Petunjuk Umum :
1. Berdoalah sebelum mengerjakan soal PTS ini.
2. Bacalah petunuk ini dengan seksama .
3. Periksalah soal sebelum anda mengerjakan ,apabila ada soal yang tidak jelas atau tidak lengkap
segera beritahukan kepada wali kelas ( daring), panitia (luring)
4. Jumlah soal sebanyak 5 nomor dan berbentuk uraian, semua soal wajib dikerjakan
5. Tulislah jawaban anda pada kertas folio bergaris. Jangan lupa tulislah nama, kelas, dan mata
pelajaran pada lembar jawaban tersebut.
6. Kumpulkan lembar jawaban anda pada :
Tgl 3 oktober 2020.
Waktu : pukul 08.00 – 12.00
Melalui Whatsapp grup atau Whatsapp guru mata pelajaran atau GCR
7. Bagi yang tidak mengumpulkan lembar jawaban sesuai dengan waktu yang ditentukan diatas
dianggap tidak mengikuti PTS Semester Ganjil 2020/ 2021.
SOAL
1) Bandingkanlah bagaimana penerapan Pancasila pada masa Orde Lama periode 1945-1949 dan
periode 1950-1959
Jawaban :
Periode 1945-1949
Pada periode ini, penerapan Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup menghadapi
berbagai masalah. Ada upaya-upaya untuk mengganti Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan
hidup bangsa. Upaya-upaya tersebut terlihat dari munculnya gerakan-gerakan pemberontakan yang
tujuannya menganti Pancasila dengan ideologi lainnya.
Ada dua pemerontakan yang terjadi pada periode ini yaitu:
1. Pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) di Madiun terjadi pada tanggal 18 September
1948.
Pemberontakan ini dipimpin oleh Muso. Tujuan utamanya adalah mendirikan Negara Soviet
Indonesia yang berideologi komunis. Dengan kata lain, pemberontakan tersebut akan mengganti
Pancasila dengan paham komunis. Pemberontakan ini pada akhirnya bisa digagalkan.
2. Pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia dipimpin oleh Sekarmaji Marijan
Kartosuwiryo.
Pemberontakan ini ditandai dengan didirikannya Negara Islam Indonesia (NII) oleh Kartosuwiryo
pada tanggal 17 Agustus 1949. Tujuan utama didirikannya NII adalah untuk mengganti Pancasila
sebagai dasar negara dengan syari’at islam. Upaya penumpasan pemberontakan ini memakan
waktu yang cukup lama. Kartosuwiryo bersama para pengikutnya baru bisa ditangkap pada
tanggal 4 Juni 1962.
Pada periode 1950-1959
Pada periode ini dasar negara tetap Pancasila, akan tetapi dalam penerapannya lebih diarahkan seperti
ideologi leberal. Hal tersebut dapat dilihat dalam penerapan sila keempat yang tidak lagi berjiwakan
musyawarah mufakat, melainkan suara terbanyak (voting). Pada periode ini persatuan dan kesatuan
mendapat tantangan yang berat dengan munculnya pemberontakan yaitu :
1. Republik Maluku Selatan (RMS),
2. Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI), dan
3. Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta) yang ingin melepaskan diri dari NKRI.
Dalam bidang politik, demokrasi berjalan lebih baik dengan terlaksananya pemilu 1955 yang
dianggap paling demokratis. Tetapi anggota Konstituante hasil pemilu tidak dapat menyusun Undang-
Undang Dasar seperti yang diharapkan. Hal ini menimbulkan krisis politik, ekonomi, dan keamanan,
yang menyebabkan pemerintah mengeluarkan. Dekrit Presiden 1959 untuk membubarkan
Konstituante, Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950 tidak berlaku, dan kembali kepada
Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Kesimpulan yang ditarik dari penerapan Pancasila selama
periode ini adalah Pancasila diarahkan sebagai ideology liberal yang ternyata tidak menjamin
stabilitas pemerintahan.
Dunia masa kini sedang dihadapi kepada gelombang perubahan secara cepat, mendasar,
spektakuler, sebagai implikasi arus globalisasi yang melanda seluruh penjuru dunia, khususnya di
abad XXI sekarang ini, bersamaan arus reformasi yang sedang dilakukan oleh bangsa Indonesia.
Reformasi telah merombak semua segi kehidupan secara mendasar, maka semakin terasa
orgensinya untuk menjadi Pancasila sebagai dasar negara dalam kerangka mempertahankan
jatidiri bangsa dan persatuan dan kesatuan nasional, lebih-lebih kehidupan perpolitikan nasional
yang tidak menentu di era reformasi ini. Berdasarkan hal tersebut diatas perlunya reposisi
Pancasila yaitu reposisi Pancasila sebagai dasar negara yang mengandung makna Pancasila harus
diletakkan dalam keutuhannya dengan Pembukaan UUD 1945, dieksplorasikan pada dimensi-
dimensi yang melekat padanya.
Di era reformasi ini, Pancasila seakan tidak memiliki kekuatan mempengaruhi dan menuntun
masyarakat. Pancasila tidak lagi populer seperti pada masa lalu. Elit politik dan masyarakat
terkesan masa bodoh dalam melakukan implementasi nilai-nilai pancasila dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Pancasila memang sedang kehilangan legitimasi, rujukan dan elan
vitalnya. Sebab utamannya karena rejim Orde Lama dan Orde Baru menempatkan Pancasila
sebagai alat kekuasaan yang tinggi.
Pancasila yang seharusnya sebagai nilai, dasar moral etik bagi negara dan aparat pelaksana
Pegara, dalam kenyataannya digunakan sebagai alat legitimasi politik. Puncak dari keadaan
tersebut ditandai dengan hancurnya ekonomi nasional, maka timbullah berbagai gerakan
masyarakat yang dipelopori oleh mahasiswa, cendekiayan dan masyarakat sebagai gerakan moral
politik yang menuntut adanya "Reformasi" di segala bidang politik, ekonomi dan hukum (Kaelan,
2000: 245). Saat Orde Baru tumbang, muncul fobia terhadap Pancasila. Dasar negara itu untuk
sementara waktu seolah dilupakan karena hampir selalu identik dengan rezim Orde Baru. Dasar
negara itu berubah menjadi ideologi tunggal dan satu-satunya sumber nilai serta kebenaran.
Negara menjadi maha tahu mana yang benar dan mana yang salah. Nilai-nilai itu selalu ditanam
ke benak masyarakat melalui indoktrinasi .
Dengan seolah-olah "dikesampingkannya" Pancasila pada Era Reformasi ini, pada awalnya
memang tidak napak suatu dampak negatif yang berarti, namun semakin hari dampaknya makin
terasa dan berdampak sangat fatal terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia. Dalam
kehidupan sosial, masyarakat kehilangan kendali atas dirinya, akibatnya terjadi konflik-konflik.
Seiring berjalannya waktu hingga kini, demokrasi di Indonesia masih juga diwarnai dengan
politisasi uang. Sehingga percuma ada demokrasi. Demokrasi sudah hamper mati. Kurangnya
juga penanaman nilai- nilai pancasila dalam diri anak, sehingga tidak ada rasa cinta pada tanah
air. Solusinya, kita sebagai generasi muda harus berjuang memajukan Negara ini dengan
Pancasila sebagai pedoman dan pembimbing kita.