DISUSUN OLEH
KELOMPOK :
Menurut Bahri dkk (2017), sistem pengukuran kinerja dengan mengukur kinerja
perusahaan secara kuantitatif dan memberikan informasi tentang hasil keuangannya. Namun,
untuk dapat mengelola perusahaan kinerja dan membuat keputusan berdasarkan informasi
tentang koreksi dan / atau revisi, penting untuk diidentifikasi tindakan mana yang
mempengaruhi hasil, maka pentingnya juga menggunakan informasi non-keuangan tentang
praktik bisnis, yang dianggap sebagai pendorong atau pemimpin di sini indikator kinerja
keuangan.
Dilansir dari dosenpendidikan.com (2019), Kinerja keuangan perusahaan berkaitan
erat dengan pengukuran dan penilaian kinerja. Pengukuran kinerja “performing measurement”
ialah kualifikasi dan efisiensi serta efektivitas perusahaan dalam pengoperasian bisnis selama
periode akuntansi.
PENCIPTAAN NILAI
Menurut Merchant dan Stede (2017), Tujuan utama dari organisasi berorientasi laba
adalah untuk memaksimalkan nilai perusahaan, menolak beberapa batasan, seperti
penyesuaian dengan hukum dan perhatian yang memadai untuk karyawan, konsumen, dan
pemegang saham lainnya. Idealnya, untuk menggambarkan keberhasilan dengan tepat,
pengukuran kinerja seharusnya meningkat ketika nilai diciptakan dan menurun ketika
ditiadakan.
Menurut Fahmi (2015), Secara umum ada empat pendapat akuntan yang diberikan
dalam suatu penilaian antara lain:
a) Unqualified opinion (suatu bentuk pendapat wajar tanpa kualifikasi)
b) Qualified opinion (suatu bentuk pendapat wajar dengan kualifikasi)
c) Adverse opinion (suatu pendapat tidak wajar)
d) Disclamair opinion (suatu bentuk pernyataan menolak memberikan pendapat)
Menurut Merchant dan Stede (2017), Salah satu cara untuk menilai perubahan nilai
adalah dengan menggunakan pengukuran pasar dari kinerja yang didasarkan pada perubahan
2
nilai pasar atau perusahaan atau dividen yang juga diperhatikan, return kepada para
pemegang saham.
Pengukuran pasar memiliki keterbatasan, yaitu:
1. Pengukuran pasar terkendala masalah pengendalian
2. Nilai pasar juga tidak selalu menggambarkan kinerja yang sesungguhnya, meskipun
nilai hanya mewakili ekspektasi, dan hal ini dapat berisiko untuk insentif dasar yang
diperkirakan karena perkiraan tersebut mungkin bukan yang sesungguhnya.
3. Masalah pengukuran kinerja pasar sebenarnya berpotensi gagal mencapai kesesuaian.
Menurut Wei dkk (2015), Tindakan pasar melibatkan interaksi perusahaan dalam
pasar tradisional pengaturan. Tindakan seperti itu biasanya diarahkan pada pembeli, penjual,
dan saingan. Contohnya termasuk perubahan harga, iklan dan promosi, distribusi, dan produk
baru.
3
Pengukuran kinerja perusahaan perlu dipastikan untuk kepentingan apa analisis
kinerja perusahaan dilakukan, dalam hal ini pemimpin perusahaan dapat menganalisis
kinerja perusahaan dari perspekfit eksternal dan internal.
Pengukuran kinerja perusahaan perlu ditetapkan periode analisisnya, sehingga data
gathering dapat ditentukan dengan tepat. Sumber data misalnya laporan tahunan,
laporan manajamen, laporan divisi, dan sumber data eksternal.
Pemimpin organisasi perusahaan menetapkan target KPI dari setiap perspektif
financial dan non financial sesuai strategi perusahaan. Alignment setiap target KPI
divisi dengan divisi lain, target divisi dengan target korporat menjadi isu penting.
Menurut Mulyadi dan Setiawan (2001), Balanced scorecard adalah sekumpulan ukuran
kinerja yang mencakup empat prespektif: keuangan, customer, proses bisnis/intern, dan
pembelajaran dan pertumbuhan.
Ukuran kinerja dari perspektif customer
Balanced scorecard menuntut manajer untuk menerjemahkan visi organisasi ke dalam
sasaran-sasaran strategic yang benar-benar ditujukan untuk memuaskan kebutuhan
customer.
Ukuran kinerja dari perspektif proses bisnis/intern
Kinerja perusahaan dari perspektif customer diperoleh dari proses bisnis/intern yang
diselenggarakan oleh perusahaan. Manajer harus memfokuskan perhatiannya kepada
proses bisnis/intern yang menjadi penetu kepuasan customer.
Ukuran kinerja dari perspektif pembelajaran dan pertumbuhan
Dalam penerpan balanced scorecard untuk pengukuran kinerja dari perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan, perusahaan perlu menentukan sasaran strategic yang
berkaitan dengan kompetensi dan komitmen personel, ketersediaan prasarana, saran,
dan teknologi, dan kemudian menentukan ukuran hasil (outcome measures) untuk
setiap sasaran strategic tersebut
Ukuran kinerja dari perspektif keuangan
Kuran kinerja keuangan menunjukkan apakah strategi, sasaran strategic inisiatif
strategic dan implementasinya mampu memberikan kontribusi dalam menghasilkan
4
laba bagi perusahaan. Ukuran keuangan umumnya diwujudkan dalam profitabilitas,
pertumbuhan, dan shareholder value.
Menurut Anthony dan Govindarajan (2005), Pengendalian keuangan yang ketat dapat
memotivasi manajer untuk memanipulasi data. Ini dapat dilakukan dalam berbagai bentuk.
Pada satu tingkat, manajer bisa saja memilih metode akuntansi yang meminjam dari laba
masa depan untuk memenuhi target perriode sekarang (misalnya, dengan membuat provisi
yang tidak mencukupi piutang tak tertagih, penyusutan persediaan, dan klaim garansi). Pada
tingkat lain, manajer mungkin mengubah data-data yaitu, dengan sengaja menyediakan
5
informasi yang tidak akurat. Singkatnya, mengendalikan pada ukuran keuangan saja tidaklah
mencukupi untuk memastikan bahwa strategi akan dilaksanakan dengan sukses. Solusinya
adalah untuk mengukur dan mengevaluasi manajer unit bisnis mengunakan berbagai ukuran,
baik non keuangan maupun keuangan. Ukuran-ukuran non keuangan yang mendukung
implementasi strategi dibuat sebagai faktor kunci keberhasilan atau indikator kunci kinerja.
Menurut Merchant dan Stede (2017), ROI adalah rasio akutansi yang di hasilkan oleh
divisi di bagi dengan investasi yang ada di dalam divisi. Perusahaan yang terbagi menjadi
divisi-divisi biasanya menggunakan beberapa bentuk dari berbagai kemungkinan pengukuran
ROI untuk mengevaluasi kerja divisi.
Menurut Meng dan Berger (2012), mendefinisikan ROI sebagai rasio keuangannya
menyatakan laba dalam kaitan langsung dengan investasi. Secara finansial, ROI hanyalah net
keuntungan (atau tabungan) yang diharapkan dari investasi tertentu.
Bentuk sesungguhnya dari tipe rasio ROI yakni bahwa perusahaan menggunakan secara luas,
seperti hal nya label perusahaan yang di letakan pada bottom line pengukuran pusat investasi,
diantara yang paling umum adalah ROI, ROE, ROCE dan RONA. Tipe pengukuran ROI
digunakan secara luas karena mereka memberikan beberapa keunggulan yang signifikan
(Merchant dan Stede, 2017).
Ketergantungan penuh pada pengukuran ROI dalam sistem pengendalian hasil dapat
menyebabkan beberapa masalah.
6
Menurut Merchant dan Stede (2017), terdapat masalah yang disebabkan oleh tipe pengukuran
ROI yaitu:
1) Suboptimasi
Pengukuran ROI dapat menciptakan masalah suboptimasi dengan mendorong manajer
untuk membuat investasi yang membuat divisi mereka terlihat baik meskipun
investasi tidak sesuai dengan kepentingan terbaik bagi perusahaan. Sebaliknya
pengukuran ROI dapat menyebabkan manajer dari divisi yang gagal untuk
berinvestasi dalan proyek investasi modal yang menjanjikan return di bawah modal
perusahaan.
2) Sinyal kerja yang menyesatkan
Kesulitan dalam mengukur penyebut dari pengukuran ROI, biasanya berkaitan dengan
aset tetap, yang dapat memberikan sinyal yang salah mengenai kinerja pusat investasi.
Nilai aset yang ditujukan dalan laporan posisi keuangan tidak selalu mewakili nilai
sesungguhnya yang tersedia bagi manajer terhadap return sekarang, aset ditambahkan
pada bisnis pada berbagai waktu di masa lalu, dibawah berbagai kondisi pasar dan
berbagai kekuatan penjualan dari unit moneter.
7
⁻ Analisa ROI tidak dapat digunakan untuk mengadakan perbandingan antara dua
perusahaan atau lebih karena ROI diperoleh dari dua rasio yang masing-masing
mengandung unsur penjualan dimana penganalisa tidak mengetahui sebab terjadinya
perubahan dalam penjualan tersebut.
⁻ Terkadang adanya perhitungan ROI juga mendorong terjadinya myopic
behavior, yaitu manajer hanya berfokus pada keuntungan jangka pendek, yang justru
akan membebani badan usaha keseluruhan secara jangka panjang.
8
DAFTAR PUSTAKA
Merchant, Kenneth A., Stede, W.A.V.D. 2017. Sistem Pengendalian Manajemen Edisi 3.
Jakarta: Salemba Empat
Mulyadi., Setiawan, Johny. 2001. Sistem Perencanaan dan Pengendalian Manajemen. Jakarta:
Salemba Empat
Fahmi, Irham. 2015. Manajemen Kinerja Teori dan Aplikasi. Bandung: Alfabeta.
Anthony, Robert N., Govindarajan, Vijay. 2002. Sistem Pengendalian Manajemen. Edisi
Pertama, Jakarta: Salemba Empat.
Bahri, M., St-Pierre, J., Sakka, O. 2017. Performance measurement and management
formanufacturing SMEs: a financial statement-based system. Measuring Business
Excellence. Vol 21 No1. Hal 17–36.
Wei, W., Hu, X., Li, Y., Peng, P. 2015. Integrating nonmarket and marketaction, response,
and initiating firm performance in competitive dynamics. ManagementDecision. Vol
53 No3. Hal 512–532.
Lloret Romero, N. (2011). ROI. Measuring the social media return on investment in a library.
The Bottom Line. Vol 24 No2. Hal 145–151.
Link : https://www.kajianpustaka.com/2016/09/pengertian-pengukuran-dan-penilaian-
kinerja-keuangan.html
9
Link : https://www.dosenpendidikan.com/kinerja-keuangan-pengertian-pengukuran-
analisis-penilaian/
Link : https://dosenakuntansi.com/perbedaan-pengukuran-dan-penilaian-dalam-akuntansi
Link : https://www.jurnal.id/id/blog/2018-roi-vs-eva-mana-yang-lebih-baik-untuk-
digunakan-perusahaan/
Link : http://supplychainindonesia.com/new/menilai-kinerja-perusahaan/
10