Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN


“PENGUKURAN KINERJA KEUANGAN DAN PENGARUHNYA”

DISUSUN OLEH
KELOMPOK :

1. DEBY ANNISA (1662201075)


2. DESI MAHDALENA (1562201017)
3. DESI YUMARDA (1662201124)
4. DICKY SEPTIAN (1662201119)
5. JOSUA RIAN P (1562201143)
6. MARDIYATUL WAHYUNI (1662201074)
7. RUT MAYNITA (1662201141)
8. SYLVIA YOHANA HERAWATI (1562201147)
9. TIA ARISKA (1662201086)
10. VIRHOT SITINJAK (1662201145)

PRODI AKUNTANSI – FAKULTAS EKONOMI


UNIVERSITAS LANCANG KUNING
TAHUN 2019
PENGUKURAN KINERJA KEUANGAN DAN PENGARUHNYA

Sebelum mengetahui bagaimana peengukuran kinerja keuangan dan pengaruhnya,


kita terlebih dahulu harus mengetahui apa itu kinerja keuangan.
Menurut Fahmi (2015), Kinerja keuangan adalah suatu analisis yang dilakukan untuk melihat
sejauh mana suatu perusahaan telah melaksanakan dengan menggunakan aturan-aturan
pelaksanaan keuangan secara baik dan benar.

Menurut Bahri dkk (2017), sistem pengukuran kinerja dengan mengukur kinerja
perusahaan secara kuantitatif dan memberikan informasi tentang hasil keuangannya. Namun,
untuk dapat mengelola perusahaan kinerja dan membuat keputusan berdasarkan informasi
tentang koreksi dan / atau revisi, penting untuk diidentifikasi tindakan mana yang
mempengaruhi hasil, maka pentingnya juga menggunakan informasi non-keuangan tentang
praktik bisnis, yang dianggap sebagai pendorong atau pemimpin di sini indikator kinerja
keuangan.
Dilansir dari dosenpendidikan.com (2019), Kinerja keuangan perusahaan berkaitan
erat dengan pengukuran dan penilaian kinerja. Pengukuran kinerja “performing measurement”
ialah kualifikasi dan efisiensi serta efektivitas perusahaan dalam pengoperasian bisnis selama
periode akuntansi.

Dilansir dari kajianpustaka.com (2016), Bagi investor, informasi mengenai kinerja


keuangan perusahaan dapat digunakan untuk melihat apakah mereka akan mempertahankan
investasi mereka di perusahaan tersebut atau mencari alternatif lain.
Sedangkan bagi perusahaan, informasi kinerja keuangan perusahaan dapat dimanfaatkan
untuk hal-hal sebagai berikut:
1. Untuk mengukur prestasi yang dicapai oleh suatu organisasi dalam suatu periode
tertentu yang mencerminkan tingkat keberhasilan pelaksanaan kegiatannya.
2. Selain digunakan untuk melihat kinerja organisasi secara keseluruhan, maka
pengukuran kinerja juga dapat digunakan untuk menilai kontribusi suatu bagian dalam
pencapaian tujuan perusahaan secara keseluruhan.
3. Dapat digunakan sebagai dasar penentuan strategi perusahaan untuk masa yang akan
datang.
4. Memberi petunjuk dalam pembuatan keputusan dan kegiatan organisasi pada
umumnya dan divisi atau bagian organisasi pada khususnya.
1
5. Sebagai dasar penentuan kebijaksanaan penanaman modal agar dapat meningkatkan
efisiensi dan produktivitas perusahaan.

PENCIPTAAN NILAI

Menurut Merchant dan Stede (2017), Tujuan utama dari organisasi berorientasi laba
adalah untuk memaksimalkan nilai perusahaan, menolak beberapa batasan, seperti
penyesuaian dengan hukum dan perhatian yang memadai untuk karyawan, konsumen, dan
pemegang saham lainnya. Idealnya, untuk menggambarkan keberhasilan dengan tepat,
pengukuran kinerja seharusnya meningkat ketika nilai diciptakan dan menurun ketika
ditiadakan.

Menurut Fahmi (2015), Secara umum ada empat pendapat akuntan yang diberikan
dalam suatu penilaian antara lain:
a) Unqualified opinion (suatu bentuk pendapat wajar tanpa kualifikasi)
b) Qualified opinion (suatu bentuk pendapat wajar dengan kualifikasi)
c) Adverse opinion (suatu pendapat tidak wajar)
d) Disclamair opinion (suatu bentuk pernyataan menolak memberikan pendapat)

Dilansir dari dosenakuntansi.com (2019), Berdasarkan prinsip prinsip akuntansi,


penilaian ditujukan kepada aset atau harta. Aset adalah salah satu elemen pembentuk posisi
keuangan (neraca) yang nantinya dijadikan informasi semantik bagi investor dan kreditor
sehingga tujuan dari penilaian aset ini berkaitan dengan tujuan dari jenis jenis laporan
keuangan. Dasar penilaian aset harus dikaitkan dengan aliran kas ke badan usah’ agar
penilaian lebih relevan. Aliran kas ke badan usaha bisa diprediksi melalui informasi semantik
yang terdiri dari posisi keuangan, profitabilitas, likuiditas, dan solvensi.

KINERJA TINDAKAN PASAR

Menurut Merchant dan Stede (2017), Salah satu cara untuk menilai perubahan nilai
adalah dengan menggunakan pengukuran pasar dari kinerja yang didasarkan pada perubahan

2
nilai pasar atau perusahaan atau dividen yang juga diperhatikan, return kepada para
pemegang saham.
Pengukuran pasar memiliki keterbatasan, yaitu:
1. Pengukuran pasar terkendala masalah pengendalian
2. Nilai pasar juga tidak selalu menggambarkan kinerja yang sesungguhnya, meskipun
nilai hanya mewakili ekspektasi, dan hal ini dapat berisiko untuk insentif dasar yang
diperkirakan karena perkiraan tersebut mungkin bukan yang sesungguhnya.
3. Masalah pengukuran kinerja pasar sebenarnya berpotensi gagal mencapai kesesuaian.

Menurut Wei dkk (2015), Tindakan pasar melibatkan interaksi perusahaan dalam
pasar tradisional pengaturan. Tindakan seperti itu biasanya diarahkan pada pembeli, penjual,
dan saingan. Contohnya termasuk perubahan harga, iklan dan promosi, distribusi, dan produk
baru.

PENGUKURAN AKUNTANSI KINERJA

Menurut Merchant dan Stede (2017), Berdasarkan akuntansi, pengukuran kinerja


bottom-line berasal dari dua bentuk dasar: pengukuran residual (atau pengukuran akuntansi
laba) seperti pendapatan bersih, laba operasi, pendapatan sebelum bunga, pajak, depresiasi
dan amortisasi (depreciation and amortization--EBITDA), laba residual, atau pengukuran
rasio (pengukuran return akuntansi) seperti ROI (return on investment), ROE (return on
equity), RONA (return on net assets), atau RAROC (risk-adjusted return on capital).
Pengukuran ini biasanya diambil dari peraturan yang ditentukan oleh pengatur standar untuk
tujuan pelaporan keuangan.
Dilansir dari supplychainindonesia.com (2015), Dalam menerapkan pengukuran kinerja
perusahaan, beberapa hal penting yang perlu dipahami oleh para pemimpin organisasi
perusahaan adalah:
 Pengukuran kinerja perusahaan perlu dikembangkan dari perspektif yang lebih luas,
baik perspekfit financial dan non financial. Penggunaan model balanced
scorecard dapat membantu untuk mengidentifikasi rasional strategy map, antara
kinerja finansial dan non finansial.

3
 Pengukuran kinerja perusahaan perlu dipastikan untuk kepentingan apa analisis
kinerja perusahaan dilakukan, dalam hal ini pemimpin perusahaan dapat menganalisis
kinerja perusahaan dari perspekfit eksternal dan internal.
 Pengukuran kinerja perusahaan perlu ditetapkan periode analisisnya, sehingga data
gathering dapat ditentukan dengan tepat. Sumber data misalnya laporan tahunan,
laporan manajamen, laporan divisi, dan sumber data eksternal.
 Pemimpin organisasi perusahaan menetapkan target KPI dari setiap perspektif
financial dan non financial sesuai strategi perusahaan. Alignment setiap target KPI
divisi dengan divisi lain, target divisi dengan target korporat menjadi isu penting.

Ukuran kinerja dengan berangka balanced scorecard

Menurut Mulyadi dan Setiawan (2001), Balanced scorecard adalah sekumpulan ukuran
kinerja yang mencakup empat prespektif: keuangan, customer, proses bisnis/intern, dan
pembelajaran dan pertumbuhan.
 Ukuran kinerja dari perspektif customer
Balanced scorecard menuntut manajer untuk menerjemahkan visi organisasi ke dalam
sasaran-sasaran strategic yang benar-benar ditujukan untuk memuaskan kebutuhan
customer.
 Ukuran kinerja dari perspektif proses bisnis/intern
Kinerja perusahaan dari perspektif customer diperoleh dari proses bisnis/intern yang
diselenggarakan oleh perusahaan. Manajer harus memfokuskan perhatiannya kepada
proses bisnis/intern yang menjadi penetu kepuasan customer.
 Ukuran kinerja dari perspektif pembelajaran dan pertumbuhan
Dalam penerpan balanced scorecard untuk pengukuran kinerja dari perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan, perusahaan perlu menentukan sasaran strategic yang
berkaitan dengan kompetensi dan komitmen personel, ketersediaan prasarana, saran,
dan teknologi, dan kemudian menentukan ukuran hasil (outcome measures) untuk
setiap sasaran strategic tersebut
 Ukuran kinerja dari perspektif keuangan
Kuran kinerja keuangan menunjukkan apakah strategi, sasaran strategic inisiatif
strategic dan implementasinya mampu memberikan kontribusi dalam menghasilkan

4
laba bagi perusahaan. Ukuran keuangan umumnya diwujudkan dalam profitabilitas,
pertumbuhan, dan shareholder value.

INVESTASI DAN OPERASI MYOPIA

Menurut Merchant dan Stede (2017), Pengukuran kinerja akuntansi dapat


menyebabkan manajer untuk bertindak secara myopia baik dalam membuat keputusan
investasi maupun operasi. Manajer yang terus memperhatikan tanggung jawab pada laba
jangka pendek atau return mungkin menyebabkan manajer mengurangi atau menunda
investasi yang menjanjikan pembayaran pada periode pengukuran di masa depan walaupun
ketika investasi ini ini memiliki net present value (NPV) positif dan sesuai dengan kriteria
lain untuk membuatnya berharga. Ini adalah myopia investasi.
Myopia investasi dapat bersumber langsung dari dua masalah dalam pengukuran akuntansi
seperti yang dijelaskan di atas: bias konservatif mereka dan ketidakpedulian terhadap aset
tidak berwujud dengan pembayaran masa depan yang utama. Myopia investasi terjadi hanya
pada bisnis ketika investasi dibuat untuk masa yang akan datang, tetapi operasi myopia
menjadi masalah potensial untuk semua bisnis meskipun terlihat hanya beroperasi pada
horizon yang pendek.

Menurut SreekumarNair dan Ladha (2014), Kebanyakan orang melakukan investasi


dengan mengharapkan imbalan di masa depan. Hadiahnya adalah tidak pasti baik dalam hal
ukuran hadiah dan dalam hal variabilitas dalam hadiah. Investor yang rasional akan berusaha
untuk memaksimalkan pengembalian investasi mereka dan meminimalkan risiko portofolio
mereka. Toleransi risiko seorang investor adalah fungsi dari cara seseorang memandang
ketidakpastian dalam situasi tertentu. Secara umum, peristiwa terkenal dianggap kurang
berisiko; itu adalah saat seseorang takut sesuatu, yang risikonya tampaknya diperkuat.
Persepsi risiko ini dipengaruhi oleh sosial norma dan budaya masyarakat.

Menurut Anthony dan Govindarajan (2005), Pengendalian keuangan yang ketat dapat
memotivasi manajer untuk memanipulasi data. Ini dapat dilakukan dalam berbagai bentuk.
Pada satu tingkat, manajer bisa saja memilih metode akuntansi yang meminjam dari laba
masa depan untuk memenuhi target perriode sekarang (misalnya, dengan membuat provisi
yang tidak mencukupi piutang tak tertagih, penyusutan persediaan, dan klaim garansi). Pada
tingkat lain, manajer mungkin mengubah data-data yaitu, dengan sengaja menyediakan
5
informasi yang tidak akurat. Singkatnya, mengendalikan pada ukuran keuangan saja tidaklah
mencukupi untuk memastikan bahwa strategi akan dilaksanakan dengan sukses. Solusinya
adalah untuk mengukur dan mengevaluasi manajer unit bisnis mengunakan berbagai ukuran,
baik non keuangan maupun keuangan. Ukuran-ukuran non keuangan yang mendukung
implementasi strategi dibuat sebagai faktor kunci keberhasilan atau indikator kunci kinerja.

UKURAN KINERJA RETURN ON INVESTMENT ( ROI )

Menurut Merchant dan Stede (2017), ROI adalah rasio akutansi yang di hasilkan oleh
divisi di bagi dengan investasi yang ada di dalam divisi. Perusahaan yang terbagi menjadi
divisi-divisi biasanya menggunakan beberapa bentuk dari berbagai kemungkinan pengukuran
ROI untuk mengevaluasi kerja divisi.

Menurut Lloret (2011) , ROI didefinisikan hanya sebagai indikator pengembalian


investasi, ini melibatkan biaya dan pendapatan langsung dari setiap transaksi. sebuah analisis
ROI dapat membantu sebuah institusi untuk membuktikan bagaimana penghematan biaya
yang melekat dalam penggunaan ini sebagai lawan dari yang sebelumnya alat pemasaran
mendukung penggunaannya

Menurut Meng dan Berger (2012), mendefinisikan ROI sebagai rasio keuangannya
menyatakan laba dalam kaitan langsung dengan investasi. Secara finansial, ROI hanyalah net
keuntungan (atau tabungan) yang diharapkan dari investasi tertentu.

Bentuk sesungguhnya dari tipe rasio ROI yakni bahwa perusahaan menggunakan secara luas,
seperti hal nya label perusahaan yang di letakan pada bottom line pengukuran pusat investasi,
diantara yang paling umum adalah ROI, ROE, ROCE dan RONA. Tipe pengukuran ROI
digunakan secara luas karena mereka memberikan beberapa keunggulan yang signifikan
(Merchant dan Stede, 2017).

Masalah yang Disebabkan oleh Tipe Pengukuran ROI

Ketergantungan penuh pada pengukuran ROI dalam sistem pengendalian hasil dapat
menyebabkan beberapa masalah.
6
Menurut Merchant dan Stede (2017), terdapat masalah yang disebabkan oleh tipe pengukuran
ROI yaitu:
1) Suboptimasi
Pengukuran ROI dapat menciptakan masalah suboptimasi dengan mendorong manajer
untuk membuat investasi yang membuat divisi mereka terlihat baik meskipun
investasi tidak sesuai dengan kepentingan terbaik bagi perusahaan. Sebaliknya
pengukuran ROI dapat menyebabkan manajer dari divisi yang gagal untuk
berinvestasi dalan proyek investasi modal yang menjanjikan return di bawah modal
perusahaan.
2) Sinyal kerja yang menyesatkan
Kesulitan dalam mengukur penyebut dari pengukuran ROI, biasanya berkaitan dengan
aset tetap, yang dapat memberikan sinyal yang salah mengenai kinerja pusat investasi.
Nilai aset yang ditujukan dalan laporan posisi keuangan tidak selalu mewakili nilai
sesungguhnya yang tersedia bagi manajer terhadap return sekarang, aset ditambahkan
pada bisnis pada berbagai waktu di masa lalu, dibawah berbagai kondisi pasar dan
berbagai kekuatan penjualan dari unit moneter.

Menurut Anthony dan Govindarajan (2002), Dalam pandangan mengenai kelemahan


ROI, diketahui untuk evaluasi kinerja menyebabkan disfungsi bagi para manager unit usaha.
Meskipun demikiantidak dapat menentukan adanya kesalahan tersebut karena hanya sedikit
jumlah manajer yang mau mengakui adanya kesalahan tersebut dan banyak yang tidak sadar
bahwa kesalah tersebut terjadi.

Dilansir dari jurnal.id (2018), terdapat kelemahan dari Pengukuran ROI:


⁻ Salah satu kelemahan yang prinsipil dari penggunaan ROI adalah kesukaran dalam
membandingkan tingkat Rate of Return suatu perusahaan dengan perusahaan lain
yang sejenis, mengingat bahwa praktik akuntansi yang digunakan masing-masing
perusahaan tersebut adalah berbeda-beda.
⁻ Kelemahan lain terletak adanya fluktuasi nilai dari uang (daya beli) suatu mesin atau
perlengkapan tertentu yang dibeli dalam keadaan inflasi nilainya berbeda dengan
kalau beli pada waktu tidak terjadi inflasi dan hal ini akan berpengaruh dalam
menghitung investment dan profit margin.

7
⁻ Analisa ROI tidak dapat digunakan untuk mengadakan perbandingan antara dua
perusahaan atau lebih karena ROI diperoleh dari dua rasio yang masing-masing
mengandung unsur penjualan dimana penganalisa tidak mengetahui sebab terjadinya
perubahan dalam penjualan tersebut.
⁻ Terkadang adanya perhitungan ROI juga mendorong terjadinya myopic
behavior, yaitu manajer hanya berfokus pada keuntungan jangka pendek, yang justru
akan membebani badan usaha keseluruhan secara jangka panjang.

PENGUKURAN LABA RESIDUAL SEBAGAI SOLUSI YANG TEPAT UNTUK


MASALAH PENGUKURAN ROI

Sejumlah peneliti dan konsultan memiliki argument bahwa penggunaan dari


pengukuran laba residual dapat membantu mengatasi keterbatasan suboptimisasi dasi ROI.
Laba residual dihitung dengan mengurangkan laba dari perubahan modal untuk asset bersih
yang ada pada pusat investasi. Modal dibebankan pada tingkat yang sama untuk rata-rata
biaya modal perusahaan yang tertimbang.
Jika biaya laba residual dibuat sama dengan tingkat keuntungan investasi yang disyaratkan
perusahaan, ukuran laba residual memberi semua manajer pusat investasi sebuah insentif
yang sama untuk investasi. Dengan demikian, hal tersebut menunjukkan suboptimisasi
masalah yang tidak dapat dipisahkan pada pengukuran ROI (Merchant dan Stede, 2017).

8
DAFTAR PUSTAKA

Merchant, Kenneth A., Stede, W.A.V.D. 2017. Sistem Pengendalian Manajemen Edisi 3.
Jakarta: Salemba Empat

Mulyadi., Setiawan, Johny. 2001. Sistem Perencanaan dan Pengendalian Manajemen. Jakarta:
Salemba Empat

Fahmi, Irham. 2015. Manajemen Kinerja Teori dan Aplikasi. Bandung: Alfabeta.

Anthony, Robert N., Govindarajan, Vijay. 2002. Sistem Pengendalian Manajemen. Edisi
Pertama, Jakarta: Salemba Empat.

Bahri, M., St-Pierre, J., Sakka, O. 2017. Performance measurement and management
formanufacturing SMEs: a financial statement-based system. Measuring Business
Excellence. Vol 21 No1. Hal 17–36.

Wei, W., Hu, X., Li, Y., Peng, P. 2015. Integrating nonmarket and marketaction, response,
and initiating firm performance in competitive dynamics. ManagementDecision. Vol
53 No3. Hal 512–532.

Meng, J., Berger, B. K. 2012. Measuring return on investment (ROI) oforganizations’


internal communication efforts. Journal of Communication Management. Vol 16 No4.
Hal 332–354.

Lloret Romero, N. (2011). ROI. Measuring the social media return on investment in a library.
The Bottom Line. Vol 24 No2. Hal 145–151.

SreekumarNair, A., Ladha, R. 2014. Determinants of non-economic investment goals among


Indian investors. Corporate Governance: The International Journalof Business in
Society. Vol 14 No5. Hal 714–727.

Link : https://www.kajianpustaka.com/2016/09/pengertian-pengukuran-dan-penilaian-
kinerja-keuangan.html
9
Link : https://www.dosenpendidikan.com/kinerja-keuangan-pengertian-pengukuran-
analisis-penilaian/

Link : https://dosenakuntansi.com/perbedaan-pengukuran-dan-penilaian-dalam-akuntansi

Link : https://www.jurnal.id/id/blog/2018-roi-vs-eva-mana-yang-lebih-baik-untuk-
digunakan-perusahaan/

Link : http://supplychainindonesia.com/new/menilai-kinerja-perusahaan/

10

Anda mungkin juga menyukai