Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

MATERIALITAS DAN RISIKO AUDIT

Modul ini disusun untuk memenuhi tugas perkuliahan Auditing 1


Pengampu: Yunus Tete Konde, S.E.,M.Si.,Ak.,CA.,ACPA.,CPA

DISUSUN OLEH:

SALSABILA ORVIANA 1901036070


RATNA SAVITRI 1901036087
BAIQ INTAN PUJIATI 1901036025

AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MULAWARMAN
2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Alhamdulillah, segala puji syukur penulis panjatkan atas ke hadirat Allah SWT karena
atas rahmat dan ridho-Nya telah senantiasa memberikan petunjuk dan kemudahan bagi
penulis untuk dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik, sehingga tugas makalah
yang berjudul “Materialitas dan Risiko Audit” ini dapat terselesaikan.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini terdapat kekurangan baik dari
segi materi maupun teknik penulisan. Oleh karena itu penulis mengharapkan adanya masukan
dan kritik serta saran yang membangun untuk kekurangan yang ada. Tugas makalah ini
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Auditing I yang diajar oleh Pak Yunus Tete
Konde, S.E.,M.Si.,Ak.,CA.,ACPA.,CPA
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Materialitas
2.1.1 Pengertian Materialitas
2.1.2 Konsep Umum Materialitas
2.1.3 Prosedur Penentuan Materialitas
2.1.4 Materialitas Dalam Proses Audit
2.1.5 Materialitas Pada Dua Tingkat
2.1.6 Empat Konsep Materialitas
2.2 Risiko Audit
2.2.1 Pengertian Risiko Audit
2.2.2 Model Risiko Audit
2.2.3 Unsur Risiko Audit
2.2.4 Merancang Sifat & Luasnya Prosedur Penilaian Risiko Audit
2.2.5 Peran Bukti Audit Dalam Penilaian Risiko Audit
2.2.6 Prosedur penilaian Risiko

BAB III PENUTUPAN


3.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Semakin berkembangannya zaman, jasa profesi auditor semakin dibutuhkan seiring


dengan semakin banyaknya pihak-pihak yang menggunakan informasi yang terkandung
dalam laporan keuangan sebagai salah satu pertimbangan dalam pengambilan keputusan.
Pihak-pihak tersebut menuntut penyajian laporan keuangan yang sesuai dengan standar
yang berlaku dan juga dapat dipercaya. Untuk mewujudkan keinginan tersebut,
digunakanlah jasa auditor sebagai pihak yang secara independen memberikan penilaian
terhadap laporan keuangan yang akan dijadikan dasar pengambilan keputusan.

Sebagai pihak yang dipercaya untuk memberikan penilaian secara independen


terhadap sebuah laporan keuangan perusahaan, auditor dituntut melakukan pekerjaannya
seprofesional mungkin dengan menghindari terjadinya kesalahan dalam penilaian.
Karena apabila terdapat kesalahan dalam penilaian, maka akan berdampak pada pihak-
pihak yang menggunakan hasil penilaian auditor sebagai dasar pengambilan keputusan.
Untuk meminimalisir tingkat kesalahan, auditor diharuskan melakukan perencanaan
terlebih dahulu. Hal ini dilakukan untuk dapat memahami seluk beluk perusahaan yang
akan diperiksa laporan keuangannya, sehingga penilaian yang dihasilkan tepat guna dan
terhindar dari kesalahan-kesalahan yang dapat merugikan pihak-pihak terkait di
kemudian hari. Konsep-konsep dasar dalam auditing digunakan sebagai dasar
perencanaan audit. Diantara konsep-konsep yang ada, konsep materialitas dan risiko
termasuk konsep fundamental yang harus dipahami auditor dalam merencanakan dan
melakukan kegiatan audit.

Konsep materialitas merupakan dasar penerapan standar auditing terutama standar


pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Dengan konsep ini, auditor menentukan
standar hal-hal yang tergolong material atau tidak material. Hal ini menjadi sangat
penting karena pendapat yang diberikan auditor merupakan pendapat terhadap hal-hal
yang bersifat material saja. Maka ruang lingkup pemeriksaan dan penentuan pendapat
yang akan diberikan, bergantung pada interpretasi dan pemahaman auditor terhadap
nilai-nilai yang termasuk dalam hal yang material atau pun tidak material.

Sedangkan konsep risiko merupakan risiko yang terjadi dalam hal auditor, tanpa
disadari, tidak memodifikasi pendapatnya sebagaimana mestinya, atas suatu laporan
keuangan yang mengandung salah saji material.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana yang dimaksud dengan Materialitas?
1.2.2 Bagaimana yang dimaksud dengan Risiko Audit

1.3 Tujuan
1.3.1 Mengidentifikasi secara menyeluruh mengenai Materialitas.
1.3.2 Mengidentifikasi secara lengkap mengenai Risiko Audit.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Materialitas

2.1.1 Pengertian Materialitas

Materialitas merupakan dasar penerapan standar auditing, terutama standar


pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Oleh karena itu, materialitas
mempunyai pengaruh yang mencakup semua aspek audit dalam audit atas laporan
keuangan. Dalam SA Seksi 319 Risiko Audit dan Materialitas Audit dalam
Pelaksanaan Audit mengharuskan auditor untuk mempertimbangkan materialitas
dalam perencanaan audit, dan penilaian terhadap kewajaran laporan keuangan
secara keseluruhan sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum.

Pengertian Materialitas adalah besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji
informasi akuntansi yang dilihat dari keadaan yang melingkupinya, dapat
mengakibatkan perubahan atas atau pengaruh terhadap pertimbangan orang yang
meletakkan kepercayaan terhadap informasi tersebut, karena adanya penghilangan
atau salah saji itu.

2.1.2 Konsep Umum Materialitas

Financial Accounting Standard Board (FASB) mendefinisikan materialitas sebagai:

“Besarnya suatu penghapusan atau salah saji informasi keuangan yang, dengan
memperhitungkan situasinya, menyebabkan pertimbangan yang dilakukan oleh
orang yang mengandalkan pada informasi tersebut akan berubah atau
terpengaruh oleh penghapusan atau salah saji tersebut.”

Definisi diatas mengharuskan auditor untuk mempertimbangkan keadaan-


keadaan yang berhubung dengan satuan usaha (perusahaan klien), dan informasi
yang diperlukan oleh mereka yang akan mengandalkan pada laporan keuangan
yang telah diaudit. Karena tanggung jawab menentukan apakah laporan keuangan
salah saji secara material, auditor harus, berdasarkan temuan salah saji yang
material, menyampaikan hal itu kepada klien sehingga bisa dilakukan tindakan
koreksi.

Konsep materialitas mengakui bahwa beberapa hal, baik secara individual atau
keseluruhan, adalah penting bagi kewajaran penyajian laporan keuangan sesuai
dengan prinsip prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Sedangkan
beberapa hal lainnya adalah tidak penting. Auditor mengikuti lima langkah yang
saling terkait erat dalam menerapkan materialitas.

Dalam audit atas laporan keuangan, auditor tidak dapat memberikan jaminan
bagi klien atau pemakai laporan keuangan yang lain, bahwa laporan keuangan
auditan adalah akurat karena auditor yang bersangkutan tidak memeriksa setiap
transaksi yang terjadi dalam tahun yang diaudit dan tidak dapat menentukan
apakah semua transaksi yang terjadi telah dicatat, diringkas, digolongkan, dan
dikompilasi secara semestinya ke dalam laporan keuangan. Oleh karena itu, dalam
audit atas laporan keuangan, auditor memberikan keyakinan (assurance) sebagai
berikut:

● Auditor dapat memberikan keyakinan bahwa jumlah-jumlah yang disajikan


dalam laporan keuangan beserta pengungkapannya telah dicatat, diringkas,
digolongkan, dan dikompilasi.
● Auditor dapat memberikan keyakinan bahwa ia telah mengumpulkan bukti
audit kompeten yang cukup sebagai dasar memadai untuk memberikan
pendapat atas laporan keuangan auditan.
● Auditor dapat memberikan keyakinan, dalam bentuk pendapat (atau
memberikan informasi, dalam hal terdapat perkecualian), bahwa laporan
keuangan sebagai keseluruhan disajikan secara wajar dan tidak terdapat salah
saji material karena kekeliruan dan ketidakberesan.

Dengan demikian ada dua konsep yang mendasari keyakinan yang diberikan
oleh auditor yaitu konsep materialitas yang menunjukkan seberapa besar salah
sajinya dan konsep risiko audit yang menunjukkan tingkat risiko kegagalan auditor
untuk mengubah pendapatnya atas laporan keuangan yang sebenarnya berisi salah
saji material.

2.1.3 Prosedur Penentuan Materialitas


ISA (International Standard on Auditing) adalah standar audit berbasis prinsip, atau
principle based standard. Standar berbasis prinsip, diawali dengan kerangka
berpikir atau framework yang menjelaskan tujuan (apa yang harus dicapai) dalam
rambu-rambunya. Auditor mencari jalan untuk mencapai tujuan tersebut, dengan
memperhatikan kondisi (circumstances) di lapangan.

Proses penentuan materialitas adalah proses berpikir kritis dalam auditing, dimana
terdapat 3 langkah didalamnya yaitu:
● Langkah Pertama
Dalam langkah pertama ini, auditor sepeti membaca peta bencana, dan
berusaha melokalisasi wilayah bencana. Auditor mempelajari informasi-
informasi berkenaan dengan laporan keuangan yang akan diauditnya,
Biasanya disebut sebagai informasi penugasan audit atau disingkat informasi
pokok audit (subject matter information).
Auditor mengidentifikasi risiko salah saji: pada akun mana, atau tentang
pengungkapan apa, dalam laporan keuangan yang mana (laporan posisi
keuangan, laporan laba rugi, dan seterusnya).

● Langkah Kedua
Di langkah kedua dalam proses menetapkan besarnya materialitas bersifat
konseptual. Auditor tidak betul-betul bertemu dengan investor dan
mengajukan pertanyaan, tetapi dilakukan dengan membaca analisis yang
dibuat para analis pasar modal tentang prospek sebuah perusahaan dan
masalah yang dihadapi. Proses konseptual imajinatif ini dalam Bahasa
Belanda disebut fictie.
Auditor menggeser titik pandangnya kepada pengguna laporan keuangan,
biasanya disebut dengan Reasonable User atau Pengguna (laporan keuangan)
berakal sehat.
Reasonable User menggunakan keuangan untuk membuat bermacam-macam
keputusan ekonomis seperti menanam modal dalam perusahaan tersebut serta
membuat keputusan investor pasar modal.

● Langkah Ketiga
Dalam langkah terakhir ini, terdapat Mistar atau penggaris yang akan
digunakan untuk menentukan besarnya materialitas. biasanya disebut dengan
Luasnya Salah Saji (baik secara kuantitatif maupun kualitatif) atau Extent of
Misstatement (quantitative and qualitative).
Di tengah-tengah mistar terdapat “ambang batas materialitas” atau disingkat
“overall materiality (materialitas menyeluruh) dimana hal tersebut tidak
didasarkan penilaian risiko audit. Materialitas menyeluruh ditentukan
sepenuhnya oleh pemahaman auditor mengenai Reasonable User. Secara
konseptual, materialitas menyeluruh sama dengan materialitas yang digunakan
pengguna laporan keuangan.

2.1.4 Materialitas Dalam Proses Audit

Materialitas berkaitan erat dengan risiko audit (Audit risk), keduanya menjadi
bahan pertimbangan penting dalam proses audit. Risiko audit adalah kemungkinan
auditor memberikan pendapat yang keliru atas laporan keuangan yang mengandung
salah saji yang material.
Materialitas dan risiko audit terus diperhatikan sepanjang audit, dengan:
● Mengidentifikasi dan menilai RMM (Risk of Material Misstatements);
● Menentukan sifat, waktu dan luasnya prosedur audit lanjutan;
● Menentukan revisi atas materialitas (Overall materiality maupun Performance
materiality dengan informasi baru yang diperoleh selama audit. Ini berarti,
informasi baru itu membuat auditor menetapkan angka materialitas yang
berbeda dari apa yang ditetapkannya pada awal audit; dan
● Mengevaluasi dampak salah saji yang tidak dikoreksi (uncorrected
misstatements), terhadap laporan keuangan dan merumuskan pendapat auditor.

2.1.5 Materialitas Pada Dua Tingkat

Konsep materialitas dibagi menjadi 2 tingkat yaitu:

1. Tingkat Laporan Keuangan (financial statement level)

Materialitas pada tingkat ini terdiri dari :

 Materialitas Keseluruhan (Overall Materiality)

Materialitas Keseluruhan didasarkan atas apa yang layaknya diharapkan berdampak terhadap
terhadap keputusan yang dibuat pengguna laporan keuangan. Jika auditor memperoleh
informasi yang menyebabkan ia menentukan angka materialitas yang berbeda dari yang
ditetapkannya semula, angka materialitas semula seharusnya direvisi.

 Overall Performance Materiality

 Overall performance materiality ditetapkan lebih rendah dari overall materiality.   


Performance materiality memungkinkan auditor menanggapi penilaian risiko tertentu (tanpa
mengubah overall materiality) dan menurunkan ke tingkat rendah yang tepat (appropriately
low level) probabilitas salah saji yang tidak dikoreksi dan salah saji yang tidak terdeteksi
secara agregat (aggregate of uncorrected and undetected misstatement) melampaui overall
materiality. Performance materiality perlu diubah berdasarkan temuan audit.
2. Account balance, class of transactions and disclosures level

Account balance, class of  transactions  and disclosures level dibagi menjadi 2 :

 Specific Materiality

Specific materiality untuk jenis transaksi, saldo akun atau disclosures tertentu dimana jumlah
salah sajinya akan lebih rendah dari overall materiality.

 Specific Performance Materiality

Specific performance materiality ditetapkan lebih rendah dari specific materiality. Hal ini
memungkinkan auditor menanggapi penilaian risiko tertentu dan memperhitungkan
kemungkinan adanya salah saji yang tidak terdeteksi dan salah saji yang tidak material, yang
secara agregat dapat berjumlah material.

2.1.6 Empat Konsep Materialitas


 Overall Materiality

Materialitas untuk laporan keuangan secara keseluruhan (overall materiality) didasarkan


pada kearifan professional auditor mengenai jumlah terbesar salah saji dalam laporan
keuangan tanpa mempengaruhi keputusan ekonomis pemakai laporan keuangan. Jika jumlah
salah saji yang tidak dikoreksi (amount of uncorrected misstatement), terpisah atau
digabungkan, lebih besar dari overall materiality yang ditetapkan untuk penugasan tersebut,
maka laporan keuangan disalahsajikan secara material.

Menurut SA 320, par 10, pada saat menetapkan strategi audit secara keseluruhan, auditor
harus menentukan materialitas untuk laporan keuangan secara keseluruhan. Adapun beberapa
contoh overall materiality yaitu:

1. Laba dari operasi berlanjut: 3% -7%


2. Pendapatan atau pengeluaran: 1% – 3%
3. Aset: 1% – 3%
4. Ekuitas: 3% – 5%
Ilustrasi Penghitungan Materialitas Pada Tingkat Laporan Keuangan Secara Keseluruhan
Kebijakan KAP, materialitas pada tingkat laporan keuangan dihitung 2% dari jumlah asset:

 Opsi 1, dihitung tanpa stratifikasi


 Opsi 2, dihitung dengan stratifikasi

1. R 200 miliar pertama, 1%


2. R 300 miliar kedua, 0,6%
3. Kelebihannya, 0,4%

 Opsi 3, dihitung berjenjang dengan stratifikasi

1. 1. R 200 miliar pertama, 1%


2. 2. R 300 miliar kedua, 1,5%
3. 3. Kelebihannya, 2% Opsi 2

Misalkan, jumlah aset PT. Sumber Rezeki, Tbk IDR 907 miliar

Opsi 1

Materialitas pada tingkat laporan keuangan = 2% x IDR 907 miliar = IDR 18,14 miliar

Opsi 2

Materialitas pada tingkat laporan keuangan:

Jenjang  1        = IDR 200 miliar x 1%                    = IDR 2 miliar; ditambah

Jenjang 2        = IDR 300 miliar x 0,6%            = IDR 1,8 miliar; ditambah

Jenjang  3      = IDR 407 [907 – 500] miliar x 0,4%    = IDR 1,63 miliar.

Maka materialitas pada tingkat laporan keuangan adalah:

IDR [2+1,8+1,63] miliar = IDR 5,43 miliar.

Opsi 3
Materialitas pada tingkat laporan keuangan:

Jenjang  1 = IDR 200 miliar x 1%                    = IDR 2 miliar; ditambah

Jenjang 2 = IDR 300 miliar x 1,5%                  = IDR 4,5 miliar; ditambah

Jenjang  3 = IDR 407 miliar x 2%                                = IDR 8,14 miliar.

Maka materialitas pada tingkat laporan keuangan adalah:

IDR [2+4,5+8,14] miliar  = IDR 14,64 miliar.

Performance Materiality

Performance materiality (materialitas yang digunakan dalam pelaksaan audit atau disingkat


“materialitas pelaksanaan”) digunakan auditor untuk menekan risiko sampai ke titik rendah
yang dapat diterima (appropriately low level). Yang ditekan adalah risiko besarnya salah saji
melampaui angka materialitas. Dalam hal ini salah saji yang dimaksud adalah akumulasi
salah saji yang tidak dikoreksi entitas dan salah saji yang tidak teridentifikasi oleh auditor
(accumulation of uncorrected and unidentified misstatement).

Menurut SA 320, par A.12, penentuan materialitas pelaksanaan bukan merupakan suatu
perhitungan mekanis yang sederhana dan membutuhkan adanya pertimbangan (kearifan)
professional. Penentuan ini dipengaruhi oleh:

1. Pemahaman auditor atas entitas, yang dimutakhirkan selama pelaksanaan prosedur


penilaian risiko
2. Sifat serta luasnya kesalahan penyajian yang terdeteksi dalam audit sebelumnya serta
harapan auditor berkaitan dengan kesalahan penyajiand alam periode berjalan

Menurut SA 320, par 11, materialitas pelaksanaan digunakan untuk sebagai berikut:

1. Menilai risiko kesalahan penyajian material


2. Menentukan sifat, saat, dan luar prosedur audit lanjutan (further audit procedures)

Contoh menentukan performance materiality adalah sebagai berikut:


 60% (dari materialitas keseluruhan atau materialitas spesifik)apabila risiko kesalahan
penyajian material lebih tinggi
 85% (dari materialitas keseluruhan atau materialitas spesifik) apabila risiko kesalahan
penyajian material lebih rendah

Performance materiality dapat ditetapkan menjadi :

 Satu performance materiality untuk setiap area


 Lebih dari satu performance materiality untuk masing-masing area, tergantung pada
penilaian risikonya

Contoh dengan pemakaian satu performance materiality adalah sebagai berikut:

1. Performance materiality untuk risiko-risiko kesalahan penyajian material secara


keseluruhan tinggi, dan Tbk 60%
2. Performance materiality untuk risiko-risiko kesalahan penyajian material secara
keseluruhan tinggi, tetapi non Tbk 70%
3. Performance materiality untuk risiko-risiko kesalahan penyajian material secara
keseluruhan rendah 80%

Contoh dengan pemakaian lebih dari satu performance materiality adalah sebagai berikut:

1. Performance materiality bagi asersi untuk golongan transaksi, saldo akun, dan


pengungkapan dengan risiko kesalahan penyajian material tinggi 60%
2. Performance materiality bagi asersi untuk golongan transaksi, saldo akun, dan
pengungkapan dengan risiko kesalahan penyajian material sedang 70%
3. Performance materiality bagi asersi untuk golongan transaksi, saldo akun, dan
pengungkapan dengan risiko kesalahan penyajian material rendah 80%

Ilustrasi penghitungan performance materiality adalah sebagai berikut:

Asumsi materialitas pada tingkat laporan keuangan secara keseluruhan pada PT. Sumber
Rezeki, Tbk yang digunakan adalah IDR 18,14 miliar.

Contoh dengan pemakaian satu performance materiality :


 PT. Sumber Rezeki adalah Tbk, performance materiality = IDR 18,14 miliar x 60% =
IDR 10,88 miliar
 Performance materiality ini akan diterapkan untuk seluruh area audit

Contoh dengan pemakaian lebih dari satu performance materiality:

 Performance materiality untuk risiko kesalahan penyajian material tinggi – IDR 18,14


miliar x 60% = IDR 10,88 miliar
 Performance materiality untuk risiko kesalahan penyajian material sedang – IDR
18,14 miliar x 70% = IDR 12,70 miliar
 Performance materiality untuk risiko kesalahan penyajian material rendah – IDR
18,14 miliar x 80% = IDR 4,51 miliar

Ketiga performance materiality ini akan diterapkan pada setiap area audit, tergantung pada
hasil penilaian risiko kesalahan penyajian material.

Ada beberapa hal dimana salah saji yang lebih kecil dari angka materialitas untuk laporan
keuangan secara keseluruhan dapat diperkirakan secara layak, akan mempengaruhi
pengambil keputusan oleh pemakai laporan keuangan, diantaranya:

 Disclosures yang sensitive, seperti remunerasi manajemen dan TCWG


 Related party transactions (transaksi hubungan istimewa)
 Ketidakpatuhan terhadap perjanjian pinjaman, perikatan lainnya, ketentuan
perundangan, dan kewajiban pelaporan statute atau yang ditetapkan regulator
 Pengeluaran tertentu seperti illegal payments (suap, gratifikasi) atau biaya eksekutif
 Besarnya cadangan dan biaya eksplorasi dalam perusahaan tambang
 Besarnya biaya penelitian dan pengembangan dalam perusahaan farmasi
 Bisnis yang baru diakuisisi atau perluasan usaha
 Kegiatan usaha yang dihentikan
 Peristiwa luar biasa atau contingencies (seperti tuntutan hukum)
 Perkenalan produk atau jasa baru

Specific Performance Materiality


Ini serupa dengan  performance materiality yang dibahas diatas, kecuali dalam hal
ini performance materiality-nya berhubungan dengan penetapan angka materialitas yang
spesifik. Specific performance materiality ditetapkan lebih rendah dari angka specific
materiality, untuk memastikan pekerjaan audit yang cukup, dilaksanakan untuk mengurangi
ke tingkat rendah yang tepat, probabilitas salah saji yang tidak dikoreksi dan yang tidak
terdeteksi melebihi specific materiality.

Karena angka materialitas ditentukan berdasar kearifan professional (professional


judgment), sangatlah penting faktor-faktor dan angka- angka yang digunakan dalam
materialitas pada berbagai tingkat, didokumentasikan dengan baik. Dokumentasi ini terjadi
selama:

 Tahap perencanaan, ketika keputusan dibuat mengenai luasnya pekerjaan audit yang
harus dilaksanakan
 Audit, jika berdasarkan temuan audit, diperlukan revisi atas overall
materiality atau performance materiality untuk jenis transaksi, saldo akun
atau disclosures tertent

2.2 Risiko Audit


Pengertian Risiko Audit
Risiko audit adalah risiko bagi auditor untuk membuat kesalahan dalam memberikan
pendapat atas laporan keuangan, karena gagal mengungkap salah saji material.
Risiko Audit dan Materialitas dalam Pelaksanaan Audit,risiko audit adalah risiko yang terjadi
dalam hal auditor, tanpa disadari, tidak memodifikasi pendapatnya sebagaimana mestinya,
atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji material. Semakin pasti auditor
dalam menyatakan pendapatnya, semakin rendah risiko audit yang auditor bersedia untuk
menanggungnya.

Auditor merumuskan suatu pendapat atas laporan keuangan sebagai keseluruhan atas dasar
bukti yang diperoleh dari verivikasi asersi yang berkaitan dengan saldo akun secara
individual atau golongan transaksi. Tujuannya adalah untuk membatasi risiko audit pada
tingkat saldo akun sedemikian rupa sehingga pada akhir proses audit, risiko audit dalam
menyatakan pendapat atas laporan keuangan sebagai keseluruhan akan berada pada tingkat
yang rendah

2.2.2 Model Risiko Audit


Model Risiko Audit
Dalam Standar Profesional Akuntan Publik SA Seksi 312 (PSA No. 25) mengatakan
bahwa :
“Resiko audit dan materialitas, bersama dengan hal – hal lain, perlu dipertimbangkan dalam
menentukan sifat, saat, dan lingkup prosedur audit serta dalam mengevaluasi hasil prosedur
tersebut.
Cara auditor untuk menangani masalah resiko dalam tahap perencanaan pengumpulan
bahan bukti, terutama adalah dengan menggunakan model resiko audit. Penlaahan seksama
dari model resiko aduit diperlukan untuk mengerjakan audit secara efektif. Model resiko
audit digunakan untuk tahap perencanaan dalam menentukan berapa besar bahan bukti yang
harus dikumpulkan dalam tiap siklus. Model resiko audit menurut Arens, Elder & Beasley
(2003;353) adalah sebagai berikut :
a.       Resiko penemuan yang direncanakan (Planned Detection Risk / PDR) adalah resiko bahwa
bahan bukti yang dikumpulkan dalam segmen gagal menemukan salah saji yang melewati
jumlah yang dapat ditoleransi, kalau salah saji semacam itu timbul.
b.      Resiko bawaan (Inherent Risk / IR) adalah penetapan auditor akan kemungkinan adanya salah
saji dalam segmen audit yang melewati batas toleransi, sebelum memperhitungkan faktor
efektifitas pengendalian intern.
c.       Resiko pengendalian (Control Risk / CR) adalah ukuran penentapan auditor akan
kemungkinan adanya kekeliruan (salah saji) dalam segmen audit yang melewati batas
toleransi, yang tidak terdeteksi atau tercegah oleh struktur pengendalian intern klien.
d.      Resiko audit yang dapat diterima (Acceptable Audit Risk / AAR) adalah ukuran ketersediaan
auditor untuk menerima bahwa laporan keuangan salah saji secara material walaupun audit
telah selesai dan pendapat wajar tanpa pengecualian telah diberikan.
Untuk tingkat risiko deteksi yang dapat diterima (acceptable) untuk asersi saldo akun
yaitu ; semakin tinggi risiko deteksi, semakin terbatas prosedur audit yang dilaksanakan oleh
auditor terhadap asersi yang bersangkutan (asersi saldo akaun) dan semakin rendah tingkat
keandalan bukti audit yang diperlukan oleh auditor. Sebaliknya, semakin rendah risiko
deteksi, semakin luas prosedur audit yang ditempuh oleh auditor dan semakin tinggi
kompetensi bukti audit yang diperlukan oleh auditor.

RESIKO DETEKSI Pengujian Terhadap Saldo Akun Rinci

Tinggi Periksa secara selintas (scan) rekonsiliasi bank yang dibuat oleh klien mengenai
keakuratan matematis yang terdapat di dalamnya

Moderat Lakukan review terhadap rekonsiliasi bank yang dibuat oleh klien dan lakukan
verifikasi terhadap pos – pos yang direkonsiliasi serta keakuratan matematis

Rendah Buatlah rekonsiliasi bank dengan menggunakan rekening koran yang diperoleh
dari klien dan lakukan verifikasi terhadap pos – pos yang direkonsiliasi serta
keakuratan matematis

Sangat rendah Mintalah rekening koran bank secara langsung dari bank, buatlah rekonsiliasi
bank, lakukan verifikasi terhadap pos – pos yang direkonsiliasi serta keakuratan
matematis

2.2.3 Unsur Risiko Audit


Terdapat tiga unsur risiko audit: (1) risiko bawaan, (2) risiko pengendalian,  (3) risiko
deteksi.
(1)   Risiko Bawaan, yakni risiko bawaan adalah kerentanan suatu saldo akun atau golongan
transaksi terhadap suatu salah saji material, dengan asumsi bahwa tidak terdapat
pengendalian yang terkait. Risiko salah saji demikian adalah lebih besar pada saldo akun atau
golongan transaksi tertentu dibandingkan dengan yang lain. Sebagai contoh, perhitungan
yang rumit lebih mungkin disajikan salah jika dibandingkan dengan perhitungan yang
sederhana. Uang tunai lebih mudah dicuri daripada sediaan batu bara. Akun yang terdiri dart
jumlah yang berasal dart estimasi akuntansi cenderung mengandung risiko lebih besar
dibandingkan dengan akun yang sifatnya relatif rutin dan berisi data berupa fakta. Faktor
ekstern juga mempengaruhi risiko bawaan.
(2)   Risiko Pengendalian, yakni Risiko pengendalian adalah risiko yang terjadinya salah saji
material dalam suatu asersi yang tidak dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu oleh
pengendalian intern entitas. Risiko ini ditentukan oleh evektifitas kebijakan dan prosedur
pengendalian intern untuk mencapai tujuan umum pengendalian intern yang relevan dengan
audit atas laporan keuangan entitas. Risiko pengendalian tertentu akan selalu ada karena
keterbatasan bawaan dalam setiap pengendalian intern. Sebagai contoh, pengendalian intern
mungkin menjadi tidak evektif karena kelalayan manusia akibat ceroboh atau bosan atau
karena adanya kolosi diantara personel pelaksanaan.
(3)   Risiko Deteksi, yakni Risiko yang disebabkan oleh kegagalan auditor dalam mendeteksi
salah saji material, setelah audit dilaksanakan sesuai dengan standar auditing. Risiko ini
timbul sebagian karena ketidakpastian yang ada pada waktu auditor tidak memeriksa 100%
saldo akun atau golongan transaksi, dan sebagian lagi karena ketidakpastian lain yang ada,
walaupun saldo akun atau golongan transaksi tersebut diperiksa 100%. Ketidakpastian lain
semacam itu timbul karena auditor mungkin memilih suatu prosedur audit yang tidak sesuai,
menerapkan secara keliru prosedur yang semestinya, atau menafsirkan secara keliru hasil
audit. Ketidakpastian lain ini dapat dikurangi sampai pada tingkat yang dapat diabaikan
melalui perencanaan dan supervisi memadai dan pelaksanaan praktik audit yang sesuai
dengan standar pengendalian mutu.

2.2.4 Merancang Sifat & Luasnya Prosedur Penilaian Risiko Audit


2.2.5 Peran Bukti Audit Dalam Penilaian Risiko Audit
2.2.6 Prosedur penilaian Risiko
BAB III
PENUTUPAN

3.1 Kesimpulan
Berbagai kemungkinan hubungan antara materialitas, bukti audit, dan risiko audit
digambarkan sebagai berikut:
1. a)        Jika auditor mempertahankan risiko audit konstan dan tingkat materialitas
dikurangi, auditor harus menambah jumlah bukti audit yang dikumpulkan.
2. b)        Jika auditor mempertahankan tingkat materialitas konstan dan mengurangi
jumlah bukti audit yang dikumpulkan, risiko audit menjadi meningkat.
3. c)        Jika auditor menginginkan untuk mengurangi risiko audit.
DAFTAR PUSTAKA

SPAP SA 320. Materialitas dalam tahap perencanaan dan pelaksanaan audit. Ikatan
Akuntan Publik Indonesia. 2013.

Tuannakotta, Theodorus M. 2015. Audit Kontemporer. Jakarta: Salemba Empat.


https://www.kja-sandibahari.com/materialitas-dan-risiko-audit-materiality-and-audit-
risk/
https://www.e-akuntansi.com/model-risiko-audit/

Anda mungkin juga menyukai