Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH DEMOKRASI DI INDONESIA

ADE FIRMANSYAH
KELAS:XI TKJ 1
Kata Pengantar

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga makalah ini
dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih
terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan
baik pikiran maupun materinya.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk
itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di indonesia telah banyak menganut sistem pemerintahan pada awalnya. Namun, dari semua sistem
pemerintahan, yang bertahan mulai dari era reformasi 1998 sampai saat ini adalah sistem
pemerintahan demokrasi. Meskipun masih terdapat beberapa kekurangan dan tantangan disana
sini. Sebagian kelompok merasa merdeka dengan diberlakukannya sistem demokrasi di Indonesia.
Artinya, kebebasan pers sudah menempati ruang yang sebebas-bebasnya sehingga setiap orang
berhak menyampaikan pendapat dan aspirasinya masing-masing.

Demokrasi merupakan salah satu bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara
sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat atau negara yang dijalankan oleh pemerintah. Semua
warga negara memiliki hak yang setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup
mereka. Demokrasi mengizinkan warga negara berpartisipasi baik secara langsung atau melalui
perwakilan dalam perumusan, pengembangan, dan pembuatan hukum.

Demokrasi mencakup kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang memungkinkan adanya praktik
kebebasan politik secara bebas dan setara.

Demokrasi Indonesia dipandang perlu dan sesuai dengan pribadi bangsa Indonesia. Selain itu yang
melatar belakangi pemakaian sistem demokrasi di Indonesia. Hal itu bisa kita temukan dari
banyaknya agama yang masuk dan berkembang di Indonesia, selain itu banyaknya suku, budaya dan
bahasa, kesemuanya merupakan karunia Tuhan yang patut kita syukuri.

1.2 Rumusan Masalah

Apa yang dimaksud dengan demokrasi ?

Bagaimana perkembangan demokrasi?

Apasajakah bentuk-bentuk demokrasi ?

Bagaimana perkembangan serta pelaksanaan demokrasi di Indonesia ?

1.3 Tujuan

Berdasarkan perumusan masalah diatas maka dapat diketahui tujuan dari pembuatan makalah ini
adalah sebagai berikut.

Untuk mengetahui maksud dan perkembangan demokrasi

Untuk mengetahui bentuk-bentuk demokrasi

Untuk mengetahui dan memahami perkembangan serta pelaksanaan demokrasi di Indonesia

Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan.

Sebagai sarana atau media pembelajaran bagi mahasiswa pada umumnya.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Demokrasi dan Implementasinya

Pembahasan tentang peranan negara dan masyarakat tidak dapat dilepaskan dari telaah tentang
demokrasi dan hal ini karena dua alasan :Hampir semua negara di dunia ini telah menjadikan
demokrasi sebagai asasnya yang fundamental sebagai telah ditunjukkan oleh hasil studi UNESCO
pada awal 1950-an yang mengumpulkan lebih dari 100 Sarjana Barat dan Timur, sementara di
negara-negara demokrasi itu pemberian peranan kepada negara dan masyarakat hidup dalam porsi
yang berbeda-beda (kendati sama-sama negara demokrasi).

Demokrasi sebagai asas kenegaraan secara esensial telah memberikan arah bagi peranan
masyarakat untuk menyelenggarakan negara sebagai organisasi tertingginya tetapi ternyata
demokrasi itu berjalan dalam jalur yang berbeda-beda (Rais, 1995: 1).

Dalam hubungannya dengan implementasi ke dalam sistem pemerintahan, demokrasi juga


melahirkan sistem yang bermacam-macam seperti:

Sistem presidensial yang menyejajarkan antara parlemen dan presiden dengan memberi dua
kedudukan kepada presiden yakni sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.

Sistem parlementer yang meletakkan pemerintah dipimpin oleh perdana menteri yang hanya
berkedudukan sebagai kepala pemerintahan dan bukan kepala negara, sebab kepala negaranya bisa
diduduki oleh raja atau presiden yang hanya menjadi simbol kedaulatan dan persatuan dan;

Sistem referendum yang meletakkan pemerintah sebagai bagian (badan pekerja) dari parlemen. Di
beberapa negara ada yang menggunakan sistem campuran antara presidensial dengan parlementer,
yang antara lain dapat dilihat dari sistem ketatanegaraan di Perancis atau di Indonesia berdasar UUD
1945.

Dengan alasan tersebut menjadi jelas bahwa asas demokrasi yang hampir sepenuhnya disepakati
sebagai model terbaik bagi dasar, penyelenggaraan negara ternyata memberikan implikasi yang
berbeda, di antara pemakai-pemakainya bagi peranan negara.

2.2 Arti dan Perkembangan Demokrasi

Secara etimologis Istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani. “demos” berarti rakyat dan
“kratos/kratein” berarti kekuasaan. Konsep dasar demokrasi berarti “rakyat berkuasa” (government
of rule by the people). Ada pula definisi singkat untuk istilah demokrasi yang diartikan sebagai
pemerintahan atau kekuasaan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Namun demikian penerapan
demokrasi diberbagai negara di dunia, memiliki ciri khas dan spesifikasi masing-masing, yang
lazimnya sangat dipengaruh oleh ciri khas masyarakat sebagai rakyat dalam suatu Negara.

Demokrasi mempunyai arti yang penting bagi masyarakat yang menggunakannya, sebab dengan
demokrasi hak masyarakat untuk menentukan sendiri jalannya organisasi negara dijamin. Oleh
sebab itu, hampir semua pengertian yang diberikan untuk istilah demokrasi ini selalu memberikan
posisi penting bagi rakyat kendati secara operasional implikasinya di berbagai negara tidak selalu
sama.

Demokrasi sebagai dasar hidup bernegara memberi pengertian bahwa pada tingkat terakhir rakyat
memberikan ketentuan dalam masalah-masalah pokok mengenai kehidupannya, termasuk dalam
menilai kebijakasanaan negara, karena kebijaksanaan tersebut menentukan kehidupan rakyat (Noer,
1983: 207). Jadi, negara demokrasi adalah negara yang diselenggarakan berdasarkan kehendak dan
kemauan rakyat, atau jika ditinjau dari sudut organisasi, ia berarti suatu pengorganiasasian negara
yang dilakukan oleh rakyat sendiri atau asas persetujuan rakyat karena kedaulatan berada ditangan
rakyat.

Dalam hubungan ini menurut Henry B. Mayo bahwa sistem politik demokratis adalah sistem yang
menunjukkan bahwa kebijaksanaan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang
diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip
kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik (Mayo, 1960:
70).

Meskipun dari berbagai pengertian itu terlihat bahwa rakyat diletakkan pada posisi sentral “rakyat
berkuasa” (government or role by the people) tetapi dalam praktiknya oleh Unesco disimpulkan
bahwa ide demokrasi itu dianggap ambiguous atau mempunyai arti ganda, sekurang-kurangnya ada
ambiguity atau ketaktentuan mengenai lembaga-lembaga atau cara-cara yang dipakai untuk
melaksanakan ide, atau mengenai keadaan kultural serta historis yang mempengaruhi istilah ide dan
praktik demokrasi (Budiardjo, 1982: 50). Hal ini bisa dilihat betapa negara-negara yang sama-sama
menganut asas demokrasi ternyata mengimplementasikannya secara tidak sama. Ketidaksamaan
tersebut bahkan bukan hanya pada pembentukan lembaga-lembaga atau aparatur demokrasi, tetapi
juga menyangkut perimbangan porsi yang terbuka bagi peranan maupun peranan rakyat.

Pemakaian demokrasi sebagai prinsip hidup bernegara sebenarnya telah melahirkan fiksi-yuridis
bahwa negara adalah milik masyarakat, tetapi pada fiksi-yuridis inilah telah terjadi tolak-tarik
kepentingan, atau kontrol, tolak-tarik mana yang kemudian menunjukkan aspel lain yakni tolak-tarik
antara negara-masyarakat karena kemudian negara terlihat memiliki pertumbuhannya sendiri
sehingga lahirlah konsep tentang negara organis (Mahasin, 1984: 2).

Konsep demokrasi semula lahir dari pemikiran mengenai hubungan negara dan hukum di Yunani
Kuno dan dipraktikkan dalam hidup bernegara antara abad ke 4 sebelum masehi sampai abad 6
masehi. Pada waktu itu, dilihat dari pelaksanaanya, demokrasi yang dipraktekkan bersifat langsung
(direct democracy), artinya hak rakyat untuk membuat keputusan-keputusan politik dijalankan
secara langsung oleh seluruh warga negara yang bertindak berdasarkan prosedur mayoritas. Sifat
langsung ini dapat dilaksanakan secara efektif karena Negara Kota (City State) Yunani Kuno
berlangsung dalam kondisi sederhana dengan wilayah negara yang hanya terbatas pada sebuah kota
dan daerah sekitarnya dan jumlah penduduk yang hanya lebih kurang 300.000 orang dalam satu
negara. Lebih dari itu ketentuan-ketentuan demokrasi hanya berlaku untuk warga negara yang resmi
yang merupakan sebagian kecil dari seluruh penduduk. Sebagian besar yang terdiri dari budak
belian, pedagang asing, perempuan, dan anak-anak tidak dapat menikmati hak demokrasi
(Budiardjo, 1982: 54).

Gagasan demokrasi Yunani boleh dikatakan lenyap dari muka Dunia Barat ketika bangsa Romawi
dikalahkan oleh suku Eropah Barat dan Benua Eropah memasuki abad Pertengahan (600-1400).
Masyarakat abad Pertengahan ini dicirikan oleh struktur sosial yang feodal, kehidupan sosial dan
spiritualnya dikuasai oleh Paus dan Pejabat-pejabat agama, sedangkan kehidupan politiknya ditandai
oleh perebutan kekuasaan di antara para bangsawan. Dengan demikian, masyarakat Abad
Pertengahan terbelenggu oleh kekuasaan feodal dan kekuasaan pemimpin-pemimpin agama,
sehingga tenggelam dalam apa yang disebut sebagai masa kegelapan. Kendati begitu, ada sesuatu
yang penting berkenaan dengan demokrasi pada abad pertengahan itu, yakni lahirnya dokumen
Magna Charta (Piagam Besar), sesuatu piagam yang berisi semacam perjanjian antara beberapa
bangsawan dan Raja John di Inggris bahwa Raja mengakui dan menjamin beberapa hak dan
previleges bahwasannya sebagai imbalan untuk penyerahan dana bagi keperluan perang dan lain-
lain. Lahirnya piagam ini, dapat dikatakan sebagai lahirnya suatu tonggak baru bagi perkembangan
demokrasi, sebab dari piagam tersebut terlihat adanya dua prinsip dasar: pertama, kekuasaan Raja
harusdibatasi;kedua, hak asasi manusia lebih penting dari pada kedaulatan Raja (Ramdlonnaning,
1983: 9).

Ranaissance adalah aliran yang menghidupkan kembali minat pada sastra dan budaya Yunani kuno,
yang berupa gelombang-gelombang kebudayaan dan pemikiran yang dimulai di Italia pada abad ke-
14 dan mencapai puncaknya pada abad ke-15 dan 16. Masa Renaissance adalah masa ketika orang
mematahkan semua ikatan yang ada dan menggantikan dengan kebebasan bertindak yang seluas-
luasnya sepanjang sesuai dengan yang dipikirkan, karena dasar ide ini adalah kebebasan berpikir dan
bertindak bagi manusia tanpa boleh ada orang lain yang menguasai atau membatasi dengan ikatan-
ikatan. Hal itu di samping mempunyai segi positif yang cemerlang dan gemilang karena telah
mengantarkan dunia pada kehidupan yang lebih modern dan mendorong berkembang pesatnya ilmu
pengetahuan dan teknologi juga memberi sisi negatifnya sendiri, sebab dengan adanya pemikiran
untuk lepas dari semua ikatan (dan orang tak mungkin hidup tanpa ikatan-ikatan) berkembanglah
sifat-sifat buruk dan asosial seperti ke bencian, iri hati, atau cemburu yang dapat meracuni
penghidupan yang mengakibatkan terjadinya perjuangan sengit di setiap lapangan, dengan saling
bersiasat, membujuk, menipu, atau melakukan apa saja diinginkan kendati melalui cara yang tercela
secara moral.

Selain Renaissance, peristiwa lain yang mendorong timbulnya kembali “demokrasi” yang dahulu
tenggelam dalam abad Pertengahan adalah terjadinya Reformasi, yakni revolusi agama yang terjadi
di Eropah Barat pada abad ke-16 yang pada mulanya menunjukkan sebagai pergerakkan perbaikan
keadaan dalam gereja Katolik tetapi kemudian berkembang menjadi asas-asas Protestanisme.
Reformasi dimulai pada pintu gereja Wittenberg (31 Oktober 1517), yang kemudian segera
memancing terjadinya serangan terhadap gereja. Luther mempunyai ajaran tentang pengampunan
dengan kepercayaan saja sebagai pengganti upacara-upacara, pekerjaan baik dan perantaraan
gereja, serta mendesak supaya membaca kitab suci yang ternyata telah memberikan
pertanggungjawaban lebih besar kepada perseorangan untuk keselamatan sendiri. Ajaran yang
kemudian disambut dimana-mana itu telah menyulut api pemberontakan secara cepat dan meluas
di jerman dan sekitarnya, sengketa dengan gereja dan kaisar berjalan lama dan getir yang tidak
terselesaikan dengan diselenggarakannya. muktamar-muktamar di Speyer (1526, 1529) dan di
Augsburg (1530) Berakhirnya Reformasi ditandai dengan terjadinya perdamaian Westphalia (1648)
yang ternyata mampu menciptakan keseimbangan setelah kelelahan akibat perang yang
berlangsung selama 30 tahun. Namun, Protestanisme yang lahir dari Reformasi itu tidak hilang
dengan selesainya Reformasi, tetapi tetap menjadi kekuatan dasar di dunia Barat sampai sekarang
(Shadily, 1977: 937).
Dua kejadian (Renaissance dan Reformasi) ini telah mempersiapkan Eropah masuk ke dalam
Aufklarung (Abad Pemikiran) dan Rasionalisme yang mendorong mereka untuk memerdekakan
pikiran dari batas-batas yang ditentukan gereja untuk mendasarkan pada pemikiran atau akal (rasio)
semata-mata yang pada gilirannya kebebasan berpikir menelorkan lahirnya pikiran tentang
kebebasan politik. Dari sini timbullah gagasan tentang hak-hak politik rakyat yang tidak boleh
diselewengkan oleh raja, serta timbul kecaman-kecaman terhadap raja yang pada waktu rezim
memerintah dengan kekuasaan tak terbatas dalam gagasan politik dan bentuk monarki-monarki
absolut. Gagasan-gagasan politik dan kecaman terhadap absolutisme monarki itu telah pula
didukung oleh golongan menengah (midleclass) yang waktu itu mulai berpengaruh karena
kedudukan ekonomi dan mutu pendidikan golongan ini relatif baik (Budiardjo, 1982: 55).

Kecaman dan dobrakan terhadap absolutisme monarki didasarkan pada teori rasionalistis sebagai
“sosial-contract” (perjanjian masyarakat) yang salah satu asasnya menentukan bahwa dunia ini
dikuasai oleh hukum yang timbul dari alam (natural) yang mengandung prinsip-prinsip keadilan yang
universal yang mempermasalahkan berlakunya hukum alam (naturallaw) bagi semua orang dalam
bidang politik telah melahirkan pendapat umum bahwa hubungan antara raja dan rakyat didasarkan
pada suatu perjanjian yang mengikat kedua belah pihak. Raja diberi kekuasaan untuk
menyelenggarakan penertiban dan menciptakan suasana yang memungkinkan rakyat menikmati
hak-hak alamnya dengan aman, sedangkan rakyat akan mentaati pemerintahan raja, asal hak-hak
alamnya juga terjamin (Budiardjo, 1982: 56).

Tampak bahwa teori hukum alam merupakan usaha untuk mendobrak pemerintahan absolut dan
menetapkan hak-hak politik rakyat alam suatu asas yang disebut demokrasi (pemerintah rakyat).
Dua filsuf besar yaitu John Locke dan Montesquieu, masing-masing dari lnggris dan Perancis telah
memberikan sumbangan yang besar dagi gagasan pemerintahan demokrasi ini. John Locke (1632-
1704) mengemukakan bahwa hak-hak politik rakyat mencakup hak atas hidup, kebebasan dan hak
memiliki (live, liberal, property); sedangkan Montesquieu (1689-1955) mengemukakan sistem pokok
yang menurutnya dapat menjamin hak-hak politik tersebut melalui “Trias Politika”-nya, yakni suatu
sistem pemisahan kekusaan dalam negara ke dalam kekuasaan legislatis, eksekutif dan yudikatif
yang masing-masing harus dipegang oleh organ sendiri yang merdeka, artinya secara prinsip nya
semua kekuasaan itu tak boleh dipegang hanya seorang saja.

Dari pemikiran tentang hak-hak politik rakyat dan pemisahan kekuasaan inilah terlihat munculnya
kembali ide pemerintahan (demokrasi). Tetapi dalam kemunculannya sampai saat ini demokrasi
telah melahirkan dua konsep demokrasi yang berkaitan dengan peranan negara dan peranan
masyarakat, yaitu demokrasi konstitusional abad ke-19 dan demokrasi konstitusional abad ke-20
yang keduanya senantiasa dikaitkan dengan konsep negara hukum (Mahfud, 1999;20).

2.3 Bentuk-bentuk Demokrasi


Menurut Torres demokrasi dapat dilihat dari dua aspek yang pertama, formal democracy dan kedua,
substantive democracy, menunjuk pada bagaimana proses demokrasi itu dilakukan (Winataputra,
2006).

Formal democracy menunjuk pada demokrasi dalam arti sistem pemerintahan. Hal ini dapat dilihat
dalam berbagai pelaksanaan demokrasi di berbagai Negara. Dalam suatu negara misalnya dapat
diterapkan demokrasi dengan menerapkan sistem presidensial (sistem ini menekankan petingnya
pemilihan presiden secara langsung, sehingga Presiden terpilih mendapatkan mandat secara
langsung dari rakyat (Amerika dan Indonesia), atau sistem parlementer (sistem ini menerapkan
model hubungan yang menyatu antara kekuasaan eksekutif dan legislatif. kepala eksekutif (head of
government) adalah berada di tangan seorang perdana menteri. Adapun kepala negara (head of
state) adalah berada pada seorang ratu (Inggris) atau ada pula yang berada pada seorang presiden
(India).

Selain bentuk demokrasi sebagaimana dipahami di atas terdapat beberapa sistem demokrasi yang
mendasarkan pada prinsip filosofi Negara.

2.3.1 Demokrasi Perwakilan Liberal

Prinsip demokrasi ini didasarkan pada suatu filsafat kenegaraan bahwa manusia adalah sebagai
makhluk individu yang bebas. Oleh karena itu dalam sistem demokrasi ini kebebasan individu
sebagai dasar fundamental dalam pelaksanaan demokrasi.

Pemikiran tentang negara demokrasi sebagaimana dikembangkan oleh Nobbes, Locke dan Rousseau
bahwa negara terbentuk karena adanya perbenturan kepentingan hidup mereka dalam hidup
bermasyarakat dalam suatu natural state. Akibatnya terjadilah penindasan di antara satu dengan
lainnya. Oleh karena itu individu-individu dalam satu masyarakat itu membentuk suatu persekutuan
hidup bersama yang disebut negara, dengan tujuan untuk melindungi kepentingan dan hak individu
dalam kehidupan masyarakat negara. Atas dasar kepentingan ini dalam kenyataannya muncullah
kekuasaan yang kadangkala menjurus ke arah otoriterianisme.

Berdasarkan kenyataan yang dilematis tersebut, maka muncullah pemikiran ke arah kehidupan
demokrasi perwakilan liberal, dan hal inilah yang sering dikenal dengan demokrat-demokrat liberal.
lndividu dalam suatu negara dalam partisipasinya disalurkannya melalui wakil-wakil yang dipilih
melalui proses demokrasi.

Menurut Held (2004: 10), bahwa demokrasi perwakilan liberal merupakan suatu pembaharuan
kelembagaan pokok untuk mengatasi problema keseimbangan antara kekuasaan memaksa dan
kebebasan. Namun demikian perlu disadari bahwa dalam prinsip demokrasi ini apapun yang
dikembangkan melalui kelembagaan negara senantiasa merupakan suatu manifestasi perlindungan
serta jaminan atas kebebasan individu dalam hidup bernegara. Rakyat harus diberikan jaminan
kebebasan secara individual baik di dalam kehidupan politik, ekonomi, sosial, keagamaan bahkan
kebebasan anti agama.
Konsekuensi dari implementasi sistem dan prinsip demokrasi ini adalah berkembang persaingan
bebas, terutama dalam kehidupan ekonomi sehingga akibatnya individu yang tidak mampu
menghadapi persaingan tersebut akan tenggelam. Akibatnya kekuasaan kapitalislah yang menguasai
kehidupan negara, bahkan berbagai kebijakan dalam negara sangat ditentukan oleh kekuasaan
kapital. Hal ini sesuai dengan analisis P. L. Berger bahwa dalam era global dewasa ini dengan
semangat pasar bebas yang dijiwai oleh filosofi demokrasi liberal, maka kaum kapitalislah yang
berkuasa. Kapitalime telah menjadi fenomena global dan dapat mengubah masyarakat diseluruh
dunia baik dalam bidang sosial, politik maupun kebudayaan (Berger, 1988).

2.3.2 Demokrasi Satu Partai dan Komunisme

Demokrasi satu partai ini lazimnya dilaksanakan di negara-negara komunis seperti, Rusia, China,
Vietnam dan lainnya. Kebebasan formal berdasarkan demokrasi liberal akan menghasilkan
kesenjangan kelas yang semakin lebar dalam masyarakat, dan akhirnya kapitalisiah yang menguasai
negara.

Dalam hubungan ini Marx mengembangkan pemikiran sistem demokrasi “commune structure”
(struktur persekutuan). Menurut sistem demokrasi ini masyarakat tersusun atas komunitas-
komunitas yang terkecil. Komunitas yang paling kecil ini mengatur urusan mereka sendiri, yang akan
memilih wakil-wakil untuk unit-unit administratif yang besar misalnya distrik atau kota. Unit-unit
administratif yang lebih besar ini kemudian akan memilih calon-calon administratif yang lebih besar
lagi yang sering diistilahkan dengan delegasi nasional (Marx, 1970: 67). Susunan ini sering dikenal
dengan struktur “piramida” dari “demokrasi delegatif”. Semua delegasi bisa ditarik kembali, diikat
oleh perintah-perintah dari distrik pemilihan mereka dan diorganisasikan dalam suatu “piramida”
komite-komite yang dipilih secara langsung. Oleh karena itu menurut komunis, negara post kapitalis
tidak akan melahirkan kemiripan apapun dengan suatu rezim liberal, yakni rezim parlementer.
Semua perwakilan atau agen negara akan dimasukkan ke dalam lingkungan seperangkat institusi-
institusi tunggal yang bertanggung jawab secara langsung.

Menurut pandangan kaum Marxis-Leninis, sistem demokrasi delegatif harus dilengkapi, pada
prinsipnya dengan suatu sistem y ang terpisah tetapi sama pada tingkat partai komunis. Transisi
menuju sosialisme dan komunisme memerlukan kepemimpinan yang profesional, dari kader-kader
revolusioner dan disiplin (Lenin, 1947).

Berdasarkan teori serta praktek demokrasi sebagaimana dijelaskan di atas maka pengertian
demokrasi secara filosofis menjadi semakin luas, artinya masing-masing paham mendasarkan
pengertian bahwa kekuasaan di tangan rakyat.

2.4 Demokrasi di Indonesia

2.4.1 Perkembangan Demokrasi di Indonesia


Perkembangan demokrasi di Indonesia dapat dibagi dalam empat periode:

Periode 1945-1959, masa demokrasi perlementer yang menonjolkan peranan parlemen serta partai-
partai.

Periode 1959-1965, masa Demokrasi Terpimpin yang dalam banyak aspek telah menyimpang dari
demokrasi konstitusional dan lebih menampilkan beberapa aspek dari demokrasi rakyat.

Periode 1966-1998, masa demokrasi Pancasila era Orde Baru yang merupakan demokrasi
konstitusional yang menonjolkan sistem presidensial.

Periode 1999-sekarang, masa demokrasi Pancasila era Reformasi dengan berakar pada kekuatan
multi partai yang berusaha mengembalikan perimbangan kekuatan antar lembaga negara, antara
eksekutif, legislatif dan yudikatif.

2.4.2Pengertian Demokrasi menurut UUD 1945

Seminar Angkatan Darat II (Agustus 1966)

Bidang Politik dan Konstitusional : Demokrasi Indonesia seperti yang dimaksud dalam Undang-
undang Dasar 1945 berarti menegakkan kembali asas-asas negara hukum di mana kepastian hukum
dirasakan oleh segenap warga negara, hak-hak asasi manusia baik dalam aspek kolektif maupun
dalam aspek perseorangan dijamin, dan penyalahgunaan kekuasaan dapat dihindarkan secara
Institusional. Dalam rangka ini perlu diusahakan supaya lembaga-lembaga dan tata kerja Orde Baru
dilepaskan dari ikatan pribadi dan lebih diperlembagakan.

Bidang Ekonomi : Demokrasi ekonomi sesuai dengan asas-asas yang menjiwai ketentuan-ketentuan
mengenai ekonomi dalam UUD 1945 yang pada hakikatnya berarti kehidupan yang layak bagi semua
warganegara yang antara lain mencakup:

pengawasan oleh rakyat terhadap penggunaan kekayaan dan keuangan negara.

koperasi

pengakuan atas hak milik perorangan dan kepastian hukum dalam penggunaannya.

peranan pemerintah yang bersifat pembinaan, penunjuk jalan serta pelindung.

Munas III Persahi : The Rule of Law (Desember 1966) Asas negara hukum Pancasila mengandung
prinsip:

Pengakuan dan perlindungan hak asasi yang mengandung persamaan dalam bidang politik, hukum,
sasial, ekonomi, kultural dan pendidikan.

Peradilan yang bebas dan tidak memihak, tidak terpengaruh oleh sesuatu kekuasaan/kekuatan lain
apa pun.

Jaminan kepastian hukum dalam semua persoalan. Yang dimaksudkan kepastian hukum yaitu
jaminan bahwa ketentuan hukumnya dapat dipahami, dapat dilaksanakan dan aman dalam
melaksanakannya.
Simposium hak-hak Asasi Manusia (Juni 1967) : Apa pun predikat yang akan diberikan kepada
demokrasi kita, maka demokrasi itu harus demokrasi yang bertanggungjawab, artinya demokrasi
yang dijiwai oleh rasa tanggungjawab terhadap Tuhan dan sesama kita. Persoalan hak-hak asasi
manusia dalam kehidupan kepartaian untuk tahun-tahun mendatang harus ditinjau dalam rangka
keharusan kita untuk mencapai keseimbangan yang wajar di antara tiga hal :

adanya Pemerintah yang mempunyai cukup kekuasaan dan kewibawaan,

adanya kebebasan yang sebesar-besarnya,

perlunya untuk membina suatu “rapidly expanding economy” (pengembangan ekonomi secara
cepat).

2.4.3 Demokrasi Pasca Reformasi

Dewasa ini hampir seluruh negara di dunia mengklaim menjadi penganut setia paham demokrasi.
Namun demikian sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan oleh Amos J. Peaslee bahwa dalam
Kenyataannya demokrasi dipraktekkan di seluruh dunia secara berbeda-beda dari satu negara ke
negara lain. Setiap negara dan orang menerapkan definisi demokrasi menurut kriteria masing-
masing, bahkan negara komunis seperti RRC, Kuba, Vietnam juga menyatakan sebagai negara
demokrasi.

Berdasarkan kenyataan tersebut di atas maka perlu diambil suatu pengertian esensial tentang
demokrasi yang diterapkan di dalam suatu negara termasuk di negara Indonesia. Dalam suatu
negara yang menganut sistem demokrasi harus berdasarkan pada suatu kedaulatan rakyat. Dengan
lain perkataan kekuasaan tertinggi dalam suatu Negara adalah di tangan rakyat. Kakuasaan dalam
Negara itu dikelola oleh rakyat, dari rakyat dan untuk rakyat (Asshiddiqie, 2005: 141).

Berdasarkan esensi pengertian tersebut maka hakikat kekuasaan di tangan rakyat adalah
menyangkut baik penyelenggaraan negara maupun pemerintahan. Oleh karena itu kekuasaan
pemerintahan negara di tangan rakyat mengandung pengertian tiga hal: pertama, pemerintah dari
rakyat (government of the people); kedua, pemerintahan oleh rakyat (government by people);
ketiga, pemerintahan untuk rakyat (government for people).

Prinsip pemerintahan berdasarkan kedaulatan rakyat tersebut bagi Negara Indonesia terkandung
dalam pembukaan UUD 1945 alinea IV, yang berbunyi:

“…………. maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang
Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil
dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia”.

Pembukaan UUD 1945 dalam ilmu hukum memiliki kedudukan sebagai “staatsfundamentalnorm”,
oleh karena itu merupakan sumber hukum positif dalam negara Republik Indonesia. Maka prinsip
demokrasi dalam Negara Indonesia selain tercantum dalam Pembukaan juga berdasarkan pada
dasar filsafat negara Pancasila sila keempat yaitu kerakyatan. yang juga tercantum dalam
Pembukaan UUD 145. Makna pengertian “dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan” dimaksudkan bahwa dalam pelaksanaan demokrasi di Indonesia itu
didasarkan pada moral kebijaksanaan yang terkandung dalam sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan
kemanusiaan yang adil dan beradab.

Selain itu dasar pelaksanaan demokrasi Indonesia juga secara eksplisit tercantum dalam Undang-
Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (2) yang berbunyi “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan
dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Prinsip demokrasi tesebut secara eksplisit juga
dijabarkan dalam pasal UUD 1945 hasil Amandemen dengan mewujudkan sistem penentuan
kekuasaan pemerintahan negara secara langsung, yaitu melibatkan rakyat secara langsung dalam
memilih presiden dan wakil presiden Pasal 6A ayat (1).

Sistem demokrasi dalam penyelenggaraan Negara Indonesia juga diwujudkan dalam penentuan
kekuasaan negara, yaitu dengan menentukan dan memisahkan tentang kekuasaan eksekutif Pasal 4
sampai dengan Pasal 16, legislatif Pasal 19 sampai dengan Pasal 22, dan yudikatif Pasal 24 UUD 1945.

Struktur Pemerintahan Indonesia berdasarkan UUD 1945

Demokrasi Indonesia Sebagaimana Dijabarkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 Hasil


Amandemmen 2002

Demokrasi sebagai sistem pemerintah dari rakyat, dalam arti rakyat sebagai asal mula kekuasaan
negara sehingga rakyat harus ikut serta dalam pemerintahan untuk mewujudkan suatu cita-citanya.
Suatu pemerintahan dari rakyat haruslah sesuai dengan filsafat hidup rakyat itu sendiri yaitu filsafat
Pancasila, dan inilah dasar filsafat demokrasi Indonesia.

Demokrasi di Indonesia yang tertuang dalam UUD 1945 selain mengakui adanya kebebasan dan
persamaan hak juga sekaligus mengakui perbedaan serta keberanekaragaman mengingat Indonesia
adalah “Bhinneka Tunggal Ika “.

Secara filosofis bahwa demokrasi Indonesia mendasarkan pada rakyat adalah sebagai asal mula
kekuasaan negara dan sekaligus sebagai tujuan kekuasaan negara. Rakyat merupakan penjelmaan
sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, oleh karena itu dalam pengertian
demokrasi kebebasan individu harus diletakkan dalam kerangka tujuan bersama, bukan bersifat
liberal yang hanya mendasarkan pada kebebasan individu saja dan juga bukan demokrasi klass.
Kebebasan individu yang diletakkan demi tujuan kesejahteraan bersama inilah yang menurut istilah
pendiri negara disebut sebagai asas kebersamaan, asas kekeluargaan akan tetapi `bukan nepotisme’.

Secara umum didalam sistem pemerintahan yang demokratis senantiasa mengandung unsur-unsur
yang paling penting dan mendasar yaitu :
Keterlibatan warga negara dalam pembuatan keputusan politik.

Tingkat persamaan tertentu diantara warganegara.

Tingkat kebebasan atau kemerdekaan tertentu yang diakui dan dipakai oleh warganegara.

Suatu sistem perwakilan

Suatu sistem pemilihan kekuasaan mayoritas.

Berdasarkan unsur-unsur tersebut maka demokrasi mengandung ciri yang merupakan patokan yaitu
setiap sistem demokrasi adalah ide bahwa warganegara seharusnya terlibat dalam hal tertentu
dalam bidang pembuatan keputusan-keputusan politik, baik secara langsung maupun tidak langsung
dengan melalui wakil pilihan mereka. ciri lain yang tidak boleh diabaikan adalah adanya keterlibatan
atau partisipasi warganegara baik langsung maupun tidak langsung didalam proses pemerintahan
negara.

Oleh karena itu didalam kehidupan kenegaraan yang menganut sistem demokrasi, kita akan selalu
menemukan adanya Supra Struktur Politik dan Infra Struktur Politik sebagai komponen pendukung
tegaknya demokrasi. Dengan menggunakan konsep Montequieu maka Supra Struktur Politik
meliputi lembaga Legislatif, Lembaga Ekskutif dan Lembaga Yudikatif. Untuk negara-negara tertentu
masih ditemukan lembaga-lembaga negara yang lain, misalnya negara Indonesia dibawah sistem
Undang-Undang Dasar 1945, lembaga-lembaga negara atau alat-alat perlengkapan negara adalah:

Majelis Permusyawaratan Rakyat

Dewan Perwakilan Rakyat

Presiden

Mahkamah Agung

Badan Pemeriksa Keuangan

Adapun infra struktur politik suatu negara terdiri atas lima komponen sebagai berikut:

Partai Politik

Golongan (yang tidak berdasarkan pemilu

Golongan Penekan

Alat Komunikasi Politik

Tokoh-Tokoh Politik

Baik Supra Struktur Politik maupun Infra Struktur Politik yang terdapat dalam sistem ketatanegaraan
masing-masing saling mempengaruhi serta mempunyai kemampuan untuk mengendalikan pihak
lain. Dalam sistem Demokrasi, mekanisme interaksi antara Supra Struktur Politik dapat dilihat
didalam proses penentuan kebijaksanaan umum atau menetapkan keputusan politik, maka
kebijaksanaan atau keputusan politik itu merupakan masukan (input) dari Infra Struktur, kemudian
dijabarkan sedemikian rupa oleh Supra Struktur Politik.

Dengan demikian dalam sistem demokrasi proses pembuatan kebijaksanaan atau keputusan politik
merupakan keseimbangan dinamis antara prakarsa pemerintah dan partisipasi aktif rakyat atau
warga negara.

Keikutsertaan rakyat yang terumuskan dalam UUD 1945 oleh para pendiri negara tercantumkan
bahwa “kedaulatan di tangan rakyat” yang termuat dalam pasal I ayat (2) Undang-Undang Dasar
1945 (Thaib, 1994: 99, 100).

Penjabaran Demokrasi menurut WD 1945 dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia Pasca


Amandemen 2002

Berdasarkan ciri-ciri sistem demokrasi tersebut maka penjabaran demokrasi dalam ketatanegaraan
Indonesia dapat ditemukan dalam konsep demokrasi sebagaimana terdapat dalam UUD 1945
sebagai ” Staatsfundamentalnorm” yaitu “…Suatu susunan negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat…” (ayat 2), selanjutnya didalam penjelasan UUD 1945 tentang sistem
pemerintahan Negara angka Romawi III dejelaskan “Kedaulatan Rakyat…”

Rumusan kedaulatan di tangan rakyat menunjakkan bahwa kedudukan rakyatlah yang tertinggi dan
paling sentral. Rakyat adalah sebagai asal mula kekuasaan negara dan sebagai tujuan kekuasaan
negara. Oleh karena itu “rakyat” adalah merupakan paradigma sentral kekuasaan negara. Adapun
rincian struktural ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan demokrasi menurut UUD 1945 adalah
sebagai berikut:

Konsep Kekuasaan

Konsep kekuasan Negara menurut demokrasi sebagai terdapat dalam UUD 1945 sebagai berikut:

Kekuasaan di Tangan Rakyat

Pembukaan UUD Alinea IV“……Maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat……… “

Pokok pikiran dalam Pembukaan UUD 1945


” Negara yang berkedaulatan rakyat, berdasarkan atas kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan
” (pokok pikiran III)

Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (1)

” Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik “. Kemudian penjelasan
terhadap pasal ini UUD 1945 menyebutkan ” Menetapkan bentuk kesatuan dan Repubiik
mengandung isi Pokok Pikiran Kedaulatan rakyat”.

Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (2)

” kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan menurut Undang-Undang Dasar”.

Berdasarkan ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam negara Republik Indonesia
pemegang kekuasaan tertinggi atau kedaulatan tertinggi adalah ditangan rakyat dan
realisasinyadiatur dalam Undang-Undang Dasar Negara. Sebelum dilakukan amandemen kekuasaan
tertinggi dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Pembagian Kekuasaan

Sebagaimana dijelaskan bahwa kekuasaan tertinggi adalah ditangan rakyat, dan dilakukan menurut
Undang-lindang Dasar, oleh karena itu pembagian kekuasaan menurut demokrasi sebagaimana
tercantum dalam UUD 1945 adalah sebagai berikut:

Kekuasaan Ekskutif, didelegasikan kepada Presiden (Pasal 4 ayat (1) UUD 1945)

Kekuasaan Legislatif, didelegasikan kepada Presiden dan DPR dan DPD (pasal5) ayat l. pasal 19 dan
pasa122 C UUD 1945)

Kekuasaan Yudikatif, didelegasikan kepada Mahkamah Agung (pasa124 ayat(l) UUD 1945)

Kekuasaan Inspektif, atau pengawasan didelegasikan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Hal ini termuat dalam UUD 1945 pasal 20 Ayat (1)”…DPR juga
memiliki fungsi pengawasan terhadap presiden selaku penguasa ekskutif.

Dalam UUD 1945 hasil amandemen tidak ada Kekuasaan Konsultatif, yang dalam UUD lama
didelegasikan kepada Dewan Pertimbangan Agung (DPA), (pasal 16 UUD 1945). Dengan lain
perkataan UUD 1945 hasil amandemen telah menghapuskan Dewan Pertimbangan Agung, karena
hal ini berdasarkan kenyataan pelaksanaan kekuasaan negara l;’\ fungsinya tidak jelas.

Mekanisme pendelegasian kekuasaan yang demikian ini dalam khasanah ilmu hukum tatanegara dan
ilmu politik dikenal dengan istilah ‘Distribution of power’ yang merupakan unsur mutlak dari negara
demokrasi.
Pembatasan Kekuasaan

Pembatasan kekuasaan menurut konsep UUD 1945, dapat dilihat melalui proses atau mekanisme 5
tahunan kekuasaan dalam UUD 1945 sebagai berikut:

Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 “kedaulatan ditangan rakyat…”. Kedaulatan politik rakyat dilaksanakan
lewat pemilu untuk membentuk MPR dan DPR setiap 5 tahun sekali.

“Majelis Permusyawaratan Rakyat memiliki kekuasaan melakukan perubahan terhadap UUD,


melantik Presiden dan wakil Presiden, serta melakukan impeachment terhadap presiden jikalau
melanggar konstitusi

Pasal 20 A ayat (1) memuat ” Dewan Perwakilan Rakyat memiliki fungsi pengawasan, yang berarti
melakukan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan yang dijalankan oleh Presiden dalam
jangka waktu 5 tahun”.

Rakyat kembali mengadakan Pemilu setelah membentuk MPR dan DPR (rangkaian kegiatan 5
tahunan sebagai realisasi periodesasi kekuasaan).

Dalam pembatasan kekuasaan menurut konsep mekanisme 5 tahunan kekuasaan sebagaimana


tersebut diatas, menurut UUD 1945 mencakup antara lain: periode kekuasaan, pengawasan
kekuasaan dan pertanggung jawaban kekuasaan.

Konsep Pengambilan Keputusan

Pengambilan keputusan menurut UUD 1945 dirinci sebagai berikut :

Penjelasan UUD 1945 tentang Pokok Pikiran ke III, yaitu “..Oleh karena itu sistem negara yang
terbentuk dalam UUD 1945, harus berdasar atas kedaulatan rakyat dan berdasar atas
permusyawaratan/Perwakilan. Memang aliran ini sesuai dengan sifat masyarakat Indonesia.

Putusan Majelis Permusyawaratan Rakyat ditetapkan dengan suara terbanyak, misalnya pasal 7B
ayat (7).

Ketentuan-ketentuan tersebut diatas mengandung pokok pikiran bahwa konsep pengambilan


keputusan yang dianut dalam hukum tata negara Indonesia adalah berdasarkan:

Keputusan didasarkan pada suatu musyawarah sebagai asasnya, artinya segala keputusan yang
diambil sejauh mungkin diusahakan dengan musyawarah untuk mencapai mufakat.

Namun demikian jikalau mufakat itu tidak tercapai, maka dimungkinkan pengambilan keputusan itu
melalui suara terbanyak.

Konsep Pengawasan

Konsep pengawasan menurut UUD 1945 ditentukan sebagai berikut:


Pasal 1 ayat (2), ” Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan menurut Undang-Undang dasar”.
Dalam penjelasan terhadap pasal 1 ayat (2) UUD 1945 disebutkan bahwa, rakyat memiliki kekuasaan
tertinggi namun dilaksanakan dan didistribusikan berdasarkan UUD. Berbeda dengan UUD lama
sebelum dilakukan amandemen, MPR yang memiliki kekuasaan tertinggi sebagai penjelmaan
kekuasaan rakyat. Maka menurut UUD hasil amandemen MPR kekuasaannya menjadi terbatas, yaitu
meliputi Presiden dan Wakil Presiden dan memberhentikan presiden sesuai dengan masa
jabatannya atau jikalau melanggar UUD.

Pasal 2 ayat (1), : Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas Dewan Perwakilan Rakyat dan
anggota Dewan Perwakilan Daerah. Berdasarkan ketentuan tersebut maka menurut UUD 1945 hasil
amandemen MPR hanya dipilih melalui Pemilu.

Penjelasan UUD 1945 tentang kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat, disebut:”…kecuali itu anggota-
anggota DPR semuanya merangkap menjadi anggota Majelis Permusyawatan Rakyat. Oleh karena itu
DPR dapat senantiasa mengawasi tindakan-tindakan Presiden…”.

Berdasarkan ketentuan tersebut diatas maka konsep pengawasan menurut demokrasi Indonesia
sebagai tercantum UUD 1945 pada dasarnya adalah sebagai berikut:

Dilakukan oleh seluruh warga negara. Karena kekuasaan di dalam sistem ketatanegaraan Indonesia
adalah di tangan rakyat.

Secara formal ketatanegaraan pengawasan berada pada DPR.

Konsep Partisipasi

Konsep partisipasi menurut UUD 1945 adalah sebagai berikut :

Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945

“Segala Warganegara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dan wajib
menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tiada kecualinya”.

Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945

“Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan
sebagainya ditetapkan dengan Undang-Undang”.

Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945

” Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara”.

Berdasarkan ketentuan sebagaimana termuat dalam UUD 1945 tersebut diatas, maka konsep
partisipasi menyangkut seluruh aspek kehidupan kenegaran dan kemasyarakatan dan partisipasi itu
terbuka untuk seluruh warga negara Indonesia (Thaib, 1994: 100-112).
Demokrasi Indonesia sebagaimana tertuang dalam UUD 1945 beserta penjelasannya mengandung
suatu pengertian bahwa rakyat adalah sebagai unsur sentral, oleh karena itu pembinaan dan
pengembangannya harus ditunjang oleh adanya orientasi baik pada nilai-nilai yang universal yakni
rasionalisasi hukum dan perundang-undangan juga harus ditunjang norma-norma kemasyarakatan
yaitu tuntunan dan kehendak yang berkembang dalam masyarakat.

Selain itu realisasi demokrasi Indonesia sangat ditentukan oleh otentisitas tafsir pasal-pasal UUD
1945. Atas musyawarah untuk mufakat yang oleh pendiri negara diistilahkan dengan asas
kebersamaan kekeluargaan, bukan disalahtafsirkan sebagai “praktek nepotisme” sebagaimana
dilakukan oleh pemerintahan sebelum era reformasi. Kata kunci asas kekeluargaan adalah
kedaulatan rakyat. Jadi sumber norma, sumber nilai demokrasi Indonesia adalah kerakyatan sebagai
dasar filosofinya.

Sistem demokrasi Indonesia sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 yang hanya memuat dasar-
dasarnya saja memungkinkan untuk senantiasa dilakukan reformasi sesuai dengan perkembangan
aspirasi rakyat, karena rakyat adalah sebagai pendukung kekuasaan negara. Misalnya pada zaman
Orde Lama kita menganut multi partai, kemudian Orde Baru menganut sistem dua partai dan satu
golongan karya, dan era reformasi dewasa ini dikembangkan kembalimulti partai yang benar-benar
memberikan kebebasan untuk berserikat dan berkumpul yangsesuai dengan Undang-undang.

BAB III

PENUTUP

RANGKUMAN

Pembahasan tentang peranan negara dan masyarakat tidak dapat dilepaskan dari telaah tentang
demokrasi dan hal ini karena dua alasan :Hampir semua negara di dunia ini telah menjadikan
demokrasi sebagai asasnya yang fundamental dan demokrasi sebagai asas kenegaraan secara
esensial telah memberikan arah bagi peranan masyarakat untuk menyelenggarakan negara sebagai
organisasi tertingginya tetapi ternyata demokrasi itu berjalan dalam jalur yang berbeda-beda.

Dalam hubungannya dengan implementasi ke dalam sistem pemerintahan, demokrasi juga


melahirkan sistem yang bermacam-macam seperti: sistem presidensial, sistem parlementer, sistem
referendum

Secara etimologis Istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani. “demos” berarti rakyat dan
“kratos/kratein” berarti kekuasaan. Konsep dasar demokrasi berarti “rakyat berkuasa” (government
of rule by the people). Ada pula definisi singkat untuk istilah demokrasi yang diartikan sebagai
pemerintahan atau kekuasaan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat.

Negara demokrasi adalah negara yang diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat,
atau jika ditinjau dari sudut organisasi, ia berarti suatu pengorganiasasian negara yang dilakukan
oleh rakyat sendiri atau asas persetujuan rakyat karena kedaulatan berada ditangan rakyat. Sistem
politik demokratis adalah sistem yang menunjukkan bahwa kebijaksanaan umum ditentukan atas
dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan
berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana
terjaminnya kebebasan politik (Mayo, 1960: 70).

Konsep demokrasi semula lahir dari pemikiran mengenai hubungan negara dan hukum di Yunani
Kuno dan dipraktikkan dalam hidup bernegara antara abad ke 4 sebelum masehi sampai abad 6
masehi.

Gagasan demokrasi Yunani boleh dikatakan lenyap dari muka Dunia Barat ketika bangsa Romawi
dikalahkan oleh suku Eropah Barat dan Benua Eropah memasuki abad Pertengahan (600-1400).

Ranaissance adalah aliran yang menghidupkan kembali minat pada sastra dan budaya Yunani kuno,
yang berupa gelombang-gelombang kebudayaan dan pemikiran yang dimulai di Italia pada abad ke-
14 dan mencapai puncaknya pada abad ke-15 dan 16. Selain Renaissance, peristiwa lain yang
mendorong timbulnya kembali “demokrasi” yang dahulu tenggelam dalam abad Pertengahan adalah
terjadinya Reformasi, yakni revolusi agama yang terjadi di Eropah Barat pada abad ke-16 yang pada
mulanya menunjukkan sebagai pergerakkan perbaikan keadaan dalam gereja Katolik tetapi
kemudian berkembang menjadi asas-asas Protestanisme. Dua kejadian (Renaissance dan Reformasi)
ini telah mempersiapkan Eropah masuk ke dalam Aufklarung (Abad Pemikiran) dan Rasionalisme
yang mendorong mereka untuk memerdekakan pikiran dari batas-batas yang ditentukan gereja
untuk mendasarkan pada pemikiran atau akal (rasio) semata-mata yang pada gilirannya kebebasan
berpikir menelorkan lahirnya pikiran tentang kebebasan politik.

Menurut Torres demokrasi dapat dilihat dari dua aspek yang pertama, formal democracy dan kedua,
substantive democracy, menunjuk pada bagaimana proses demokrasi itu dilakukan.Prinsip
demokrasi perwakilan liberal didasarkan pada suatu filsafat kenegaraan bahwa manusia adalah
sebagai makhluk individu yang bebas. Oleh karena itu dalam sistem demokrasi ini kebebasan
individu sebagai dasar fundamental dalam pelaksanaan demokrasi. Demokrasi satu partai lazimnya
dilaksanakan di negara-negara komunis seperti, Rusia, China, Vietnam dan lainnya.

Perkembangan demokrasi di Indonesia dapat dibagi dalam empat periode:


Periode 1945-1959, masa demokrasi perlementer yang menonjolkan peranan parlemen serta partai-
partai.

Periode 1959-1965, masa Demokrasi Terpimpin yang dalam banyak aspek telah menyimpang dari
demokrasi konstitusional dan lebih menampilkan beberapa aspek dari demokrasi rakyat.

Periode 1966-1998, masa demokrasi Pancasila era Orde Baru yang merupakan demokrasi
konstitusional yang menonjolkan sistem presidensial.

Periode 1999-sekarang, masa demokrasi Pancasila era Reformasi dengan berakar pada kekuatan
multi partai yang berusaha mengembalikan perimbangan kekuatan antar lembaga negara, antara
eksekutif, legislatif dan yudikatif.

Pengertian Demokrasi menurut UUD 1945

Seminar Angkatan Darat II (Agustus 1966)

Munas III Persahi : The Rule of Law (Desember 1966)

Simposium hak-hak Asasi Manusia (Juni 1967)

Setiap negara dan orang menerapkan definisi demokrasi menurut kriteria masing-masing, bahkan
negara komunis seperti RRC, Kuba, Vietnam juga menyatakan sebagai negara demokrasi.

Dalam suatu negara yang menganut sistem demokrasi harus berdasarkan pada suatu kedaulatan
rakyat. Dengan lain perkataan kekuasaan tertinggi dalam suatu Negara adalah di tangan rakyat.
Kekuasaan dalam Negara itu dikelola oleh rakyat, dari rakyat dan untuk rakyat.

Berdasarkan esensi pengertian tersebut maka hakikat kekuasaan di tangan rakyat adalah
menyangkut baik penyelenggaraan negara maupun pemerintahan. Oleh karena itu kekuasaan
pemerintahan negara di tangan rakyat mengandung pengertian tiga hal: pertama, pemerintah dari
rakyat (government of the people); kedua, pemerintahan oleh rakyat (government by people);
ketiga, pemerintahan untuk rakyat (government for people).

Demokrasi di Indonesia yang tertuang dalam UUD 1945 selain mengakui adanya kebebasan dan
persamaan hak juga sekaligus mengakui perbedaan serta keberanekaragaman mengingat Indonesia
adalah “Bhinneka Tunggal Ika “.

Secara filosofis bahwa demokrasi Indonesia mendasarkan pada rakyat adalah sebagai asal mula
kekuasaan negara dan sekaligus sebagai tujuan kekuasaan negara.

Dalam kehidupan kenegaraan yang menganut sistem demokrasi, kita akan selalu menemukan
adanya Supra Struktur Politik dan Infra Struktur Politik sebagai komponen pendukung tegaknya
demokrasi.
Dapat disimpulkan bahwa dalam negara Republik Indonesia pemegang kekuasaan tertinggi atau
kedaulatan tertinggi adalah ditangan rakyat dan realisasinya diatur dalam Undang-Undang Dasar
Negara. Sebelum dilakukan amandemen kekuasaan tertinggi dilakukan oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat.

3.2 Saran

Di Indonesia demokrasi bukan hanya sebagai sistem pemerintahan namun kini telah menjadi salah
satu sistem politik. Salah satu pemilu yang krusial atau penting dalam katatanegaraan Indonesia
adalah pemilu untuk memilih wakil rakyat yang akan duduk dalam parlemen, yang biasa kita kenal
dengan sebutan Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD. Setelah terpilih menjadi anggota
parlemen, para konstituen tersebut pada hakikatnya adalah bekerja untuk rakyat secara
menyeluruh. Itulah yang dinamakan dengan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

Akan tetapi, dewasa ini tidak sedikit para anggota parlemen yang “melupakan” rakyatnya ketika
mereka telah duduk enak di kursi “empuk”. Mereka sibuk dengan urusan pribadi mereka masing-
masing, mengutamakan kepentingan golongan, dan berpikir bagaimana caranya mengembalikan
modal mereka ketika kampanye. Fenomena ini sudah tidak aneh lagi bagi bangsa Indonesia. Para
elite politik saat ini, sudah tidak lagi pada bingkai kesatuan, akan tetapi berada pada bingkai
kekuasaan yang melingkarinya. Seperti misalnya, adanya sengketa hasil pemilu, black campaign
ketika kampanye dan sebagainya, yang penting bisa mendapatkan kekuasaan. Semboyan Bhinneka
Tunggal Ika pun telah luntur dalam dirinya.

Untuk itu, diharapkan agar masyarakat ikut mengontrol jalannya pemerintahan agar menuju
Indonesia yang lebih baik

DAFTAR PUSTAKA
https://thynaituthya.wordpress.com/2013/11/23/makalah-pkn-tentang-demokrasi-indonesia/

https://iniwebhamdan.wordpress.com/2012/06/05/pengertian-demokrasi-indonesia/

Anda mungkin juga menyukai