Anda di halaman 1dari 18

MENULIS ARTIKEL : HUKUM SEBAGAI SOSIAL KONTROL DAN ALAT

UNTUK MENGUBAH MASYARAKAT


Disusun untuk Memenuhi Tugas Sosiologi Hukum
Dosen Pengampu :
Siti Rohmah S.H.,M.H.

Oleh :

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS SOSIAL, EKONOMI, DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA PURWOKERTO
OKTOBER 2023
MENULIS ARTIKEL : HUKUM SEBAGAI SOSIAL KONTROL DAN ALAT
UNTUK MENGUBAH MASYARAKAT

Fakultas Sosial, Ekonomi, dan Humaniora, Universitas Nahdlatul Purwokerto, Program


Studi Ilmu Hukum
Email:
Abstrak
Hukum memiliki peran penting dalam mengatur dan membentuk perilaku masyarakat.
Hukum tidak hanya berfungsi sebagai alat untuk memastikan ketertiban sosial, tetapi
juga sebagai sarana untuk mengubah masyarakat. Artikel ini menyelidiki konsep hukum
sebagai alat sosial kontrol dan alat pengubah masyarakat serta bagaimana perannya
dalam membentuk struktur sosial. Hukum berfungsi sebagai alat sosial kontrol dengan
memberikan kerangka kerja yang jelas tentang apa yang dilarang dan diizinkan dalam
masyarakat. Ini memberikan dasar bagi keadilan dan penegakan hukum. Melalui
hukum, masyarakat memiliki pedoman yang sama untuk mengatur perilaku mereka, dan
pelanggaran hukum dapat mengakibatkan sanksi yang sesuai. Ini memastikan ketertiban
dan stabilitas dalam masyarakat. Namun, hukum juga mampu mengubah masyarakat.
Ini terjadi melalui beberapa cara, termasuk perubahan nilai-nilai sosial, norma-norma,
dan perilaku. Hukum dapat digunakan untuk menghapus praktik-praktik yang tidak etis
atau tidak sesuai dengan perkembangan sosial, serta untuk mempromosikan perubahan
yang diinginkan. Contohnya adalah hukum-hukum yang melindungi hak asasi manusia,
hak-hak perempuan, hak-hak minoritas, dan hak-hak lingkungan. Melalui hukum,
masyarakat dapat bergerak menuju lebih inklusif, adil, dan berkelanjutan. Artikel ini
juga menyoroti pentingnya partisipasi masyarakat dalam proses pembentukan hukum,
karena hukum yang lebih baik dapat dihasilkan melalui dialog dan keterlibatan publik.
Selain itu, hukum harus selaras dengan perkembangan sosial, teknologi, dan ekonomi,
sehingga dapat tetap relevan dalam mengatur masyarakat. Dalam kesimpulan, hukum
memiliki peran ganda sebagai alat sosial kontrol dan alat untuk mengubah masyarakat.
Dalam kedua perannya, hukum merupakan pilar utama dalam memastikan ketertiban
dan keadilan sosial, serta mendorong perubahan positif dalam masyarakat. Oleh karena
itu, pemahaman yang mendalam tentang peran hukum ini sangat penting dalam
membangun masyarakat yang adil, inklusif, dan berkelanjutan.
Kata Kunci : Artikel, Hukum, Sosial Kontrol, Masyarakat

Pendahuluan
Dalam kehidupan bermasyarakat hukum ada dan tumbuh pada setiap msyarakat.
Mulai dari sejak jaman dulu sampai jaman modern ini hukum sudah menjadi bagian
dari masrayakat. Dengan kata lain hukum sudah mengatur kehidupan manusia sejak

217
lahir sampai meninggal dunia. Hukum mengatur semua aspek kehidupan manusia,
baik politik, sosial, ekonomi, budaya dan sebagainya.
Disi lain, prilaku masyarakat bisa di artikan sebagai sosiologi, karena secara
etimologis, sosiologi berasal dari kata latin, socius yang berarti kawan dan kata
Yunani logos yang berarti atau yang berbicara. Jadi sosiologi bisa diartikan dengan
berbicara mengenai masyarakat.Menurut pendapat Rouceke dan Warren yang
mengatakan bahwa Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan manusia
dengan kelompok-kelompok. Sehingga hukum dan masyarakat tidak dapat dipisahkan,
karena sosiologi memiliki peran masyarakat terhadap hukum yang hidup dialmnya.
Dalam kehidupan bernegara hukum sangat berperan dalam menjalankan
kehidupan bermasyarakat, Prof. Dr. Satjipto rahardjo berpendapat negara hukum ada
bukan untuk negara hukum itu sendiri, melainkan untuk menjadi rumah yang
membahagiakan bagi penghuninya.1 Oleh karena itu hukum dapat dikatakan sebagai
konsensus yang harus diterima bersama sebagai aturan yang wajib di taati dan
didukung oleh suatu kekuasaan dalam mempengaruhi kebiasaan-kebiasaan agar selalu
berada pada kondisi kesusilaan dalam mewujudkan keserasian keselarasan dan
keseimbangan dalam kehidupan bermasyarakat.
Dewasa ini, hukum memiliki posisi yang cukup sentral. Kita dapat mencatat
bahwa hampir sebagian besar sisi dari kehidupan kita telah diatur oleh hukum, baik
yang berbentuk hukum tertulis maupun hukum yang tidak tertulis. Dengan melihat
perubahan zaman saat sekarang ini, maka perlunya untuk di pahami lebih jauh lagi
terkait dengan hukum masyarakat atau hukum dan perubahan-perubahan pada
masyarakat, bagaimana hukum itu mampu menjaga masyarakat dan menjadi pedoman
bagi masyarakat.

Metode
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kajian
pustaka atau studi kepustakaan. Dalam metode ini, peneliti akan mengumpulkan dan
menganalisis teori-teori yang relevan dengan masalah-masalah penelitian yang
1
Satjipto Rahardjo, Negara Hukum yang Membahagiakan Rakyatnya (Cet. 2 : Yogyakarta :Genta
Publishing, 2009)

317
diangkat. Topik penelitian yang menjadi fokus adalah "Hukum Sebagai Sosial Kontrol
Dan Alat Untuk Mengubah Masyarakat."
Jenis penelitian yang diterapkan dalam penelitian ini adalah penelitian
kepustakaan. Ini berarti bahwa penelitian dilakukan dengan mengumpulkan data dari
sumber-sumber tertulis, seperti buku, jurnal, artikel ilmiah, dan dokumen-dokumen
lainnya yang bersifat kepustakaan. Penelitian kepustakaan bertujuan untuk menggali
pemahaman yang lebih dalam tentang topik penelitian dan menggunakan bahan-bahan
pustaka tersebut untuk mendukung analisis dan pemecahan masalah yang diangkat
dalam penelitian ini. Dalam penelitian kepustakaan, peneliti akan melakukan
penelaahan kritis dan mendalam terhadap bahan-bahan pustaka yang relevan, sehingga
memungkinkan untuk merumuskan temuan dan kesimpulan yang solid terkait dengan
peran hukum sebagai alat sosial kontrol dan alat untuk mengubah masyarakat.

417
Pembahasan

Dimana ada masyarakat disana pasti ada hukum


Manusia adalah mahluk yang diciptakan untuk hidup bersama, tidak ada
manusia yang mampu untuk hidup sendiri. Hidup bersama disini dapat diartikan
sekurang-kurangnya 2 orang. Aristoteles pernah mengatakan bahwa manusia itu
adalah zoon politicon, yang artinya bahwa manusia itu sebagai makhluk yang selalu
ingin bergaul dan berkumpul dengan sesama manusia lainya. Dan karena sifatnya itu
manusia disebut sebagai makhluk sosial.
Manusia itu memiliki rasa, hasrat dan keinginan antara satu dan lainnya, dan
untuk mencapai itu dalam kehidupan manusia diperlukan adanya tolong menolong dan
kerjasama. Untuk mencapai kerjasama yang baik, maka diperlukannya aturan yang
menjaga atau mengatur suatu kegiatan tersebut. Inilah yang kemudai dinamakan
dengan norma, norma dalam kehidupan bermasyarkat. Dengan adanya norma pada
manusia, maka ada timbul dengan sendirinya dorongan atau kontrol pada diri manusia
untuk melakukan apa yang ingin dilakukan secara sepihak atau semena-mena,
sehingga dapat menyelaraskan keinginan manusia tersebut tanpa mementingkan
keinginan pribadi.
Ilhami Bisri dalam bukunya menyebutkan bahwa norma adalah istilah yang
sering digunakan untuk menyebut segala sesuatu yang bersifat mengatur kehidupan
manusia. Bekerjanya sistem norma bagi manusia adalah bagaikan pakaian hidup yang
membuat manusia merasa aman dan nyaman dalam menjalani tugas.2
Hukum dalam masyarakat sudah menjadi bagian dari proses hidup
bermasyarakat, termasuk juga dalam adat bermasyarakat. Hukum adat sudah ada dan
tumbuh sejak lama pada diri masyarakat. Menurut Van Vollenhoven Hukum adat
adalah keseluruhan aturan tingkah laku positif yang disatu pihak mempunyai sanksi
(oleh karena itu “ hukum”) dan di pihak lain dalam keadaan tidak dikodifikasikan

2
Ilhami Bisri, Sistem Hukum Indonesia : Prinsip-prinsip & Implementasi Hukum di Indonesia (Cet. 10 :
Depok : Rajawali Pers, 2017), h. 1

517
(oleh karena itu :”Adat”).3 Dalam bermasyarakat hampir semua kalangan masih
memiliki adat istiadat yang kental, sanksi pembuangan atau pengucila pada
masyarakat diberikan pada masyarakat yang melanggar norma atau etika pada
kalangan masyarkat tersebut. Tidak hanya pada masyarakat adat saja, pada masyarakat
modern juga banyak berlaku, misalnya pada komunitas atau kelompok keanggitaan
suatu organisasi yang kemudian sanksi dari pelanggaran etika tersebut biasanya
pemecatan dari keanggotaan.
Jadi dapat diambil sebuah uraian tersebut bahwa, hukum merupakan tingkah
laku yang berdasarkan hukum yang berlaku disini dan kini serta apabila melanggar
akan ada sanksi sebagai reaksi dari pelanggaran terebut. Kemudian dapat diartikan
bahwa hukum sudah ada pada diri masrayakat, baik hukum yang tertulis maupun
hukum yang tidak tertulis yang menjadi aturan atau pedoman bagi masyarakat dalam
menjalankan kehidupan bermasyarakat sehingga tercapai keselarasan antara satu dan
lainnya.

Peranan hukum dalam kehidupan bermasyarakat

Istilah hukum Indonesia sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari dimana


bisa diartikan sebagai norma yang berlaku atau diberlakukan diindonesia. Hukum
indonesia adalah hukum, sistem norma atau aturan yang berlaku di Indonesia. Menurut
Ilhami Bisri Hukum Indonesia adalah hukum positif Indonesia, semua hukum yang
dipositifkan atau yang sedang berlaku di Indonesia.4
Hukum dalam mempengaruhi kehidupan manusia adalah hukum diartikan
sebagai suatu kontrol sosial. Kontrol social (social kontrol) biasanya diartikan sebagai
suatu proses baik yang direncanakan maupun tidak, yang bersifat mendidik, mengajak
atau bahkan memaksa warga masyarakat agar mematuhi sistem kaidah dan nilai yang
berlaku.

3
Iman Sudiyat, Asas – Asas Hukum Adat Bekal Pengantar (Cet. 5 ; Yogyakarta: Liberty, 2010), h.5.
4
Ilhami Bisri, Sistem Hukum Indonesia : Prinsip-prinsip & Implementasi Hukum di Indonesia (Cet. 10 :
Depok : Rajawali Pers, 2017), h.5.

617
Sosial kontrol yang dimaksud adalah yang berhubungan dengan pembentukan
dan pemeliharaan aturan-aturan sosial yang berpijak pada kemampuan hukum untuk
mengontrol perilaku-perilaku manusia dan menciptakan suatu kesesuaian didalam
perilaku-perilaku tersebut. Salah satu dari karakteristik hukum ialah adanya
mekanisme kontrol yaitu yang disebut sebagai sanksi. Hukum berfungsi untuk
menciptakan aturan-aturan sosial dan sanksi digunakan sebagai alat untuk mengontrol
mereka yang menyimpang dan juga digunakan untuk menakut-nakuti orang agar tetap
patuh kepada aturan-aturan sosial yang sudah ditentukan.
Fungsi hukum dalam suatu kelompok masyarakat adalah menerapkan
mekanisme kontrol sosial yang akan membersihkan masyarakat dari sampah-sampah
masyarakat yang tidak dikehendaki sehingga hukum mempunyai suatu fungsi untuk
mempertahankan eksistensi suatu kelompok.
Oleh karena itu hukum harus djalankan untuk menjadi sosial kontrol dalam
kehidupan bermasyarakat sebab tugas dan fungsi hukum tidak merupakan tujuan itu
sendiri, melainkan juga merupakan instrumen yang tidak dapat digantikan untuk
mencapai keseimbangan dalam aktivitas yang dilakukan oleh manusia.
Menurut Prof.Dr.Satjipto Raharjo dalam bukunya menyebutkan, hukum disini
ditekankan pada fungsinya untuk meyelesaikan konflik-konflik yang timbul pada
masyarkat secara teratur.5 Dari pernyataan tersebut dalam di pahami bahwa dalam
suatu kehidupan bermasyarakat akan ada timbul konfilk-konflik sosial pada
masyarkat, maka diperlukannya suatu tidakan atas konflik-konflik tersebut yang mana
disinilah hukum pada masyarakat akan digunakan. Jika konflik pada masyarakat itu
dibiarkan atau tidak diselesaika, maka akan timbul ketidak harmonisan pada
masyarakat, dengan kata lain akan menghambat kerjasama dan keselarasan pada
masyarakat.
Adapun juga Prof. Dr. Sajtipto mneyebutkan adanya suatu pentakrifan mengenai
hukum yang mengandung petunjuk tentang kepekaan hukum terhadap perubahan
sosial masyarakat sebagai berikut :

5
Satjipto Rahardjo, Hukum dan Perubahan sosial. Suatu tinjauan teoritis serta pengalaman-pengalaman
di Indonesia (Cet. 3 : Yogyakarta :Genta Publishing, 2009), h.27

717
1. Merumuskan hubungan-hubungan di antara anggota-anggota masyarakat
dengan menunjukkan perbuatan-perbuatan apa saja yang dilarang dan mana
yang boleh dilakukan.
2. Mengalokasiakan dan menegaskan siapa-siapa yang boleh menggunakan
kekuasaan atas siapa, berikut prosedurnya.
3. Penyelesaian sengketa-sengketa.
4. Mempertahankan kemampuan adaptasi masyarakat dengan cara mengatur
kembali hubungan-hubungan dalam masyarakat apabila keadaan berubah.6

Dari uraian diatas dapat dilihat bagaimana hubungan antara hukum dan
masyarkat, serta peranannya terhadap masyarakat yang dimana masyarakat ini
merupakan mahluk sosial yang akan terus mengalami perubahan. Namun melihat
perubahan-perubahan pada sosial masyarkat inilah yang kemudian menjadi tolak ukur
perubahan-perubahan aturan pada masyarakat.
Secara umum, hukum berfungsi mengatur hubungan sosial masyarakat, dalam
sebuah jurnal yang menyebutkan hubungan-hubungan sosial disini bisa berbentuk
prilaku yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan. Karena setiap apa yang
dilakukan oleh masing-masing anggota masyarakat, juga terkait dengan anggota
masyarakat yang lain. Hubungan-hubungan sosial disini juga bisa bermakna aktivitas-
aktivitas politik tentang pembagian kekuasaan yang berkaitan dengan siapa yang boleh
melakukan dan siapakah yang harus mentaatinya. Bermakna menyelesaikan konflik
sosial dan memelihara kemampuan masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan
kondisi-kondisi lingkungan yang berubah.7 Maka dari itu hukum memiliki peranan
penting dalam kehidupan masyarakat untuk dijadikan pedoman dan aturan serta
mengatur kehidupan sosial antara masyarakat.
1. Hukum Menjadi fenomena Bagi Masyarakat
Hukum ada karena prilaku masyarakat antara satu dengan lainnya, interksi sosial
yang terjadi kemudian menjadi suatu acuan yang dimana kemudian disebut dengan
6
Ibid, h. 34-35
7
Mushafi, Ismail Marzuki “Persinggungan Hukum dengan Masyarakat dalam kajian Sosiologi Hukum”
Jurnal Cakrawala Hukum,Vol.9, No.1, 2018, hal. 55-56

817
aturan atau norma. Prof. Dr. Sajtipto Rahardjo dalam bukunya menyebutkan hukum
dibuat untuk dilaksanakan. Hukum tidak dapat lagi disebut sebagai hukum, apabila
hukum tidak pernah dilaksanakan.8 Melihat kutipan tersebut dapat di tinjau dari
kehidupan manusia yang melakukan kegiatan atau aktivitas setiap harinya termasuk
juga interaksi dengan masyarakat lain, hal ini kemudian yang memicu timbulnya
hukum. Jika suatu kegiatan sudah tidak dilakuka lagi, maka tidak aka nada aturan atau
hukum itu lagi.
Atas dasar itu kemudian masyarakat bergantung pada norma atau aturan yang
menjadi panduan dalam berinteraksi, untuk mencapai keselarasan. Maka kehadiran
hukum menjadi sangat penting. Prof.Dr.Sajtipto Rahardjo juga menyebutkan orang
tidak berusaha memberikan penjelasan mengenai kehadiran hukum dalam masyarakat
dengan segala seluk-beluknya, melainkan menerimanaya begitu saja. 9 Oleh karena itu
masyrakat sangat berpengaruh dalam penegakan hukum di suatu negara atau disuatu
lingkungan masyarakat.
Hukum itu mengandung rekaman dari ide-ide yang dipilih oleh masyarakat
tempat hukum itu diciptakan. Ide-ide ini adalah ide mengenai keadilan. Hukum
sebagai suatu fenomena sosial tidak hanya berlaku bagi individu-individu yang
merasakan, mengetahui dan memahami hukum tetapi dipelajari pula bagaimana
pandangan dan persepsi masyarakat dan individu terhadap hukum. Selain itu, juga
mengenai tujuan aturan-aturan hukum dan mengapa aturan menjadi kehidupan sosial
masyarakat yang menjadi aturan sosial. Ada suatu asumsi bahwa hukum menciptakan
atau memelihara keteraturan sosial. Ini adalah suatu asumsi yang mungkin ditolak oleh
analisa tentang aturan-aturan hukum sebagai suatu fenomena sosial. Meningkatnya
penggunaan hukum sebagai suatu legitimasi alat bagi ketenangan dan intervensi dalam
area pribadi dengan hubungan sosial yang memberikan efek diam-diam.
Masalah-masalah fenomena hukum dititikberatkan pada masalah-masalah yang
berhubungan langsung dengan legal relations, umpamanya court room (Ruang
Pengadilan), dan solicitor’s office (Kantor Pengacara). Selain itu adalah studi terhadap
8
Satjipto Rahardjo, Penegakan Hukum. suatu Tinjauan sosiologis. (Cet. 2 : Yogyakarta :Genta
Publishing, 2011), h.1
9
Ibid. h.3

917
proses-proses interaksional, organizational socialization, typifikasi, abolisi dan
konstruksi sosial. Dengan demikian berarti, melihat hukum sebagai suatu proses atau
lebih tepatnya lagi adalah proses sosial.
Salah satu proses sosial yang terdapat dilihat dalam dinamika hukum adalah apa
yang terjadi di pengadilan. Untuk memahami proses yang terjadi di pengadilan maka
kita harus mengetahui lebih dalam tentang pengadilan. Pengadilan tidak hanya terdiri
dari gedung, hakim, peraturan yang lazim dikenal oleh ilmu hukum, melainkan
merupakan suatu interaksi antara para pelaku yang terlibat dalam proses pengadilan.
Bekerjanya pengadilan menggambarkan interaksi antara sistem hukum dan
masyarakat. Peraturan yang mengatur tata cara berperkara dikembangkan lebih lanjut
(worked out) melalui perilaku berperkara para pihak yang terlibat dalam proses
peradilan, khususnya hakim.
Proses peradilan adalah jauh lebih kompleks dari pada yang dikira banyak orang,
yaitu tidak sekadar menerapkan ketentuan dalam perundang-undangan. Proses
peradilan juga tercermin dalam perilaku orang-orang yang berperkara atau perilaku
dari pejabat pengadilan (court behavior). Mengadili tidak selalu berkualitas full
adjudication, melainkan sering juga berlangsung in the shadow of law, di mana
penyelesaian secara hukum hanya merupakan lambang di permukaan saja, sedang
yang aktif berbuat adalah interaksi para pihak dalam mencari penyelesaian. Hukum
dipakai untuk mengemas proses-proses sosiologis dan kemudian memberinya
legitimasi melalui ketukan palu hakim.
Dalam praktek penegakan hukum sehari-hari, praktek kekuasaan kehakiman
berada pada pundak dan palu sang hakim. Kedudukan hakim memegang peranan yang
penting sebab setiap kasus baik pidana, perdata maupun tata usaha negara akan
bermuara pada pengadilan. Hal ini terjadi karena pengadilan merupakan instansi
terakhir yang akan menerima, memeriksa dan mengadili perkara tersebut. Ini berarti
kedudukan pengadilan menempati posisi sentral dalam penegakan hukum.
Hukum yang berintikan keadilan tidak lain berisi ”janji-janji” kepada
masyarakat yang terwujudkan melalui keputusan birokratis. Ini berarti lembaga
pengadilan mempunyai kewajiban untuk memberikan dan menjaga terwujudnya janji-

1017
janji hukum dan keadilan melalui keputusan-keputusan yang meliputi segala aspek
kehidupan seperti bidang ekonomi, perburuhan, hak asasi manusia, demokrasi,
lingkungan hidup, kesejahteraan dan hak-hak sipil lainnya
Kenyataan menunjukkan bahwa pengadilan yang disebut sebagai benteng terakhir
keadilan hanyalah mitos belaka, karena banyak keputusan yang dihasilkan ternyata
justru tidak adil. Apa yang dikatakan bahwa hukum itu tidak steril ternyata benar
adanya karena banyak putusan pengadilan yang berpihak kepada mereka-mereka yang
memiliki kekuasaan dan kekuatan. Dari hal ini lembaga pengadilan sebagai lembaga
yang memberikan keadilan ternyata gagal dan otomatis memperburuk citra pengadilan
di masyarakat.
Kemanusiaan dan keadilan menjadi tujuan dari segalanya dalam kita
berkehidupan hukum. Maka kalimat, ‘hukum untuk manusia’ bermakna juga ‘hukum
untuk keadilan’. Ini berarti, bahwa kemanusiaan dan keadilan ada diatas huium.
Hakikat hukum ialah membawa aturan yang adil dalam masyarakat. 10 Melihat citra
pengadilan di masyarakat cukup banyak ditentukan oleh integritas, sikap dan tindakan
hakim. Singkatnya, masalah perilaku hakim terlalu penting untuk tidak dibicarakan,
terutama pada saat kita ingin membangun atau mereformasi atau meningkatkan citra
pengadilan kita. Dari segi sosiologi hukum, putusan hakim merupakan hasil dari suatu
kompleks faktor-faktor, di mana di antaranya adalah faktor hakim atau manusia
hakimnya.
Persoalan yang berkaitan dengan lembaga peradilan, citra pengadilan dan
perilaku hakim dalam memutus suatu perkara adalah berhubungan dengan proses
bekerjanya hukum. Salah satu sudut penglihatan yang dapat dipakai untuk mengamati
bekerjanya hukum itu adalah dengan melihatnya sebagai suatu proses, yaitu apa yang
dikerjakan dan dilakukan oleh lembaga hukum itu. Dengan melihat hukum sebagai
suatu proses, maka dimungkinkan untuk memberikan penekanan kepada faktor-faktor
di luar hukum, terutama sekali mengenai nilai-nilai dan sikap masyarakat.

10
Suhardin “Fenomena Mengabaikan Keadilan dalam Penegakan Hukum” Mimbar Hukum,Vol.21,
No.2, 2009, hal. 349

1117
Dari hal tersebut terlihat bahwa bekerjanya hukum itu merupakan suatu proses
sosial dan lebih khusus lagi adalah proses interaksi antara orang-orang yang
mengajukan permintaan dan penawaran. Lebih spesifik lagi orang-orang tersebut
adalah para aktor dalam ruang pengadilan serta masyarakat yang bertindak selaku
pengawas, pengontrol dan juga korban.
Proses sosial merupakan pengaruh timbal balik antara berbagai aspek dalam
kehidupan manusia. Dalam proses sosial tersebut, interaksi sosial merupakan bentuk
utamanya. Dalam interaksi sosial mengandung makna tentang kontak secara timbal
balik atau inter-stimulasi dan respon individu-individu dan kelompok-kelompok.
Kontak pada dasarnya merupakan aksi dari individu-individu atau kelompok dan
mempunyai makna bagi pelakunya, yang kemudian ditangkap oleh individu atau
kelompok lain.
Komunikasi muncul setelah kontak berlangsung, sehingga terjadinya kontak
belum berarti telah ada komunikasi. Komunikasi timbul apabila seseorang individu
memberikan tafsiran pada perilaku orang lain. Dengan tafsiran tadi seseorang
mewujudkannya dalam perilaku, di mana perilaku tersebut merupakan reaksi terhadap
perasaan yang ingin disampaikan oleh orang lain itu. Dari penjabaran di atas, dapat
disimpukan bahwa syarat terjadinya interaksi adalah kontak dan komunikasi.
Interaksi sosial tidak saja mempunyai korelasi dengan norma-norma, akan tetapi
juga dengan status, dalam arti bahwa status memberi bentuk atau pola interaksi. Status
dikonsepsikan sebagai posisi seseorang atau sekelompok orang dalam suatu kelompok
sehubungan dengan orang lain dan kelompok itu. Status merekomendasikan perbedaan
martabat, yang merupakan pengakuan interpersonal yang selalu meliputi paling sedikit
satu individu, yaitu siapa yang menuntut dan individu lainnya, yaitu siapa yang
menghormati tuntutan itu.
Proses peradilan yang berlangsung di pengadilan merupakan proses interaksi
yang berlangsung secara formal dan dipenuhi dengan simbol-simbol, atribut dan
posisi/kedudukan. Semua itu menunjukkan status masing-masing pihak yang berbeda
dan semakin menegaskan bahwa proses interaksi tidak berjalan seimbang karena
mereka tidak berada dalam kedudukan yang sama. Kondisi ini pun semakin

1217
menegaskan bahwa mitos tentang semua orang memiliki kedudukan yang sama di
hadapan hukum (equity before the law) – khususnya di pengadilan – tak terbukti
kebenarannya.
Dalam pemahaman sosiologi hukum, hadirnya hukum adalah untuk diikuti atau
dilanggar. Tetapi ada perilaku yang tidak sepenuhnya digolongkan kepada mematuhi
hukum yaitu pelanggaran hukum yaitu penyimpangan sosial. Penyimpangan sosial
lebih luar dari pada pelanggaran hukum yaitu perbuatan yang tidak sesuai dengan
kaedah yang ada sebagai unsur yang membentuk tatanan sosial. Penyimpangan social
tidak segera mempunyai arti pelanggaran hukum, dapat pula memandang arti suatu
penafsiran terhadap kaidah hukum yang formal.
Hukum sebagai kerangka luar, lebih banyak menurut streotip perbuatan dari
pada deskripsi mengenai perbuatan itu sendiri, akan berhadapan dengan tatanan di
dalam dari pada kehidupan social yang lebih subtansial sifatnya, sehingga orang
cenderung orang memberikan penafsiran sendiri terhadap hukum. Dan yang demikian
lalu hanya berfungsi sebagai pedoman saja. Penafsiran itu membuat hukum menjadi
terang terhadap keadaan kongkrit dalam masyarakat. Antara penyimpangan social dan
hukum terdapat hubungan yang erat, dimana hukum diminta untuk mencegah dan
menindak terjadinya penyimpangan.
Akhirnya, dapatlah dikatakan tidak mudah untuk menilai hukum, perlu waktu
panjang dan bertahap. Sedangkan tujuan hukum adalah ingin memanusiakan manusia
itu sendiri.

Hukum Sebagai Sosial Kontrol Dan Alat Untuk Mengubah Masyarakat


Dalam memandang hukum sebagai alat kontrol sosial manusia, maka hukum
merupakan salah satu alat pengendali sosial. Alat lain masih ada sebab masih saja diakui
keberadaan pranata sosial lainnya (misalnya keyakinan, kesusilaan). Kontrol sosial
merupakan aspek normatif kehidupan sosial. Hal itu bahkan dapat dinyatakan sebagai
pemberi defenisi tingkahg laku yang menyimpang dan akibat-akibat yang
ditimbulkannya, seperti berbagai larangan, tuntutan, dan pemberian ganti rugi. Hukum

1317
sebagai alat kontrol sosial memberikan arti bahwa ia merupakan sesuatu yang dapat
menetapkan tingkah laku manusia. Tingkah laku ini dapat didefenisikan sebagai sesuatu
yang menyimpang terhadap aturan hukum. Sebagai akibatnya, hukum dapat
memberikan sanksi atau tindakan terhadap si pelanggar. Karena itu, hukum pun
menetapkan sanksi yang harus
diterima oleh pelakunya. Hal ini
berarti bahwa hukum
mengarahkan agar masyarakat
berbuat secara benar menurut
aturan sehingga
ketentraman terwujud. Sanksi
hukum terhadap perilaku yang menyimpang, ternyata terdapat perbedaan di kalangan
suatu masyarakat. Tampaknya hal ini sangat berkait dengan banyak hal, seperti
keyakinan agama, aliran falsafat yang dianut. Dengan kata lain, sanksi ini berkaitan
dengan kontrol sosial. Ahmad Ali menyebutkan sanksi pezina berbeda bagi masyarakat
penganut Islam secara konsekuen dengan masyarakat Eropa Barat. Orang Islam
memberikan sanksi yang lebih berat, sedangkan orang Eropa Barat memberi sanksi
yang ringan saja. Hukum, di samping bukan satusatunya alat kontrol sosial, juga sebagai
alat pengendali memainkan peran pasif. Artinya bahwa hukum menyesuaikan diri
dengan kenyataan masyarakat yang dipengaruhi oleh keyakinan dan ajaran falsafat lain
yang diperpeganginya.
Dalam hal ini, fungsi hukum ini lebih diperluas sehingga tidak hanya dalam
bentuk paksaan. Fungsi ini dapat dijalankan oleh dua bentuk, pihak penguasa negara.
Fungsi ini dijalankan oleh suatu kekuasaan terpusat yang berwujud kekuasaan negara
yang dilaksanakan oleh the ruling class tertentu. Hukumnya biasanya dalam bentuk
hukum tertulis dan perundang-undangan. Masyarakat; fungsi ini dijalankan sendiri oleh
masyarakat dari bawah. Hukumnya biasa berbentuk tidak tertulis atau hukum kebiasaan.
Fungsi hukum sebagai alat kontrol sosial dapat berjalan dengan baik bila
terdapat hal-hal yang mendukungnya. Pelaksanaan fungsi ini sangat berkaitan dengan
materi hukum yang baik dan jelas. Selain itu, pihak pelaksana sangat menentukan.

1417
Orang yang akan melaksanakan hukum ini tidak kalah peranannya. Suatu aturan atau
hukum yang sudah memenuhi harapan suatu masyarakat serta mendapat dukungan,
belum tentu dapat berjalan dengan baik bila tidak didukung oleh aparat pelaksana yang
kimit terhadap pelaksanaan hukum. Hal yang terakhir inilah yang sering dikeluhkan
oleh masyarakat Indonesia. Aparat sepertinya dapat dipengaruhi oleh unsur-unsur lain
yang sepatutnya tidak menjadi faktor penentu, seperti kekuasaan, materi dan pamrih
serta kolusi. Citra penegak hukum masih rawan.
Contoh fungsi kontrol sosial yang dilakukan lewat tahapan pengharaman riba
dan khamar. Fungsi ini dapat disebut
amar ma’ruf nahi munkar. Dari fungsi
ini akan tercapai tujuan hukum Islam
(maqasid Asy-syari’ah), yaitu
mendatangkan (menciptakan)
Kemasalahatan dan menghindari
kemudaratan di dunia dan akhirat.
Seperti halnya Setelah agama hukum Islam menjadi agama resmi kerajaan, komponen
hukum adat -yaitu pangandereng untuk suku Bugis dan pangaddakang untuk suku
Makassar- yang semula hanya terdiri dari empat komponen, ditambah menjadi lima
komponen, yaitu: Ade, Bicara, Wari, Rappang dan Sara’ atau syariat Islam. Pada masa
puncak kejayaan kerajaan-kerajaan Islam di Sulawesi Selatan, orang Bugis, Makassar,
dan Mandar mengatakan “bukan orang Bugis kalau bukan Islam”. Peradaban hukum
Islam ini mereka pupuk dengan rasa cinta damai dan dikawal oleh nilai siri, artinya
melaksanakan hukum Islam berarti menegakkan siri, hilangnya siri, berarti hilangnya
harga diri dan martabat sebagai manusia.

1517
Penutup

Kesimpulan

Dimana ada masyarakat disitu ada hukum bisa diartikan seperti itu karena jika
kita meninjau arti hukum itu sendiri merupakan tingkah laku yang berdasarkan aturan
atau norma yang berlaku disini dan kini serta apabila melanggar akan ada sanksi
sebagai reaksi dari pelanggaran terebut. Kemudian dapat diartikan bahwa hukum
sudah ada pada diri masrayakat, baik hukum yang tertulis maupun hukum yang tidak
tertulis yang menjadi aturan atau pedoman bagi masyarakat dalam menjalankan
kehidupan bermasyarakat sehingga tercapai keselarasan antara satu dan lainnya.
Hukum dalam mempengaruhi kehidupan manusia adalah hukum diartikan
sebagai suatu kontrol sosial. Kontrol social (social kontrol) biasanya diartikan sebagai
suatu proses baik yang direncanakan maupun tidak, yang bersifat mendidik, mengajak
atau bahkan memaksa warga masyarakat agar mematuhi sistem kaidah dan nilai yang
berlaku.
Masalah-masalah fenomena hukum dititikberatkan pada masalah-masalah yang
berhubungan langsung dengan legal relations, umpamanya court room (Ruang
Pengadilan), dan solicitor’s office (Kantor Pengacara). Selain itu adalah studi terhadap
proses-proses interaksional, organizational socialization, typifikasi, abolisi dan
konstruksi sosial. Dengan demikian berarti, melihat hukum sebagai suatu proses atau
lebih tepatnya lagi adalah proses sosial.

1617
1717
DAFTAR PUSTAKA

Ilhami Bisri, Sistem Hukum Indonesia : Prinsip-prinsip & Implementasi Hukum


di Indonesia (Cet. 10 : Depok : Rajawali Pers, 2017)
Iman Sudiyat, Asas – Asas Hukum Adat Bekal Pengantar (Cet. 5 ; Yogyakarta:
Liberty, 2010),
Satjipto Rahardjo, Penegakan Hukum. suatu Tinjauan sosiologis. (Cet. 2 :
Yogyakarta :Genta Publishing, 2011)
Satjipto Rahardjo, Hukum dan Perubahan sosial. Suatu tinjauan teoritis serta
pengalaman-pengalaman di Indonesia (Cet. 3 : Yogyakarta :Genta
Publishing, 2009)
Satjipto Rahardjo, Negara Hukum yang Membahagiakan Rakyatnya (Cet.2 :
Yogyakarta : Genta Publishing, 2009)
Mushafi, Ismail Marzuki “Persinggungan Hukum dengan Masyarakat dalam
kajian Sosiologi Hukum” Jurnal Cakrawala Hukum,Vol.9, No.1, 2018
Suhardin “Fenomena Mengabaikan Keadilan dalam Penegakan Hukum” Mimbar
Hukum,Vol.21, No.2, 2009

1817

Anda mungkin juga menyukai