Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

PENGUKURAN KINERJA

MEMPERBAIKI KINERJA BERBASIS PERILAKU

DOSEN PENGAJAR

Agnes Kidi Betan Mudamakin, SE., M. Acc

DISUSUN OLEH :
1. Crescentia Apriliany Dhey 1723754665
2. Lenci Raga 1723754678
3. Martini Ivvonia Malihing 1723754684
4. Serly Kase 1723754698

SEMESTER/KELAS

VI/B

PROGRAM STUDI AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK

JURUSAN AKUNTANSI

POLITEKNIK NEGERI KUPANG

2020

1
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan rahmatNya kami dapat menyelesaikan makalah Pengukuran Kinerja tentang
“MEMPERBAIKI KINERJA BERBASIS PERILAKU” ini dengan baik.Tidak lupa
kami juga mengucapkan banyak terimakasih kepada ibu Agnes Kidi Betan
Mudamakin, SE., M. Acc dan teman-teman sekalian atas dukungan dan bimbingan
sehingga makalah ini dapat kami selesaikan dengan baik. Kami mengetahui bahwa
makalah ini jauh dari kata sempurna, maka dari itu kami sangat membutuhkan saran dan
kritik yang membangun dari berbagai pihak demi kesempurnaan makalah ini.Semoga
dengan penyusunan makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pemahaman diri
kami dan para pembaca tentang mata kuliah ini.

Kupang, 17 April 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . i
Daftar Isi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ii
BAB I PENDAHULUAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
1.1. Latar Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1
1.2. Rumusan Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
1.3. Tujuan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2
Bab II PEMBAHASAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3
2.1. Feedback sebagai dasar . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3
perbaikan kinerja
2.2. Perubahan perilaku . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4
2.3. Teknik feedback . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5
2.4. Faktor-faktor penentu . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5
feedback yang efektif
2.5. Reward sebagai dasar . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5
perbaikan kinerja
2.6. Model ABC atas perubahan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8
perilaku
2.7. Memodifikasi perilaku . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 11
2.8. Perilaku disfungsional . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 15
2.9. Penyebab terjadinya perilaku . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 16
disfungsional
BAB III PENUTUP . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 17
3.1. Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 17
3.2. Saran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 18
DAFTAR PUSTAKA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 19

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam era globalisasi ini perkembangan industry dan perekonomian dunia


harus diimbangi oleh kinerja karyawan yang baik sehingga terciptanya dan
tercapainya target yang hendak dicapai. Salah satu persoalan penting dalam
pengelolaan sumber daya manusia (dalam tulisan ini disebut juga dengan istilah
pegawai) dalam organisasi adalah menilai kinerja pegawai. Penilaian kinerja
dikatakan penting mengingat melalui penilaian kinerja dapat diketahui seberapa
tepat pegawai telah menjalankan fungsinya. Ketepatan pegawai dalam
menjalankan fungsinya akan sangat berpengaruh terhadap pencapaian kinerja
organisasi secara keseluruhan. Selain itu, hasil penilaian kinerja pegawai akan
memberikan informasi penting dalam proses pengembangan pegawai.

Namun demikian, sering terjadi, penilaian dilakukan tidak tepat.


Ketidaktepatan ini dapat disebabkan oleh banyak faktor. Beberapa faktor yang
menyebabkan ketidaktepatan penilaian kinerja diantaranya adalah ketidakjelasan
makna kinerja yang diimplementasikan, ketidapahaman pegawai mengenai kinerja
yang diharapkan, ketidakakuratan instrumen penilaian kinerja, dan
ketidakpedulian pimpinan organisasi dalam pengelolaan kinerja.

Memperbaiki Kinerja berbasis perilaku dapat di lakukan dengan evaluasi


kinerja . Evaluasi kinerja pada dasarnya dikakukan untuk mengetahui sejauh mana
kadar profesionalisme karyawan serta seberapa tepat pegawai tekh menjalankan
fungsinya. Penilaian kinerja dimak sudkan untuk menilai dan mencari jenis
perkakuan yang tepat sehingga karyawan dapat berkembang lebih cepat sesuai
dengan harapan. Ketepatan pegawai dalam menjaknkan fungsinya akan sangat
berpengaruh terhadap pencapaian kinerja organisasi secara keseluruhan. Tidak
sedikit di perusahaan-perusahaan swasta maupun negeri yang melakukan evahuasi
kinerja pegawai tidak tepat, tidak sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada, pada
akhirnya akan berdampak pada pemberian kompensasi Oleh karena itu banyak
para karyawan yang kinerjanya menurun dan pada akhirnya harus mengundurkan
diri karena kompensasi yang tidak sesuai Dengan adanya kasus seperti inilah bagi

1
instansi pemerintahan, maupun perusahaan swasta, evaluasi kinerja sangat
berguna untuk menilai kuantitas, kualitas, efisiensi perubahan motivasi para
aparatur serta mekukan pengawasan dan perbaikan Kinerja aparatur yang optimal
sangat dibutuhkan untuk meningkatkan produktivitas dan menjaga kelangsungan
hidup instansi ini.

Orang melakukan evaluasi kinerja karyawan biasanya adalah atasan


kngsung. Evaluasi kinerja unit atau bagian organisasi adahh kepak unit tu sendiri
Alas an langsung pada umumnya mempunyai kesempatan dan akses yang huas
untuk mengamati dan menikai prestasi kerja bawahannya. Namun penikian oleh
atasan kngsung sering dianggap kurang objektif. Setiap pekerja atau karyawan
pada dasarnya merupakan orang yang paling mengetahui apa yang di lakukannya
sendiri Oleh sebab itu, masing-masing individu dapat diminta mengevahuasi
kinerjanya sendiri baik secara tidak langsung melalui haporan, maupun secara
langsung melalui permintaan dan petunjuk. Setiap individu melaporkan hasil yang
dicapai dan mengemukakan alas an-alasan bika tidak mampu mencapai hasil yang
ditargetkan. Untuk kbih menjamin objektifitas penikian, perusalaan atau
organisasi dapat pula membentuk tim evaluasi kinerja yang dianggap dapat
objektif baik untuk mengevaluasi kinerja individu maupun mengeva luasi kinerja
kebmpok dan unit atau bagian organisasi.

1.2. Rumusan Masalah


1) Bagaimana peran atau pengaruh feedback dalam memperbaiki kinerja
2) Bagaimana jenis & pengaruh perilaku yang ada dalam penilaian kinerja?

1.3. Tujuan
1) Mampu meimplementasikan pengaruh feedback dalam memperbaiki kinerja
2) Mampu memahami perilaku yang berpengaruh dalam penilaian kinerja.

2
BAB II

PEMBAHASAN

MEMPERBAIKI KINERJA BERBASIS PERILAKU

2.1. Feedback Sebagai Dasar Perbaikan Kinerja

Kinerja yang dicapai oleh suatu organisasi pada dasarnya adalah prestasi
para anggota prganisasi itu sendiri mulai dari tingkat eksekutif sampai pada
pegawai operasional. Oleh karena itu, upaya memperbaiki kinerja organisasi tidak
mungkin dapat berhasil jika perilaku para pegawai tidak diarahkan dengan baik.
Informasi hasil pengukuran kinerja dapat dijadikan feedback (umpan balik) untuk
mengarahkan perilaku pegawai ini menuju perbaikan kinerja selanjutnya.
Feedback ini memuat informasi objektif mengenai kinerja individual dan kolektif.

Feedback merupakan langkah dasar dalam upaya perbaikan


kinerja.Terdapat dua fungsi utama feedback, yaitu:

1. Instructional

Feedback berfungsi sebagai dasar dalam pemberian instruksi (pengarahan)


ketika kita mengklarifikasi peranan atau mengajarkan perilaku yang baru untuk
mendukung perbaikan kinerja.

2. Motivational

Feedback berfungsi sebagai alat pemotivasi para pegawai karena informasi


kinerja yang disampaikan sebagai acuan dalam pemberian reward dan
punishment.

Jika seseorang memperoleh dan menerima feedback atas pekerjaannya


merupakan bentuk upaya intospeksi melihat kelemahan dan kemampuan yang
dimiliki. Semakin banyak anggota organisasi yang mendapatkan feedback maka
akan lebih baik. Hal ini karena feedback mempunyai pengaruh positif atas
kinerja.

Hubungan feedback dengan Kinerja


Sumber Penerima Perubahan
Feedback (recepient) perilaku

Sumber feedback terdiri dari tiga kompenen:

3
1. Teman kerja/satu tim (peer), atasan, bawahan dan pihak luar.
2. Tugas dan kewajiban yang dibebankan (task)
3. Dirinya sendiri (self)

Ada tiga aspek penerima membutuhkan perhatian yaitu:

1. Karakter penerima

Karakteristik personalitas. Ada seseorang yang aktif mencari


informasi feedback namun ada juga seseorang yang tidak aktif bahkan
menghalangi perolehan feedback. Individu yang mempunyai
karakteristik personalitas self-esteem tinggi dan self efficacy yang rendah
biasanya tidak aktif mencari feedback.

2. Persepsi penerima feedback

Pada umumnya orang cenderung menerima feedbackpositif lebih


akurat dibanding menerima feedback negatif.

3. Evaluasi kognitif penerima feedback

Orang yang menerima feedback akan mengevaluasi keakuratan


dan kredibilitas sumber feedback, kewajaran sistem yang ada, kinerja
dibandingkan imbalan yang diterima dan juga kelayakan standar.

2.2. Perubahan Perilaku

Setelah pihak penerima mendapatkan feedback ada beberapa kemungkinan


perubahan perilaku yang bisa muncul. Perubahan perilaku ini tidak semuanya
dapat mendukung perbaikan kinerja. Beberapa hasil perubahan perilaku yang
mungkin bisa terjadi antara lain:

1. Pegawai mempunyai keinginan untuk memperbaiki kinerja tetapi tidak


memahami apa yang harus dilakukan.
2. Pegawai sangat bersemangat di awal periode tetapi selanjutnya kembali pada
perilaku yang sebenarnya.
3. Pegawai termotivasi untuk mampu lebih baik daripada kinerja selanjutnya
dengan upaya yang tekun secara terus-menerus.
4. Pegawai melakukan perlawanan (resistance) dan tidak merasa bertanggung
jawab untuk perbaikan kinerja berikutnya.

4
2.3. Teknik Feedback

Feedback melibatkan dua pihak utama, yaitu pihak sumber dan pihak
penerima feedback. Pada dasarnya feedback in dapat dilakukan dengan berbagai
cara. Beberapa cara yang umumnya digunakan adalah:

1. Atasan menevaluasi bawahan. Artinya atasan sebagai sumber feedback


untuk disampaikan kepada bawahan tentang prestasi/kinerja bawahan tersebut.
Cara ini merupakan cara yang umum diterapkan.
2. Bawahan mengevaluasi atasannya. Artinya bawahan sebagai sumber
feedback untuk disampaikan kepada atasan tentang prestasi/kinerja atasannya
tersebut. Pada umumnya atasan sering menolak cara ini karena mereka
percaya hal ini akan mengurangi kekuasaannya.
3. Setiap individu (pegawai) membandingkan kinerjanya dengan informasi
kinerja dari atasan, bawahan, teman kerja (peer) dan pihak luar.

2.4. Faktor-faktor Penentu Feedback yang Efektif

Manajer publik perlu memperhatikan beberapa faktor ketika memberikan


feedback agar dihasilkan informasi yang bermanfaat. Berikut faktor-faktor utama
yang perlu diperhitungkan:

1. Hubungan feedback dengan tingkat kinerja yang diharapkan harus jelas.


2. Memberikan feedback khusus yang berhubungan dengan pengamatan
terhadap perilaku dan ukuran hasil.
3. Hubungan antara saluran feedback terhadap area kunci keberhasilan.
4. Memberikan feedback sesegera mungkin.
5. Memberikan feedback positif untuk perbaikan tidak hanya untuk hasil akhir.
6. Fokus feedback terhadap kinerja, bukan perorangan.
7. Dasar feedback pada organisasi yang akurat dan kredibel.

2.5. Reward sebagai Dasar Perbaikan Kinerja

Penilaian kinerja seseorang harus disertai reward (penghargaan) yang bisa


memotivasi dan memicu peningkatan kinerja. Reward ini tidak mesti diwujudkan
dalam bentuk finansial, misalnya gaji atau bonus. Rewrard bisa berbentuk pujian
atau sanjunagan sebagai ungkapan penghargaan dan pengakuan atas prestasi yang
dicapai. Pada dasarnya ada dua tipe reward, yaitu social reward dan psychic
reward. Yang termasuk social reward adalah pujian dan pengakuan dari dalam
dan luar organisasi. Sedangkan psychic reward datang dari self esteem (berkaitang
dengan harga diri), self satisfacation (kepuasan diri) dan kebanggaan atas hasil

5
yang tercapai. Social reward merupakan exrtrinsic reward yang diperoleh dari
lingkunganna, seperti finansial, material, dan piagam penghargaan. Sedangkan
psychic reward adalah instrinsic reward yang datang dari dalam diri sendiri,
seperti pujian, sanjungan, dan ucapan selamat yang dirasakan pegawai sebagai
bentuk pengakuan terhadap dirinya dan mendatangkan kepuasan bagi dirinya
sendiri.

Reward dapat mengubah perilaku seseorang dan memicu peningkatan


kinerja. Terdapat empat alternatif norma pemberian reward agar dapat digunakan
untuk pemicu kinerja pegawai, yaitu:

1. Goal congruence (kesesuaian tujuan). Setiap organisasi publik pasti


mempunyai tujuan yang hendak dicapai. Sedangkan setiap individu dalam
organisasi mempunyai tujuan individual yang sering tidak selaras dengan
tujuan organisasi. Dengan demikian, reward harus diciptakan sebagai jalan
tengah agar tujuan organisasi dapat dicapai tanpa mengorbankan tujuan
individual, dan sebaliknya tujuan idividual dapat tercapai tanpa harus
mengorbankan tujuan organisasi.
2. Equity (keadilan). Reward harus dialokasikan secara proporsional dengan
mempertimbangkan besarnya kotribusi setiap individu atas kelompok. Dengan
demikian, siapa yang memberi kontribusi tinggi maka reward-nya juga akan
tinggi, sebaliknya siapa yang memberi kontribusi rendah maka reward-nya
juga akan rendah.
3. Equality (kemerataan). Reward juga harus didistribusikan secara merata bagi
semua pihak (individual/kelompok) yang telah menyumbangkan sumber
dayanya untuk ketercapaian inerja.
4. Kebutuhan. Alokasi reward kepada pegawai seharusnya mempertimbangkan
tingkat kebutuhan utama dari pegawai. Reward yang berwujud finansial tidak
selalu sesuai dengan kebutuhan utama pegawai.

Pemberian reward yang berhasil dapat meningkatkan tangible outcomes


seperti individual, kelompok, kinerja organisasi, kuantitas dan kualitas kinerja.
Selain itu, reward juga dapat mengarahkan tindakan dan perilaku dalam team
work, kerja sama dan pengambilan resiko, serta kreativitas. Sistem reward yang
baik dapat memotivasi orang serta memuaskan mereka sehingga dapat
menumbuhkan komitmen terhadap organisasi. Namun, sistem reward yang
kurang baik justru sering gagal dalam memotivasi dan menumbuhkan semangat
peningkatan kinerja. Meskipun motivasi uang dan waktu yang sangat besar untuk
sistem reward organisasi, dampak motivasi yang diinginkan sering tidak tercapai.
Sedikitnya terdapat delapan alasan, mengapa reward justru menurunkan motivasi
dan kinerja, antara lain:

6
1. Terlalu menekankan pada reward moneter. Hal ini sesuai dengan apa yang
dibutuhkan individu bahwa mereka tidak semuanya merasa puas dengan
imbalan berwujud finansial.
2. Rasa menghargai pada penerima reward sangat kurang. Reward sering
diberikan dalam bentuk berwujud tetapi tidak disertai penghargaan/pengakuan
yang layak.
3. Banyak yang menerima reward. Semakin banyak yang menerima reward
dengan nilai yang tidak proporsional akan mengurangi motivasi seseorang.
4. Memberikan reward dengan kriteria yang salah. Misalnya hanya diukur dari
waktu kerja seingga pegawai termotivasi hanya untuk mempercepat pekerjaan
tanpa mempertimbangkan hasil.
5. Lamanya penangguhan (delay) antar kinerja antara kinerja yang reward.
Reward yang tidak segera diberikan membuat seseirang merasa kurang
dihargai.
6. Kriteria reward sangat fleksibel. Tidak pernah ada ukuran yang baku dalam
pemberian reward membuat kesenjangan antara apa yang diharapkan
seseorang dengan apa yang sebenarnya diterima.
7. Sasaran reward hanya untuk motivasi jangka pendek. Reward sering hanya
berpengaruh sementara terhadap motivasi dan kinerja pegawai.
8. Pemberian kompensasi jajaran top manajemen (eksekutif) yang berlebihan.
Hal ini dapat mengurangi motivasi pegawai operasional karena meras ada
pembedaan penghargaan yang sangat mencolok dan tidak adil.

Reward pada umumnya diwujudkan dalam bentuk finansial (insentif


moneter) seperti misalnya pemberian bonus dan komisi. Pemberian insetif
moneter ini merupakan suatu ekstar di atas kompensasi dan gaji pokok. Mengacu
pada pendapat para ahli dan hasil penelitian, pemberian insentif moneter ini sering
gagal digunakan untuk tujuan memperbaiki kinerja. Dalam suatu penelitian
diketahui hanya ada hubungan positif antara insentif keuangan dan kuantitas
kinerja dan tidak ada pengaruh atas kualitas kinerja. Hal ini menjadi pelajaran
tersediri sekaligus membuktikan bahwa tidak semua pegawai dapat dimotivasi
dengan reward finansial.

Jika pencapaian kinerja dilakukan oleh suatu kelompok (tim) maka


biasanya timbul kesuliutan untuk mendistribusikan reward kepada individual. Hal
ini karena kinerja ini merupakan hasil dari tim bukan individual, meskipun
konrtibusi individual tidak sama. Insentif moneter tradisional sering membagi
sama nilai reward yang diberikan kepada masing-masing anggota tim. Reward ini
tidak memotivasi, karena yang bekerja keras dihargai sama dengan yang tidak
bekerja keras. Reward mestinya dipasrahkan dalam jumlah total kepada pimpinan
tim, dan mereka diminta membagi sendiri secara proporsional dan adil kepada
setiap anggota sesuai dengan kontribusinya. Hal ini juga sebagai pembelajaran

7
untuk mengambil keputusan pendistribusian yang adil dan merata kepada
pegawai.

Praktek pemberian reward sebagai upaya peningkatan kinerja perlu


mepertimbangkan faktor-faktor penting sebagai berikut:

1. Membuat pembayaran atas kinerja sebagai bagian integral dari rencana formal
organisasi
2. Penentuan intensif dasar berdasarkan data kinerja yang akurat dan obyektif
3. Pegawai dilibatkan dalam pengembangan, implementasi dan revisi formula
pembayaran kinerja.
4. Membangun sistem pembayaran untuk rencana kerja secara konsisten.
5. Reward kelompok kerja dan individual berdasarkan kontribusi kerja.
6. Sistem pengawasan dan penilaian kinerja harus transparan.
7. Pemberian insentif moneter harus disertai penghargaan yang bisa
meningkatkan kepuasan pegawai.

2.6. Modal ABC atas Perubahan Perilaku

Modal ABC atas perubahan perilaku merupakan gabungan dari 3


(tiga) elemen, yaitu antecendents, behavior, dan consequences (ABC). Menurut
para pendukung model tersebut, perilaku sebetulnya dapat diubah dengan
melalui 2 (dua) cara, yaitu berdasarkan apa yang mempengaruhi perilaku
sebelum terjadi (ex-ante) dan apa yang mempengaruhi perilaku setelah
terjadi (ex-pose). Keika kita mencoba mempegaruhi perilaku sebelum perilaku
itu terbentuk berarti kita telah menggunakan antecedents. Sememtara itu, ketika
kita berusaha mempengaruhi perilaku dengan melakukan sesuatu setelah perilaku
itu terbentuk berarti kita menggunakan consequences. Jadi sebuah antecedents
mendorong terbentuknya perilaku yang selanjutnya akan diikuti oleh sebuah
consequences. Pemahaman terhadap ketiga elemen ini berinteraksi sangat
bermanfaat bagi para manajer untuk menganalisis permasalahan kinerja,
menentukan ukuran-ukuran korekif, dan mendesain lingkungan kerja dan sistem
manajemen yang mempunyai kinerja tinggi.

1. Antecedents

Antecedents dapat dideskripsikan sebagai orang, tempat, sesuatu,


atau kejadian yang datang sebelum perilaku terbentuk yang dapat
mendorong kita untuk melakukan sesuatu atau berkelakuan tertentu.
Antecedents ini keberadaannya tidak dapat dikendalikan. Karakteristik
utama dari antecedents adalah sebagai berikut:

a. Selalu ada sebelum perilaku terbentuk

8
b. Menyediakan informasi tertentu
c. Selalu berpasangan dengan consequences
d. Consequences yang muncul bisa jadi merupakan antecendents
e. Antecedents tanpa diikuti consequences mempunyai dampak jangka
pendek.

Beberapa contoh variabel yang dikategorikan sebagai antecedents


antara lain tujuan, sasaran, insentif, deskripsi jabatan (job description),
kebijakan, prosedur, standar, kaidah-kaidah formal,regulasi, hasil rapat,
peralatan, bahan mentah, kondisi kerja, pengarahan dan instruksi.
Antecendents ini mempengaruhi perilaku dan kinerja seseorang, tetapi tidak
menjamin bahwa output yang dihasilkan benar-benar bisa terjadi. Sistem
insentif, peralatan, dan pengembangan kemungkinan merupakan antecendets
yang efektif untuk mengubah perilaku dan meningkatkan kinerja, namun tidak
semuanya bisa menghasilkan output sebagaimana dikehendaki.

Perilaku seseorang yang “dominan” di organisasi juga merupakan


antecedents. Tindakan seorang pemimpin atau pegawai yang sangat
berprestasi, maka akan mempengaruhi para pegawai yang lain. Jika seorang
pimpinan datang ke kantor lebih awal dan pulang lebih akhir maka para
bawahan dan pegawai lain akan melakukan tindakan yang sama dengan
pimpinannya. Jadi seseorang akan meniru apa yang telah dilakukan oleh orang
lain yang dianggap mempunyai pengaruh besar di dalam organisasi.

Memilih Antecedents yang Benar


Perilaku pegawai pada umumnya akan mengikuti antecendents khusus.
Sebuah antecedents yang spesifik dan berpasangan dengan consequences
kemun gkinan merupakan jenis antecendents terbaik yang mampu
meningkatkan kinerja sebagaimana dikehendaki. Jika sebuah prosedur tidak
didukung para pegawai, maka mereka akan menggunakan prosedur lama.
Untuk membantu para manajer memilih antecedents yang benar sehingga bisa
memperbaiki dan meningkatkan kinerja. Tiga tingkatan antecendents paling
kuat adalah:

1. Mendeskripsikan target kinerja secara jelas (misalnya tujuan utama,


deskripsi jabatan, akuntabilitas, standar dan prioritas).
2. Mempunyai hubungan dngan suatu consequences khusus (misalnya
peringatan, rambu-rambu lalulintas, dan sebagainya)

9
3. Perilaku terjadi hanya ada permintaan atau tuntutan sebelumnya (misalnya
ada orang tua di kediamannya yang sedang minta tolong seorang
pengunjung mintah pengarahan, seorang pimpinan memasuki ruang rapat)

2. Behaviour

Behaviour (perilaku) merupakan segala apa yang kita lihat pada


saat kita mengamati seseorang melakukan aktivitas/pekerjaan (Ayers
dalam Issaac, 2000). Suatu pinpoint adalah deskripsi khusus dari kinerja
yang mengacu pada tindakan (proses) dari seseorang atau outcome yang
dihasilkan (Daniel dalam Issac, 2000). Jadi jika sebuah organisasi tidak
merumuskan pinpoint ini dengan jelas maka tidak mungkin bisa
menetapkan ukuran kinerja secara obyektif dan melakukan perubahan
perilaku secara tepat.

Teori motivasi menjelaskan bagaimana individu-individu dapat


dipengaruhi untuk bisa menyesuaikan diri pada perilaku yang baru. Dalam hal
ini sebenarnya yang terjadi adalah proses penyesuaian diri perilaku baru yang
akan dibentuk tersebut oleh individu dan organisasi. Dalam hal ini akan terjadi
proses pembelajaran baik bagi individu maupun organisasi tentang perilaku
mana yang sukses dan mana yang gagal. Jadi, model pengukuran kinerja
diharapkan mampu menjadikan entitas menjadi sebuah organisasi organisasi
pembelajara (learning organization).

3. Consequences
Consequences adalah kejadian-kejadian yang mengikuti perilaku
dan mengubah adanya kemungkinan perilaku akan terjadi kembali di
masa datang. Consequences mempengaruhi perilaku dengan 2 cara, yaitu
dengan meningkatkan perilaku dan mengurangi perilaku tertentu. Terdapat 4
consequences keperilakuan, dua meningkatkan perilaku tertentu dan dua
lainya mengurangi (Daniels, 1989):
1. Consequences yang meningkatkan perilaku tertentu:
a. Positive reinforcements (R+), misalnya memperoleh sesuatu yang kita
inginkan.

10
b. negative reinforcements (R-), misalnya melepaskan diri atau
menghindari segalah sesuatu yang tidak kita inginkan.
2. Consequences yang menurunkan perilaku tertentu:
a. Mendapatkan segalah sesuatu yang tidak kita inginkan (P+), misalnya
hukuman
b. Gagal untuk mendapatkan sesuatu yang inginkan (P-), misalnya
adanya punahnya pulang.(TIDAK MENDAPAT PROMOSI
JABATAN)

R+ secara teknis dapat didefinisikan sebagai berbagai macam


consequences yang kemungkinan dapat meningkatkan perilaku di masa datang
dengan lebih banyak. Sementara R- merupakan consequences menguatkan
sebuah perilaku yang mengurangi atau mengakhiri consequences itu sendiri.

Sebaliknya P+ adalah consequences yang mengurangi perilaku yang


mengikutinya. Sebuah hukuman, dengan demikian merupakan prosedur untuk
mengurangi perilaku agar di masa datang perilaku seperti itu tidak terulang
kembali. P- dapat mengurangi perilaku. Suatu pemunahan (extinction) dapat
terjadi secara mendadak dan biasanya justru sering meningkatkan perilaku
individu segera setelah extinction ini terjadi. Model pengukuran kinerja dapat
didesain dengan mengadopsi teori analisis sistem (system analysis theory) agar
bisa menghubungkan antara tujuan primer dan tujuan sekunder organisasi.
Analisis sistem adalah proses yang sistematis dan terorganisasi untuk
mengidentifikasi secara mendetail suatu prosedur untuk mengumpulkan,
memanipulasi, dan mengevaluasi data tentang sebuah organisasi yang ditujukan
tidak hanya untuk menentukan apakah harus dikerjakan tetapi juga untuk
memastikan cara terbaik untuk memperbaiki fungsi sistem .

2.7. Memodifikasi Perilaku

Informasi hasil pengukuran kinerja dapat berfungsi sebagai dasa


pengambilan keputusan terhadap perilaku yang diinginkan pada periode

11
berikutnya. Pada dasarnya perilaku bisa diarahkan untuk mencapai apa yang ingin
dicapai. Pengarahan perilaku dapat dilakukan dengan 4 cara, antara lain:

1. Positive reinforcements (penguatan positif) yaitu proses memperkuat sebuah


perilaku dengan menunjukkan secara bersyarat sesuatu yang menyenangkan
seperti menganggukkan kepala tanda setuju , mendapat penghargaan
karena kinerja bagus
2. Negative reinforcements (penguatan negatif) yaitu proses memperkuat
sebuah perilaku dengan penarikan sesuatu yang menyenangkan secara
bersyarat. Seperti memberikan tugas tambahan atau menunjukan
perilaku tidak senang
3. Punishment (pemberian hukuman) adalah proses melemahkan perilaku
melalui hadirnya sesuatu yang tidak menyenangkan bersyarat. Seperti
mendapat pemotongan gaji
4. Exitinction adalah faktor-faktor yang dapat melemahkan prilaku seseorang
dengan cara mengabaikan nya atau membuat kepercayaannya lemah. Seperti
meremehkan kemampuan seseorang

Terdapat 5 langkah untuk memodifikasikan perilaku kerja yaitu:

1. Identifikasi perilaku yang perlu ditargetkan


 Fokus utama harusnya dititikberatkan pada prestasi atau hasil masa
depan. Prestasi ini harus signifikan dengan pengaruh organisasi.
 Proses perencanaan dan pencapaian perilaku ini seharusnya hanya
terjadi ketika perilaku mempunyai hubungan fungsional signifigan
dengan prestasi organisasi.
 Harus ada partisipasi yang luas dan pengembangan perilaku yang
ditargetkan ini.
2. Analisis fungsional terhadap situasi
Beberapa perilaku terjadi secara reguler yang mana hal ini mempunyai
syarat pendukung dan konsekuensi. Dengan demikian variabel ini bisa
menjadi petunjuk penting bagi manajer dalam mengidentifikasi munculnya
kontijensi A- B- C sebelum mencoba menyusun kembali segala sesuatu.

12
3. Menyusun kembali antisiden dan menyediakan konsekuensi-
konsekuensi
Dalam manajemen terhadap antecendent ini, terdapat dua strategi
dasar yang bisa dilakukan, yaitu: (1) menghilangkan kendala-kendala dan
atau 2) menyediakan kesempatan-kesempatan.
Terdapat enam petunjuk untuk menyusun konsekuen secara sukses
selama terjadi modifikasi perilaku. Enam petunjuk tersebut adalah sebagai
berikut:
a. Tingkatan perbaikan, bukan hanya sekedar hasil akhir. Pembentukan
tidak dapat terjadi jika suatu perilaku memerlukan perbuatan yang
terlalu banyak. Perilaku menjadi hilang ketika tidak dibentuk dalam
tahapan-tahapan peningkatan yang bisa dicapai.
b. Cocokan konsekuensi dengan perilaku. Pekerja yang terlalu banyak
mendapatkan reward (penghargaan) mungkin terlalu bersalah dan
tentunya memperkuat level kinerjanya. Seperti Jika kinerjanya
ternyata lebih rendah dari pekerjaan lain yang mendapat
penghargaan sama, dia tidak akan meningkatkan outputnya.
Pekerja yang kurang mendapat reward akan marah terhadap
sistem.perilakunya akan hilang dan perusahaan mungkin menolong
pekerja yang baik (kurang penghargaan) untuk mencari pekerja lain
ketika perusahaan lain mendorong karyawan buruk (berlebihan
penghargaan) untuk tetap tinggal.
c. Tekanan pada penghargaan yang lazim (natural) daripada
penghargaan buatan. Penghargaan yang lazim secara potensial akan
mempengaruhi konsekuen yang berasal dari interaksi sosial dan
administratif dari hari ke hari. Contoh penghargaan yang lazim
seperti pujian dari atasan, penyerahan tugas yangmenyenangkan,
selesai pekerjaan yang lebih awal dengan gaji tetap, jadwal kerja yamg
fleksibel, dan istrahat lebih lama. Penghargaan buatan dapat
berbentuk uang, material dan penghargaan berwujud lain.
Penghargaan sosial yang lazim secara potensi paling kuatpengaruhnya
dan juga tidak bersifat membosankan.

13
d. Sediakan feadback objektif sebisa mungkin kepada individu. Umpan
balik yang objektif mempunyai pengaruh positif terhadap perilaku di
masa yang akan datang. Hal tersebut berlaku ketikaindividu
mempunyai kesempatan untuk mengawasi perilakunya sendiri.tiga
cara yang saling berkaitan dan sangat bergunan bagi
pembentukanperilaku yang akan datang adalah penentuan tujuan,
umpan balik objektifdan penguatan positif terhadap perbaikan.
e. Utamakan penguatan positif, kurangi hukuman. Para ahli modifikasi
perilali di tempat kerja menganjurkan dengan begitu pembentukan
perilaku positif dengan mengutamakan penguatan positif dibandingkan
dengan penguatan perilaku jelek dengan menggunakan hukuman.
Sebenarnya hukuman hanya menekan perilaku yang tidak diinginkan
secara temporer saja. Disamping itu hukuman bersifat menakutkan
dan membuat tidak suka orang ketika melaksanakannya. Feedback
positif dan konstruktif terbukti menjadi altelnatif lain dari hukuman
f. Atur penguatan secara tepat. Perilaku yang tidak matang
memerlukan penguatan yang terus-menerus. Perilaku yang telah
mantap dipelihara dengan pengutan yang tidak terus-menerus
(sebentar-sebentar).
4. Mengevaluasi hasil
Modifikasi perilaku hanya efektif jika perilaku yang diinginkan
terjadi lebih sering dan perilaku yang tidak diinginkan terjadi lebih
jarang. Karena sering dan jarang bersifat relatif, maka manajer memerlukan
alat ukur yang bisa memberikan dasar objektif untuk membandingkan data
sebelum dan sesudah intervensi. Alat ukur yang di pakai manajer tersebut
bisa berupa data baseline dan behaviour chart.
1) Baseline data
Merupakan data perilaku sebelum intervensi yang dikumpulkan
tanpa target pengetahuan person. Pengukuran sebelum pada
akhirnya menyediakan dasar untuk pengukuran efektivitas atas
pemodifikasian perilaku.
2) Behaviour chart

14
Merupakan alat evaluasi program modifikasi perilaku yang
melibatkan data baseline sebelum intervensi dan sesudah
intervensi. Sumbu vertikal menunjukkan frekuensi perilaku,
persen atau hasil yang dicapai, sumbu horizontal menunjukkan
dimensi waktu.
5. Pembelajaran dalam modifikasi perilaku untuk peningkatan kinerja
Pembelajaran dalam modifikasi perilaku membutuhkan proses yang
sistematis. Beberapa yang perlu dipertimbangkan antara lain:
a) Sangat sulit dan bahkan tidak mungkin untuk mengubah perilaku
organisasi tanpa secara sistematis mengatur anteseden dan
konsekuen yang mungkin.
b) Sistem reward yang terbaik mala akan gagal jika tidak melibatkan
perilaku yang jelas dan kemungkinan akibatnya.
c) Pembentukan perilakumerupakan teknik perkembangan yang
berharga.
d) Tujuan, feadback objektis dan penguatan positif untuk perbaikan
ketika dikombinasi dengan cara sistematis A-B-C merupakan alat
manajemen yang sangat kuat.
e) Karena evaluasi program formal fundamental untuk memodifikasi
perilaku, maka hal tersebut dapat diperhitungkan.

2.8. Perilaku Disfungsional

Istilah disfungsional digunakan untuk menggambarkan usaha yang


dilakukan bawahan untuk memanipulasi elemen-elemen pada sistem kontrol yang
ada guna memenuhi kepentingan pribadinya. Jadi perilaku bawahan ini dikatakan
disfungsional jika mereka melanggar peraturan-peraturan pada sistem
pengendalian yang sudah ada padahal mereka mengetahuinya. Terdapat dua
penekanan pada pengertian disfungsional ini, berikut penjelasannya:

a) Mempermainkan indikator penilaian kinerja

15
Mempermainkan indikator penilaian kinerja berarti bawahan memilih
sebuah perilaku yang nantinya akan mencapai hasil yang paling
menguntungkan bagi dirinya sendiri dengan tidak memperdulikan perilaku
yang lebih disukai oleh atasannya (perusahaan).
b) Memanipulasi informasi strategis
Memanipulasi informasi strategis terjadi ketika bawahan mengubah
aliran informasi yang sesungguhnya dan melaporkan hanya pada aspek
informasi yang mereka sukai atau secara ekstrim memalsukan data dan
laporan perusahaan.

2.9. Penyebab Terjadinya Perilaku Disfungsional


a. Tidak adanya goal congruence
Dalam memahami pengertian perilaku disfungsional ini tidak lepas dari suatu
komitmen oranisasi. Salah satu bagian penting komitmen manajemen adalah
identifikasi organisasional yang bisa diidentikkan dengan sebuah goal
congruence (kesesuaian tujuan) antara individu dan organisasi. Sebagai sejauh
mana ketidaksesuaian antara harapan pegawai terhadap kenyataan yang
dialami sering memicu perilaku yang disfungsional ini.
b. Pengaruh perilaku disfungsional rekan kerja
Jika seorang individu meyakini bahwa rekannya mulai untuk mempermainkan
sistem kita menduga individu akan bimbang apakah akan mengikuti peraturan
perusahaan atau tidak. Individu mungkin percaya bahwa jika tidak mengikuti
rekannya mungkin evaluasi kinerja akan menjadi jelek.
c. Asimetri informasi
Asimetri informasi (ketidaksamaan informasi) merupakan penerimaan
informasi yang tidak sama antar individu dalam organisasi. Pada umumnya
individu dalam organisasi akan berusaha untuk menggunakan seluruh
informasi pada hasil yang berpengarus terutama hasil yang mempengaruhi
kinerja mereka.

16
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Informasi hasil pengukuran kinerja dapat dijadikan feedback (umpan


balik) untuk mengarahkan perilaku pegawai ini menuju perbaikan kinerja
selanjutnya. Terdapat dua fungsi utama feedback, yaitu fungsi instructi- onal dan
motivational. Sumber feedback dapat berasal dari teman kerja/ satu tim (peer),
atasan, bawahan dan pihak luar; tugas dan kewajiban yang dibebankan (task) dan
dirinya sendiri (self). Feedback ini dapat dila- kukan dengan berbagai cara.
Beberapa cara yang umumnya digunakan adalah (1) Atasan mengevaluasi
bawahan, (2) Bawahan mengevaluasi atasannya, (3) Setiap individu (pegawai)
membandingkan kinerjanya dengan informasi kinerja dari atasan, bawahan, teman
kerja (peer) dan pihak luar.

Penilaian kinerja seseorang harus disertai reward (penghargaan) yang


bisa memotivasi dan memicu peningkatan kinerja. Pada dasarnya ada dua tipe
reward, yaitu social reward dan psychic reward. Social reward adalah pujian dan
pengakuan dari dalam dan luar organisasi. Sedangkan psychic reward datang dari
self esteem (berkaitan dengan harga diri), self satisfaction (kepuasan diri) dan
kebanggaan atas hasil yang tercapai. Terdapat empat alternatif norma pemberian
reward agar dapat digunakan untuk pemicu kinerja pegawai, yaitu goal
congruence (kesesuaian tujuan), equity (keadilan), equality (kemerataan) dan

17
kebutuhan. Sistem reward yang kurang baik justru sering gagal dalam memotivasi
dan menumbuhkan semangat peningkatan kinerja.

Model ABC atas perubahan perilaku merupakan gabungan dari 3 (tiga)


elemen, yaitu antecedents, behaviour, dan consequences (ABC). Antecedents
dapat dideskripsikan sebagai orang, tempat, sesuatu, atau kejadian yang datang
sebelum perilaku terbentuk yang dapat mendorong kita untuk melakukan sesuatu
atau berkelakuan tertentu. Behaviour (perilaku) merupakan segala apa yang kita
lihat pada saat kita mengamati seseorang melakukan aktivitas/pekerjaan.
Consequences adalah kejadian- kejadian yang mengikuti perilaku dan mengubah
adanya kemungkinan perilaku akan terjadi kembali di masa datang. Pada dasarnya
perilaku bisa diarahkan untuk mencapai apa ingin dicapai. Pengarahan perilaku
dapat dilakukan dengan empat cara, yaitu positif reinforcement, negative
reinforcement, punishment dan extinction. Terdapat 5 langkah untuk
memodifikasi perilaku kerja yaitu (1) Iden- tifikasi Perilaku yang Ditargetkan, (2)
Analisis Fungsional terhadap. Situasi, (3) Menyusun kembali Antisiden dan
Menyediakan Konsekuensi- konsekuensi, (4) Mengevaluasi Hasil dan (5)
Pembelajaran dalam Modifikasi Perilaku untuk Peningkatan Kinerja.

Istilah disfungsional digunakan untuk menggambarkan usaha yang


dilakukan bawahan untuk memanipulasi elemen-elemen pada sistem kontrol yang
ada guna memenuhi kepentingan pribadinya. Penyebab terjadinya perilaku
disfungsional antara lain karena tidak adanya goal congruence, pengaruh perilaku
disfungsional rekan kerja dan adanya asimetri informasi

3.2. Saran
1. Keterbatasan dalam makalah ini yaitu penulis hanya mengamil materi dari 2-
3 sumber saja dan, penulisan latar belakang sebagian merupakan pemikirin
penulis sendiri.

2. Saran penulis kedepan untuk memperbaiki kinerja harus ada feedback yang
positif, dan perilaku karyawan yang lebih baik.

18
DAFTAR PUSTAKA

Mohamad Mahsun, Pengukuran Kinerja Sektor Publik, Yogyakarta: BPFE UGM, 2006

Sobirin, Achmad (2007). Modul 1 organisasi dan perilaku organisasi. Yogyakarta :


UPP STIM YKPN

19

Anda mungkin juga menyukai