Anda di halaman 1dari 5

Oleh :FANS KAEKALA

NIM :2311211018

MAHASISWA FANS KAEKALA

PEROGAM STUDI AHAWAL AL-SYAKHSIYYAH

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUPANG

2023/2024

Abstrak
Beberapa pakar hukum mengungkapkan bahwa pada saat ini posisi hukum di Indonesia mengalami kemunduran.
Hukum yang diharapkan dapat menjadi pendukung bagi perubahan masyarakat yang lebih baik, ternyata hanyalah
berupa aturan-aturan kosong yang tak mampu menjawab persoalan dalam masyarakat. Hukum terkadang hanyalah
menjadi legitimasi penguasa dalam menancapkan ketidakadilannya pada masyarakat. Singkatnya, ada rentang
jarak yang cukup jauh antara hukum dalam cita-cita ideal konsep hukum dalam manifestasi undang-undang dengan
realitas pelaksanaan hukum. Unsur-unsur filosofis juga bisa mengandung subyektifitas, apalagi berhadapan dengan
suatu fenomena yang cukup kompleks, seperti hukum. Oleh karena itulah muncul beberapa aliran atau madzhab
dalam ilmu hukum sesuai sudut pandang yang dipakai oleh orang-orang yang bergabung dalam aliran-aliran
tersebut. Dengan demikian, teori-teori dalam ilmu hukum yang sudah dikembangkan oleh masing-masing
penganutnya akan memberikan kontribusi ke dalam pemikiran tentang cara memaknai hukum itu sendiri.

PEMBAHASAN

1. Pengertian Ilmu Hukum


Ilmu hukum adalah ilmu pengetahuan yang berusaha menelaah hukum. Ilmu hukum mencakup dan membicarakan
segala hal yang berhubungan dengan hukum. Ilmu hukum objeknya hukum itu sendiri. Demikian luasnya masalah yang
dicakup oleh ilmu ini, sehingga sempat memancing pendapat orang untuk mengatakan bahwa “batas-batasnya tidak
bisa ditentukan” (Curzon, 1979). Menurut J.B. Daliyo, menyebut-kan bahwa ilmu hukum adalah ilmu pengetahuan yang
objeknya hu-kum. Dengan demikian, maka ilmu hukum akan mempelajari semua seluk-beluk mengenai hukum,
misalnya mengenai asal mula, wujud, asasasas, sistem, macam pembagian, sumber-sumber, perkembangan, fungsi, dan
kedudukan hukum di dalam masyarakat. Ilmu hukum sebagai ilmu yang mempunyai objek hukum, menela-ah hukum
sebagai suatu gejala atau fenomena kehidupan manusia di mana pun dan kapan pun berada.

. Sering kali pengantar ilmu hukum (PIH) oleh dunia studi hukum dinamakan Ensiklopedia Hukum, yaitu matakuliah
dasar yang merupakan pengantar (introduction atau inleiding) dalam mempelajari ilmu hukum, sehingga pengantar ilmu
hukum merupakan dasar untuk pelajaran lebih lanjut dalam studi hukum.
Dalam mempelajari hukum dapat digunakan beberapa metode sebagai berikut :

1. Metode idealis, adalah metode yang bertitik tolak dari suatu pandangan atau penglihatan bahwa hukum sebagai
perwujudan dari nilai-nilai tertentu. Metode ini selalu menguji apakah yang dilakukan oleh hukum untuk mewujudkan
nilai-nilai tertentu. Nilai-nilai tertentu yang dimaksud oleh hukum adalah keadilan.

2. Metode normatif analitis, adalah metode yang melihat hukum sebagai suatu sistem aturan yang abstrak. Metode ini
melihat hukum sebagai lembaga yang benar-benar otonom dan dapat Pengantar Ilmu Hukum dan Pengantar Hukum
Indonesia dibicarakan sebagai subyek tersendiri terlepas dari hal-hal lain yang berkaitan dengan peraturan-peraturan.

3. Metode sosiologis, adalah metode yang bertitik tolak dari pandangan yang melihat hukum sebagai alat untuk
mengatur masyarakat. Perhatian metode ini adalah pada faktor kemasyarakatan yang mempengaruhi pembentukan,
wujud, dan perkembangan hukum, serta efektifitas hukum itu sendiri dalam kehidupan masyarakat.

1 J.B. Daliyo, Pengantar Ilmu Hukum (Buku Panduan Mahasiswa) ( Jakarta : Prenhallindo, 2001) hlm., 3-4

4. Metode historis adalah metode yang mempelajari hukum dengan melihat sejarah hukum itu sendiri. Dengan
menggunakan metode ini orang yang mempelajari hukum dapat mengetahui bagaimana hukum yang berlaku di masa
lampau dan di masa sekarang. Dari sejarah hukum orang dapat mengetahui bagaimana lahir, berkembang, dan
lenyapnya hukum dan dapat melihat pula tentang perkembangan lembaga-lembaga hukum.

5. Metode sistimatis, adalah metode yang mempelajari hukum dengan cara melihat hukum sebagai satu sistem yang
terdiri atas berbagai subsistem seperti hukum perdata, hukum pidana, hukum acara, hukum tata negara. Ilmu
pengetahuan hukum yang melihat hukum dengan cara demikian ini dinamakan systematiche rechtswetenscchap.

6. Metode komperatif, adalah metode yang mempelajari hukum dengan membandingkan antara tata hukum yang
berlaku di suatu negara tertentu dengan tata hukum yang berlaku di negara lain, dimasa lampau dan sekarang ini. Dari
perbandingan hukum tersebut dapat diketahui perbedaan atau persamaan antara tata hukum yang berlaku di negara
yang satu dengan yang lain baik yang berlaku di waktu lampau maupun sekarang1. 1 J.B. Daliyo, Pengantar Ilmu Hukum
(Buku

Hukum Civil Law adalah hukum memperoleh kekuatan mengikat, karena diwujudkan dalam peraturan-peraturan yang
berbentuk undang-undang dan tersusun secara sistematik di dalam kodifikasi. Karakteristik dasar ini dianut mengingat
bahwa nilai utama yang merupakan tujuan hukum adalah kepastian hukum. Kepastian hukum hanya dapat diwujudkan
kalau tindakan-tindakan hukum manusia dalam pergaulan hidup diatur dengan peraturan-peraturan hukum tertulis.
Dengan tujuan hukum itu dan berdasarkan sistem hukum yang dianut, hakim tidak dapat leluasa menciptakan hukum
yang mempunyai kekuatan mengikat umum. Hakim hanya berfungsi menetapkan dan menafsirkan peraturan-peraturan
dalam batas-batas wewenangnya. Putusan seorang hakim dalam suatu perkara hanya mengikat para pihak yang
berperkara saja ( Doktrins Res Ajudicata).

______________________________________

Sunaryati Hartono, 1991, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, Bandung, Alumni, hlm. 32 6Ibid. 7Ibid.
8Dedi Soemardi, 1997, Pengantar Hukum Indonesia, Jakarta, Indhillco.hlm 73

Jurnal TAPIs Vol.11 No.1 Januari-Juni 2015

Karakteristik kedua pada sistem Civil Law tidak dapat dilepaskan dari ajaran pemisahan kekusaan yang mengilhami
terjadinya Revolusi Perancis. Menurut Paul Scolten, bahwa maksud sesungguhnya pengorganisasian organ-organ negara
Belanda adalah adanya pemisahan antara kekuasaan pembuatan undang-undang, kekuasaan peradilan, dan sistem
kasasi adalah tidak dimungkinkannya kekuasaan yang satu mencampuri urusan kekuasaan lainnya.

Penganut sistem Civil Law memberi keleluasaan yang besar bagi hakim untuk memutus perkara tanpa perlu
meneladani putusan-putusan hakim terdahulu. Yang menjadi pegangan hakim adalah aturan yang dibuat oleh
parlemen, yaitu undang-undang. Karakteristik ketiga pada sistem hukum Civil Law adalah apa yang oleh Lawrence
Friedman disebut sebagai digunakannya sistem Inkuisitorial dalam peradilan. Di dalam sistem itu, hakim mempunyai
peranan yang besar dalam mengarahkan dan memutuskan perkara; hakim aktif dalam menemukan fakta dan cermat
dalam menilai alat bukti. Menurut pengamatan Friedman, hakim di dalam sistem hukum Civil Law berusaha untuk
mendapatkan gambaran lengkap dari peristiwa yang dihadapinya sejak awal. Sistem ini mengandalkan profesionalisme
dan kejujuran hakim. Bentuk-bentuk sumber hukum dalam arti formal dalam sistem hukum Civil Law berupa peraturan
perundang-undangan, kebiasaan- kebiasaan, dan yurisprudensi.

Sistem hukum ini berkembang di negara- negara Eropa daratan dan sering disebut sebagai “Civil Law” yang semula
berasal dari kodifikasi hukum yang berlaku di kekaisaran romawi pada masa pemerintahan Kaisar justinianus abad VI
sebelum masehi. Sistem Civil Law mempunyai tiga karakteristik, yaitu adanya kodifikasi, hakim tidak terikat kepada
presiden sehingga undang- undang menjadi sumber hukum yang terutama, dan sistem peradilan bersifat inkuisitorial.
Pada dasarnya sistem civil law dianut oleh negara-negara Eropa Kontinental yang berdasarkan atas hukum Romawi.
Dalam perkembangan historinya, Ehrenzweic dalam (Marpi, 2020: 116) menyebutkan Corpus Iuris Civils mengatur
tentang hukum yang dapat menyelesaikan secara memuaskan ‘pusparagam’ masalah ekonomi yang lebih aktif dan
problem masyarakat yang lebih berkembang dalam menggunakan tanahnya.

Sunaryati Hartono, 1991, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, Bandung, Alumni, hlm. 32 6Ibid. 7Ibid.
8Dedi Soemardi, 1997, Pengantar Hukum Indonesia, Jakarta, Indhillco.hlm 73

Jurnal TAPIs Vol.11 No.1 Januari-Juni 2015

hukum yang berasal dari Inggris yang kemudian menyebar ke Amerika Serikat dan negara- negara bekas jajahannya.
Kata “Anglo Saxon” berasal dari nama bangsa yaitu bangsa Angel-Sakson yang pernah menyerang sekaligus menjajah
Inggris yang kemudian ditaklukan oleh Hertog Normandia

Merupakan sistem, William. William mempertahankan hukum kebiasaan masyarakat pribumi dengan
memasukkannya juga unsur-unsur hukum yang berasal dari sistem hukum Eropa Kontinental. Nama Anglo-Saxon, sejak
abad ke-8 lazim dipakai untuk menyebut penduduk Britania Raya, yakni bangsa Germania yang berasal dari suku-suku
Anglia, Saks, dan Yut. Konon, pada tahun 400 M mereka menyeberang dari Jerman Timur dan Skandinavia Selatan untuk
menaklukkan bangsa Kelt, lantas mendirikan 7 kerajaan kecil yang disebut Heptarchi. Mereka dinasranikan antara 596-
655 M.16 Sistem hukum anglo saxon merupakan suatu sistem hukum yang didasarkan pada yurispudensi, yaitu
keputusan-keputusan hakim terdahulu yang kemudian menjadi dasar putusan hakim-hakim selanjutnya

Sistem Hukum Anglo Saxon cenderung lebih mengutamakan hukum kebiasaan, hukum yang berjalan dinamis sejalan
dengan dinamika masyarakat. Pembentukan hukum melalui lembaga peradilan dengan sistem jurisprudensi dianggap
lebih baik agar hukum selalu sejalan dengan rasa keadilan dan kemanfaatan yang dirasakan oleh masyarakat secara
nyata. Sistem hukum ini diterapkan di Irlandia, Inggris, Australia, Selandia Baru, Afrika Selatan, Kanada (kecuali Provinsi
Quebec) dan Amerika Serikat (walaupun negara bagian Louisiana mempergunakan sistem hukum ini bersamaan dengan
sistim hukum Eropa Kontinental Napoleon).

Dalam sistem hukum ini peranan yang diberikan kepada seorang hakim sangat luas. Hakim berfungsi tidak hanya
sebagai pihak yang bertugas menetapkan dan menafsirkan peraturan-peraturan hukum saja. Hakim juga berperan besar
dalam membentuk seluruh tata kehidupan masyarakat . Hakim mempunyai wewenang yang sangat luas untuk
menafsirkan peraturan hukum yang berlaku. Selain itu, bisa menciptakan hukum baru yang akan menjadi pegangan bagi
hakim-hakim lain untuk menyelesaikan perkara sejenis. Sistem hukum ini menganut doktrin yang dikenal dengan nama
”the doctrine of precedent / Stare Decisis”. Doktrin ini pada intinya menyatakan bahwa dalam memutuskan suatu
perkara, seorang hakim harus mendasarkan putusannya pada prinsip hukum yang sudah ada dalam putusan hakim lain
dari perkara sejenis sebelumnya (preseden).

Perbedaan Sistem Hukum Eropa Kontinental Dengan Sistem Hukum Anglo Saxon Beberapa perbedaan antara sistem
hukum Eropa kontinental dengan sistem anglo saxon sebagai berikut :

1. Sistem hukum eropa kontinental mengenal sistem peradilan administrasi, sedang sistem hukum anglo saxon hanya
mengenal satu peradilan untuk semua jenis perkara.
2. Sistem hukum eropa kontinental menjadi modern karena pengkajian yang dilakukan oleh perguruan tinggi sedangkan
sistem hukum anglo saxon dikembangkan melalui praktek prosedur hukum.

3. Hukum menurut sistem hukum eropa kontinental adalah suatu sollen bulan sein sedang menurut sistem hukum
anglo saxon adalah kenyataan yang berlaku dan ditaati oleh masyarakat.

4. Penemuan kaidah dijadikan pedoman dalam pengambilan keputusan atau penyelesaian sengketa, jadi bersifat
konsep atau abstrak menurut sistem hukum eropa kontinental sedang penemuan kaidah secara kongkrit langsung
digunakan untuk penyelesaian perkara menurut sistem hukum anglo saxon.

5. Pada sistem hukum eropa kontinental tidak dibutuhkan lembaga untuk mengoreksi kaidah sedang pada sistem
hukum anglo saxon dibutuhkan suatu lembaga untuk mengoreksi, yaitu lembaga equaty. Lembaga ibi memberi
kemungkinan untuk melakukan elaborasi terhadap kaidah-kaidah yang ada guna mengurangi ketegaran.

6. Pada sistem hukum eropa kontinental dikenal dengan adanta kodifikasi hukum sedangkan pada sistem hukum anglo
saxon tidak ada kodifikasi.

7. Keputusan hakim yang lalu (yurisprudensi) pada sistem hukum eropa kontinental tidak dianggap sebagai kaidah atau
sumber hukum sedang pada sistem hukum anglo saxon keputusan hakim terdahulu terhadap jenis perkara yang sama
mutlak harus diikuti.

8. Pada sistem hukum eropa kontinental pandangan hakim tentang hukum adalah lebih tidak tekhnis, tidak terisolasi
dengan kasus tertentu sedang pada sistem hukum anglo saxon pandangan hakim lebih teknis dan tertuju pada kasus
tertentu.

9. Pada sistem hukum eropa kontinental bangunan hukum, sistem hukum, dan kategorisasi hukum didasarkan pada
hukum tentang kewajiban sedang pada sistem hukum anglo saxon kategorisasi fundamental tidak dikenal

Hukum Islam dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak terlepas pengaruhnya masuknya Islam ke nusantara
pada abad ke 12 dan ke 13 masehi di mana pada masa itu para penyebar agama Islam di nusantara menganut mazhab
syafi'i. Perjalanan sejarah transformasi Hukurn Islam sarat dengan berbagai dimensi historis, filosofis, politik, sosiologis
dan yuridis. Hukum Islam di Indonesia terlihat dari dua sisi. Pertama, hukum Islam berlaku secara yuridis formal atau
dikodifikasikan dalam struktur hukum nasional. Kedua, hukum Islam berlaku secara normatif yakni diyakini memiliki
sanksi atau padanan hukum bagi masyarakat muslim.

Hukum Islam ada yang tidak tertulis dan ada yang tertulis dalam bentuk peraturan perundangundangan. Hukum Islam
tidak tertulis merupakan hukum Islam yang dipatahui oleh umat Islam seperti hukum-hukum tentang peribadatan ritual
dan hukum-hukum Islam tentang kemasyarakatan yang masih termuat di dalam al-Qur’an, hadits maupun kitab-kitab
fiqh. Sedangkan hukum Islam tertulis merupakan bagian-bagian hukum Islam yang telah diangkat menjadi peraturan
perundang-undangan seperti hukum tentang perkawinan, zakat, wakaf, penyelenggaraan haji, perbankan syari’ah, surat
berharga syari’ah, dan jaminan produk halal. Hukum Barat bentuknya tertulis yang semula dalam bahasa Belanda.
Contohnya untuk hokum private disebut Burgerlijk Wetboek (BW) yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi
Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Wetboek van Strafrech (WvS) yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia
menjadi Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

Dengan terpeliharanya lima tujuan tersebut (maqashid al-syari’ah), manusia akan mencapai kebahagiaan hidup di
dunia dan akhirat. Sedangkan tujuan hukum Barat adalah untuk memperoleh kepastian hukum dan keadilan hukum.
Para ahli hukum menyebutkan tujuan secara tradisional dan secara modern.

Khusus Brunei Darussalam, telah membuat kodifikasi hukum pidana Islam yang disebut Qanun Jinayat yang berisi
tentang ḥudud, qisaṣ dan ta’zir. Sebelum datangnya Inggris di Brunei Darussalam dan menjadikan Brunei di bawah
koloninya, Kesulthanan Brunei telah memiliki aturan hukum Islam dalam bentuk Qanun dan Resan yang berdasarkan al-
Qur’an dan Sunnah pada abad ke-15 dan 16 Masehi hingga akhirnya diganti oleh Pemerintah Inggris (Rahman, 2005: 29).

Josepch Schacht (1965: 1) mendefinisikan; ”hukum Islam adalah sekumpulan aturan keagamaan, totalitas perintah Allah
Swt. yang mengatur perilaku kehidupan umat Islam dalam keseluruhan aspektnya yang terdiri atas hukum-hukum
tentang ibadah-ritual, aturan-aturan politik, pidana, perdata, ataupun aturan-aturan hukum pada umumnya”. Dasar-
dasar hukum Islam selanjutnya dijelaskan dan dirinci oleh Nabi Muhammad Saw. Oleh karenanya, hukum Islam terdapat
di dalam al-Qur’an dan al-Hadis/Sunnah.

KESIMPULAN

Ilmu hukum adalah ilmu pengetahuan yang berusaha menelaah hukum. Ilmu hukum mencakup dan membicarakan
segala hal yang berhubungan dengan hukum. Ilmu hukum objeknya hukum itu sendiri. Demikian luasnya masalah yang
dicakup oleh ilmu ini, sehingga sempat memancing pendapat orang untuk mengatakan bahwa “batas-batasnya tidak
bisa ditentukan”.

Hukum Civil Law adalah hukum memperoleh kekuatan mengikat, karena diwujudkan dalam peraturan-peraturan yang
berbentuk undang-undang dan tersusun secara sistematik di dalam kodifikasi. Karakteristik dasar ini dianut mengingat
bahwa nilai utama yang merupakan tujuan hukum adalah kepastian hukum.

Hukum common law, dalam sistem hukum ini peranan yang diberikan kepada seorang hakim sangat luas. Hakim
berfungsi tidak hanya sebagai pihak yang bertugas menetapkan dan menafsirkan peraturan-peraturan hukum saja.
Hakim juga berperan besar dalam membentuk seluruh tata kehidupan masyarakat . Hakim mempunyai wewenang yang
sangat luas untuk menafsirkan peraturan hukum yang berlaku.

Hukum Islam ada yang tidak tertulis dan ada yang tertulis dalam bentuk peraturan perundangundangan. Hukum Islam
tidak tertulis merupakan hukum Islam yang dipatahui oleh umat Islam seperti hukum-hukum tentang peribadatan ritual
dan hukum-hukum Islam tentang kemasyarakatan yang masih termuat di dalam al-Qur’an, hadits maupun kitab-kitab
fiqh.

Daftar Pustaka

Referensi

Abdain, “Eksistensi Kompilasi Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional”, dalam Jurnal Ulul Albab, Volume 6, Nomor
1, Januari, 2004.

Abdillah, Masykuri ,“Kedudukan Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional”, dalam Jurnal Jauhar, Vol. 1, No. I,
Desember 2000.

Jurnal TAPIs Vol.11 No.1 Januari-Juni 2015

1 J.B. Daliyo, Pengantar Ilmu Hukum (Buku Panduan Mahasiswa) ( Jakarta : Prenhallindo, 2001) hlm., 3-4

Anda mungkin juga menyukai