Anda di halaman 1dari 89

HUKUM DAN MASYARAKAT

MUHAMMAD RUSLI ARAFAT, S.H., M.H


DISCUSSION POINTS

• Studi Terhadap Hukum dan Masyarakat : Hukum dan ilmu-ilmu sosial, Pemanfaatan ilmu-ilmu
sosial di dalam hukum, Hukum dan kelembagaan informal, Hukum dan struktur sosial.
• Bekerjanya Hukum : Pembuatan Hukum, Pelaksanaan Hukum, Hukum dan nilai-nilai di dalam
masyarakat.
• Perubahan-perubahan Sosial dan Hukum : Teori-teori perubahan sosial, Hubungan perubahan
sosial dengan Hukum, Hukum sebagai alat untuk mengubah masyarakat, Hukum sebagai sarana
pengatur prikelakuan, Batas-batas penggunaan hukum.
LEARNING CONTRACT

assessment indicators
• Homework 10%
• Process 50% (attendance/presence, active discussion, active
in class)
• Middle test 15% (sumatif)
• Final test 25% (formatif)
Teaching media
• Google meet
• Google Classroom
• WA Group
CHAPTER 1 HUKUM DAN ILMU SOSIAL : HUKUM

 Emmanuel Kant yang berpaham hukum alam, hukum adalah keseluruhan kondisi-kondisi dimana terjadi
kombinasi antara keinginan pribadi seseorang dengan keinginan pribadi orang lain sesuai dengan hukum umum
tentang kemerdekaan.
 Hans Kelsen yang berpaham positivis, hukum adalah suatu perintah memaksa terhadap tingkah laku manusia.
 Karl Von Savigni yang berpaham Historis, keseluruhan hukum sungguhsungguh terbentuk melalui kebiasaan
dan perasaan kerakyatan yaitu melalui pengoperasian kekuasaan secara diam-diam.
 E.M. Meyers, Hukum adalah semua aturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan, ditunjukkan kepada
tingkah laku manusia dalam masyarakat yang menjadi pedoman bagi enguasa-penguasa negara dalam
melakukan tugasnya.
 Pengertian hukum menurut Utrecht adalah himpunan petunjuk hidup (perintah atau larangan) yang mengatur
tata tertib dalam suatu masyarakat yang seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat dan jika dilanggar dapat
menimbulkan tindakan dari pihak pemerintah dari masyarakat itu
CHAPTER 1 HUKUM DAN ILMU SOSIAL: HUKUM

 Lemaire melalui karangannya yang berjudul Het Recht in Indonesia menyatakan bahwa hukum yang banyak
seginya dan meliputi segala macam hal itu menyebabkan tak mungkin orang membuat suatu definisi apa hukum
itu sebenarnya.
 Mochtar Kusumaatmadja, Pengertian hukum yang memadai tidak hanya memandang hukum itu sebagai suatu
perangkat kaidah dan asas-asas yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, tapi harus pula mencakup
lembaga dan proses yang diperlukan untuk mewujudkan hukum itu dalam kenyataan
 Pengertian hukum menurut Satjito Rahardjo adalah karya manusia berupa norma-norma berisikan petunjuk-
petunjuk tingkah laku. Hukum merupakan pencerminan dari kehendak manusia tentang bagaimana seharusnya
masyarakat dibina dan ke mana harus diarahkan
 Sunaryati Hartono berpandangan bahwa hukum adalah tidak menyangkut kehidupan pribadi seseorang dalam
masyarakat, tetapi menyangkut dan mengatur berbagai aktivitas manusia dalam hubungannya dengan manusia
lain.
CHAPTER 1 HUKUM DAN ILMU SOSIAL: ILMU HUKUM

 Ilmu hukum adalah pengetahuan mengenai masalah yang besifat surgwi dan manusiawi,
pengetahuan tentang apa yang benar dan yang tidak benar (Ulpian)
 Ilmu yang formal tentang hukum positif (Holland)
 Penyelidikan oleh ahli hukum tentang norma-norma, cita-cita dan teknik-tenik hukum dengan
menggunakan pengetahuan yang diperoleh dari berbagai disiplin di luar hukum yang muktahir
(Stone)
 Ilmu hukum adalah pengetahuan tentang hukum dalam segala bentuk dan manifestasinya (Croos)
 Pokok bahasan ilmu hukum adalah luas sekali, meliputi hal-hal yang filsafati, sosiologis, historis,
maupun komponen-komponen analitis dari teori hukum.(Bodenheimer)
 Ilmu hukum positif adalah ilmu tentang hukum yang berlaku disuatu negara atau masyarakat
tertentu pada saat tertentu (ius constitutum). (G. Radbruch)
CHAPTER 1 HUKUM DAN ILMU SOSIAL : ILMU SOSIAL

 PENGETAHUAN Adalah kesan di dalam fikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca inderanya (Soerjono
Soekanto, 1990: 6)
 ILMU Adalah pengetahuan (knowledge) yang tersusun secara sistematis dengan menggunakan kekuatan
pemikiran, pengetahuan mana selalu dapat diperiksa dan ditelaah (dikontrol) dengan kritis oleh setiap orang lain
yang mengetahuinya.
 Unsur-unsur Ilmu: a. Pengetahuan (knowledge) b. Tersusun secara sistematis c. Menggunakan pemikiran d.
Dapat dikontrol secara kritis oleh orang lain atau umum (obyektif).
 Tujuan Ilmu a. Mengetahui, mendalami serta menjelaskan: berbagai gejala alam dan sosial. b. Meramal
(prediction): apa yang akan terjadi. c. Mengontrol: agar ramalan itu menjadi kenyataan atau tidak.
 Usaha Mencari Kebenaran: Dua (2) cara yang pokok untuk mendapatkan kebenaran: a. Mendasarkan diri pada
rasio (paham rasionalis) b. Mendasarkan diri pada pengalaman (paham empirisme)
CHAPTER 1 HUKUM DAN ILMU SOSIAL : ILMU SOSIAL

 PENGERTIAN ILMU SOSIAL Ilmu sosial dapat diartikan sebagai semua bidang ilmu mengenai manusia
dalam konteks sosialnya atau sebagai anggota masyarakat. (Social sciences are all the academic disciplines
which deal with men in their social context) (MacKenzie, dalam Sumaatmadja, 1986: 22).
 Obyek Material dari ilmu sosial adalah manusia, khususnya tingkah laku manusia dalam kelompok.
 Obyek Formal dari ilmu sosial adalah tinjauan dari aspek mana dan dalam rangka kepentingan apa tingkah laku
manusia tersebut dipelajari. Tingkah laku khusus manusia yang tergambar dalam rangka kepentingan apa itu
ilmu sosial dipelajari, itulah disiplin ilmu sosial.
 Dari kenyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa ilmu sosial pada hakikatnya merupakan gabungan atau
kumpulan dari ilmu tentang tingkah laku manusia.
 TUJUAN ILMU-ILMU SOSIAL : a) Mengetahui,mendalami,serta menjelaskan : berbagai gejola sosial b)
Meramal (prediction): berbagai gejala dan masalah sosial yang akan terjadi. c) Mengontrol (controlled): agar
ramalan tentang berbagai gejala sosial menjadi kenyataan atau tidak, dan masalah sosial dapat dihindari.
CHAPTER 1 : PEMANFAATAN ILMU SOSIAL DI DALAM HUKUM

 Dengan mempelajari Sosiologi Hukum, sedikitnya ada tiga kegunaan atau manfaat yang bisa diperoleh, yaitu :
1. Memberikan kemampuan pemahaman hukum dalam konteks sosial;
2. Memberikan kemampuan untuk menganalisis efektifitas hukum dalam masyarakat baik sebagai sarana
pengendalian sosial, sarana pengubah masyarakat dan sarana untuk mengatur interaksi sosial tertentu atau
yang diharapkan;
3. Memberikan kemampuan mengadakan evaluasi (penilaian) terhadap hukum dalam masyarakat.

 Kegunaan-kegunaan tersebut diatas dapat diuraikan secara rinci sebagai berikut :


1. Pada taraf organisasi dalam masyarakat
a. Sosiologi hukum dapat mengungkapkan ideologi dan falsafah yang mempengaruhi
perencanaan,pembentukan dan penegakan hukum;
b. Dapat diidentifikasikannya unsur-unsur kebudayaan manakah yang mempengaruhi isi atau substansi
hukum;
c. Lembaga-lembaga manakah yang sangat berpengaruh di dalam pembentukan hukum dan
penegakannya.
CHAPTER 1 : PEMANFAATAN ILMU SOSIAL DI DALAM HUKUM

2. Pada taraf golongan dalam masyarakat


a. Pengungkapan golongan-golongan manakah yang sangat menentukan di dalam pembentukan dan
penerapan hukum;
b. Golongan-golongan manakah dalam masyarakat yang beruntung atau sebaliknya dirugikan dengan adanya
hukum-hukum tertentu;
c. Kesadaran hukum dari golongan-golongan tertentu dalam masyarakat.
3. Pada taraf individual
a. Identifikasi unsur-unsur hukum yang dapat mengubah perikelakuan warga masyarakat;
b. Kekuatan, kemampuan dan kesungguhan hati para penegak hukum dalam melaksanakan fungsinya;
c. Kepatuhan warga masyarakat terhadap hukum.
CHAPTER 1 : HUKUM DAN KELEMBAGAAN INFORMAL

Peranan kebiasaan yang mereka tunjuk sebagai sumber yang kemudian melahirkan norma – norma
hukum. Keadaan yang ideal tercapai apabila hukum dan kelembagaan informal itu berada dalam keseimbangan yang
sempurna. Tetapi di satu pihak hukum itu senantiasa tidak berada dalam keseimbangan dengan masyarakat,
sedangkan di lain pihak masyarakat senantiasa harus berusaha untuk meniadakan jarak yang menyebabkan
ketidakseimbangan tersebut. Pengaturan, penyesuaian ke dalam sistematika serta penyempurnaan – penyempurnaan
yang kemudian dilakukan dalam hubungan hukum dan masyarakat tidak lagi terikat kepada pertumbuhan kebiasaan
atau kelembagaan informal di masyarakat, melainkan terikat kepada kepentingan kepentingan sistem hukum itu
sendiri.

Sekalipun dikatakan bahwa hukum itu mempunyai dunianya sendiri, namun interaksi antara hukum
dengan masyarakat atau kelembagaan informal itu akan senantiasa membayangi bekerjanya hukum di dalam
masyarakat.
CHAPTER 1 : HUKUM DAN STRUKTUR SOSIAL

1. George C. Homan, Mengaitkan struktur sosial dengan perilaku elementer (mendasar) dalam kehidupan sehari-hari.
2. Talcott Parsons, Berpendapat bahwa struktur sosial adalah keterkaitan antarmanusia.
3. Coleman, Melihat struktur sosial sebagai sebuah pola hubungan antarmanusia dan antarkelompok manusia.
4. Kornblum, Menekankan konsep struktur sosial pada pola perilaku individu dan kelompok, yaitu pola perilaku berulang-ulang
yang menciptakan hubungan antarindividu dan antarkelompok dalam masyarakat.
5. Soerdjono Soekanto, Melihat struktur sosial sebagai sebuah hubungan timbal balik antara posisi-posisi sosial dan antara peranan-
peranan.
6. Abdul Syani, Melihat struktur sosial sebagai sebuah tatanan sosial dalam kehidupan masyarakat. Tatanan sosial dalam kehidupan
masyarakat merupakan jaringan dari unsur-unsur sosial yang pokok, seperti kelompok sosial, kebudayaan, lembaga sosial,
stratifikasi sosial, kekuasaan, dan wewenang.
7. Gerhard Lenski, Mengatakan bahwa struktur sosial masyarakat diarahkan oleh kecenderungan panjang yang menandai sejarah.
CHAPTER 1 : HUKUM DAN STRUKTUR SOSIAL
CHAPTER 1 : UNSUR-UNSUR STRUKTUR SOSIAL

Charles P. Loomis, struktur sosial tersusun atas sepuluh unsur penting, sebagai berikut :
1. Adanya pengetahuan dan keyakinan yang dimiliki oleh para anggota masyarakat yang berfungsi
sebagai alat analisis dari anggota masyarakat.
2. Adanya perasaan solidaritas dari anggota-anggota masyarakat
3. Adanya tujuan dan cita-cita yang sama dari warga masyarakat.
4. Adanya nilai-nilai dan norma-norma sosial yang dijadikan sebagai patokan dan pedoman bagi
anggota masyarakat dalam bertingkah laku.
5. Adanya kedudukan dan peranan sosial yang mengarahkan pola-pola tindakan atau perilaku warga
masyarakat.
6. Adanya kekuasaan, berupa kemampuan memerintah dari anggota masyarakat yang memegang
kekuasaan, sehingga sistem sosial dapat berlanjut.
7. Adanya tingkatan dalam sistem sosial yang ditentukan oleh status dan peranan anggota masyarakat.
8. Adanya sistem sanksi yang berisikan ganjaran dan hukuman dalam sistem sosial, sehingga norma
tetap terpelihara.
9. Adanya sarana atau alat-alat perlengkapan sistem sosial, seperti pranata sosial dan lembaga.
10. Adanya sistem ketegangan, konflik, dan penyimpangan yang menyertai adanya perbedaan
kemampuan dan persepsi warga masyarakat
CHAPTER 1 : UNSUR-UNSUR STRUKTUR SOSIAL

Struktur sosial mempunyai beragam bentuk di dalam masyarakat. Bentuk-bentuk


struktur sosial tersebut adalah pelapisan sosial, stratifikasi sosial, dan diferensiasi sosial. Yang
membedakan ketiga bentuk tersebut merupakan status dan peran yang dimiliki setiap individu
di dalam masyarakat. Akan tetapi secara prinsipil bentukbentuk tersebut dapat diklasifikasikan
ke dalam tiga macam kelas, yaitu kelas ekonomis, kelas politis, dan yang didasarkan pada
jabatan-jabatan tertentu dalam masyarakat.

Dalam sebuah struktur sosial, umumnya terdapat perilaku perilaku sosial yang
cenderung tetap dan teratur, sehingga dapat dilihat sebagai pembatas terhadap perilaku-
perilaku individu atau kelompok. Individu atau kelompok cenderung menyesuaikan perilakunya
dengan keteraturan kelompok atau masyarakatnya. Struktur sosial merujuk pada suatu pola
yang teratur dalam interaksi sosial, maka fungsi pokok dari struktur sosial adalah menciptakan
sebuah keteraturan sosial yang ingin dicapai oleh suatu kelompok masyarakat.
CHAPTER 1 : UNSUR-UNSUR STRUKTUR SOSIAL

Pelapisan sosial dalam masyarakat akan memberikan beban pengaruhnya terhadap sistem hukum,
khususnya dalam hubungan dengan pelaksanaan hukum. Salah satu akibat yang penting dari pelapisan di
dalam masyarakat itu adalah munculnya kelompok dominan yang akan berusaha untuk memaksakan
kehendaknya agar diterima oleh lapisan lain di dalam masyarakat. Selain itu pelapisan sosial dalam
masyarakat menyebabkan terjadinya penghayatan yang berbeda – beda terhadap hukum yang
berlaku.Chambliss dan Seidman menyatakan bahwa dalam situasi demikian, kita hanya dapat mengerti
bentuk dan sifat sistem hukum dalam suatu masyarakat yang kompleks apabila kita melihatnya sebagai
suatu sistem yang diturunkan dari konflik – konflik yang melekat pada struktur masyarakat. Semakin tinggi
kedudukan suatu kelompok secara ekonomi maupun politik, semakin besar pula kemungkinannya bahwa
pandangan serta kepentingannya akan tercermin di dalam hukum.
Sehubungan dengan pelaksanaan hukum di dalam masyarakat maka pelaksanaan yang ditujukan
kepada orang – orang yang memiliki kekuasaan politik kecil atau bahkan tidak punya sama sekali, biasanya
lebih aman dijalankannya daripada pelaksanaannya yang ditujukan kepada orang – orang yang memiliki
kekuasaan politik yang besar, sebab di dalam keadaan ini pelaksanaan itu akan berbalik menimbulkan
tekanan kepada badan – badan pelaksana hukum itu sendiri.
CHAPTER II : BEKERJANYA HUKUM

Pembuatan Hukum

Pelaksanaan Hukum

Hukum dan Nilai-nilai di


Masyarakat
CHAPTER II : PEMBUATAN HUKUM

Dua model masyarakat menurut Chambliss dan Seidman :

Kesepakatan (Value by
Concensus)

Model Masyarakat HUKUM


Konflik (Value by
Conflict)
CHAPTER II : PEMBUATAN HUKUM

Pembuatan hukum merupakan awal dari bergulirnya proses pengaturan.


Pembuatan hukum merupakan momentum yang memisahkan keadan
tanpa hukum dengan keadaan yang diatur oleh hukum. Pembentukan
hukum merupakan pemisah antara dunia sosial dan dunia hukum, oleh
karena adanya pembentukan hukum, kejadian dalam masyarakat mulai
ditundukan pada tatanan hukum. Maka, berarti tunduk pada penilaian
hukum, ukuran hukum, dan akibat-akibat hukum.
CHAPTER II : PEMBUATAN HUKUM

Bahan Hukum

Pembentukan Hukum

Struktur Hukum
CHAPTER II : PEMBUATAN HUKUM

Tahap Inisiasi / Gagasan

Bahan Hukum Tahap sosio-politis

Tahap yuridis
CHAPTER II : PEMBUATAN HUKUM

STRUKTUR PEMBUATAN HUKUM


Eksekutif
(pasal 5 UUD ‘45)

Legislatif
INSTITUSI NEGARA
(Pasal 20 UUD ‘45)

Yudikatif
CHAPTER II : PEMBUATAN HUKUM

Pandangan Montesquieu tentang hukum yang baik ( dalam L’Esprit des


Lois) :

1. Bahasa hendaknya padat dan sederhana. Kalimat-kalimat yang muluk dan retorik hanya
merupakan hal yang berlebihan dan menyesatkan.
2. Istilah yang dipilih, hendaknya sedapat mungkin bersifat mutlak dan tidak relatif,
sehingga mempersempit kemungkinan untuk adanya perbedaan pendapat.
3. Hendaknya membatasi diri pada hal-hal yang aktual, menghindari penggunaan
perumpamaan atau bersifat hipotesis.
4. Hendaknya jangan rumit, sebab dibuat untuk masyarakat secara umum. Harus bisa
dipahami oleh masyarakat secara umum.
5. Janganlah maslah pokok yang dikemukakan dikaburkan oleh penggunaan perkecualian,
pembatasan atau modifikasi, kecuali memang sangat diperlukan.
6. Jangan brupa penalaran.
7. Memuat rasa keadilan dan harus dipikirkan secara matang.
CHAPTER II : PELAKSANAAN HUKUM

Hukum Publik meliputi


Hukum Publik Hukum Pidana
Hukum Tata Negara
Hukum Adminstrasi Negara
Hukum Hukum Pajak

Hukum Privat Hukum Privat, meliputi


Hukum Perdata
Hukum Dagang
Hukum Adat
KEKUASAAN KEHAKIMAN DALAM UUD 1945

Pasal 24 UUD 1945:


Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan
berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik
Indonesia.
(=Pasal 1 UU 48 Tahun 2009)
PENYELENGGARAAN KEKUASAAN KEHAKIMAN
• Mahkamah Agung
• Badan peradilan di bawahnya:
• peradilan umum
• peradilan agama
• peradilan militer
• peradilan tata usaha negara

• Mahkamah Konstitusi
MAHKAMAH AGUNG
• Merupakan pengadilan negara tertinggi dari keempat lingkungan peradilan
• Kewenangan:
• mengadili pada tingkat kasasi terhadap putusan yang diberikan pada tingkat terakhir oleh
semua pengadilan di semua lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah
agung;
• menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-
undang; dan
• kewenangan lainnya yang diberikan undang-undang.

• Pernyataan tidak berlaku peraturan perundang-undangan sebagai hasil pengujian


dapat diambil baik dalam pemeriksaan tingkat kasasi maupun berdasarkan
permohonan langsung kepada Mahkamah Agung.
• Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi atas perbuatan pengadilan dalam
lingkungan peradilan yang berada di bawahnya berdasarkan ketentuan undangundang.
MAHKAMAH KONSTITUSI
• Berwenang mengadili pada tingkat pertama dan • Mahkamah Konstitusi memberikan putusan atas
terakhir yang putusannya bersifat final untuk: pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil
1. menguji undang-undang terhadap Undang-
Presiden diduga telah melakukan pelanggaran
Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945; hukum:

2. memutus sengketa kewenangan lembaga 1. penghianatan terhadap negara,


negara yang kewenangannya diberikan oleh 2. korupsi,
Undang-Undang Negara Republik Indonesia 3. penyuapan,
Tahun 1945;
4. tindak pidana berat lainnya atau
3. memutus pembubaran partai politik; dan
5. perbuatan tercela, dan/atau
4. memutus perselisihan tentang hasil pemilihan
umum. 6. tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden
dan/atau Wakil Presiden.
4 LINGKUNGAN PERADILAN

• Peradilan umum
• Peradilan agama
• Peradilan militer
• Peradilan tata usaha negara
PERADILAN
UMUM
UU NO. 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM

UU NOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UU NO. 2


TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM
PELAKSANA KEKUASAAN
PENGERTIAN KEHAKIMAN PERADILAN UMUM:
• Pengadilan Negeri:
• Peradilan umum adalah salah satu pelaku • Pengadilan Tingkat Pertama
kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari • Kedudukan di Kota atau Kabupaten,
keadilan pada umumnya. • Wilayah hukum: kota dan kabupaten

• Pengadilan Tinggi:
• Pengadilan Tingkat Banding
• Kedudukan di ibu kota propinsi
• Wilayah: provinsi

• Mahkamah Agung
• Pengadilan tertinggi: kasasi
KEKUASAAN DAN KEWENANGAN
PERADILAN UMUM
• Pengadilan umum: memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara
pidana dan perdata di tingkat pertama
• Pengadilan tinggi:
• mengadili perkara pidana dan perdata di tingkat banding
• Pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antar pengadilan
negeri di daerah hukumnya
PERADILAN AGAMA
UU NO. 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA

UU NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UU NO. 7


TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA
PELAKSANA KEKUASAAN
PENGERTIAN KEHAKIMAN PERADILAN AGAMA:
• Pengadilan Agama:
• Peradilan Agama adalah peradilan bagi • Pengadilan Agama Tingkat Pertama
orang-orang yang beragama Islam • Kedudukan di Kota atau Kabupaten,
• Peradilan Agama merupakan salah satu • Wilayah hukum: kota dan kabupaten
pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat • Pengadilan Tinggi Agama
pencari keadilan yang beragama Islam
• Pengadilan Tingkat Banding
mengenai perkara perdata tertentu yang
• Kedudukan di ibu kota provinsi
diatur dalam Undang-undang ini
• Wilayah: provinsi

• Mahkamah Agung
• Pengadilan tertinggi: kasasi
KEKUASAAN DAN KEWENANGAN
PERADILAN AGAMA
• Pengadilan agama: memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara di tingkat
pertama antara orang yang beragama Islam di bidang:

a. perkawinan; b. waris; c. wasiat; d. hibah; e. wakaf; f. zakat; g.


infaq; h. shadaqah; dan i. ekonomi syari'ah.
• Dalam sengketa hak milik, objek sengketa harus diputus lebih dahulu dalam
lingkungan peradilan umum
• Memberikan kesaksian rukyat hilal dalam penentuan awal bulan tahun hijriyah
PERADILAN
MILITER
UU NO. 31 TAHUN 1997 TENTANG PERADILAN MILITER
PENGERTIAN DAN KEDUDUKAN
• Peradilan militer merupakan pelaksana kekuasaan kehakiman di
lingkungan Angkatan Bersenjata untuk menegakkan hukum dan
keadilan dengan memperhatikan kepentingan penyelenggaraan
pertahanan keamanan negara.
• Pengadilan militer adalah badan yang melaksanakan kekuasaan
kehakiman di lingkungan peradilan militer yang meliputi:
• Pengadilan Militer,
• Pengadilan Militer Tinggi,
• Pengadilan Militer Utama, dan
• Pengadilan Militer Pertempuran.
KEKUASAAN PERADILAN MILITER
• Pengadilan Militer: • Pengadilan Militer Utama:
• Pengadilan tingkat pertama perkara pidana • Kedudukan: ibu kota negara
• Terdakwa berpangkat kapten ke bawah • daerah hukum: seluruh wilayah Indonesia
• Pengadilan MiliterTinggi • memeriksa dan memutus pada tingkat banding
• Pengadilan militer tinggi tingkat pertama perkara pidana perkara pidana dan sengketa Tata Usaha
• Terdakwa berpangkat mayor ke atas
Angkatan Bersenjata yangdiputus pada tingkat
pertama oleh Pengadilan Militer Tinggi yang
• Ditentukan harus diadili oleh pengadilan militer tinggi
dimintakan banding
Sengketa tata usaha Angkatan Bersenjata
• Pengadilan militer tingkat banding yang telah diputus • Pengadilan Militer Pertempuran
pengadilan militer dalam daerah hukumnya yang • Bersifat mobil mengikuti gerakan pasukan dan
dimintakan banding berkedudukan serta berdaerah hukum di daerah
• Sengketa kewenangan antar pengadilan militer pertempuran
• memeriksa dan memutus pada tingkat pertama
dan terakhir perkara pidana
PERADILAN TATA USAHA
NEGARA
Undang-undang No. 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara
Undang-undang No. 9 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 5 Tahun 1986
Tentang Peradilan Tata Usaha Negara
Undang-undang No. 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang No. 5
Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara
PELAKSANA KEKUASAAN
PENGERTIAN KEHAKIMAN PTUN:
• Tata Usaha Negara adalah Administrasi • Pengadilan Tata Usaha Negara,
Negara yang melaksanakan fungsi untuk • kedudukan dan wilayah hukum di kota/kab,
menyelenggarakan urusan pemerintahan • peradilan tingkat pertama
baik di pusat maupun di daerah
• Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara,
• Peradilan Tata Usaha Negara adalah salah • kedudukan dan wilayah hukum propinsi,
satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi • peradilan tingkat banding
rakyat pencari keadilan terhadap sengketa
• Mahkamah Agung sebagai pengadilan negara tertinggi
Tata Usaha Negara.
CHAPTER 1I : NILAI YANG HIDUP DI DALAM MASYARAKAT

A. PENGERTIAN ETIKA
Kata etika yang secara etimologis dari kata yunani ethos secra harfiah berarti adat
kebiasaan. Watak atau kelakuan manusia. Dalam KBBI, etika diartikan sebagai ilmu tentang
apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). Etika
merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-
pandangan moral. Etika adalah ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita
mengikuti suatu ajaran tertentu atau bagaimana bersikap dan bertanggung jawab dengan
berbagai ajaran moral. Etika sebagai filsafat moral adalah salah satu cabang ilmu yang
secara filsafat secara khusus mengkaji perilaku manusia dari segi baik buruknya atau benar
salahnya.
ETIKA DIBAGI MENJADI DUA YAITU, ETIKA UMUM DAN ETIKA KHUSUS.

 Etika Umum adalah etikayang menyajikan beberapa pengertia dasar dan pengkaji
beberapa permasalahan pokok dalam filsafat moral.
 Etika Khusus adalah etika yang membahas tentang beberapa permasalahan moral
dalam bidang khusus
Etika khusus dibagi menjadi dua yaitu Etika Individual dan Etika Sosial.
• Etika Individual membahas kewajiban manusia terhadap dirinya sendiri dan
dengan kepercayaan agama yang dianutnya serta kewajiban dan tanggung
jawabnya terhadap Tuhannya.
• Etika Sosial membahas norma-norma sosial yaang harus dipatuhi dalam
hubungannya dengan manusia, masyarakat, bangsa dan negara.
CHAPTER 1I : NILAI YANG HIDUP DI DALAM MASYARAKAT
B. PENGERTIAN NILAI, NORMA DAN MORAL
1. Pengertian Nilai
Nilai (value) adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk
memuaskan manusia. Nilai bersumber pada budi yang berfungsi mendorong dan
mengarahkan sikap dan perilaku manusia. Nilai berperan sebagai pedoman menentukan
kehidupan manusia. Nilai manusia berada pada hati nurani, kata hati dan pikiran sebagai
suatu keyakinan dan kepercayaan yang bersumber pada berbagai sistem nilai.
2. Pengertian Norma
Norma adalah perwujudan maratabat manusia sebagai makhaluk budaya, moral, religi, dan
sosial. Norma merupakan kesadaran dan sikap luhur yang dikehendaki oleh tata nilai untuk
dipatuhi. Oleh karena itu norma dalam perwujudannya norma agama, norma filsafat, norma
kesusilaan, norma hukum, dan norma sosial. Norma memiliki kekuatan untuk dipatuhi
karena adanya sanksi.
Pengertian Nilai

Nilai (Value) adalah harga, makna, isi dan pesan, semangat,


atau jiwa yang tersurat dan tersirat dalam fakta, konsep, dan
Teori sehingga bermakna secara fungsional (Djahiri, 1999)
Pengertian Norma

Norma adalah aturan yang berisi rambu-rambu yang


menggambarkan ukuran tertentu yang di dalamnya
terkandung nilai benar/salah.

Norma juga bisa diartikan sebagai kaidah atau petunjuk hidup


yang digunakan untuk mengatur perilaku manusia dalam
kehidupan bermasyarakat maupun bernegara
CHAPTER 1I : NILAI YANG HIDUP DI DALAM MASYARAKAT
Lanjutan...

Norma-norma yang terdapat dalam masyarakat antara lain :

 Norma agama : adalah ketentuan hidup masyarakat yang bersumber pada agama.

 Norma kesusilaan :adalah ketentuan hidup yang bersumber pada hati nuarani, moral atau filsafat hidup.

 Norma hukum : adalah ketentuan-ketentuan tertulis yang berlaku dan bersumber pada UU suatu Negara
tertentu.

 Norma sosial : adalah ketentuan hidup yang berlaku dalam hubungan antara manusia dalam masyarakat.

3. Pengertian Moral
Moral berasal dari kata mos (mores) yang sinonim dengan kesusilaan dan kelakuan. Moral adalah ajaran tentaang
hal yang baik dan buruk, yang menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia. Seorang pribadi yang taat kepada
aturan masyarakatnya, dianggap sesuai dan bertindak secara moral. Jika sebaliknya yang terjadi maka pribadi itu
dianggap tidak bermoral.
CHAPTER 1I : NILAI YANG HIDUP DI DALAM MASYARAKAT

C. NILAI DASAR, NILAI INSTRUMENTAL DAN NILAI PRAKTIS


1. Nilai dasar
Setiap manusia memiliki nilai dasar yaitu berupa hakikat, esensi, intisari atau makna yang dalam dari
nilai-nilai tersebut. Nilai dasar bersifat universal karena menyangkut kenyataan objek dari segala sesuatu.
Apabila nilai dasar itu berkaitan dengan hakikat Tuhan maka nilai dasar itu bersifat mutlak karena Tuhan
adalah kausa prima (penyebab pertama). Nilai dasar yang berkaitan dengan hakikat manusia maka nilai-
nilai itu harus bersumber pada hakikat kemanusiaan yang dijabarkan dalam norma hukum yang
diistilahkan dengan hak asasi manusia. Dan apabila nilai dasar berdasarkan kepada hakikat suatu benda
maka nilai dasar itu juga dapat disebut sebagai norma yang direalisasikan dalam kehidupan yang praktis.
Nilai dasar yang menjadi sumber etika bagi bangsa indonesia adalah nilai-nilai yang terkandung dalam
pancasila.
CHAPTER 1I : NILAI YANG HIDUP DI DALAM MASYARAKAT

2. Nilai Instrumental
Nilai Instrumental adalah nilai yang menjadi pedoman pelaksnaan nilai dasar. Nilai dasar belum dapat bermakna
sepenuhnya apabila belum memiliki formulasi serta parameter atau ukuran yang jelas dan konkrit. Apabila nilai
instrumental itu berkaitan dengan tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari maka itu akan menjadi nilai
moral. Namun apabila nilai instrumental itu berkitan dengan suatu organisasi atau Negara, maka nilai instrumental itu
merupakan suatu arahan, kebijakan, atau strategi yang bersumber pada nilai dasar sehingga dapat juga dikatakan
bahwa nilai instrumental itu merupakan suatu eksplisitasi dari nilai dasar.
3. Nilai Praktis
Nilai praktis merupakan penjabaran lebih lanjut dari nilai instrumental dalam kehidupan yang lebih nyata dengan
demikian, nilai praktis merupakan pelaksanaan secara nyata dari nilai-nilai dasar dan nilai-nilai instrumental
CHAPTER 1I : NILAI YANG HIDUP DI DALAM MASYARAKAT

D. HUBUNGAN NILAI, NORMA DAN MORAL


Keterkaitan nilai, norma dan moral merupakan suatu kenyataan yang seharusnya tetap
terpelihara disetiap waktu pada hidup dan kehidupan manusia. Keterkaitan itu mutlak
digarisbawahi bila seorang individu, masyarakat, bangsa dan Negara menghendaki fondasi
yang kuat tumbuh dan berkembang.
Sebagaimana tersebut diatas maka nilai akan berguna menuntun sikap dan tingkah laku
manusia bila dikonkrtkan dan diformulasikan menjadi lebih objektif sehingga memudahkan
manusia untuk menjabarkannya dalam aktivitas sehari-hari. Dalam kaitannya dengana moral
maka aktivitas manusia turunan dari nilai dan norma akan memperoleh integritas dan
martabat manusia.
CHAPTER 1II : PERUBAHAN SOSIAL

PENGERTIAN

 Kingsley Davis : Perubahan sosial merupakan perubahan-perubahan yang terjadi dalam struktur
dan fungsi masyarakat. Menurutnya, timbulnya pengorganisasian buruh dalam masyarakat kapitalis
telah menyebabkan perubahan dalam hubungan-hubungan antara buruh dengan majikan, dan
seterusnya menyebabkan perubahan-perubahan dalam organisasi ekonomi dan politik.

 John Lewis Gillin dan John Philip Gillin : Perubahan sosial adalah suatu variasi dari cara hidup
yang diterima, akibat adanya perubahan kondisi geografis, kebudayaan material, komposisi
penduduk, ideologi, maupun karena adanya difusi dan penemuan baru dalam masyarakat.

 Robert M MacIver : Perubahan-perubahan sosial sebagai perubahan-perubahan dalam hubungan


sosial ( social relationships) atau sebagai perubahan terhadap keseimbangan ( equilibrium )
hubungan sosial
CHAPTER 1II : PERUBAHAN SOSIAL

PENGERTIAN

 Selo Soemarjan : Perubahan sosial adalah perubahan pada lembaga-lembaga


kemasyarakatan dalam suatu masyarakat yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk
di dalamnya nilai, sikap dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam
masyarakat.

 William F. Ogburn : Perubahan sosial menekankan pada kondisi teknologis yang


menyebabkan terjadinya perubahan pada aspek-aspek kehidupan sosial, seperti kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat berpengaruh terhadap pola berpikir
masyarakat..
CHAPTER 1II : TEORI PERUBAHAN SOSIAL

Teori Evolusi

Teori Siklus

Teori Fungsionalis

Teori Konflik
CHAPTER 1II : TEORI EVOLUSI (EVOLUTIONARY THEORY)

Unilinear Theories of Evolution


Teori ini berpendapat bahwa manusia dan masyarakat termasuk kebudayaannya akan mengalami perkembangan
sesuai dengan tahapan-tahapan tertentu dari bentuk yang sederhana ke bentuk yang kompleks dan akhirnya
sempurna (Auguste Comte dan Herbert Spencer)

Universal Theories of Evolution


Teori ini menyatakan bahwa perkembangan masyarakat tidak perlu melalui tahap-tahap tertentu yang tetap.
Kebudayaan manusia telah mengikuti suatu garis evolusi tertentu. Menurut Herbert Spencer, prinsip teori ini adalah
bahwa masyarakat merupakan hasil perkembangan dari kelompok homogen menjadi kelompok yang heterogen.

Multilined Theories of Evolution


Teori ini lebih menekankan pada penelitian terhadap tahap tahap perkembangan tertentu dalam evolusi masyarakat.
Misalnya mengadakan penelitian tentang perubahan sistem mata pencaharian dari sistem berburu ke sistem
pertanian menetap dengan menggunakan pemupukan dan pengairan.
CHAPTER 1II : TEORI EVOLUSI (EVOLUTIONARY THEORY)

James M. Pandangan teori unilinier mengamsusikan bahwa semua masyarakat


Henslin mengikuti jalur evolusi yang sama. Setiap masyarakat berasal dari
bentuk yang sederhana ke bentuk yang lebih kompleks ( sempurna ),
dan masing-masing melewati proses perkembangan yang seragam. Salah
Teori Teori satu dari teori ini yang pernah mendoninasi pemikiran Barat adalah teori
unilinier multilinier evolusi dari Lewis Morgan, yang menyatakan bahwa semua masyarakat
berkembang melalui tiga tahap: kebuasan, barbarisme, dan peradaban

Inti teori evolusi, baik yang unilinier maupun Pandangan teori multilinier menggantikan teori unilinier dengan tidak
multilinier, ialah asumsi mengenai kemajuan mengamsusikan bahwa semua masyarakat mengikuti urutan yang sama,
budaya, di mana kebudayaan Barat dianggap artinya meskipun jalurnya mengarah ke industrialisasi, masyarakat tidak
sebagai tahap kebudayaan yang maju dan superior / perlu melewati urutan tahapan yang sama seperti masyarakat yang lain
sempurna.
CHAPTER 1II : TEORI SIKLUS (CYCLICAL THEORY)

Menurut teori ini kebangkitan dan kemunduran suatu kebudayaan atau kehidupan sosial merupakan
hal yang wajar dan tidak dapat dihindari.

Teori
Teori Pitirim Teori Arnold
Oswald
A. Sorokin Toynbee
Spengler
(1889-1968) (1889-1975)
(1880-1936)
CHAPTER 1II : TEORI SIKLUS (CYCLICAL THEORY)

Setiap peradaban besar mengalami proses pentahapan kelahiran,


pertumbuhan, dan keruntuhan. Oswald Spengler terkenal dengan
Teori karyanya “The Decline of the West” / Keruntuhan Dunia Barat
Oswald
Spengler
(1880- Menurut teori ini, pertumbuhan manusia mengalami empat tahapan,
1936) yaitu anak-anak, remaja, dewasa, dan tua. Pentahapan tersebut oleh
Spengler digunakan untuk menjelaskan perkembangan masyarakat,
bahwa setiap peradaban besar mengalami proses kelahiran,
pertumbuhan, dan keruntuhan. Proses siklus ini memakan waktu sekitar
seribu tahun.
CHAPTER 1II : TEORI SIKLUS (CYCLICAL THEORY)

Berpandangan bahwa semua peradaban besar berada dalam siklus


tiga sistem kebudayaan yang berputar tanpa akhir, yang meliputi :
Teori
Pitirim A. a. kebudayaan ideasional ( ideational cultural) yang didasari oleh
Sorokin nilai-nilai dan kepercayaan terhadap unsur adikodrati ( super
(1889-1968) natural );
b. kebudayaan idealistis (idealistic culture) di mana kepercayaan
terhadap unsur adikodrati dan rasionalitas yang berdasarkan
fakta bergabung dalam menciptakan masyarakat ideal; dan
c. kebudayaan sensasi ( sensate culture) di mana sensasi
merupakan tolok ukur dari kenyataan dan tujuan hidup
CHAPTER 1II : TEORI SIKLUS (CYCLICAL THEORY)

Bahwa peradaban besar berada dalam siklus kelahiran,


Teori pertumbuhan, keruntuhan, dan kematian. Menurutnya
Arnold
Toynbee peradaban besar muncul untuk menjawab tantangan tertentu,
(1889-1975) tetapi semuanya telah punah kecuali peradaban Barat, yang
dewasa ini juga tengah beralih menuju ke tahap kepunahannya.
CHAPTER 1II : TEORI FUNGSIONALIS (FUNCTIONALIST THEORY)

Penganut teori ini memandang setiap elemen masyarakat memberikan fungsi terhadap elemen
masyarakat lainnya. Perubahan yang muncul di suatu bagian masyarakat akan menimbulkan
perubahan pada bagian yang lain pula. Perubahan dianggap mengacaukan keseimbangan
masyarakat. Proses pengacauan itu berhenti pada saat perubahan tersebut telah diintegrasikan ke
dalam kebudayaan ( menjadi cara hidup masyarakat)

menurut teori ini unsur kebudayaan baru yang memiliki fungsi bagi masyarakat akan diterima,
sebaliknya yang disfungsional akan ditolak
CHAPTER 1II : TEORI FUNGSIONALIS (FUNCTIONALIST THEORY)

Pandangan Teori Fungsionalis adalah sebagai berikut:

Setiap masyarakat relatif bersifat stabil.

Setiap komponen masyarakat biasanya menunjang kestabilan


masyarakat.

Setiap masyarakat biasanya relatif terintegrasi

Kestabilan sosial sangat tergantung pada kesepakatan bersama


(konsensus) di kalangan anggota kelompok masyarakat.
CHAPTER 1II : TEORI KONFLIK (CONFLICT THEORY)

 Menurut pengikut teori ini, yang konstan ( tetap terjadi ) dalam kehidupan masyarakat adalah konflik sosial,
bukannya perubahan. Perubahan hanyalah merupakan akibat dari adanya konflik dalam masyarakat, yakni
terjadinya pertentangan antara kelas kelompok penguasa dan kelas kelompok tertindas.

 Oleh karena konflik sosial berlangsung secara terus menerus, maka perubahanpun juga demikian adanya.

 Menurut Karl Marx, konflik kelas sosial merupakan sumber yang paling penting dan berpengaruh dalam semua
perubahan sosial. Perubahan akan menciptakan kelompok dan kelas sosial baru. Konflik antar kelompok dan
kelas sosial baru tersebut akan melahirkan perubahan berikutnya.

 Menurutnya, konflik paling tajam akan terjadi antara kelas Proletariat (buruh yang digaji) dengan kelas Borjuis
(kapitalis/pemilik industri) yang diakhiri oleh kemenangan kelas proletariat, sehingga terciptalah masyarakat
tanpa kelas (PB Horton dan CL. Hunt,1992)

 Namun asumsi Marx terhadap terciptanya masyarakat tanpa kelas tersebut sampai saat ini tidak terbukti. Artinya
kehidupan masyarakat tetap diwarnai adanya perbedaan kelas sosial
CHAPTER 1II : TEORI KONFLIK (CONFLICT THEORY)

Pandangan Teori Konflik lebih menitikberatkan pada hal berikut ini:

• Setiap masyarakat terus-menerus berubah

• Setiap komponen masyarakat biasanya menunjang perubahan


masyarakat
• Setiap masyarakat biasanya berada dalam ketegangan dan
konflik.
• Kestabilan sosial akan tergantung pada tekanan terhadap
golongan yang satu oleh golongan yang lainnya.
CHAPTER 1II : BENTUK BENTUK PERUBAHAN SOSIAL

Di dalam kehidupan masyarakat dapat kita jumpai berbagai bentuk perubahan sosial yang dapat
digambarkan sebagai berikut:
( Henslin, 2007; PB Horton dan CL Hunt, 1992; Soerjono Soekanto, 2000 )

1) Perubahan Sosial secara Lambat


Perubahan sosial secara lambat dikenal dengan istilah evolusi, merupakan perubahan-
perubahan yang memerlukan waktu lama, dan rentetan-rentetan perubahan kecil yang saling
mengikuti. Ciri perubahan secara evolusi ini seakan perubahan itu tidak terjadi di
masyarakat, berlangsung secara lambat dan umumnya tidak mengakibatkan disintegrasi
kehidupan.

Perubahan secara lambat terjadi karena masyarakat berusaha menyesuaikan diri dengan
keperluan, keadaan dan kondisi baru yang timbul sejalan dengan pertumbuhan masyarakat.
Oleh sebab itu perubahan yang terjadi melalui evolusi terjadi dengan sendirinya secara
alami, tanpa rencana atau kehendak tertentu.
CHAPTER 1II : BENTUK BENTUK PERUBAHAN SOSIAL

Di dalam kehidupan masyarakat dapat kita jumpai berbagai bentuk perubahan sosial yang dapat
digambarkan sebagai berikut:
( Henslin, 2007; PB Horton dan CL Hunt, 1992; Soerjono Soekanto, 2000 )

1) Perubahan Sosial secara Lambat


Perubahan sosial secara lambat dikenal dengan istilah evolusi, merupakan perubahan-
perubahan yang memerlukan waktu lama, dan rentetan-rentetan perubahan kecil yang saling
mengikuti. Ciri perubahan secara evolusi ini seakan perubahan itu tidak terjadi di
masyarakat, berlangsung secara lambat dan umumnya tidak mengakibatkan disintegrasi
kehidupan.

Perubahan secara lambat terjadi karena masyarakat berusaha menyesuaikan diri dengan
keperluan, keadaan dan kondisi baru yang timbul sejalan dengan pertumbuhan masyarakat.
Oleh sebab itu perubahan yang terjadi melalui evolusi terjadi dengan sendirinya secara
alami, tanpa rencana atau kehendak tertentu.
CHAPTER 1II : BENTUK BENTUK PERUBAHAN SOSIAL
2) Perubahan Sosial secara Cepat
Perubahan sosial yang berjalan cepat disebut revolusi. Selain terjadi secara cepat, juga
menyangkut hal-hal yang mendasar bagi kehidupan masyarakat serta lembaga-lembaga
kemasyarakatan, dan sering menimbulkan disintegrasi dalam kehidupan sosial, ekonomi
dan politik.

3) Perubahan Sosial Kecil


Perubahan sosial kecil merupakan perubahan yang terjadi pada unsur-unsur struktur sosial
yang tidak membawa pengaruh langsung / berarti bagi masyarakat karena tdak berpengaruh
terhadap berbagai aspek kehidupan dan lembaga kemasyarakatan.

4) Perubahan Sosial Besar


Perubahan sosial besar merupakan perubahan yang dapat membawa pengaruh besar dalam
berbagai aspek kehidupan serta menimbulkan perubahan pada lembaga kemasyarakatan
seperti yang terjadi pada masyarakat yang mengalami proses modernisasi - industrialisasi.
CHAPTER 1II : BENTUK BENTUK PERUBAHAN SOSIAL
5) Perubahan Sosial yang Direncanakan ( Dikehendaki )
Perubahan Sosial yang dikehendaki atau direncanakan merupakan perubahan yang diperkirakan atau direncanakan terlebih
dahulu oleh pihak-pihak yang akan mengadakan perubahan di dalam masyarakat. Pihak-pihak yang menghendaki perubahan
dinamakan Agent of change ( agen perubahan), yaitu seseorang atau sekelompok orang yang telah mendapat kepercayaan
masyarakat sebagai pemimpin dari satu atau lebih lembaga - lembaga kemasyarakatan, serta memimpin masyarakat dalam
mengubah sistem sosial.

Suatu perubahan yang dikehendaki atau yang direncanakan selalu berada di bawah pengendalian serta pengawasan Agent of
change tersebut. Cara-cara mempengaruhi masyarakat dengan sistem yang teratur dan direncanakan terlebih dahulu dinamakan
rekayasa sosial ( sosial engineering) atau yang biasa disebut sebagai perencanaan sosial.

6. Perubahan Sosial yang Tidak Direncanakan ( Tidak Dikehendaki )


Perubahan sosial yang tidak direncanakan ( tidak dikehendaki) merupakan perubahan yang berlangsung tanpa direncanakan /
dikehendaki oleh masyarakat dan di luar jangkauan pengawasan masyarakat.

Konsep perubahan yang dikehendaki dan tidak dikehendaki tidak mencakup pengertian apakah perubahan-perubahan tadi
diharapkan atau tidak diharapkan oleh masyarakat. Karena bisa terjadi, perubahan yang tidak direncanakan/tidak dikehendaki
ternyata diharapkan dan diterima oleh masyarakat, seperti reformasi yang terjadi di Indonesia.
FAKTOR - FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA PERUBAHAN SOSIAL

Penyebab
Penyebab
perubahan yang
perubahan yang
bersumber dari
bersumber dari
luar
dalam ( internal
( eksternal )
) masyarakat
masyarakat
FAKTOR - FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA PERUBAHAN SOSIAL

Pertambahan dan
pengurangan penduduk

Penyebab Penemuan-penemuan baru


perubahan yang
bersumber dari
dalam (internal)
masyarakat Pertentangan (konflik)

Terjadinya pemberontakan
atau Revolusi
FAKTOR - FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA PERUBAHAN SOSIAL

Lingkungan alam
fisik
Penyebab
perubahan yang
bersumber dari Peperangan
luar (eksternal)
masyarakat

Pengaruh
kebudayaan
masyarakat lain
FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI JALANNYA PROSES PERUBAHAN SOSIAL

Faktor
Faktor
Penghalan
Pendorong
g
FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI JALANNYA PROSES PERUBAHAN SOSIAL

Kontak dengan kebudayaan lain

Sistem Pendidikan Formal yang Maju

Sikap menghargai Hasil Karya Seseorang dan keinginan untuk maju

Faktor Toleransi terhadap perbuatan menyimpang yang bukan merupakan


delik ( pelanggaran hukum )

Pendorong Sistem Pelapisan Masyarakat ( Stratifikasi Sosial ) yang terbuka

Penduduk yang Heterogen

Ketidakpuasan masyarakat terhadap berbagai bidang kehidupan

Orientasi masa depan

Pandangan bahwa manusia harus senantiasa memperbaiki hidupnya


FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI JALANNYA PROSES PERUBAHAN SOSIAL

Kurangnya hubungan dengan masyarakat lain

Perkembangan Ilmu Pengetahuan yang terlambat.

Sikap masyarakat yang sangat tradisional

Faktor Adanya kepentingan-kepentingan yang telah tertanam dengan kuat atau


vested interests
Penghamba Rasa takut akan terjadinya kegoyahan pada integrasi kebudayaan
t
Prasangka terhadap hal-hal baru ( asing ) atau sikap yang tertutup

Hambatan-hambatan yang bersifat Ideologis

Adat atau Kebiasaan dalam Masyarakat

Nilai bahwa Hidup itu pada hakekatnya buruk dan tidak mungkin
diperbaiki
DAMPAK PERUBAHAN SOSIAL

+ -
DAMPAK PERUBAHAN SOSIAL

 Integrasi Sosial Dalam perubahan sosial di masyarakat, perlu diikuti adanya

+ penyesuaian baik unsur masyarakat maupun unsur baru. Hal ini sering disebut
sebagai integrasi sosial. Unsur yang saling berbeda dapat saling menyesuaikan diri.
Indonesia yang terdiri dari beranekaragam suku bangsa dan budayanya, diharapkan
semua unsur/ komponen bangsa dapat menyesuaikan diri. Oleh karena itu akan
terciptakan integrasi sosial atau integrasi nasional Indonesia. Contoh dengan
diroklamasikan negara Repblik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, maka terjadi
integrasi sosial untuk seluruh bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku
bangsa yang hidup dan bertempat tinggal di pulau-pulau diseluruh Indonesia.

 Berkembang nilai-nilai yang lebih bermakna dalam hidup. Untuk kemudahan


hidup bersama, pemahaman untuk saling menghormati, menghargai prestasi dan
karya orang lain, bahkan akan terjadi sharing hidup dan saling memberi dan
menerima, sehingga hubungan sosialnya interdependensi.
DAMPAK PERUBAHAN SOSIAL

- Anomie
Anomie adalah keadaan kritis dalam masyarakat akibat
perubahan sosial dimana norma/ nilai lama memudar,
namun norma/ nilai baru yang akan menggantikan
belum terbentuk

Disintegras Mestizo Mestizo culture atau kebudayaan campuran merupakan


proses percampuran unsur kebudayaan yang satu dengan
i Sosial Culture unsur kebudayaan lain yang memiliki warna dan sifat
yang berbeda

Cultural Menurut William F. Ogburn dikemukakan sebagai


perbedaan taraf kemajuan antara berbagai bagian dalam
Lag kebudayaan, atau ketertinggalan antara unsur
kebudayaan material dengan non material
DAMPAK PERUBAHAN SOSIAL

Adapun gejala yang menyebabkan terjadinya disintegrasi sosial adalah:


a) Tidak ada persepsi atau persamaan pandangan di antara anggota masyarakat mengenai
norma yang semula dijadikan pegangan oleh anggota masyarakat.
b) Norma-norma masyarakat tidak berfungsi dengan baik sebagai alat untuk mencapai
tujuan masyarakat.
c) Timbul pertentangan norma-norma dalam masyarakat, sehingga menimbulkan
kebingungan bagi anggota masyarakat itu sendiri.
d) Tidak ada tindakan sanksi yang tepat bagi pelanggar norma.
e) Tindakan dalam masyarakat sudah tidak sesuai lagi dengan norma masyarakat.
f) Interaksi sosial yang terjadi ditandai dengan proses yang bersifat disosiatif.
DAMPAK PERUBAHAN SOSIAL

Adapun bentuk disintegrasi sebagai akibat terjadinya perubahan sosial yang dapat dijumpai
di Indonesia cukup kompleks.
a) Pergolakan di Daerah
Pergolakan daerah adalah peristiwa disintegrasi yang mempermasalahkan isu lokal/ daerah. Pergolakan dapat berupa tuntutan
sekelompok massa kepada kelompok lain termasuk the rulling class (penguasa). Dari bentuk disintegrasi ini kita dapat
mengambil pelajaran untuk lebih berhati-hati dalam melangkah terutama menyangkut hal mendasar dan melibatkan
masyarakat luas
b) Aksi protes dan demonstrasi
Aksi protes dapat diartikan gerakan yang dilakukan secara perorangan atau bersama untuk menyampaikan pernyataan tidak
setuju yang oleh sebagian besar orang biasanya dilancarkan melalui kecaman pedas. Demonstrasi adalah tindakan
sekelompok orang secara bersama-sama untuk menunjukkan rasa ketidakpuasan yang pada umumnya menyangkut bidang
ekonomi, sosial dan politik.
DAMPAK PERUBAHAN SOSIAL
Aksi protes dan demonstrasi dapat membawa pengaruh:

a) Negatif
Pengaruh negatif akan timbul apabila aksi dilakukan dengan merusak fasilitas umum, mengganggu ketertiban
umum, peledakan bom, tidak terkendali dan tidak terarah, akan berakibat merugikan masyarakat umum.

b) Positif
Pengaruh positif akan timbul jika aksi dilakukan secara terkendali dan terarah, tuntutan disampaikan melalui
legislatif/ wakil rakyat atau langsung kepada penguasa melalui nomor kotak pos atau nomor ponsel yang
terbuka bagi masyarakat umum. Misal kotak pos 5000 dan 777 Jakarta pada masa orde baru.

c) Kriminalitas
Tindak kejahatan adalah tingkah laku anggota masyarakat yang melanggar norma hukum dan norma sosial.
Secara yuridis, tindak kejahatan diartikan sebagai bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral dan
kemanusiaan, merugikan masyarakat, dan melanggar ketentuan hukum. Ditinjau secara sosiologis, kejahatan
adalah setiap bentuk ucapan, perbuatan, dan tingkah laku yang secara ekonomi, politik, sosial, dan psikologis
merugikan kepentingan umum, melanggar norma sosial, dan menyerang keselamatan warga masyarakat.
Tindak kriminal pada dasarnya bukan bawaan sejak lahir, namun bisa dilakukan setiap orang.
DAMPAK PERUBAHAN SOSIAL
Jika ditinjau secara mendalam, Adapun bentuk tindak kejahatan dibedakan atas:
kriminalitas dapat disebabkan adanya a) Blue colour crime atau kejahatan kerah biru
proses-proses berikut: merupakan tindak kejahatan yang dilakukan oleh
a) Persaingan dan pertentangan masyarakat umum yang secara ekonomi dan
kebudayaan. politik tergolong miskin. Mereka yang berbuat
b) Perbedaan ideologi politik. jahat termasuk kelas menengah ke bawah. Tindak
c) Pertentangan masalah agama dan kriminal berkaitan dengan pencurian,
kesenjangan di bidang ekonomi. penjambretan, dans ebagainya. Perbuatan mereka
d) Kepadatan dan komposisi kekayaan. didasari alasan kemiskinan.
e) Perbedaan distribusi kekayaan. b) White colour crime atau kejahatan kerah putih
f) Perbedaan kekayaan dan pendapatan merupakan tindak kejahatan yang dilakukan
individu atau manusia dalam masyarakat lapisan atas (pejabat atau pengusaha)
masyarakat dapat berbuat tindak Tindak kejahatan sangat ditentang masyarakat,
kejahatan atas dorongan media massa karena tindakan itu melanggar norma dan nilai
dan dipelajari dari kelompok kecil yang berlaku dalam masyarakat, terutama norma
yang bersifat intim. hukum. Padahal nilai dan norma merupakan
bagian penting bagi kesinambungan masyarakat
CHAPTER 1II : HUKUM DAN PERUBAHAN SOSIAL

Von Savigny : Hukum tumbuh dan hidup dalam masyarakat

Jeremy Bentham: Hukum dibuat oleh legislatif dan dibuat oleh


hakim

Ehrlich : Hukum tumbuh dan berkembang dalam masyarakat


serta dibuat oleh aparat yang berwenang dan lahir dalam
peradilan.
CHAPTER 1II : HUKUM DAN PERUBAHAN SOSIAL

Hukum dan sistem sosial masyarakat suatu sistem hukum merupakan percerminan
daripada suatu sistem sosial di mana sistem hukum itu merupakan bagiannya

Sifat sistem hukum yang dualistis, pada satu sisi hukum merupakan ketentuan yang
berisi jaminan hak-hak warga, mempertahankan hak-haknya, menjaminan
kesejahteraan. Pada sisi lain, hukum dapat menjadi alat yang ampuh untuk
mengendalikan warga-warga masyarakat oleh penguasa untuk mempertahankan
kedudukan sosial-politik-ekonominya.

Hukum dan nilai-nilai sosial-budaya Hukum sebagai kaidah atau norma sosial,
tidak terlepas dari nilai-nilai yang berlaku dalam suatu masyarakat, dan dapat
dikatakan bahwa hukum merupakan pencerminan dan konkritisasi daripada nilai-
nilai yang ada di masyarakat
CHAPTER 1II : HUKUM DAN PERUBAHAN SOSIAL

Pendapat Klasik dari Emile Durkheim (1855-19170 ) menekankan perhatiannya


pada fenomena solidaritas sosial, tipe solidaritas sosial yaitu :

a) Solidaritas mekanik. Terdapat pada masyarakat yang mempunyai sistem pembagian kerja yang rendah.
Solidaritas mekanik terbentuk karena adanya saling kesamaan anggota masyarakat, terikat satu sama
lain karena kesamaan emosional dan kepercayaan serta adanya komitmen moral. Perbedaan harus
dihindari. Nilai dan norma bersifat umum dan abstrak. Hukum yang berlaku bersifat represif. Hukuman
dilakukan hanya semata-mata agar pelanggar hukum jera dan mendapatkan hukuman yang sebanding
dengan pelanggaranya.

b) Solidaritas organik. Terdapat pada masyarakat yang mempunyai sistem pembagian kerja yang
kompleks. Sangat mungkin terjadi perbedaan, didasarkan pada kesadaran kolektivitas yang kuat.
Masyarakat disatukan oleh saling ketergantungan fungsional. Otonomi individu sangat dihargai karena
masing-masing individu menjalankan fungsi yang berbeda. Hukum lebih bersifat restitutif, maksudnya
hukum diberlakukan hanya semata-mata untuk mengembalikan masyarakat pada kondisi semula.
Hukuman diberikan oleh individu yang memang diberi tugas untuk melakukan kontrol sosial.
CHAPTER 1II : HUKUM DAN PERUBAHAN SOSIAL

Perubahan perubahan sosial dan perubahan perubahan hukum atau sebaliknya tidak
selalu berlangsung bersama sama. Artinya, pada keadaan keadaan tertentu
perkembangan hukum mungkin tertinggaloleh perkembangan unsur-unsur lainnya
dalam masyarakat serta kebudayaannya serta mungkin hal yang sebaliknya yang
terjadi.

Sosial Lag ( suatu keadaan di mana terjadi ketidakseimbangan dalam


perkembangan lembaga-lembaga kemasyarakatan yang mengakibatkan
terjadinya kepincangan-kepincangan) (W.F. Ogburn)
CHAPTER 1II : HUKUM DAN PERUBAHAN SOSIAL

Dua aspek kerja hukum


Dalam hubungannya dengan perubahan-
Perubahan sosial:

Hukum sebagai sarana kontrol sosial


Hukum sebagai sarana social
engineering.
CHAPTER 1II : HUKUM SEBAGAI ALAT MENGUBAH
MASYARAKAT
konsepsi “law as a tool of social engineering” merupakan inti pemikiran dari aliran pragmatic legal
realism.

diartikan, bahwa hukum digunakan sebagai alat oleh agent of change yang merupakan pelopor
perubahan yaitu seseorang atau sekelompok orang yang mendapatkan kepercayaan masyarakat
sebagai pemimpin dari satu atau lebih lembaga-lembaga kemasyarakatan. Pelopor ini melakukan
penekanan untuk mengubah sistem sosial, mempengaruhi masyarakat dengan sistem yang
direncanakan terlebih dahulu disebut social engineering ataupun planning atau sebagai alat rekayasa
sosial.

Law as a tool of social engineering dapat pula diartikan sebagai sarana yang ditujukan untuk
mengubah perilaku warga masyarakat, sesuai dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Sarana tersebut berupa pembentuk hukum, penegak hukum, para pencari keadilan, maupun golongan-
golongan lain dalam masyarakat.
CHAPTER 1II : HUKUM SEBAGAI ALAT KONTROL SOSIAL

Hukum sebagai alat kontrol sosial memberikan arti bahwa ia merupakan sesuatu yang dapat
menetapkan tingkah laku manusia. Tingkah laku ini dapat didefenisikan sebagai sesuatu yang
menyimpang terhadap aturan hukum.

Sebagai akibatnya, hukum dapat memberikan sanksi atau tindakan terhadap si pelanggar. Karena itu,
hukum pun menetapkan sanksi yang harus diterima oleh pelakunya. Ini sekaligus berarti bahwa
hukum mengarahkan agar masyarakat berbuat secara benar menurut aturan sehingga ketentraman
terwujud.

Fungsi ini dapat dijalankan oleh dua pihak:


1. pihak penguasa negara. Fungsi ini dijalankan oleh suatu kekuasaan terpusat yang berwujud
kekuasaan negara yang dilaksanakan oleh the ruling class tertentu. Hukumnya biasanya dalam
bentuk hukum tertulis dan perundang-undangan.
2. masyarakat; fungsi ini dijalankan sendiri oleh masyarakat dari bawah. Hukumnya biasa berbentuk
tidak tertulis atau hukum kebiasaan
CHAPTER 1II : BATAS-BATAS PENGGUNAAN HUKUM

Menentukan tujuan hukum dan perkembangannya tidaklah sulit, sebaliknya yang dianggap
sulit adalah menetapkan apakah anggota-anggota masyarakat itu dapat menerima atau
mengakui tujuan hukum tersebut oleh karena taatnya anggota-anggota masyarakat kepada
hukum dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu :

1) Bahwa tujuan hukum identik dengan tujuan/aspirasi anggota-anggota masyarakat itu


atau dengan kata lain taatnya anggota-anggota masyarakat pada hukum adalah karena
terdapatnya perasaan keadilan dan kebenaran dalam hukum itu sendiri.

2) Karena adanya kekuasaan yang imperative melekat dalam hukum tersebut, dengan
sanksi apabila ada orang yang berani melanggarnya ia akan memperoleh akibat-akibat
hukum yang tidak di ingini.
CHAPTER 1II : BATAS-BATAS PENGGUNAAN HUKUM

Menurut Roscoe Pound batas-batas kemampuan hukum terletak pada hal-hal sebagai
berikut :
1. Hukum pada umumnya hanya mengatur kepentingan-kepentingan para wraga
masyarakat, yang bersifat lahiriyah.
2. Dalam menerapkan sanksi-sanksi yang melekat pada hukum ada batas batasnya, sebab
sebagaimana dikatakan oleh Edwin Sutherland “When the mores are adequate, laws are
unnecessary; when the mores are inadequate, the laws are ineffective”.
3. Lagipula, untuk melaksanakan isi, maksud dan tujuan hukum, di perlukan lembaga-
lembaga tertentu.
TERIMA KASIH
MUHAMMAD RUSLI ARAFAT, S.H., M.H

Anda mungkin juga menyukai