Anda di halaman 1dari 26

MATERI PANCASILA

A. Landasan Pendidikan Pancasila

1. Landasan Historis

Bangsa Indonesia terbentuk melalui proses yang panjang mulai jaman kerajaan
Kutai, Sriwijaya, Majapahit sampai datangnya penjajah. Bangsa Indonesia
berjuang untuk menemukan jati dirinya sebagai bangsa yang merdeka dan
memiliki suatu prinsip yang tersimpul dalam pandangan hidup serta filsafat hidup,
di dalamnya tersimpul ciri khas, sifat karakter bangsa yang berbeda dengan
bangsa lain. Oleh para pendiri bangsa kita (the founding father) dirumuskan
secara sederhana namun mendalam yang meliputi lima prinsip (sila) dan diberi
nama Pancasila.
Dalam era reformasi bangsa Indonesia harus memiliki visi dan pandangan hidup
yang kuat (nasionalisme) agar tidak terombang-ambing di tengah masyarakat
internasional. Hal ini dapat terlaksana dengan kesadaran berbangsa yang berakar
pada sejarah bangsa.
Secara historis nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila Pancasila sebelum
dirumuskan dan disahkan menjadi dasar negara Indonesia secara obyektif historis
telah dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri. Sehingga asal nilainilai Pancasila
tersebut tidak lain adalah dari bangsa Indonesia sendiri, atau bangsa Indonesia
sebagai kausa materialis Pancasila.

2. Landasan Kultural

Bangsa Indonesia mendasarkan pandangan hidupnya dalam bermasyarakat,


berbangsa dan bernegara pada suatu asas kultural yang dimiliki dan melekat pada
bangsa itu sendiri. Nilai-nilai kenegaraan dan kemasyarakatan yang terkandung
dalam sila-sila Pancasila bukanlah merupakan hasil konseptual seseorang saja
melainkan merupakan suatu hasil karya bangsa Indonesia sendiri yang diangkat
dari nilai-nilai kultural yang dimiliki melalui proses refleksi filosofis para pendiri
negara. Oleh karena itu generasi penerus terutama kalangan intelektual kampus
sudah seharusnya untuk mendalami serta mengkaji karya besar tersebut dalam
upaya untuk melestarikan secara dinamis dalam arti mengembangkan sesuai
dengan tuntutan jaman.

3. Landasan Yuridis
Landasan yuridis (hukum) perkuliahan Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi
diatur dalam UU No.2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 39
menyatakan : Isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajib
memuat Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan.
Demikian juga berdasarkan SK Mendiknas RI, No.232/U/2000, tentang Pedoman
Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar
Mahasiswa, pasal 10 ayat 1 dijelaskan bahwa kelompok Mata Kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan, wajib diberikan dalam kurikulum setiap program studi, yang
terdiri atas Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, dan Pendidikan
Kewarganegaraan.
Sebagai pelaksanaan dari SK tersebut, Dirjen Pendidikan Tinggi mengeluarkan
Surat Keputusan No.38/DIKTI/Kep/2002, tentang Rambu-rambu Pelaksanaan
Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK). Dalam pasal 3 dijelaskan bahwa
kompetensi kelompok mata kuliah MPK bertujuan menguasai kemampuan
berfikir, bersikap rasional dan dinamis, berpandangan luas sebagai manusia
intelektual. Adapun rambu-rambu mata kuliah MPK Pancasila adalah terdiri atas
segi historis, filosofis, ketatanegaraan, kehidupan berbangsa dan bernegara serta
etika politik. Pengembangan tersebut dengan harapan agar mahasiswa mampu
mengambil sikap sesuai dengan hati nuraninya, mengenali masalah hidup
terutama kehidupan rakyat, mengenali perubahan serta mampu memaknai
peristiwa sejarah, nilai-nilai budaya demi persatuan bangsa.

4. Landasan Filosofis

Pancasila sebagai dasar filsafat negara dan pandangan filosofis bangsa Indonesia,
oleh karena itu sudah merupakan suatu keharusan moral untuk secara konsisten
merealisasikan dalam setiap aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
Secara filosofis bangsa Indonesia sebelum mendirikan negara adalah sebagai
bangsa yang berketuhanan dan berkemanusiaan, hal ini berdasarkan kenyataan
obyektif bahwa manusia adalah mahluk Tuhan YME. Setiap aspek
penyelenggaraan negara harus bersumber pada nilai-nilai Pancasila termasuk
sistem peraturan perundang-undangan di Indonesia. Oleh karena itu dalam
realisasi kenegaraan termasuk dalam proses reformasi dewasa ini merupakan
suatu keharusan bahwa Pancasila merupakan sumber nilai dalam pelaksanaan
kenegaraan, baik dalam pembangunan nasional, ekonomi, politik, hukum, social
budaya, maupun pertahanan keamanan.

B. Tujuan Pendidikan Pancasila


Dengan mempelajari pendidikan Pancasila diharapkan untuk menghasilkan
peserta didik dengan sikap dan perilaku :

1. Beriman dan takwa kepada Tuhan YME


2. Berkemanusiaan yang adil dan beradab
3. Mendukung persatuan bangsa
4. Mendukung kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bersama diatas
kepentingan individu/golongan
5. Mendukung upaya untuk mewujudkan suatu keadilan social dalam
masyarakat.

Melalui Pendidikan Pancasila warga negara Indonesia diharapkan mampu


memahami, menganalisa dan menjawab masalah-masalah yang dihadapi oleh
masyarakat bangsanya secara berkesinambungan dan konsisten dengan cita-cita
dan tujuan nasional dalam Pembukaan UUD 1945.

1. Pancasila sebagai dasar negara


Dasar negara merupakan alas yang menjadi pijakan dimana memberikan kekuatan
suatu negara untuk berdiri. Pancasila, yang dikenal sebagai pijakan negara
Indonesia ini berperan sangat penting bagi pembangunan bangsa Indonesia.
Fungsi pokok dari Pancasila tentunya sebagai Dasar Negara yang menjadi sumber
dari segala sumber hukum yang mengatur Negara Kesatuan Republik Indonesia,
termasuk seluruh unsur di dalam NKRI seperti pemerintah, wilayah dan rakyat.
Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia mempunyai keterlibatan
bahwa Pancasila terikat oleh suatu kekuatan secara hukum, terikat oleh struktur
kekuasaan secara formal, dan meliputi suasana kebatinan atau cita-cita hukum
yang menguasai dasar negara.

2. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa


Pandangan hidup atau cara pandang bangsa Indonesia itu harus berpedoman,
pedomannya dari mana? Tentu dari Pancasila yang sebagai petunjuk kehidupan
kita sehari-hari.

Nilai-nilai yang terkandung di dalam sila-sila Pancasila ini berasal dari budaya
masyarat bangsa kita sendiri. Karena sebagai inti dari nilai-nilai budaya Indonesia,
maka Pancasila bisa disebut sebagai cita-cita moral bangsa Indonesia.
Nah kemudian si cita-cita moral ini yang memberikan pedoman atau kekuatan
rohaniah kepada bangsa Indonesia supaya tercapainya kesejahteraan lahir dan
batin dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

3. Pancasila Sebagai Pandangan Hidup


Setiap manusia di dunia pasti mempunyai pandangan hidup. Pandangan hidup
adalah suatu wawasan menyeluruh terhadap kehidupan yang terdiri dari kesatuan
rangkaian nilai-nilai luhur.
Pandangan hidup berfungsi sebagai pedoman untuk mengatur hubungan manusia
dengan sesama, lingkungan dan mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya.

4. Pancasila sebagai jiwa bangsa Indonesia


Setiap bangsa tentu punya jiwanya masing-masing atau bahasa kerennya
Volkgeish, yang artinya Jiwa Bangsa atau Jiwa Rakyat. Menurut Prof. Mr. A.G.
Pringgodigdo, Pancasila itu sudah ada sejak Bangsa Indonesia lahir.
Inti dari funsi pancasila sebagai jiwa bangsa Indonesia ialah agar Indonesia tetap
hidup dalam jiwa Pancasila dimana terdapat lima sila yang menjadi ciri khas
bangsa Indonesia.

5. Pancasila sebagai kepribadian bangsa Indonesia


Pancasila sebagai kepribadian bangsa Indonesia berarti Pancasila lahir bersama
dengan lahirnya Bangsa Indonesia dimana Pancasila ini memiliki ciri khas yang
hanya dimiliki oleh Indonesia.

Pancasila ini digunakan sebagai pedoman dan pegangan dalam pembangunan


bangsa dan Negara supaya dapat berdiri kokoh.

Jadi pancasila ini sebagai identitas diri bangsa kita yang akan terus melekat dalam
jiwa Bangsa Indonesia hingga sepanjang masa.

6. Pancasila sebagai ideologi Bangsa Indonesia


Pertama ketahui dulu apa itu ideologi, Ideoligi berasal dari kata “Idea” yang
berarti gagasan, konsep, pengertian dasar, cita – cita dan logos yang berarti
“ilmu”.
Jadi Ideologi dapat diartikan sebagai Ilmu pengertian – pengertian dasar.
Kemudian tinggal pengertian pancasila sebagai ideologi bangsa, Pancasila ini
hakekatnya suatu pemikiran Bangsa Indonesia diambil dari nilai-nilai adat-istiadat
yang terdapat dalam pandangan hidup masyarakat kita.

7. Pancasila sebagai perjanjian luhur Bangsa Indonesia


Kamu tahu kan kalau saat Bangsa Indonesia pada saat melakukan proklamasi
kemerdekaan Indonesia dulu belum punya UUD Negara yang tertulis.
Nah untuk mengatasi hal itu PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia)
sebagai badan tempat perwakilan rakyat Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945
mengesahkan pembukaan dan batang tubuh UUD1945 yang berdasar pada
Pancasila.
Jadi, Pancasila ini merupakan hasil perjanjian bersama rakyat untuk selamanya
(kesepakatan nasional).

8. Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum


Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum berarti Pancasila mengatur
semua hukum yang berlaku di Indonesia.
Segala peraturan perundangan yang ada di Indonesai harus bersumber dan tidak
bertentangan dengan Pancasila.
Pancasila itu tercantum dalam ketentuan tertinggi yaitu dalam Pembukaan UUD
1945 yang dijabarkan lebih lanjut dari UUD 1945 dan hukum positif lainnya.

Jadi setiap sila-sila yang ada di Pancasila adalah nilai dasarnya, terus hukum
sebagai instrumental atau penjabaran dari sila Pancasilanya.

9. Pancasila sebagai cita-cita dan tujuan Bangsa Indonesia


Seperti yang telah kita ketahui bahwa pancasila telah jelas termuat di pembukaan
UUD 1945.
Jadi Cita- cita dan tujuan yang akan dicapai bangsa Indonesia yaitu masyarakat
adil dan makmur yang merata secara materil dan spiritual yang berdasarkan
Pancasila.

10. Pancasila sebagai falsafah hidup Bangsa


Pancasila merupakan sarana yang ampuh untuk mempersatukan Bangsa
Indonesia.
Karena Pancasila adalah palsafah hidup dan kepribadian Bangsa Indonesia yang
mengandung nilai-nilai dan norma-norma yang oleh Bangsa Indonesia diyakini
paling benar, adil, bijaksana dan tepat bagi Bangsa Indonesia untuk
mempersatukan Rakyat Indonesia.

Kesimpulan
Pancasila selain menjadi dasar negara Indonesia ini juga memiliki fungsi dan
peranan yang luas dalam kehidupan bermasyarakat, bangsa dan negara.

Fungsi Pancasila ini terus berkembang karena Pancasila merupakan ideologi yang
terbuka dan dapat digunakan tiap zaman asalkan tidak melenceng dari nilai-nilai
yang ada dalam Pancasila.

Fungsi pokok Pancasila yang terpapar pada Pembukaan UUD NKRI Tahun 1945
hakikatnya adalah pondasi atau dasar negara kita yang dijadikan sumber dari
segala sumber hukum.

PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN


Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan adalah sistem nilai acuan, kerangka-
acuan berpikir, pola-acuan berpikir atau jelasnya sebagai sistem nilai yang
dijadikan sebagai kerangka landasan, kerangka cara, dan sekaligus sebagai
kerangka dalam menentukan arah/tujan bagi yang menyandangnya. Istilah
Paradigma awalnya dipakai dalam filsafat Ilmu Pengetahuan. Menurut Thomas
Kuhn, sebagai orang yang pertama kali mengemukakan istilah tersebut yang
menyatakan bahwa ilmu di waktu tertentu didominasi oleh suatu paradigma.
Paradigma adalah pandangan mendasar dari para ilmuwan atas pokok persoalan
suatu cabang ilmu pengetahuan. Tidak hanya dalam bidang ilmu pengetahuan,
Paradigma berkembang dan sering digunakan dalam bidang politik, hukum,
sosial, dan ekonomi. Lalu paradigma berkembang dengan pengertian sebagai
kerangka pikir, kerangka bertindak, acuan, orientasi, sumber, tolok ukur,
parameter, arah dan tujuan. Hal dijadikan paradigma berarti sesuatu itu dijadikan
sebagai kerangka acuan, tolok ukur, parameter, arah, dan tujuan dari sebuah
kegiatan.
Dapat dikatakan bahwa paradigma berada pada posisi tinggi dan melaksanakan
segala hal dalam kehidupan manusia. Pancasila sebagai paradigma, artinya nilai-
nilai dasar pancasila secara normatif menjadi dasar, kerangka acuan, dan tolok
ukur sebagai segenap aspek pembangunan nasional yang dijalankan di Indonesia.
Hal ini merupakan konsekuensi atas pengakuan dan penerimaan bangsa Indonesia
atas Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional.

Hal tersebut sesuai dengan kenyataan objektif mengenai Pancasila merupakan


dasar negara Indonesia, Sementara negara merupakan organisasi atau persekutuan
hidup manusia, dengan demikian pancasila sebagai landasan dan tolak ukur dari
penyelenggaraan bernegara termasuk dalam melaksanakan pembangunan.
Nilai-nilai dasar Pancasila dikembangkan dari hakikat manusia yang menurut
Pancasila adalah makhluk monopluralis. Ciri-ciri kodrat manusia sebagai makhluk
monopluralis adalah sebagai berikut..
a. Susunan kodrat manusia terdiri dari jiwa dan raga
b. Sifat kodrat manusia sebagai individu sekaligus sosial
c. Kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi dan makhluk tuhan

Jadi, pembangunan nasional merupakan upaya meningkatkan harkat dan martabat


manusia terdiri dari aspek jiaw, raga, pribadi, sosial dan aspek ketuhanan. Secara
singkat, pembangunan nasional merupakan upaya dalam peningkatan manusia
secara totalitas.Pembangunan sosial wajib mengembangkan harkat dan martabat
manusia secara keseluruhan. Sehingga pembangunan dilaksanakan dari berbagai
bidang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia yaitu sebagai berikut
Bidang Politik
Bidang Ekonomi
Bidang Sosial Budaya
Bidang Pertahanan Keamanan

Pancasila sebagai Paradigma dalam Berbagai Bidang adalah :


1. Pancasila sebagai paradigma pembangunan
Pancasila sebagai paradigma, artinya nilai-nilai dasar pancasila secara normative
menjadi dasar, kerangka acuan, dan tolok ukur segenap aspek pembangunan
nasional yang dijalankan di Indonesia. Hal ini sebagai konsekuensi atas
pengakuan dan penerimaan bangsa Indonesia atas Pancasila sebagai dasar negara
dan ideology nasional. Hal ini sesuai dengan kenyataan objektif bahwa Pancasila
adalah dasar negara Indonesia, sedangkan negara merupakan organisasi atau
persekutuan hidup manusia maka tidak berlebihan apabila pancasila menjadi
landasan dan tolok ukur penyelenggaraan bernegara termasuk dalam
melaksanakan pembangunan.
Nilai-nilai dasar Pancasila itu dikembangkan atas dasar hakikat manusia. Hakikat
manusia menurut Pancasila adalah makhluk monopluralis. Kodrat manusia yang
monopluralis tersebut mempunyai ciri-ciri, antara lain: a. susunan kodrat manusia
terdiri atas jiwa dan raga b. sifat kodrat manusia sebagai individu sekaligus social
c. kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi dan makhluk tuhan.
Berdasarkan itu, pembangunan nasional diarahkan sebagai upaya meningkatkan
harkat dan martabat manusia yang meliputi aspek jiwa, raga, pribadi, sosial, dan
aspek ketuhanan. Secara singkat, pembangunan nasional sebagai upaya
peningkatan manusia secara totalitas.
Pembangunan sosial harus mampu mengembangkan harkat dan martabat manusia
secara keseluruhan. Oleh karena itu, pembangunan dilaksanakan di berbagai
bidang yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Pembangunan, meliputi
bidang politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan. Pancasila
menjadi paradigm dalam pembangunan politik, ekonomi, sosial budaya, dan
pertahanan keamanan.
2. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Pendidikan.
Pendidikan nasional harus dipersatukan atas dasar Pancasila. Tak seyogyanya bagi
penyelesaian-penyelesaian masalah-masalah pendidikan nasional dipergunakan
secara langsung system-sistem aliran-aliran ajaran, teori, filsafat dan praktek
pendidikan berasal dari luar.
3. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Ideologi
Pengembangan Pancasila sebagai ideologi yang memiliki dimensi realitas,
idealitas dan fleksibilitas menghendaki adanya dialog yang tiada henti dengan
tantangan-tantangan masa kini dan masa depan dengan tetap mengacu kepada
pencapaian tujuan nasional dan cita-cita nasional Indonesia.
4. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Politik
Manusia Indonesia selaku warga negara harus ditempatkan sebagai subjek atau
pelaku politik bukan sekadar objek politik. Pancasila bertolak dari kodrat manusia
maka pembangunan politik harus dapat meningkatkan harkat dan martabat
manusia. Sistem politik Indonesia yang bertolak dari manusia sebagai subjek
harus mampu menempatkan kekuasaan tertinggi pada rakyat. Kekuasaan adalah
dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Sistem politik Indonesia yang sesuai
pancasila sebagai paradigma adalah sistem politik demokrasi bukan otoriter
Berdasar hal itu, sistem politik Indonesia harus dikembangkan atas asas
kerakyatan (sila IV Pancasila). Pengembangan selanjutnya adalah sistem politik
didasarkan pada asas-asas moral daripada sila-sila pada pancasila. Oleh karena itu,
secara berturut-turut sistem politik Indonesia dikembangkan atas moral ketuhanan,
moral kemanusiaan, moral persatuan, moral kerakyatan, dan moral keadilan.
Perilaku politik, baik dari warga negara maupun penyelenggara negara
dikembangkan atas dasar moral tersebut sehingga menghasilkan perilaku politik
yang santun dan bermoral.

5. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Ekonomi


Sesuai dengan paradigma pancasila dalam pembangunan ekonomi maka sistem
dan pembangunan ekonomi berpijak pada nilai moral daripada pancasila. Secara
khusus, sistem ekonomi harus mendasarkan pada dasar moralitas ketuhanan (sila I
Pancasila) dan kemanusiaan ( sila II Pancasila). Sistem ekonomi yang
mendasarkan pada moralitas dam humanistis akan menghasilkan sistem ekonomi
yang berperikemanusiaan. Sistem ekonomi yang menghargai hakikat manusia,
baik selaku makhluk individu, sosial, makhluk pribadi maupun makhluk tuhan.
Sistem ekonomi yang berdasar pancasila berbeda dengan sistem ekonomi liberal
yang hanya
menguntungkan individu-individu tanpa perhatian pada manusia lain. Sistem
ekonomi demikian juga berbeda dengan sistem ekonomi dalam sistem sosialis
yang tidak mengakui kepemilikan individu.
Pancasila bertolak dari manusia sebagai totalitas dan manusia sebagai subjek.
Oleh karena itu, sistem ekonomi harus dikembangkan menjadi sistem dan
pembangunan ekonomi yang bertujuan pada kesejahteraan rakyat secara
keseluruhan. Sistem ekonomi yang berdasar pancasila adalah sistem ekonomi
kerakyatan yang berasaskan kekeluargaan. Sistem ekonomi Indonesia juga tidak
dapat dipisahkan dari nilai-nilai moral kemanusiaan. Pembangunan ekonomi harus
mampu menghindarkan diri dari bentuk-bentuk persaingan bebas, monopoli dan
bentuk lainnya yang hanya akan menimbulkan penindasan, ketidakadilan,
penderitaan, dan kesengsaraan warga negara.
6. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Sosial Budaya
Pancasila pada hakikatnya bersifat humanistik karena memang pancasila bertolak
dari hakikat dan kedudukan kodrat manusia itu sendiri. Hal ini sebagaimana
tertuang dalam sila Kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena itu,
pembangunan sosial budaya harus mampu meningkatkan harkat dan martabat
manusia, yaitu menjadi manusia yang berbudaya dan beradab. Pembangunan
sosial budaya yangmenghasilkan manusia-manusia biadab, kejam, brutal dan
bersifat anarkis jelas bertentangan dengan cita-cita menjadi manusia adil dan
beradab. Manusia tidak cukup sebagai manusia secara fisik, tetapi harus mampu
meningkatkan derajat kemanusiaannya. Manusia harus dapat mengembangkan
dirinya dari tingkat homo menjadi human.
Berdasar sila persatuan Indonesia, pembangunan sosial budaya dikembangkan
atas dasar penghargaan terhadap nilai sosial dan budaya-budaya yang beragam si
seluruh wilayah Nusantara menuju pada tercapainya rasa persatuan sebagai
bangsa. Perlu ada pengakuan dan penghargaan terhadap budaya dan kehidupan
social berbagai kelompok bangsa Indonesia sehingga mereka merasa dihargai dan
diterima sebagai warga bangsa. Dengan demikian, pembangunan sosial budaya
tidak menciptakan kesenjangan, kecemburuan, diskriminasi, dan ketidakadilan
sosial.
7. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Pertahanan Keamanan
Salah satu tujuan bernegara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Hal ini mengandung makna bahwa
tugas dan tanggung jawab tidak hanya oleh penyelenggara negara saja, tetapi juga
rakyat Indonesia secara keseluruhan. Atas dasar tersebut, sistem pertahanan dan
keamanan adalah mengikut sertakan seluruh komponen bangsa. Sistem
pembangunan pertahanan dan keamanan Indonesia disebut sistem pertahanan dan
keamanan rakyat semesta (sishankamrata).
Sistem pertahanan yang bersifat semesta melibatkan seluruh warga negara,
wilayah, dan sumber daya nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh
pemerintah dan diselenggarakan secara total terpadu, terarah, dan berlanjut untuk
menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap
bangsa dari segala ancaman. Penyelenggaraan sistem pertahanan semesta
didasarkan pada kesadaran atas hak dan kewajiban warga negara, serta keyakinan
pada kekuatan sendiri.
Sistem ini pada dasarnya sesuai dengan nilai-nilai pancasila, di mana
pemerintahan dari rakyat (individu) memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam
masalah pertahanan negara dan bela negara. Pancasila sebagai paradigm
pembangunan pertahanan keamanan telah diterima bangsa Indonesia sebagaimana
tertuang dalam UU No. 3 Tahun 2002 tentang pertahanan Negara. Dalam undang-
undang tersebut dinyatakan bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah
dan pandangan hidup bangsa Indonesia untuk menjamin keutuhan dan tetap
tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945.
8. Pancasila sebagai Paradigma Ketahanan Sosial.
Perangkat nilai pada bangsa yang satu berbeda dengan perangkat nilai pada
bangsa lain. Bagi bangsa Indonesia, perangkat nilai itu adalah Pancasila. Kaitan
Pancasila dan ketahanan nasional adalah kaitan antara ide yang mengakui
pluralitas yang membutuhkan kebersamaan dan realitas terintegrasinya pluralitas.
9. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Hukum.
Pembangunan hukum bukan hanya memperhatikan nilai-nilai filosofis, asas yang
terkandung dalam Negara hukum, tetapi juga mempertimbangkan realitas
penegakan hukum dan kesadaran hukum masyarakat.
10. Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Kehidupan Beragama.
Salah satu prasyarat terwujudnya masyarakat modern yang demokratis adalah
terwujudnya masyarakat yang menghargai kemajemukan masyarakat dan bangsa
serta mewujudkannya sebagai suatu keniscayaan.
11. Pancasila sebagai Paradigma Pengembangan Ilmu dan Teknologi.
Pancasila mengandung hal-hal yang penting dalam pengembangan ilmu dan
teknologi. Perkembangan IPTEK dewasa ini dan di masa yang akan datang sangat
cepat, makin menyentuh inti hayati dan materi di satu pihak, serta menggapai
angkasa luas dan luar angkasa di lain pihak, lagi pula memasuki dan
mempengaruhi makin dalam segala aspek kehidupan dan institusi budaya.

Pengertian Pancasila sebagai identitas Nasional

Sebagai identitas nasional, Pancasila sebagai kepribadian bangsa harus mampu


mendorong bangsa Indonesia secara keseluruhan agar tetap berjalan dalam
koridornya yang bukan berarti menentang arus globalisasi, akan tetapi lebih
cermat dan bijak dalam menjalani dan menghadapi tantangan dan peluang yang
tercipta. Bila menghubungkan kebudayaan sebagai karakteristik bangsa dengan
Pancasila sebagai kepribadian bangsa, tentunya kedua hal ini merupakan suatu
kesatuan layaknya keseluruhan sila dalam Pancasila yang mampu
menggambarkan karakteristik yang membedakan Indonesia dengan negara
lain.Naskah Pancasila .
Pancasila
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan Perwakilan
5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Identitas Nasional merupakan suatu konsep kebangsaan yang tidak pernah ada
padanan sebelumnya. Perlu dirumuskan oleh suku-suku tersebut. Istilah Identitas
Nasional secara terminologis adalah suatu ciri yang dimiliki oleh suatu bangsa
yang secara filosofis membedakan bangsa tersebut dengan bangsa lain. Eksistensi
suatu bangsa pada era globalisasi yang sangat kuat terutama karena pengaruh
kekuasaan internasional. Menurut Berger dalam The Capitalist Revolution,
eraglobalisasi dewasa ini, ideology kapitalisme yang akan menguasai dunia.
Kapitalisme telah mengubah masyarakat satu persatu dan menjadi sistem
internasional yang menentukan nasib ekonomi sebagian besar bangsa-bangsa di
dunia, dan secara tidak langsung juga nasib, social, politik dan kebudayaan.
Perubahan global ini menurut Fakuyama membawa perubahan suatu ideologi,
yaitu dari ideologi partikular kearah ideology universal dan dalam kondisi seperti
ini kapitalismelah yang akan menguasainya. Dalam kondisi seperti ini, negara
nasional akan dikuasai oleh negara transnasional yang lazimnya didasari oleh
negara-negara dengan prinsip kapitalisme. Konsekuensinya,negara-negara
kebangsaan lambat laun akan semakin terdesak. Namun demikian, dalam
menghadapi proses perubahan tersebut sangat tergantung kepada kemampuan
bangsa itu sendiri.
Menurut Toyenbee, cirri khas suatu bangsa yang merupakan local genius dalam
menghadapi pengaruh budaya asing akan menghadapi Challence dan response.
Jika Challence cukup besar sementara response kecil maka bangsa tersebut akan
punah dan hal ini sebagaimana terjadi pada bangsa Aborigin di Australia dan
bangsa Indian di Amerika. Namun demikian jika Challance kecil sementara
response besar maka bangsa tersebut tidak akan berkembang menjadi bangsa yang
kreatif.
Oleh karena itu agar bangsa Indonesia tetap eksis dalam menghadapi globalisasi
maka harus tetap meletakkan jati diri dan identitas nasional yang merupakan
kepribadian bangsa Indonesia sebagai dasar pengembangan kreatifitas budaya
globalisasi. Sebagaimana terjadi di berbagai negara di dunia, justru dalam era
globalisasi dengan penuh tantangan yangcenderung menghancurkan nasionalisme,
muncullah kebangkitan kembali kesadaran nasional.

Alasan pancasila menjadi identitas bangsa

Pancasila sebagai Kepribadian dan Identitas Nasional karena Bangsa Indonesia


sebagai salah satu bangsa dari masyarakat internasional, memilki sejarah serta
prinsip dalam hidupnya yang berbeda dengan bangsa-bangsa lain di dunia .Tatkala
bangsa Indonesia berkembang menuju fase nasionalisme modern, diletakanlah
prinsip-prinsip dasar filsafat sebagai suatu asas dalam filsafat hidup berbangsa dan
bernegara.
Prinsip-prinsip dasar itu ditemukan oleh para pendiri bangsa yang diangkat dari
filsafat hidup bangsa Indonesia, yang kemudian diabstraksikan menjadi suatu
prinsip dasar filsafat Negara yaitu Pancasila. Jadi, filsafat suatu bangsa dan
Negara berakar pada pandangan hidup yang bersumber pada kepribadiannya
sendiri.
Dapat pula dikatakan pula bahwa pancasila sebagai dasar filsafat bangsa dan
Negara Indonesia pada hakikatnya bersumber kepada nilai-nilai budaya dan
keagamaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sebagai kepribadian bangsa.

Pancasila sebagai filsafat


1. Pengertian pancasila sebagai filsafat
Pengertian pancasila sebagai filsafat pancasila dapat didefinisikan sebagai
refleksi kritis dan rasional tentang pancasila sebagai dasar negara dan kenyataan
budaya bangsa, dengan tujuan untuk mendapatkan pokok-pokok pengertiannya
yang mendasar dan menyeluruh. Pancasila dikatakan sebagai filsafat, karena
pancasila merupakan hasil permenungan jiwa yang mendalam yang dilakukan
oleh the founding fathers indonesia, yang dituangkan dalam suatu sistem ( abdul
gani, 1998).
Pengertian filsafat pancasila secara umum adalah hasil berfikir atau pemikiran
yang sedalam-dalamnya dari bangsa indonesia yang dianggap, dipercaya dan
diyakini sebagai kenyataan, norma-norma dan nilai-nilai yang benar, adil,
bijaksana, dan paling sesuai dengan kehidupan dan kepribadian bangsa indonesia.
Filsafat pancasila kemudian dikembangkan oleh Soekarno sejak 1955 sampai
kekuasaannya berakhir pada 1965. Pada saat itu, Soekarno selalu menyatakan
bahwa pancasila merupakan filsafat asli indonesia yang diambil dari budaya dan
tradisi indonesia, serta merupakan akulurasi budaya india (hindu-budha), barat
(kristen), dan arab (islam). Filsafat pancasila menurut Soeharto elah mengalami
indonesianisasi. Semua sila dalam pancasila adalah asli diangkat dari budaya
indonesia dan selanjutnya dijabarkan menjadi lebih rinci kedalam butir-butir
pancasila.
Filsafat pancasila dapat digolongkan sebagai filsafat praktis sehingga filsafat
pancasila tidak hanya mengandung pemikiran yang sedalam-dalamnya atau tidak
hanya bertujuan mencari, tetapi hasil pemikiran yang berwujud filsafat pancasila
tersebut dipergunakan sebagai pedoman hidup sehari-hari (way of life atau
welltansecahuum) agar hdup bangsa indonesia dapat mencapai kebahagiaan lahir
dan batin, baik didunia maupun diakhirat (salam,1988: 23-24 ) .
Secara etimologi, kata falsafah berasal dari bahasa yunani, yaitu: philosophia,
philo/philos/ philein yang artinya cinta/ pecinta/ mencintai dan sophia, yang
berarti kebijakan / wisdom/ kearifan/ hikmah/ hakikat kebenaran .Berfilsafat
berarti berfikir sedalam-dalamnya terhadap sesuatu secara sistematis untuk
mencari hakikat sesuatu.
Pada umumnya, terdapat dua pengertian filsafat, yaitu filsafat dalam arti proses
dan filsafat dalam arti produk. Selain itu ada pengertian lain, yaitu filsafat sebagai
ilmu dan filsafat sebagai pandangan hidup. Hal ini berarti filsafat pancasila
mempunyai fungsi dan peranan sebagi pedoman dan pegangan dalam sikap,
tingkah laku dan perbuatan dalam kehidupan sehari-hari.
Jadi,pengertian filsafat menurut istilah berasal dari yunani, bangsa yunanilah
yang mula-mula berfilsafat seperti lazimnya dipahami orang sampai sekarang.
Kata ini bersifat majemuk, bersal dari kata “ philos” yang berarti “sahabat” dan
kata “sophia” yang berarti “ pengetahuan yang bijaksana (wished) dalam bahasa
belanda, atau wisdom kata inggris, dan hikmat menurut kata arab. Maka
philosophia menurut arti katanya berarti cinta pada pengetahuan yang bijaksana,
oleh karena itu mengusahakannya. (gazalba, 1977). Jadi terdapat sedikit
perbedaan arti, disitu pihak menyatukan bahwa filsafat merupakan bentuk
majemuk dari “ philein” dan sophos “ , (nasution, 1973).
a. Sistem filsafat
Pemikiran filsafat berasal dari berbagai tokoh yang menjadikan manusia sebagai
subjek. Suatu ajaran filsafat yang bulat mengajarkan tentang berbagai segi
kehidupan yang mendasar. Suatu sistem filsafat sedikitnya megajarkan tentang
sumber dan hakikat realitas, filsafat hidup, dan tata nilai, termasuk teori terjadinya
pengetahuan dan logika.
Pancasila sebagai etika
1. Pengertian etika
Etika termasuk kelompok filsafat praktis dan dibagi menjadi dua kelompok
yaitu etika umum dan etika khusus, etika merupakan suatu pemikiran kritis dan
mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral.
Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita
mengikuti suatu ajaran moral tertentu atau bagaimana kita harus mengambil sikap
yang bertanggung jawab berhadapan dengan berbagai ajaran moral. Etika umum
mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan manusia,
sedangkan etika khusus membahas prinsip-prinsip itu dalam hubungannya dengan
berbagai aspek kehidupan manusia. Etika khusus dibagi menjadi dua yaitu etika
individual dan etika sosial. Etika termasuk kelompok filsafat praktis dan dibagi
menjadi.dua kelompok yaitu etika umum dan etika khusus.
Istilah lain dari kata etika secara etimologis, etika berasal dari bahasa yunani,
ethos, yang artinya watak kesusilaan atau adat. Istilah ini identik dengan moral
yang berasal dari bahasa latin, mos yang jamaknya mores, yang juga berarti adat
atau cara hidup. meskipun kata etika dan moral memiliki kesamaan arti, dalam
pemakaian sehari-hari, dua kata ini digunakan secara berbeda. Moral atau
moralitas digunakan untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan etika
digunakan untuk mengkaji sistem nilai yang ada. Dalam bahasa arab pandangan
kata etika adalah akhlak yang merupakan kata jamak; khuluk yang berarti
perangkai, tingkah laku atau tabi’at.

2. Aliran-aliran besar etika


1) Etika deontologi
Etika deontologi memandang bahwa tindakan dinilai baik atau buruk
berdasarkan apakah tindakan itu sesuai atau tidak dengan kewajiban. Etika
deontologi tidak mempersoalkan akibat dari tindakan tersebut, baik atau buruk.
Kebaikan adalah ketika seseorang melaksanakan apa yang sudah menjadi
kewajibannya. Tokoh yang mengemukakan teori ini adalah imanuel kant. Kant
menolak akibat suatu tindakan sebagai dasar untuk menilai tindakan tersebut
karena akibat tadi tidak menjamin universalitas dan kosistensi dalam bertindak
dan menilai suatu tindakan.
2) Etika teleologi
Pandangan etika teleologi berbalikan dengan etika deontologi, yaitu bahwa baik
buruk suatu tindakan dilihat berdasarkan tujuan atau akibat dari perbuatan itu.
Etika teleologi membantu kesulitan etika deontologi ketika menjawab apabila
dihadapkan pada situasi konkrit ketika dihadapkan pada dua atau lebih kewajiban
yang bertentangan satu dengan yang lain.
Etika teologi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu egoisme etis dan
utilitarianisme.
• Egoisme etis memandang bahwa tindakan yang baik adalah tindakan yang
berakibat baik untuk pelakunya. Secara moral setiap orang dibenarkan mengejar
kebahagiaan untuk dirinya dan dianggap salah atau buruk apabila membiarkan
dirinya sengsara dan dirugikan.
• Utilitarianisme menilai bahwa baik buruknya suatu perbuatan tergantung
bagaimana akibatnya terhadap banyak orang. Tindakan dikatakan baik apabila
mendatangkan kemanfaatan yang besar dan memberikan kemanfaatan bagi
sebanyak mungkin orang.

3. Etika pancasila
Akualisasi pancasila sebagai dasar etika, tercermin dalam sila-silanya, yaitu
sebagai berikut:
Sila pertama: menghormati setiap orang atau warga negara atas berbagai
kebebasannya dalam menganut agama dan kepercayaannya masing-masing.
Sila kedua: menghormati setiap orang dan warga negara sebagai pribadi.
Sila ketiga: bersikap dan bertindak adil dalam mengatasi segmentasi.
Sila keempat: kebebasan, kemerdekaan, kebersamaan, dimiliki dan
dikembangkan dengan dasar musyawarah.
Sila kelima: membina dan mengembangkan masyarakat yang berkeadilan
sosial.
4. Nilai-nilai Etika pancasila
Etika pancasila mempunyai nilai-nilai yang sangat mendasar dalam kehidupan
manusia. Diantaranya:
• Nilai yang pertama adalah ketuhanan, Secara hierarkis nilai ini biasa dikatakan
sebagai nilai yang tertinggi karena menyangkut nilai yang bersifat mutlak.
• Nilai yang kedua adalah kemanusiaan, Suatu perbuatan dikatakan baik apabila
sesuai dengan nila-nilai kemanusiaan. Prinsip pokok dalam nilai kemanusiaan
pancasila adalah keadilan dan keadaban.
• Nilai yang ketiga adalah persatuan, Suatu perbuatan dikatakan baik apabila dapat
memperkuat persatuan dan kesatuan. Sikap egois dan menang sendiri merupakan
perbuatan buruk, demikian pula sikap yang memecah belah persatuan.
• Nilai yang keempat adalah kerakyatan
Dalam kaitan dengan kerakyatan ini terkandung nilai lain yang sangat penting,
yaitu nilai hikmat atau kebijaksanaan dan permusyawaratan.
• Nilai yang kelima adalah keadilan
Apabila dalam sila kedua disebutkan kata adil, maka kata tersebut lebih dilihat
dalam konteks manusia selaku individu. Adapun nilai keadilan pada sila kelima
lebih diarahkan pada konteks sosial.
Ideologi terbuka adalah suatu pemahaman yang bersifat dinamis, dimana semua
meyakini akan adanya penyesuaian mengikuti perkembangan, sehingga akan terus
bertransformasi menjadi lebih baik.

Terdapat 3 aspek yang menjadi kriteria ideologi terbuka, diantaranya:


Dimensi realita, tentang dimensi realitas dalam kedudukan pancasila sebagai
ideologi terbuka, dimana pancasila mencerminkan realitas kehidupan berbangsa
dan bernegara.
Dimensi idealisme, yang memiliki sifat rasional, sistematis, serta menyeluruh.
Dimensi normatif, nilai-nilai yang terkandung di dalam pancasila itu harus
dijabarkan ke dalam sistem norma.
Kedudukan Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka
Banyak sekali referensi tentang kedudukan Pancasila, tetapi berikut ini beberapa
point yang menjelaskan bahwa kedudukan dan fungsi Pancasila merupakan
sebuah bentuk hakikat ideologi terbuka, menurutku.

Pancasila terbentuk dari aspirasi rakyat yang diwakili oleh beberapa petinggi
negeri, tentunya itu menjadi harapan besar bangsa Indonesia.
Ide terbentuknya Pancasila adalah untuk menghargai berbagai jenis perbedaan
termasuk agama yang beragam.
Pembentukan pancasila tindak instan, dilakukan banyak penafsiran, sehingga
maknanya dapat mengikuti perkembangan zaman.

NEGARA DAN KONSTITUSI BERDASARKAN UUD’ 45


Sumber hukum formil

1.Undang-undang dasar 1945

Undang-undang dasar 1945 merupakan segala induk dari peraturan perundang-


undangan di Indonesia dan merupakan hukum tertinggi di Indonesia dan segala
peraturan perundang-undangan yang dibuat ,tidak boleh bertentangan dengan
UUD 1945.

2.Ketetapan MPR

Istilah ketetapan MPR tidak terdapat dalam UUD 1945, namun berdasarkan surat
Presiden yang ditujukan kepada DPR no.2262/HK/1959 tanggal 20 Agustus
1959,dikenal bentuk peraturan perundang-undangan salah satunya adalah
Keputusan MPRS yaitu peraturan perundang-undangan yang dibuat berdasarkan
pasal 2 UUD 1945.

Istilah ketetapan itu sendiri baru dikenal pada sidang pertama MPRS yang
didasarkan pada pasal 3 UUD 1945 yang menyatakan bahwa MPR bertugas untuk
menetapkan Undang-undang dan Garis-garis besar haluan negara (GBHN).
Kemudian berdasarkan memorandum DPR-GR bahwa sumber hukum Republik
Indonesia dan tata urutan peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia
ditetapkan dalam TAP MPRS No.XX/MPRS/1966 jo Tap MPR No.V/MPR/1973
bahwa Tap MPR tersebut telah ditetapkan dalam hierarki perundang-undangan
Republik Indonesia.
Menurut Tap MPR No.I/MPR/1978 pasal 100, produk MPR tersebut dibedakan
menjadi 2 bagian yaitu :

Ketetapan (Mempunyai kekuatan Extern dan intern),yang meliputi bidang


legislatif dilaksanakan dengan Undang-undang,dan ketetapan yang meliputi
bidang eksekutif dilaksanakan dengan Keputusan Presiden (Kepres).
Keputusan (Bersifat Intern).
3.Undang-undang/ PERPU

Undang-undang pada dasarnya memiliki arti secara formil dan materiil. Undang-
undang dalam arti formil adalah suatu bentuk keputusan atau ketentuan yang
dikeluarkan oleh pembentuk Undang-undang dengan prosedur tertentu.

Undang-undang dalam arti materiil adalah Setiap bentuk keputusan pemerintah


yang mempunyai kekuatan mengikat tanpa memperhatikan prosedur
pembuatannya dan tata cara serta lembaga yang membuatnya. Dasar dari
pembuatan Undang-undang ialah Pasal 5 ayat (1) dan pasal 20 ayat (1) UUD
1945.

Asas-asas Perundang-undangan yaitu:

Undang-undang tidak boleh berlaku surut.


Undang-undang yang berlaku kemudian,membatalkan Undang-undang yang
terdahulu.
Undang-undang yang dibuat lembaga yang lebih tinggi,lebih tinggi pula kekuatan
berlakunya (Lex superiori derogat lex inferiori).
Lex Spesialis derogat lex generalis.
Undang-undang tidak dapat diganggu gugat.
Dalam pasal 22 ayat (1) UUD 1945 dinyatakan bahwa Dalam keadaan ihwal dan
kegentingan yang memaksa maka presiden berhak mengeluarkan PERPU.

Yang dimaksud dengan kegentingan yang memaksa (Noodverordeningsrecht)


adalah keadaan yang mendesak sehingga Presiden dalam hal ini Pemerintah perlu
bertindak cepat membuat dan mengeluarkan peraturan yang sederajat dengan
Undang-undang tanpa melalui persetujuan DPR.
Dalam UUD sementara 1950/ atau UUDS 1950 menggunakan istilah Undang-
undang darurat untuk menyebut PERPU tersebut. Pemakaian kata-kata darurat
dalam Undang-undang dapat menimbulkan kekeliruan dengan pengertian hukum
darurat negara.

Hukum/hak darurat negara (Staatnoodrecht) berbeda dengan


Noodverordeningsrecht yang menjadi dasar dari PERPU (Peraturan pengganti
Undang-undang). dalam Noodverordeningsrecht, karena keadaan mendesak yang
menyebabkan penguasa menyimpang dari cara biasa dalam membuat peraturan
yang setingkat dengan Undang-undang. Sedangkan dalam Staatnoodrecht
dikarenakan negara dalam keadaan bahaya sehingga penguasa menyimpang dari
peraturan.

Negara dalam keadaan bahaya (Staatnoodrecht) dibedakan menjadi 2 macam:

Staatnoodrecht Konstitusionil/Staatnoodrecht Objektif,yaitu timbulnya bahaya


yang dapat mengancam dalam negara sudah dapat diperhitungkan terlebih dahulu
sehingga telah dipersiapkan peraturan-peraturan yang dapat diperlakukan
namakala keadaan bahaya tersebut benar-benar terjadi. Sedangkan Staatnoodrecht
Objektif,yaitu bahwa syarat-syarat dan akibat dari tindakan penguasa didasarkan
pada ukuran-ukuran sebagaimana yang telah diukur dalam peraturan yang telah
dipersiapkan tersebut.
Staatnoodrecht extra konstitusional/Staatnoodrecht subjektif,yaitu bahwa
terjadinya negara dalam keadaan bahaya tersebut belum dapat diprediksikan
sebelumnya,sehingga dalam mengatasi persoalan tersebut tidak dapat didasarkan
pada aturan-aturan yang sudah disiapkan sebelumnya.
Penulisan Undang-undang

UU No.52 Prp 1960 : Prp artinya Peraturan pemerintah pengganti Undang-undang


(Perpu). Prps artinya Peraturan Presiden. Pnps artinya Penetapan Presiden.
Apabila dibelakang No dalam UU itu maksudnya adalah bahwa Undang-undang
tersebut berasal dari kata-kata tersebut.

4.Peraturan pemerintah (PP)

Pasal 5 ayat (2) UUD 1945,Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk


menjalankan Undang-undang sebagaimana mestinya.Presiden tidak akan
menetapkan peraturan pemerintah tersebut sebelum ada Undang-
undangnya,mengingat bahwa Undang-undang tersebut merupakan sumber hukum
tata negara,maka Peraturan pemerintah tersebut juga merupakan sumber hukum
tata negara.

5.Keputusan Presiden
Keputusan Presiden pertama kalinya dikenal sebagai bentuk peraturan perundang-
undangan berdasarkan surat Presiden yang ditujukan kepada DPR tertanggal 20
Agustus 1959 No.2262/HK/1959. Keputusan Presiden tersebut dimasukkan
kedalam peraturan perundang-undangan guna melaksanakan peraturan Presiden
maupun Undang-undang dibidang pengangkatan dan pemberhentian baik
personalia,pegawai atau anggota DPR.

Kepres tersebut merupakan keputusan khusus (einmalig) yang berfungsi untuk


Melaksanakan ketetapan MPR dalam bidang eksekutif dan peraturan pelaksana.
Dalam prakteknya,Keputusan Presiden (Kepres) dibedakan 2 bagian yaitu:

Tindakan pengaturan dalam rangka menjalankan pemerintahan sepanjang


Presiden berpendapat tidak perlu diatur dengan Undang-undang,sebab dalam
UUD 1945 tidak mewajibkannya dan merupakan persoalan sederhana.
Sebagai tindakan penetapan seperti yang dimaksud dalam Memorandum DPR-
GR.
Mengingat bahwa Keputusan Presiden tersebut merupakan pelaksanaan dari UUD
dan Tap MPR,maka Kepres tersebut dijadikan sebagai sumber hukum tata negara.

6.Peraturan pelaksana lainnya

Yang dimaksud dengan peraturan pelaksana lainnya adalah Peraturan Pelaksanaan


yang ada setelah Tap.MPR no.XX/MPR/1966, misalnya Peraturan menteri,yang
dibuat berdasarkan pada peraturan yang lebih tinggi sesuai dengan hierarkinya.

2.1.1 Pengertian Sistem


Sistem adalah suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks dan terorganisasi.

2.1.2 Pengertian Politik


Politik berasal dari bahasa yunani yaitu “polis” yang artinya Negara kota. Istilah
politik dalam ketatanegaraan berkaitan dengan tata cara pemerintahan, Politik
biasanya menyangkut kegiatan partai politik, tentara dan organisasi
kemasyarakatan. Dapat disimpulkan bahwa politik adalah interaksi antara
pemerintah dan masyarakat dalam rangka proses pembuatan kebijakan dan
keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama masyarakat yang tinggal
dalam suatu wilayah tertentu.

2.1.3 Pengertian Sistem Politik


Menurut Drs. Sukarno, sistem politik adalah sekumpulan pendapat, prinsip, yang
membentuk satu kesatuan yang berhubungan satu sama lain untuk mengatur
pemerintahan serta melaksanakan dan mempertahankan kekuasaan dengan cara
mengatur individu atau kelompok individu satu sama lain atau dengan negara dan
hubungan negara dengan negara.

2.1.4 Sistem Politik Indonesia


Sistem politik Indonesia diartikan sebagai kumpulan atau keseluruhan berbagai
kegiatan dalam negara Indonesia yang berkaitan dengan kepentingan umum
termasuk proses penentuan tujuan,Politik adalah semua lembaga-lembaga negara
yang tersebut di dalam konstitusi negara (termasuk fungsi legislatif, eksekutif, dan
yudikatif).
1. Sistem Politik Indonesia Sebelum Amandemen UUD 1945
Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Hal itu berarti bahwa
kedaulatan berada di tangan rakyat dan sepenuhnya dijalankan oleh MPR,
Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensiil artinya presiden
berkedudukan sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.
UUD 1945 adalah konstitusi negara Indonesia yang mengatur kedudukan dan
tanggung jawab penyelenggaraan negara, kewenangan, tugas, dan hubungan
antara lembaga-lembaga negara. UUD 1945 juga mengatur hak dan kewajiban
warga negara.
Lembaga legislatif terdiri atas MPR yang merupakan lembaga tertinggi negara
dan DPR. Lembaga eksekutif terdiri atas presiden dan menjalankan tugasnya yang
dibantu oleh seorang wakil presiden serta kabinet. Lembaga yudikatif
menjalankan kekuasaan kehakiman yang dilakukan oleh MA sebagai lembaga
kehakiman tertinggibersama badan-badan kehakiman lain yang berada
dibawahnya.

2. Sistem Politik Indonesia Setelah Amandemen UUD 1945


Pokok-pokok sistem politik di Indonesia setelah amandemen UUD 1945 adalah
sebagai berikut :
• Bentuk negara adalah kesatuan, sedangkan bentuk pemerintahan adalah
republik. NKRI terbagi dalam 33 daerah provinsi dengan menggunakan prinsip
desentralisasi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab. Dengan demikian,
terdapat pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
• Kekuasaan eksekutif berada ditangan presiden. Presiden adalah kepala
negara sekaligus kepala pemerintahan. Presiden beserta wakilnya dipilih dalam
satu paket secara langsung oleh rakyat. Presiden tidak bertanggung jawab pada
parlemen, dan tidak dapat membubarkan parlemen. Masa jabatan presiden beserta
wakilnya adalah 5 tahun dan setelahnya dapat dipilih kembali untuk satu kali
masa jabatan.
• Tidak ada lembaga tertinggi dan lembaga tinggi negara. Yang ada
lembaga-lembaga negara seperti MPR, DPR, DPD, BPK, presiden, MK, KY dan
MA.
• DPA ditiadakan yang kemudian dibentuk sebuah dewan pertimbangan
yang berada langsung dibawah presiden.
• Kekuasaan membentuk UU ada ditangan DPR. Selain itu DPR
menetapkan anggaran belanja negara dan mengawasi jalannya pemerintahan.DPR
tidak dapat dibubarkan oleh presiden beserta kabinetnya, tetapi dapat mengajukan
usulan pemberhentian presiden kepada MPR.
2.2 Pengertian Sistem Ketatanegaraan
Istilah Sistem Ketatanegaraan merupakan gabungan dari dua kata, yaitu: “Sistem”
dan “Ketatanegaraan”. Sistem berarti keseluruhan yang terdiri dari beberapa
bagian yang mempunyai hubungan fungsional baik antara bagian-bagian maupun
hubungan fungsional terhadap keseluruhannya, sehingga hubungan tersebut
menimbulkan suatu ketergantungan antara bagian-bagian yang akibatnya jika
salah satu bagian tidak bekerja dengan baik akan mempengaruhi keseluruhnya itu.
Ketatanegaraan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berasal dari kata tata
negara yang artinya seperangkat prinsip dasar yang mencakup peraturan susunan
pemerintah , bentuk negara, dan sebagainya yang menjadi dasar peraturan suatu
negara. Sedangkan menurut hukumnya, tata negara adalah suatu kekuasaan sentral
yang mengatur kehidupan bernegara yang menyangkut sifat, bentuk , tugas negara
dan pemerintahannya serta hak dan kewajiban para warga terhadap pemerintah
atau sebaliknya. Jadi dapat disimpulkan Ketatanegaran adalah segala sesuatu
mengenai tata negara.
Dari pengertian itu, maka secara harfiah Sistem Ketatanegaraan dapat diartikan
sebagai suatu bentuk hubungan antar lembaga negara dalam mengatur kehidupan
bernegara.

2.2.1 Sistem Ketatanegaraan Indonesia


1) Struktur Ketatanegaraan RI “Sebelum” Amandemen UUD 1945
Undang-Undang Dasar merupakan hukum tertinggi, kemudian kedaulatan rakyat
diberikan seluruhnya kepada MPR (Lembaga Tertinggi). MPR mendistribusikan
kekuasaannya (distribution of power) kepada 5 Lembaga Tinggi yang sejajar
kedudukannya, yaitu:
a) Mahkamah Agung (MA),
b) Presiden,
c) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR),
d) Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dan;
e) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
2) Struktur Ketatanegaraan RI “Setelah” Amandemen UUD 1945
Salah satu agenda penting dari gerakan reformasi adalah amandemen terhadap
UUD 1945 yang kemudian berhasil dilaksanakan selama 4 tahun berturut-turut
melalui Sidang Tahunan MPR yaitu tahun 1999, 2000, 2001, dan tahun 2002..
Adapun Latar Belakang pelaksanaan Amandemen UUD 1945 :
• Undang-Undang Dasar 1945 membentuk struktur ketatanegaraan yang
bertumpu pada kekuasaan tertinggi di tangan MPR yang sepenuhnya
melaksanakan kedaulatan rakyat. Hal ini berakibat pada tidak terjadinya checks
and balances pada institusi-institusi ketatanegaraan.
• Undang-Undang Dasar 1945 memberikan kekuasaan yang sangat besar
kepada pemegang kekuasaan eksekutif (Presiden). Sistem yang dianut UUD 1945
adalah executive heavy yakni kekuasaan dominan berada di tangan Presiden
dilengkapi dengan berbagai hak konstitusional yang lazim disebut hak prerogatif
(antara lain: memberi grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi) dan kekuasaan
legislatif karena memiliki kekuasan membentuk Undang-undang.
• UUD 1945 mengandung pasal-pasal yang terlalu “luwes” dan “fleksibel”
sehingga dapat menimbulkan lebih dari satu penafsiran (multitafsir), misalnya
Pasal 7 UUD 1945 (sebelum di amandemen).
• UUD 1945 terlalu banyak memberi kewenangan kepada kekuasaan
Presiden untuk mengatur hal-hal penting dengan Undang-undang. Presiden juga
memegang kekuasaan legislatif sehingga Presiden dapat merumuskan hal-hal
penting sesuai kehendaknya dalam Undang-undang.
Perubahan pada UUD 1945 setelah amandemen membawa perubahan pula pada
Sistem Ketatanegaraan yang dimana sebelumnya MPR memiliki kekuasaan yang
tidak terbatas dirubah menjadi kedaulatan berada di tangan rakyat dan
dilaksanakan menurut Undang Undang Dasar.
1. Kewenangan MPR setelah Amandemen UUD 1945
Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan
Undang-undang Dasar.
Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik Presiden dan/atau Wakil
Presiden.
Majelis permusyawaratan Rakyat hanya dapat memberhentikan Presiden
dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatanya menurut Undang-Undang Dasar.
Amandemen juga mencabut kekuasaan untuk membuat Undang - Undang dari
tangan Presiden dan memberikan kekuasaan untuk membuat Undang - Undang
tersebut kepada DPR. Sehingga jelas bahwa amandemen ingin mempertegas
posisi check and balances antara presiden sebagai lembaga eksekutif dan DPR
sebagai lembaga legislatif.
2. Kewenangan DPR setelah Amandemen UUD 1945
Membentuk undang-undang yang dibahas dengan presiden untuk
mendapatkan persetujuan bersama.
Membahas dan memberikan persetujuan peraturan pemerintahan
pengganti undang-undang.
Menerima dan membahas usulan RUU yang diajukan DPD yang berkaitan
dengan bidang tertentu dan mengikutsertakannya dalam pembahasan.
Menetapkan APBN bersama presiden dengan memperhatikan DPD.
Melaksanakan pengawasan terhadap UU, APBN, serta kebijakan
pemerintah, dan sebagainya..
Pergeseran lain adalah terbentuknya lembaga perwakilan Dewan Perwakilan
Daerah Republik Indonesia sebagai utusan daerah yang dipilih secara langsung
melalui pemilihan umum.
3. Kewenangan DPD
Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia dapat mengajukan kepada
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Rancangan undang-undang yang
berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan
pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan
sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan
keuangan pusat dan daerah.
Memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia atas Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja
negara dan Rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan,
dan agama.
4. Kewenangan MA setelah Amandemen UUD 1945
Berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan
perundangundangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan
mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang.
Mengajukan tiga orang anggota hakim konstitusi.
Memberikan pertimbangan dalam hal Presiden memberi grasi dan
rehabilitasi.
5. Kewenangan MK setelah Amandemen UUD 1945 :
Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan
terakhir yang putusannya bersifat final.
Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR
bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD 1945.
Dalam masa pasca amandemen terdapat lembaga baru yakni KY (Komisi
Yudisial).
6. Kewenangan KY
Melakukan pengawasan terhadap Hakim agung di Mahkamah Agung.
Melakukan pengawasan terhadap Hakim pada badan peradilan di semua
lingkungan peradilan yang berada di bawah MA.
Dan Pasca Amandemen Anggota BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) dipilih DPR
dengan memperhatikan pertimbangan DPD.
7. Kewenangan BPK setelah Amandemen UUD 1945
Mengawasi dan memeriksa pengelolaan keuangan negara (APBN) dan
daerah (APBD)
Menyampaikan hasil pemeriksaan kepada DPR dan DPD dan
ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum. Berkedudukan di ibukota negara dan
memiliki perwakilan di setiap provinsi.
Setelah amandemen kewenangan dan tugas Presiden lebih dipertegas lagi tidak
sama halnya pada masa sebelum amandemen.
8. Kewenangan Presiden setelah Amandemen UUD 1945
Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan
Perwakilan Rakyat.
Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-
undang sebagaimana mestinya.
Dalam hal ihwal kegentingan yang memmaksa, Presiden berhak
menetapkan Peraturan Pemerintah sebagai Pengganti Undang-undang.
Peraturan Pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat dalam persidangan berikut.
Jika tidak mendapat persetujuan maka Peraturan Pemerintah itu harus
dicabut.
2.2.2 Kondisi Republik Indonesia dalam Menjalankan Sistem
Ketatanegaraannya pada Saat ini
Menurut Bapak Sulardi (Dosen Hukum Tata Negara Universitas Muhammadiyah
Malang) arah pembangunan ini mulai tak terarah sejak GBHN hilang dari
peredarannya meskipun sudah terdapat Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional (RPJPN). Visi pembanguan nasional 2005-2025 adalah Indonesia yang
mandiri, maju, adil, dan makmur. Visi itulah yang hingga saat ini belum
ditemukan wujudnya. Alih-alih terwujud, keresahan dan ketidakpastian masa
depan bangsa justru ada di depan mata dan bahkan menjauh dari nilai-nilai
Pancasila.
Sistem presidensial, yang berlaku sekarang, membawa konsekuansi bahwa
presiden dipilih oleh rakyat. Karena presiden dipilih oleh rakyat, dia bertanggung
jawab kepada rakyat dan konstitusi. Dengan demikian, konsekuensi
ketatanegaraan berkaitan dengan arah pembanguan nasional ditentukan oleh
presiden dengan mewujudkan janji-janji yang dia kampanyekan menjelang
pemilihan presiden. Janji-janji itulah yang semestinya diwujudkan dalam visi dan
misi RPJPN, yang dapat diurai menjadi pembangunan jangka pendek dan jangka
panjang.
Hasrat untuk kembali menghadirkan GBHN yang disusun oleh MPR sebagai
pedoman pembangun nasional secara konstitusional telah tertutup. Bangsa ini
sebaiknya menghormati dan melaksanakan kesepakatan yang diwujudkan dari
hasil perubahan UUD 1945. Kini presiden bukan lagi bawahan MPR dan MPR
bukan lagi pemegang dan pelaksana kedaulatan rakyat, sehingga tidak
mungkinlah memaksa MPR menyusun GBHN dan menyodorkan kepada presiden
untuk melaksanakan. Inilah konsekuensi dari perubahan.

pengaruh hukum dan kekuasaan adalah pengaruh timbal balik yang saling
mengontro dan melengkapi. Karena kekuasaan yang tanpa hukum akan terjadi
potensi kuat terhadap kesewenang-wenangan sedangkan hukum tanpa kekuasaan
menjadi tidak memiliki kekuatan memaksa dalam menyelenggarakan dan
mewujudkan keamanan, ketertiban dan keteraturan dalam kehidupan
bermayarakat, berbangsa dan bernegara.

2.1 Kedudukan Pancasila Pra Kemerdekaan


2.1.1 Zaman Kerajaan
Pancasila merupakan khasanah budaya Indonesia, karena nilai-nilai tersebut hidup
dalam sejarah Indonesia yang terdapat dalam beberapa kerajaan yang ada di
Indonesia, seperti berikut:
1. Pada kerajaan Kutai, masyarakat Kutai merupakan pembuka zaman
sejarah Indonesia untuk pertama kali, karena telah menampilkan nilai sosial
politik, dan Ketuhanan dalam bentuk kerajaan, kenduri dan sedekah kepada para
Brahmana (Kaelan, 2000: 29).
2. Perkembangan kerajaan Sriwijaya oleh Mr. Muhammad Yamin disebut
sebagai Negara Indonesia Pertama dengan dasar kedatuan, itu dapat ditemukan
nilai-nilai Pancasila material yang paling berkaitan satu sama lain, seperti nilai
persatuan yang tidak terpisahkan dengan nilai ke-Tuhanan yang tampak pada raja
sebagai pusat kekuasaan dengan kekuatan religius berusaha mempertahankan
kewibawaannya terhadap para datu. Nilai-nilai kemasyarakatan dan ekonomi yang
terjalin satu sama lain dengan nilai internasionalisme dalam bentuk hubungan
dagang yang terentang dari pedalaman sampai ke negeri-negeri seberang lautan
pelabuhan kerajaan dan Selat Malaka yang diamankan oleh para nomad laut yang
menjadi bagian dari birokrasi pemerintahan Sriwijaya (Suwarno, 1993: 20-21).
3. Pada masa kerajaan Majapahit, di bawah raja Prabhu Hayam Wuruk dan
Apatih Mangkubumi, Gajah Mada telah berhasil mengintegrasikan nusantara.
Faktor-faktor yang dimanfaatkan untuk menciptakan wawasan nusantara itu
adalah: kekuatan religio magis yang berpusat pada Sang Prabhu, ikatan sosial
kekeluargaan terutama antara kerajaan-kerajaan daerah di Jawa dengan Sang
Prabhu dalam lembaga Pahom Narandra.
Jadi dapatlah dikatakan bahwa nilai-nilai religious sosial dan politik yang
merupakan materi Pancasila sudah muncul sejak memasuki zaman sejarah
(Suwarno, 1993: 23-24). Bahkan, pada masa kerajaan ini, istilah Pancasila
dikenali yang terdapat dalam buku Nagarakertagama karangan Prapanca dan buku
Sutasoma karangan Empu Tantular. Dalam buku tersebut istilah Pancasila di
samping mempunyai arti “berbatu sendi yang lima” (dalam bahasa Sansekerta),
juga mempunyai arti “pelaksanaan kesusilaan yang lima” (Pancasila Krama),
yaitu:
1. Tidak boleh melakukan kekerasan
2. Tidak boleh mencuri
3. Tidak boleh berjiwa dengki
4. Tidak boleh berbohong
5. Tidak boleh mabuk minuman keras (Darmodihardjo, 1978: 6).

2.1.2 Zaman Pasca Kerajaan


Selain zaman kerajaan, masih banyak fase-fase yang harus dilewati menuju
Indonesia merdeka hingga tergalinya Pancasila yang setelah sekian lama
tertimbun oleh penjajahan Belanda. Sebagai salah satu tonggak sejarah yang
merefleksikan dinamika kehidupan kebangsaan yang dijiwai oleh nilai-nilai
Pancasila adalah termanifestasi dalam Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober
1928 yang berbunyi, “Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah
yang satu, tanah air Indonesia; Kami putra dan putri Indonesia mengaku
berbangsa yang satu, bangsa Indonesia; Kami putra dan putri Indonesia
menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Penemuan kembali Pancasila
sebagai jati diri bangsa terjadi pada sidang pertama BPUPKI yang dilaksanakan
pada 29 Mei sampai 1 Juni 1945. Pada tanggal 1 Juni 1945 di depan sidang
BPUPKI, Ir. Soekarno menyebutkan lima dasar bagi Indonesia merdeka.
Pada awal kelahirannya, menurut Onghokham dan Andi Achdian, Pancasila tidak
lebih sebagai kontrak sosial. Hal tersebut ditunjukkan oleh sengitnya perdebatan
dan negosiasi di tubuh BPUPKI dan PPKI ketika menyepakati dasar negara yang
kelak digunakan Indonesia merdeka (Ali, 2009: 17). Inilah perjalanan The
Founding Fathers yang begitu teliti mempertimbangkan berbagai kemungkinan
dan keadaan agar dapat melahirkan dasar negara yang dapat diterima semua
lapisan masyarakat Indonesia.

2.2 Kedudukan Pancasila Era Kemerdekaan


Awal dekade 1950-an muncul inisiatif dari sejumlah tokoh yang hendak
melakukan interpretasi ulang terhadap Pancasila. Saat itu muncul perbedaan
perspektif yang dikelompokkan dalam dua kubu. Pertama, tokoh berusaha
menempatkan Pancasila lebih dari sekedar kompromi politik atau kontrak sosial.
Mereka memandang pancasila sebuah filsafat sosial atau weltanschauung bangsa.
Kedua, mereka yang menempatkan pancasila sebagai sebuah kompromi politik.
Dasar argumentasinya adalah fakta yang muncul dalam sidang BPUPKI dan
PPKI. Pancasila pada saat itu benar-benar merupakan kompromi politik diantara
golongan nasionalis netral agama. (Sidik Djojosukarto dan Sutan takdir
Alisyahbana dkk). Dan nasionalis islam (Hamka, Syaifuddin Zuhri sampai
Muhammad Natsir dkk) mengenai dasar negara.

2.3 Kedudukan Pancasila Era Orde Lama


Terdapat dua pandangan besar terhadap Dasar Negara yang berpengaruh terhadap
munculnya Dekrit Presiden. Pandangan mereka yang memenuhi anjuran
Presiden/Pemerintah untuk kembali ke Undang-undang Dasar 1945 dengan
Pancasila sebagaimana dirumuskan dalam Piagam Jakarta sebagai Dasar Negara.
Sedangkan pihak lain menyetujui kebali ke UUD 1945. Tanpa cadangan artinya
dengan Pancasila seperti yang dirumuskan dalam Pembukaan UUD yang disahkan
PPKI tanggal 18 Agustus 1945 sebagai Dasar Negara. Namun usulan tersebut
tidak mencapai kuorum keputusan sidang konstituante. (Anshari,1981:99)

2.4 Kedudukan Pancasila Era Orde Baru


Pada peringatan hari lahir Pancasila, 1 Juni 1967 Presiden Soeharto mengatakan
“Pancasila makin banyak mengalami ujian zaman dan maki bulat tekad kita
mempertahankan Pancasila”. Presiden Soeharto juga mengatakan “Pancasila sama
sekali bukan sekedar semboyan untuk dikumandangkan, dikeramatkan dalam
naskah UUD, melainkan Pancasila haris diamalkan. (Setiardja,1994:5)
Pancasila dijadikan sebagai political force disamping sebagai kekuatan ritual.
Pada 1 Juni 1968 presiden Soeharto mengatakan bahwa pancasila sebagai
pegangan hidup bangsa akan membuat bangsa Indonesia tidak loyo, bahkan jika
ada pihak-pihak tertentu mau mengganti, merubah Pancasila dan menyimpang
dari Pancasila pasti digagalkan.(Pranoto dalam Dodo dan Endah(ed),2010:42).

2.5 Kedudukan Pancasila Era Reformasi sampai Sekarang


Pada masa reformasi, penerapan Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan
hidup bangsa terus menghadapi berbagai tantangan. Penerapan Pancasila tidak
lagi dihadapkan pada ancaman pemberontakan-pemberontakan yang ingin
mengganti Pancasila dengan ideologi lain, akan tetapi lebih dihadapkan pada
kondisi kehidupan masyarakat yang diwarnai oleh kehidupan yang serba bebas.
Kebebasan yang mewarnai kehidupan masyarakat Indonesia saat ini meliputi
berbagai macam bentuk mulai dari kebebasan berbicara, berorganisasi,
berekspresi dan sebagainya. Kebebasan tersebut di satu sisi dapat memacu
kreatifitas masyarakat, tapi disisi lain juga bisa mendatangkan dampak negatif
yang merugikan bangsa Indonesia sendiri. Banyak hal negatif yang timbul sebagai
akibat penerapan konsep kebebasan yang tanpa batas, seperti munculnya
pergaulan bebas, pola komunikasi yang tidak beretika dapat memicu terjadinya
perpecahan, dan sebagainya.
Tantangan lain dalam penerapan Pancasila di era reformasi adalah menurunnya
rasa persatuan dan kesatuan diantara sesama warga bangsa saat ini adalah yang
ditandai dengan adanya konflik di beberapa daerah, tawuran antar pelajar, tindak
kekerasan yang dijadikan sebagai alat untuk menyelesaikan permasalahan dan
sebagainya. Peristiwa-peristiwa tersebut telah banyak menelan korban jiwa antar
sesama warga bangsa dalam kehidupan masyarakat, seolah-olah wawasan
kebangsaan yang dilandasi oleh nilai-nilai Pancasila yang lebih mengutamakan
kerukunan telah hilang dari kehidupan masyarakat Indonesia.
Kemudian, selain dua tantangan tersebut, saat ini bangsa Indonesia dihadapkan
pada perkembangan dunia yang sangat cepat dan mendasar, serta berpacunya
pembangunan bangsa-bangsa. Dunia saat ini sedang terus dalam gerak mencari
tata hubungan baru, baik di lapangan politik, ekonomi maupun pertahanan
keamanan. Walaupun bangsa-bangsa di dunia makin menyadari bahwa mereka
saling membutuhkan dan saling tergantung satu sama dengan yang lain, namun
persaingan antar kekuatan-kekuatan besar dunia dan perebutan pengaruh masih
berkecamuk.

3.1 Kesimpulan
Pancasila adalah pandangan hidup bangsa dan dasar bagi negara Republik
Indonesia. Pancasila juga merupakan salah satu alat pemersatu bangsa. Maka
bangsa Indonesia menjadikan pengamalan Pancasila sebagai perjuangan utama
dalam kehidupan masyarakat dan kehidupan bernegara. Setiap tingkah laku dan
perbuatan harus dilandasi kelima sila Pancasila. Setiap warga negara Indonesia
sangat berperan penting dalam pengamalan Pancasila demi tercapainya cita-cita
bangsa Indonesia yang bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Jadi kesimpulan dari makalah ini adalah bangsa dan negara Indonesia tidak bisa
menghindari akan adanya perubahan kedudukan pancasila dari masa-kemasa dan
menjadikan pancasila sebagai pedoman dalam menjalani kehidupan
bermasyarakat dan bangsa Indonesia akan tetap bisa menjaga eksistensi dan jati
diri bangsa Indonesia

Anda mungkin juga menyukai