Disusun Oleh:
Kelompok 23
Dosen Pengampu :
Pendahuluan
Kata filsafat berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu "Philio" yang berarti
Cinta dan "Shopia" yang berarti Kebijakan (wisdom) sehingga dapat diartikan Philioshopia
sebagai Pencinta Kebijakan. Philioshopia atau filsuf ialah orang yang berkeinginan
akan kebijaksanaan, namun seorang filsuf belum tentu seorang bijaksana. Dalam bahasa
Arab istilah: Philoshopia menjadi Falsafah yang dalam bahasa Indonesia berbunyi
Filsafat.
Filsafat merupakan induk atau sumber segala sumber semua ilmu pengetahuan untuk
mencapai taraf hidup manusia yang lebih tinggi. Dalam memenuhi kebutuhan dan
kepentingan kelangsungan hidup manusia menggunakan penalaran akal (rasionalisme) dan
pengalaman (empirisme) dengan menerapkan metode yang dipakai oleh filsafat. Sebelum
ilmu-ilmu berkembang dan bercabang-cabang lebih spesifik sebagaimana kita kenali
sekarang, pada awal peradaban manusia, kegiatan berfilsafat telah digunakan sebagai sarana
bagi manusia untuk memahami segala sesuatu. Yang dilakukan para ahli filsafat ialah
berusaha menjelaskan apa sesungguhnya arti filsafat itu. Pada dasarnya inti berbagai
perumusan itu menyatakan bahwa filsafat adalah karya manusia tentang hakikat sesuatu.
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa filsafat hukum adalah cabang filsafat, yaitu filsafat
tingkah laku atau etika, yang mempelajari hakikat hukum. Dengan kata lain, filsafat hukum
adalah ilmu yang mempelajari hukum secara filosofis. Jadi objek filsafat hukum adalah
hukum, dan objek tersebut dikaji secara mendalam sampai kepada inti atau dasarnya, yang
disebut hakikat Beberapa pakar hukum mengungkapkan bahwa pada saat ini posisi hukum di
Indonesia mengalami kemunduran. Hukum yg diharapkan dapat menjadi pendukung bagi
perubahan masyarakat yg leih baik, ternyata hanyalah berupa aturan- aturan kosong yg tak
mampu menjawab persoalan dalam masyarakat. Hukum terkadang hanyalah menjadi
legitimasi penguasa dalam mengucapkan ketidakadilannya pada masyarakat. Singkatnya, ada
rentang jarak yang cukup jauh antara hukum dalam cita-cita ideal konsep hukum dalam
manifestasi undang-undang dengan realitas pelaksanaan hukum.1
Aspek persoalan filsafat hukum di masyarakat dapat dilihat dari tiga sudut pandang
yang berbeda. Pertama, aspek persoalan hukum dan kekuasaan, di mana hukum digunakan
1
Aldo Pratama, Masalah Masalah Filsafat Hukum, Fakultas Hukum Universitas Ekasakti: Hal 1,2
sebagai alat untuk membatasi kekuasaan dan menyelesaikan konflik di masyarakat[1][4][7].
Kedua, aspek persoalan hukum dan nilai sosial budaya, di mana hukum harus mencerminkan
nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat dan menjadi pedoman bagi perilaku manusia dalam
interaksi sosial[2][5][11]. Ketiga, aspek hukum sebagai alat pembaharu masyarakat, di mana
hukum dapat menjadi sarana pembaharuan bagi masyarakat apabila hukum itu diterima oleh
masyarakat dan hukum yang diterima masyarakat tentulah hukum yang lahir atas kebutuhan
masyarakat[3][6][9]. Oleh karena itu, filsafat hukum sangat penting dalam kehidupan
masyarakat karena hukum menjadi acuan utama dalam penyelenggaraan pemerintahan dan
pengelolaan pembangunan serta menjadi landasan dasar dan pegangan tatkala warga
masyarakat melaksanakan hak dan kewajibannya[8].
Pembahasan
Hukum berasal dari Negara, namun dalam kehidupan sehari-hari ternyata hukum itu
berasal dari penguasa negara yaitu pemerintah, pemerintah mengatur kehidupan Masyarakat
melalui politiknya, hukum bertujuan untuk menciptakan aturan yang adil, berdasarkan hak-
hak manusia yang sejati, hukum mengatur kehidupan Bersama agar dalam aktivitasnya
sehari-hari di Masyarakat bila timbul konflik-konflik dapat segera di Batasi dengan
berpegangan pada hukum yang berlaku. Antara hukum dan kekuasaan mempunyai hubungan
yang sangat erat bagaikan dua sisi mata uang, sebagaimana dikatakan oleh mochtar
kusumaatmadja bahwa hukum tanpa kekuasaan adalah angan-angan, dan kekuasaan tanpa
hukum adalah kelaliman.2
Kekuasaan dalam kaitannya dengan masalah kenegaraan, dapat dibedakan ke dalam dua
kelompok, yaitu kekuasaan negara dan kekuasaan masyarakat. Kekuasaan negara berkaitan
dengan otoritas negara untuk mengatur kehidupan masyarakat secara tertib dan damai.
2
Lily Rasyidi, Filsafat Hukum, Apakah Hukum Hukum itu, cet. Ke-4, Bandung: Remaja Karya, 1998, Hlm.
3
Salman Luthan, Hubungan Hukum dan Kekuasaan, Vol. 14 Jurnal Hukum, 2007: Hal. 166 - 184
Kekuasaan masyarakat adalah kekuatan/kemampuan masyarakat untukmengelola dan
mengorganisasikan kepentingan individu-individu dan kelompok-kelompok masyarakat
yang menjadi anggotanya sehingga interaksi sosial dapat berjalan secara lancar.
Ketidakseimbangan diantara keduanya akan mendorong terjadinya kekuasaan hegemonik di
mana negara sangat kuat dan masyarakat sangat lemah, sehingga tercipta pola hubungan
dominatif dan eksploitatif. Hal ini mengakibatkan negara bukan hanya campur tangan dalam
urusan-urusan kenegaraan dan kemasyarakatan, tetapi juga intervensi atas seluruh tindakan
Masyarakat yang sebenarnya bukan dalam lingkup wewenangnya.4
Pola hubungan hukum dan kekuasaan ada dua macam. Pertama, hukum adalah
kekuasaan itu sendiri. Menurut Lassalle dalam pidatonya yang termashur Uber
Verfassungswessen, “konstitusi sesuatu negara bukanlah undang-undang dasar tertulis yang
hanya merupakan “secarik kertas”, melainkan hubungan-hubungan kekuasaan yang nyata
dalam suatu negara”.5 Dari sudut kekuasaan, aturan-aturan hukum yang tertuang dalam
konstitusi suatu negara merupakan deskripsi struktur kekuasaan yang terdapat dalam negara
tersebut dan hubungan-hubungan kekuasaan di antara lembaga-lembaga negara. Dengan
demikian, aturan-aturan hukum yang termuat dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945
merupakan deskripsi struktur kekuasaan ketatanegaraan Indonesia dan hubunganhubungan
kekuasaan antara lembaga-lembaga negara.
Antara hukum dan kekuasaan terdapat hubungan yang erat adanya hubungan ini dapat
diperhatikan dengan dua cara yaitu : cara pertama dengan menelaahnya dari konsep sanksi.
Adanya perilaku yang tidak memenuhi aturan-aturan hukum menyebabkan diperlukan sanksi
untuk penegakan aturan-aturan hukum tadi. Karena sanksi dalam kenyataannya merupakan
suatu kekerasan, maka penggunaannya memerlukan legitimasi yuridis (pembenaran hukum)
agar menjadikannya sebagai kekerasan yang sah. Cara kedua dengan menelaahnya dari
konsep penegakan konstitusi. Pembinaan sistem aturan-aturan hukum dalam suatu negara
yang teratur adalah diaturnya oleh hukum itu sendiri. Perihal ini biasanya tercantum dalam
konstitusi dari negara bersangkutan8
7
Van Apeldoom, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta : Pradnya Paramitha, 1976, hlm. 68
8
Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2004,
hlm 75-77
Aspek Persoalan Hukum dan Nilai Sosial Budaya
Untuk itu perlu suatu sistem pemerintahan yang kuat yang berakar dari nilai-nilai
budaya bangsa Indonesia sendiri dilandasi dengan nilai-nilai hukum yang dapat menjamin
dilaksanakannya hak-hak asasi rakyat. Soerjono Soekanto (1988 : 22) menyatakan bahwa
hukum yang baik adalah hukum yang mencerminkan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat.
Hal ini sesuai dengan pendapat dari para penganut aliran sosiological jurisprudence yang
menyatakan bahwa hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan nilai-nilai yang
hidup dalam masyarakat. Selama beberapa dekade hukum dan nilai-nilai sosial budaya
bangsa kita terpinggirkan dengan adanya sentralisasi kekuasaan yang ada pada pemerintah
pusat, sehingga hukum dan nilai-nilai sosial budaya masyarakat lokal banyak yang
terpinggirkan dengan adanya kodifikasi dan unifikasi hukum oleh pemerintah pusat. Sebagai
contoh di dalam pengelolaan hutan selama ini mengabaikan hukum dan nilai-nilai sosial
nudaya masyarakat adat setempat dengan memberikan Hak Penguasaan Hutan pada orang-
orang tertentu yang bukan berasal dari masyarakat setempat. Keadaan ini memunculkan
tuntutan untuk memberlakukan hukum adat setempat, dibarengi dengan tuntutan mengenai
berlakunya otonomi daerah yang selama ini masih belum diterapkan oleh pemerintahan Orde
Baru. Seharusnya seperti apa yang dikemukakan oleh Lili Rasjidi bahwa didalam
pembentukan hukum di Indonesia harus mengindahkan pandangan, sikap dan perasaan
hukum, rasa butuh hukum dan rasa keadilan masyarakat yang dapat ditemukan melalui
kegiatan-kegiatan penelitian terlebih dahulu, sehingga kodifikasi hukum itu seharusnya tidak
meninggalkan hukum dan nilai-nilai sosial budaya masyarakat yang ada di daerah. 9
9
Eny Kusdarini M. Hum., KAJIAN FILSAFAT HUKUM TENTANG: HUKUM DAN NILAI-NILAI SOSIAL BUDAYA
MASYARAKAT DI ERA OTONOMI DAERAH, di akses https://journal.uny.ac.id/index.php/informasi/article/view
/5660/4887. Pada tahun 2010.
Pendahuluan
Manusia pada dasarnya tidak bisa hidup sendiri, manusia adalah makhluk sosial yang
selalu berdampingan dengan yang lain dan saling berkomunikasi sehingga membentuk
sebuah kelompok yang kemudian menjadi bentuk yang lebih luas yaitu masyarakat. Dalam
kenyataannya kehidupan bermasyarakat menuntut setiap individu untuk berlaku sesuai
dengan lingkungan sekitarnya atau tidak lari dari kebiasaan dan budaya dimana tempat ia
berada, kebiasaan dan budaya yang telah dipegang sedemikian rupa membuatnya menjadi
hukum dalam masyarakat. Sebagaimana diketahui bahwa “sumber hukum adalah segala
sesuatu yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa ,
dan “kebiasaan adalah perbuatan manusia yang terus dilakukan berulang-ulang dalam hal
yang sama” , sehingga kebiasaan yang ada di dalam masyarakat merupakan salah satu bentuk
dari sumber hukum, dengan kata lain kebiasaan dengan sendirinya tumbuh menjadi hukum
didalam kehidupan masyarakat.
Hukum tidak bisa kita lepaskan dari kehidupan masyarakat, maka untuk
membicarakan hukum kita juga tidak dapat lepas membicarakannya dalam konteks
kehidupan manusia, dapatlah dikatakan bahwa tidak ada seorang manusia di mukabumi ini
yang hidup seorang diri terpencil jauh dan lepas dari kehidupan bersama. “Manusia tidak
mungkin berdiri diluar atau tanpa masyarakat. sebaliknya masyarakat tidak mungkin ada
tanpa manusia” . Pada tataran yang lebih luas masyarakat berada dalam naungan negara,
negara lah yang memiliki kekuasaan membentuk suatu aturan yang dituangkan didalam suatu
bentuk peraturan perundang-undangan. Hukum pada umumnya merupakan cerminan dari
kebijakan pemerintah yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan. Dalam
pelaksanaannya, hukum selain berfungsi sebagai subjek juga merupakan objek pembangunan,
hukum berfungsi menciptakan ketertiban dan kebenaran dalam masyarakat yang merupakan
fungsi pengawasan sosial. Hukum tidak semata-mata ada dengan begitu saja, “lahirnya
hukum indonesia bersamaan dengan lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia Pada
Tanggal 17 Agustus 1945”.
Indonesia sebagai negara hukum, tentunya menempatkan hukum menjadi salah satu
instrumen penting dalam pembangunan Nasional. Pembangunan yang di maksudkan tentunya
tidak pada fisik semata yang terbatas oleh ruang dan waktu tertentu. Melainkan pembangunan
kualitas sumber daya manusia rakyat Indonesia dalam upaya mencerdaskan kehidupan
bangsa sebagaimana cita-cita bangsa yang diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945 Alinea
ke- 4.10
Banyak teori hukum yang mengajarkan bahwa hukum harus stabil, tetapi tidak boleh
diam atau kaku. Sepintas kelihatannya pernyataan tersebut saling bertentangan sata sama
yang lain, tetapi sebenarnya tidak saling bertentangan. Karena, demiakianlah salah satu fase
hakiki dari hukum di mana disatu pihak hukum harus mengandung unsur kepastian, dan
prediktabilitas, sehingga dia harus stabil. Tetapi di lain pihak hukum haruslah dinamis,
sehingga selalu dapat mengikuti dinamika perkembangan kehidupan manusia.
Teori tentang fungsi hukum dalam masyarakat yang sudah maju dapat dilihat dari dua
sisi, yaitu sisi pertama dimana kemajuan masyarakat dalam berbagai bidang membutuhkan
aturan hukum untuk mengaturnya. Sehingga sektor hukum ikut ditarik oleh perkembangan
masyarakat tersebut. Dari sisi kedua adalah dimana hukum yang baik dapat mengembangkan
masyarakat atau mengarahkan perkembangan masyarakat.Bagaimanapun juga, fungsi hukum
dalam masyarakat sangat beraneka ragam, tergantung kepada berbagai faktor dalam
masyarakat.
Di samping itu, fungsi hukum dalam masyarakat yang belum maju juga akan berbeda
dengan yang terdapat dalam masyarakat maju. Dalam setiap masyarakat, hukum lebih
berfungsi untuk menjamin keamanan dalam masyarakat dan penjaminan struktur sosial yang
diharapkan oleh masyarakat. Namun demikian, dalam masyarakat yang sudah maju, hukum
menjadi lebih umum, abstrak, dan lebih berjarak dengan konteksnya.
Menurut teori hukum, bahwasanya hukum memainkan peranan yang penting dalam
suatu masyarakat, dan bahkan mempunyai multifungsi untuk kebaikan masyarakat, demi
mencapai keadilan, kepastian hukum, ketertiban, kemanfaatan, dan lain-lain tujuan hukum.
Akan tetapi, keadaaan sebaliknya dapat terjadi bahkan sering terjadi, dimana penguasa negara
menggunakan hukum sebagai alat untuk menekan masyarakat, agar masyarakat dapat dihalau
ketempat yang diinginkan oleh penguasa negara.11
Pembahasan
Hukum merupakan sekumpulan aturan baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis,
yang pada dasarnya berlaku dan diakui orang sebagai peraturan yang mengikat dan harus
ditaati dalam kehidupan bermasyarakat. Masyarakat ialah sekelompok orang tertentu yang
10
Yulies Tiesna Masriani. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta, SinarGrafika, 2004, Hlm. 13.
11
Sudikno Mertokusumo, Teori Hukum (Yogyakarta: Universitas Atmajaya), 2011, hal. 11.
mendiami suatu daerah atau wilayah tertentu dan tunduk pada peraturan hukum tertentu pula.
Hubungan antara hukum dan masyarakat sangat erat dan tak mungkin dapat diceraipisahkan
Dalam pergaulan masyarakat terdapat aneka macam hubungan antara anggota masyarakat,
yakni hubungan yang ditimbulkan oleh kepentingan anggota masyarakat itu. Dengan banyak
dan beraneka ragamnya hubungan tersebut, para anggota masyarakat memerlukan aturan-
aturan yang dapat menjamin keseimbangan agar dalam hubungan-hubungan itu tidak terjadi
kekacauan dalam masyarakat. Untuk menjamin kelangsungan keseimbangan dalam
perhubungan antar anggota masyarakat diperlukan aturan-aturan hukum yang diadakan atas
kehendak tiap-tiap anggota masyarakat tersebut. “Setiap hubungan kemasyarakatan tidak
boleh bertentangan dengan ketentuan- ketentuan dalam peraturan hukum yang ada dan
berlaku dalam masyarakat” .
Hukum itu yang berfungsi untuk menertibkan dan mengatur masyarakat kearah yang
seharusnya ataupun kearah yang dirasa dan dipikir lebih baik, dalam hal yang dmikian
masyarakat terkadang melupakan dan mengabaikan suatu kebiasaan yang telah tumbuh dalam
masyarakat, dari dekade ke dekade yang lain didalam masyarakat dapatlah terjadi suatu
pergeseran yaang signifikan dalam berperilaku. Masyarakat senantiasa mengalami perubahan,
perubahan merupakan salah satu makna dari perkembangan sebagai terjemahan, yang
menunjuk pada suatu proses yang sedang berlangsung.
Proses yang dimaksud dapat mengarah pada dua keadaan, yaitu pertumbuhan
(growth) dan perubahan (change, baik perubahan yang cepat atau lambat, menonjol atau
tidak, fundamental atau hanya hal-hal kecil. Masyarakat tidak hanya kumpulan manusia
melainkan masyarakat tersusun dalam pengelompokan dan pelembagaan. Kenyataan tersebut
menunjukkan bahwa unsur-unsur yang menentukan susunan maupun pola kehidupan bukan
individu melainkan kelompok atau lembaga tersebut. Kesenjangan antara hukum dan perilaku
nyata dalam masyarakat menjadi pemandangan sehari-hari.
Teori tentang perubahan sosial dalam hubungannya dengan sektor hukum merupakan
salah satu teori besar dalam ilmu hukum. Hubungan antara perubahan sosial dengan sektor
hukum tersebut merupakan hubungan interaksi, dalam arti terdapat pengaruh perubahan
sosial terhadap perubahan sektor hukum, sementara di pihak lain, perubahan hukum juga
berpengaruh terhadap suatu perubahan sosial. Perubahan hukum yang dapat mempengaruhi
perubahan sosial sejalan dengan salah satu fungsi hukum, yakni fungsi hukum sebagai sarana
perubahan sosial, atau sarana merekayasa masyarakat (social engineering). Jadi, hukum
merupakan sarana rekayasa masyarakat (a tool of social engineering), suatu istilah yang
pertama dicetuskan oleh ahli hukum Amerika yang terkenal yaitu Roscou Pound.12
Roscoe Pound adalah salah satu ahli hukum yang beraliran Sociological Jurisprudence
yang lebih mengarahkan perhatiannya pada ”Kenyataan Hukum” daripada kedudukan dan
fungsi hukum dalam masyarakat. Kenyataan hukum pada dasarnya adalah kemauan publik,
jadi tidak sekedar hukum dalam pengertian law in books. Sociological Jurisprudence
menunjukkan kompromi yang cermat antara hukum tertulis sebagai kebutuhan masyarakat
hukum demi terciptanya kepastian hukum (positivism law) dan living law sebagai wujud
penghargaan terhadap pentingnya peranan masyarakat dalam pembentukan hukum dan
orientasi hukum.13
Pound pun mengakui bahwa fungsi lain dari hukum adalah sebagai sarana untuk
melakukan rekayasa sosial (social engineering). Keadilan bukanlah hubungan sosial yang
ideal atau beberapa bentuk kebajikan. Ia merupakan suatu hal dari “penyesuaian-penyesuaian
hubungan tadi dan penataan perilaku sehingga tercipta kebaikan, alat yang memuaskan
keinginan manusia untuk memiliki dan mengerjakan sesuatu, melampaui berbagai
kemungkinan terjadinya ketegangan, inti teorinya terletak pada konsep “kepentingan”. Ia
mengatakan bahwa sistem hukum mencapai tujuan ketertiban hukum dengan mengakui
kepentingan-kepentingan itu, dengan menentukan batasan-batasan pengakuan atas
kepentingan-kepentingan tersebut dan aturan hukum yang dikembangkan serta diterapkan
oleh proses peradilan memiliki dampak positif serta dilaksanakan melalui prosedur yang
12
Munir Fuadi, Teori-Teori Besar (Grand Theory) Dalam Hukum, (Jakarta: Kencana Prennamdeia Group, 2013),
hal 248
13
Ibid.,
berwibawa, juga berusaha menghormati berbagai kepentingan sesuai dengan batas-batas yang
diakui dan ditetapkan.14
14
Andro Meda, “Sosiologi Hukum (Aliran Sociological jurisprudence)”, diakses di
http://akhyar13.blogspot.co.id/2014/05/sosiologi-hukum-aliran-sociological_8330.html, Pada tanggal 08
Mei 2017.
DAFTAR PUSTAKA
Aldo Pratama, Masalah Masalah Filsafat Hukum, Fakultas Hukum Universitas Ekasakti: Hal
1,2
Lily Rasyidi, Filsafat Hukum, Apakah Hukum Hukum itu, cet. Ke-4, Bandung: Remaja
Karya, 1998, Hlm.
Salman Luthan, Hubungan Hukum dan Kekuasaan, Vol. 14 Jurnal Hukum, 2007: Hal. 166 –
184
L.J. van Apeldorn, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, PT Pradnya Paramita, 1986, hlm. 70
H. Muchsin, Ikhtisar Materi Pokok Filsafat Hukum, Jakarta : STIH IBLAM, 2004, Hal. 60
Van Apeldoom, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta : Pradnya Paramitha, 1976, hlm. 68
Lili Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum, Bandung: PT.
Citra Aditya Bakti, 2004, hlm 75-77
Eny Kusdarini M. Hum., KAJIAN FILSAFAT HUKUM TENTANG: HUKUM DAN NILAI-
NILAI SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT DI ERA OTONOMI DAERAH, di akses
Yulies Tiesna Masriani. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta, SinarGrafika, 2004, Hlm. 13.
Sudikno Mertokusumo, Teori Hukum (Yogyakarta: Universitas Atmajaya), 2011, hal. 11.
Munir Fuadi, Teori-Teori Besar (Grand Theory) Dalam Hukum, (Jakarta: Kencana
Prennamdeia Group, 2013), hal 248