Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

MATA KULIAH HUKUM DAN MASYARAKAT


“MELIHAT ORIENTASI BEKERJANYA HUKUM PADA
MASYARAKAT YANG SESUNGGUHNYA MELALUI TEORI
SIBERNETIK”

Oleh :

Kelompok 1 :

Wisnu Sulistyono Putra (8111419291)

Adhi Prasetyo (8111419308)

Asyraf Fadhli Pratama (8111419316)

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


KOTA SEMARANG
TAHUN 2021
MELIHAT ORIENTASI BEKERJANYA HUKUM PADA MASYARAKAT
YANG SESUNGGUHNYA MELALUI TEORI SIBERNETIK

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia merupakan makhluk yang mempunyi kesempurnaan lebih


dibanding makhluk lainnya. Di mana salah satu bukti kelebihan manusia
dibanding makhluk lain dapat tercermin dari kemampuan manusia yang dimiliki
berupa kemampuan akal yang sangat cerdas. Kecerdasan tersebut diantaranya
adalah kecerdasan dalam memproduksi, memodifikasi, memanfaatkan
sumberdaya alam dengan sangat besar, hingga kini dapat dilihat bahwa berbagai
karya manusia yang begitu banyak ragamnya. Berbeda dengan makhluk lain di
dunia ini, dimana hanya beraktifitas dalam bentuk-bentuk yang sederhana, serta
dari masa-ke masa tidak mengalami perkembangan. Bahkan seakan-akan mahkhul
lain tunduk pada manusia, dimana berbagai macam sumber daya alam ini telah
digunakan oleh mausia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Kompleksitas kehidupan manusia terjadi karena terdapat berbagai macam


kepentingan yang terlahir dari interaksi-interaksi antar sesama manusia.
Sebagaiman dikatakan bahwa manusia diartikan sebagai makhluk sosial (homo
socius) sebagaimana memiliki keinginan hidup bersama dalam sebuah komunitas
yang kitasebut masyarakat. Dalam masyarakat terjadi hubungan timbal balik yang
dilakukan antar manusia untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. 1 Hubungan
antar manusia terjadi dalam berbagai ranah kehidupan, mulai dari sosial, ekonomi,
politik, budaya dan berbagai macam sendi kehidupan.

Dengan melihat komplesitas kehidupan manusia, sudah barang tentu


bahwa akan terjadi berbagai macam konflik kepentingan yang ditimbulkan.
Terdapat istilah Ubi Societes Ibi Ius yang dikatakan bahwa dimana ada hukum

1
A.A. KT. Sudiana, “Hubungan Antara Hukum Dan Masyarakat”, MMH, Volume 41, Nomor 3,
Tahun 2012, Hlm.360.
disitu ada masyarakat.2 Dengan berbagai dinamika kehidupan manusia yang ada,
dengan sedemikian rupa pun masyarakat akan menciptakan suatu norma atau
hukum guna mengatur aktifitas-aktifitas yang dilakukan, sehingga dengan harapan
akan mencapai suatu ketertiban.

Suatu hukum yang lahir di dalam masyarakat terbentuk atas dasar fungsi
dalam mengatur aktifitas-aktifitas manusia. Telah diketahui bahwa saat ini
aktifitas manusia begitu komplek, dari aktifitas sosial, politik, ekonomi, budaya,
dan lain sebagainya. Hukum yang ada tentunya akan berkorelasi dengan aktifitas-
aktifitas tersebut, sehingga dapat dikatakan bahwa hukum akan bermuatan
pengaruh-pengaruh sendi kehidupan manusia yang dijalani. Dengan begitu akan
dapat dinilai pengaruh-pengaruh yang dominan atau yang kurang dominan pada
suatu produk hukum yang ada.

Pengaruh-pengaruh bidang kehidupan manusia baik sosial, politik,


ekonomi, budaya, dan lain sebagainya akan berimplikasi pada fokus bekerjanya
suatu hukum. Hukum akan bekerja atas dasar nilai-nilai yang melatar belakangi
hukum tersebut diciptakan. Sebagai contoh adalah apabila hukum diciptakan atas
dasar kepentingan politik, maka kemungkinan besar hukum akan bekerja demi
tercapainya tujuan dalam kepentingan politik. Di sinilah dapat kita nilai fokus
bekerjanya hukum dari langkah-langkah hukum serta tujuan yang hendak dicapai.

Pengaruh lini kehidupan dalam tercapainya sebuah roduk hukum


merupakan acuan pokok dari teori sibernetik. Teori ini pertama kali dilahirkan
atas dasar oleh pikir dari Talcott Parsons. Dalam teori sibernetik Parsons
berpandangan bahwa di dalam masyarakat terdapat suatu sistem tersusun atas
bagian-bagian (sub-sub) kehidupan yang saling berkorelasi satu sama lain. Dalam
teori ini dikatakan bahwa masyarakat merupakan suatu sistem secara fungsional
yang terintegrasi dalam bentuk equilibrium. Secara lebih eksplisit teori sibernetik
menyebutkan bahwa di dalam masyarakat terdapat berbagai macam sub sistem
lini kehidupan sebagaimana terbentuk hubungan korelasi yag saling berpengaruh.
Sub sitem tersebut diantaranya adalah sub sistem budaya, sub sistem sosial, sub
sistem politik dan sub sistem ekonomi, atau yang populer dikenal dengan istilah
2
Tuti Haryanti, “Hukum Dan Masyarakat”, Tahkim, Volume X, Nomor 2, Tahun 2014, Hlm.167.
AGIL.3 Sehingga melihat dari uraian terkait teori sibernetik ini, suatu sub sitem
kehidupan manusia yang ada akan berpengaruh pada produk hukum yang
dihasilkan. Dari produk hukum yang dihasilkan atas dasar pengaruh sub sitem
yang ada, pada akhirnya akan mencerminkan tingkat keefektifan bekerjanya
hukum, manakah sub sistem yang paling dominan, serta apakah hukum bekerja
untuk kepentingan rakyat?.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana hakikat hukum terhadap masyarakat ?
2. Bagaiman hukum bekerja untuk kepentingan masyarakat ?
3. Bagaimana teori sibernetik dalam melihat bekerjanya hukum dalam
masyarakat?
4. Bagaimana korelasi teori sibernetik dalam melihat produk hukum yaitu
undang-undang cipta kerja Omnibus law ?

3
Adhi Putra Satria, “Sibernetika Talcott Parsons: Suatu Analisis Terhadap Pelaksanaan Omnibus
Law dalam Pembentukan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja di Indonesia”, Indonesian State
Law Review, Volume 2, Nomor 2, Tahun 2020, Hlm.114.
BAB II
METODOLOGI DAN PEMBAHASAN

A. Hakikat Hukum terhadap Masyarakat

Dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat, harus didukung oleh


sekurang – kurangnya tiga pilar yaitu negara, in casu pemerintah, hukum dan juga
aparatur penegak hukum. Hal tersebut tersurat di dalam ketentuan Alinea keempat
Pembukaan Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 4
Berkerjanya hukum di dalam masyarakat jika kita lihat secara penegakannya.
Penegakan hukum yaitu sebagai suatu proses dilakukannya upaya - upaya dalam
tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata untuk dapat
menjadi pedoman perilaku dalam hubungan-hubungan hukum yang ada pada
kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Jika dilihat dari subjeknya, penegakan
hukum tersebut dapat dilakukan oleh subjek yang sangat luas dan dapat pula
diartikan sebagai upaya penegakan hukum oleh subjek dalam artian yang terbatas
atau sempit. Dalam arti luas, proses penegakan hukum itu tentunya melibatkan
semua subjek hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja yang menjalankan
aturan normatif ataupun melakukan sesuatu serta tidak melakukan sesuatu dengan
mendasarkan diri pada norma aturan hukum yang berlaku, berarti dia menjalankan
atau menegakkan aturan hukum. Dalam arti sempit, dari segi subjeknya itu,
penegakan hukum itu hanya dapat diartikan sebagai upaya aparatur penegakan
hukum tertentu untuk menjamin serta memastikan bahwa suatu aturan hukum itu
dapat berjalan sebagaimana seharusnya. Dalam memastikan tegaknya hukum itu,
oleh karena itu aparatur penegak hukum itu diperkenankan untuk menggunakan
daya paksa.

Pengertian dalam penegakan hukum itu dapat pula ditinjau dari sudut
objeknya, yaitu dari segi hukumnya. Dalam hal ini, pengertiannya juga mencakup
makna - makna yang luas dan sempit. Dalam arti luas, penegakan hukum itu
mencakup pula nilai-nilai keadilan yang terdapat di dalamnya bunyi aturan formal
4
Yohanes Suhardin, ”Peranan Hukum dalam Mewujudkan Kesejahteraan Masyarakat”, Jurnal
Hukum Pro Justitia, Volume 25, Nomor 3, Tahun 2017, Hlm.270.
ataupun nilai-nilai keadilan yang hidup dalam masyarakat. Tetapi, dalam arti
sempit, penegakan hukum itu hanya berkaitan penegakan peraturan yang formal
serta tertulis saja. Oleh karena itu, penerjemahan perkataan ‘law enforcement’ ke
dalam bahasa Indonesia dalam menggunakan perkataan ‘penegakan hukum’
dalam arti luas dan dapat pula digunakan istilah ‘penegakan peraturan’ dalam arti
sempit. Pembedaan antara formalitas aturan hukum yang tertulis terkait nilai -
nilai keadilan yang terkandung di dalamnya. bahkan juga timbul dalam bahasa
Inggris sendiri dengan dikembangkannya istilah ‘the rule of law’ versus ‘the rule
of just law’ atau dalam istilah ‘the rule of law and not of man’ versus istilah ‘the
rule by law’ yang berarti ‘the rule of man by law’. Dalam istilah ‘the rule of law’
terkandung makna pemerintahan oleh hukum, tetapi bukan dalam artinya yang
formal, melainkan mencakup pula nilai-nilai keadilan yang terkandung di
dalamnya. Karena itu, digunakan istilah ‘the rule of just law’. Dalam istilah ‘the
rule of law and not of man’ dimaksudkan untuk menegaskan bahwa pada
hakikatnya pemerintahan suatu negara hukum modern itu dilakukan oleh hukum,
bukan oleh orang. Istilah sebaliknya adalah ‘the rule by law’ yang dimaksudkan
sebagai pemerintahan oleh orang yang menggunakan hukum hanya sebagai alat
kekuasaan.5

Dari uraian diatas menerangkan bahwa yang dimaksud dengan penegakan


hukum itu kurang lebih adalah merupakan upaya yang dilakukan untuk
menjadikan hukum, baik dari arti formil yang sempit maupun dalam arti materil
yang luas, sebagai acuan perilaku dari setiap perbuatan hukum, baik oleh para
subjek hukum yang bersangkutan ataupun oleh aparatur penegakan hukum yang
resmi diberikan tugas dan kewenangan oleh undang-undang untuk dapat
menjamin berfungsinya norma-norma hukum yang berlaku dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara. Dari pengertian yang luas itu, penegakan hukum
dapat kita tentukan sendiri dengan batas-batasnya terkait keseluruhan aspek dan
dimensi penegakan hukum itu, baik dari segi subjeknya maupun objeknya atau
kita batasi hanya membahas hal-hal tertentu saja, misalnya, hanya dengan
menelaah aspek-aspek subjektifnya saja. Secara objektif, norma hukum yang
hendak ditegakkan tentunya mencakup pengertian hukum formal dan hukum
5
Jimly Asshiddiqie, “Peneggakan Hukum”.Hlm.1.
materiel. Hukum formal hanya bersangkutan dengan peraturan perundang-
undangan yang tertulis, sedangkan hukum materiel mencakup pengertian nilai-
nilai keadilan yang hidup dalam masyarakat. Dalam bahasa yang tersendiri,
terkadang orang membedakan antara pengertian penegakan hukum dan penegakan
keadilan.

Setiap norma hukum tentunya sudah dengan sendirinya mengandung


ketentuan tentang hak-hak dan kewajiban-kewajiban para subjek hukum dalam
lalu lintas hukum. Norma - norma hukum yang memiliki sifat dasar, yang berisi
rumusan hak - hak dan kewajiban - kewajiban yang mendasar. Karena itu, secara
akademis, sebenarnya, tentang persoalan hak dan kewajiban asasi manusia
memang menyangkut konsepsi yang ada dalam keseimbangan konsep hukum dan
keadilan. Dalam setiap hubungan hukum dalam perkembangan sejarah, issue hak
asasi manusia itu sendiri terkait erat dengan persoalan ketidakadilan yang timbul
dalam kaitannya dengan persoalan kekuasaan. Dalam sejarahnya, kekuasaan yang
diorganisasikan ke dalam serta melalui organ-organ negara, seringkali terbukti
melahirkan penindasan dan ketidakadilan. Karena itu, sejarah umat manusia
mewariskan gagasan perlindungan dan penghormatan terhadap hak-hak asasi
manusia. Gagasan perlindungan dan penghormatan hak asasi manusia ini bahkan
juga diadopsikan ke dalam pemikiran mengenai pembatasan kekuasaan yang
kemudian dikenal dengan aliran konstitusionalisme. Aliran konstitusionalime
inilah yang memberi warna modern terhadap ide-ide demokrasi dan negara hukum
dalam sejarah, sehingga perlindungan konstitusional terhadap hak asasi manusia
dianggap sebagai ciri utama yang harus ada dalam setiap negara hukum yang
demokratis ataupun negara demokrasi yang berdasar atas hukum.6

Sehingga membangun dan juga merealisasikan hukum di dalam kehidupan


masyarakat tentunya sudah pasti akan dihadapkan dari berbagai tantangan, baik
yang disebabkan oleh faktor internal maupun faktor eksternal masyarakat itu
sendiri. Pada dasarnya hukum akan baik apabila masyarakat dapat menerimanya
secara sukarela. Sebaliknya, hukum juga akan buruk apabila masyarakat tidak
dapat menerima keberadaannya. Dikarenakan tidak bisa menjaga kepentingan

6
Ibid.,Hlm.3.
masyarakat. Oleh karena itu hukum dan juga kepentingan masyarakat harus ada
keseimbangan dengan maksut bahwa hukum diciptakan untuk dapat melindungi
dari semua kepentingan – kepentingan masyarakat. Tentu saat ini tidaklah mudah
dalam memaparkan kondisi hukum yang ada di Indonesia tanpa adanya rasa
keprihatinan yang mendalam terkait ratapan oleh masyarakat yang terlukai
hukum, dan kemarahan oleh masyarakat kepada mereka yang memanfaatkan
suatu hukum untuk dapat mencapai tujuan tanpa menggunakan akal, hati nurani,
dan moral. Dunia hukum di Indonesia tengah menjadi sorotan dari dalam negeri
ataupun luar negeri. Sebab problem dari penegakan hukum di Indonesia yang
nampaknya mulai menghadapi berbagai macam kendala – kendala yang berkaitan
dengan perkembangan kehidupan serta lingkungan pada masyarakat. Berbagai
macam kasus yang tejadi menggambarkan bahwa bagaimana sulitnya proses
terciptanya penegakan hukum dalam mencari cara agar hukum tersebut dapat
sejalan dengan norma masyarakat. Sehingga yang diungkapkan oleh beberapa
ahli, bahwasannya hukum itu mengikuti perkembangan masyarakat dan juga tidak
pernah hukum tersebut mendahului dari perkembangan masyarakat atau dengan
kata lain hukum itu hanya mengikuti dari belakang saja.

Terkait fungsinya sendiri selain sebagai perlindungan dari segala


kepentingan manusia yang kompleks, tentunya hukum mempunyai sasaran yang
hendak dicapai, tujuan pokok dari hukum yakni menciptakan tatanan masyarakat
yang tertib di berbagai kelompok masyarakat dimana konsekuensi kepentingan
manusia tersebut dapat terlindungi. Di dalam masyarakat tentu terdapat banyak
masalah dari aspek sosial. Dari berbagai macam masalah sosial tersebut harus
diusahakan untuk dapat menemukan dan juga menyeleksi masalah hukumnya,
untuk kemudian dapat dirumuskan serta dipecahkan sehingga dalam proses seleksi
dalam rangka menyelesaikan masalah tersebut tidaklah mudah dari apa yang
dibayangkan. Problem tersebut antara lain, misalnya menurut asas individualitas,
bahwa setiap manusia ingin hidup yang bebas, ingin adanya harga diri yang
diakui, oleh karena itu individualisme tersebut adalah merupakan Sebagian dari
cita – cita manusia. Sedangkan menurut asas kolektivisme (persekutuan), setiap
manusia itu ingin hidup berkelompok atau bermasyarakat. Aristoteles
menyebutkan bahwa manusia dengan zoom politicon atau makhluk sosial. Asas
kolektivisme ini bertentangan dengan asas individualistis tetapi juga saling terkait
satu sama lain. Yang biasa disebut di dalam teori hukum yakni Antinomi adalah
kondisi yang sangat bertentangan dengan satu sama lainnya tetapi juga tidak dapat
dipisahkan oleh karena satu sama lain yang saling membutuhkan. Demikian juga
halnya dengan perwujudan dari pelaksanaan kepastian hukum yang seringkali
bertentangan dan berbenturan dengan keadilan, apabila berusaha menerapkan
kepastian hukum, maka keadilan itu juga terkadang dapat terabaikan. menurut
pernyataan Gustav Radbruch bahwasannya sesuatu yang dibuat pasti memiliki cita
dan juga tujuan. Tujuan hukum yang utama ada tiga yaitu :

1. Keadilan
2. Kepastian Hukum
3. Kemanfaatan
Yang dimana dalam praktiknya hukum sehari – hari, seringkali penegak hukum
itu sudah menjalankan tugasnya sesuai dengan aturan yang ada. Atau dengan kata
lain semua prosedur ataupun aturan hukum yang relevan sudah dipertimbangkan
dan diterapkan, bahkan semua tata cara secara yuridis sudah di ikuti. Tetapi
demikian, masyarakat banyak yang merasa tidak puas, dengan alasan dari rasa
keadilan yang belum terpenuhi. Ada sebagian penegak hukum yang terkadang
sudah berusaha untuk memberikan rasa kepuasan dalam arti yakni dapat
memberikan keadilan kepada masyarakat, tetapi dalam kenyataannya tidak dapat
memberikan rasa kepastian hukum terhadap peraturan perundang – undangan.
sehingga keadilan merupakan nilai yang sangat penting dalam hukum. Tetapi
berbeda dengan nilai kepastian hukum yang mempunyai sifat umum. Nilai – nilai
keadilan ini lebih bersifat personal atupun individual.7

Problem antara kepentingan, seperti pertentangan antara asas


individualistis dengan asas kolektivisme, ataupun pertentangan antara rasa
keadilan dengan rasa kepastian hukum, dalam ilmu hukum biasa disebut dengan
istilah antinomi. Antinomi yakni merupakan suatu hal yang pasti terjadi ketika
memberlakukan suatu kaidah – kaidah, asas – asas, maupun sistem hukum. Dalam
praktiknya ada lima asas umum hukum yang berlaku dari antinomi, asas
7
Fence M. Wantu. “Antinomi dalam Peneggakan Hukum Oleh Hakim”. Mimbar Hukum. Volume
19. Nomor 3. Tahun 2007. Hlm.388.
persekutuan, asas kepribadian, asas kewibawaan, asas kesamaan, dan asas
pemisahan antara baik dan buruk. Dimana empat asas yang pertama terdapat
dalam sistem hukum. Tidak ada sistem hukum yang tidak mengenal ke empat asas
hukum tersebut. Sehingga bahwa dalam berlakunya sistem hukum sudah pasti
akan dijumpai dengan yang namanya antinomi karena antinomi akan selalu ada di
setiap saat ketika sistem hukum juga ada. Antinomi juga menjadi salah satu objek
dari ilmu hukum karena antinomi juga dibutuhkan dalam perkembangan ilmu
pengetahuan hukum.

Sehingga manusia sebagai mahluk sosial yang bersifat zoon politicon


(Aristoteles) yang nyata dalam kehidupan masyarakat itu tidaklah mudah. Hal ini
disebabkan karena setiap manusia tentu mempunyai kebutuhan dan kepentingan
sendiri dan sering bertentangan satu sama lain. Dari sebab adanya perbedaan
itulah sering terjadi ketidakseimbangan atau ketidakserasian dalam masyarakat.
Disinilah aturan tata kehidupan antar manusia yang disebut hukum itu dibutuhkan
di tengah-tengah masyarakat. Hukum dipandang sebagai salah satu aspek penting
dalam masyarakat yang bertujuan untuk merealisasikan terbentuknya sebuah
masyarakat yang nyaman dan berkeadilan, akan tetapi terkadang oleh segelintir
orang tidak diindahkan keberadaannya. Bahkan Tidak jarang hukum itu diciderai,
dilanggar, bahkan dimanipulasi fungsinya oleh orang yang memang memiliki
kepentingan, serta orang yang masih menganggap tidak pentingnya sebuah hukum
yang ada di masyarakat. Orang-orang tersebut merupakan orang-orang yang tidak
sadar dan tidak patuh terhadap hukum. Peranan dari kesadaran hukum dalam
masyarakat sebagaimana tujuan hukum itu sendiri adalah untuk menjamin
kepastian dan keadilan. Yang dalam kehidupan masyarakat tentu senantiasa
terdapat perbedaan antara pola-pola perilaku atau tata kelakuan yang berlaku di
masyarakat dengan pola-pola perilaku yang dikehendaki oleh norma - norma
(kaidah) hukum. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya suatu permasalahan
berupa kesenjangan sosial sehingga pada waktu tertentu cenderung terjadi konflik
dan ketegangan-ketegangan sosial yang tentunya dapat mengganggu jalannya
perubahan masyarakat sebagaimana arah yang dikehendaki. Keadaan demikian
terjadi oleh karena hukum yang diciptakan diharapkan dapat dijadikan sebagai
pedoman dalam bertindak, bagi masyarakat yang tidak ada kesadaran hukum,
sehingga cenderung tidak ada ketaatan hukum.8

Jika dilihat dari proses perkembangan hukum sendiri dalam sejarah


terhadap hubungan dengan eksistensi dan peranan dari kesadaran hukum
masyarakat dalam hukum positif, terdapat suatu proses pasang surut yang
bertentangan waktu yang panjang. Peranan tersebut dapat dibagi dalam beberapa
kelompok berikut :

1. Hukum masyarakat primitif secara total dapat merupakan penjelmaan dari


kesadaran hukum masyarakatnya. Kitab Undang-undang dipercaya
sebagai penjelmaan dari kehendak dan kepercayaanan masyarakat tentang
perbuatan baik atau buruk.
2. Paham Scholastic, percaya bahwasannya hukum berasal dari perintah
Tuhan (Abad pertengah-an). Dalam hal ini kesadaran tidak penting bagi
hukum, yang terpenting adalah titah Tuhan.
3. Mahzab hukum alam moderen (abad ke-18 dan ke-19), percaya
bahwasannya hukum merupakan hasil renungan manusia dengan
menggunakan rasionya.
4. Paham sosiologi (akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20). Kesadaran
hukum masyarakat berperan dalam pembentukan , penerapan, dan
penganalisisan hukum.
Disini jelas terlihat bahwa hukum masyarakat primitif merupakan hukum
yang sangat berpengaruh, bahkan secara total merupakan penjelmaan dari hukum
masyarakatnya. Kesadaran hukum pada masyarakat bukanlah merupakan suatu
proses yang sekali jadi, akan tetapi merupakan suatu rangkaian proses yang terjadi
tahap demi tahap sebagai berikut :

1. Tahap pengetahuan hukum Dalam hal ini, merupakan pengetahuan


seseorang berkenaan dengan perilaku tertentu yang diatur oleh hukum
tertuluis, yakni tentang apa yang dilarang atau apa yang dibolehkan.

8
Ellya Rosana. “Kepatuhan Hukum Sebagai Wujud Kesadaran Hukum Masyarakat”. Jurnal TAPIs.
Voliume 10. Nomor 1. 2014. Hlm.2.
2. Tahap pemahaman hukum Yang dimaksud adalah bahwa sejumlah
informasi yang dimiliki seseorang mengenai isi dari aturan hukum
(tertulis), yakni mengenai isi, tujuan, dan manfaat dari peraturan tersebut.
3. Tahap sikap hukum (legal attitude) Merupakan suatu kecenderungan untuk
menerima atau menolak hukum karena adanya penghargaan atau
keinsyafan bahwa hukum tersebut bermanfaat atau tidak bermanfaat bagi
kehidupan manusia. Dalam hal ini sudah ada elemen apresiasi terhadap
aturan hukum.
4. Tahap Pola Perilaku Hukum Yang dimaksud adalah tentang berlaku atau
tidaknya suatu aturan hukum dalam masyarakat. Jika berlaku suatu aturan
hukum, sejauh mana berlakunya dan sejauh mana masyarakat
mematuhinya.9

B. Bekerjanya Hukum

Dinamika kehidupan manusia yang ada, sudah menjadi keharusan terdapat


suatu instrumen yang mampu mengaturnya supaya perdamaian dan ketertiban
dalam masyarakat akan terus terjaga. Instrumen penting dalam mewujudkan hal
tersebut adalah Hukum. Hukum mempunyai fungsi-fungsi yang dalam
pelaksanaannya guna mencapai tujuan hukum itu sendiri yaitu ketertiban
masyarakat. Pada dasarnya terdapat 2 (dua) fungsi hukum yang dapat
direalisasikan di dalam masyarakat. Fungsi hukum tentunya menjadi suatu hal
yang membuat hukum tersebut bermakna. Sebagaimana fungsi hukum tersebut
adalah fingsi sebagai sarana kontrol sosial dan kedua sebagai sarana untuk
melakukan ”social engineering”.10

Fungsi kontrol sosial dari hukum jika diselaraskan dengan pemikiran


terkait teori sibernetik dari Parsons, maka akan terlihat bahwa bekrjanya hukum
tidak samasekali otonom atau dapat dikatakan bahwa hukum bekerja dengan
melibatkan sub sistem-sub sistem yang ada di sekitarnya. Keterlibatan sub
sistem- sub sistem kehidupan masyarakat dalam suatu produk hukum, maka akan
9
Ibid.,Hlm.7.
10
Moh. Mahfud. Dkk, “Dilematika Putusan Mahkamah Konstitusi Vs Kekuatan Politik dalam
Impeachment Presiden”, Jurnal Konstitusi, Volume 9, Nomor 2, Tahun 2012. Hlm.348.
terlahir suatu hukum yang bekerja dengan andil bahkan dapat juga dikondisikan
oleh sub sistem - sub sistem yang paling dominan dalam terciptanya suatu produk
hukum tersebut.11

Menurut Roescoe Pound bahwa selain sebagai fungsi sosial, hukum juga
dapat berfungsi dalam mengubah masyarakat (a tool of social engineering).
Maksud dari fungsi mengubah adalah bahwa dengan adanya hukum maka
masyarakat akan diberi pengetahuan baru terkait nilai dan norma. 12 Sehingga
ketika pada suatu zaman terjadi suatu fenomena baru dalam kehidupan
bermasyarakat, maka disitulah terdapat hukum baru yang berfungsi untuk
mentertibkan fenomena baru tersebut. Di samping itu secara otomatis masyarakat
akan mengetahui norma baru akibat dari fenomena yang ada.

Instrumen Hukum melakukan pekerjaannya yaitu berupa mengatur


tingkah laku seseorang atau hubungan yang dilakukan oleh antar manusia dalam
suatu masyarakat. Dalam proses pelaksanaan tugas kerja dari hukum, dapat
dijabarkan bahwa pekerjaan yang dilakukan oleh hukum terbagi atas fungsi-
fungsi, diantaranya adalah :13

1. Pembuatan norma-norma, baik dalam memberikan peruntukan maupun


yang mengatur tentang hubungan antar individu;
2. Penyelesaian sengketa-sengketa;
3. Menjamin kelangsungan kehidupan masyarakat, yaitu terkait jaminan
kelangsungan hidup ketika terdapat perubahan-perubahan dalam
masyarakat.

Uraian terkait fungsi-fungsi hukum seperti yang telah dipaparkan sebelumnya


merupakan suatu bentuk tindakan yang dapat dikatanan sebagai kontrol sosial.
Kontrol sosisl adalah suatu tindakan dengan tujuan bahwa akan tercipta suatu
tingkah laku masyarakat yang bertingkah sesuai harapan atau nilai-nilai yang ada
di masyarakat.

11
Gusti Ngurah Dharma Laksana. Dkk, BUKU AJAR SOSIOLOGI HUKUM, (Denpasar: Pustaka
Ekspresi, 2017), Hlm.90.
12
Zainab Ompu Jainah, “Penegakan Hukum Dalam Masyarakat”, Jurnal of Rular and
Devolepment, Volume III, Nomor 2, Tahun 2012, Hlm.166.
13
Gusti Ngurah Dharma Laksana. Dkk, Op.Cit., Hlm.83.
C. Teori Sibernetik

Seperti yang telah disinggung di pembahasan sebelumnya terkait


hubungan Fungsi kontrol sosial dari hukum dengan teori sibernetik. Maka dalam
pembahasan ini akan fokus membahas terkait sibernetik hukum yang mana pada
akhirnya melalui teori ini akan diketahui terkait bekerjanya hukum yang
sesungguhnya. Dapat dijelaskan bahwa teori sibernetika pertama kali di hasilkan
oleh olah pikir seorang tokoh yaitu Talcott Parsons Di dalam teori sibernetik
tersebut dikatakan bahwa masyarakat merupakan suatu sistem yang terdiri dari
bagian-bagian (sub-sub) yang saling berkaitan dan saling mempengaruhi secara
timbal balik.14 Dalam hal ini dapat dijelaskan bahwa dalam terlaksananya suatu
hukum, maka akan ada berbagai macam sub-sub kehidupan masyarakat yang
saling memberi pengaruh terhadap hukum yang ada.

Dalam teori sibernetik, Parson berpandangan bahwa masyarakat


merupakan suatu sistem secara fungsional yang terintegrasi dalam bentuk
equilibrium. Dari pandangan ini, walaipun jika diangan-angan bahwa akan sulit
untuk mencapai suatu integrasi sosial dengan baik, namun pada dasarnya adanya
sistem sosial akan cenderung mewujudkan suatu haromonisasi yang bersifat
dinamis. Kemudia melalui teori sibernitika, diungkapkan secara eksplisit bahwa di
dalam sebuah masyarakat terdapat berbagai macam sub sistem, sebagaimana dari
adanya sub sistem tersebut akan terwujud suatu hubungan saling mempengaruhi
antara sub sistem satu dengan sub sistem lainya. Lebih jelas lagi dalam teori ini
disebutkan bahwa Sub sistem di dalam masyarakat diantaranya adalah sub sistem
budaya, sub sistem sosial, sub sistem politik dan sub sistem ekonomi, atau yang
dikenal dengan sebutan AGIL.15

Dalam teori sibernetik dikatakan bahwa terdapat (empat) subsistem yaitu


ekonomi, politik, sosial dan budaya yang hidup di masyarakat. Dikatakan bahwa
jika dilihatdari arus energinya, maka subsistem ekonomi menempati kedudukan
paling kuat, diikuti subsistem politik, kemudian subsistem sosial (sebagaimana
hukum ada di dalamnya), serta yang terakhir oleh subsistem budaya. Di

14
Adhi Putra Satria, Op.cit, Hlm.114.
15
Ibid., Hlm.115.
pandangan lain, jika dilihat dari arus informasi (tata nilai), maka subsistem
budaya justru yang mendominasi, kemudian diikuti oleh subsistem sosial,
subsistem politik, dan yang terakhir subsistem ekonomi.16

Maksud dari penjelasan Parson dalam teori sibernetik di atas, tergambar


bahwa terdapat anggapan bahwa hukum adalah produk politik sesungguhnya
hanya dapat dibenarkan jika dilihat dari arus energi saja sebagai lembaga
pembentuk (DPR). Namaun jika dilihat dari aspek informasi (material), hukum
adalah produk budaya. Oleh karena itu, diskursus aliran-aliran filsafat hukum dan
teori hukum seperti yang dikemukakan di atas, menjadi makin relevan apabila
dikaji dari perspektif parsonian. Sekalipun pandangan bahwa hukum adalah
produk politik itu sangat sepihak, tidak terbantahkan bahwa pengaruh politik
memang begitu besar terhadap hukum, hal ini termasuk di Negara Indonesia.17

Dapat diperjelas bahwa yang terjadi Indonesia terkait Keadaan politik


tertentu yang dapat mempengaruhi produk hukum. Sebagaiman digambarkan
dalam sebuah kasus seperti mengenai impeachment Presiden bahwa produk
hukum putusan Mahkamah Konstitusi RI yang menyatakan presiden terbukti atau
tidak terbukti melakukan pelanggaran hukum dapat dikalahkan oleh produk
lembaga yang berpolitik (MPR) yang nantinya setelah mendengar penjelasan
Presiden dalam sidang paripurna MPR, MPR dapat menetapkan dan memutuskan
bahwa Presiden tidak terbukti melakukan pelanggaran hukum karena mekasnisme
yang digunakan mekanisme politik, akhirnya putusan Mahkamah Konstitusi RI
menjadi sia-sia sebab untuk apa Presiden diajukan dan diusulkan ke Mahkamah
Konstitusi RI untuk diperiksa oleh Mahkamah Konstitusi RI, jika putusan
Mahkamah Konstitusi RI akhirnya diabaikan. Karenanya bahwa kekuatan politik
dalam percaturan perpolitikan dibanding hukum di Indonesia sangat kuat dan
dapat menentukan dapat tidaknya impeach Presiden dalam masa jabatannya
termasuk dalam mengatur tercapai tidaknya kourum sidang MPR.

Menurut Satjipto Rahardjo dalam menelaah hukum dan kekuasaan


seseorang akan dapat menemukan minimal dua pandangan, pertama yaitu hukum

16
Moh. Mahfud. Dkk, Op.Cit. Hlm.349.
17
Ibid., Hlm.350.
menentukan dan mempengaruhi kekuasaan, kedua yaitu hukum dipengaruhi oleh
kekuasaan. Akan menjadi dikatakan ideal ketika antara hukum dan kekuasaan
saling mendukung. Hal ini dapat dijelaskan bahwa suatu hukum harus ditegakkan
dengan kekuasaan, agar mempunyai daya paksa yang mampu menjalankankan
suatu hukum dengan efektif. Sebaliknya kekuasaan harus dijalankan dengan
prinsip-prinsip hukum, agar tidak sewenang-wenang. Sehingga dapat dikatakan
bahwa pada dasarnya suatu hukum dengan kekuasaan adalah suatu hal yang
sangat berkorelasi kuat, sebagaimana dikatakan bahwa “hukum tanpa kekuasaan
adalah angan-angan, kekuasaan tanpa hukum adalah kelaliman”.18

D. Contoh Analisis Kasus Undang-Undang cipta kerja Omnibus law


Melalui Sudut Pandang Sibernetik

Berdasarkan teori sibernetik sebagaimana dijelaskan di pembahasan


sebelumnya, maka melalui teori tersebut, jika kita ingin menganalisis proses
pembentukan Undang-Undang cipta lapangan kerja melalui Omnibus law , maka
akan dapat dilihat suatu pengaruh subsistem-subsistem yang ada sebagaimana
disebutkan dalam teori ini yaitu: pengaruh sub sistem budaya, sosial, politik dan
ekonomi. mempengaruhi proses pembentukan Undang-Undang di Indonesia dapat
dilihat sebagai berikut:19

18
Ibid., Hlm.352.
19
Ibid., Hlm. 355.
(Bagan Pengaruh subsistem dalam pembentukan UU cipta kerja Omnibus
law)

Dari gambar bagan terkait pembentukan Undang-Undang cipta kerja


omnibuslaw tersebut, kemudian yang harus dicari adalah subsistem mana yang
paling berpengaruh atau mendominasi dalam lahirnya undang-undang tersebut?
Jika dilihat subtansi undang-undang tersebut, maka akan terlihat bahwa
pembentukan Undang-Undang cipta lapangan kerja melalui Omnibus law banyak
membahas terkait nilai-nilai ekonomi, sehingga kemungkinan besar undang-
undang tersebut dapat dikatakan sangat sarat dipengaruhi oleh faktor sub sistem
ekonomi, dimana dalam teori sibernetik sub sitem ekonomi merupakan subsistem
yang memiliki energi tinggi dengan fungsi utamanya yaitu sebagai fungsi adaptif.
20
Dengan begitu dapat dikatakan bahwa pembentukan Undang-Undang cipta
lapangan kerja melalui Omnibus law memiliki suatu tujuan yaitu untuk dapat
memberikan suatu kebermanfaatan yang lebih utama adalah dalam faktor
ekonomi, sebagaimana akan dapat diambil kebermanfaatan tersebut oleh pohak-
pihak yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam kegiatan ekonomi.

20
Ibid., Hlm. 360.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Hakikan hukum pada dasarnya adalah sebagai salah satu instrumen guna
mentertibkan masyarakat dalam kehidupannya, melalui tujuan yang hendak
dicapai yaitu Keadilan, Kepastian Hukum, dan Kemanfaatan. Hal ini selaras
dengan apa yang disebut dengan bekerjanya hukum, sebagaimana hukum bekerja
melalui fungsi sebagai sarana kontrol sosial dan kedua sebagai sarana untuk
melakukan ”social engineering”, yang pada muaranya ingin menciptakan suatu
ketertiban dan kesejahteraan dalam masyarakat.

Melalui teori sibernetik hukum sebagaimana melihat suatu hukum yang


mendapat pengaruh-pengaruh dari subsistem budaya, sosial, politik dan ekonomi,
maka pada suatu produk hukum tertentu dapat dikatakan bahwa ada suatu
subsistem yang paling berpengaruh atau mendominasi dasar pembentukan hukum
tersebut. Kemudian jika dikaitkan dengan undang-undang cipta kerja Omnibus
law, maka melalui teori sibernetik, akan terlihat bahwa subsistem ekonomi adalah
sistem yang paling berpengaruh pada pembentukan undang-undang tersebut,
sehingga sudah barang tentu bahwa bekerjanya hukum daru undang-undang cipta
kerja Omnibus law akan berfokus lebih pada kegiatan ekonomi guna mencapai
kebermanfaatan di bidang ekonomi.

B. Saran

Sebaiknya dalam suatu proses pembentukan undang-undang, orientasi


pada kebermanfaatan yang dirasakan masyarakat adalah hal yang harus
diutamakan, sehingga tujuan hukum yang paling utama guna mewujudkan
ketertiban dan kesejahteraan masyarakat akan dapat dicapai.
Daftar Pustaka

Buku :

Laksana, Gusti Ngurah Dharma. Dkk. (2017). BUKU AJAR SOSIOLOGI HUKUM.
Denpasar: Pustaka Ekspresi

Asshiddiqie, Jimly. PENEGAKAN HUKUM. http://www.docudesk.com

Jurnal :

Sudiana, A.A. KT. (2012). “Hubungan Antara Hukum Dan Masyarakat. dalam
MMH, Volume 41, Nomor 3.

Haryanti, Tuti. (2014). “Hukum Dan Masyarakat”. dalam Tahkim, Volume X,


Nomor 2.

Satria, Adhi Putra. (2020). “Sibernetika Talcott Parsons: Suatu Analisis


Terhadap Pelaksanaan Omnibus Law dalam Pembentukan Undang-
Undang Cipta Lapangan Kerja di Indonesia”. dalam Indonesian State
Law Review, Volume 2, Nomor 2.

Suhardin, Yohanes. (2017). ”Peranan Hukum dalam Mewujudkan


Kesejahteraan Masyarakat”, Jurnal Hukum Pro Justitia, Volume 25,
Nomor 3.

Wantu, Fence M. (2007). “Antinomi dalam Peneggakan Hukum Oleh Hakim”.


Mimbar Hukum. Volume 19. Nomor 3.

Rosana, Ellya. (2014). “Kepatuhan Hukum Sebagai Wujud Kesadaran Hukum


Masyarakat”. Jurnal TAPIs. Voliume 10. Nomor 1.

Mahfud. Moh, Dkk. (2012). “Dilematika Putusan Mahkamah Konstitusi Vs


Kekuatan Politik dalam Impeachment Presiden”, Jurnal Konstitusi,
Volume 9, Nomor 2.

Jainah, Zainab Ompu. (2012). “Penegakan Hukum Dalam Masyarakat”, Jdalam


urnal of Rular and Devolepment, Volume III, Nomor 2.

Anda mungkin juga menyukai