MAKALAH
HUKUM REPRESIF
DISUSUN OLEH:
AHMAD JAMIL
ADHAYANI
NAHDIYANTI
MUHAMMAD RIZKA YUNUS
SARIFUDDIN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
TAHUN 2018
BAB I
PENDAHULUAN
1
Syamsuddin Pasamai, Sosiologi dan Sosiologi Hukum Suatu Pengetahuan Praktis dan Terapan, Arus
Timur, Makassar, 2016, hal. 148.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka kami merumuskan sebuah
permasalahan yang akan dibahas yaitu apakah itu Hukum Represif?
BAB II
PEMBAHASAN
Hukum Represif
Represif berasal dari bahasa Inggris “reperessive” yang berarti penindasan /
menindas. Gagasan hukum represif menganggap bahwa tatanan hukum tertentu
dapat berupa ketidakadilan yang tegas. Keberadaan hukum tidak menjamin keadilan
apalagi keadilan substantif. Sebaliknya, setiap tatanan hukum memiliki potensi
represif sebab hingga tingkat tertentu ia akan selalu terikat pada status quo dan
dengan memberikan baju otoritas pada penguasa, hukum membuat semaikn efektif.
Rezim represif adalah rezim yang menempatkan seluruh kepentingan dalam
bahaya, terutama kepentingan yang tidak dilindungi oleh sistem yang berlaku dalam
keistimewaan kekuasaan. Bentuk represi yang paling jelas adalah penggunaan
kekuasaan yang tidak terkontrol untuk menegakkan perintah, menekan pihak yang
tidak patuh atau menghentikan demokrasi. Meskipun tatanan hukum dapat
menggunakan paksaan (concercion) atau bergantung pada kekuasaan pamungkas
untuk melakukan paksaan, namun tatanan hukum tidak semata membuat sistem
menjadi represif. Kekuatan memaksa tidak represif manakala kehormatan orang-
orang dijaga, bahkan pada saat kekuatan diterapkan pada mereka.
Paksaan cenderung mendorong menjadi represi karena karena :
1. Tersedianya alat-alat pemaksa memberikan alternatif yang nyaman dan
mengurangi kebutuhan untuk melakukan akomodasi
2. Penggunaan kekuatan merupakan suatu dehumanisasi : seorang target paksaan
akan dijauhkan dari situsai dialog, persuasi, penghormatan, dan legitimasi atas
kalim-klaimnya.
Seperti halnya paksaan tidak harus represif, demikian juga represi tidak harus yang
bersifat memaksa. Ketika pemerintah mendapatkan legitimasi karena ia memelihara
kebiasaan umum untuk taat, paksaan tidak diperlukan. Hasil semacam ini
membutuhkan tidak lebih dari persetujuan warga negara secara umum dan diam-
diam. Persetujuan diam-diam (uniformed consent) yang terdapat dalam ketakutan
dan terpelihara dengan sikap apatis membuka jalan lebar bagi otoritas yang sah
namun tidak terkontrol. Selain itu, beberapa persetujuan terdistorsi oleh
keputusasaan. Contohnya, ketika kelemahan dan tidak terorganisasinya golongan
yang ditekan membuat mereka menerima tujuan dan perspektif pihak yang menekan.
Represi akan sempurna jika tidak sampai pada suatu paksaan.
Dengan demikian kunci menuju represi tidak terletak pada paksaan atau
persetujuan itu sendiri, namun terletak pada seberapa jauh kekuasaan
memperhitungkan dan dikontrol oleh kepentingan-kepentingan bawahan
sebagaimana yang ditunjukkan oleh kualitas persetujuan dan penggunaan paksaan.
Secara sistematis, hukum represif menunjukkan karakter-karakter berikut ini :
1. Institusi hukum secara langsung dapat diakses oleh kekuatan politik, hukum
diidentifikasikan sama dengan negara dan disubordinasikan pada tujuan negara
2. Langgengnya sebuah otoritas merupaka urusan yang paling penting dalam
administrasi hukum. Dalam perspektif resimyang dibangun, manfaat dari
keraguan (the benefit of doubt) masuk ke dalam sistem dan kenyamanan
administratif menjadi titik berat perhatian.
3. Lembaga-lembaga kontrol yang terspesialisasi, seperti polisi, menjaid pusat
kekuasaan yang independen, mereka terisolasi dari dari konteks sosial yang
berfungsi memperlunak, serta mampu menolak otoritas politik.
4. Sebuah rezim berganda (dual law) melembagakan keadilan berdasarkan kelas
dengan cara mengkonsolidasikan dan melegitimasi pola-pola subordinal sosial
5. Hukum pidana merefleksikan nilai-nilai yang dominan, moraisme hukum yang
akan menang.
Secara sederhana, Hukum Represif dapat diartikan sebagai hukum yang
mengabdi kepada kekuasaan represif dan kepada tata tertib sosial yang represif.
Kekuasaan yang memerintah adalah represif, bilamana ia tidak atau kurang
memperhatikan kepentingan-kepentingan rakyat yang diperintahkan. Dengan kata
lain, hukum represif adalah alat kekuasaan represif atau menindak. Hukum ini
cenderung tidak mempedulikan kepentingan-kepentingan rakyat dan atau menolak
legitimasinya. Hukum represif ini seringkali diwujudkan dalam bentuk penindasan
dan pemaksaan yang terang-terangan dan sebagai ciri utama atau ciri khas hukum
represif ini adalah diacuhkannya atau diterlantarkannya kepentingan rakyat.
Singkatnya, hukum represif adalah hukum yang didalam pelaksanaannya tidak
banyak memasukkan “campur tangan” yang memadai dari masyarakat sehingga
hukum hanya berkembang tanpa dibarengi dengan perkembangan masyarakat.
Perhatian paling utama dari hukum represif ini adalah dengan dipeliharanya atau
diterapkannya tata tertib, ketenangan umum, pertahanan otoritas dan penyelesaian
pertikaian dengan cenderung tidak memperhatikan kepentingan rakyat. Meskipun
hukum represif ini memiliki tujuan yang baik seperti menciptakan keadilan,
menciptakan ketertiban umum, menciptakan perdamaian, dan lain sebagainya.
Hukum represif ini tidak akan pernah mencapai hakekat dari hukum itu sendiri karena
ia (hukum represif) mengabaikan kepentingan atau kebutuhan dari masyarakatnya
sendiri. Selain itu, hukum represif selalu dihubungkan dengan kekuasaan, hukum
represif ini tidak boleh dilihat sebagai suatu kekuatan kekuasaan yang terlalu kuat
karena akan menimbulkan kesewenang-wenangan dan menimbulkan ketidakadilan.
Selain itu, Hukum represif ini tidak menjamin keadilan substantif sehingga penguasa
memiliki potensi atau membuat otoritas penguasa semakin efektif demi
mempertahankan status quo.
Nonet dan Selznick menyebutkan beberapa bentuk dimana hukum represif dapat
memanifestasikan dirinya yaitu:
Ketidak mampuan pemerintah untuk memenuhi tuntutan-tuntutan umum
Pemerintah yang melampaui batas
Kebijakan umum yang berat sebelah.
Kebijakan umum yang berat sebelah atau kebijakan yang berpihak ini sering terjadi
dalam masyarakat misalnya saja pembaruan kota-kota dan kebijakan pengembangan
ekonomi di mana program pemerintah cenderung hanya memperhatikan kepentingan
dirinya sendiri atau cenderung memihak pada pihak investor asing dan mengabaikan
atau tidak memperhatikan kepentingan individual dan kelompok yang lainnya.
1. Pengadilan dan aparat hukum adalah instrumen penguasa yang mudah diatur.
Institusi hukum melayani negara.
2. Tujuan utama hukum adalah ketertiban umum
3. Institusi-institusi hukum mempunyai sedikit sumber daya lain selain kekuatan
pemaksa negara.
4. Aturan hukum memberikan corak otoritas pada kekuasaan, tapi penggunaan
aturan tersebut disesuaikan dengan kriteria kelayakan politik.
Represi lahir karena miskinnya sumber daya politik. Secara umum potensi
represi dibangkitkan ketika tugas yang urgen harus dihadapi di dalam kondisi
kekuasaan yang memadai namun minim sumber daya. Di samping itu represi muncul
karena jangkauan pemerintah yang berlebihan dan ketidakberdayaan negara untuk
memenuhi tuntutan-tuntutan masyarakat. Implikasi dari adanya represifitas tersebut
dapat pula dilihat dalam hubungan antara negara dengan badan-badan penegak
hukum. Dalam praktik, badan-badan khusus dibentuk untuk menjaga ketertiban dan
menegakkan kedaulatan. Ada tiga yang menjadi faktor yang menyebabkan produk
hukum menjadi represif, yaitu:
Dengan demikian, wujud hukum represif dapat dilihat dalam dua gambaran utama,
pertama integrasi yang dekat antara hukum dan politik. Kedua, diskresi pejabat yang
tidak terkontrol, hal ini merupakan upaya untuk mempermudah mempermainkan
hukum.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Hukum Represif dapat diartikan sebagai hukum yang mengabdi kepada
kekuasaan represif dan kepada tata tertib sosial yang represif. Kekuasaan yang
memerintah adalah represif, bilamana ia tidak atau kurang memperhatikan
kepentingan-kepentingan rakyat yang diperintahkan. Dengan kata lain, hukum
represif adalah alat kekuasaan represif atau menindak. Hukum ini cenderung tidak
mempedulikan kepentingan-kepentingan rakyat dan atau menolak legitimasinya.
Sehingga dapat kami simpulkan bahwa Hukum Represif berbanding lurus dengan
terciptanya Pemerintahan yang otoriter.
1. Pengadilan dan aparat hukum adalah instrumen penguasa yang mudah diatur.
Institusi hukum melayani negara.
2. Tujuan utama hukum adalah ketertiban umum
3. Institusi-institusi hukum mempunyai sedikit sumber daya lain selain kekuatan
pemaksa negara.
4. Aturan hukum memberikan corak otoritas pada kekuasaan, tapi penggunaan
aturan tersebut disesuaikan dengan kriteria kelayakan politik.
Ada tiga yang menjadi faktor yang menyebabkan produk hukum menjadi represif,
yaitu:
Dengan demikian, wujud hukum represif dapat dilihat dalam dua gambaran utama,
pertama integrasi yang dekat antara hukum dan politik. Kedua, diskresi pejabat yang
tidak terkontrol, hal ini merupakan upaya untuk mempermudah mempermainkan
hukum.