Anda di halaman 1dari 15

TUGAS FILSAFAT HUKUM

HUKUM DAN KEKUASAAN

HUKUM DAN NILAI SOSIAL BUDAYA

HUKUM SEBAGAI ALAT PEMBAHARU MASYARAKAT

Disusun Oleh:

Kelompok 23

Muhammad Dian (2110211110048)


Aji Nor Rahman (2110211310171)
Diva Chandra (2110211110048)

Dosen Pengampu :

Dr. Hj. NOOR HAFIDAH, S.H., M.Hum.


FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

KEMENTRIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN TEKNOLOGI

Banjarmasin, 2 Oktober 2023


Filsafat Hukum dan Aspek Persoalan Filsafat Hukum di Masyarakat

Pendahuluan

Kata filsafat berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu "Philio" yang berarti
Cinta dan "Shopia" yang berarti Kebijakan (wisdom) sehingga dapat diartikan Philioshopia
sebagai Pencinta Kebijakan. Philioshopia atau filsuf ialah orang yang berkeinginan
akan kebijaksanaan, namun seorang filsuf belum tentu seorang bijaksana. Dalam bahasa
Arab istilah: Philoshopia menjadi Falsafah yang dalam bahasa Indonesia berbunyi
Filsafat.

Filsafat merupakan induk atau sumber segala sumber semua ilmu pengetahuan untuk
mencapai taraf hidup manusia yang lebih tinggi. Dalam memenuhi kebutuhan dan
kepentingan kelangsungan hidup manusia menggunakan penalaran akal (rasionalisme) dan
pengalaman (empirisme) dengan menerapkan metode yang dipakai oleh filsafat. Sebelum
ilmu-ilmu berkembang dan bercabang-cabang lebih spesifik sebagaimana kita kenali
sekarang, pada awal peradaban manusia, kegiatan berfilsafat telah digunakan sebagai sarana
bagi manusia untuk memahami segala sesuatu. Yang dilakukan para ahli filsafat ialah
berusaha menjelaskan apa sesungguhnya arti filsafat itu. Pada dasarnya inti berbagai
perumusan itu menyatakan bahwa filsafat adalah karya manusia tentang hakikat sesuatu.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa filsafat hukum adalah cabang filsafat, yaitu filsafat
tingkah laku atau etika, yang mempelajari hakikat hukum. Dengan kata lain, filsafat hukum
adalah ilmu yang mempelajari hukum secara filosofis. Jadi objek filsafat hukum adalah
hukum, dan objek tersebut dikaji secara mendalam sampai kepada inti atau dasarnya, yang
disebut hakikat Beberapa pakar hukum mengungkapkan bahwa pada saat ini posisi hukum di
Indonesia mengalami kemunduran. Hukum yg diharapkan dapat menjadi pendukung bagi
perubahan masyarakat yg leih baik, ternyata hanyalah berupa aturan- aturan kosong yg tak
mampu menjawab persoalan dalam masyarakat. Hukum terkadang hanyalah menjadi
legitimasi penguasa dalam mengucapkan ketidakadilannya pada masyarakat. Singkatnya, ada
rentang jarak yang cukup jauh antara hukum dalam cita-cita ideal konsep hukum dalam
manifestasi undang-undang dengan realitas pelaksanaan hukum.1

Aspek persoalan filsafat hukum di masyarakat dapat dilihat dari tiga sudut pandang
yang berbeda. Pertama, aspek persoalan hukum dan kekuasaan, di mana hukum digunakan

1
Aldo Pratama, Masalah Masalah Filsafat Hukum, Fakultas Hukum Universitas Ekasakti: Hal 1,2
sebagai alat untuk membatasi kekuasaan dan menyelesaikan konflik di masyarakat[1][4][7].
Kedua, aspek persoalan hukum dan nilai sosial budaya, di mana hukum harus mencerminkan
nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat dan menjadi pedoman bagi perilaku manusia dalam
interaksi sosial[2][5][11]. Ketiga, aspek hukum sebagai alat pembaharu masyarakat, di mana
hukum dapat menjadi sarana pembaharuan bagi masyarakat apabila hukum itu diterima oleh
masyarakat dan hukum yang diterima masyarakat tentulah hukum yang lahir atas kebutuhan
masyarakat[3][6][9]. Oleh karena itu, filsafat hukum sangat penting dalam kehidupan
masyarakat karena hukum menjadi acuan utama dalam penyelenggaraan pemerintahan dan
pengelolaan pembangunan serta menjadi landasan dasar dan pegangan tatkala warga
masyarakat melaksanakan hak dan kewajibannya[8].

Pembahasan

a. Aspek Persoalan Hukum dan Kekuasaan

Hukum berasal dari Negara, namun dalam kehidupan sehari-hari ternyata hukum itu
berasal dari penguasa negara yaitu pemerintah, pemerintah mengatur kehidupan Masyarakat
melalui politiknya, hukum bertujuan untuk menciptakan aturan yang adil, berdasarkan hak-
hak manusia yang sejati, hukum mengatur kehidupan Bersama agar dalam aktivitasnya
sehari-hari di Masyarakat bila timbul konflik-konflik dapat segera di Batasi dengan
berpegangan pada hukum yang berlaku. Antara hukum dan kekuasaan mempunyai hubungan
yang sangat erat bagaikan dua sisi mata uang, sebagaimana dikatakan oleh mochtar
kusumaatmadja bahwa hukum tanpa kekuasaan adalah angan-angan, dan kekuasaan tanpa
hukum adalah kelaliman.2

Kekuasaan merupakan konsep hubungan sosial yang terdapat dalam kehidupan


masyarakat, negara, dan umat manusia. Konsep hubungan sosial itu meliputi hubungan
personal di antara dua insan yang berinteraksi, hubungan institusional yang bersifat
hierarkis, dan hubungan subjek dengan objek yang dikuasainya. Karena kekuasaan memiliki
banyak dimensi, maka tidak ada kesepahaman di antara para ahli politik, sosiologi, hukum
dan kenegaraan mengenai pengertian kekuasaan.3

Kekuasaan dalam kaitannya dengan masalah kenegaraan, dapat dibedakan ke dalam dua
kelompok, yaitu kekuasaan negara dan kekuasaan masyarakat. Kekuasaan negara berkaitan
dengan otoritas negara untuk mengatur kehidupan masyarakat secara tertib dan damai.

2
Lily Rasyidi, Filsafat Hukum, Apakah Hukum Hukum itu, cet. Ke-4, Bandung: Remaja Karya, 1998, Hlm.
3
Salman Luthan, Hubungan Hukum dan Kekuasaan, Vol. 14 Jurnal Hukum, 2007: Hal. 166 - 184
Kekuasaan masyarakat adalah kekuatan/kemampuan masyarakat untukmengelola dan
mengorganisasikan kepentingan individu-individu dan kelompok-kelompok masyarakat
yang menjadi anggotanya sehingga interaksi sosial dapat berjalan secara lancar.
Ketidakseimbangan diantara keduanya akan mendorong terjadinya kekuasaan hegemonik di
mana negara sangat kuat dan masyarakat sangat lemah, sehingga tercipta pola hubungan
dominatif dan eksploitatif. Hal ini mengakibatkan negara bukan hanya campur tangan dalam
urusan-urusan kenegaraan dan kemasyarakatan, tetapi juga intervensi atas seluruh tindakan
Masyarakat yang sebenarnya bukan dalam lingkup wewenangnya.4

Pola hubungan hukum dan kekuasaan ada dua macam. Pertama, hukum adalah
kekuasaan itu sendiri. Menurut Lassalle dalam pidatonya yang termashur Uber
Verfassungswessen, “konstitusi sesuatu negara bukanlah undang-undang dasar tertulis yang
hanya merupakan “secarik kertas”, melainkan hubungan-hubungan kekuasaan yang nyata
dalam suatu negara”.5 Dari sudut kekuasaan, aturan-aturan hukum yang tertuang dalam
konstitusi suatu negara merupakan deskripsi struktur kekuasaan yang terdapat dalam negara
tersebut dan hubungan-hubungan kekuasaan di antara lembaga-lembaga negara. Dengan
demikian, aturan-aturan hukum yang termuat dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945
merupakan deskripsi struktur kekuasaan ketatanegaraan Indonesia dan hubunganhubungan
kekuasaan antara lembaga-lembaga negara.

Kekuasaan harus dibatasi dengan rambu-rambu hukum, menurut Mostesquiue yang


terkenal dengan teori trias politica, kekuasaan harus dipisahkan menjadi tiga Lembaga yaitu
eksekutif, legislative, dan yudikatif hal ini dimaksud agar antara satu Lembaga dan yang
lainnya dapat saling mengontrol sehingga terjadi checks and balance.6

Dalam penerapannya hukum memerlukan suatu kekuasaan untuk mendukungnya. Citi


utama inilah yang membedakan antara hukum di satu pihak dengan norma-norma sosial dan
agama. Kekuasaan ini diperlukan oleh karena hukum bersifat memaksa. Tanpa adanya
kekuasaan, pelaksanaan hukum di Masyarakat akan mengalami hambatan-hambatan.
Semakin tertib dan teratur Masyarakat, makin berkurang diperlukan dukungan kekuasaan.

Unsur pemegang kekuasaan merupakan factor penting dalam hal digunakannya


kekuasaan yang dimilikinya itu sesuai dengan kehendak Masyarakat. Karena itu disamping
keharusan adanya hukum sebagai alat pembatas, juga bagi pemegang kekuasaan ini
4
Ibid Hal. 169
5
L.J. van Apeldorn, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, PT Pradnya Paramita, 1986, hlm. 70
6
H. Muchsin, Ikhtisar Materi Pokok Filsafat Hukum, Jakarta : STIH IBLAM, 2004, Hal. 60
diperlukan syarat-syarat lainnya seperti memiliki watak yang jujur dan rasa pengabdian
terhadap kepentingan Masyarakat. Kesadaran hukum yang tinggi dari Masyarakat juga
merupakan pembatas yang ampuh bagi pemegang kekuasaan7

Antara hukum dan kekuasaan terdapat hubungan yang erat adanya hubungan ini dapat
diperhatikan dengan dua cara yaitu : cara pertama dengan menelaahnya dari konsep sanksi.
Adanya perilaku yang tidak memenuhi aturan-aturan hukum menyebabkan diperlukan sanksi
untuk penegakan aturan-aturan hukum tadi. Karena sanksi dalam kenyataannya merupakan
suatu kekerasan, maka penggunaannya memerlukan legitimasi yuridis (pembenaran hukum)
agar menjadikannya sebagai kekerasan yang sah. Cara kedua dengan menelaahnya dari
konsep penegakan konstitusi. Pembinaan sistem aturan-aturan hukum dalam suatu negara
yang teratur adalah diaturnya oleh hukum itu sendiri. Perihal ini biasanya tercantum dalam
konstitusi dari negara bersangkutan8

7
Van Apeldoom, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta : Pradnya Paramitha, 1976, hlm. 68
8
Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2004,
hlm 75-77
Aspek Persoalan Hukum dan Nilai Sosial Budaya

Apabila kita berbicara mengenai hukum dan nilai-nilai sosial budaya


masyarakat Indonesia, kita tidak bisa melepaskan diri dari suatu kenyataan bahwa masyarakat
hukum Indonesia merupakan suatu bangsa yang negaranya didasarkan atas hukum
(rechtstaat), berbentuk republik, dan sistem pemerintahannya berbentuk demokrasi.
Lili Rasyidi dan IB Wiyasa Putra mengemukakan bahwa masyarakat hukum Indonesia
ini merupakan satu kesatuan masyarakat hukum yang besar, yang tersusun atas
kesatuan-kesatuan masyarakat hukum yang lebih kecil, yang dikenal dengan masyarakat
hukum adat.
Pada mulanya, budaya masyarakat hukum Indonesia adalah budaya hukum tidak
tertulis (unwritten law), atau budaya hukum yang hidup, tumbuh, dan berkembang di dalam
masyarakat (living law). Nilai-nilai sosial dan budaya hukum ini hidup dalam setiap kesatuan
kecil masyarakat hukum Indonesia, sehingga secara keseluruhan budaya hukum masyarakat
Indonesia adalah nilai-nilai dan budaya hukum living law. Akan tetapi dalam
perkembangannya kemudian, masyarakat hukum Indonesia juga terbiasa dengan nilai-nilai
dan budaya hukum tertulis yang diakibatkan oleh proses kolonialisme di Indonesia yang
dibawa oleh penjajah, terutama Belanda yang menganut budaya hukum Eropa Kontinental
yang mengutamakan kodifikasi hukum. Di dalam proses pembangunan hukum, kedua budaya
hukum ini memberi pengaruh terhadap konsep hukum Indonesia. Para penganut ajaran
Sosiological jurisprudence sebagaimana dikutip Lili Rasjidi (2001 : 133) menyatakan bahwa
kelemahan-kelemahan hukum tertulis dapat diatasi dengan mempertimbangkan secara cermat
hukum dan nilai-nilai sosial budaya yang hidup di masyarakat, dan bahkan para penganut
ajaran ini mengemukakan bahwa kodifikasi hukum itu harus selaras dan mengembangkan
hukum dan nilai-nilai sosial budaya yang hidup di masyarakat yang bersangkutan. Dalam
konteks pembangunan hukum di Indonesia, kesulitan ini seharusnya dapat diatasi dengan
mengefektifkan sistem perwakilan, atau komunikasi antara masyarakat dengan wakil-
wakilnya, atau juga dengan senantiasa mendahului pembentukan hukum dengan penelitian
tentang pandangan, sikap dan perasaan hukum, rasa butuh hukum, dan rasa keadilan
masyarakat tentang hukum yang akan dibentuk.
Pada saat ini negara kita baru berada di dalam proses pembangunan dan negara kita
termasuk salah satu negara yang sedang berkembang. Sebagai salah satu negara yang sedang
berkembang menurut Satjipto Rahardjo (1980 : 133) Indonesia harus melampoi tahap-tahap
perkembangan yang telah dilalui oleh negara-negara berkembang. Mengutip pendapat
Thomas M. Frank, Satjipto menyatakan bahwa tahap-tahap pembangunan yang dilalui oleh
negara-negara itu ada tiga, yaitu : (1) tahap unifikasi; (2) tahap Industrialisasi; (3) tahap
kesejahteraan sosial. Peranan hukum, ahli hukum serta lembaga-lembaga hukum yang sangat
penting dalam pembangunan tersebut adalah pada saat perpindahan ke dan pensintesean dari
suatu sistem norma-norma serta nilai-nilai nasional yang baru. Peranan hukum dalam hal ini
adalah memberikan legitimasi terhadap perubahan, sehingga peristiwa yang secara potensial
dapat menimbulkan perpecahan serta perombakan yang revolosioner itu dapat berlangsung
dengan tertib dan damai.

Perubahan ketatanegaraan di Indonesia akibat tuntutan dari sebagian besar masyarakat


Indonesia yang kita kenal dengan nama reformasi, sehingga memunculkan orde reformasi
juga memerlukan peranan hukum yang kuat dengan mengindahkan nilai-nilai sosial budaya
yang ada di dalam masyarakat Indonesia sehingga dapat mengantarkan kita ke sebuah negara
berkembang dengan tahap-tahap perkembangan tersebut di atas. Harapannya tahap-tahap
perkembangan tersebut dapat kita lampoui dengan baik dengan sarana hukum dan nilai-nilai
sosial budaya yang ada pada masyarakat, walaupun sampai saat ini untuk mencapai tahap
unifikasi, bangsa kita masih belum dapat melaksanakan sesuai dengan harapan yang kita cita-
citakan. Harapannya memang negara kita mau melaksanakan tahap-tahap perkembangan itu
sekaligus, dalam arti bahwa kita ingin mencapai tingkat perkembangan yang tertinggi yakni
melaksanakan tahap unifikasi, sekaligus juga melaksanakan industrialisasi dan juga
kesejahteraan sosial dan pilihan ini memberikan beban yang tidak ringan pada para ahli
hukum di Indonesia. Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam melaksanakan tahap-tahap
perkembangan ini sangat sulit untuk kita laksanakan bahkan untuk mencapai tahap unifikasi
sebagai tahap pembangunan negara yang paling rendahpun sampai saat ini belum tercapai
bahkan terjadi perubahan sosial di Indonesia dengan adanya tuntutan reformasi yang terjadi
pada tahun 1997 yang bisa mengakibatkan goyahnya unifikasi (kesatuan negara) dan
persoalan-persoalan bangsa lainnya yang apabila tidak ditangani secara baik, akan
mengganggu kehidupan ketatanegaraan kita.

Perubahan pemerintahan yang terjadi di negara Indonesia seringkali membawa akibat


yang kurang menguntungkan bagi kehidupan bangsa kita, baik dari sisi ekonomi politik
maupun berbagai hal lainnya. Perubahan ini seringkali dibarengi dengan suasana ketidak
pastian bagi kita. Hal ini dapat kita buktikan pada pertengahan tahun 1997 dalam peristiwa
unjuk rasa mahasiswa yang menghendaki turunnya Presiden Soeharto dari pucuk
pemerintahan Orde Baru dan berhasil dengan suasana yang terjadi waktu itu sangat kacau.
Setelah jatuhnya pemerintahan Orde Baru dan terjadi perubahan ketatanegaraan di negara
kita, akibat dari tuntutan sebagian besar rakyat kita, terutama rakyat dari daerah-daerah yang
kaya akan sumber daya alam yang selama pemerintahan Orde Baru merasa sangat dirugikan
dengan pemerintahan yang bersifat sentralistik, sehingga mengeruk sumber daya alam dari
daerah-daerah yang kaya sumber daya alamnya. Keadaan itu membawa akibat munculnya
tuntutan-tuntutan akan adanya otonomi yang luas dan nyata.

Untuk itu perlu suatu sistem pemerintahan yang kuat yang berakar dari nilai-nilai
budaya bangsa Indonesia sendiri dilandasi dengan nilai-nilai hukum yang dapat menjamin
dilaksanakannya hak-hak asasi rakyat. Soerjono Soekanto (1988 : 22) menyatakan bahwa
hukum yang baik adalah hukum yang mencerminkan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat.
Hal ini sesuai dengan pendapat dari para penganut aliran sosiological jurisprudence yang
menyatakan bahwa hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan nilai-nilai yang
hidup dalam masyarakat. Selama beberapa dekade hukum dan nilai-nilai sosial budaya
bangsa kita terpinggirkan dengan adanya sentralisasi kekuasaan yang ada pada pemerintah
pusat, sehingga hukum dan nilai-nilai sosial budaya masyarakat lokal banyak yang
terpinggirkan dengan adanya kodifikasi dan unifikasi hukum oleh pemerintah pusat. Sebagai
contoh di dalam pengelolaan hutan selama ini mengabaikan hukum dan nilai-nilai sosial
nudaya masyarakat adat setempat dengan memberikan Hak Penguasaan Hutan pada orang-
orang tertentu yang bukan berasal dari masyarakat setempat. Keadaan ini memunculkan
tuntutan untuk memberlakukan hukum adat setempat, dibarengi dengan tuntutan mengenai
berlakunya otonomi daerah yang selama ini masih belum diterapkan oleh pemerintahan Orde
Baru. Seharusnya seperti apa yang dikemukakan oleh Lili Rasjidi bahwa didalam
pembentukan hukum di Indonesia harus mengindahkan pandangan, sikap dan perasaan
hukum, rasa butuh hukum dan rasa keadilan masyarakat yang dapat ditemukan melalui
kegiatan-kegiatan penelitian terlebih dahulu, sehingga kodifikasi hukum itu seharusnya tidak
meninggalkan hukum dan nilai-nilai sosial budaya masyarakat yang ada di daerah. 9

9
Eny Kusdarini M. Hum., KAJIAN FILSAFAT HUKUM TENTANG: HUKUM DAN NILAI-NILAI SOSIAL BUDAYA
MASYARAKAT DI ERA OTONOMI DAERAH, di akses https://journal.uny.ac.id/index.php/informasi/article/view
/5660/4887. Pada tahun 2010.
Pendahuluan

Manusia pada dasarnya tidak bisa hidup sendiri, manusia adalah makhluk sosial yang
selalu berdampingan dengan yang lain dan saling berkomunikasi sehingga membentuk
sebuah kelompok yang kemudian menjadi bentuk yang lebih luas yaitu masyarakat. Dalam
kenyataannya kehidupan bermasyarakat menuntut setiap individu untuk berlaku sesuai
dengan lingkungan sekitarnya atau tidak lari dari kebiasaan dan budaya dimana tempat ia
berada, kebiasaan dan budaya yang telah dipegang sedemikian rupa membuatnya menjadi
hukum dalam masyarakat. Sebagaimana diketahui bahwa “sumber hukum adalah segala
sesuatu yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa ,
dan “kebiasaan adalah perbuatan manusia yang terus dilakukan berulang-ulang dalam hal
yang sama” , sehingga kebiasaan yang ada di dalam masyarakat merupakan salah satu bentuk
dari sumber hukum, dengan kata lain kebiasaan dengan sendirinya tumbuh menjadi hukum
didalam kehidupan masyarakat.

Hukum tidak bisa kita lepaskan dari kehidupan masyarakat, maka untuk
membicarakan hukum kita juga tidak dapat lepas membicarakannya dalam konteks
kehidupan manusia, dapatlah dikatakan bahwa tidak ada seorang manusia di mukabumi ini
yang hidup seorang diri terpencil jauh dan lepas dari kehidupan bersama. “Manusia tidak
mungkin berdiri diluar atau tanpa masyarakat. sebaliknya masyarakat tidak mungkin ada
tanpa manusia” . Pada tataran yang lebih luas masyarakat berada dalam naungan negara,
negara lah yang memiliki kekuasaan membentuk suatu aturan yang dituangkan didalam suatu
bentuk peraturan perundang-undangan. Hukum pada umumnya merupakan cerminan dari
kebijakan pemerintah yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan. Dalam
pelaksanaannya, hukum selain berfungsi sebagai subjek juga merupakan objek pembangunan,
hukum berfungsi menciptakan ketertiban dan kebenaran dalam masyarakat yang merupakan
fungsi pengawasan sosial. Hukum tidak semata-mata ada dengan begitu saja, “lahirnya
hukum indonesia bersamaan dengan lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia Pada
Tanggal 17 Agustus 1945”.

Indonesia sebagai negara hukum, tentunya menempatkan hukum menjadi salah satu
instrumen penting dalam pembangunan Nasional. Pembangunan yang di maksudkan tentunya
tidak pada fisik semata yang terbatas oleh ruang dan waktu tertentu. Melainkan pembangunan
kualitas sumber daya manusia rakyat Indonesia dalam upaya mencerdaskan kehidupan
bangsa sebagaimana cita-cita bangsa yang diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945 Alinea
ke- 4.10

Banyak teori hukum yang mengajarkan bahwa hukum harus stabil, tetapi tidak boleh
diam atau kaku. Sepintas kelihatannya pernyataan tersebut saling bertentangan sata sama
yang lain, tetapi sebenarnya tidak saling bertentangan. Karena, demiakianlah salah satu fase
hakiki dari hukum di mana disatu pihak hukum harus mengandung unsur kepastian, dan
prediktabilitas, sehingga dia harus stabil. Tetapi di lain pihak hukum haruslah dinamis,
sehingga selalu dapat mengikuti dinamika perkembangan kehidupan manusia.
Teori tentang fungsi hukum dalam masyarakat yang sudah maju dapat dilihat dari dua
sisi, yaitu sisi pertama dimana kemajuan masyarakat dalam berbagai bidang membutuhkan
aturan hukum untuk mengaturnya. Sehingga sektor hukum ikut ditarik oleh perkembangan
masyarakat tersebut. Dari sisi kedua adalah dimana hukum yang baik dapat mengembangkan
masyarakat atau mengarahkan perkembangan masyarakat.Bagaimanapun juga, fungsi hukum
dalam masyarakat sangat beraneka ragam, tergantung kepada berbagai faktor dalam
masyarakat.
Di samping itu, fungsi hukum dalam masyarakat yang belum maju juga akan berbeda
dengan yang terdapat dalam masyarakat maju. Dalam setiap masyarakat, hukum lebih
berfungsi untuk menjamin keamanan dalam masyarakat dan penjaminan struktur sosial yang
diharapkan oleh masyarakat. Namun demikian, dalam masyarakat yang sudah maju, hukum
menjadi lebih umum, abstrak, dan lebih berjarak dengan konteksnya.
Menurut teori hukum, bahwasanya hukum memainkan peranan yang penting dalam
suatu masyarakat, dan bahkan mempunyai multifungsi untuk kebaikan masyarakat, demi
mencapai keadilan, kepastian hukum, ketertiban, kemanfaatan, dan lain-lain tujuan hukum.
Akan tetapi, keadaaan sebaliknya dapat terjadi bahkan sering terjadi, dimana penguasa negara
menggunakan hukum sebagai alat untuk menekan masyarakat, agar masyarakat dapat dihalau
ketempat yang diinginkan oleh penguasa negara.11

Pembahasan

Hukum merupakan sekumpulan aturan baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis,
yang pada dasarnya berlaku dan diakui orang sebagai peraturan yang mengikat dan harus
ditaati dalam kehidupan bermasyarakat. Masyarakat ialah sekelompok orang tertentu yang
10
Yulies Tiesna Masriani. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta, SinarGrafika, 2004, Hlm. 13.
11
Sudikno Mertokusumo, Teori Hukum (Yogyakarta: Universitas Atmajaya), 2011, hal. 11.
mendiami suatu daerah atau wilayah tertentu dan tunduk pada peraturan hukum tertentu pula.
Hubungan antara hukum dan masyarakat sangat erat dan tak mungkin dapat diceraipisahkan
Dalam pergaulan masyarakat terdapat aneka macam hubungan antara anggota masyarakat,
yakni hubungan yang ditimbulkan oleh kepentingan anggota masyarakat itu. Dengan banyak
dan beraneka ragamnya hubungan tersebut, para anggota masyarakat memerlukan aturan-
aturan yang dapat menjamin keseimbangan agar dalam hubungan-hubungan itu tidak terjadi
kekacauan dalam masyarakat. Untuk menjamin kelangsungan keseimbangan dalam
perhubungan antar anggota masyarakat diperlukan aturan-aturan hukum yang diadakan atas
kehendak tiap-tiap anggota masyarakat tersebut. “Setiap hubungan kemasyarakatan tidak
boleh bertentangan dengan ketentuan- ketentuan dalam peraturan hukum yang ada dan
berlaku dalam masyarakat” .

Kehidupan sosial masyarakat dipenuhi dengan interaksi antar sesama masyarakat


dalam kesehariannya, keberagaman karakter tiap individu dapat menimbulkan gesekan yang
bisa mengakibatkan tidak harmonisnya hubungan antar individu dalam masyarakat sehingga
suatu bentuk aturan yang baku sangat dibutuhkan agar adanya kepastian dan arahan dalam
mengatur tindak tanduk perilaku masyarakat.

Hukum itu yang berfungsi untuk menertibkan dan mengatur masyarakat kearah yang
seharusnya ataupun kearah yang dirasa dan dipikir lebih baik, dalam hal yang dmikian
masyarakat terkadang melupakan dan mengabaikan suatu kebiasaan yang telah tumbuh dalam
masyarakat, dari dekade ke dekade yang lain didalam masyarakat dapatlah terjadi suatu
pergeseran yaang signifikan dalam berperilaku. Masyarakat senantiasa mengalami perubahan,
perubahan merupakan salah satu makna dari perkembangan sebagai terjemahan, yang
menunjuk pada suatu proses yang sedang berlangsung.

Proses yang dimaksud dapat mengarah pada dua keadaan, yaitu pertumbuhan
(growth) dan perubahan (change, baik perubahan yang cepat atau lambat, menonjol atau
tidak, fundamental atau hanya hal-hal kecil. Masyarakat tidak hanya kumpulan manusia
melainkan masyarakat tersusun dalam pengelompokan dan pelembagaan. Kenyataan tersebut
menunjukkan bahwa unsur-unsur yang menentukan susunan maupun pola kehidupan bukan
individu melainkan kelompok atau lembaga tersebut. Kesenjangan antara hukum dan perilaku
nyata dalam masyarakat menjadi pemandangan sehari-hari.

Kita mengenal ungkapan-ungkapan yang mencoba menggambarkan kesenjangan


seperti law in books dan law in action yang seringkali berbeda, berarti hukum yang tertulis
dalam suatu buku tidak sama dengan yang terjadi dalam masyarakat, dengan kata lain adanya
kesenjangan antara das solen dengan das sein. Perkembangan-perkembangan baru dalam
masyarakat membutuhkan pula penataan baru dalam bidang hukum.

Melalui pendekatan- pendekatan analisis sosial jurisprudence, diharapkan akan mudah


bagi kita memahami bahwa hukum nasional dan hukum internasional tidak hanya sebagai
kaidah saja, melainkan sebagai hukum yang hidup (the living law) dalam masyarakat.
Sebagaimana dikemukakan oleh Satjipto Rahardjo sistem hukum di tengah masyarakat
modern saat ini mempunyai ciri yang menonjol, penggunaannya telah dilakukan secara sadar
oleh masyarakat. Hukum tidak lagi dipahami dan dipakai untuk mengukuhkan pola- pola
kebiasaan dan tingkah laku yang terdapat dalam masyarakat, melainkan untuk
mengarahkannya kepada tujuan yang dikendaki, menghapuskan kebiasaan yang
dipandangnya tidak sesuai lagi, menciptakan pola-pola kelakuan baru dan sebagainya.

Teori hukum sebagai sarana perubahan

Roscoe Pound adalah ahli hukum pertama menganalisis yurisprudensi serta


metodologi ilmu-ilmu sosial. Hingga saat itu, filsafat yang telah dianut selama berabad-abad
dituding telah gagal dalam menawarkan teori semacam itu, fungsi logika sebagai sarana
berpikir semakin terabaikan dengan usaha- usaha yang dilakukan oleh Langdell serta para
koleganya dari Jerman. Pound menyatakan bahwa hukum adalah lembaga terpenting dalam
melaksanakan kontrol sosial. Hukum secara bertahap telah menggantikan fungsi agama dan
moralitas sebagai instrumen penting untuk mencapai ketertiban sosial. Menurutnya, kontrol
sosial diperlukan untuk melestarikan peradaban karena fungsi utamanya adalah
mengendalikan “aspek internal atau sifat manusia”, yang dianggapnya sangat diperlukan
untuk menaklukkan aspek eksternal atau lingkungan fisikal.

Teori tentang perubahan sosial dalam hubungannya dengan sektor hukum merupakan
salah satu teori besar dalam ilmu hukum. Hubungan antara perubahan sosial dengan sektor
hukum tersebut merupakan hubungan interaksi, dalam arti terdapat pengaruh perubahan
sosial terhadap perubahan sektor hukum, sementara di pihak lain, perubahan hukum juga
berpengaruh terhadap suatu perubahan sosial. Perubahan hukum yang dapat mempengaruhi
perubahan sosial sejalan dengan salah satu fungsi hukum, yakni fungsi hukum sebagai sarana
perubahan sosial, atau sarana merekayasa masyarakat (social engineering). Jadi, hukum
merupakan sarana rekayasa masyarakat (a tool of social engineering), suatu istilah yang
pertama dicetuskan oleh ahli hukum Amerika yang terkenal yaitu Roscou Pound.12

Roscoe Pound adalah salah satu ahli hukum yang beraliran Sociological Jurisprudence
yang lebih mengarahkan perhatiannya pada ”Kenyataan Hukum” daripada kedudukan dan
fungsi hukum dalam masyarakat. Kenyataan hukum pada dasarnya adalah kemauan publik,
jadi tidak sekedar hukum dalam pengertian law in books. Sociological Jurisprudence
menunjukkan kompromi yang cermat antara hukum tertulis sebagai kebutuhan masyarakat
hukum demi terciptanya kepastian hukum (positivism law) dan living law sebagai wujud
penghargaan terhadap pentingnya peranan masyarakat dalam pembentukan hukum dan
orientasi hukum.13

Pound menyatakan bahwa kontrol sosial diperlukan untuk menguatkan peradaban


masyarakat manusia karena mengendalikan perilaku antisosial yang bertentangan dengan
kaidah-kaidah ketertiban sosial. Hukum, sebagai mekanisme kontrol sosial, merupakan fungsi
utama dari negara dan bekerja melalui penerapan kekuatan yang dilaksanakan secara
sistematis dan teratur oleh agen yang ditunjuk untuk melakukan fungsi itu. Akan tetapi,
Pound menambahkan bahwa hukum saja tidak cukup, ia membutuhkan dukungan dari
institusi keluarga, pendidikan, moral, dan agama. Hukum adalah sistem ajaran dengan unsur
ideal dan empiris, yang menggabungkan teori hukum kodrat dan positivistik.

Pound pun mengakui bahwa fungsi lain dari hukum adalah sebagai sarana untuk
melakukan rekayasa sosial (social engineering). Keadilan bukanlah hubungan sosial yang
ideal atau beberapa bentuk kebajikan. Ia merupakan suatu hal dari “penyesuaian-penyesuaian
hubungan tadi dan penataan perilaku sehingga tercipta kebaikan, alat yang memuaskan
keinginan manusia untuk memiliki dan mengerjakan sesuatu, melampaui berbagai
kemungkinan terjadinya ketegangan, inti teorinya terletak pada konsep “kepentingan”. Ia
mengatakan bahwa sistem hukum mencapai tujuan ketertiban hukum dengan mengakui
kepentingan-kepentingan itu, dengan menentukan batasan-batasan pengakuan atas
kepentingan-kepentingan tersebut dan aturan hukum yang dikembangkan serta diterapkan
oleh proses peradilan memiliki dampak positif serta dilaksanakan melalui prosedur yang

12
Munir Fuadi, Teori-Teori Besar (Grand Theory) Dalam Hukum, (Jakarta: Kencana Prennamdeia Group, 2013),
hal 248
13
Ibid.,
berwibawa, juga berusaha menghormati berbagai kepentingan sesuai dengan batas-batas yang
diakui dan ditetapkan.14

14
Andro Meda, “Sosiologi Hukum (Aliran Sociological jurisprudence)”, diakses di
http://akhyar13.blogspot.co.id/2014/05/sosiologi-hukum-aliran-sociological_8330.html, Pada tanggal 08
Mei 2017.
DAFTAR PUSTAKA

Aldo Pratama, Masalah Masalah Filsafat Hukum, Fakultas Hukum Universitas Ekasakti: Hal
1,2

Lily Rasyidi, Filsafat Hukum, Apakah Hukum Hukum itu, cet. Ke-4, Bandung: Remaja
Karya, 1998, Hlm.

Salman Luthan, Hubungan Hukum dan Kekuasaan, Vol. 14 Jurnal Hukum, 2007: Hal. 166 –
184

L.J. van Apeldorn, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, PT Pradnya Paramita, 1986, hlm. 70

H. Muchsin, Ikhtisar Materi Pokok Filsafat Hukum, Jakarta : STIH IBLAM, 2004, Hal. 60

Van Apeldoom, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta : Pradnya Paramitha, 1976, hlm. 68

Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum, Bandung: PT.
Citra Aditya Bakti, 2004, hlm 75-77

Eny Kusdarini M. Hum., KAJIAN FILSAFAT HUKUM TENTANG: HUKUM DAN NILAI-
NILAI SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT DI ERA OTONOMI DAERAH, di akses

https://journal.uny.ac.id/index.php/informasi/article/view/5660/4887. Pada tahun 2010.

Yulies Tiesna Masriani. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta, SinarGrafika, 2004, Hlm. 13.

Sudikno Mertokusumo, Teori Hukum (Yogyakarta: Universitas Atmajaya), 2011, hal. 11.

Munir Fuadi, Teori-Teori Besar (Grand Theory) Dalam Hukum, (Jakarta: Kencana
Prennamdeia Group, 2013), hal 248

Andro Meda, “Sosiologi Hukum (Aliran Sociological jurisprudence)”, diakses di


http://akhyar13.blogspot.co.id/2014/05/sosiologi-hukum-aliran-sociological_8330.html, Pada
tanggal 08 Mei 2017.

Anda mungkin juga menyukai