POLITIK HUKUM
2206132466
HTN PAGI
NOMOR URUT 15
FAKULTAS HUKUM
JAKARTA
2023
Berbagai macam pergerakan hukum secara teoritik telah hadir dalam
perkembangan zaman yang hidup dalam masyarakat. Tujuan hukum yang dihadirkan
pada akhirnya sebagai alat rekayasa sosial guna menegakkan keadilan, kemanfaatan dan
kepastian. Dimana dalam hal ini ketiga unsur tersebut selalu hadir dan andil dalam
perubahan sosial selalu mengalami kemajuan yang lebih cepat daripada hukum itu
sendiri. Maka ada istilah bahwa hukum akan tertatih-tatih mengikuti perkembangan
zaman, karena pada dasarnya pendekatan hukum secara sosial mengkategorikan bahwa
dalam masyarakat. Maka pemahaman soal hukum dan masyarakat adalah hal yang
penting dan signifikan dalam terbentuknya budaya hukum. Sehingga Nonet dan
evolusi daripada hukum itu sendiri menuju pada tertib sosial dan tertib politik, yakni:
1. Hukum Represif;
3. Hukum Responsif
Kemudian dalam hal ini penulis akan memberikan penjelasan dan analisis kritis
terhadap apa yang kemudian di kemukakan oleh Nonet dan Selznick mengenai
klasifikasi hukum yang telah dikategorikan, mulai dari Hukum Represif, Hukum
Otonom dan juga Hukum Responsif sebagai alat yang bertujuan untuk menegakkan
keadilan dalam upaya membentuk tertib sosial maupun tertib politik yang hidup
didalam masyarakat saat ini. Selanjutnya Robert M Unger menyatakan bahwasannya
teori – teori yang ada hari ini mengenai budaya dan pengorganisasian sosial dapat
diartikan bergantung pada pandangan atau perspektif yang kita miliki mengenai prilaku
manusia dan hubungan – hubungan interpersonal. Dalam hal ini dengan tidak
menyetujui doktrin watak dasar manusia yang suprahistoris, teori sosial klasik
melepaskan upaya tersebut, namun begitu tidak berarti bahwa teori sosial terbebas dari
tuntutan untuk membuat asumsi – asumsi terkait apa saja yang ada dalam relasi sosial
HUKUM REPRESIF
yang ada dalam negara tersebut. Dimana dalam hal ini penyelenggara negara atau
kedamaian, stabilitas dan legitimasi. Pada aspek pengendalian yang bersifat hukum,
dalam hal ini biasanya pemerintah terjebak dan terfokus kepada kepentingan negara
Gagasan adanya hukum represif tentu lahir dari sebuah hegemoni kekuasaan
agar kekuasaan tersebut tidak jatuh dan rutuh serta terlindungan dari adanya gangguan
1
Robert M Unger, Teori Hukum Kritis: Posisi Hukum dalam Masyarakat Modern, Cet. VI (Bandung: Nusa
Media, 2012), hlm. 29
masyarakatnya. Nonet dan Selznick dalam hal ini memberi perhatian khusus pada
variabel-variabel penting yang berkaitan dengan hukum (represif), yaitu: peran paksaan
dalam hukum, hubungan antara hukum dan politik, negara, moral, serta tempat diskresi
dan tujuan dalam keputusan-keputusan hukum. Berangkat dari pernyataan tersebut perlu
diketahui bersama bahwasannya hukum yang represif atau hukum represif yang
berkaitan dengan negara dan masyarakat dalm hal ini dikendalikan oleh penguasa
pembangkangan.2
Dari konstelasi yang ada pada keterkaitan antar karakteristik tersebut, jelaslah
bahwa hukum represif merupakan sistem hukum kekuasaan represif yang bertujuan
mempertahankan kepentingan penguasa dimana dalam hal ini sering kali diterapkan
2
S. Brodjo Soedjono, ‘Hukum Represif Dan Sistem Produksi Hukum Yang Tidak Demokratis’, Jurnal
Hukum, 13.7 (2000), hlm. 157
dengan dalih atau argument untuk menjamin ketertiban. Oleh karenanya hukum
merupakan alat penguasa, maka daiam geraknya aturan-aturan hukum tidak mengikat
kehidupan rakyat yang dirancang secara sentral untuk menciptakan, meiaksanakan, serta
memperkuat kontrol terhadap segenap kegiatan masyarakat. Dalam hal ini penulis
mencoba memberikan analisis kritis bahwa hukum represif serupa dengan adanya
mnegelabuhi masyarakat dalam negara dengan cara yang rapi dan selalu
yang beriebihan;
secara palsu;
Pada awalnya represi bukanlah pilihan penting pemerintahan, faktor sosial dan
keinginan adanya stabilitas kekuasaan itulah yang menunjukan jalan hukum represif.
Ketika pemegang kekuasaan dalam suatu negara atau wilayah pada tingkat tertentu
diperhadapkan pada kondisi sulit, dan kekurangan metode dalam menghadapi tuntutan
sosial, pada saat itulah kekuasaan mempertimbangkan dan memilih tindakan – tindakan
tersendiri dalam sejarah negara – negara kuno dan negara totaliter pada abad – abad
yang lalu.
Kekuasaan dan hukum hanya berfungsi sebagai pelayan negara secaratotaliter. Makna
represif tidak dapat dihilangkan secara utuh dari baju kekuasaan,karena tindakan
Pada prinsipnya hukum represif mengakui bahwa hukum dan negara adalah dua
hal yang tidak dapat dipisahkan. Pemberlakuan hukum represif tidak terlepas antara
hukum dan politik. Dimana dalam hal ini perwujudan daripada hukum represif dapat
corak baru yang lebih soft danterkesan mengutamakan kepentingan umum, sehingga
HUKUM OTONOM
Pada dasarnya perkembangan hukum atau evolusi hukum hadir dan muncul atas
dinilai tidak objektif oleh masyarakat. Maka hukum represif pun mengalami pergeseran
hukum, negara pada dasarnya merupakan badan hukum publik utama (prime public law
body/entity) yang memiliki hak, kewajiban dan tanggung jawab yang diatur menurut
(kebiasaan) hukum tata negara, seperti subjek hukum lainnya yakni orang (person) dan
badan yang dipersonifikasi sebagai manusia. Namun selain dari sebagai pembawa hak,
dan masyarakatnya, pergulatan hukum pada area empiris menemukan titik terang yang
menarik perhatian dengan munculnya tipelogi hukum baru yang dinamakan hukum
otonom. Dimana hukum otonom dimaknai sebagai kekuatan hukum yang mendegradasi
kekuatan hukum represif. Secara historis pencapaian hukum baru ini disebut dan
diklaim sebagai aturan hukum. Hal ini mengacu kepada aspirasi politik dan hukum
Atribut utama atau karakteristik hukum otonom tentu berbeda dengan hukum
kekuasaan peradilan;
represif,menjadi bagian yang harus dipetimbangkan. Hal itu diperlukan untuk lebih
sangat dekat, baik dilihat dari aspek historis maupun praktis. Secara
tersebut dapat disimpulkan bahwa hak utama dari lembaga hukum adalah
lain.
dan kesetiaan yang kuat pada hukum atau ketaatan22. Penerapan hukum
hanya dapat efektif bila otoritas yang dimiliki oleh pemegang kekuasaan
HUKUM RESPONSIF
4
Jerome Frank, Law and Modern Mind, diterjemahkan oleh Rahmani Astuti, (Bandung : Nuansa
Cendikia, 2013), hlm 213
Pencarian formulasi hukum yang dicita – citakan tidak terhenti pada penemuan
penelusuran potensi hukum yang secara tipologis mencerminkan keadilan yang lebih
luas, terus dihembuskan dan pada akhirnya memunculkan tipologi hukum yang ketiga
yakni hukum responsif. Pengembaraan mencari hukum responsif adalah kegiatan teori
hukum modern yang terus berkelanjutan. Jerome Frank, menyebutkan bahwa tujuan
utama dari kaum realisme hukum adalah untuk membuat hukum menjadi lebih responsif
hasil dari evolusi pengembaraan teori hukum dalam berupaya menawarkan jalan keluar
efektif bagi keteraturan dan ketercapaian tujuan hukum itu sendiri. Corak dan motif dari
tipe hukum ini sangat berbeda dengan tipe hukum otonom terlebih lagi hukum represif.
materi hukum dan budaya hukum. Tradisi pengembangan tipe hukum ini telah
mengambil jalan berbeda dan lebih konstruktif untuk mencapai kesejatian hukum
sebagai instrumen pengelolaan negara. Berikut ini ada beberapa karakter khas dari
lingkungannya; dan
hukum responsif tidak menitik beratkan pada adanya fanatisme lembaga, kekuasaan dan
sebagaimana tipe hukum lainnya. Ruang yang memperoleh suasana responsif lebih
kondusif dalam menghubungkan dan memberdayakan potensi sumber daya yang maju.
ketentuan sosial dan aspirasi publik.5 Sesuai dengan karakternya yang terbuka, hukum
dan setiap hukum tidakterbebas dari tuntutan. Fritjof Capra, menyatakan bahwa saat ini
dunia sedang mengalami titik balik peradaban (the turning point), transformasi yang
karenaperubahannya berlangsung lebih cepat dan dalam skala yang lebih besar
membuka lebar peluang hukum yang dihasilkan benar – benar responsif,tidak hanya
5
Bernard L. Tanya, dkk, Teori hukum, Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi, (Surabaya: CV.
KITA, 2006), h. 170
6
Fritjof Capra, The Turning Point, diterjemahkan oleh M. Thoyyibi, Cet. VII (Jogjakarta: Jejak, 2007), h. 78
Dalam posisi demikian ini, partisipasi masyarakattersebut berperan sebagai kekuatan
pemerintah dan masyarakat.7 Penerapan hukum responsif telah menggeser dari keadilan
prosedural menuju kekeadilan substantif, dari ketaatan pada teks ke arah konteks.
paradigmapembaruan hukum. Menurut Prof. Mahfud MD, hukum responsif hanya dapat
dalampenegakannnya.8
Perbedaan yang sangat tajam antara tipe hukum responsif dan tipe hukum
sebelumnya adalah model pemecahan masalahnya yakni hukum responsif tidak selalu
hukum itu sendiri. Senada dengan hal tersebut teori Progresif Satjipto Rahardjo juga
mengesankan hukum dalam pengertian yang sangat luas, yakni hukum tidak hanya
berhenti pada membaca teks dan menerapkannya seperti mesin, melainkan suatu aksi
atau usaha effort. Cara berhukum seperti ini sangat menguras energi, pikiran, empati
dan keberanian.9 Hukum Responsif perkembangannya telah memasuki ruang yang tepat
saat ini, karena mekanisme demokratisasi telah menjadi parameter kemajuan bagi
negara – negara bangsa di dunia. Secara Substansial tipe hukum ini memberikan
7
Martitah, Mahkamah Konstitusi dari Negative Legislature ke Positive Legislature, (Jakarta : Konpress,
2013), h. 45
8
Moh. Mahfud MD, Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen Konstitusi, (Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada, 2011), h. 178
9
Satjipto Rahardjo, dalam Memahami Hukum: Dari Konstruksi sampai Implementasi, (Jakarta : Raja
Grafindo Persada, 2009), h. 3
harapan keterlibatan dan peran akomodatif masyarakat secara lebih memadai. Fokus
pada pencapaian keadilan materiil yang mampu menembus ruang ekspektasi masyarakat
adalah ciri utama dari hukum responsif. Oleh karena tujuan itulah sehingga mekanisme
keterbukaan dan pelibatan publik mendapat tempat yang sangat strategis dalam
hukum, tetapi pada sisi lain tidak punya kekuasaankebijakan publik. Mengedepankan
integritas institusi sebagai tujuan utamanya,tetapi pada aspek lain hukum menjadi
Keberadaan hukum otonom di era ini masihrelevan dalam beberapa hal, meskipun
dalam aspek lainnya sudah usang. Misalnyadalam aspek sistem, konsep hukum ini
meletakkan hukum sebagai asas yangfundamental dan tidak terletak pada personal
sebagaimana rule of law, hukumterpisah dari politik dan memiliki akar penerapan secara
mandiri. Dalam kondisi –kondisi negara tertentu gagasan mengenai hukum sabagai
saran kontrol sosialmasih relevan. Tipologi hukum responsif adalah hasil dari evolusi
berdiri sendiri,melainkan dia harus mampu berinteraksi dengan entitas lain, dengan
dicapai.Secara indisipliner hukum, tekstual hukum tidak lagi menjadi rujukan utama
citakanjika dapat bersintesa positif secara fungsional dan proporsional dengan tipe –tipe
hukum sebelumnya.