Anda di halaman 1dari 9

Hafizh 2019

Agresivitas Pajak

Perusahaan menganggap pajak sebagaisebuah tambahan beban biaya yang dapat mengurangi
keuntungan perusahaan. Oleh karena itu perusahaan diprediksi melakukan tindakan yang akan
mengurangi beban pajak perusahaan. Menurut Frank dkk. (2009) dalam Indradi (2018) tindakan yang
dilakukan perusahaan untuk mengurangi pendapatan kena pajak melalui perencanaan pajak baik secara
legal (tax avoidance) disebut dengan agresivitas pajak perusahaan. Walaupun tidak semua tindakan
perencanaan pajak melanggar hukum, akan tetapi semakin banyak celah yang digunakan maka
perusahaan tersebut dianggap semakin agresif.

Penelitian Slemrod (2004) dalam Yoehana (2013) berpendapat bahwa agresivitas pajak merupakan
kegiatan yang lebih spesifik, yaitu mencakup transaksi yang tujuan utamanya adalah untuk menurunkan
kewajiban pajak perusahaan. Berbagai macam proksi pengukuran agresivitas pajak, antara lain Cash
Effective Tax Rates, Effective Tax Rate dan Book Tax Differences. Pengukuran menggunakan CETR baik
digunakan untuk menggambarkan kegiatan penhgindaran pajak karena tidak terpengaruh adanya
perubahan estimasi, selain itu dapat menjawab keterbatasan atas pengukuran ETR. CETR yang semakin
rendah menunjukkan perusahaan semakin agrresif dalam pajaknya. Pada penelitian ini penulis
menggunakan CETR sebagai proksi agresivitas pajak sebagai berikut :

Cash Effective Tax Rate : Kas yang dikeluarkan untuk pajak / laba sebelum pajak

Indradi, D. (2018). Pengaruh Likuiditas, Capital intensity Terhadao Agresivitas Pajak. Jurnal Akuntansi
Berkelanjutan Indonesia Vol.1, No.1 E-ISSN : 2615-7896 P-ISSN : 2614-8447.

Yoehana, M. (2013). Analisis Pengaruh Corporate Social Responsibility Terhadap Agresivitas Pajak. Jurnal
Akuntansi Universitas Diponegoro.

Profitabilitas

Profitabilitas adalah kemampuan manajemen dalam memperoleh keuntungan secara keseluruhan,


semakin besar profitabilitas perusahaan maka semakin besar juga tingkat keuntungan yang dicapai oleh
perusahaan tersebut dan semakin baik pula posisi perusahaan tersebut dari segi penggunaan aset.
Ketika perusahaan telah mengalami keuntungan, maka dapat dikatakan bahwa manajemen telah
bekerja dengan baik dalam memaksimalkan sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan sehingga
pendapatan yang diterima oleh perusahaan lebih besar daripada biaya yang diperlukan untuk
mendapatkan pendapatan (Amelia, 2015). Rumus profitabilitas sebagai berikut :

ROA : Laba bersih / total aset


Amelia, V. (2015). Pengaruh Ukuran Perusahaan, Leverage, Profitabilitas, Intensitas Asetp Tetap,
Intensitas Persediaan dan Komisaris Independen Terhadap Effective Tax Rate. Univeristas Islam Negeri
Hidayatullah ekonomi dan bisnis.

Kerangka Pemikiran

1. intensitas modal Terhadap Agresivitas Pajak

Setiap perusahaan pasti memiliki aset tetapnya yang digunakan dalam menghasilkan labanya. Intensitas
modal merupakan rasio yang menandakan intensitas kepemilikan aset tetap suatu perusahaan
dibandingkan total asetnya. Jika perusahaan memiliki aset tetap yang besar akan menghasilkan beban
depresiasi atas aset yang besar juga, sehingga tingginya jumlah aset tetap yang ada diperusahaan dapat
mempengaruhi beban pajak perusahaan yang timbul dari beban depresiasi pada aset tetapnya. Hal ini
dapat disimpulkan bahwa intensitas modal dapat mempengaruhi agresivitas pajak. Hasil penelitian
mengenai pengaruh intensitas modal terhadap agresivitas pajak menunjukkan hasil bahwa intensitas
modal berpengaruh positif terhadap agresivitas pajak (Sukartha & Andhari, 2017).

2. Profitabilitas Terhadap Agresivitas Pajak

Profitabilitas merupakan gambaran kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. Pada penelitian
ini return on asset digunakan sebagai indikator untuk mengukur profitabilitas perusahaan. Return on
asset dapat mengukur kemampuan efektifitas keseluruhan dalam menghasilkan laba melalui aset yang
tersedia. Semakin tinggi nilai return on asset semakin tinggi juga beban pajak yang ditanggung
perusahaan, maka manajemen termotivasi untuk mendapatkan bonusnya dan akan mengatur laba
bersihnya dengan mengelola beban pajaknya. Hal ini dapat disimpulkan bahwa profitabilitas dapat
mempengaruhi agresivitas pajak. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Maharani &
Suardana (2014) menyatakan profitabilitas berpengaruh positif terhadap agresivitas pajak.

Maharani, I. A., & Suardana, A. K. (2014). Pengaruh Corporate Governance, profitabilitas dan
karakteristik eksekutif pada tax avoidance. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana Volume 9, No. 2
ISSN : 2302-8556.

Sukartha, I., & Andhari, P. A. (2017). Pengaruh Pengungkapan CSR, Profitabilitas, Inventory Intensity,
Capital Intensity dan Leverage Terhadap Agresivitas Pajak. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana ISSN :
2302-8556.

Pengaruh intensitas modal, intensitas persediaan, profitabilitas dan kompensasi rugi fiskal berpengaruh
terhadap agresivitas pajak pada perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia periode 2013-2107 secara parsial sebagai berikut : (Hafizh 2019)

a) Intensitas modal berpengaruh positif terhadap agresivitas pajak.


b) Intensitas persediaan berpengaruh positif terhadap agresivitas pajak.

c) Profitabilitas tidak berpengaruh terhadap agresivitas pajak.

d) Kompensasi rugi fiskal tidak berpengaruh terhadap agresivitas pajak.

Imam fadli 2016

Leverage

Keown (2005) mendefinisikan leverage sebagai penggunaan sumber dan yang memiliki beban tetap
(fixed rate of return) dengan harapan memberikan keuntungan yang lebih besar dari pada biaya
tetapnya sehingga akan meningkatkan keuntungan. Rasio total utang terhadap harta idealnya sebesar
40%. Suyanto dan Supramono (2012) berpendapat bahwa perusahaan yang memiliki kewajiban pajak
yang tinggi akan memiliki utang yang tinggi pula dan akan menimbulkan biaya bunga yang semakin
tinggi. Biaya bunga yang semakin tinggi akan memberikan pengaruh berkurangnya beban pajak
perusahaan. Semakin tinggi nilai utang perusahaan maka nilai CETR perusahaan akan semakin rendah
(Richardson dan Lanis, 2007).

H2: Leverage berpengaruh terhadap agresivitas pajak perusahaan

Lanis, R., dan Richardson ,G. (2011), The effect of board of director composition on corporate tax
aggressiveness. Journal of Accounting and Public Policy, vol 30 (1), Hal: 50-70

Suyanto, Krisnata Dwi & Supramono. (2012). “Likuiditas, Leverage, Komisaris Independen, dan
Manajemen Laba terhadap Agresivitas Pajak Perusahaan”. Jurnal Keuangan dan Perbankan, Vol.16, No.2
Mei 2012, Hal: 167–177.

Kepemilikan Institusional

Menurut Andreas (2009:98) kepemilikan institusional adalah jumlah kepemilikan saham oleh investor
institusional terhadap seluruh saham yang beredar, yang diukur dengan persentase saham yang dimiliki
investor institusional. Desai dan Dharmapala (2009) menyatakan kepemilikan institusional adalah
ukuran utama dalam corporate governance dalam menengahi adanya penghindaran pajak pada
perusahaan yang mempengaruhi nilai perusahaan. Dengan adanya kontrol dan tingkat pengawasan yang
tinggi dari kepemilikan institusional akan memberikan aspek positif pada penghindaran pajak.

H5: Kepemilikan institusionalberpengaruh terhadap agresivitas pajak perusahaan.

Elvina 2020

Kasus bentoel
Lembaga Tax Justice Network di tahun 2019 melaporkan PT Bentoel Internasional Investama Tbk selaku
anak perusahaan British American Tobacco (BAT) atas adanya dugaan praktek penghindaran pajak.
Skema yang dilakukan dengan pembayaran bunga utang melalui internal perusahaan serta pembayaran
royalti, ongkos dan biaya IT. Taktik ini dilakukan dengan mengalihkan transaksi melalui anak perusahaan
BAT yang berada di negara yang melakukan kesepakatan perpajakan dengan Indonesia. Atas skema
tersebut kerugian yang ditanggung pemerintah mencapai 14 juta dolar AS per tahun.
(www.nasional.kontan.co.id)

Hipotesis

1. Capital intensity

Anindyka, et al., (2018) membuktikan capital intensity mempengaruhi tax avoidance. Aset tetap yang
dimiliki perusahaan umumnya bernilai besar yang mana dalam kepemilikan tersebut memunculkan
adanya beban depresiasi. Dalam lingkup perpajakan memperbolehkan laba yang akan dilaporkan
dikurangi dengan beban depresiasi. Sehingga semakin tingginya nilai intensitas aset tetap
mengindikasikan perusahaan lebih rentan melakukan tindakan penghindaran pajak, sementara
Syamsuddin & Suryarini, (2019) menunjukkan hasil yang sebaliknya. Maka ditariklah hipotesis:

H3: Capital intensity berpengaruh pada tax avoidance

Anindyka S, D., Pratomo, D., & Kurnia. (2018). Pengaruh Leverage (DAR), Capital Intensity dan Inventory.
eProceeding of Management : Vol.5, No.1 Maret

Laporan Tahunan Kinerja Direktorat Jenderal Pajak. (2019).

Laporan Tahunan Kinerja Kementerian Perindustrian. (2018)

2. Leverage

Temuan Praditasari & Setiawan, (2017) bahwa tingginya rasio leverage mempengaruhi tax avoidance.
Hal ini didasarkan pada besarnya nominal beban bunga dari hutang yang bisa mengurangi pendapatan
sehingga beban pajak dapat diminimalkan. Temuan tersebut tidak didukung penelitian dari Yulyanah
dan Kusumastuti (2019). Maka ditariklah hipotesis:

H4: Leverage berpengaruh pada tax avoidance

Praditasari, N. K., & Setiawan, P. E. (2017). Pengaruh Good Corporate Governance, Ukuran Perusahaan,
Leverage Dan Profitabilitas Pada Tax Avoidance. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana Vol.19 No.2 ,
29-58

3. Profitabilitas
Layaknya temuan Astuti, et al., (2018) bahwa tingginya angka profitabilitas menunjukkan peningkatan
pendapatan perusahaan yang diikuti dengan besarnya pajak penghasilan terutang. Sehingga memicu
untuk melakukan praktik penghindaran pajak guna mempertahankan besarnya pendapatan tersebut.
Sementara temuan Puspita, et al., (2018) tax avoidance tidak dipengaruhi profitabilitas. Maka ditariklah
hipotesis:

Profitabilitas berpengaruh pada tax avoidance

Puspita, E. R., Nurlaela, S., & Masitoh, E. (2018). Pengaruh Size, Debts, Intangible Assets, Profitability,
Multinationality dan Sales Growth Terhadap Tax Avoidance . Seminar Nasional dan Call for
Paper;Manajemen, Akuntansi dan Perbankan 2018 .

Astuti, M. T., Titisari, K. H., & Nurlaela, S. (2018). Pengaruh Karakteristik Tata Kelola Perusahaan dan
Kinerja Perusahaan terhadap Tax Avoidance (Studi Empiris Pada Perusahaan Makanan Minuman yang
Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2012-2015). The 2nd International Conference on Technology,
Education, and Social Science 2018 (The 2nd ICTESS 2018).

Delliansyah 2019

Kasus BAT

Fenomena yang terjadi di Indonesia menurut insight.kontan.co.id perusahaan rokok raksasa dunia,
British American Tobacco (BAT), diduga melakukan penghindaran pajak di Negara berpenghasilan
rendah dan menengah, termasuk Indonesia. Dugaan itu merupakan hasil penelusuran Tax Justice
Network (TJN), lembaga independen berjaring internasional dari Inggris yang focus melakukan penelitian
dan kajian terkait kebijakan serta pelaksanaan perpajakan.

Laporan TJN yang berjudul Ashes to Ashes itu menyebutkan, BAT yang berbasis di London diduga
melakukan praktik penghindaran pajak senilai US$ 700 juta di enam negara, yakni Bangladesh,
Indonesia, Kenya, Guyana, Brazil, Trinidad dan Tobago. Indonesia kehilangan potensipajak mencapai US$
14 juta per tahun. Di Indonesia, BAT diduga melakukan penghindaran pajak melalui anak usahanya, PT
Bentoel Internasional Investama Tbk (RMBA). Pada periode 2013-2015, TJN menyebutkan, Bentoel
mengambilpinjaman dari perusahaan terafiliasi di Belanda, Rothmans Far East BV. Fasilitas pinjaman itu
sebesar Rp 5,3 triliun pada Agustus 2013 dan Rp 6,7 triliun pada 2015.

Dana pinjaman tersebut digunakanuntuk membiayai kembali utang alias refinancing dan mendanai
pembelian mesin dan peralatan. Dari pinjaman itu, Bentoel membayar bunga pinjaman yang terbilang
besar, yakni Rp 2,25 triliun. Bunga inimenjadi pengurang penghasilan kena pajak di Indonesia. Rothmans
Far East, menurut TJN, adalah perusahaan yang sangat kecil dan hanya memperkerjakan tiga orang di
luar Belanda. Yang menarik, berdasarkan laporan keuangan Rothmans, laporan TJN mengatakan, dana
pinjaman ke Bentoel itu sebetulnya berasal dari perusahaan grup BAT lainnya, Pathway 4 (Jersey)
Limited, yang berpusat di Inggris.

Pinjaman dari Pathway ke Rothmans Far East berdenominasi rupiah. Hal itu, TJN mengatakan,
membuat jelas bahwa dana tersebut ditujukan untuk dipinjamkan kepada Bentoel. Pinjaman dari
perusahaan di Belanda akan lebih menguntungkan dibandingkan pinjaman dari perusahaan di Inggris.
Sebab Indonesia dan Belanda memiliki perjanjian perpajakan yang diteken pada 2002. Berdasarkan
ketentuan umum, penghasilan berupa bunga yang diterima wajib pajak luar negeri dari Indonesia akan
dikenakan tarif pajak penghasilan sebesar 20%. Namun, tarif pajak final tersebut bias berubah mengikuti
tax treaty alias perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B). Berdasarkan perjanjian pajak antara
Indonesia dan Belanda, jika pemilik manfaat dari bunga adalah penduduk negara lain, dalam hal ini
perusahaan di Belanda, maka pajak yang dikenakan tidak akan melebihi 10% dari jumlah bruto bunga.
Dengan memanfaatkan celahtersebut TJN menduga, Indonesia kehilangan pendapatan sebesar US$ 11
juta per tahun.

Agresivitas pajak

Menurut Undang-Undang nomor 36 tahun 2008, PPH Pasal 17 menjelaskan secara terperinci tentang
tarif yang digunakan untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak. Tarif yang diberlakukan untuk wajib
pajak badan dalam negeri ialah 25%. Hal tersebut menandakan perusahaan wajib membayar 25% dari
laba yang diperolehnya. Apabila nilai rasio yang didapat oleh perusahaan kurang dari 25% maka
mengindikasikan perusahaan melakukan tindakan agresif terhadap pajak.

Pengukuran agresivitas pajak yang digunakan dalam penelitian ini yaitu GAAP ETR dan Cash ETR. ETR
dihitung atau dinilai berdasarkan pada informasi keuangan yang dihasilkan oleh perusahaan sehingga
Effective Tax Rate (ETR) merupakan bentuk perhitungan tarif pajak pada perusahaan. ETR digunakan
untuk mengukur dampak perubahan kebijakan perpajakan atas beban pajak perusahaan. ETR digunakan
karena dalam agresivitas pajak tidak hanya bersumber dari pajak penghasilan saja tetapi beban pajak
lainnya yang tergolong dapat dibebankan pada perusahaan. Hasil rasio jika menunjukkan dibawah 25%
maka mengindikasikan bahwa objek melakukan tindakan agresivitas pajak. Sedangkan CETR
menggambarkan kegiatan agresivitas dari perusahaan karena CashETR tidak terpengaruh dengan adanya
perubahan estimasi seperti penyisihan penilaian atau perlindungan pajak. Selain itu pengukuran CETR
dapat menjawab atas permasalahan dan keterbatasan atas pengukuran ETR.

Pengaruh Leverage terhadap Agresivitas Pajak

Leverage merupakan tingkat hutang dari suatu perusahaan. Semakin tinggi tingat leverage akan
berpengaruh terhadap agresivitas pajak. dikarenakan, semakin tinggi leverage dari suatu perusahaan
maka semakin tinggi pula beban bunga yang didapat oleh perusahaan, semakin tinggi beban bunga dari
perusahaan tersebut maka semakin berkurang beban pajak yang akan diperoleh perusahaan.
Perusahaan dimungkinkan menggunakan utang dalam memenuhi kebutuhan operasional dan investasi
perusahaan. Akan tetapi pengggunaan utang akan menimbulkan beban tetap (fixed rate of return) yang
disebut dengan bunga. Beban bunga dapat digunakan sebagai pengurang dalam perhitungan pajak. Jika
dihubungkan dengan agresivitas pajak semakin besar utang yang dimiliki perusahaan maka laba kena
pajak akan menjadi lebih kecil karena insentif pajak atas bunga utang semakin besar (Darmawan dan
Sukartha, 2014).Sebagaimana dalam penelitian Purwanto(2016) menyatakan bahwa leverage
berpengaruh positif terhadap agresivitas pajak.

Darmawan, I Gede Hendy dan I Made Sukartha. 2014. “PengaruhPenerapan Corporate Governance,
Leverage, Return On Assets dan Ukuran Perusahaan pada Penghindaran Pajak.

Purwanto, A. (2016). Pengaruh Likuiditas, Leverage, Manajemen Laba, dan Kompensasi Rugi Fiskal
terhadap Agresivitas Pajak Perusahaan pada Perusahaan Pertanian dan Pertambangan yang Terdaftar di
Bursa Efek Indonesia Periode 2011-2013. 580–594.

Pengaruh Komisaris Independen terhadap Agresivitas Pajak

Komisaris independen itu sendiri adalah dewan yang ditunjuk oleh investor untuk mengawasi jalannya
manajemen dari suatu perusahaan. Komisaris independen memiliki fungsi sebagai pengawas
dalammemonitoring kinerja direksi dalammenjalankan perusahaan dan memberikannasihat atas
kebijakan yang diterapkan oleh manajemen. Semakin tinggi tingkat komisaris independen maka akan
berpengaruh pada agresivitas pajak. Manajemen enggan melakukan penghindaran pajak apabila
semakin tinggi tingkat komisaris independen.Sebagaimana dalam penelitian Fadli (2016)menyatakan
bahwa komisaris independen berpengaruh terhadap agresivitas pajak.

Pengaruh Profitablitas terhadap Agresivitas Pajak

Profitabilitas adalah gambaran kinerja keuangan perusahaan dalam menghasilkan laba dari pengelolaan
asset. Retun On Assets (ROA) merupakan salah satu dari rasio yang ada pada profitabilitas. Return on
asset itu sendiri adalah rasio laba bersih terhadap total aset untuk mengukur kemampuan perusahaan
dalam mendapatkan laba. Return on asset yang tinggi menandakan semakin besar pula laba yang
didapatkan perusahaan. Semakin tinggi laba yang didapat maka beban pajak juga akan semakin tinggi.
Hal ini dapat membuat perusahaan melakukan tindakan agresivitas pajak untuk mengurangi beban pajak
yang harus dibayarkan. Sebagaimana dalam penelitian Andhari & Sukartha(2017) menyatakan bahwa
profitabilitas berpengaruh terhadap agresivitas pajak.

Pembahasan

Pengaruh Leverage Terhadap Agresivitas Pajak


Leverage merupakan tingkat hutang dari suatu perusahaan. Semakin tinggi tingat leverage akan
berpengaruh terhadap agresivitas pajak. dikarenakan, semakin tinggi tingkat leverage dari suatu
perusahaan maka semakin tinggi pula beban bunga yang didapat oleh perusahaan, semakin tinggi beban
bunga dari perusahaan tersebut maka semakin berkurang beban pajak yang akan diperoleh perusahaan.
Perusahaan dimungkinkan menggunakan utang dalam memenuhi kebutuhan operasional dan investasi
perusahaan. Akan tetapi pengggunaan utang akan menimbulkan beban tetap (fixed rate of return) yang
disebut dengan bunga. Beban bunga dapat digunakan sebagai pengurang dalam perhitungan pajak. Jika
dihubungkan dengan agresivitas pajak semakin besar utang yang dimiliki perusahaan maka laba kena
pajak akan menjadi lebih kecil karena insentif pajak atas bunga utang semakin besar(Darmawan dan
Sukartha, 2014).

Pengaruh Komisaris Independen Terhadap Agresivitas Pajak

Komisaris independen itu sendiri adalah dewan yang ditunjuk oleh investor untuk mengawasi jalannya
manajemen dari suatu perusahaan. Komisaris independen memiliki fungsi sebagai pengawas dalam
memonitoring kinerja direksi dalam menjalankan perusahaan dan memberikan nasihat atas kebijakan
yang diterapkan oleh manajemen. Semakin tinggi tingkat komisaris independen maka akan berpengaruh
pada agresivitas pajak. Manajemen enggan melakukan penghindaran pajak apabila semakin tinggi
tingkat komisaris independen.

Pengaruh Profitabilitas Terhadap Agresivitas Pajak

Profitabilitas adalah gambaran kinerja keuangan perusahaan dalam menghasilkan laba dari pengelolaan
asset.Retun On Assets (ROA) merupakan salah satu dari rasio yang ada pada profitabilitas. Return on
asset itu sendiri adalah rasio laba bersih terhadap total aset untuk mengukur kemampuan perusahaan
dalam mendapatkan laba. Return on asset yang tinggi menandakan semakin besar pula laba yang
didapatkan perusahaan. Semakin tinggi laba yang didapat maka beban pajak juga akan semakin tinggi.
Hal ini dapat membuat perusahaan melakukan tindakan agresivitas pajak untuk mengurangi beban pajak
yang harus dibayarkan.

Yulyanah 2019

PENDAHULUAN

Banyak perusahaan di Indonesia melakukan penghindaran pajak Berdasarkan survey yang dilakukan
penyidik IMF Ernesto Crivelly tahun 2016, dianalisa kembali oleh Universitas PBB menggunakan
database International Center for Policy and Research (ICTD), dan International Center for Taxation and
Development (ICTD) terhadap perusahaan di 30 negara. Indonesia menjadi peringkat 11 dari 30 negara
dengan kerugian sekitar U$6,48 milliar akibat perusahaan yang melakukan penghindaran pajak.

Praktik penghindaraan pajak yang dilakukan perusahaan di Indonesia berdampak pada penurunan
pencapaian penerimaan pajak. Penurunan persentase pencapaian penerimaan pajak dipicu oleh
banyaknya perusahaan yang melakukan penghindaran pajak. Pajak menjadi beban perusahaan karena
dapat mengurangi laba bersih. Oleh karena itu, melakukan penghindaran pajak menjadi cara perusahaan
untuk mengurangi pembayaran pajaknya ke kas negara (Kurniasih & Sari, 2013). Perusahaan
memanfaatkan celah-celah (loopholes) dalam peraturan perpajakan sebagai salah satu tindakan legal
dalam penghindaran pajak untuk mengurangi beban pajak yang terutang (Pohan C. A., 2013). Hal ini
dapat dibuktikan dari pencapaian realisasi penerimaan pajak dalam APBN tidak mencapai target bahkan
mengalami penurunan yang dapat dilihat pada tabel 1.

Pohan, C. A. (2013). Manajemen Perpajakan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka

Anda mungkin juga menyukai