Anda di halaman 1dari 3

Hubungan Ilmu Antropologi Dengan Ilmu Hukum

Hukum dan Pembangunan


Hukum dan gerakan pembangunan pada tahun 1960-an sampai dengan 1970-an
berkaitan dengan hubungan antara hukum dan pembangunan, terutama negara-negara
berkembang. Kaum ortodoks dan mayoritas melihat bahwa reformasi di bidang hukum , terutama
pengenalan ide dan lembaga hukum modern negara barat kepada negara berkembang, memegang
peran penting dalam pembangunan ekonomi dan politik. Kaum minoritas melihat hukum terikat
dengan budaya dan tidak dapat dipindahkan atau dipinjam dari satu masyarakat ke masyarakat
lainnya seperti halnya meminjam kunci Inggris untuk menutup lekuk yang bocor. Pandangan ini
berasal dari Montesquieu dan sarjana asal Jerman, Friedrich Carl von Savigny. Sagviny percaya
bahwa negara mempunyai kesatuan oganik dari individu dan bahwa hukum negara berkembang
melalui pembentukan norma-norma sosial dalam suatu masyarakat secara periodik.
Pada tahun 1990-an, hukum dan pembangunan kembali menjadi topik yang hangat. Hal
ini tidak mengejutkan sebab pada tahun ini ada dukungan pembaharuan dari negara maju
terhadap ferormasi hukum pada negara berkembang.
Budaya Hukum
Suatu perspektif antropologi menurut minat luas apra antropolog adalah minat mengenai
masyarakat (sebagai satuan sosial) atau kebudayaan (sebagai perangkat gagasan, aturan-aturan,
keyakinan-keyakinan yang dimiliki bersama). Freidman, seorang sosiolog hukum dari
Universitas Stanfords, menyatakan bahwa sistem hukum terdiri atas tiga komponen, struktur
hukum, hukum substantif, dan budaya hukum. Struktur mengacu pada lembaga dan proses dalam
sistem hukum; struktur hukum merupakan badan, kerangka kerja, dan sistem yang tahan lama.
Sistem ini meliputi sistem pengadilan, legislatif, perbankan, dan sistem koporat. Hukum
substansi mengacu pada hukum peratutan prosedur dan substansi dan norma yang digunakan
dalam sebuah lembaga dan mengikat hukum struktur secara bersama. para pengacara dan sarjana
hukum cenderung membatasi analisis mereka terhadap struktur dan substansi sistem hukum yang
sedang mereka pelajari. Budaya hukum mengacu pada sikap, nilai, dan opini dalam masyarakat
dengan penekanan pada hukum, sistem hukum serta beberapa bagian hukum.
Dari ketiga komponen di atas, budaya hukum merupakan komponen yang paling
penting. Budaya hukum menentukan kapan, mengapa dan di mana orang menggunakan hukum,
lembaga hukum atau proses hukum atau kapan mereka menggunakan lembaga lain atau tanpa
melakukan upaya hukum. Dengan kata lain, faktor budaya merupakan ramuan penting untuk
mengubah struktur statis dan koleksi norma ststis menjadi badan hukum yang hidup.
Menambahkan budaya hukum ke dalam gambar ibarat memutar jam atau menyalakan mesin.
Budaya hukum membuat segalanya bergerak. Namun demikian, konsep Friedman bukannya
tanpa kritik. Roger Cotterrell, seorang sarjana Inggris, mengatakan bahwa konsep Friedman tidak
mempunyai kekerasan dan secara teoritis tidak padu. Friedman menanggapi kritik tersebut
dengan menjelaskan bahwa tidak adanya presisi dalam istilah budaya hukum tidak membuat
konsep itu tidak padu. Sebenarnya, konsep ini juga mempunyai kesamaan dalam hal kekurangan
presisi sama halnya dengan hukum struktur, sistem hukum, dan opini publik.
Menurut Friedman, arti pentingya budaya hukum adalah bahwa konsep ini merupakan
variabel penting dalam proses menghasilkan hukum statis dan perubahan hukum. Cotterrell
menggarisbawahi kesulitan dalam menggunakan konsep budaya hukum. Dia salah dalam
menarik kesimpulan bahwa konsep tidak padu karena tidak adanya hal yang khusus. Alasannya

adalah bahwa konsep sekompleks budaya hukum cenderung sulit dipahami. Hal ini
membuktikan kemampuan konsep budaya hukum menembus masyarakat dan bukan tanda-tanda
kelemehan. Di sisi lain, Cotterrell sendiri mengakui bahwa konsep Friedman merupakan usaha
yang paling dapat menjelaskan konsep budaya hukum dalam sosiologi hukum komparatif dan
mempertahankan dan mengembangkan secara teoritis penggunaan konsep tersebut.
Di negara berkembang, konsep budaya hukum menempati posisi penting karena negara
berkembang sering mendatangkan peraturan, hukum bahkan keseluruhan sistem hukum dari
negara barat dalam usahanya untuk melakukan modernisasi kerangka kerja hukum mereka.
Masalah muncul jika cangkok hukum mengabaikan budaya hukum setempat. Jika budaya hukum
lokal tidak diakomodasi dalam hukum struktur dan substantif asing, konsep ini tidak akan dapat
diterapkan dengan baik. Dikaitkan dengan kasus yang terjadi di Indonesia, konsep ini telah
disampaikankan oleh komentator luar negeri pada awal tahun 1972. Jika kita melihat
Antropologi pada tahap awal perkembangannya dalam abad ke 19 sudah menyadari bahwa
hukum atau sistem normatif merupakan aspek kebudayaan atau dapat dikatakan hukum
merupakan salah satu aspek kebudayaan.
Pada tahun 1982 mantan menteri hukum dan peradilan, Mochtar Kusumaatmaja juga
menyampaikan hal yang sama. Namun setelah beberapa tahun, konsep ini telah dilupakan para
reformis hukum dan baru sekarang diingat kembali oleh reformasi hukum di Indonesia.
Keberhasilan reformasi hukum Indonesia bergantung bukan hanya lembaga pengambil
suara, tetapi juga sikap mental yang tepat dan perilaku mereka yang bekerja, mengawasi dan
menggunakan lembaga ini. Dengan demikian, reformasi pada lembaga hukum tanpa lembaga
budaya tidak akan efektif. Ketika melihat hukum di Indonesia, perhatian dititikberatkan pada
masalah structural, seperti sistem dewan dua pintu dan ketetapan hukum perusahaan yang
dikeluarkan pada tahun 1995 dan membandingkannya dengan produk hukum lainnya.
Dalam perspektif antropologi hukum, hukum lahir dari kebudayaan. Melihat hal tersebut
di atas tentunya menyadarkan kepada kita akan peran Antropologi Hukum sebagai sebuah
perspektif untuk melihat berbagai macam corak hukum yang lahir dan berkembang pula dari
berbagai corak dan ragam kebudayaan. Mempelajari Antropologi Hukum berarti kita melihat
sebuah realitas, kenyataan atas kehidupan hukum yang sesungguhnya yang berjalan di
masyarakat.
Hal ini karena para ahli antropologi mempelajari hukum bukan semata-semata sebagai
produk dari hasil abstraksi logika sekelompok orang yang diformulasikan dalam bentuk
peraturan perundang-undangan semata, tetapi lebih mempelajari hukum sebagai perilaku dan
proses sosial yang berlangsung dalam kehidupan masyarakat.Hukum dalam perspektif
antropologi dipelajari sebagai bagian yang integral dari kebudayaan secara keseluruhan, dan
karena itu hukum dipelajari sebagai produk dari interaksi sosial yang dipengaruhi oleh aspekaspek kebudayaan yang lain, seperti politik, ekonomi, ideologi, religi,struktur sosial, dll.
Satu hal yang dapat kita ambil dari antropologi hukum, adalah diharapkan dapat
memunculkan kesadaran atas kenyataan adanya keberagaman hukum karena beragamnya
budaya. Beragamnya hukum tersebut jangan dimaknakan sebagai pertentangan hukum (conflict
of laws), tetapi patut dianggap sebagai khazanah kekayaan hukum yang akan mampu
memperkuat serta memperbaharui hukum nasional. Di sisi lain akibatnya adalah memunculkan
sikap toleransi untuk menghargai umat manusia yang beragam pola fikir, karakter, pemahaman,
dan tentunya juga beragam hukum.

Kesimpulan
Dari uraian-uraian diatas, maka yang menjadi kesimpulan dalam makalah
ini adalah:
Budaya hukum merupakan komponen yang paling penting Budaya hukum
menentukan kapan, mengapa dan di mana orang menggunakan hukum, lembaga
hukum atau proses hukum atau kapan mereka menggunakan lembaga lain atau
tanpa melakukan upaya hukum.
Hukum lahir dari kebudayaan, berarti menyadarkan kepada kita akan peran
Antropologi Budaya sebagai sebuah perspektif untuk melihat berbagai macam
corak hukum yang lahir dan berkembang pula dari berbagai corak dan ragam
kebudayaan dan Mempelajari Antropologi Budaya berarti kita melihat sebuah
realitas, kenyataan atas kehidupan budaya yang sesungguhnya berjalan di
masyarakat yang didalamnya terdapat aturan hukum baik berasal dari hukum
tertulis maupun tidak tertulis.
Hukum dan gerakan pembangunan pada tahun 1960-an sampai dengan
1970-an. Kaum ortodoks dan mayoritas melihat bahwa reformasi di bidang
hukum , terutama pengenalan ide dan lembaga hukum modern negara barat kepada
negara berkembang, memegang peran penting dalam pembangunan ekonomi dan
politik. Sedangkan Kaum minoritas melihat hukum terikat dengan budaya dan
tidak dapat dipindahkan atau dipinjam dari satu masyarakat ke masyarakat lainnya
seperti halnya meminjam kunci Inggris untuk menutup lekuk yang bocor.
Beragamnya hukum tersebut jangan dimaknakan sebagai pertentangan
hukum (conflict of laws), tetapi patut dianggap sebagai khazanah kekayaan hukum
yang akan mampu memperkuat serta memperbaharui hukum nasional.

Anda mungkin juga menyukai