sebutan resminya belum ada, sehingga sebutannya bermacam-
macam seperti di antaranya : (Garuda Pancasila, Burung Garuda, Lambang Garuda, Lambang
Negara).

Oleh sebab itu, pada tanggal 18 Agustus 2000, melalui amandemen kedua UUD
1945, MPR menetapkan penulisan resmi lambang Negara Indonesia tersebut terdapat
dalam pasal 36 A UUD 1945 yang disebutkan sebagai : “Garuda Pancasila”, Nama
tersebut sesuai dengan desain pada lambang Negara yaitu : Garuda diambil dari nama
“burung dan Pancasila” sebagai Dasar Negara Indonesia, sedangkan tata cara penggu-
naannya sebagaimana diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 43 Tahun 1958,

Pemaknaan Lambang Negara “Garuda Pancasila” sebagaimana dilansir dari situs


“Kementerian Luar Negeri (Kemenlu)”, terdiri atas tiga komponen utama, yaitu :
(Burung Garuda, Perisai, dan Pita Putih), dengan pemaknaan sbb :

 Burung Garuda, menurut mitologi Hindu, merupakan burung mistis yang berasal dari
India. Burung tersebut berkembang sejak abad ke-6 di Indonesia, yang dimaknai lam-
bang kekuatan, sedangkan warna emas pada Burung Garuda melambangkan kemega-
han atau kejayaan, jumlah bulu :
 Pada sayap Garuda sebanyak 17 helai,
 Pada bulu ekor berjumlah 8 helai,
 Pada bulu di pangkal ekor berjumlah 19 dan
 Pada bulu di leher berjumlah 45.

Bulu-bulu tersebut jika digabungkan menjadi : 17-8-1945, yaitu menggambarkan


waktu kemerdekaan Indonesia diproklamasikan.

10
 Pada Perisai, yang terdapat pada Burung Garuda, terdapat 5 (lima) buah simbol yang
masing-masing melambangkan sila-sila dari dasar negara Pancasila.

 Perisai yang dikalungkan tersebut melambangkan “pertahanan Indonesia”.

 Pada bagian tengah dari perisai tersebut terdapat simbol “bintang” memiliki lima
sudut, yang melambangkan Sila pertama Pancasila, yaitu : “Ketuhanan Yang Maha
Esa”.
= Sebagai cahaya kerohanian yang dipancarkan oleh Tuhan kepada tiap manusia
= Di bagian bintang, terdapat latar berwarna hitam, yang melambangkan warna
alam yang asli, bukan sekadar rekaan manusia, tetapi sumber dari segalanya dan
telah ada sebelum segala sesuatu di dunia ini ada atas ciptaan Tuhan.

 Pada bagian kanan bawah, terdapat “rantai” yang melambangkan sila kedua Pan-
casila, yaitu “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”,
= Rantai tersebut terdiri atas mata rantai yang berbentuk segi empat dan lingkaran
yang saling berkaitan membentuk lingkaran.
= Mata rantai segi empat melambangkan laki-laki, sedangkan yang lingkaran
melambangkan perempuan.
= Mata rantai yang saling berkait pun melambangkan bahwa setiap manusia, laki-
laki dan perempuan, membutuhkan satu sama lain dan perlu bersatu sehingga
menjadi kuat.

 Pada bagian kanan atas, terdapat gambar “pohon beringin” yang melambangkan
sila ketiga, yaitu : “Persatuan Indonesia”.
= Pohon beringin yang merupakan pohon besar yang bisa digunakan oleh banyak
orang sebagai tempat berteduh di bawahnya,
= Pohon Beringan dikorelasikan sebagai Negara Indonesia, sebagai tempat berte-
duh semua rakyat Indonesia, dibawah naungan Negara Indonesia.
= Pohon beringin memiliki sulur dan akar yang menjalar ke segala arah, dikorela-
sikan dengan keragaman suku bangsa, menyatu di bawah nama Indonesia.

 Pada bagian kiri atas, terdapat “Kepala banteng” yang melambangkan sila keem-
pat Pancasila, yaitu “Kerakyatan yg Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan Perwakilan”.
= Kepala banteng memiliki filosofi sebagai hewan sosial yang suka berkumpul,
seperti halnya musyawarah, di mana orang-orang berdiskusi untuk melahirkan
suatu keputusan.
 Pada bagian kiri bawah, terdapat lambang “padi dan kapas”. Yang melambangkan
sila ke lima Pancasila, yaitu : Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”.
= Padi dan kapas, dapat mewakili sila kelima, karena padi dan kapas merupakan
kebutuhan dasar setiap manusia, yakni pangan dan sandang,
= Syarat utama untuk mencapai kemakmuran, sebagai tujuan utama dari sila
kelima ini.

 Pada lambang perisai sendiri, terdapat “garis hitam tebal yang melintang” di tengah-
tengah perisai, yang melambangkan “garis khatulistiwa” yang melintang melewati
wilayah Indonesia, Sedangkan “warna merah dan putih” yang menjadi latar pada
perisai tersebut merupakan warna bendera negara Indonesia, yaitu “Merah”, melam-
bangkan “Keberanian” dan “Putih” melambangkan “Kesucian”.

11
 Pada bagian bawah “Garuda Pancasila”, terlihat “pita putih” yang bertuliskan
“Bhinneka Tunggal Ika”, yang merupakan semboyan negara Indonesia.
Bhinneka Tunggal Ika, dalam bahasa Jawa Kuno memiliki arti berbeda-beda tetapi
tetap satu jua,

Kata “Bhinneka Tunggal Ika” sendiri dikutip dari buku “Sutasoma” yang dikarang
oleh “Mpu Tantular”, Kata tersebut memiliki arti sebagai :
“Persatuan dan kesatuan Nusa dan Bangsa Indonesia yang terdiri atas berbagai pulau, ras,
suku, bangsa, adat, kebudayaan, bahasa, serta agama”.

Kegiatan Belajar 4

ASAL MULA PANCASILA SECARA FORMAL

Pada tanggal 29 April 1945, Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indo-
nesia (BPUPKI) terbentuk yang diketuai oleh : Dr Radjiman Wediodiningrat, dengan
tugas mempersiapkan kemerdekaannya secara legal, untuk merumuskan syarat-syarat
apa yang harus dipenuhi sebagai negara yang merdeka (Safroedin Bahar : 1995).

Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dilantik


pada tanggal 28 Mei 1945 oleh Kepala Pemerintahan bala tentara Jepang di Jawa (Gunsei-
kan). Badan penyelidik ini mengadakan sidang hanya dua kali. Sidang yaitu :

1). Sidang pertama, BPUPKI tanggal 29 Mei s/d tanggal 1 Juni 1945,
Pada sidang pertama ini, M. Yamin dan Soekarno mengusulkan tentang dasar
negara, sedangkan Soepomo mengenai paham negara integralistik.

Tindak lanjut untuk membahas mengenai dasar negara maka dibentuk panitia
kecil atau panitia sembilan yang pada tanggal 22 Juni 1945 berhasil merumuskan
Rancangan mukadimah (pembukaan) Hukum Dasar, yang oleh Mr. Muhammad
Yamin dinamakan Jakarta Charter atau Piagam Jakarta.

2). Sidang kedua, BPUPKI pada tanggal 10 Juli sampai dengan 17 Juli 1945.
Pada sidang tanggal 10 Juli 1945, ini anggota BPUPKI membentukan Panitia kecil
yang dikelompokan menjadi tiga kelompok panitia perancang Hukum Dasar
(Konsti-tusi) (Sumber : Buku Empat Pilar Berbangsa dan Bernegara, Sekjen MPR-2012 yakni
:

(1). Panitia Sembilan yang di Ketuai Oleh : Ir. Soekarno dan anggotanya terdiri dari :
Mohammad Hatta, A.A Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdul Kahar Muzakir, H. A
Salim, Achmad Subarjo, Wahid Hasjim dan Muhammad Yamin. Yang bertugas untuk
membahas bentuk negara Indonesia, filsafat negara "Indonesia Merdeka" serta
merumuskan dasar negara Indonesia.

(2). Panitia Perancang Hukum Dasar (Konstitusi) diketuai oleh :Mr R Soepomo, dgn
anggota berjumlah 19 orang, Panitia perancang Hukum Dasar ini kemudian
membentuk lagi panitia kecil (panitia 9) Perancang Hukum Dasar (Konstitusi)
yaitu :

b) Panitia Pembela Tanah Air dengan ketuai Abikusno Tjokrosujoso berang-


gotakan 23 orang

12
c) Panitia Ekonomi dan Keuangan dengan ketua : Moh. Hatta, bersama 23
orang.

3). Pada sidang BPUPKI tanggal 14 Juli 1945, telah menerima naskah rumusan panitia
sembilan yang dinamakan “Piagam Jakarta” sebagai rancangan Mukadimah Hukum
Dasar (Konstitusi)

4). Pada sidang BPUPKI tanggal 16 Juli 1945 seluruh rancangan sudah diterima

5). Pada sidang BPUPKI tanggal 17 Juli 1945, merupakan sidang penutupan Badan
Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia, sudah menyelesaikan
semua tugas-tugasnya,

Panitia-panitia kecil itu yang dibentuk oleh BPUPKI, telah menyelesaikan tugas-
tugasnya, oleh karenanya tugas penyelidikan usaha persiapan kemerdekaan indo-
nesia (BPUPKI) sudah selesai maka dalam penutupan rapat BPUPKI tanggal 17 Juli
1945, membentuk sebuah Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang disebut
dengan PPKI, (Dokuritsu Zyunbi Linkai). Bertugas mempersiapkan segala sesuatu
berkaitan kemerdekaan indonesia.

Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, maka


dalam tempo yang sesingkat-singkatnya yaitu : tanggal 18 Agustus 1945, PPKI
(Dokuritsu Zyunbi Linkai). Mengadakan Sidang pertamanya, dan berhasil menge-
sahkan dan menetapkan :

1. Piagam Jakarta dengan beberapa perubahan sebagai rancangan Mukadimah


Hukum Dasar (Konstitusi) disahkan sebagai Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia.

2. Rancangan Hukum Dasar (Konstitusi) hasil rumusan BPUPKI disahkan sebagai


Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.

3. Memilih Presiden dan Wakil Presiden yang pertama, yakni Ir. Soekarno dan Drs.
Moh. Hatta.
4. Menetapkan berdirinya Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) sebagai Badan
Musyawarah Darurat (sejenis MPR).

Sidang kedua PPKI, tanggal 19 Agustus 1945, PPKI membuat pembagian daerah
propinsi, termasuk pembentukan 12 departemen atau kementerian.

Sidang ketiga PPKI, tanggal 20 Agustus 1945, membicarakan agenda badan


penolong keluarga korban perang, satu di antaranya adalah pembentukan Badan
Keamanan Rakyat (BKR).

Sidang keempat PPKI, tanggal 22 Agustus 1945, PPKI, membicarakan pemben-


tukan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), atau semacam (MPR), sehingga sete-
lah selesai sidang keempat ini, maka PPKI secara tidak langsung dibubarkan dan
para anggotanya menjadi bagian Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), Anggota
KNIP ditambah dengan pimpinan-pimpinan rakyat dari semua golongan atau aliran
dari lapisan masyarakat Indonesia.

13
Asal mula Pancasila secara formal dalam rumusan-rumusan Pancasila secara historis
terbagi dalam tiga kelompok (Yudi Latif : (2011) yaitu :

1. Rumusan Pancasila yang terdapat dalam sidang-sidang Badan Penyelidik Usaha-


usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI yang merupakan tahap pengusu-
lan sebagai dasar negara Republik Indonesia.
2. Rumusan Pancasila yang ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
sebagai dasar filsafat Negara Indonesia yang sangat erat hubungannya dengan
Proklamasi Kemerdekaan.
3. Beberapa rumusan dalam perubahan ketatanegaraan Indonesia selama belum
berlaku kembali rumusan Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945.

Dari tiga kelompok di atas secara lebih rinci rumusan Pancasila sampai dikeluarkan
nya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 ini ada tujuh yakni :

1. Rumusan –I, adalah dari Mr. Muh. Yamin tanggal 29 Mei 1945, yang disampaikan
dlm pidato “Asas dan Dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia”

2. Rumusan-II, adalah dari Mr. Muh. Yamin tanggal 29 Mei 1945, yang disampaikan
sebagai usul tertulis yang diajukan dalam Rancangan Hukum Dasar,
Dengan rumusan :
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Sosial.

3. Rumusan-III, adalah dari Soekarno, tanggal 1 Juni 1945 sebagai usul dalam pidato
Dasar Indonesia Merdeka, dengan istilah “Pancasila”
Dengan rumusan :
1. Nasionalisme (Kebangsaan indonesia)
2. Internasionalisme (Peri Kemanusiaan)
3. Mufakat (Demokrasi)
4. Kesejahteraan Sosial.
5. Ketuhanan yang meha esa (Berkebudayaan).

4. Rumusan-IV, adalah Piagam Jakarta, tanggal 22 Juni 1945, dengan susunan yang
sistematik hasil kesepakatan yang pertama.
Dengan rumusan :
1. Ketoehanan, dengan kewajiban mendjalankan sjariat Islam bagi
pemeloek-pemeloeknja
2. Kemanoesiaan jang adil dan beradab
3. Persatoean Indonesia
4. Kerakjatan jang dipimpin oleh hikmat, kebidjaksanaan dalam
permoesjawaratan/perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seloeroeh Rakjat Indonesia.

5. Rumusan-V, adalah dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tanggal 18


Agustus 1945 adalah rumusan pertama yang diakui secara formal
sebagai Dasar Filsafat Negara.
Dengan rumusan :

14
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan jang dipimpin oleh hikmat, kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan
5. Dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh Rakyat
Indonesia.

6. Rumusan –VI adalah dalam Mukaddimah Konstitusi RIS tanggal 27 Desember 1949,
Dengan rumusan :
1.  Ketuhanan Yang Maha Esa
2.  Peri Kemanusiaan
3.  Kebangsaan
4.  Kerakyatan
5. Keadilan Sosial

7. Rumusan -VII adalah Mukaddimah UUDS 1950 tanggal 17 Agustus 1950.


Dengan rumusan :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Perikemanusiaan
3. Kebangsaan
4. Kerakyatan, dan
5. Keadilan Sosial

Modul 3

FUNGSI DAN KEDUDUKAN PANCASILA


SEBAGAI DASAR NEGARA DAN PANDANGAN HIDUP BANGSA

Kegiatan Belajar 5

PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA

Dasar negara merupakan alas atau fondamen yang menjadi pijakan dan mampu
memberikan kekuatan kepada berdirinya sebuah negara. Negara Indonesia dibangun
juga berdasarkan pada suatu landasan atau pijakan yaitu “Pancasila”.

Pancasila, dalam fungsinya sebagai dasar negara, yang diusulkan oleh : Ir Soekarno,
dalam pidatonya tanggal 1 Juni 1945, merupakan : “Dasar Falsafah Negara, atau
filosofhi grounslag dan sumber kaidah hukum yang mengatur negara Republik
Indonesia”, terma-suk seluruh unsur-unsurnya didalamnya yakni : pemerintah, wilayah
dan rakyatnya.

Konsekuensinya adalah Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum. Hal
ini menempatkan Pancasila sebagai dasar negara yang berarti melaksanakan nilai-nilai
Pancasila dalam semua peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu,
sudah seharusnya semua peraturan perundang-undangan di negara Republik Indonesia
bersumber dari Pancasila (Soedjono Soemargono : 1986).

Pancasila berkedudukan sebagai Dasar Negara Republik Indonesia mempunyai


implikasi bahwa seluruh kehidupan berbangsa dan bermasyarakat terkait dengan hal-hal
pokok kenegaraan diantaranya (Idiologi Politik, Ekonomi, Sosial-budaya, hukum dan

15
Hankam) haruslah sejiwa dan dijiwai oleh Pancasila sedangkan isi dan materinya tidak
boleh menyimpang dari hakekat Pancasila. (Suhadi, 1998).

Cita-cita hukum atau suasana kebatinan tersebut terangkum di dalam empat pokok
pikiran Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 di mana keempatnya sama hakikatnya
dengan Pancasila, yang lebih lanjut terjelma ke dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar
1945, Barulah dari pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945 itu diuraikan lagi ke dalam
banyak peraturan perundang-undangan lainnya, sebagai mana diatur dalam Jenis dan
Hierarki Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia, Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 15
Tahun 2019 tentang Jenis dan Hierarki Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia
yang terdiri atas :
 
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu);
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Kegiatan Belajar 6

PANCASILA SEBAGAI PANDANGAN HIDUP

Pembukaan UUD 1945, bahwa “....... maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan


indonesia itu dalam suatu undang-undang dasar negara indonesia yang terbentuk dalam
suatu susunan negara republik indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar
kepada .....(Pancasila)”,

Pancasila yang memayungi segenap orientasi didalamnya, artinya suatu wawasan


menyeluruh terhadap kehidupan yang terdiri dari kesatuan rangkaian nilai-nilai luhur.
Pandangan hidup berfungsi sebagai pedoman untuk mengatur hubungan manusia
dengan sesama, mengatur hubungan manusia dengan lingkungan dan mengatur hubu-
ngan manusia dengan Tuhannya.

Pandangan hidup yang diyakini suatu masyarakat maka akan berkembang secara
dinamis dan menghasilkan sebuah pandangan hidup bangsa. Pandangan hidup bangsa
adalah kristalisasi nilai-nilai yang diyakini kebenarannya maupun manfaatnya oleh suatu
bangsa sehingga darinya mampu menumbuhkan tekad untuk mewujudkannya di dalam
sikap hidup sehari-hari (Notonagoro : 1980).

Setiap bangsa di mana pun pasti selalu mempunyai pedoman sikap hidup yang dija-
dikan acuan di dalam hidup bermasyarakat dan bangsa Indonesia, sikap hdup yang
diyakini kebenarannya tersebut bernama Pancasila.

Nilai-nilai yang terkandung di dalam sila-sila Pancasila tersebut, memberi orientasi


dalam kelangsungan hidup bangsa, lebih terarah pada sistim masyarakat dalam berbagai
aspeknya, oleh karena itu pandangan hidup (way of life) menjadikan idiologi yang siap
menghadapi segala pengaruh zaman modern, karena sebagai pandangan hidup Pancasila
memiliki fungsi sbb :

16
1). Struktur kognitif, adalah keseluruhan landasan pengetahuan yang dapat membe
rikan pemahaman terhadap kejadian disekitar.
2). Orientasi dasar, bahwa dengan membuka wawasan yang memberi petunjuk
tujuan hidup bermasyarakat.
3). Norma Pedoman, bahwa Pancasila dapat menjadi pedoman dan pegangan dalam
setiap langkah-tindakan
4). Identitas Bangsa, bahwa Pancasila sebagai bekal untuk menemukan identitas
bangsa
5). Semangat Pendorong, bahwa Pancasila mampu memberi kekuatan dan semangat
untuk mencapai tujuan.
6). Orientasi Tingkah laku, bahwa Pancasila yang dipahami dan dihayati oleh
masyarakat mampu pendidikan tingkah laku sesuai dengan norma yg berlaku.

Cita-cita moral inilah yang kemudian memberikan pedoman, pegangan atau kekua-
tan rohaniah kepada bangsa Indonesia di dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Pancasila di samping merupakan cita-cita moral bagi bangsa Indonesia, juga
sebagai perjanjian luhur bangsa Indonesia.

Modul 4

FUNGSI DAN KEDUDUKAN PANCASILA


SEBAGAI IDIOLOGI NEGARA DAN FALSAFAH BANGSA

Kegiatan Belajar 7

PANCASILA SEBAGAI IDIOLOGI NEGARA

Bahwa Negara Indonesia dibangun atas dasar moral kodrati ( (natural morals), dan
untuk menjelaskan Pancasila sebagai Idiologi Negara, memiliki ide-ide atau gagasan-
gagasan, sebagai sumber motivasi dan sumber semangat dalam mendukung tercapainya
tujuan nasional indonesia menuju masyarakat adil-makmur.

Istlah Idiologi, pertama kali dicetuskan oleh : Antoine Desstuttracy (1796), Seorang
Filsup Perancis, dimaknai sebagai “ilmu tentang pikiran manusia yang mampu menunju-
kan arah masa depan yang benar”. Namun dalam perjalanannya berge-ser, dari ilmu
pengetahuan menjadi suatu paham atau doktrin.

Secara Etimologis, idiologi terdiri dari dua kata yaitu : Idea dan Logos, Idea dimak-
nai sebagai : cita-cita atau gagasan, sedangkan Logos dimaknai sebagai : ratio atau ilmu,
kemudian Idiologi dimaknai sebagai : “cita-cita atau pandangan yang didasarkan pada ratio,
untuk mendudkung tercapainya suatu tujuan ”
Idiologi Bangsa Indonesia adalah Pancasila, adalah dimaknai sebagai : “cita-cita atau
pandangan atau gagasan bangsa indonesia dalam mendukung tercapainya tujuan nasio-nal indo-
nesia menuju masyarakat adil dan makmur”

Idiologi Pancasila memiliki berbagai aspek baik berupa cita-cita/pemikiran maupun


nilai-nilai/norma yang dapat direalisasikan dalam kehidupan praksis dan bersifat terbu-
ka dengan memiliki tiga dimensi (Rizal Mustansyir & Misnal Munir (1999) yaitu :

1). Dimensi Idealis, adalah nilai-nilai dasar dari Pancasila yang bersifat sistimatis,
rasional dan universal.

17
2). Dimensi Normatif, adalah nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila Panca-
sila yang perlu dijabarkan kedalam sistim norma sehingga tersirat dan tersurat
dalam norma-norma kenegaraan.

3). Dimensi Realistis, adalah nilai-nilai Pancasila mampu memberikan pencermi-


nan atas realitas yang hidup dan berkembang dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.

Dalam perkembangannya Idiologi Pancasila mejadi acuan sesuai kondisi kehidupan


bangsa indonesia diantaranya sebagai : Idiologi Persatuan, Idiologi Pembangunan dan
Idiologi Terbuka yaitu :

1). Idiologi Persatuan, adalah sejak lahirnya negara indonesia, Pancasila berfungsi
mempersatukan seluruh rakyat indonesia yang majemuk, beragam suku, bera-
gam bahasa dan adat istiadatnya menjadi sebuah bangsa yang memiliki sikap
kepribadian yang tidak bergantung kepada siapapun dan mempertebal kebersa-
maan dalam satu bangsa yaitu bangsa indonesia.

2). Idiologi Pembangunan, adalah dalam melihat perkembangan Iptek, dan lajunya
perkembangan komunikasi, membuat dunia seolah tanpa jarak, sehingga pemba-
ngunan tidak terikat pada faktor-faktor dalam negeri saja melainkan sangat
dipengarui oleh pembangunan ekonomi global dalam rangka menghadapi perso
alan : pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, dan kesenjangan sosial.

3). Idiologi Terbuka, adalah sesuai tersurat dalam pembukaan UUD 1945, “ .....dan
ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasar pada kemerdekaan, perdamaian
abadi ....” maka Pancasila sebagai Idiologi terbuka untuk tetap menjaga dan
memper-tahankan identitas nasional, agar mampu bersaing dengan bangsa-2 di
dunia, melalui idiologi terbuka yang dikembangkan menjadi dinamika
kehidupan mesyarakat bangsa-bangsa, oleh karena itu Idiologi terbuka bukan
hanya dapat dibenarkan malainkan juga dibutuhkan. .

Keterbukaan Idiologi Pancasila, terutama ditujukan dalam penerapannya yang


berbentuk pola pikir yang dinamis da konseptual dalam dunia yang modern melalui
tiga tingkatan nilai (Jacob. T (1999) yaitu :

1). Nilai Dasar, adalah nilai yang tidak berubah dan tidak boleh diubah karena
sudah merupakan konsensus bangsa yang disebut : Kaidah Pokok Dasar negara
yang fondamental (staats fondamental norm)

2). Nilai Instrumental, adalah sarana dalam mewujudkan nilai dasar yang dapat
berubah sesuai dengan keadaan dan perkembangan lingkungan, seperti norma
hukum penanggulangan Terorisme, Pemberantasan Korupsi, Narkoba dll. .

3). Nilai Praksis, adalah nilai dalam tata laku yang mengandung jiwa dan semangat
nilai dasarnya, berupa segala pelaksanaan secara nyata sebagai penjabaran
norma-norma dasar pancasila, seperti :
 Nilai beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa
 Nilai kemanusiaan yang adil dan beradab
 Nilai persatuan indonesia
 Nilai Kerakyatan dalam musyawarah dan mufakat
 Nilai Keadilan Sosial.

18
Kegiatan Belajar 8

PANCASILA SEBAGAI FALSAFAH HIDUP BANGSA

Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa indonesia, ditinjau dari pengertian, obyek
dan tujuan, menurut filsafat umum dan pandangan falsafah hidup bangsa indonesia,
selanjutnya menurut asal katanya kata “filsafat” dari Yunani, terdiri atas : Philein (cinta)
dan Sophos (hikmah/kebijakan) , maka secara harfiah Filsafat bermakna : “Cinta Kebijak-
sanaan” atau “Kebenaran yang sesungguhnya”

Filsafat menurut : (Rizal Mustansyir & Misnal Munir (1999) sebagai ilmu, memiliki
sistimatik yang amat kuat yang meliputi tiga hal uta-ma yaitu : Ontologi, Epistemologi
dan Aksiologi antara lain :

 Bidang Ontologi, adalah bidang filsafat yang menyelidiki hakekat dari realita yang
ada, seperti idealisme, spiritualisme, materialisme, pluralisme, yang merupa-
kan asumsi dasar ontologik yang akan menentukan hakekat kenyataan.

 Bidang Epistemologi, adalah bidang filsafat yang membahas sumber, batas dari pro-
ses hakekat, meliputi : berbagai sarana dan tata cara menggunakan sarana
dan sumber pengetahuan untuk mencapai kenyataan raional.

 Bidang Aksiologi, adalah bidang filsafat yang menyelidiki nilai, terutama meliputi
nilai normatif.

Bagi bangsa indonesia, Filsafat Pancasila, sangat berguna baik sebagai perorangan
maupun sebagai warga bangsa, dalam mendukung cita-cita bangsa atau tujuan nasional
karena Filsafat Pancasila selain landasan dasarnya juga sebagai landasan dasar berpikir
segenap bangsa indonesia .
Sedangkan Falsafah hidup bangsa Indonesia, Pancasila dapat dimasukan dalam fal-
safah dalam arti praksis, karena Pancasila mempunyai fungsi sebagai pedoman dan pega-
ngan dalam sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam kehidupan sehari-hari dalam kehi-
dupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Sebagai falsafah hidup bangsa indonesia, Pancasila dimaknai sebagai : “kemampuan


rohani bangsa indonesia melakukan pemikiran yang sedalam-dalamnya tentang kebenaran nilai-
nilai sila-sila Pancasila sebagai landasan dasar falsafah hidup bangsa indonesia”.

Pancasila sebagai sistim moral dan etika, sangat berkaitan dengan nilai norma yang
berlaku dalam kehidupan masyarakat yang menjadi ukuran penilaian dalam berbuat dan
bertingkah laku, sebagaimana dikemukakan oleh : Prof Dr Notonagoro, SH, dalam buku-
nya : “Falsafah Dasar Negara (1974)” dibedakan dalam tiga nilai yaitu :

 Nilai Material, adalah segala sesuatu yang berguna bagi unsur jasmani manusia.
 Nilai Vital, adalah segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mela-
kukan aktivitas.
 Nilai Kerohanian, adalah segala sesuatu yg berguna bagi unsur rohani manusia.

19
Dengan demikian Pancasila pada hakekatnya merupakan satu kesatuan yang bulat
dan utuh serta tidak terpisahkan, diantara sila-sila Pancasila, Sila Pertama, Ketuhanan
Yang Maha Esa, memiliki kedudukan yang tinggi, dibandingkan ke empat sila yang lain,
karena sila pertama terletak diluar ciptaan akal manusia, dalam khirarhi piramid maka
Ketuhanan Yang Maha Esa, menjadi basis dari sila kedua : Kemanusiaan, persatuan,
kerakyatan dan keadilan sosial.

Lanjut : Notonagoro, Sila kelima Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia, meru-
pakan tujuan yang hendak dicapai (sesuai pembukaan UUD 1945), yang hendak dituju
dalam ke empat sila yang lain dalam Pancasila.

Modul 5

PANCASILA DAN PEMBUKAAN UUD’45


Kegiatan Belajar 9
HUBUNGAN PANCASILA DAN PEMBUKAAN UUD’45

A. Hubungan Secara Formal,


Secara Formal, hubungan antara Pancasila dan Pembukaan UUD Negara tahun
1945 adalah dengan dicantumkannya Pancasila secara formal di dalam Pembukaan
UUD 1945, maka pancasila memperoleh kedudukan sebagai dasar hukum positif
(Mahfud MD : 1998),
Dengan demikian tata kehidupan bernegara tidak hanya bertopang pada asas
asas sosial, ekonomi, politik, tetapi dalam perpaduannya dengan keseluruhan asas
yang melekat padanya, yaitu perpaduan asas-asas kultural, religius dan asas asas
kenegaraan yang unsurya terdapat pada pancasila, dengan demikian berdasarkan
terdapatnya Pancasila secara formal dapat disimpulkan sebagai berikut :
1). Bahwa rumusan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia adalah seperti yang
tercan-tum dalam Pembukaan UUD Negara tahun 1945 (alenia-IV);
2). Bahwa Pembukaan UUD 1945, berdasarkan pengertian ilmiah, merupakan
pokok kaidah  Negara yang Fundamental dan terhadap tertib hukum indonesia
mempunyai dua mcama kedudukan yaitu :
(1) Sebagai dasarnya, karena Pembukaan UUD 1945 itulah yang memberikan
faktor faktor mutlak bagi adanya tertib hukum di Indonesia
(2) Memasukkan dirinya di dalam tertib hukum tersebut sebagai tertib hukum
tertinggi.

3). Bahwa Pancasila sebagai inti Pembukaan UUD’45 dengan demikian mempunyai
kedudukan yang kuat, tetap, tidak dapat diubah dan terlekat pada kelangsungan
hidup Negara RI.

4) Bahwa dengan demikian  Pembukaan UUD 1945 berkedudukan dan berfungsi,


selain sebagai Mukadimah dari UUD 1945 dalam kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan, juga berkedudukan sebagai suatu yang bereksistensi sendiri yang
hakikat kedudukan hukumnya berbeda dengan pasal pasalnya. karena  Pem-
bukaan UUD 1945 yang intinya Pancasila adalah tidak tergantung pada  pada
Batang Tubuh (Pasal pasal) UUD 1945, bahkan sebagai sumbernya.

20
5) Bahwa Pancasila dengan demikian dapat disimpulkan mempunyai hakikat, sifat,
kedudukan, dan fungsi sebagai  Pokok Kaidah Negara yang Fundamental, yang
menjalankan dirinya sebagai dasar kelangsungan hidup Negara Republik Indo-
nesia yang diprolamirkan pada 17 Agustus 1945.
6) Bahwa Pancasila sebagai inti pembukaan UUD 1945, mempunyai kedudukan
yang kuat tetap dan tidak dapat diubah dan terlekat pada kelangsungan hidup
Negara Republik Indonesia, kedudukan formal yuridis dalam pembukaan,
sehingga baik rumusan maupun yuridiksinya sebagai dasar negara adalah
sebagaimana terdapat  dalam UUD 1945, maka perumusan  yang menyimpang
dari pembukaan tersebut adalah sama halnya dengan mengubah secara tidak sah
Pembukaan  UUD 1945.

B. Hubungan Secara Material,

Hubungan Pembukaan UUD 1945 dengan Pancasila selain hubungan bersifat


formal, sebagaimana dijelaskan di atas juga hubungan secara material, bila kembali
ke proses perumusan  Pancasila dan Pembukaan UUD 1945, maka secara kronologis,
materi yang dibahas oleh BPUPK :

1). Sidang BPUPKI membahas dasar filsafat Pancasila, baru kemudian membahas
Pem-bukaan UUD’45;

2). Sidang BPUPKI berikutnya tersusun Piagam Jakarta sebagai wujud bentuk per-
tama Pembukaan UUD’45

Setelah pada sidang pertama pembukaan UUD 1945 BPUPK membicarakan


dasar filsafat negara Pancasila berikutnya tersusunlah  Piagam Jakarta yang disusun
oleh Panitia 9, sebagai wujud bentuk pertama Pembukaan UUD 1945.

Jadi berdasarkan urut-urutan tertib hukum indonesia pembukaan UUD 1945


adalah sebagai tertib hukum yang tertinggi, adapun tertib hukum indonesia bersum
ber Pancasila, atau dengan perkataan lain Pancasila sebagai sumber tertib hukum
indonesia.
Hal ini berarti  secara material  hukum indonesia dijabarkan dari nilai nilai yang
terkandung dalam Pancasila,  dan Pancasila sebagai sebagai sumber tertib hukum
indonesia meliputi sumber nilai, sumber materi, sumber bentuk dan sifat.

Selain itu dalam hubungannya dengan hakikat dan kedudukan pembukaan


UUD 1945 sebagai Pokok Kaidah Negara yang Fundamental, maka sebenarnya
secara material, yang merupakan esensi atau inti sari dari Pokok Kaidah negara yang
Fundamental tersebut tidak lain adalah Pancasila  (Notonagoro : 40)

C. Pokok-Pokok Pikiran Terkandung Dalam Pembukaan UUD 1945

1). Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indo-
nesia dengan berdasar asas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia, dalam pengertian ini menunjukkan pokok pikiran
“persatuan” dengan pengertian yang lazim, negara, penyelenggara negara dan
setiap warganegara wajib mengutamakan kepentingan negara di atas kepenti-
ngan golongan ataupun perseorangan, merupakan penjabaran Sila Ketiga
Pancasila.

21
2). Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, ini
merupakan pokok pikiran “keadilan sosial” yang didasarkan pada kesadaran
bahwa manusia Indonesia mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk
menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan masyarakat, merupakan penja-
baran Sila Kelima

3). Negara yang berkedaulatan rakyat, berdasarkan atas kerakyatan dan permusya-
waratan perwakilan, Oleh karena itu sistem negara yang termasuk dalam UUD
harus berdasarkan kedaulatan rakat dan berdasar asas pemusyawaratan perwa-
kilan, pokok pikiran “kedaulatan rakyat” yang menyatakan kedaulatan di
tangan rakyat dan hasil amandemen Pasal 6A UUD 1945, “Presiden dan Wakil
Presiden” dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat, bahwa ada
perubahan kedaulatan rakyat, dilakukan sendiri oleh seluruh rakyat Indonesia,
merupakan penjabaran “Sila Keempat Pancasila”.

4). Negara berdasarkan atas Ketuhan Yang Maha Esa menurut dasar Kemanusiaan
yang adil dan beradab, Undang-Undang Dasar mewajibkan pemerintah dan
penyelenggara negara lain untuk memelihara budi pekerti kemanusia yang
luhur, pokok pikiran “Ketuhanan Yang Maha Esa menurut Dasar Kemanusiaan
yang Adil dan Beradab”, merupakan penjabaran “Sila Pertama dan Sila Kedua”.

Kegiatan Belajar 10

KEDUDUKAN HAKIKI PEMBUKAAN UUD’45

Pembukaan UUD 1945 merupakan dasar hukum yang di dalamnya memuat butir-
butir Pancasila yang mana merupakan dasar bagi negara Indonesia, dalam Pembukaan
memiliki kedudukan, isi, serta mengandung makna yang sangat mendalam bagi bangsa
Indonesia, karena hal ini merupakan wujud dari kemerdekaan bangsa Indonesia yang
harus dijaga oleh rakyat Indonesia

Kedudukan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu mengenai hukum dasar


bernegara serta cita-cita yang melahirkan hukum dasar yang didasarkan tujuan negara,
baik dalam hukum yang tertulis maupun tidak tertulis, Oleh karena itu, kedudukan
Pembukaan UUD 1945 lebih tinggi jika dibandingkan dengan Batang Tubuh UUD 1945,
namun dalam pengesahannya menjadi satu kesatuan.

Di dalam negara Kesatuan Republik Indonesia, Pembukaan UUD 1945 memiliki


kedudukan (F. Hidayat : 2018) yaitu sebagai berikut :

1). Kaidah pokok bagi Negara,


Dengan memutuskan adanya UUD 1945 dan Pancasila dalam Pembukaan UUD
1945 “...Dengan didorongkan oleh keinginan luhur sepaya berkehidupan kebangsaan yang
bebas, maka rakyat indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya” merupakan wujud
adanya kemerdekaan Indonesia, termaktub dalam alinea ketiga Pembukaan UUD
1945 pernyataan kemerdekaan untuk mewujudkan cita-cita negara Indonesia.

2). Tertib hukum tertinggi di dalam negara Indonesia


Pembukaan UUD 1945 berisikan Pancasila yang menjadi norma dasar serta men-
jadi landasan bagi tertib hukum di negara Indonesia, sebab Pembukaan UUD 1945
mempunyai kedudukan yaitu “sebagai tertib hukum tertinggi”, sedangkan didalam

22
pasal-pasal Batang Tubuh UUD 1945 serta peraturan hukum yang berada di bawah-
nya berlaku dan berisi nilai-nilai yang termuat dalam Pembukaan UUD 1945.

3). Kedudukan yang sangat kuat dan bersifat tetap


Pembukaan UUD 1945 berisikan cita-cita hukum serta termuat pokok-pokok kai-
dah negara yang bersifat fundamental, Oleh sebab itu, Pembukaan UUD 1945 tidak
mam-pu diubah, walaupun dalam Batang Tubuh UUD 1945 mengalami amandemen
(peru-bahan). Hal tersebut adalah kesepkatan MPR untuk tidak mengubah Pembu-
kaan UUD 1945 dengan alasan sebagai berikut :

 Pembukaan UUD 1945 merupakan landasan filosofis serta landasan normatif yang
menjadi dasar semua pasal di dalam Undang-Undang Dasar 1945.
 Pembukaan UUD 1945 memuat “staats idée” (Ide Berdirinya Negara) yaitu Nega-
ra Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),
 Pembukaan UUD 1945 memuat Haluan Negara, dan dasar atau landasan yang
tetap yang harus dipertahankan oleh rakyat Indonesia.

4). Sumber semangat UUD 1945


Pembukaan UUD 1945,yang didalamnya memuat poko-pokok pikiran dari butir
Pancasila, yang mana pada hakikatnya merupakan sumber semangat dalam setiap
melakukan penyelenggaraan negara, para pemimpin pemerintahan, para penyeleng-
gara partai dan kelompok fungsional, serta semua alat perlengkapan negara lainnya.

5). Kaidah pokok negara


Kaidah pokok negara yang fundamental di dalam sebuah tertib hukum, dimana
memiliki urutan-urutan yang bersifat hirerkis, dan Pembukaan UUD 1945 merupa-
kan kaidah Pokok yang Fundamental, sedangkan Pasal-pasal dalam UUD 1945,
sebagai hukum dasar tertulis maupun hukum dasar tidak tertulis, merujuk pada
Pembukaan UUD 1945

Modul 6

PEMIKIRAN DAN PELAKSANAAN PANCASILA

Kegiatan Belajar 11

PEMIKIRAN DAN PELAKSANAAN PANCASILA

Berbagai bentuk penyimpangan terhadap pemikiran dan pelaksanaan Pancasila terja-


di karena dilanggarnya prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan. Prinsip-prinsip itu dapat
dibedakan menjadi dua, (A.M.W. Pranarka (1985) yaitu :
1. Prinsip ditinjau dari segi intrinsik (ke dalam), Pancasila dari segi intrinsik harus
konsisten, koheren, dan koresponden

2. Prinsip ditinjau dari segi ekstrinsik (ke luar), Pancasila dari segi ekstrinsik Pancasila
harus mampu menjadi penyalur dan penyaring kepentingan horisontal maupun
vertikal.

Ada beberapa pendapat yang mencoba menjawab jalur-jalur apa yang dapat diguna-
kan untuk memikirkan dan melaksanakan Pancasila antara lain :

1). Menurut : Pranarka (1985) menjelaskan adanya dua jalur formal pemikiran Pancasila,
yaitu : jalur pemikiran politik kenegaraan dan jalur pemikiran akademis.
23
2). Menurut : Profesor Notonagoro (1974) menjelaskan adanya dua jalur pelaksanaan
Pancasila, yaitu jalur objektif dan subjektif.

Sejarah perkembangan pemikiran Pancasila menunjukkan adanya kompleksitas per-


masalahan dan heteregonitas pandangan. Kompleksitas permasalahan tersebut meliputi :
(1) masalah sumber;
(2) masalah tafsir;
(3) masalah pelaksanaan;
(4) masalah apakah Pancasila itu Subject to change; dan
(5) problem evolusi dan kompleksitas di dlm pemikiran mengenai pemikiran Pancasila.

Permasalahan tersebut mengundang perdebatan yg sarat dgn kepentingan, Pemeca-


han berbagai kompleksitas permasalahan di atas dapat ditempuh dgn dua jalur, yaitu :
jalur pemikiran politik kenegaraan, dan jalur pemikiran akademis.

1. Jalur pemikiran kenegaraan yaitu penjabaran Pancasila sebagai ideologi bangsa,


Dasar Negara dan sumber hukum dijabarkan dalam berbagai ketentuan hukum dan
kebijakan politik. Para penyelenggara negara ini berkewajiban menjabarkan nilai-nilai
Pancasila ke dalam perangkat perundang-undangan serta berbagai kebijakan dan
tindakan.

Tujuan penjabaran Pancasila dalam konteks ini adalah untuk mengambil


keputusan konkret dan praktis. Metodologi yang digunakan adalah memandang
hukum sebagai metodologi, sebagaimana yang telah diatur oleh UUD.
Permasalahan mengenai Pancasila tidak semuanya dapat dipecahkan melalui
jalur politik kenegaraan semata, melainkan memerlukan jalur lain yang membantu
memberikan kritik dan saran bagi pemikiran Pancasila, jalur itu adalah jalur
akademis, yaitu dengan pendekatan ilmiah, ideologis, theologis, maupun filosofis.

Pemikiran politik kenegaraan tujuan utamanya adalah untuk pengambilan


keputusan atau kebijakan, maka lebih mengutamakan aspek pragmatis, sehingga
kadang-kadang kurang memper-hatikan aspek koherensi, konsistensi, dan kores-
pondensi. Akibatnya kadang berbagai kebijakan justru kontra produktif dan berten-
tangan dengan nilai-nilai Pancasila.

2. Jalur pemikiran Akademis, berfungsi sebagai sumber bahan dan kritik bagi pemikiran
politik kenegaraan. Sebaliknya kasus-kasus yang tidak dapat dipecahkan oleh para
pengambil kebijakan merupakan masukan yang berharga bagi pengembangan pemi-
kiran akademis. Setiap pemikiran akademis belum tentu dapat diterapkan dalam
kebijakan politik kenegaraan, sebaliknya setiap kebijakan politik kenegaraan belum
tentu memiliki validitas atau tingkat kesahihan yang tinggi jika diuji secara akademis.

Jalur pemikiran Akademis, ini sangat terkait dengan jalur pelaksanaan,


Pelaksanaan Pancasila dapat diklasifikasikan dalam dua jalur utama, yaitu :
“pelaksanaan objektif dan subjektif”, yang keduanya merupakan satu kesatuan yang
tidak dapat dipisahkan :

 Pelaksanaan objektif adalah pelaksanaan dalam bentuk realisasi nilai-nilai


Pancasila pada setiap aspek penyelenggaraan negara, baik di bidang legislatif,
eksekutif, maupun yudikatif, dan semua bidang kenegaraan dan terutama
realisasinya dalam bentuk peraturan perundang-undangan negara Indonesia.
24
Pelaksanaan Pancasila secara objektif sebagai Dasar Negara membawa
implikasi wajib hukum, artinya ketidaktaatan pada Pancasila dalam artian ini
dapat dikenai sanksi yang tegas secara hukum, sedangkan pelaksanaan Pancasila
secara subjektif membawa implikasi wajib moral. Artinya sanksi yang muncul
lebih sebagai sanksi dari hati nurani atau masyarakat.

 Pelaksanaan subjektif, artinya pelaksanaan dalam pribadi setiap warga negara,


setiap individu, setiap penduduk, setiap penguasa dan setiap orang Indonesia.
Menurut Notonagoro pelaksanaan Pancasila secara subjektif ini memegang
peranan sangat penting, karena sangat menentukan keberhasilan atau kegagalan
pelaksanaan Pancasila.

Pelaksanaan subjektif ini menurut : Notonagoro dibentuk secara berangsur-


angsur melalui proses pendidikan, baik pendidikan formal, non formal, maupun
informal di lingkungan keluarga dan masyarakat.
Hasil yg akan diperoleh berupa pengetahuan, kesadaran, ketaatan, kemampuan
dan kebiasaan, mentalitas, watak dan hati nurani yg dijiwai oleh Pancasila.
Sebaik apa pun produk perundang-undangan, jika tidak dilaksanakan oleh para
penyelenggara negara maka tidak akan ada artinya, sebaliknya sebaik apa pun
sikap mental penyelenggara negara namun tidak didukung oleh sistem dan
struktur yang kondusif maka tidak akan menghasilkan sesuatu yang maksimal.
Pelaksanaan Pancasila secara subjektif membawa implikasi wajib moral. Artinya
sanksi yang muncul lebih sebagai sanksi dari hati nurani atau masyarakat.

Kegiatan Belajar. 12

REFORMASI PEMIKIRAN DAN PELAKSANAAN PANCASILA


Reformasi secara sempit dapat diartikan sebagai menata kembali keadaan yang tidak
baik menjadi keadaan yang lebih baik.

Reformasi kadang disalah artikan sebagai suatu gerakan demonstrasi yang radikal,
“semua boleh”, penjarahan atau “pelengseran” penguasa tertentu.

Beberapa catatan penting yang harus diperhatikan agar orang tidak salah mengarti-
kan reformasi, (M Mahfud. MD : 1998) antara lain sebagai berikut

1. Reformasi bukan revolusi


2. Reformasi memerlukan proses
3. Reformasi memerlukan perubahan dan berkelanjutan
4. Reformasi menyangkut masalah struktural dan kultural
5. Reformasi mensyaratkan adanya skala prioritas dan agenda
6. Reformasi memerlukan arah

Berbagai faktor yang mendorong munculnya gerakan reformasi antara lain :

- Pertama, akumulasi kekecewaan masyarakat terutama ketidakadilan di bidang hukum,


ekonomi dan politik;
- kedua, krisis ekonomi yang tak kunjung selesai;
- ketiga, bangkitnya kesadaran demokrasi,
- keempat, merajalelanya praktek KKN,
- kelima, kritik dan saran perubahan yang tidak diperhatikan.

25
Gerakan reformasi menuntut reformasi total, artinya “memperbaiki segenap tatanan
kehidupan bernegara, baik bidang hukum, politik, ekonomi, sosial-budaya, hankam dan
lain-lain”.

Namun pada masa awal gerakan reformasi, agenda yang mendesak untuk segera
direalisasikan antara lain :
- pertama, mengatasi krisis;
- kedua, melaksanakan reformasi, dan
- ketiga melanjutkan pembangunan.

Untuk dapat menjalankan agenda reformasi tersebut dibutuhkan acuan nilai, dalam
konteks ini relevansi Pancasila menarik untuk dibicarakan.

Eksistensi Pancasila dlm reformasi di tengah berbagai tuntutan dan euforia reformasi
ternyata masih dianggap relevan, dengan pertimbangan, (Munir : 2014) antara lain :

1). Pancasila sebagai alat Pemersatu atau dianggap merupakan satu-satunya aset nasio-
nal yang tersisa dan diharapkan masih dapat menjadi perekat tali persatuan yang
hampir koyak.
Keyakinan ini didukung oleh peranan Pancasila sebagai pemersatu, hal ini telah ter-
bukti secara historis dan sosiologis bangsa Indonesia yang sangat plural baik ditinjau
dari segi etnis, geografis, maupun agama.

2). Secara yuridis, Pancasila merupakan Dasar Negara, jika dasar negara berubah, maka
berubahlah negara itu. Hal ini didukung oleh argumentasi bahwa para pendukung
gerakan reformasi yang tidak menuntut meng-amandemen Pembukaan UUD 1945
yang di sana terkandung pokok-pokok pikiran Pembukaan UUD 1945 yang merupa-
kan perwujudan nilai-nilai Pancasila.

Kritik paling mendasar yg dialamatkan pada Pancasila adalah “tidak satunya antara
teori dengan kenyataan, antara pemikiran dengan pelaksanaan”.

Maka tuntutan reformasi adalah meletakkan Pancasila dalam satu kesatuan antara
pemikiran dan pelaksanaan. Gerakan reformasi mengkritik kecenderungan digunakan-
nya Pancasila sebagai alat kekuasaan, akhirnya hukum diletakkan di bawah kekuasaan.

Pancasila dijadikan mitos dan digunakan untuk menyingkirkan kelompok lain yang
tidak sepaham, dan beberapa usulan yang masih dapat diperdebatkan namun kiranya
penting bagi upaya mereformasi pemikiran Pancasila, antara lain :

1). Mengarahkan pemikiran Pancasila yang cenderung abstrak ke arah yang lebih
konkret.
2). Mengarahkan pemikiran dari kecenderungan yang sangat ideologis (untuk legitimasi
kekuasaan) ke ilmiah.
3). Mengarahkan pemikiran Pancasila dari kecenderungan subjektif ke objektif, yaitu
dengan menggeser pemikiran dengan menghilangkan egosentrisme pribadi, kelom-
pok, atau partai, dengan menumbuhkan kesadaran pluralisme, baik pluralisme
sosial, politik, budaya, dan agama.

Berbagai bentuk penyimpangan, terutama dalam pemikiran politik kenegaraan dan


dalam pelaksanaannya dimungkinkan terjadi karena beberapa hal, antara lain :

26
1). Adanya gap atau ketidakkonsisten dalam pembuatan hukum atau perundang-unda-
ngan dengan filosofi, asas dan norma hukumnya.
Ibarat bangunan rumah, filosofi, asas dan norma hukumnya adalah pondasi, maka
UUD dan per-undang-undangan lain di bawahnya merupakan bangunan yg diba-
ngun di luar pondasi.

Kenyataan ini membawa implikasi pd lembaga-lembaga tertinggi dan tinggi negara


tidak dpt memerankan fungsinya secara optimal, Para ahli hukum mendesak untuk
di adakan amandemen UUD 1945 dan mengembangkan dan mengoptimalkan lem-
baga judicial review yang memiliki independensi untuk menguji secara substansial
dan prosedural suatu produk hukum.

2). Kelemahan yang terletak pada para penyelenggara negara adalah maraknya tindakan
kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN), serta pemanfaatan hukum sebagai alat legiti-
masi kekuasaan dan menyingkirkan lawan-lawan politik dan ekonomisnya.

Sosialisasi Pancasila melalui Tap MPR No. II/MPR/1978 tentang P-4. mendapat
kritik tajam di era reformasi, sehingga keluarlah Tap MPR No. XVIII/MPR/1998 untuk
mencabut Tap MPR No. II/MPR/1978 tentang P-4. Selanjutnya berbagai usulan pemiki-
ran tentang sosialisasi Pancasila kedepan adalah antara lain :

> Menghindari jargon-jargon yang tidak berakar dari realitas konkret dan hanya menja-
di kata-kata kosong tanpa arti, sebagai contoh slogan tentang “Kesaktian Pancasila”,
slo-gan bahwa masyarakat Indonesia dari dulu selalu berbhineka tunggal ika, padahal
dalam kenyataan banyak konflik horizontal terjadi, baik antar suku, antar pemeluk
agama, antar ras, dan antar golongan, antar kampus, antar fakultas antar kampung
dsbnya.

> Menghindari pemaknaan Pancasila sebagai proposisi pasif dan netral, tetapi lebih
diarahkan pada pemaknaan yang lebih operasional, contoh : Pancasila hendaknya
dibaca sebagai kalimat kerja aktif, seperti masyarakat dan negara Indonesia harus …..
meng-Esakan Tuhan, me-manusiakan manusia agar lebih adil dan beradab, memper-
satukan Indonesia, memimpin rakyat dengan hikmat/kebijaksanaan dalam suatu
proses permusyawaratan perwakilan, menciptakan keadilan bagi seluruh rakyat
Indonesia.

> Sosialisasi diharapkan juga dalam rangka lebih bersifat mencerdaskan kehidupan
bangsa, bukan membodohkannya sebagaimana yang terjadi pada penataran-penataran
P-4, sehingga sosialisasi lebih partisipatif, dialogis, dan argumentatif.

Modul 7
PANCASILA DAN PERMASALAHAN AKTUAL

Kegiatan Belajar. 13
PANCASILA DAN PERMASALAHAN SARA

Konflik itu dapat berupa konflik vertikal maupun horisontal, Konflik vertikal misal-
nya antara si kuat dengan si lemah, antara penguasa dengan rakyat, antara mayoritas
dengan minoritas, dan sebagainya.

27
Sementara itu Konflik Horisontal ditunjukkan misalnya konflik antar umat ber-
agama, antar suku, atar ras, antar golongan (SARA) dan sebagainya. Jurang pemisah ini
merupakan potensi bagi munculnya konflik.

Data-data empiris menunjukkan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang
tersusun atas berbagai unsur yang sangat pluralistik, baik ditinjau dari suku, agama, ras,
dan golongan (Wahid Foundation : 2016) .

Pluralitas ini di satu pihak dapat merupakan potensi yg sangat besar dalam pemba-
ngunan bangsa, namun di lain pihak juga merupakan sumber potensial bagi munculnya
berbagai konflik yang mengarah pada dis-integrasi bangsa.

Pada prinsipnya Pancasila dibangun di atas kesadaran adanya kompleksitas, hetero-


genitas atau pluralitas kenyataan dan pandangan, Artinya segala sesuatu yang meng-atas
namakan Pancasila tetapi tidak memperhatikan prinsip-prinsipnya maka akan gagal, dan
berbagai ketentuan normatif tersebut antara lain :

1). Sila ke-3 Pancasila secara eksplisit disebutkan “Persatuan Indonesia”.


2). Penjelasan UUD 1945 tentang Pokok-pokok Pikiran dlm Pembukaan terutama pokok
pikiran pertama.
3). Pasal-Pasal dalam UUD 1945, terutama tentang hak-hak warga negara.
4). Pengakuan terhadap ke-unikan dan ke-khasan yang berasal dari berbagai daerah di
Indonesia juga diakui seperti :

(1) seperti yang terdapat dalam penjelasan UUD 1945 tentang Pemerintahan Daerah
yang mengakui ke-istimewaan daerah,
(2) Penjelasan Pasal 32 UUD 1945 tentang puncak-puncak kebudayaan daerah dan
penerimaan atas budaya asing yang sesuai dengan budaya Indonesia;
(3) penjelasan Pasal 36 tentang peng-hormatan terhadap bahasa-bahasa daerah.

Kiranya dapat disimpulkan bahwa secara normatif, para founding fathers negara
Indonesia sangat menjunjung tinggi pluralitas yang ada di dalam bangsa Indonesia, baik
pluralitas pemerintahan daerah, kebudayaan, bahasa dan lain-lain, yang justru pluralitas
itu merupakan aset yang sangat berharga bagi kejayaan bangsa.

Beberapa prinsip yang dapat digali dari Pancasila sebagai alternatif pemikiran dalam
rangka menyelesaikan masalah SARA, antara lain :

1). Pancasila merupakan paham yang mengakui adanya pluralitas kenyataan, namun
mencoba merangkumnya dalam satu wadah ke-indonesiaan.

 Kesatuan tidak boleh menghilangkan pluralitas yang ada, sebaliknya pluralitas


tidak boleh menghancurkan persatuan Indonesia.
 Implikasi dari paham ini adalah berbagai produk hukum dan perundangan yang
tidak sejalan dengan pandangan ini perlu ditinjau kembali, kalau perlu dicabut,
karena jika tidak akan membawa risiko sosial politik yang tinggi.

2). Sumber bahan Pancasila adalah di dalam Tri Prakara, yaitu dari : nilai-nilai keagama-
an, adat istiadat dan kebiasaan dalam kehidupan bernegara yang diterima oleh masyarakat.

Dalam konteks ini pemikiran tentang toleransi, kerukunan, persatuan, dsb-nya ideal-
nya digali dari nilai-nilai agama, adat istiadat, dan kebiasaan kehidupan bernegera yang
diterima oleh masyarakat di Nusantara,

28
Cara menyikapi SARA, bahwa dengan berpedoman pada Inpres No. 6 tahun 2005,
tentang dukungan pelaksanaan sosialisasi empat pilar dan buku panduan MPR (2018)
tentang Pemasyarakatan : Pancasila sebagai idiologi negara, UUD 1945 sebagai Konstitusi
negara, NKRI sebagai bentuk negara dan Bhineka tunggal ika sebagai semboyan negara.

Bahwa sebagai warga negara Indonesia, dalam menanggapi isu SARA yang ingin
mempecah belah persatuan dan kesatuan Indonesia, kembali berpedoman pada buku
panduan dan bahan tayang materi sosialisasi MPR, untuk dipedomani, dihayati dan
diamalkan intisari nilai-nilai (butir-butir) yang terkandung dalam Pancasila antara lain :

1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa (terdapat empat butir) yaitu :


 Pada prinsipnya menegaskan bahwa bangsa indonesia adalah bangsa yang ber-
Tuhan dan menolak paham anti Tuhan (atheisme)
 Pada prinsipnya bangsa indonesia wajib untuk menyembah Tuhannya dan
beribadah menurut agama dan kepercayaannya masing-masing secara leluasa,
berkeadaban dan berkeadilan.
 Pada prinsipnya bangsa indonesia melaksanakan agama dan kepercayaannya
masing-masing dengan tetap mengedepankan harmoni dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
 Pada prinsipnya bangsa indonesia menjalankan perintah agama dan keperca-
yaannya masing-masing dengan cara berbudi pakerti luhur dan sikap saling
menghormati.

2. Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab (terdapat tiga butir) yaitu :

 Pada prinsipnya menegaskan bahwa indonesia adalah negara bangsa (nation


state) yg merdeka, bersatu dan berdaulat menuju kepada kekeluargaan bengsa-
bangsa di dunia.
 Pada prinsipnya menegaskan bahwa bangsa indonesia adalah bangsa yang
menghendaki pergaulan bangsa-bangsa di dunia dengan prinsip saling meng-
hormati nilai-nilai nasionalisme setiap bangsa yang tumbuh subur dalam taman
sarinya pargaulan bengsa-bangsa di dunia.
 Pada prinsipnya menegaskan bahwa bangsa indonesia merupakan bagian dari
kemanusiaan universal yang menjunjung tinggi hak azasi manusia dan mengem-
bangkan persaudaraan dunia berdasarkan nilai-nilai keadilan dan keadaban.

3. Sila Persatuan Indonesia (terdapat empat butir) yaitu :

 Pada prinsipnya menegaskan bahwa kita mendirikan suatu negara kebangsaan


indonesia untuk seluruh rakyat indonesia bukan negara untuk satu kelompok,
maupun satu golongan.
 Pada prinsipnya menegaskan bahwa persatuan indonesia bernafaskan semangat
kebangsaan yang melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah indo-
nesia yang senasib dan sepenanggungan dalam bingkai NKRI.
 Pada prinsipnya menegaskan bahwa persatuan indonesia adalah sikap kebang-
saan yang saling menghormati perbedaan dan keberagaman masyarakat dan
bangsa indonesia.
 Pada prinsipnya menegaskan bahwa kebangsaan indonesia bukanlah kebangsa-
an yang sempit dan berlebihan (chauvinisme) melainkan kebangsaan yang meng-
hormati eksistensi bangsa bangsa lain.

29
4. Sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawa-
ratan / Perwakilan, (terdapat lima butir) yaitu :

 Pada prinsipnya menegaskan bahwa negara indonesia adalah negara demokrasi


yang mengakui dan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat.
 Pada prinsipnya menegaskan bahwa bangsa indonesia memelihara dan menge-
mbangkan semangat bermusyawarah untuk mufakat dalam pengambilan setiap
keputusan.
 Pada prinsipnya menegaskan bahwa bangsa indonesia meyakini jalan musya-
warah untuk mufakat dapat menjaga keselamatan dan keberlanhsungan bangsa
dan negara.
 Pada prinsipnya menegaskan bahwa bangsa indonesia tidak mengenal sistim
diktator mayoritas dan tirani minoritas.
 Pada prinsipnya menegaskan bahwa bangsa indonesia dalam mengambil kepu-
tusan senantiasa dipimpin oleh nilai-nilai Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan
dan keadilan dalam semangat hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
untuk mewujudkan keadilan.

5. Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, (terdapat tiga butir) yaitu :

 Pada prinsipnya bahwa negara indonesia didirikan untuk bersungguh-sungguh


memajukan kesejahtraan bagi seluruh rakyat indonesia baik lahir maupun
bathin.
 Pada prinsipnya dalam negara indonesia setiap warga negara berhak untuk
mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak, bermartabat dan berkea-
dilan bagi kemanusiaan.
 Pada prinsipnya negara indonesia wajib menjamin setiap warga negara untuk
mendapatkan pendidikan, pekerjaan dan penghidupan yang layak, bermartabat
dan berkeadilan.

Dari uraian diatas dapat disimpilkan bahwa Pancasila adalah landasan berfikir dan
berperilaku Negara Indonesia, Pancasila juga menjadi Ideilogi bangsa Indonesia,Pancasila
lahir dari Nilai-Nilai Budaya dan Adat istiadat masyrakat Indonesia yang dirumuskan
oleh para tokoh pendiri bansgsa Indonesia.

Isu Sara merupakan permasalahan yang sangat sensitive di Negara kita yang memi-
liki banyak sekali Perbedaan, Permasalah SARA biasanya lahir karena sifat egois seseo-
rang atau sekelompok orang yang ingin memaksakan kehendak dan merasa benar sendiri
tanpa memperdulikan orang yang memiliki perbedaan dengan dirinya.

Pancasila merupakan senjata dan tameng menghadapi permasalahan isu SARA,


dengan pengimlementasian nilai-nilai Pancasila yang dapat menjauhkan bahkan menghi-
lang-kan permasalah sara di kehidupan sehari-hari.

Kegiatan Belajar 14

PANCASILA DAN PERMASALAHAN HAM

Hak Asasi Manusia (HAM) menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa, adalah hak yang
melekat pada kemanusiaan, yang tanpa hak itu mustahil manusia hidup sebagaimana
layaknya manusia.

30
Dengan demikian eksistensi hak asasi manusia dipandang sebagai aksioma yang
bersifat given, dalam arti kebenarannya seyogianya dapat dirasakan secara langsung dan
tidak memerlukan penjelasan lebih lanjut (Anhar Gonggong, dkk., 1995: 60).

Masalah HAM merupakan masalah yang kompleks, setidaknya ada tiga masalah
utama yang harus dicermati dalam membahas masalah HAM, (Setia Hadi Unggul : 2001)
antara lain :

1. Hak Azasi Manusia (HAM) merupakan masalah yang sedang hangat dibicarakan,
karena
(1) topik HAM merupakan salah satu di antara tiga masalah utama yang menjadi
keprihatinan dunia. Ketiga topik yang memprihatinkan itu antara lain: HAM,
demokratisasi dan pelestarian lingkungan hidup.
(2) Isu HAM selalu diangkat oleh media massa setiap bulan Desember sebagai
peringatan diterimanya Piagam Hak Asasi Manusia oleh Sidang Umum PBB
tanggal 10 Desember 1948.
(3) Masalah HAM secara khusus kadang dikaitkan dengan hubungan bilateral
antara negara donor dan penerima bantuan, Isu HAM sering dijadikan alasan
untuk penekanan secara ekonomis dan politis.
2. Hak Azasi Manusia (HAM), sarat dengan masalah tarik ulur antara paham univer-
salisme dan partikularisme.
> Paham universalisme, menganggap HAM itu ukurannya bersifat universal dite-
rapkan di semua penjuru dunia.
> Paham partikularisme, memandang bahwa setiap bangsa memiliki persepsi yang
khas tentang HAM sesuai dengan latar belakang historis kulturalnya, sehingga
setiap bangsa dibenarkan memiliki ukuran dan kriteria tersendiri.

3. Terdapat tiga tataran diskusi tentang HAM, yaitu :

(1) Tataran filosofis, yang melihat HAM sebagai prinsip moral umum dan berlaku
universal karena menyangkut ciri kemanusiaan yang paling asasi.
(2) Tataran ideologis, yang melihat HAM dalam kaitannya dengan hak-hak
kewarganegaraan, sifatnya partikular, karena terkait dengan bangsa atau negara
tertentu.
(3) Tataran kebijakan praktis sifatnya sangat partikular karena memperhatikan
situasi dan kondisi yang sifatnya insidental.

Pandangan bangsa Indonesia tentang Hak asasi manusia (HAM) dapat ditinjau atau
dilacak dalam Pembukaan UUD 1945, Batang Tubuh UUD 1945, Tap MPR dan Undang-
undang.

1. Hak asasi manusia (HAM) dlm Pembukaan UUD 1945 masih bersifat sangat umum,
uraian lebih rinci dijabarkan dalam Batang Tubuh UUD 1945, antara lain :
- Hak atas kewarganegaraan (pasal 26 ayat 1, 2);
- Hak kebebasan beragama (Pasal 29 ayat 2);
- Hak atas kedudukan yg sama di dalam hukum dan pemerintahan (Psl 27 ayat (1)
- Hak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat (Pasal 28);
- Hak atas pendidikan (Pasal 31 ayat 1, 2);
- Hak atas kesejahteraan sosial (Pasal 27 ayat 2, Pasal 33 ayat 3, Pasal 34).

Catatan penting berkaitan dengan masalah HAM dalam UUD 1945, antara lain :

31
- Pertama, UUD 1945 dibuat sebelum dikeluarkannya Deklarasi Universal Hak
Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948, sehingga tidak secara
eksplisit menyebut Hak asasi manusia, namun yang disebut-sebut adalah hak-hak
warga negara.
- Kedua, Mengingat UUD 1945 tidak mengatur ketentuan HAM sebanyak pengatu-
ran konstitusi RIS dan UUDS 1950, namun mendelegasikan pengaturannya dalam
bentuk Undang-undang yang diserahkan kepada DPR dan Presiden.

3. Hak asasi manusia (HAM) dalam Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak
Asasi Manusia. Tap MPR ini memuat : Pandangan dan Sikap Bangsa Indonesia ter-
hadap Hak Asasi Manusia serta Piagam Hak Asasi Manusia, yang lengkapnya
memuat :
 Pasal 1, Menugaskan kepada Lembaga-lembaga tinggi Negara dan seluruh
aparatur Pemerintah untuk menghormati, menegakkan dan menyebar-
luaskan pemahaman mengenai HAM kepada seluruh masyarakat.
 Pasal 2, Menugaskan kepada Presiden Republik Indonesia dan DPR-RI, untuk
meratifikasi berbagai instrumen Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang HAM
sepanjang tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.
 Pasal 3, Penghormatan, penegakan, dan penyebarluasan HAM oleh masyarakat
dilaksanakan melalui.gerakan kemasyarakatan atas dasar kesadaran dan
tanggung jawabnya sebagai warga negara dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bemegara.
 Pasal 4, Pelaksanaan penyuluhan, pengkajian, pemantauan, penelitian dan mediasi
tentang HAM, dilakukan oleh suatu komisi nasional HAM yang ditetapkan
dengan Undang-undang.

Pada bagian pandangan dan sikap bangsa Indonesia terhadap hak asasi manu-
sia, terdiri dari pendahuluan, landasan, sejarah, pendekatan dan substansi, serta
pemahaman hak asasi manusia bagi bangsa Indonesia.
Pada pasal-pasal Piagam HAM ini diatur secara eksplisit antara lain:
1) Hak untuk hidup
2) Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan
3) Hak mengembangkan diri
4) Hak keadilan
5) Hak kemerdekaan
6) Hak atas kebebasan informasi
7) Hak keamanan
8) Hak kesejahteraan
9) Kewajiban menghormati hak orang lain dan kewajiban membela negara
10)Hak perlindungan dan pemajuan.

Catatan penting Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi


Manusia (HAM) adalah merupakan upaya penjabaran lebih lanjut tentang HAM
yang bersumber pada UUD 1945 dengan mempertimbangkan Deklarasi Universal
Hak Asasi Manusia (DUHAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa

Hubungan Pancasila dan Hak Azasi Manusia di Indonesia,


Sudah menjadi jawaban umum bahwa Pancasila sebagai dasar negara Indonesia
dipersepsikan sangat menghargai hak asasi manusia (HAM), Pancasila secara umum
dipahami mengandung arti lima dasar, kelima dasar ini adalah jiwa seluruh rakyat Indo-
32
nesia, yang memberi kekuatan hidup kepada bangsa Indonesia serta membimbingnya
dalam mengejar kehidupan lahir batin yang makin baik, di dalam masyarakat Indonesia
yang adil dan makmur.

Sedangkan di sisi lain ada HAM, yaitu hak yang melekat pada diri setiap manusia
sejak awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat siapa
pun, sebagaimana pendapat para pakar antara lain :

1). Menurut : Oemar Seno Aji (1966), HAM adalah “hak yang melekat pada diri manusia
sebagai insan hamba Tuhan, sepeti hak hidup, keselamatan, kebebasan dan kesamaaan sifatnya
tidak boleh dilangar oleh siapapun”.

2). Menurut : Kuncoro (1976), HAM adalah “hak yang dimiliki manusia menurut kodratnya
dan tidak dapat dipisahkan dari hakikatnya”.

3). Menurut : G.J.Wollhof menambahkan, HAM adalah “sejumlah hak yang berakat pada
tabiat setiap pribadi manusia, dan tidak dapat dicabut oleh siapapun.”

Sedangkan HAM dalam Pancasila sesunguhnya telah dirumuskan dalam Pembukaan


UUD 1945 yang kemudian diperinci di dalam batang tubuhnya yang merupakan hukum
dasar, hukum yang konstitusional dan fundamental bagi negara Republik Indonesia,
namun dalam rumusan alinea pertama Pembukaan UUD membuktikan adanya penga-
kuan HAM ini secara universal, sebagaimana ditegaskan di awal Pembukaan UUD itu
tentang hak kemerdekaan yang dimiliki oleh segala bangsa di dunia, oleh sebab itu penja-
jahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan
peri keadilan.

Selanjutnya dasar-dasar HAM tertuang dalam UUD 1945 Republik Indonesia yang
dapat ditemukan dalam sejumlah pasal batang tubuh UUD 1945 yaitu :

 Pasal 27 ayat (1): “Segala warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan peme-
rintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”
 Pasal 28: “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan
tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”
 Pasal 29 ayat (2): “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk aga-
manya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”
 Pasal 30 ayat (1): “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembe-
laan negara”
 Pasal 31 ayat (1): “Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran”.

Dari uraian diatas maka tampak ada hubungan antara Pancasila dan HAM di Indonesia
sebagaimana dikodifikasikan dalam UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM maka dapat
dijabarkan sebagai berikut :

1. Sila Ketuhanan yang maha Esa, menjamin hak kemerdekaan untuk memeluk agama
melaksanakan ibadah dan menghormati perbedaan agama. Sila pertama ini menga-
manatkan bahwa setiap warga negara bebas untuk memeluk agama dan kepercaya-
annya masing-masing.
Hal ini selaras dengan Pasal.2 Deklarasi Universal tentang HAM (DUHAM) yang
mencantumkan perlindungan terhadap HAM

2. Sila kemanusiaan yang adil dan beradab, menempatkan hak setiap warga negara
pada kedudukan yang sama dalam hukum serta memiliki kewajiban dan hak-hak
33
yang sama untuk mendapat jaminan dan perlindungan undang-undang. Sila Kedua,
mengamanatkan adanya persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewaji-
ban antara sesama manusia.
Hal ini selaras dengan Pasal 7 Deklarasi Universal tentang HAM (DUHAM) yang
melarang adanya diskriminasi.

3. Sila Persatuan Indonesia, mengamanatkan adanya unsur pemersatun diantara


warga Negara dengan semangat rela berkorban dan menempatkan kepentingan
bangsa dan Negara diatas kepentingan pribadi atau golongan.
Hal ini selaras dengan Pasal 1 Deklarasi Universal tentang HAM (DUHAM) yaitu :
Semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama.

4. Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam


permusyawaratan / perwakilan, tercermin dalam kehidupan pemerintahan,
bernegara, dan bermasya-rakat yang demokratis. Menghargai hak setiap warga
negara untuk bermusyawarah mufakat yang dilakukan tanpa adanya tekanan,
paksaan, ataupun intervensi yang membelenggu hak-hak partisipasi masyarakat. Inti
dari sila keempat adalah musya-warah dan mufakat dalam setiap penyelesaian
masalah dan pengambilan keputusan sehingga setiap orang tidak dibenarkan untuk
mengambil tindakan sendiri, atas inisiatif sendiri yang dapat mengganggu kebebasan
orang lain.
Hal ini selaras pula dengan Deklarasi Universal tentang HAM (DUHAM).

5. Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia, mengamanatkan adanya penga-
kuan hak milik perorangan dan dilindungi pemanfaatannya oleh negara serta mem-
beri kesempatan sebesar-besarnya pada masyarakat. Azas keadilan dalam sila keli-
ma, dimana keadilan bagi kepentingan umum tidak ada pembedaan antar individu.
Hal ini selaras dengan Deklarasi Universal tentang HAM (DUHAM) dimana keadilan
disini ditujukan bagi kepentingan umum tidak ada diskriminasi antar individu.

Pemahaman HAM Indonesia sebagai tatanan nilai, norma, sikap yang hidup di
masyarakat berlangsung sudah cukup lama, Menurut : Bagir Manan, pada bukunya
“Perkembangan Pemikiran dan Pengaturan HAM di Indonesia” (2001 ) membagi perkemba-
ngan HAM di Indonesia dalam dua periode yaitu :

1). Periode sebelum Kemerdekaan, pada periode ini ada beberapa upaya menuju diraih-
nya HAM seperti :

(1) Periode Boedi Oetomo, yang telah memperlihatkan adanya kesadaran berserikat
dan mengeluarkan pendapat kepada pemerintah colonial. Perhimpunan Indo-
nesia, lebih menitikberatkan pada hak untuk menentukan nasib sendiri.

(2) Sarekat Islam, yang menekankan pada upaya untuk memperoleh penghidupan
yang layak dan bebas dari penindasan dan deskriminasi rasial.

Ada beberapa organisasi yang bergerak dengan prinsip HAM seperti Partai
Nasional Indonesia (PNI), mengedepankan pada hak untuk memperoleh kemer-
dekaan.
Pemikiran tentang HAM pada periode ini juga terjadi perdebatan dalam sidang
BPUPKI antara Soekarno dan Soepomo di satu pihak dengan Mohammad Hatta
dan Mohammad Yamin pada pihak lain. Perdebatan pemikiran HAM yang
34
terjadi dalam sidang BPUPKI berkaitan dengan masalah hak persamaan kedu-
dukan di muka hukum, hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, hak
untuk memeluk agama dan kepercayaan, hak berserikat, hak untuk berkumpul,
hak untuk mengeluarkan pikiran dengan tulisan dan lisan.

2) Periode Setelah Kemerdekaan, Pemikiran HAM pada periode ini adalah dalam upaya
pembelaan hak untuk merdeka, hak kebebasan untuk berserikat melalui organisasi
politik yang didirikan serta hak kebebasan untuk menyampaikan pendapat terutama
di parlemen.

Periode ini ditandai dengan adanya semangat kuat untuk menegakkan HAM, walau-
pun pada sekitar awal tahun 1970-an sampai periode akhir 1980-an penegakan HAM
mengalami kemunduran,
Pemerintah Orde Baru bersifat defensif dan represif yang dicerminkan dari produk
hukum yang umumnya restriktif terhadap HAM. Desakan bagi negara untuk makin
menghormati HAM direspons dengan kelahiran Komisi Nasional HAM, yang pada
tahap-tahap awal pembentukannya menuai keraguan, namun ternyata cukup
mendatangkan optimisme.

Pada periode 1998 dan setelahnya, dengan pergantian rezim pemerintahan pada
tahun 1998 terlihat dampak yang sangat besar pada pemajuan dan perlindungan
HAM di Indonesia, misalnya dengan dilakukannya amandemen UUD 45 dan bebe-
rapa peraturan perundang–undangan yang ada.

Kegiatan Belajar . 15

PANCASILA DAN KRISIS EKONOMI

Pertumbuhan ekonomi yang telah terjadi pada masa Orba ternyata tidak berkelan-
jutan karena terjadinya berbagai ketimpangan ekonomi yang besar, baik antar golongan,
antara daerah, dan antara sektor akhirnya melahirkan krisis ekonomi.

Krisis ekonomi berawal dari perubahan kurs dolar yang begitu tinggi, dari Rp.
2.600,-/US dollar menjadi Rp. 16.000,-/US dolar, kemudian menjalar ke krisis ekonomi,
politik dan akhirnya krisis kepercayaan pada segenap sector (multi dimensi).

Kegagalan ekonomi disebabkan antara lain, tidak diterapkannya prinsip-prinsip


ekonomi dalam kelembagaan, ketidak-merataan ekonomi, dan lain-lain. yang juga dipicu
dengan maraknya praktek Monopoli, Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme (KKN) oleh para
penyelenggara Negara (Nopirin : 1999)

Padahal sistem ekonomi Indonesia yang dikembangkan mendasarkan diri pada falsa-
fah Pancasila serta konstitusi UUD 1945, dan landasan operasionalnya GBHN sering
disebut “Sistem Ekonomi Pancasila”, namun tidak mendapat perhatian serius.

Prinsip-prinsip yang dikembangkan dalam “Sistem Ekonomi Pancasila” antara lain :


“mengenal etik dan moral agama, tidak semata-mata mengejar materi. mencerminkan hakikat
kemusiaan, yang memiliki unsur jiwa-raga, sebagai makhluk individu-sosial, sebagai makhluk
Tuhan-pribadi mandiri”.

Sistem Ekonomi Pancasila, demikian tidak mengenal “eksploitasi manusia atas


manusia, menjunjung tinggi kebersamaan, kekeluargaan, dan kemitraan, mengutamakan hajat
hidup rakyat banyak, dan menitik beratkan pada kemakmuran masyarakat bukan kemakmuran
individu”.
35
Sistem Ekonomi Pancasila dibangun di atas landasan konstitusional UUD 1945, pasal
33 yang mengandung ajaran bahwa :

(1) Roda kegiatan ekonomi bangsa digerakkan oleh rangsangan-rangsangan ekonomi,


sosial, dan moral;
(2) Seluruh warga masyarakat bertekad untuk mewujudkan kemerataan sosial yaitu
tidak membiarkan adanya ketimpangan ekonomi dan kesenjangan sosial;
(3) Seluruh pelaku ekonomi yaitu produsen, konsumen, dan pemerintah selalu
bersemangat nasionalistik, yaitu dalam setiap putusan-putusan ekonominya
menomorsatukan tujuan terwujud-nya perekonomian nasional yang kuat dan
tangguh; (
4) Koperasi dan bekerja secara kooperatif selalu menjiwai pelaku ekonomi warga
masyarakat. Demokrasi ekonomi atau ekonomi kerakyatan dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan;
(5) Perekonomian nasional yang amat luas terus-menerus diupayakan adanya keseim-
bangan antara perencanaan nasional dengan peningkatan desentralisasi serta otono-
mi daerah. hanya melalui partisipasi daerah secara aktif aturan main keadilan ekono-
mi dapat berjalan selanjutnya menghasilkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.

Pancasila sebagai Solusi Krisis Ekonomi Indonesia,

Krisis ekonomi yang telah melanda bangsa indonesia, selama lebih dari 5 th belum,
karena para ekonom kita tidak mampu memberikan pemecahan-pemecahan konkrit.
Mereka menggunakan teori-teori ekonomi liberal secara berlebihan yang tidak sesuai
dengan kondisi dan karakteristik perekonomian bangsa sendiri dan menurut para pakar
antara lain :

1). Menurut : Prof. Mubyarto dan Prof. Sri Edi Swasono menegaskan bahwa yang
diperlukan saat krisis adalah “kehidupan ekonomi yang digerakkan oleh seluruh
lapisan masyarakat (UMKM), yang mencerminkan karakter Bangsa Indonesia, yaitu
Ekonomi Pancasila yaitu : “ekonomi pasar yang mengacu pada ideologi Pancasila”.
Didalam sistem ekonomi Pancasila, dilihat dari sudut pandang mikro : “perekonomian
Indonesia memiliki nilai moral dan etika luhur yang dapat membentengi manusia dari nafsu
serakah (greedy)”.
Bahwa ekonomi kekeluargaan yang kooperatif (win-win), Sistem ekonomi ini menja-
min tatanan ekonomi yang dapat memperkecil kesenjangan (gap) yang sangat lebar di
dalam masyarakat Indonesia. Contoh nyata dari penerapan “Ekonomi Pancasila”
sebe-narnya sudah lama ada dan masih bisa ditemukan, yaitu : “kehidupan di pedesaan
yang kooperatif berdasarkan asas kekeluargaan”.

2). Menurut : Mochammad Hatta, “Tinjauan ekonomi Indonesia haruslah diarahkan bagai-
mana menciptakan satu masyarakat Indonesia yang adil dan makmur yang memuat dan
berisikan kebahagiaan, kesejahteraan, perdamaian dan kemerdekaan”.

3). Menurut : Josep E. Stiglitz, mengatakan “problematika sosial suatu negara merupa-kan
cerminan dari paradigma ekonomi yang dianut dari negara tersebut”.
Persoalannya adalah, bagaimana kebijakan ekonomi yang selama ini dijalankan ter-
nyata belum bisa membebaskan dan memerdekakan masyarakat dari jebakan

36
kolonia-lisme ekonomi, yang mengandalkan model pembangunan dengan corak
paradigma kapitalis pada akhirnya membawa ketimpangan antar warga yang sangat
tajam, mem-bangkrutkan negara pada satu sisi, tetapi negara tersebut tetap memiliki
jutawan kelas dunia pada sisi lain.

4). Menurut : Arif Budimanta, (2012) dalam Narasi Seminar oleh Pusat Studi Universitas
Tri Sakti Jakarta, bertajuk “Ekonomi Pancasila Ekonomi Kita”, adalah sesuai dengan
ideologi negara Pancasila, sebagai ideologi alternatif dari sistem ekonomi kapitalis
maupun sosialis, merupakan penjabaran dari semangat Pancasila dalam perekono-
mian dan kesejahteraan yang bertujuan untuk mengkoreksi sistem ekonomi Indo-
nesia berwatak kolonial.
Tabel 1. Perbandingan Paradigma Ekonomi Kapitalisme, Sosialisme, dan Pancasila

Komponen Kapitalisme Sosialisme Pancasila


Relasi Minim Campur Negara memainkan Penguasaan Negara untuk
tangan Negara Peran Utama kemakmuran rakyat
Pelaku Individu/swasta Negara, Usaha bersama/Koperasi
Kolektivisme bercorak gotong royong
Harga Mekanisme pasar Dikendalikan Kebutuhan dasar
negara dikendalikan negara

Sumber : diolah dari berbagai macam sumber.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa “Ekonomi Pancasila” adalah “sistem
pengaturan hubungan antar negara dan warga-negara yang ditujukan untuk memajukan kema-
nusian dan peradaban, memperkuat persatuan nasional melalui proses usaha bersama/gotong
royong, dengan melakukan distribusi akses ekonomi yang adil bagi seluruh warganegara yang
dilandasi oleh nilai-nilai etik pertanggungan jawaban kepada Tuhan yang Maha Esa”

Konseptualisasi “Ekonomi Pancasila” pertama kali diperkenalkan oleh : Emil Salim


(1966) tetapi Emil Salim lebih mengedepankan sila kelima yaitu “keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia”, menurut : Emil Salim tujuan utama bagi ekonomi adalah
mendistribu-sikan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat.
Menurut : Widjojo Nitisastro (1966), menyuarakan “Ekonomi Pancasila”, dalam
gagasannya dalam membangun perekonomian bangsa berlandaskan Pancasila, Menu-
rutnya, jalan keluar dari kemerosotan ekonomi adalah kembali kepada UUD 1945.

Menurut : Mubyarto, dalam Ekonomi Pancasila, menurut Mubyarto, “seluruh sila


harus menjadi acuan kebijakan dan prilaku ekonomi seluruh rakyat Indonesia”

Sedangkan menurut : Moch Hatta dalam Swasono (2009 : 354), Sistim Ekonomi
Pancasila adalah : “Sistim ekonomi yang berlandaskan : sosialisme-religius, artinya ekonomi
tidak sematamata bersifat materialistis tapi berdasarkan pada keimanan dan ketaqwaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa, sebagai landasan spritual, moral dan etik”

Dengan demikian lanjut Swasono, gagasan “Ekonomi Pancasila” konsisten dengan


lima sila atas dasar konseptualisasi yang utuh dan menyeluruh, maka operasionalisasinya
didasari oleh landasan ideologi Pancasila adalah antara lain :

1.    Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, memberikan pondasi akan pentingnya
spirit Ketuhanan Yang Maha Esa, dengan penekanan pada etika dan moral bangsa
dalam perekonomian.

37
Dengan kata lain, perekonomian harus memiliki landasan etis dan pertanggung
jawaban kepada Tuhan, walaupun Indonesia bukan negara agama, namun nilai-nilai
ketuhanan dan spirit keagamaan, Karena itu, ekonomi Pancasila digagas dan diba-
ngun berdasarkan pertimbangan moral dan etika religius.
2.    Sila Kedua. Sebagai konsekuensi logis dari sila pertama, sila kedua menekankan
kemanusiaan yang adil dan beradab, dalam ekonomi Pancasila, pembangunan eko-
nomi tidak sebatas mengejar prestasi atau penilaian secara materi, tapi lebih dari itu,
pembangunan ekonomi harus berorientasi pada keadilan dan peradaban manusia,
khususnya bangsa Indonesia.
Artinya dalam perspektif ini unsur manusia menjadi penting dan pelaku aktif dalam
menggerakkan roda perekonomian, tidak melakukan pengekangan terhadap kreati-
vitas dan kebebasan individu dalam aktivitas ekonomi.
3.   Sila ketiga, menekankan persatuan Indonesia, Ekonomi Pancasila digagas untuk
mempersatukan bangsa, kebijakan ekonomi adalah bercorak atau bercirikan Ekonomi
Pancasila, sebagai usaha bersama/gotong royong menjadi kuncinya, Produksi dan
distribusi yang dikerjakan melalui mekanisme usaha bersama/gotong royong dalam
peningkatan ekonomi memperkecil kesenjangan yang berpotensi memecah belah
bangsa.
Dalam konteks ini, negara mengambil peran strategis untuk melakukan proses distri-
busi akses sumber daya ke wilayah-wilayah negara sesuai dengan prinsip keadilan
dan pemerataan.

4.   Sila ke-empat, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permu-
syawaratan/perwakilan, menekankan mekanisme kerja perekonomian yang menda-
hulukan kepentingan rakyat di atas kepentingan individu/golongan/pemodal.
Sila ke-empat ini menuntut peran aktif dari setiap perusahaan/badan usaha milik
negara (BUMN) saat ini untuk mensejahterakan rakyat. Negara memberikan akses
besar terhadap kebutuhan dasar masyarakat, Dengan kata lain, hak atas pekerjaan
dan penghidupan yang layak tidak hanya berlaku bagi golongan-golongan tertentu.
tapi, berlaku bagi setiap warga Indonesia.
Dimaksud Pasal 33 Ayat (1) UUD 45, bhw perkonomian disusun sebagai usaha ber-
sama atas dasar kekeluargaan, kepada warga negara diberi kebebasan dalam memilih
pekerjaan, sedang potensi, inisiatif dan daya kreasi setiap warga negara dapat dikem-
bangkan sepenuhnya dalam batas yang tidak merugikan kepentingan umum.
5.  Sila ke-lima, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, adalah sila pamungkas,
atau merupakan tahapan-tahapan untuk mencapai keadilan sosial yang tercatat
dalam sila pamungkas,
Dengan prinsip keadilan sosial, ekonomi Pancasila digagas untuk memberikan peme-
rataan pembangunan dan mendorong terciptanya emansipasi sosial, dengan spirit
teistik atau etika religius yang tercermin di sila pertama, peradaban manusia di sila
kedua, persatuan di sila ketiga, dan demokrasi ekonomi sila keempat disusun untuk
menegakkan keadilan.
Sebab, keadilan adalah nilai universal kemanusiaan, yang harus mendapatkan perha-
tian khusus, Setiap warga Indonesia harus mendapatkan kesempatan yang sama,
menuju kesejahteraan bersama.

Berdasarkan uraian di atas, bahwa “Ekonomi Pancasila” disuarakan untuk memba-


ngun basis perekonomian bangsa yang berakar dari nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi
bangsa demi kesejahteraan rakyat dan kemakmuran bersama.
38
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI................................................................................................................................................... i

Pengantar ...................................................................................................................................................... ii

Deskripsi Pendidikan Pancasila .............. ................................................................................................. 1

Modul-1 Pancasila dan Pengetahuan Ilmiah......................................................................................... 4

Kegiatan Belajar-1 : Landasan Perkuliahan & Pengerian Pancasila.............................................. 4


Kegiatan Belajar-2 : Pancasila Sebagai Pengetahuan Ilmiah .......................................................... 5

Modul-2 Asal Mula Pancasila .................................................................................................................. 8

Kegiatan Belajar-3 : Teori Asal Mula Pancasila ................................................................................ 8


Kegiatan Belajar-4 : Asal Mula Pancasila Secara Formal .............................................................. 12

Modul-3 Fungsi dan Kedudukan Pancasila Sebagai Dasar Negara.................................................. 15

Kegiatan Belajar-5 : Pancasila Sebagai Dasar Negara....................................................................... 15


Kegiatan Belajar-6 : Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa ............................................... 16

Modul-4 Fungsi dan Kedudukan Pancasila Sebagai Idiologi Negara dan Falsafah Bangsa....... 17

Kegiatan Belajar-7 : Pancasila Sebagai Idiologi Negara................................................................. 17


Kegiatan Belajar-8 : Pancasila Sebagai Falsafah Hidup Bangsa ................................................... 18

Modul-5 Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 .................................................................................. 20

Kegiatan Belajar-9 : Hubungan Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 ..................................... 20


Kegiatan Belajar-10 : Kedudukan Hakiki Pembukaan UUD 1945 .............................................. 22

Modul-6 Pemikiran dan Pelaksanaan Pancasila................................................................................... 23

Kegiatan Belajar-11 : Pemikiran dan Pelaksanaan Pancasila .......................................................... 23


Kegiatan Belajar-12 : Reformasi Pemikiran dan Pelaksanaan Pancasila ...................................... 25

Modul-7 Pancasila dan Permasalahan Aktual...................................................................................... 27

Kegiatan Belajar-13 : Pancasila dan Permasalahan SARA ............................................................... 27


Kegiatan Belajar-14 : Pancasila dan Permasalahan HAM................................................................ 30
Kegiatan Belajar-15 : Pancasila dan Krisis Ekonomi.......................................................................... 35

39
DAFTAR PUSTAKA
1. Abdulgani, Roeslan (1979). Pengembangan Pancasila di Indonesia. Jakarta.Yayasan Idayu
2. Anhar Gonggong (2018) Pancasila adalah yang mempersatukan kita dari segala perbedaan yang ada,
https://m.tribunnews.com/nasional/2018/03/28/
3. Bahar, Safroedin, (1995) Risalah Sidang BPUPKI, dan PPKI. 19 Mei 1945 s/d 22 Agustus 1945, Setneg RI
Jakarta.
4. Darmodihardjo, Dardji (1996), Penjabaran Nilai-niai Pancasila dalam sistim hukum indonesia, Rajawali
Jakarta.
5. Dodo Surono & Endah (2010), Konstitusi Nilai-niai Pancasila dalam UUD 1945, dan implementasinya
PSP-Pres Jogyakarta.
6. Hadi Sitia Unggul, SH, (2001), Ketetapan MPR 2001, 2000 dan perubahan I dan II UUD 1945, Harvarin-
do, Jakarta.
7. Hidayat, F. (2018). Pancasila: Perpektif Pendiri RI & Problematikanya. Bekasi Jawa Barat: STIBA Bekasi.
8. Institute, W. (2016). Hasil Survei Nasional 2016 Wahid Foundation – LSI. Jakarta : Wahid foundation.
org.
9. Ismail, F. (1995). Islam,Poiitics and Ideology in Indonesia. Ottawa Canada: Mc Gill University Montreal.
10. Jacob.T (1999) Nilai-nilai Pancasila sebagai Orientasi Pengembangan IPTEK, Yogyakarta,Inter skip
dosen-dosen Pancasila se Indonesia
11. Kaelan (1999). Pendidikan Pancasila Yuridis Kenegaraan. Yogyakarta: Penerbit Paradigma
12. Kaelan (2000). Pendidikan Pancasila. Yogyakarta. Paradigma
13. Kattsoff, Louis O (1986). Element of Philosophy (Terjemahan Soejono Soemargono) : Filsafat. Yogyakarta
: Tiara Wacana
14. ------------ Ketetapan-Ketetapan MPR RI dalam Sidang Istimewa tahun 1998
15. ------------ Ketetapan-Ketetapan MPR RI dalam Sidang Umum tahun 1998
16. ------------ Ketetapan-Ketetapan MPR RI No.XVIII/MPR/1998 tentang Mencabut Tap MPR No. II/
MPR/1978. Tentang P-4.
17. ------------ Ketetapan-Ketetapan MPR RI No.XVII/MPR/1998 tentang HAM.
18. ------------ Keputusan Ditjen Dikti No. 265/Dikti/2000, tentang Penyempurnaan Kurikulum Inti Mata
Kuliah Pengembangan Kepribadian
19. Latif Yudi, (2011) Negara Paripurna : Historis, Rasionalitas dan Akuntabilitas Pancasila, Gramedia Pus-
takaUtama Jakarta.
20. Liang Gie The (1998). Lintasan Sejarah Ilmu. Yogyakarta: PUBIB
21. Mahfud, MD (1998), Pancasila Sbg Paradigma Pembaharuan Tatanan Hukum, dalam Jurnal no. 32 Th
II, Des 1998, Pusat Studi Pancasila UGM, Yogyakarta.
22. Mudhofir Ali, (2014) Kamus Filsafat Nilai, Penerbit Komunitas Bambu Jakarta.
23. Munir, (2014) landasan dan pengertian Pancasila secara material, formal, historis, kultural, & konsep-
tual.
24. Notonegoro (1974). Pancasila Secara Utuh Populer. Jakarta: Pancoran Tujuh
25. Notonagoro (1980), Beberapa Hal Mengenai Falsafah Pancasila, Cet. 9, Pantjoran tujuh, Jkt.
26. Nopirin, (1999), Nilai-nilai Pancasila sbg Strategi Pengembangan Ekonomi Indonesia, Intern-ship
Dosen-Desen Pancasila Se-Indonesia, Yogyakarta.
27. Nurwardani, Paristiyanti dkk.(2016).Pendidikan Pancasila Untuk Perguruan Tinggi, Cetakan.I
28. Pranarka, A.M.W. (1985), Sejarah Pemikiran Tentang Pancasila, CSIS, Jakarta.
29. Riyanto, Astim. (2009). Makalah Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi: Tinjauan yuridis
30. Rizal Mustansyir & Misnal Munir, (1999), Reformasi di Indonesia dlm Perspektif Filsafat Sejarah, Jurnal
Pancasila no. 3 Th III, Juli 1999, Pusat Studi Pancasila UGM, Yogya.
31. Soemargono, Soejono (1986). Filsafat Umum Pengetahuan. Yogyakarta: Nur Cahaya
32. Soeprapto, Sri (1997). Pendidikan Pancasila Untuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta: LP-3-UGM
33. Soekanto, Soerjono (1982) Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, Jakarta. CV. Rajawali.
34. Soegito, A.T, (1999) sejarah pergerakan bangsa sebagai titik tolak awal memahami asal mula Pancasila,
makalah internship dosen-dosen Pancasila se-Indonesia, Jogyakarta.
35. Soenoto, (1984), Filsafat Pancasila Pendekatan melaluisSejarah & pelaksanaannya, PT. Hanin dita,
Yogyakarta.
36. Suhadi, (1995), Pendidikan Pancasila, Diktat Kuliah Fakultas Filasafat, UGM. Jogjakarta.
37. Suhadi, (1998), Pendidikan Pancasila, Diktat Kuliah, Jogjakarta.
38. Susilo Bambang Yudhoyono, (1999), Reformasi Politik dan Keamanan (Refleksi Kritis), dlm Jur-nal
Pancasila no. 3 Th III, Juli 1999, Pusat Studi Pancasila UGM, Yogyakarta.
39. ----------- Undang-Undang Dasar 1945 beserta naskah Amandemen perubahan dan Naskah Aslinya
40. ----------- Undang-Undang Dasar 1949/Mukadimah Konstitusi RIS tahun 1949
41. ---------- Undang-Undang Dasar Sementara/Mukadimah UUDS tahun 1950
42. ----------- Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional
43. ---------- Undang-Undang No. 12 tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi

40
44. ----------- Undang-Undang No.15 tahun 2019, Perubahan atas Undang-Undang No.12 tahun 2011
tentang Jenis & Hirarhi Per-UU-an di Indoesia

------###------
KATA PENGANTAR

Tahun 2013 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan merubah kurikulum mulai


dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Sesuai dengan Undang-Undang No 12
tahun 2012, bahwa perguruan tinggi memiliki otonomi dalam penyusunan kurikulum,
namun pada pelaksanaannya diperlukan rambu-rambu yang sama agar dapat mencapai
hasil yang optimal.

Disamping itu, para mahasiswa di Universitas Bhayangkara Surabaya, merupakan


insan dewasa, sehingga dianggap sudah memiliki kesadaran dalam mengembangkan
potensi diri untuk menjadi intelektual, ilmuwan, praktisi, dan atau professional.

Sehubungan dengan adanya wabah pandemi covid-19, telah terjadi perubahan proses
pembelajaran dalam jaringan (daring) adalah merupakan tantangan baru dalam mencip-
takan cara baru dalam tranformasi akademik sehingga tidak mengurangkan bobot dan
kualitas penerimaan dan evaluasi pembelajaran yang akan bermuara pada kompetensi
para mahasiswa universitas bhayangkara surabaya.

Modifikasi modul dan proses pembelaranan dan evaluasi era pandemi covid-19
melalui peningkatan kompetensi mahasiswa baik melalui hardskills maupun softskills,
agar sesuai dengan tujuan pendidikan tinggi dalam UU No 12 tahun 12 yaitu menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, terampil, kompeten, dan berbudaya untuk kepen-
tingan bangsa dan negara.

Modul Mata Kuliah Pendidikan Pancasila ini merupakan proses pembelajaran


dalam jaringan (daring) yang mencakup modul tentang : Pancasila sebagai pengetahuan
ilmiah, modul tentang Teori Asal mula Pancasila, modul tentang Fungsi dan kedudukan Panca-
sila, modul tentang Hubungan Pancasila dan Pembukaan UUD 1945, modul tentang Pemikiran
dan Pelak-sanaan Pancasila, modul tentang Pancasila dan permasalahan aktual (Sara dan HAM),
modul tentang Pancasila sebagai Solusi Krisis Ekonomi Indonesia.

Penyempurnaan secara periodik akan tetap dilakukan, disesuaikan selama pandemi


covid-19, untuk ini kami mohon kepada para pengguna dapat memberikan masukan
secara tertulis, baik langsung kepada pengampu mata kuliah Pendidikan Pancasila ini,
Semoga modul ini bermanfaat dan dapat digunakan sebaik-baiknya,

Surabaya, Maret 2020


Tim Pengampu Mata Kuliah,
Pendidikan Pancasila
ttd
 Drs I Dewa Nyoman Sudiartha, SH, M.Si.
 Nanang Hendra Irawan, SH, MH

41

Anda mungkin juga menyukai