Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PEMERINTAHAN NASIONAL

UJIAN TENGAH SEMESTER

DOSEN PENGAMPU:

Melati Dama, S.Sos., M.Si

DISUSUN OLEH:

Muhammad Jamil Muamar

(2202026082)

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MULAWARMAN
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI…………………………………………………………………..………i

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………….ii

1.1. Latar Belakang…………………………………………………………………1

BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………..…iii

2.1. Makna Demokrasi………………………..…………………………………….2

2.2. Prinsip Demokrasi di Indonesia……………………………………………….3

2.3. Demokrasi dan Pendidikan Demokrasi……………………………………….4

2.4. Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia…………………………………………5

BAB III PENUTUP…………………………………………………………………...IV

3.1. Kesimpulan……………………………………………………………………..6

3.2. Saran……………………………………………………………………………7

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………V
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Di indonesia telah banyak menganut sistem pemerintahan pada awalnya. Namun, dari semua
sistem pemerintahan, yang bertahan mulai dari era reformasi 1998 sampai saat ini adalah sistem
pemerintahan demokrasi. Meskipun masih terdapat beberapa kekurangan dan tantangan disana sini.
Sebagian kelompok merasa merdeka dengan diberlakukannya sistem domokrasi di Indonesia. Artinya,
kebebasan pers sudah menempati ruang yang sebebas-bebasnya sehingga setiap orang berhak
menyampaikan pendapat dan aspirasinya masing-masing.
Demokrasi merupakan salah satu bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara
sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat atau negara yang dijalankan oleh pemerintah. Semua
warga negara memiliki hak yang setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup
mereka. Demokrasi mengizinkan warga negara berpartisipasi baik secara langsung atau melalui
perwakilan dalam perumusan, pengembangan, dan pembuatan hukum.[1]
Demokrasi mencakup kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang memungkinkan adanya praktik
kebebasan politik secara bebas dan setara.
Demokrasi Indonesia dipandang perlu dan sesuai dengan pribadi bangsa Indonesia. Selain itu
yang melatar belakangi pemakaian sistem demokrasi di Indonesia. Hal itu bisa kita temukan dari
banyaknya agama yang masuk dan berkembang di Indonesia, selain itu banyaknya suku, budaya dan
bahasa, kesemuanya merupakan karunia Tuhan yang patut kita syukuri.
Negara Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang berusaha untuk membangun
sistem politik demokrasi sejak menyatakan kemerdekaan dan kedaulatannya pada tahun 1945. Sebagai
sebuah gagasan, demokrasi sebenarnya sudah banyak dibahas atau bahkan dicoba diterapkan di
Indonesia. Pada awal kemerdekaan Indonesia berbagai hal dengan negaramasyarakat telah diatur dalam
UUD 1945.
Para pendiri bangsa berharap agar terwujudnya pemerintahan yang melindungi bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa
dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial. Semua itu merupakan gagasan-gagasan dasar yang melandasi kehidupan negara yang
demokratis.
Sebagai bentuk kesungguhan negara Indonesia, landasan tentang demokrasi telah tertuang dalam
Pembukaan UUD 1945 maupun Batang Tubuh UUD 1945. Seluruh pernyataan dalam UUD 1945
dilandasi oleh jiwa dan semangat demokrasi. Penyusunan naskah UUD 1945 itu sendiri juga dilakukan
secara demokratis. UUD 1945 merangkum semua golongan dan kepentingan dalam masyarakat
Indonesia. Dengan demikian, demokrasi bagi bangsa Indonesia adalah konsep yang tidak dapat
dipisahkan.Budaya demokrasi di Indonesia perlu dikembangkan dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara serta hendaknya mengacu kepada akar budaya nasionalisme yang memiliki
nilai gotong royong atau kebersamaan dan mementingkan kepentingan umum. Namun, budaya
individualisme dan budaya liberal yang masuk melanda masyarakat dengan melalui arus globalisasi
tidak mungkin bisa dibendung karena kemajuan teknologi.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Makna Demokrasi

Pemahaman mengenai demokrasi di Indonesia mungkin belum sepenuhnya dikuasai oleh


masyarakat. Walaupun pada pelaksanaannya saat ini terjadi peningkatan yang signifikan dibandingkan
10 tahun yang lalu. Selain memberikan pengaruh yang positif, namun ternyata kran demokrasi yang baru
saja terbuka memiliki potensi konflik dan perpecahan yang relatif tinggi. Beberapa konflik yang terjadi
di Indonesia terjadi karena pihak-pihak yang terkait merasa memiliki hak dalam berpendapat dan
membela diri dalam payung hukum. Hal ini terjadi karena pihak-pihak yang bersengketa bisa jadi tidak
memahami konsep, prinsip, serta penerapan demokrasi yang sesungguhnya, sehingga yang terjadi justru
kemunculan benih-benih anarkis di lapangan. Akibatnya, kerusakan yang ditimbulkan bukan saja
merugikan kedua belah pihak.
Belajar dari sejarah kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang pernah ada
beberapa puluh tahun yang lalu, demokrasi menjadi sistem alternatif yang dipilih oleh beberapa negara
yang sudah maju. Demokrasi sebagai suatu sistem telah dijadikan alternatif dalam berbagai tatanan
aktivitas bermasyarakat dan bernegara di beberapa negara.
Mahfud MD (1999) membenarkan pandangan di atas, yaitu bahwa terdapat dua alasan mengapa
negara lebih memilih demokrasi sebagai sistem bermasyarakat dan bernegara, yaitu:
1. Hampir semua negara di dunia ini telah menjadikan demokrasi sebagai asas yang fundamental;
2. Demokrasi sebagai asas kenegaraan secara esensial telah memberikan arah bagi peran masyarakat untuk
menyelenggarakan negara sebagai organisasi tertingginya.[2]
Karena itulah diperlukan pengetahuan dan pemahaman yang benar kepada warga masyarakat
tentang demokrasi.
1. Pengertian Demokrasi
Untuk mengetahui arti demokrasi, dapat dilihat dari dua buah tinjauan, yaitu tinjauan bahasa
(etimologis) dan tinjauan istilah (terminologis). Secara etimologis “demokrasi” terdiri dari dua kata yang
berasal dari bahasa Yunani yaitu “demos” yang berarti rakyat atau penduduk suatu tempat, dan “cratein”
atau “cratos” yang berarti kekuasaan atau kedaulatan. Jadi secara bahasa demos-
cratein atau demoscratos (demokrasi) adalah keadaan negara di mana dalam sistem pemerintahannya
kedaulatan berada di tangan rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan bersama rakyat, rakyat
berkuasa, pemerintahan rakyat dan kekuasaan oleh rakyat.[3]
Sedangkan secara istilah, arti demokrasi diungkapkan oleh beberapa ahli yaitu :
a. Joseph A. Schmeter mengungkapkan bahwa demokrasi merupakan suatu perencanaan institusional
untuk mencapai keputusan politik di mana individu-individu memperoleh kekuasaan untuk memutuskan
cara perjuangan kompetitif atas suara rakyat;
b. Sidnet Hook berpendapat bahwa demokrasi adalah bentuk pemerintahan dimana keputusan-keputusan
pemerintah yang penting secara langsung atau tidak langsung didasarkan pada kesepakatan mayoritas
yang diberikan secara bebas dari rakyat dewasa;
c. Philippe C. Schmitter dan Terry Lynn Karl menyatakan bahwa demokrasi adalah suatu sistem
pemerintahan di mana pemerintah dimintai tanggung jawab atas tindakan-tindakan mereka di wilayah
publik oleh warga negara, yang bertindak secara tidak langsung melalui kompetisi dan kerjasama dengan
para wakil mereka yang telah terpilih;
d. Sedangkan Henry B. Mayo menyatakan bahwa demokrasi sebagai sistem politik merupakan suatu
sistem yang menunjukkan bahwa kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil
yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip
kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik.
Dari beberapa pendapat di atas diperoleh kesimpulan bahwa hakikat demokrasi sebagai suatu
sistem bermasyarakat dan bernegara serta pemerintahan memberikan penekanan pada keberadaan
kekuasaan di tangan rakyat, baik dalam penyelenggaraan negara maupun pemerintahan.
Kekuasaan pemerintahan berada di tangan rakyat mengandung pengertian tiga hal :
1) pemerintah dari rakyat (government of the people)
2) pemerintahan oleh rakyat (government by the people); dan
3) pemerintahan untuk rakyat (government for people).
Jadi hakikat suatu pemerintahan yang demokratis bila ketiga hal di atas dapat dijalankan dan
ditegakkan dalam tata pemerintahan.
2.2.Prinsip Demokrasi Di Indonesia
Salah satu pilar demokrasi adalah trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara
(eksekutif,yudikatif,dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas
(independen ) dalam berada dalam peringkat yang sejajar satu sama lain.Kesejajaran dan independensi
ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini dapat saling mengawasi dan
saling mengontrol berdasarkan prinsip cheks and balances.
Ketiga lembaga negara tersebut adalah lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk
mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif , lembaga pengadilan yang berwenang
menyelenggarakan kekuasaan yudikatif dan lembaga perwakilan rakyat (DPR,untuk Indonesia) yang
memiliki kewenangan menjalankan kekuasan legislatif .Di bawah sistem ini,keputusan legislatif dibuat
oleh masyarakat atau oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak sesuai dengan aspirasi masyarakat
yang diwakilinya (konstituen) dan yang memilihnya melalui proses pemilian umum legislatif,selain
sesuai dengan hukum dan peraturan.
Selain pemlihan umum legislatif , banyak keputusan atau hasil- hasil penting,misalnya pemilihan
presiden suatu negara ,diperoleh melalui pemilihan umum.Di Indonesia , hak pilih hanya diberikan
kepada warga negara yang telah melewati umur tertentu ,misalnya umur 18 tahun , dan yang tidak
memiliki catatan criminal (misalnya,narapidana atau bekas narapidana).Pada dasarnya prinsip
demokrasi itu sebagai berikut:[5]
1. Kedaulatan di tangan rakyat
Kedaulatan rakyat maksudnya kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat. Ini berarti kehendak rakyat
merupakan kehendak tertinggi. Apabila setiap warga negara mampu memahami arti dan makna dari
prinsip demokrasi
2. Pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia
Pengakuan bahwa semua manusia memiliki harkat dan martabat yang sama, dengan tidak membeda-
bedakan baik atas jenis kelamin, agama, suku dan sebagainya. Pengakuan akan hak asasi manusia di
Indonesia telah tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang sebenarnya terlebih dahulu ada
dibanding dengan Deklarasi Universal PBB yang lahir pada tanggal 24 Desember 1945. Peraturan
tentang hak asasi manusia
Undang-Undang Dasar 1945 dimuat dalam: Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea
pertama dan empat, Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945, Ketetapan MPR mengenai hak asasi
manusia Indonesia telah tertuang dalam ketetapan MPR No.XVII/MPR/1998. Setelah itu, dibentuk
Undang-Undang No.39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia, Undang-Undang yang mengatur dan
menjadi hak asasi manusia di Indonesia adalah Undang-Undang No.39 Tahun 1999 tentang hak asasi
manusia.
3. Pemerintahan berdasar hukum (konstitusi)
Pemerintah berdasarkan sistem konstitusional (hukum dasar) dan tidak bersifat absolutisme (kekuasaan
yang mutlak tidak terbatas). Sistem konstitusional ini lebih menegaskan bahwa pemerintah dalam
melaksanakan tugasnya dikendalikan atau dibatasi oleh ketentuan konstitusi.
4. Peradilan yang bebas dan tidak memihak
Setiap warga negara Indonesia memiliki hak untuk diperlakukan sama didepan hukum, pengadilan, dan
pemerintahan tanpa membedakan jenis kelamin, ras, suku, agama, kekayaan, pangkat, dan jabatan.
Dalam persidangan di pengadilan, hakim tidak membeda-bedakan perlakuan dan tidak memihak si kaya,
pejabat, dan orang yang berpangkat. Jika merekabersalah, hakim harus mengadilinya dan memberikan
hukuman sesuai dengan kesalahannya.[6]
5. Pengambilan keputusan atas musyawarah
Bahwa dalam setiap pengambilan keputusan itu harus dilaksanakan sesuai keputusan
bersama(musyawarah) untuk mencapai mufakat.
6. Adanya partai plitik dan organisasi sosial politik
Bahwa dengan adanya partai politik dan dan organisasi sosial politik ini berfungsi untuk menyalurkan
aspirasi rakyat.
7. Pemilu yang demkratis
Pemilihan Umum merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
Suatu negara atau pemerintah dikatakan demokrasi apabila dalam sistem pemerintahanna
mewujudkan prinsip-prinsip demokrasi. Menurut Robert A. Dahl terdapat tujuan prinsip demokrasi yang
harus ada dalam sistem pemerintahan, yaitu :[7]
1. Adanya kontrol atau kendali atas keputusan pemerintah. Pemerintah dalam hal ini presiden dan
pemerintah daerah bertugas melaksanakan pemerintahan berdasar mandat yang diperoleh dari pemilu.
Namun, demikian dalam melaksanakannya pemerintahan, pemerintah bukan bekerja tanpa batas.
Pemerintah dalam mengambil keputusan masih dikontrol oleh lembaga legislatif yaitu DPR dan DPRD.
Di Indonesia kontrol tersebut terlibat dari keterlibatan DPR dalam penyusunan anggaran, penyusunan
peraturan perundangan dan melakukan uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) untuk
pengangkatan pejabat negara yang dilakukan oleh pemerintah.
2. Adanya pemilihan yang teliti dan jujur. Demokrasi dapat berjalan dengan baik apabila adanya partisipasi
aktif dari warga negara dan partisipasi tersebut dilakukan dengan teliti dan jujur. Suatu keputusan
tentang apa yang dipilih, didasarkan pengetahuan warga negara yang cukup dan informasi yang akurat
dan dilakukan dengan jujur.
3. Adanya yang memilih dan dipilih. Demokrasi berjalan apabila setiap warga negara mendapatkan hak
pilih dan dipilih. Hak pilih untuk memberikan hak pengawasan rakyat terhadap pemerintah, serta
memutuskan pilihan yang terbaik sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai rakyat. Hak pilih memberikan
kesempatan kepada setiap warga Negara yang mempunyai kemampuan dan kemauan serta memenuhi
persyaratan untuk dipilih dalam menjalankan amanat dari warga pemilihnya.
4. Adanya kebebasan menyatakan pendapat tanpa ancaman. Demokrasi membutuhkan kebebasan dalam
menyampaikan pendapat, berserikat dengan rasa aman. Apabila warga negara tidak dapat
menyampaikan pendapat atau kritik dengan lugas, maka saluran aspirasi akan tersendat, dan
pembangunan tidak akan berjalan dengan baik.
5. Adanya kebebasan mengakses informasi. Demokrasi membutuhkan informasi yang akurat, untuk itu
setiap warga negara harus mendapatkan akses informasi yang memadai. Keputusan pemerintah harus
disosialisasikan dan mendapat persetujuan DPR, serta menjadi kewajiban pemerintah untuk memberikan
informasi yang benar, disisi lain DPR dan rakyat dapat juga mencari informasi, sehingga antara
pemerintah dan DPR mempunyai informasi yang akurat dan benar.
6. Adanya kebebasan berserikat yang terbuka. Kebebasan untuk berserikat ini memberikan dorongan bagi
warga negara yang meras lemah, dan untuk memperkuatnya membutuhkan teman atau kelompok dalam
bentuk serikat. Adanya serikat pekerja, terbukanya sistem politik memungkinkan rakyat memberikan
aspirasi secara terbuka dan lebih baik.

2.3.Demokrasi dan Pendidikan Demokrasi


Demokrasi sebagai suatu sistem bermasyarakat, berbangsa dan bernegara tidak dapat diterapkan
secara parsial (sebagian-sebagian). Pemahaman yang utuh akan demokrasi harus juga dimilliki oleh
setiap warga negara baik secara perorangan maupun kelembagaan. Hal ini mengisyaratkan bahwa
siapapun yang berada dan berkepentingan dalam negara ini (stakeholder) mampu menerapkan prinsip-
prinsip demokrasi dalam setiap kegiatannya.
Negara yang menginginkan sistem politik demokrasi dapat diterapkan dengan baik
membutuhkan dua pilar, yaitu; institusi (struktur) demokrasi dan budaya (perilaku) demokrasi.
Kematangan budaya politik, menurut Gabriel Almond dan Sidney Verba, akan tercapai bila ada
keserasian antara struktur dengan budaya. Oleh karena itu, membangun masyarakat demokratis berarti
usaha menciptakan keserasian antara struktur yang demokratis dengan budaya yang demokratis juga.
Masyarakat demokratis akan terwujud bila di negara tersebut terdapat institusi dan sekaligus berjalannya
perilaku yang demokratis.
Institusi atau struktur demokrasi menunjuk pada tersedianya lembaga-lembaga politik demokrasi
yang ada di suatu negara. Suatu negara dikatakan negara demokrasi bila di dalamnya terdapat lembaga-
lembaga politik demokrasi. Lembaga itu antara lain pemerintahan yang terbuka dan bertanggung jawab,
parlemen, lembaga pemilu, organisasi politik, lembaga swadaya masyarakat, dan media massa.
Membangun institusi demokrasi berarti menciptakan dan menegakkan lembaga-lembaga politik tersebut
dalam negara.
Perilaku atau budaya demokrasi merujuk pada berlakunya nilai-nilai demokrasi di masyarakat.
Masyarakat yang demokratis adalah masyarakat yang memiliki perilaku hidup, baik keseharian dan
kenegaraannya dilandasi oleh nilai-nilai demokrasi. Henry B. Mayo menguraikan bahwa nilai-nilai
demokrasi meliputi damai dan sukarela, adil, menghargai perbedaan, menghormati kebebasan,
memahami keanekaragaman, teratur, paksaan yang minimal dan memajukan ilmu. Membangun budaya
demokrasi berarti mengenalkan, mensosialisasikan dan menegakkan nilai-nilai demokrasi pada
masyarakat. Upaya membangun budaya demokrasi jauh lebih sulit dibandingkan dengan membangun
struktur demokrasi. Hal ini menyangkut kebiasaan masyarakat yang membutuhkan waktu yang relatif
lama untuk merubahnya. Bayangkan, Indonesia yang secara struktur telah merepresentasikan sebagai
negara demokrasi, namun masih banyak peristiwa-peristiwa yang menggambarkan kebebasan yang
semakin liar; kekerasan, bentrokan fisik, konflik antar etnis/ras dan agama, ancaman bom, teror, rasa
tidak aman, dan sebagainya. Struktur demokrasi tidak cukup untuk membangun negara yang demokratis.
Justru, kunci utama yang menentukan keberhasilan sebuah negara demokratis adalah perilaku/budaya
masyarakatnya.
Untuk membangun budaya/perilaku masyarakat yang demokratis, dibutuhkan metode
pendidikan demokrasi yang efektif. Pendidikan demokrasi pada hakikatnya adalah sosialisasi nilai-nilai
demokrasi agar dapat diterima dan dijalankan oleh warga negara. Pendidikan demokrasi bertujuan
mempersiapkan warga masyarakat berperilaku dan bertindak demokratis, melalui aktivitas menanamkan
pada generasi muda akan pengetahuan, kesadaran, dan nilainilai demokrasi. Pengetahuan dan kesadaran
akan nilai demokrasi itu meliputi tiga hal; pertama, kesadaran bahwa demokrasi adalah pola kehidupan
yang paling menjamin hak-hak warga masyarakat itu sendiri. Kedua, demokrasi adalah sebuah learning
process yang lama dan tidak sekedar meniru dari masyarakat lain.Ketiga, kelangsungan demokrasi
tergantung pada keberhasila mentransformasikan nilai-nilai demokrasi pada masyarakat.[10]
Pada tahap selanjutnya pendidikan demokrasi akan menghasilkan masyrakat yang mendukung
sistem politik yang demokratis. Sistem politik demokrasi hanya akan langgeng apabila didukung oleh
masyarakat demokratis. Yaitu masyarakat yang berlandaskan pada nilai-nilai demokrasi serta
berpartisipasi aktif mendukung kelangsungan pemerintahan demokrasi di negaranya.
Oleh karena itu setiap pemerintahan demokrasi akan melaksanakan sosialisasi nilai-nilai
demokrasi kepada generasi muda. Kelangsungan pemerintahan demokrasi bersandar pada pengetahuan
dan kesadaran demokrasi warga negaranya. Pendidikan pada umumnya dan pendidikan demokrasi pada
khususnya akan diberikan seluas-luasnya bagi seluruh warganya. Warga negara yang berpendidikan dan
memiliki kesadaran politik tinggi sangat diharapkan oleh negara demokrasi. Hal ini bertolak belakang
dengan negara otoriter atau model diktator yang takut dan merasa terancam oleh warganya yang
berpendidikan. Sosialisasi nilai-nilai demokrasi melalui pendidikan demokrasi adalah bagian dari
sosialisasi politik negara terhadap warganya. Namun demikian, pendidikan demokrasi tidaklah identik
dengan sosialisasi politik itu sendiri. Sosialisasi politik mencakup pengertian yang luas sedangkan
pendidikan demokrasi mengenai cakupan yang lebih sempit. Sesuai dengan makna pendidikan sebagai
proses yang sadar dan renencana,sosialisasi nilai-nilai demokrasi dilakukan secara terencana,
terprogram, terorganisasi secara baik khususnya melalui pendidikan formal
Pendidikan formal dalam hal ini sekolah, berperan penting dalam melaksanakan pendidikan
demokrasi kepada generasi muda. Sistem persekolahan memiliki peran penting khususnya untuk
kelangsungan sistem politik demokrasi melalui penanaman pengetahuan, kesadaran dan nilai-nilai
demokrasi.

2.4.Pelaksanaan Demokrasi di Indonesia


Sejarah pelaksanaan demokrasi di Indonesia cukup menarik. Dalam upaya mencari bentuk
demokrasi yang paling tepat diterapkan di negara RI, ada semacam trial and error, coba dan gagal.
Namun kalau direnungkan secara arif, ternyata untuk menuju ke sistem demokrasi yang ideal perlu
waktu yang cukup panjang.
Sebagai perbandingan dapat dilihat sejarah perkembangan konsep demokrasi di Amerika
Serikat, yaitu suatu negara yang dianggap sebagai negara demokrasi yang ideal sekali, di negar tersebut
sebenarnya masih banyak kekurangan. Untuk menyusun konstitusi, amerika memerlukan waktu selama
11 tahun, untuk menghapus perbudakan memerlukan waktu 86 tahun, untuk memberi hak pilih
kaum wanita memerlukan 114 tahun, dan untuk menyusun draf konstitusi yang melindungi seluruh
warga negara memerlukan waktu selama 188 tahun.
Oleh sebab itu, bangsa Indonesia mencari bentuk demokrasi yang tepat sejak tahun 1945 hingga
sekarang masih terantuk-antuk. Hal ini bukan karena ketidakseriusannya tetapi karena memerlukan
waktu panjang. Membicarakan demokrasi Indonesia, bagaimanapun juga tidak terlepas dari periodesasi
sejarah politik di Indonesia, yaitu apa yang disebut sebagai periode pemerintahan massa revolusi
kemerdekaan, pemerintahan demokrasi liberal, pemerintahan demokrasi terpimpin, dan pemerintahan
demokrasi pancasila :

1. Masa demokrasi Liberal 1950 – 1959


Demokrasi liberal adalah paham demokrasi yang menekankan pada kebebasan individu,
persamaan hukum, dan hak asasi bagi warga negaranya. Demokrasi liberal atau sering disebut demokrasi
parlementer, karena lembaga yang memegang kekuasaan menentukan terbentuknya dewan (kabinet)
berada di tangan parlemen atau DPR. Masa demokrasi liberal yang parlementer, presiden sebagai
lambang atau berkedudukan sebagai Kepala Negara bukan sebagai kepala eksekutif. Masa demokrasi
ini peranan parlemen, akuntabilitas politik sangat tinggi dan berkembangnya partai-partai politik.
a. Landasan demokrasi liberal adalah
1) maklumat pemerintah tanggal 3 November 1945.
2) konstitusi RIS 1949 (pasak 116 ayat 2), dan
3) konstitusi UUD sementara tahun 1950 (pasal 83 ayat 2).
b. Ciri-ciri demokrasi liberal adalah
1) adanya golongan mayoritas/minoritas, dan
2) penggunaan sistem voting,oposisi, mosi dan demonstrasi, serta multipartai.
Namun demikian praktik demokrasi pada masa ini dinilai gagal disebabkan : [13]
a. Dominannya partai politik.
b. Landasan sosial ekonomi yang masih lemah.
c. Tidak mampunya konstituante bersidang untuk mengganti UUDS 1950
Atas dasar kegagalan itu maka Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 :
a. Bubarkan konstituante
b. Kembali ke UUD 1945 tidak berlaku UUD S 1950
c. Pembentukan MPRS dan DPAS.
2. Pelaksanaan demokrasi Terpimpin 1959 – 1966
Dekrit Presiden 5 juli 1959 merupakan tonggak terakhir masa berlakunya demokrasi parlementer
di Indonesia sekaligus awal berlakunya demokrasi terpimpin. Demokrsai terpimpin adalah paham
demokrasi yang berintikan musyawarah mufakat secara gotong-royong antar semua kekuatan nasional
progresif devolusioner berporoskan Nasakom (Nasional, Agama, Komunis).
Demokrasi terpimpin juga disebut demokrasi yang tidak memperhatikan hak-hak asasi warga
negaranya, dan tidak pula mengenal lembaga kekuasaan dalam tata pemerintahannya. Demokrasi
terpimpin berlangsung mulai Juli 1959-april 1965.
Ciri khas Demokrasi Terpimpin adalah:[14]
a. Dominasi dari presiden,
b. Terbatasnya peranan partai politi,
c. Berkembagnya pengaruh komunis, dan
d. Meluasnya peranan ABRI (TNI) sebagai unsur sosial politik.
e. Adanya rasa gotong royong,
f. Tidak mencari kemenangan atas golongan lain,
g. Selalu mencari sintesa untuk melaksanakan amanat penderitaan rakyat, dan,
Melarang propaganda anti nasakom, dan menghendeaki konsultasi sesama aliran progresif
revolusioner.
Pengertian demokrasi terpimpin menurut Tap MPRS No. VII/MPRS/1965 adalah kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan yang berintikan
musyawarah untuk mufakat secara gotong royong diantara semua kekuatan nasional yang progresif
revolusioner dengan berporoskan nasakom dengan ciri:[15]
a. Dominasi Presiden
b. Terbatasnya peran partai politik
c. Berkembangnya pengaruh PKI
Penyimpangan masa demokrasi terpimpin antara lain:
a. Mengaburnya sistem kepartaian, pemimpin partai banyak yang dipenjarakan.
b. Peranan Parlemen lembah bahkan akhirnya dibubarkan oleh presiden dan presiden membentuk DPRGR.
c. Jaminan HAM lemah.
d. Terjadi sentralisasi kekuasaan.
e. Terbatasnya peranan pers.
f. Kebijakan politik luar negeri sudah memihak ke RRC (Blok Timur)
Akhirnya terjadi peristiwa pemberontakan G 30 September 1965 oleh PKI.
3. Pelaksanaan demokrasi Orde Baru 1966 – 1998
Pelaksanaan demokrasi orde baru ditandai dengan keluarnya Surat Perintah 11 Maret 1966, Orde
Baru bertekad akan melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekwen. Awal Orde
baru memberi harapan baru pada rakyat pembangunan disegala bidang melalui Pelita I, II, III, IV, V dan
pada masa orde baru berhasil menyelenggarakan Pemilihan Umum tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992,
dan 1997.
Namun demikian perjalanan demokrasi pada masa orde baru ini dianggap gagal sebab:
a. Rotasi kekuasaan eksekutif hampir dikatakan tidak ada
b. Rekrutmen politik yang tertutup
c. Pemilu yang jauh dari semangat demokratisPengakuan HAM yang terbatas
d. Tumbuhnya KKN yang merajalela Sebab jatuhnya Orde Baru
e. Hancurnya ekonomi nasional ( krisis ekonomi )
f. Terjadinya krisis politik
g. TNI juga tidak bersedia menjadi alat kekuasaan orba
h. Gelombang demonstrasi yang menghebat menuntut Presiden Soeharto untuk turun jadi Presiden
4. Pelaksanaan demokrasi pada masa Reformasi 1998 s/d sekarang.
Berakhirnya masa orde baru ditandai dengan penyerahan kekuasaan dari Presiden Soeharto ke
Wakil Presiden BJ Habibie pada tanggal 21 Mei 1998. Demokrasi yang dikembangkan pada masa
reformasi pada dasarnya adalah demokrasi dengan mendasarkan pada Pancasila dan UUD 1945, dengan
penyempurnaan pelaksanaannya dan perbaikan peraturan-peraturan yang tidak demokratis, dengan
meningkatkan peran lembaga-lembaga tinggi dan tertinggi Negara dengan menegaskan fungsi,
wewenang dan tanggung jawab yang mengacu pada prinsip pemisahan kekuasaan dan tata hubungan
yang jelas antara lembaga-lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Demokrasi Indonesia saat ini telah dimulai dengan terbentuknya DPR – MPR hasil Pemilu 1999
yang telah memilih presiden dan wakil presiden serta terbentuknya lembaga-lembaga tinggi yang
lain. Masa reformasi berusaha membangun kembali kehidupan yang demokratis antara lain:
a. Keluarnya Ketetapan MPR RI No. X/MPR/1998 tentang pokok-pokok reformasi.
b. Ketetapan No. VII/MPR/1998 tentang pencabutan tap MPR tentang Referandum.
c. Tap MPR RI No. XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Negara yang bebas dari KKN.
d. Tap MPR RI No. XIII/MPR/1998 tentang pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden RI.
BAB III
PENUTUP

3.1.Simpulan
Secara etimologis “demokrasi” terdiri dari dua kata yang berasal dari bahasa Yunani yaitu
“demos” yang berarti rakyat atau penduduk suatu tempat, dan “cratein” atau “cratos” yang berarti
kekuasaan atau kedaulatan. Jadi secara bahasa demos-cratein atau demoscratos (demokrasi) adalah
keadaan negara di mana dalam sistem pemerintahannya kedaulatan berada di tangan rakyat, kekuasaan
tertinggi berada dalam keputusan bersama rakyat, rakyat berkuasa, pemerintahan rakyat dan kekuasaan
oleh rakyat. Saat ini, terdapat beberapa model demokrasi. Ada lima corak atau model demokrasi yaitu;
demokrasi liberal, demokrasi terpimpin, demokrasi sosial, demokrasi partisipasi dan demokrasi
konstitusional.
Pendidikan demokrasi pada hakikatnya adalah sosialisasi nilai-nilai demokrasi agar dapat
diterima dan dijalankan oleh warga negara. Pendidikan demokrasi bertujuan mempersiapkan warga
masyarakat berperilaku dan bertindak demokratis, melalui aktivitas menanamkan pada generasi muda
akan pengetahuan, kesadaran, dan nilainilai demokrasi. Pendidikan demokrasi dapat saja merupakan
pendidikan yang diintegrasikan ke dalam berbagai studi, misal dalam mata pelajaran PPKn dan Sejarah
atau diintegrasikan ke dalam kelompok sosial lainnya.
Perkembangan demokrasi Indonesia tidak terlepas dari pengaruh sejarah sistem kepemerintahan
yang dijalankan di Indonsesia yang dijalankan sejak awal kemerdekaan sampai bergulirnya reformasi
hingga saat ini. Pada awal kemerdekaan (1950 – 1959) Indonesia menjalankan demokrasi Liberal,
dilanjutkan dengan demokrasi terpimpin (1959 – 1966). Pada masa pemerintahan orde baru (1956-1998)
Indonesia bertekad melaksanakan demokrasi yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945, namun pada
kenyataannya hal itu tidak sesuai harapan karena pemerintah cendrung bertindak otoriter, lalu
dilanjutkan masa reformasi (1998-sekarang) dimana pada masa reformasi, demokrasi pada dasarnya
demokrasi yang berlandaskan pada Pancasila dan UUD 1945, dimana pada masa reformasi ini dilakukan
penyempurnan pelaksanaan dan perbaikan peraturan-peraturan yang tidak demokratis, dengan
meningkatkan peran lembaga-lembaga tinggi dan tertinggi Negara dengan menegaskan fungsi,
wewenang dan tanggung jawab yang mengacu pada prinsip pemisahan kekuasaan dan tata hubungan
yang jelas antara lembaga-lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif.

3.2.Saran
Penulis menawarkan beberapa saran penting. Khususnya yang berkaitan dengan persoalan
kedaulatan rakyat sebagai tujuan dari demokrasi itu sendiri. Saran tersebut anatara lain:
Pertama, apa yang menjadi kekurangan dan sejarah kelam bagi pelaksanaan demokrasi
Indonesia dimasa lalu hendaknya menjadi pembelajaran dan tidak diulang kembali. Kedua, hendaknya
masyarakat tidak terlalu eksklusif atau ekstrim dalam memandang perbedaan keyakinan, agama, adat
istiadat, perbedaan politik, dan lain sebagainya. Sebab, perbedaan-perbedaan itu adalah bagian dari
demokrasi. Ketiga, Sebaiknya bagi semua warga negara/masyarakat, dalam pelaksanaan demokrasi,
benar-benar menyuarakan isi hatinya jangan hanya karena iming-iming hadiah berupa materi sehingga
lupa apa yang seharusnya disuarakan. dan Keempat, Bagi para elit politik dan pemerintah, kiranya
kehidupan rakyat lebih diperhatikan, jangan justru bekerjasama untuk membodohi dan menipu rakyat.
DAFTAR PUSTAKA

Buku :
Ahmad Syafii Maarif. 1985. Islam Dan Masalah Kenegaraan: Studi Tentang Percaturan

Artis, 2014, Demokrasi dan Konsitusi di Indonesia, Pekanbaru, UIN SUSKA Riau
Dalam Konstituante. Jakarta: LP3ES

Internet :
Kapita Selekta Pendidikan Kewarganegaraan Depdiknas dalam Rowland B. F. Pasaribu. 2012. Demokrasi
dan Sistem Pemerintahan Negara. http://rowland_pasaribu.staff. gunadarma.ac.id.

Mahfud dalam Rowland B. F. Pasaribu. 2012. Demokrasi dan Sistem Pemerintahan


Negara. http://rowland_pasaribu.staff.gunadarma.ac.id.

Mohtar Maso'ed.1999. Negara, Kapital, dan Demokrasi.Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Rowland B. F. Pasaribu. 2012. Demokrasi dan Sistem Pemerintahan


Negara.http://rowland_pasaribu.staff. gunadarma.ac.id

Udin S. Winataputra dalam Rowland B. F. Pasaribu. 2012. Demokrasi dan Sistem


Pemerintahan Negara.http://rowland_pasaribu.staff.gunadarma.ac.id.

Zamroni dalam Rowland B. F. Pasaribu. 2012. Demokrasi dan Sistem Pemerintahan


Negara. http://rowland_pasaribu.staff.gunadarma.ac.id.

[1] Ahmad Syafii Maarif. 1985. Islam Dan Masalah Kenegaraan: Studi Tentang Percaturan
Dalam Konstituante. Jakarta: LP3ES. hal. 144.
[2] Mahfud dalam Rowland B. F. Pasaribu. 2012. Demokrasi dan Sistem Pemerintahan
Negara. http://rowland_pasaribu.staff.gunadarma.ac.id. Hal. 142.
[3] Tim Pokja UIN Sunan Kalijaga, Pancasila dan Kewarganegaraan, (Yogyakarta: Pokja
Akademik UIN Sunan Kalijaga, 2005), hal.67
[4]R.Masri Sareb Putra (ed), Etika dan Tertib Warga Negara, (Jakarta: Salemba Humanika,
2010), hal.148
[5] Artis, 2014, Demokrasi dan Konsitusi di Indonesia, Pekanbaru, UIN SUSKA Riau, Hal. 38
[6] Prof Dr. Azyumardi Azra, MA, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani, (Jakarta: ICCE
UIN Syarif Hidayatullah, 2003), hal.118
[7] Mohtar Maso'ed.1999. Negara, Kapital, dan Demokrasi.Yogyakarta: Pustaka Pelajar. hlm.
24.
[8] Tim Pokja UIN Sunan Kalijaga, Op.cit, hal. 77
[9] Ibid, hal 78.
[10] Zamroni dalam Rowland B. F. Pasaribu. 2012. Demokrasi dan Sistem Pemerintahan
Negara. http://rowland_pasaribu.staff.gunadarma.ac.id. Hal. 153.
[11] Ibid
[12] Kapita Selekta Pendidikan Kewarganegaraan Depdiknas dalam Rowland B. F. Pasaribu.
2012. Demokrasi dan Sistem Pemerintahan Negara. http://rowland_pasaribu.staff.
gunadarma.ac.id. Hal. 156.
[13] Ibid
[14] Udin S. Winataputra dalam Rowland B. F. Pasaribu. 2012. Demokrasi dan Sistem
Pemerintahan Negara. http://rowland_pasaribu.staff.gunadarma.ac.id. Hal. 155.
[15] Rowland B. F. Pasaribu. 2012. Demokrasi dan Sistem
Pemerintahan Negara. http://rowland_pasaribu.staff. gunadarma.ac.id. Hal. 158.

Anda mungkin juga menyukai