Anda di halaman 1dari 3

Indonesia Masa Orde Baru

Kelompok 1
Orde Baru atau dikenal juga dengan sebutan Orba adalah tatanan pemerintahan
dengan sistem baru di Indonesia. Sejarah singkat Orde Baru dimulai pada masa jabatan
Presiden Soeharto. Rentang waktu kekuasaan pemerintahan Orde Baru berlangsung selama
32 tahun diawali surat perintah yang dikeluarkan pada 11 Maret 1966 hingga tahun 1998.
Lahirnya Orde Baru ditandai Tri Tuntutan Rakyat atau Tritura yang terdiri dari tiga tuntutan,
yakni pembubaran PKI, perombakan Kabinet Dwikora, dan penurunan harga.

A. Masa Transisi Menuju Orde Baru


1. Aksi Tiga Tuntutan Rakyat (Tritura)

 Front Pancasila dan sejumlah kelompok masyarakat mencetuskan Tritura (Tiga


Tuntutan Rakyat) pada 10 Januari 1966.
 Hal yang menyebabkan aksi Tritura yaitu adanya ketidakpuasan dari Kesatuan Aksi
Mahasiswa Indonesia (KAMI) dan masyarakat terhadap sikap dan kebijakan
pemerintah.
 Isi Tritura: Pembubaran PKI dan ormas ormasnya, bersihkan kabinet Dwikora dari
unsur G30S/PKI, turunkan harga barang
 Pada 11 Maret 1966, mahasiswa kembali mengadakan demonstrasi massal di depan
Istana Negara.
 Letnan Jenderal Soeharto meminta Presiden Soekarno memberikan surat perintah
guna mengatasi konflik tersebut. Akhirnya, Presiden Soekarno memberikan surat
perintah kepada Letjen Soeharto, yang kemudian dikenal dengan nama Supersemar.

2. Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar)

 Supersemar adalah surat yang menjadi penanda peralihan kepemimpinan nasional dari
pemerintahan Orde Lama ke Orde Baru. Kata Supersemar sendiri merupakan
singkatan dari Super Perintah 11 Maret 1966.
 Pada tanggal 11 Maret 1966, Presiden Soekarno mengeluarkan surat perintah kepada
Letjen Soeharto untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu dalam rangka
memulihkan keamanan dan kewibawaan pemerintah.
 Setelah menerima Supersemar, pada 12 Maret 1966 Letjen Soeharto membubarkan
dan melarang PKI beserta ormas-ormas yang bernaung atau senada dengannya di
seluruh Indonesia.

3. Dualisme Kepemimpinan Nasional


 Dualisme kepemimpinan Soekarno-Soeharto pada tahun 1966-1967 identik dengan
adanya dua pemimpin dengan kewenangan yang sama sebagai kepala pemerintahan
yaitu Soekarno menjabat sebagai Presiden dan Soeharto menjadi pengemban
Supersemar.
 22 Juni 1966. Soekarno menyampaikan pidato pertanggungjawaban di Sidang MPRS.
Dalam pidato itu, Soekarno bersikeras tidak mau membubarkan PKI. Pidato yang
dikenal sebagai Nawaksara ini ditolak oleh MPRS.
 22 Februari 1967, penyerahan kekuasaan Soekarno kepada Soeharto pun terjadi.
Soekarno mengumumkan pengunduran dirinya di Istana Merdeka.

B. Penguatan Negara dan Kelemahan Kebijakan Orde Baru bagi Pembangunan


Masyarakat

1. Memindahkan Poros Politik hingga Memberlakukan Politik Tiga Warna

Orde Baru mengembalikan Indonesia kembali menjadi anggota PBB dan politik luar
negeri Indonesia menjadi politik bebas aktif. Hal ini adalah target Soeharto dalam pemulihan
krisis politik luar negeri serta meningkatkan kerja sama dengan negara lain.

Tahun 1977 partai politik yang berpartisipasi hanya 3 parpol, yaitu PPP, PDI, Golkar.
Sepuuh partai peserta pemilu 1971 dilebur melalui fusi ketiga partai tersebut. Ketiga fraksi
tersebut memiiki warna yang khas yaitu hijau, merah, kuning.Golkar selalu tercatat sebagai
pemenang pemilu selama masa orde baru. Politik tiga warna yang mulai berlaku sejak 1977-
1988 membuat kepemimpinan Soeharto Langgeng hngga 32 tahun.

2. Ekonomi sebagai Panglima Pembangunan

 Pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat pesat karena efek 2 kali Oil Boom yang
terjadi sekitar 1970-an. Sebagai negara penghasil minyak bumi, pemerintah Indonesia
dapat mengurangi ketergantungan investasi asing dan membiayai pembangunan
secara besar besaran.
 Sayangnya, karakteristik pemerintahan Soeharto bersifat militeristik dan cenderung
membagi politik ekonomi ke sekelompok kecil elite pendukung membuat nya lekat
dengan korupsi, kolusi dan nepotisme.
 Tahun 1980-an, pemerintah menggalakkan kegiatan ekspor dan menderegulasi sistem
finansial. Dengan mengizinkan pembukaan bank-bank swasta dan asing untuk
membuka cabang di Indonesia.
 Namun, pemerintah kesulitan memonitor aliran uang dalam sistem perbankan
Indonesia. Situasi ini menjadi faktor pemberat beban Indonesia pada masa krisis
keuangan Asia tahun 1997/1998.

3. Penegakkan Hegemoni Lewat Aspek Sosial dan Budaya


 Pada masa Orde Baru, tiap pendatang diarahkan untuk menanam padi hingga tercapai
surplus beras masa itu. Namun kesuksesan ini menyisakan masalah, salah satunya
adalah pangan pokok yang semula beragam menjadi beras saja
 Di bidang pendidikan, Soeharto juga melakukan gebrakan, diantaranya
pemberantasan buta aksara, gerakan wajib belajar 9 tahun, dan pembangunan SD
Inpres hingga ke pelosok. Loncatan kebijakan Soeharto ini membuat jumlah peserta
didik naik secara signifikan. Akan tetapi, tidak diimbangi dengan perbaikan kualitas
dan pertumbuhan mutu pendidikan.

C. Respons dan Resistensi terhadap Kebijakan Ekonomi dan Politik Pemerintahan


Soeharto

Peristiwa malapetaka, 15 januari (Malari) 1974 pergerakan kaum terpelajar dimulai


sejak 1970-an dalam rangka memberikan kritik terhadap kebijakan pemerintahan. Respon
terhadap kebijakan-kebijakan pada masa Orde Baru, juga berasal dari kalangan tokoh
nasional dan pejabat negara. Di antaranya adalah Moh.Hatta, Natsir, Ali Sadikin, Jenderal
Polisi Hoegeng, S.K.Trimurti, Syafruddin Prawinegara, dan sejumlah tokoh besar
lainnya. Petisi 50 adalah gugatan yang ditandatangani lebih dari 50 tokoh nasional.
Soeharto telah menodai serta menyalah gunakan filosofi bangsa yaitu pancasila. Petisi 50
ini merupakan sebuah upaya untuk menghidupkan demokrasi di tengah tirani Orde Baru.

D. Masa Akhir Pemerintahan Orde Baru

 Krisis Ekonomi
Melemahnya sistem perekonomian dan perbankan Indonesia, besarnya hutang luar
negeri, melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar memicu kenaikan harga harga
barang. Hengkangnya investor asing dan banyaknya pengusaha Indonesia yang
memindahkan dana perusahaannya keluar negeri.
 Krisis Pangan (Sosial)
Meskipun pada akhir 1996 jumlah produksi beras nasional mencapai angka yang
cukup besar, tidak menjamin ketahanan pangan di tingkat individu maupun rumah
tangga. Akibatnya, tingkat kemiskinan di Indonesia melonjak hingga 7,5 juta orang.

Semua ini menimbulkan krisis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Tragedi


kerusuhan 13-14 Mei 1998 menunjukkan yang terjadi bukan hanya krisis negara, melainkan
krisis kemanusiaan. Akumulasi peristiwa krisis di Indonesia berujung pada pengunduran diri
Presiden Soeharto pada 21 mei 1998.

Anda mungkin juga menyukai