• Studi Terhadap Hukum dan Masyarakat : Hukum dan ilmu-ilmu sosial, Pemanfaatan ilmu-ilmu
sosial di dalam hukum, Hukum dan kelembagaan informal, Hukum dan struktur sosial.
• Bekerjanya Hukum : Pembuatan Hukum, Pelaksanaan Hukum, Hukum dan nilai-nilai di dalam
masyarakat.
• Perubahan-perubahan Sosial dan Hukum : Teori-teori perubahan sosial, Hubungan perubahan
sosial dengan Hukum, Hukum sebagai alat untuk mengubah masyarakat, Hukum sebagai sarana
pengatur prikelakuan, Batas-batas penggunaan hukum.
LEARNING CONTRACT
assessment indicators
• Homework 10%
• Process 50% (attendance/presence, active discussion, active
in class)
• Middle test 15% (sumatif)
• Final test 25% (formatif)
Teaching media
• Google meet
• Google Classroom
• WA Group
CHAPTER 1 HUKUM DAN ILMU SOSIAL : HUKUM
Emmanuel Kant yang berpaham hukum alam, hukum adalah keseluruhan kondisi-kondisi dimana terjadi
kombinasi antara keinginan pribadi seseorang dengan keinginan pribadi orang lain sesuai dengan hukum umum
tentang kemerdekaan.
Hans Kelsen yang berpaham positivis, hukum adalah suatu perintah memaksa terhadap tingkah laku manusia.
Karl Von Savigni yang berpaham Historis, keseluruhan hukum sungguhsungguh terbentuk melalui kebiasaan
dan perasaan kerakyatan yaitu melalui pengoperasian kekuasaan secara diam-diam.
E.M. Meyers, Hukum adalah semua aturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan, ditunjukkan kepada
tingkah laku manusia dalam masyarakat yang menjadi pedoman bagi enguasa-penguasa negara dalam
melakukan tugasnya.
Pengertian hukum menurut Utrecht adalah himpunan petunjuk hidup (perintah atau larangan) yang mengatur
tata tertib dalam suatu masyarakat yang seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat dan jika dilanggar dapat
menimbulkan tindakan dari pihak pemerintah dari masyarakat itu
CHAPTER 1 HUKUM DAN ILMU SOSIAL: HUKUM
Lemaire melalui karangannya yang berjudul Het Recht in Indonesia menyatakan bahwa hukum yang banyak
seginya dan meliputi segala macam hal itu menyebabkan tak mungkin orang membuat suatu definisi apa hukum
itu sebenarnya.
Mochtar Kusumaatmadja, Pengertian hukum yang memadai tidak hanya memandang hukum itu sebagai suatu
perangkat kaidah dan asas-asas yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, tapi harus pula mencakup
lembaga dan proses yang diperlukan untuk mewujudkan hukum itu dalam kenyataan
Pengertian hukum menurut Satjito Rahardjo adalah karya manusia berupa norma-norma berisikan petunjuk-
petunjuk tingkah laku. Hukum merupakan pencerminan dari kehendak manusia tentang bagaimana seharusnya
masyarakat dibina dan ke mana harus diarahkan
Sunaryati Hartono berpandangan bahwa hukum adalah tidak menyangkut kehidupan pribadi seseorang dalam
masyarakat, tetapi menyangkut dan mengatur berbagai aktivitas manusia dalam hubungannya dengan manusia
lain.
CHAPTER 1 HUKUM DAN ILMU SOSIAL: ILMU HUKUM
Ilmu hukum adalah pengetahuan mengenai masalah yang besifat surgwi dan manusiawi,
pengetahuan tentang apa yang benar dan yang tidak benar (Ulpian)
Ilmu yang formal tentang hukum positif (Holland)
Penyelidikan oleh ahli hukum tentang norma-norma, cita-cita dan teknik-tenik hukum dengan
menggunakan pengetahuan yang diperoleh dari berbagai disiplin di luar hukum yang muktahir
(Stone)
Ilmu hukum adalah pengetahuan tentang hukum dalam segala bentuk dan manifestasinya (Croos)
Pokok bahasan ilmu hukum adalah luas sekali, meliputi hal-hal yang filsafati, sosiologis, historis,
maupun komponen-komponen analitis dari teori hukum.(Bodenheimer)
Ilmu hukum positif adalah ilmu tentang hukum yang berlaku disuatu negara atau masyarakat
tertentu pada saat tertentu (ius constitutum). (G. Radbruch)
CHAPTER 1 HUKUM DAN ILMU SOSIAL : ILMU SOSIAL
PENGETAHUAN Adalah kesan di dalam fikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca inderanya (Soerjono
Soekanto, 1990: 6)
ILMU Adalah pengetahuan (knowledge) yang tersusun secara sistematis dengan menggunakan kekuatan
pemikiran, pengetahuan mana selalu dapat diperiksa dan ditelaah (dikontrol) dengan kritis oleh setiap orang lain
yang mengetahuinya.
Unsur-unsur Ilmu: a. Pengetahuan (knowledge) b. Tersusun secara sistematis c. Menggunakan pemikiran d.
Dapat dikontrol secara kritis oleh orang lain atau umum (obyektif).
Tujuan Ilmu a. Mengetahui, mendalami serta menjelaskan: berbagai gejala alam dan sosial. b. Meramal
(prediction): apa yang akan terjadi. c. Mengontrol: agar ramalan itu menjadi kenyataan atau tidak.
Usaha Mencari Kebenaran: Dua (2) cara yang pokok untuk mendapatkan kebenaran: a. Mendasarkan diri pada
rasio (paham rasionalis) b. Mendasarkan diri pada pengalaman (paham empirisme)
CHAPTER 1 HUKUM DAN ILMU SOSIAL : ILMU SOSIAL
PENGERTIAN ILMU SOSIAL Ilmu sosial dapat diartikan sebagai semua bidang ilmu mengenai manusia
dalam konteks sosialnya atau sebagai anggota masyarakat. (Social sciences are all the academic disciplines
which deal with men in their social context) (MacKenzie, dalam Sumaatmadja, 1986: 22).
Obyek Material dari ilmu sosial adalah manusia, khususnya tingkah laku manusia dalam kelompok.
Obyek Formal dari ilmu sosial adalah tinjauan dari aspek mana dan dalam rangka kepentingan apa tingkah laku
manusia tersebut dipelajari. Tingkah laku khusus manusia yang tergambar dalam rangka kepentingan apa itu
ilmu sosial dipelajari, itulah disiplin ilmu sosial.
Dari kenyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa ilmu sosial pada hakikatnya merupakan gabungan atau
kumpulan dari ilmu tentang tingkah laku manusia.
TUJUAN ILMU-ILMU SOSIAL : a) Mengetahui,mendalami,serta menjelaskan : berbagai gejola sosial b)
Meramal (prediction): berbagai gejala dan masalah sosial yang akan terjadi. c) Mengontrol (controlled): agar
ramalan tentang berbagai gejala sosial menjadi kenyataan atau tidak, dan masalah sosial dapat dihindari.
CHAPTER 1 : PEMANFAATAN ILMU SOSIAL DI DALAM HUKUM
Dengan mempelajari Sosiologi Hukum, sedikitnya ada tiga kegunaan atau manfaat yang bisa diperoleh, yaitu :
1. Memberikan kemampuan pemahaman hukum dalam konteks sosial;
2. Memberikan kemampuan untuk menganalisis efektifitas hukum dalam masyarakat baik sebagai sarana
pengendalian sosial, sarana pengubah masyarakat dan sarana untuk mengatur interaksi sosial tertentu atau
yang diharapkan;
3. Memberikan kemampuan mengadakan evaluasi (penilaian) terhadap hukum dalam masyarakat.
Peranan kebiasaan yang mereka tunjuk sebagai sumber yang kemudian melahirkan norma – norma
hukum. Keadaan yang ideal tercapai apabila hukum dan kelembagaan informal itu berada dalam keseimbangan yang
sempurna. Tetapi di satu pihak hukum itu senantiasa tidak berada dalam keseimbangan dengan masyarakat,
sedangkan di lain pihak masyarakat senantiasa harus berusaha untuk meniadakan jarak yang menyebabkan
ketidakseimbangan tersebut. Pengaturan, penyesuaian ke dalam sistematika serta penyempurnaan – penyempurnaan
yang kemudian dilakukan dalam hubungan hukum dan masyarakat tidak lagi terikat kepada pertumbuhan kebiasaan
atau kelembagaan informal di masyarakat, melainkan terikat kepada kepentingan kepentingan sistem hukum itu
sendiri.
Sekalipun dikatakan bahwa hukum itu mempunyai dunianya sendiri, namun interaksi antara hukum
dengan masyarakat atau kelembagaan informal itu akan senantiasa membayangi bekerjanya hukum di dalam
masyarakat.
CHAPTER 1 : HUKUM DAN STRUKTUR SOSIAL
1. George C. Homan, Mengaitkan struktur sosial dengan perilaku elementer (mendasar) dalam kehidupan sehari-hari.
2. Talcott Parsons, Berpendapat bahwa struktur sosial adalah keterkaitan antarmanusia.
3. Coleman, Melihat struktur sosial sebagai sebuah pola hubungan antarmanusia dan antarkelompok manusia.
4. Kornblum, Menekankan konsep struktur sosial pada pola perilaku individu dan kelompok, yaitu pola perilaku berulang-ulang
yang menciptakan hubungan antarindividu dan antarkelompok dalam masyarakat.
5. Soerdjono Soekanto, Melihat struktur sosial sebagai sebuah hubungan timbal balik antara posisi-posisi sosial dan antara peranan-
peranan.
6. Abdul Syani, Melihat struktur sosial sebagai sebuah tatanan sosial dalam kehidupan masyarakat. Tatanan sosial dalam kehidupan
masyarakat merupakan jaringan dari unsur-unsur sosial yang pokok, seperti kelompok sosial, kebudayaan, lembaga sosial,
stratifikasi sosial, kekuasaan, dan wewenang.
7. Gerhard Lenski, Mengatakan bahwa struktur sosial masyarakat diarahkan oleh kecenderungan panjang yang menandai sejarah.
CHAPTER 1 : HUKUM DAN STRUKTUR SOSIAL
CHAPTER 1 : UNSUR-UNSUR STRUKTUR SOSIAL
Charles P. Loomis, struktur sosial tersusun atas sepuluh unsur penting, sebagai berikut :
1. Adanya pengetahuan dan keyakinan yang dimiliki oleh para anggota masyarakat yang berfungsi
sebagai alat analisis dari anggota masyarakat.
2. Adanya perasaan solidaritas dari anggota-anggota masyarakat
3. Adanya tujuan dan cita-cita yang sama dari warga masyarakat.
4. Adanya nilai-nilai dan norma-norma sosial yang dijadikan sebagai patokan dan pedoman bagi
anggota masyarakat dalam bertingkah laku.
5. Adanya kedudukan dan peranan sosial yang mengarahkan pola-pola tindakan atau perilaku warga
masyarakat.
6. Adanya kekuasaan, berupa kemampuan memerintah dari anggota masyarakat yang memegang
kekuasaan, sehingga sistem sosial dapat berlanjut.
7. Adanya tingkatan dalam sistem sosial yang ditentukan oleh status dan peranan anggota masyarakat.
8. Adanya sistem sanksi yang berisikan ganjaran dan hukuman dalam sistem sosial, sehingga norma
tetap terpelihara.
9. Adanya sarana atau alat-alat perlengkapan sistem sosial, seperti pranata sosial dan lembaga.
10. Adanya sistem ketegangan, konflik, dan penyimpangan yang menyertai adanya perbedaan
kemampuan dan persepsi warga masyarakat
CHAPTER 1 : UNSUR-UNSUR STRUKTUR SOSIAL
Dalam sebuah struktur sosial, umumnya terdapat perilaku perilaku sosial yang
cenderung tetap dan teratur, sehingga dapat dilihat sebagai pembatas terhadap perilaku-
perilaku individu atau kelompok. Individu atau kelompok cenderung menyesuaikan perilakunya
dengan keteraturan kelompok atau masyarakatnya. Struktur sosial merujuk pada suatu pola
yang teratur dalam interaksi sosial, maka fungsi pokok dari struktur sosial adalah menciptakan
sebuah keteraturan sosial yang ingin dicapai oleh suatu kelompok masyarakat.
CHAPTER 1 : UNSUR-UNSUR STRUKTUR SOSIAL
Pelapisan sosial dalam masyarakat akan memberikan beban pengaruhnya terhadap sistem hukum,
khususnya dalam hubungan dengan pelaksanaan hukum. Salah satu akibat yang penting dari pelapisan di
dalam masyarakat itu adalah munculnya kelompok dominan yang akan berusaha untuk memaksakan
kehendaknya agar diterima oleh lapisan lain di dalam masyarakat. Selain itu pelapisan sosial dalam
masyarakat menyebabkan terjadinya penghayatan yang berbeda – beda terhadap hukum yang
berlaku.Chambliss dan Seidman menyatakan bahwa dalam situasi demikian, kita hanya dapat mengerti
bentuk dan sifat sistem hukum dalam suatu masyarakat yang kompleks apabila kita melihatnya sebagai
suatu sistem yang diturunkan dari konflik – konflik yang melekat pada struktur masyarakat. Semakin tinggi
kedudukan suatu kelompok secara ekonomi maupun politik, semakin besar pula kemungkinannya bahwa
pandangan serta kepentingannya akan tercermin di dalam hukum.
Sehubungan dengan pelaksanaan hukum di dalam masyarakat maka pelaksanaan yang ditujukan
kepada orang – orang yang memiliki kekuasaan politik kecil atau bahkan tidak punya sama sekali, biasanya
lebih aman dijalankannya daripada pelaksanaannya yang ditujukan kepada orang – orang yang memiliki
kekuasaan politik yang besar, sebab di dalam keadaan ini pelaksanaan itu akan berbalik menimbulkan
tekanan kepada badan – badan pelaksana hukum itu sendiri.
CHAPTER II : BEKERJANYA HUKUM
Pembuatan Hukum
Pelaksanaan Hukum
Kesepakatan (Value by
Concensus)
Bahan Hukum
Pembentukan Hukum
Struktur Hukum
CHAPTER II : PEMBUATAN HUKUM
Tahap yuridis
CHAPTER II : PEMBUATAN HUKUM
Legislatif
INSTITUSI NEGARA
(Pasal 20 UUD ‘45)
Yudikatif
CHAPTER II : PEMBUATAN HUKUM
1. Bahasa hendaknya padat dan sederhana. Kalimat-kalimat yang muluk dan retorik hanya
merupakan hal yang berlebihan dan menyesatkan.
2. Istilah yang dipilih, hendaknya sedapat mungkin bersifat mutlak dan tidak relatif,
sehingga mempersempit kemungkinan untuk adanya perbedaan pendapat.
3. Hendaknya membatasi diri pada hal-hal yang aktual, menghindari penggunaan
perumpamaan atau bersifat hipotesis.
4. Hendaknya jangan rumit, sebab dibuat untuk masyarakat secara umum. Harus bisa
dipahami oleh masyarakat secara umum.
5. Janganlah maslah pokok yang dikemukakan dikaburkan oleh penggunaan perkecualian,
pembatasan atau modifikasi, kecuali memang sangat diperlukan.
6. Jangan brupa penalaran.
7. Memuat rasa keadilan dan harus dipikirkan secara matang.
CHAPTER II : PELAKSANAAN HUKUM
• Mahkamah Konstitusi
MAHKAMAH AGUNG
• Merupakan pengadilan negara tertinggi dari keempat lingkungan peradilan
• Kewenangan:
• mengadili pada tingkat kasasi terhadap putusan yang diberikan pada tingkat terakhir oleh
semua pengadilan di semua lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah
agung;
• menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-
undang; dan
• kewenangan lainnya yang diberikan undang-undang.
• Peradilan umum
• Peradilan agama
• Peradilan militer
• Peradilan tata usaha negara
PERADILAN
UMUM
UU NO. 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM
• Pengadilan Tinggi:
• Pengadilan Tingkat Banding
• Kedudukan di ibu kota propinsi
• Wilayah: provinsi
• Mahkamah Agung
• Pengadilan tertinggi: kasasi
KEKUASAAN DAN KEWENANGAN
PERADILAN UMUM
• Pengadilan umum: memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara
pidana dan perdata di tingkat pertama
• Pengadilan tinggi:
• mengadili perkara pidana dan perdata di tingkat banding
• Pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antar pengadilan
negeri di daerah hukumnya
PERADILAN AGAMA
UU NO. 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA
• Mahkamah Agung
• Pengadilan tertinggi: kasasi
KEKUASAAN DAN KEWENANGAN
PERADILAN AGAMA
• Pengadilan agama: memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara di tingkat
pertama antara orang yang beragama Islam di bidang:
A. PENGERTIAN ETIKA
Kata etika yang secara etimologis dari kata yunani ethos secra harfiah berarti adat
kebiasaan. Watak atau kelakuan manusia. Dalam KBBI, etika diartikan sebagai ilmu tentang
apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). Etika
merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-
pandangan moral. Etika adalah ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita
mengikuti suatu ajaran tertentu atau bagaimana bersikap dan bertanggung jawab dengan
berbagai ajaran moral. Etika sebagai filsafat moral adalah salah satu cabang ilmu yang
secara filsafat secara khusus mengkaji perilaku manusia dari segi baik buruknya atau benar
salahnya.
ETIKA DIBAGI MENJADI DUA YAITU, ETIKA UMUM DAN ETIKA KHUSUS.
Etika Umum adalah etikayang menyajikan beberapa pengertia dasar dan pengkaji
beberapa permasalahan pokok dalam filsafat moral.
Etika Khusus adalah etika yang membahas tentang beberapa permasalahan moral
dalam bidang khusus
Etika khusus dibagi menjadi dua yaitu Etika Individual dan Etika Sosial.
• Etika Individual membahas kewajiban manusia terhadap dirinya sendiri dan
dengan kepercayaan agama yang dianutnya serta kewajiban dan tanggung
jawabnya terhadap Tuhannya.
• Etika Sosial membahas norma-norma sosial yaang harus dipatuhi dalam
hubungannya dengan manusia, masyarakat, bangsa dan negara.
CHAPTER 1I : NILAI YANG HIDUP DI DALAM MASYARAKAT
B. PENGERTIAN NILAI, NORMA DAN MORAL
1. Pengertian Nilai
Nilai (value) adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk
memuaskan manusia. Nilai bersumber pada budi yang berfungsi mendorong dan
mengarahkan sikap dan perilaku manusia. Nilai berperan sebagai pedoman menentukan
kehidupan manusia. Nilai manusia berada pada hati nurani, kata hati dan pikiran sebagai
suatu keyakinan dan kepercayaan yang bersumber pada berbagai sistem nilai.
2. Pengertian Norma
Norma adalah perwujudan maratabat manusia sebagai makhaluk budaya, moral, religi, dan
sosial. Norma merupakan kesadaran dan sikap luhur yang dikehendaki oleh tata nilai untuk
dipatuhi. Oleh karena itu norma dalam perwujudannya norma agama, norma filsafat, norma
kesusilaan, norma hukum, dan norma sosial. Norma memiliki kekuatan untuk dipatuhi
karena adanya sanksi.
Pengertian Nilai
Norma agama : adalah ketentuan hidup masyarakat yang bersumber pada agama.
Norma kesusilaan :adalah ketentuan hidup yang bersumber pada hati nuarani, moral atau filsafat hidup.
Norma hukum : adalah ketentuan-ketentuan tertulis yang berlaku dan bersumber pada UU suatu Negara
tertentu.
Norma sosial : adalah ketentuan hidup yang berlaku dalam hubungan antara manusia dalam masyarakat.
3. Pengertian Moral
Moral berasal dari kata mos (mores) yang sinonim dengan kesusilaan dan kelakuan. Moral adalah ajaran tentaang
hal yang baik dan buruk, yang menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia. Seorang pribadi yang taat kepada
aturan masyarakatnya, dianggap sesuai dan bertindak secara moral. Jika sebaliknya yang terjadi maka pribadi itu
dianggap tidak bermoral.
CHAPTER 1I : NILAI YANG HIDUP DI DALAM MASYARAKAT
2. Nilai Instrumental
Nilai Instrumental adalah nilai yang menjadi pedoman pelaksnaan nilai dasar. Nilai dasar belum dapat bermakna
sepenuhnya apabila belum memiliki formulasi serta parameter atau ukuran yang jelas dan konkrit. Apabila nilai
instrumental itu berkaitan dengan tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari maka itu akan menjadi nilai
moral. Namun apabila nilai instrumental itu berkitan dengan suatu organisasi atau Negara, maka nilai instrumental itu
merupakan suatu arahan, kebijakan, atau strategi yang bersumber pada nilai dasar sehingga dapat juga dikatakan
bahwa nilai instrumental itu merupakan suatu eksplisitasi dari nilai dasar.
3. Nilai Praktis
Nilai praktis merupakan penjabaran lebih lanjut dari nilai instrumental dalam kehidupan yang lebih nyata dengan
demikian, nilai praktis merupakan pelaksanaan secara nyata dari nilai-nilai dasar dan nilai-nilai instrumental
CHAPTER 1I : NILAI YANG HIDUP DI DALAM MASYARAKAT
PENGERTIAN
Kingsley Davis : Perubahan sosial merupakan perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur
dan fungsi masyarakat. Menurutnya, timbulnya pengorganisasian buruh dalam masyarakat kapitalis
telah menyebabkan perubahan dalam hubungan-hubungan antara buruh dengan majikan, dan
seterusnya menyebabkan perubahan-perubahan dalam organisasi ekonomi dan politik.
John Lewis Gillin dan John Philip Gillin : Perubahan sosial adalah suatu variasi dari cara hidup
yang diterima, akibat adanya perubahan kondisi geografis, kebudayaan material, komposisi
penduduk, ideologi, maupun karena adanya difusi dan penemuan baru dalam masyarakat.
PENGERTIAN
Teori Evolusi
Teori Siklus
Teori Fungsionalis
Teori Konflik
CHAPTER 1II : TEORI EVOLUSI (EVOLUTIONARY THEORY)
Inti teori evolusi, baik yang unilinier maupun Pandangan teori multilinier menggantikan teori unilinier dengan tidak
multilinier, ialah asumsi mengenai kemajuan mengamsusikan bahwa semua masyarakat mengikuti urutan yang sama,
budaya, di mana kebudayaan Barat dianggap artinya meskipun jalurnya mengarah ke industrialisasi, masyarakat tidak
sebagai tahap kebudayaan yang maju dan superior / perlu melewati urutan tahapan yang sama seperti masyarakat yang lain
sempurna.
CHAPTER 1II : TEORI SIKLUS (CYCLICAL THEORY)
Menurut teori ini kebangkitan dan kemunduran suatu kebudayaan atau kehidupan sosial merupakan
hal yang wajar dan tidak dapat dihindari.
Teori
Teori Pitirim Teori Arnold
Oswald
A. Sorokin Toynbee
Spengler
(1889-1968) (1889-1975)
(1880-1936)
CHAPTER 1II : TEORI SIKLUS (CYCLICAL THEORY)
Penganut teori ini memandang setiap elemen masyarakat memberikan fungsi terhadap elemen
masyarakat lainnya. Perubahan yang muncul di suatu bagian masyarakat akan menimbulkan
perubahan pada bagian yang lain pula. Perubahan dianggap mengacaukan keseimbangan
masyarakat. Proses pengacauan itu berhenti pada saat perubahan tersebut telah diintegrasikan ke
dalam kebudayaan ( menjadi cara hidup masyarakat)
menurut teori ini unsur kebudayaan baru yang memiliki fungsi bagi masyarakat akan diterima,
sebaliknya yang disfungsional akan ditolak
CHAPTER 1II : TEORI FUNGSIONALIS (FUNCTIONALIST THEORY)
Menurut pengikut teori ini, yang konstan ( tetap terjadi ) dalam kehidupan masyarakat adalah konflik sosial,
bukannya perubahan. Perubahan hanyalah merupakan akibat dari adanya konflik dalam masyarakat, yakni
terjadinya pertentangan antara kelas kelompok penguasa dan kelas kelompok tertindas.
Oleh karena konflik sosial berlangsung secara terus menerus, maka perubahanpun juga demikian adanya.
Menurut Karl Marx, konflik kelas sosial merupakan sumber yang paling penting dan berpengaruh dalam semua
perubahan sosial. Perubahan akan menciptakan kelompok dan kelas sosial baru. Konflik antar kelompok dan
kelas sosial baru tersebut akan melahirkan perubahan berikutnya.
Menurutnya, konflik paling tajam akan terjadi antara kelas Proletariat (buruh yang digaji) dengan kelas Borjuis
(kapitalis/pemilik industri) yang diakhiri oleh kemenangan kelas proletariat, sehingga terciptalah masyarakat
tanpa kelas (PB Horton dan CL. Hunt,1992)
Namun asumsi Marx terhadap terciptanya masyarakat tanpa kelas tersebut sampai saat ini tidak terbukti. Artinya
kehidupan masyarakat tetap diwarnai adanya perbedaan kelas sosial
CHAPTER 1II : TEORI KONFLIK (CONFLICT THEORY)
Di dalam kehidupan masyarakat dapat kita jumpai berbagai bentuk perubahan sosial yang dapat
digambarkan sebagai berikut:
( Henslin, 2007; PB Horton dan CL Hunt, 1992; Soerjono Soekanto, 2000 )
Perubahan secara lambat terjadi karena masyarakat berusaha menyesuaikan diri dengan
keperluan, keadaan dan kondisi baru yang timbul sejalan dengan pertumbuhan masyarakat.
Oleh sebab itu perubahan yang terjadi melalui evolusi terjadi dengan sendirinya secara
alami, tanpa rencana atau kehendak tertentu.
CHAPTER 1II : BENTUK BENTUK PERUBAHAN SOSIAL
Di dalam kehidupan masyarakat dapat kita jumpai berbagai bentuk perubahan sosial yang dapat
digambarkan sebagai berikut:
( Henslin, 2007; PB Horton dan CL Hunt, 1992; Soerjono Soekanto, 2000 )
Perubahan secara lambat terjadi karena masyarakat berusaha menyesuaikan diri dengan
keperluan, keadaan dan kondisi baru yang timbul sejalan dengan pertumbuhan masyarakat.
Oleh sebab itu perubahan yang terjadi melalui evolusi terjadi dengan sendirinya secara
alami, tanpa rencana atau kehendak tertentu.
CHAPTER 1II : BENTUK BENTUK PERUBAHAN SOSIAL
2) Perubahan Sosial secara Cepat
Perubahan sosial yang berjalan cepat disebut revolusi. Selain terjadi secara cepat, juga
menyangkut hal-hal yang mendasar bagi kehidupan masyarakat serta lembaga-lembaga
kemasyarakatan, dan sering menimbulkan disintegrasi dalam kehidupan sosial, ekonomi
dan politik.
Suatu perubahan yang dikehendaki atau yang direncanakan selalu berada di bawah pengendalian serta pengawasan Agent of
change tersebut. Cara-cara mempengaruhi masyarakat dengan sistem yang teratur dan direncanakan terlebih dahulu dinamakan
rekayasa sosial ( sosial engineering) atau yang biasa disebut sebagai perencanaan sosial.
Konsep perubahan yang dikehendaki dan tidak dikehendaki tidak mencakup pengertian apakah perubahan-perubahan tadi
diharapkan atau tidak diharapkan oleh masyarakat. Karena bisa terjadi, perubahan yang tidak direncanakan/tidak dikehendaki
ternyata diharapkan dan diterima oleh masyarakat, seperti reformasi yang terjadi di Indonesia.
FAKTOR - FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA PERUBAHAN SOSIAL
Penyebab
Penyebab
perubahan yang
perubahan yang
bersumber dari
bersumber dari
luar
dalam ( internal
( eksternal )
) masyarakat
masyarakat
FAKTOR - FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA PERUBAHAN SOSIAL
Pertambahan dan
pengurangan penduduk
Terjadinya pemberontakan
atau Revolusi
FAKTOR - FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA PERUBAHAN SOSIAL
Lingkungan alam
fisik
Penyebab
perubahan yang
bersumber dari Peperangan
luar (eksternal)
masyarakat
Pengaruh
kebudayaan
masyarakat lain
FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI JALANNYA PROSES PERUBAHAN SOSIAL
Faktor
Faktor
Penghalan
Pendorong
g
FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI JALANNYA PROSES PERUBAHAN SOSIAL
Nilai bahwa Hidup itu pada hakekatnya buruk dan tidak mungkin
diperbaiki
DAMPAK PERUBAHAN SOSIAL
+ -
DAMPAK PERUBAHAN SOSIAL
+ penyesuaian baik unsur masyarakat maupun unsur baru. Hal ini sering disebut
sebagai integrasi sosial. Unsur yang saling berbeda dapat saling menyesuaikan diri.
Indonesia yang terdiri dari beranekaragam suku bangsa dan budayanya, diharapkan
semua unsur/ komponen bangsa dapat menyesuaikan diri. Oleh karena itu akan
terciptakan integrasi sosial atau integrasi nasional Indonesia. Contoh dengan
diroklamasikan negara Repblik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, maka terjadi
integrasi sosial untuk seluruh bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku
bangsa yang hidup dan bertempat tinggal di pulau-pulau diseluruh Indonesia.
- Anomie
Anomie adalah keadaan kritis dalam masyarakat akibat
perubahan sosial dimana norma/ nilai lama memudar,
namun norma/ nilai baru yang akan menggantikan
belum terbentuk
Adapun bentuk disintegrasi sebagai akibat terjadinya perubahan sosial yang dapat dijumpai
di Indonesia cukup kompleks.
a) Pergolakan di Daerah
Pergolakan daerah adalah peristiwa disintegrasi yang mempermasalahkan isu lokal/ daerah. Pergolakan dapat berupa tuntutan
sekelompok massa kepada kelompok lain termasuk the rulling class (penguasa). Dari bentuk disintegrasi ini kita dapat
mengambil pelajaran untuk lebih berhati-hati dalam melangkah terutama menyangkut hal mendasar dan melibatkan
masyarakat luas
b) Aksi protes dan demonstrasi
Aksi protes dapat diartikan gerakan yang dilakukan secara perorangan atau bersama untuk menyampaikan pernyataan tidak
setuju yang oleh sebagian besar orang biasanya dilancarkan melalui kecaman pedas. Demonstrasi adalah tindakan
sekelompok orang secara bersama-sama untuk menunjukkan rasa ketidakpuasan yang pada umumnya menyangkut bidang
ekonomi, sosial dan politik.
DAMPAK PERUBAHAN SOSIAL
Aksi protes dan demonstrasi dapat membawa pengaruh:
a) Negatif
Pengaruh negatif akan timbul apabila aksi dilakukan dengan merusak fasilitas umum, mengganggu ketertiban
umum, peledakan bom, tidak terkendali dan tidak terarah, akan berakibat merugikan masyarakat umum.
b) Positif
Pengaruh positif akan timbul jika aksi dilakukan secara terkendali dan terarah, tuntutan disampaikan melalui
legislatif/ wakil rakyat atau langsung kepada penguasa melalui nomor kotak pos atau nomor ponsel yang
terbuka bagi masyarakat umum. Misal kotak pos 5000 dan 777 Jakarta pada masa orde baru.
c) Kriminalitas
Tindak kejahatan adalah tingkah laku anggota masyarakat yang melanggar norma hukum dan norma sosial.
Secara yuridis, tindak kejahatan diartikan sebagai bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral dan
kemanusiaan, merugikan masyarakat, dan melanggar ketentuan hukum. Ditinjau secara sosiologis, kejahatan
adalah setiap bentuk ucapan, perbuatan, dan tingkah laku yang secara ekonomi, politik, sosial, dan psikologis
merugikan kepentingan umum, melanggar norma sosial, dan menyerang keselamatan warga masyarakat.
Tindak kriminal pada dasarnya bukan bawaan sejak lahir, namun bisa dilakukan setiap orang.
DAMPAK PERUBAHAN SOSIAL
Jika ditinjau secara mendalam, Adapun bentuk tindak kejahatan dibedakan atas:
kriminalitas dapat disebabkan adanya a) Blue colour crime atau kejahatan kerah biru
proses-proses berikut: merupakan tindak kejahatan yang dilakukan oleh
a) Persaingan dan pertentangan masyarakat umum yang secara ekonomi dan
kebudayaan. politik tergolong miskin. Mereka yang berbuat
b) Perbedaan ideologi politik. jahat termasuk kelas menengah ke bawah. Tindak
c) Pertentangan masalah agama dan kriminal berkaitan dengan pencurian,
kesenjangan di bidang ekonomi. penjambretan, dans ebagainya. Perbuatan mereka
d) Kepadatan dan komposisi kekayaan. didasari alasan kemiskinan.
e) Perbedaan distribusi kekayaan. b) White colour crime atau kejahatan kerah putih
f) Perbedaan kekayaan dan pendapatan merupakan tindak kejahatan yang dilakukan
individu atau manusia dalam masyarakat lapisan atas (pejabat atau pengusaha)
masyarakat dapat berbuat tindak Tindak kejahatan sangat ditentang masyarakat,
kejahatan atas dorongan media massa karena tindakan itu melanggar norma dan nilai
dan dipelajari dari kelompok kecil yang berlaku dalam masyarakat, terutama norma
yang bersifat intim. hukum. Padahal nilai dan norma merupakan
bagian penting bagi kesinambungan masyarakat
CHAPTER 1II : HUKUM DAN PERUBAHAN SOSIAL
Hukum dan sistem sosial masyarakat suatu sistem hukum merupakan percerminan
daripada suatu sistem sosial di mana sistem hukum itu merupakan bagiannya
Sifat sistem hukum yang dualistis, pada satu sisi hukum merupakan ketentuan yang
berisi jaminan hak-hak warga, mempertahankan hak-haknya, menjaminan
kesejahteraan. Pada sisi lain, hukum dapat menjadi alat yang ampuh untuk
mengendalikan warga-warga masyarakat oleh penguasa untuk mempertahankan
kedudukan sosial-politik-ekonominya.
Hukum dan nilai-nilai sosial-budaya Hukum sebagai kaidah atau norma sosial,
tidak terlepas dari nilai-nilai yang berlaku dalam suatu masyarakat, dan dapat
dikatakan bahwa hukum merupakan pencerminan dan konkritisasi daripada nilai-
nilai yang ada di masyarakat
CHAPTER 1II : HUKUM DAN PERUBAHAN SOSIAL
a) Solidaritas mekanik. Terdapat pada masyarakat yang mempunyai sistem pembagian kerja yang rendah.
Solidaritas mekanik terbentuk karena adanya saling kesamaan anggota masyarakat, terikat satu sama
lain karena kesamaan emosional dan kepercayaan serta adanya komitmen moral. Perbedaan harus
dihindari. Nilai dan norma bersifat umum dan abstrak. Hukum yang berlaku bersifat represif. Hukuman
dilakukan hanya semata-mata agar pelanggar hukum jera dan mendapatkan hukuman yang sebanding
dengan pelanggaranya.
b) Solidaritas organik. Terdapat pada masyarakat yang mempunyai sistem pembagian kerja yang
kompleks. Sangat mungkin terjadi perbedaan, didasarkan pada kesadaran kolektivitas yang kuat.
Masyarakat disatukan oleh saling ketergantungan fungsional. Otonomi individu sangat dihargai karena
masing-masing individu menjalankan fungsi yang berbeda. Hukum lebih bersifat restitutif, maksudnya
hukum diberlakukan hanya semata-mata untuk mengembalikan masyarakat pada kondisi semula.
Hukuman diberikan oleh individu yang memang diberi tugas untuk melakukan kontrol sosial.
CHAPTER 1II : HUKUM DAN PERUBAHAN SOSIAL
Perubahan perubahan sosial dan perubahan perubahan hukum atau sebaliknya tidak
selalu berlangsung bersama sama. Artinya, pada keadaan keadaan tertentu
perkembangan hukum mungkin tertinggaloleh perkembangan unsur-unsur lainnya
dalam masyarakat serta kebudayaannya serta mungkin hal yang sebaliknya yang
terjadi.
diartikan, bahwa hukum digunakan sebagai alat oleh agent of change yang merupakan pelopor
perubahan yaitu seseorang atau sekelompok orang yang mendapatkan kepercayaan masyarakat
sebagai pemimpin dari satu atau lebih lembaga-lembaga kemasyarakatan. Pelopor ini melakukan
penekanan untuk mengubah sistem sosial, mempengaruhi masyarakat dengan sistem yang
direncanakan terlebih dahulu disebut social engineering ataupun planning atau sebagai alat rekayasa
sosial.
Law as a tool of social engineering dapat pula diartikan sebagai sarana yang ditujukan untuk
mengubah perilaku warga masyarakat, sesuai dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Sarana tersebut berupa pembentuk hukum, penegak hukum, para pencari keadilan, maupun golongan-
golongan lain dalam masyarakat.
CHAPTER 1II : HUKUM SEBAGAI ALAT KONTROL SOSIAL
Hukum sebagai alat kontrol sosial memberikan arti bahwa ia merupakan sesuatu yang dapat
menetapkan tingkah laku manusia. Tingkah laku ini dapat didefenisikan sebagai sesuatu yang
menyimpang terhadap aturan hukum.
Sebagai akibatnya, hukum dapat memberikan sanksi atau tindakan terhadap si pelanggar. Karena itu,
hukum pun menetapkan sanksi yang harus diterima oleh pelakunya. Ini sekaligus berarti bahwa
hukum mengarahkan agar masyarakat berbuat secara benar menurut aturan sehingga ketentraman
terwujud.
Menentukan tujuan hukum dan perkembangannya tidaklah sulit, sebaliknya yang dianggap
sulit adalah menetapkan apakah anggota-anggota masyarakat itu dapat menerima atau
mengakui tujuan hukum tersebut oleh karena taatnya anggota-anggota masyarakat kepada
hukum dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu :
2) Karena adanya kekuasaan yang imperative melekat dalam hukum tersebut, dengan
sanksi apabila ada orang yang berani melanggarnya ia akan memperoleh akibat-akibat
hukum yang tidak di ingini.
CHAPTER 1II : BATAS-BATAS PENGGUNAAN HUKUM
Menurut Roscoe Pound batas-batas kemampuan hukum terletak pada hal-hal sebagai
berikut :
1. Hukum pada umumnya hanya mengatur kepentingan-kepentingan para wraga
masyarakat, yang bersifat lahiriyah.
2. Dalam menerapkan sanksi-sanksi yang melekat pada hukum ada batas batasnya, sebab
sebagaimana dikatakan oleh Edwin Sutherland “When the mores are adequate, laws are
unnecessary; when the mores are inadequate, the laws are ineffective”.
3. Lagipula, untuk melaksanakan isi, maksud dan tujuan hukum, di perlukan lembaga-
lembaga tertentu.
TERIMA KASIH
MUHAMMAD RUSLI ARAFAT, S.H., M.H