Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hukum dan kekuasaan merupakan dua hal yang berbeda namun saling mempengaruhi

satu sama lain. Hukum adalah suatu sistem aturan-aturan tentang perilaku manusia. Sehingga

hukum tidak merujuk pada satu aturan tunggal, tapi bisa disebut sebagai kesatuan aturan yang

membentuk sebuah sistem. Sedangkan kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau suatu

kelompok untuk mempengaruhi perilaku seseorang atau kelompok lain, sesuai dengan keinginan

perilaku. Dari dasar pemikiran diatas maka bisa disimpulkan bahwa antara hukum dan kekuasaan

saling berhubungan dalam bentuk saling berpengaruh satu sama lain. Kekuasaan perlu sebuah

“kemasan” yang bisa memperebutkan dan mempertahankan kekuasaan yaitu politik

Nilai itu merupakan keadaan yang dapat kita ketahui, namun sifatnya abstrak. Dalam

situasi hukum, nilai tersebut diturunkan kembali menjadi suatu asas dengan bentuk pilihan

seperti asas hukum. Asas hukum inilah memberi makna etis kepada peraturan-peraturan hukum

dari nilai-nilai etis yang dijunjung tinggi. Paton menyebut bahwa asas hukum sebagai sarana

yang membuat hukum itu hidup, tumbuh dan berkembang sehingga hukum bukan sekedar

sebagai kumpulan peraturan melainkan dengan mengandung nilai-nilai dan tuntutan-tuntutan

etis.

Nilai yang merupakan sesuatu yang abstrak dan merupakan suatu kehendak manusia

yang mempunyai suatu ide atau gagasan yang diproses sehingga menghasilkan suatu keputusan

yang mengandung sesuatu yang berguna seperti nilai materiil, nilai vital dan nilai kerohanian.
Kemudian hukum adalah suatu aturan dalam suatu masyarakat yang dibuat oleh masyarakat

sehingga masyarakat menjadi teratur dan bagi yang melanggar akan dikenai sanksi. Dalam

makalah ini Kami menghubungkan bagaimana hubungan hukum dengan nilai sosial dalam

masyarakat sehingga menjadi penyebab seseorang mentaati atau mamemtuhi hukum.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana hubungan hukum terhadap kekuasaan ?

2. Bagaimana fungsi hukum terhadap kekuasaan?

3. Apa yang dimaksud dengan hukum serta apa yang dimaksud dengan nilai dan nilai sosial?

4. Bagaimana hubungan hukum dengan nilai-nilai sosial serta mengapa orang harus mentaati
hokum?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Filsafat Hukum

2. Ingin mendeskripsikan hubungan hukum terhadap kekuasaan

3. Ingin mengetahui fungsi hukum terhadap kekuasaan

4. Ingin menjelaskan fungsi kekuasaan terhadap hukum


BAB II
PEMBAHASAN
HUBUNGAN HUKUM DAN KEKUASAN

A. Pengertian Hukum

Hukum adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan

kelembagaan. Dari bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam bidang politik, ekonomi dan

masyarakat dalam berbagai cara dan bertindak, sebagai perantara utama dalam hubungan sosial

antar masyarakat terhadap kriminalisasi dalam hukum pidana, hukum pidana yang berupayakan

cara negara dapat menuntut pelaku dalam konstitusi hukum menyediakan kerangka kerja bagi

penciptaan hukum, perlindungan hak asasi manusia dan memperluas kekuasaan politik serta cara

perwakilan di mana mereka yang akan dipilih. Administratif hukum digunakan untuk meninjau

kembali keputusan dari pemerintah, sementara hukum internasional mengatur persoalan antara

berdaulat negara dalam kegiatan mulai dari perdagangan lingkungan peraturan atau tindakan

militer. filsuf Aristotle menyatakan bahwa "Sebuah supremasi hukum akan jauh lebih baik dari

pada dibandingkan dengan peraturan tirani yang merajalela.

Para ahli hukum dalam pandangan mereka mengemukakan tentang hukum berbeda satu

sama lain. Perbedaan pandangan itu dapat dilihat dari pengertian hukum yang mereka

kemukakan. Meskipun ada perbedaan pandangan, namun pengertian itu dapat diklasifikasikan

dalam tiga kelompok.

Pertama, hukum diartikan sebagai nilai-nilai. Misalnya Viktor Hugo yang mengartikan

hukum sebagai kebenaran dan keadilan. Grotiusmengemukakan bahwa hukum adalah suatu

aturan moral tindakan yang wajib yang merupakan sesuatu yang benar. Pembahasan hukum
dalam konteks nilai-nilai berarti memahami hukum secara filosofi karena nilai -nilai merupakan

abstraksi tertinggi dari kaidah-kaidah hukum.

Kedua, hukum diartikan sebagai asas-asas fundamental dalam kehidupan masyarakat

definisi hukum dalam perspektif ini terlihat dalam pandangan Salmond yang mengatakan

“hukum merupakan kumpulan asas-asas yang diakui dan diterapkan oleh negara di dalam

peradilan”

Ketiga, hukum diartikan sebagai kaidah atau aturan tingkah laku dalam kehidupan

masyarakat. Vinogradoff mengartikan hukum sebagai seperangkat aturan yang diadakan dan

dilaksanakan oleh suatu masyarakat dengan menghormati kebijakan dan pelaksanaan kekuasaan

atas setiap manusia dan barang. Pengertian yang sama dikemukakan oleh Kantorowich, yang

berpendapat bahwa hukum adalah suatu kumpulan aturan sosial yang mengatur perilaku lahir

dan berdasarkan pertimbang.

B. Tujuan Hukum

Sama halnya dengan pengertian hukum, banyak teori atau pendapa mengenai tujuan hukum.

Berikut teori-teori dari para ahli :

1. Prof Subekti, SH :

Hukum itu mengabdi pada tujuan negara yaitu mencapai kemakmuran dan kesejahteraan
rakyatnya dengan cara menyelenggarakan keadilan. Keadilan itu menuntut bahwa dalam
keadaan yang sama tiap orang mendapat bagian yang sama pula.
2. Prof. Mr. Dr. LJ. vanApeldoorn :

Tujuan hukum adalah mengatur hubungan antara sesama manusia secara damai. Hukum
menghendaki perdamaian antara sesama. Dengan menimbang kepentingan yang bertentangan
secara teliti dan

3. Geny :

Tujuan hukum semata-mata ialah untuk mencapai keadilan. Dan ia kepentingan daya guna
dan kemanfaatan sebagai unsur dari keadilan.

Pada umumnya hukum ditujukan untuk mendapatkan keadilan, menjamin adanya kepastian

hukum dalam masyarakat serta mendapatkan kemanfaatan atas dibentuknya hukum tersebut.

Selain itu, menjaga dan mencegah agar tiap orang tidak menjadi hakim atas dirinya sendiri,

namun tiap perkara harus diputuskan oleh hakim berdasarkan dengan ketentuan yang sedang

berlaku.

C. Pengertian Kekuasaan

Kekuasaan adalah kewenangan yang didapatkan oleh seseorang atau kelompok guna

menjalankan kewenangan tersebut sesuai dengan kewenangan yang diberikan, kewenangan tidak

boleh dijalankan melebihi kewenangan yang diperoleh atau kemampuan seseorang atau

kelompok untuk memengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginan

dari pelaku (Miriam Budiardjo,2002) atau Kekuasaan merupakan kemampuan memengaruhi

pihak lain untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan kehendak yang memengaruhi (Ramlan

Surbakti,1992).

Dalam pembicaraan umum, kekuasaan dapat berarti kekuasaan golongan, kekuasaan raja,

kekuasaan pejabat negara. Sehingga tidak salah bila dikatakan kekuasaan adalah kemampuan

untuk mempengaruhi pihak lain menurut kehendak yang ada pada pemegang kekuasaan tersebut.
Robert Mac Iver mengatakan bahwa Kekuasaan adalah kemampuan untuk mengendalikan

tingkah laku orang lain baik secara langsung dengan jalan memberi perintah / dengan tidak

langsung dengan jalan menggunakan semua alat dan cara yang tersedia. Kekuasaan biasanya

berbentuk hubungan, ada yang memerintah dan ada yang diperintah. Manusia berlaku sebagai

subjek sekaligus objek dari kekuasaan. Contohnya Presiden, ia membuat UU (subyek dari

kekuasaan) tetapi juga harus tunduk pada UU (objek dari kekuasaan).

Menurut Lasswell dan Kaplan kekuasaan adalah hubungan atau relasi antara seseorang

atau kelompok terhadap kelompok lainnya dimana salah satu individu atau kelompok mampu

mendeterminasi pengaruh yang lain. Van Doorn menyatakan bahwa kekuasaan adalah

kemungkinan membatasi alternatif-alternatif tingkah laku orang-orang atau kelompok-kelompok

lain sesuai dengan tujuan-tujuan seseorang atau suatu kelompok. Valkenvurgh menambahkah

kekuasaan adalah suatu hubungan yang melahirkan kemungkinan membatasi alternatif-alternatif

tingkah laku dari orang atau kelompok yang lain.

Penggunaan kekuasaan adalah salah satu sarana yang paling banyak digunakan dan yang

paling bervariasi dalam politik. Apabila tujuan utama suatu kebijaksanaan politik adalah

memperoleh dan mempertahankan kekuasaan, maka kita sebenarnya membicarakan politik

kekuasaan. Namun, terlalu menyamaratakan atau menyederhanakan bila kita menganggap bahwa

semua politik adalah politik kekuasaan. Kekuasaan kadang-kadang bukan menjadi tujuan, tetapi

sarana atau tujuan untuk tujuan-tujuan lainnya. Kekuasaan juga dapat diartikan sebagai

kemampuan untuk mempengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan tujuan-

tujuan seseorang atau kelompok yang menjadi aktor.


D. Hubungan Hukum dan Kekuasaan

Pola hubungan hukum dan kekuasaan ada dua macam. Pertama, hukum adalah kekuasaan

itu sendiri, Menurut Lassalle, konstitusi sesuatu negara bukanlah undang-undang dasar tertulis

yang hanya merupakan “secarik kertas”, melainkan hubungan-hubungan kekuasaan yang nyata

dalam suatu negara” Pendapat Lassalle ini memandang konstitusi dari sudut kekuasaan. Dari

sudut kekuasaan, aturan-aturan hukum yang tertuang dalam konstitusi suatu negara merupakan

deskripsi struktur kekuasaan yang terdapat dalam negara tersebut dan hubungan-hubungan

kekuasaan diantara lembaga-lembaga negara. Dengan demikian, aturan-aturan hukum yang

termuat dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 merupakan deskripsi struktur kekuasaan

ketatanegaraan Indonesia dan hubungan-hubungan kekuasaan antara lembaga-lembaga negara.

Hakekat hukum dalam konteks kekuasaan menurut Karl Olivercrona tak lain daripada “kekuatan

yang terorganisasi”, hukum adalah “seperangkat aturan mengenai penggunaan kekuatan”, dia

mengingatkan “kekerasan fisik atau pemaksaan” sebagai demikian sama sekali tidak berbeda

dari kekerasan yang dilakukan pencuri-pencuri dan pembunuh-pembunuh. Walaupun kekuasaan

itu adalah hukum, namun kekuasaan tidak identik dengan hukum. Van Apeldronmengemukakan

bahwa hukum adalah kekuasaan, akan tetapi ini berarti bahwa hukum tidak lain daripada

kekuasaan belaka. Hukum adalah kekuasaan, akan tetapi kekuasaan tidak semuanya hukum.

“Mightis not right” pencuri berkuasa atas barang yang dicurinya akan tetapi tidak berarti bahwa

ia berhak atas barang itu. Kedua, adalah bahwa hukum tidak sama dengan kekuasaan. Artinya

hukum dan kekuasaan merupakan dua hal yang terpisah, tapi ada hubungan yang erat diantara

keduanya. Hubungan itu dapat berupa hubungan dominatif dan hubungan resiprokal (timbal

balik) Menurut Mahmud MD, hubungan kausalitas antara antara hukum dan politi
atau tentang pertanyaan tentang apakah hukum yang mempengaruhi politik ataukah politik yang

mempengaruhi hukum maka ada 3 macam menjelaskannya. Pertama, hukum determinan atas

politik dalam arti bahwa kegiatan-kegiatan politik diatur oleh dan harus tunduk pada aturan-

aturan hukum. Kedua, politik determinan atas hukum, karena hukum merupakan hasil atau

kristalisasi dari kehendak-kehendak politik yang saling berinteraksi dan bahkan saling

bersaingan, Ketiga, politik dan hukum sebagai subsistem kemasyarakatan berada pada posisi

yang derajat determinasinya seimbang antara yang satu dengan yang lain, karena meskipun

hukum merupakan produk keputusan politik, tetapi begitu hukum ada maka semua kegiatan

politik harus tunduk pada aturan-aturan hukum. Mereka yang hanya memandang hukum dari

sudut das sollen (keharusan) atau para idealis berpegang teguh pada pandangan, bahwa hukum

harus merupakan pedoman dalam segala tingkat hubungan antar anggota masyarakat termasuk

dalam segala kegiatan politik. Sedangkan mereka yang memandang hukum dari sudut das sein

(kenyataan) atau para penganut paham empiris melihat secara realistis, bahwa produk hukum

sangat dipengaruhi oleh politik, bukan saja dalam perbuatannya, tetapi juga dalam kenyataan-

kenyataan empirisnya. Kegiatan legislatif (pembuatan UU) dalam kenyataannya memang lebih

banyak membuat keputusan-keputusan politik dibandingkan dengan menjalankan pekerjaan

hukum yang sesungguhnya, lebih-lebih jika pekerjaan hukum itu dikaitkan dengan masalah

prosedur. Tampak jelas bahwa lembaga legislatif (yang menetapkan produk hukum).

E. Fungsi Kekuasaan terhadap Hukum

Kekuasaan merupakan sarana untuk membentuk hukum, khususnya pembentukan

undang-undang (lawmaking). Kekuasaan untuk membentuk hukum dinamakan kekuasaan

legislatif (legislatif power), yang merupakan kekuasaan parlemen atau badan perwakilan.
Kekuasaan legislatif sebagai kekuasaan pembentuk undang-undang berasal dari pemikiran John

Locke dan Montesquieu.

Dalam praktek ketatanegaraan di berbagai negara, terdapat konvergensi kekuasaan

pembentukan undang-undang. Pembentukan undang-undang tidak lagi menjadi monopoli

parlemen, tapi kerjasama antara parlemen dan pemerintah. kekuasaan merupakan alat untuk

menegakkan hukum. Penegakan hukum adalah suatu proses mewujudkan keinginan-keinginan

hukum menjadi kenyataan. Yang disebut sebagai keinginan-keinginan hukum adalah di sini tidak

lain adalah pikiran-pikiran badan pembuat undang-undang yang dirumuskan dalam peraturan-

peraturan hukum. Kekuasaan merupakan media untuk melaksanakan hukum. Adapun yang

dimaksud dengan pelaksanaan hukum adalah upaya menjalankan (eksekusi) putusan pengadilan

yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap. Putusan badan peradilan tidak akan banyak

artinya bagi pengorganisasian kehidupan masyarakat jika tidak dilaksanakan secara konsekwen

dan konsisten. Otoritas eksekusi merupakan kewenangan kejaksaan dan pengadilan.

F. Fungsi hukum terhadap Kekuasaan

Hukum adalah media untuk melegalisasi kekuasaan. Legalisasi hukum terhadap

kekuasaan berarti menetapkan keabsahan kekuasaan dari segi yuridisnya. Setiap kekuasaan yang

memiliki landasan hukum secara formal memiliki legalitas. Namun yang sering menjadi masalah

adalah bila kekuasaan yang legal itu adalah kekuasaan yang sewenang-wenang, tidak patut, dan

tidak adil. Hal itu sebenarnya merupakan masalah legitimasi kekuasaan, yaitu pengakuan

masyarakat terhadap keabsahan kekuasaan.[1]

Hukum adalah instrumen untuk mengatur kekuasaan. Hubungan-hubungan kekuasaan

dalam penyelenggaraan negara harus diatur sedemikian rupa supaya tidak menimbulkan
kekacauan di antara kekuasaan-kekuasaan negara yang ada atau antara kekuasaan pejabat yang

satu dengan kekuasaan pejabat yang lain. Adanya kekuasaan yang paradoks bukan hanya akan

menimbulkan ketidakjelasan wewenang dan pertanggungjawabannya, tapi juga akan melahirkan

ketidaksinkronan dan ketidakpastian hukum.Hukum adalah alat untuk membatasi

kekuasaan.Pembatasan kekuasaan dimaksudkan untuk menghindari terjadinya penumpukan atau

sentralisasi kekuasaan pada satu tangan atau pada satu lembaga.

G. Hukum dalam Mempengaruhi Kekuasaan

Kekuasaan tanpa suatu aturan maka akan mengkondisikan keadaan seperti hal nya hutan

rimba yang hanya berpihak kepada yang kuat dalam dimensi sosial. Disnilah hukum berperan

dalam membentuk rambu-rambu cara bermain pihak-pihak yang berada di lingkaran kekuasan.

Hal tersebut bisa ditemui di konstitusi dimana konstitusi secara garis besar berisi tentang

bagaimana mengatur, membatasi dan menyelenggarakan kekuasaan dan mengatur tentang Hak

Asasi Manusia. Peran hukum dalam mengatur kekuasaan berada dalam lingkup formil.

Masyarakat yang merupakan objek dari kekuasaan tidak menjadi korban dari kekuasaan.

Selain sebagai kepentingan masyarakat, hukum dalam mempengaruhi kekuasaan juga berguna

sebagai aturan bermain pihak-pihak yang ingin berkuasa atau merebut kekuasaan. Aturan

tersebut berguna sebagai cara main yangfairyang bisa mengkordinir semua pihak yang terlibat

dalam kekuasaan. Hukum dalam hal ini tidak hanya mengatur masyarakat tetapi juga mengatur

pihak-pihak yang memiliki kekuasaan.

H. Kekuasaan dalam Mempengaruhi Hukum

Eksistensi hukum tanpa ada kekuasaan yang melatarbelakanginya membuat hukum

menjadi mandul. Oleh karena itu perlunya suatu kekuasaan yang melatarbelakangi hukum.
Muncul pertanyaan bagaimana kekuasaan yang hanya dipegang oleh segelintir orang bisa

dipercaya untuk mempengaruhi hukum yang bertujuan untuk mengatur masyarakat. Untuk

menjawab pertanyaan tersebut maka bisa didekati dengan metode konseptual bukan empiris

karena secara empiris kebanyakan hukum hanya digunakan untuk melegalkan kepentingan

penguasa saja.

Secara konseptual, kekuasaan yang dimiliki oleh sebagian pihak berangkat dari rasa tidak

nyaman masyarakat terhadap keadaan-keadaan yang dianggap bisa menggoyahkan kestabilan

masyarakat. Hal ini sama saja baik dalam masyarakat yang liberal ataupun sosialis. Masyarakat

tersebut sepakat untuk memberikan mandat kepada sekelompok orang untuk berkuasa dan

memiliki kewenangan untuk mengatur mereka agar tetap tercipta kestabilan sosial. Kewenangan

untuk mengatur masyarakat dari penguasa itulah terletak hukum.

Dalam perkembangannya tentu saja tidak dapat dihindari bahwa setiap rezim penguasa

memiliki karakteristik tertentu. Karakteristik tersebut dapat dilihat dari karakteristik hukum yang

menjadi produk politiknya. Karakteristik hukum ternyata berjalan linier dengan karakteristik

rezim kekuasaan yang melatarbelakangi hukum. Apabila kekuasaannya demokratis, maka

produk hukumnya berkarakter responsif sedangkan apabila kekuasaannya otoriter, maka produk

hukumnya berkarakter konservatif atau ortodoks.

I. Pengertian Nilai

Hidup bermakna gerak. Bersamaan dengan hadirnya ruang dan waktu untuk

mengeksiskan keduannya tentulah memiliki isi, yakni hidup itu sendiri. Manusia dalam hal ini

berperan sebagai pelaku dan yang diperlakukan, lewat tindakan. Aristoles memulainya dengan

mengatakan bahwa dalam perbuatannya senantiasa ada kehendak mengejar sesuatu yang baik.
oleh sebab itu, baik merupakan sesuatu yang dikejar atau dituju. Jika Kita meninjau segala

sesuatu yang dituju manusia dalam perbuatannya, maka nilai ada dua macam yaitu: nilai yang

dikejar karena nilai itu sendiri, misalnya orang tidak mengejar uang untuk uangmelainkan uang

untuk jual beli. Dan nilai kedua adalah nilai yang dikejar sebagai tujuan, nilai ini merupakan

dorongan agar manusia menjadi makhluk yang berbudi sehingga mencapai kesempurnaan dalam

pribadi manusia.

Nilai adalah sesuatu yang menarik bagi Kita, sesuatu yang Kita cari, diinginkan, disukai

serta sesuatu yang baik. Nilai dapat diartikan sebagai sifat atas kualitas dari sesuatu yang

bermanfaat bagi kehidupan manusia baik secara lahir maupun batin. Max Scheler,

mengelompokkan nilaimenjadi empat macam yaitu, nilai kenikmatan (rasa enak, nikmat,

senang), nilai kehidupan (kesehatan, kesegaran, jasmaniayah), nilai kejiwaan (kebenaran,

keindahan) dan nilai kerohanian (kesucian). Nilai berkaitan dengan kegiatan meninmbang, yakni

menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain yang kemudian dilanjutkan dengan

memberikan keputusan yang mana orientasi dari keputusan dapat diartikan pada nilai materiil

atau nilai kerohanian. Nilai tidak hanya bagian yang positif atau manfaat tetapi juga bagiannya

yang dianggap negative dan tidak bermanfaat dalam satu penuh dengan keduannya. Nilai

dianggap menjadi sosok yang nyata dan hidup seolah mengiringi sosok penilainnya untuk selalu

dipertahankan dari sisi nilai lainnya yang membayangi. Kemudian menjadi sebuah argument

bahwa nilai itu subjektif selalu memiliki dasar pertimbangan yang layak untuk dijadiakn

penilaian.
J. Hubungan Hukum dengan Nilai sosial

1. Hukum sebagai sosial control

Setiap kelompok masyarakat selalu ada permasalahan sebagai akibat perbedaan antara

yang ideal dan yang actual, antara yang standar dan yang praktis, antara yang diharapkan atau

yang seharusnya untuk dilakukan dan apa yang dilakukan dan apa yang dalam kenyataan

dilakukan. Standar dan nilai-nilai kelompok dalam masyarakat mempunyai variasi sebagai faktor

yang menetukan tingkah laku individu. Penyimpangan nilai-nilai yang ideal dalam masyarakat

seperti, pencurian, penzinaan, ketidakmampuan membayar hutang, melukai orang lain,

pembunuhan dan sebagainya. Hal-hal tersebut merupakan perilaku menyimpang dan

menimbulkan persoalan didalam masyarakat yang sederhana maupun yang modern. Dalam

situasi demikian masyarakat dihadapkan dengan problem untuk menjamin ketertiban apabila

kelompok itu menginginkan mempertahankan eksistensinya.

Fungsi hukum sebagai control sosial, hal ini hubungan hukum dengan nilai-nilai sosial

adalah saling berkaitan dimana hukum sebagai penyelesai sedangakan nilai sosial adalah suatu

hal yang dianggap sebagai problem yang harus diselesaikan. Hukum Nampak memiliki fungsi

rangkap disatu pihak merupakan tindakan yang mungkin demikian melembaga yang kemudian

dipakai oleh masyarakat untuk mecapai suatu tujuan. Dilain pihak sebagai tindakan yang

berwujud reaksi kelompok itu terhadap perilaku menyimpang dan diadakan untuk

mengendalikan tingkah laku yang menyimpangHukum sebagai pembaharuan masyarakat

Indonesia sedang mengalami masa transisi yang terjadi perubahan dari masyarakat yang

tradisional menjadi masyarakat modern. Namun dalam perkembangannya terjadi berbagai

hambatan dikarenakan akan diganti nilai sepertia apa untuk merubah masyarakat. Mengubah
masyarakat seperti yang dikemukakanoleh Rosceo Pound yang menganalogikan sebagai suatu

proses mekanik. Hal ini terjadi karena adanya industry dan transaksi bisnis yang

memperkenalkan nilai dan norma baru. Peran pengubah tersebut dipegang oleh hakim melalui

intrepretasi dalam mengadili kasusu yang dihadapinyasecara seimbang “balance”. Intrpretasi

tersebut dilakukan dengan memperhatikan beberapa hal sebagai berikut:

a. Studi tentang aspek sosial yang actual dari lembaga hokum

b. Tujuan dari pembuat peraturan hukum yang efekti

c. Studi tentang sosiologi dalam memersiapkan hokum

d. Studi tentang metedologi hokum

e. Sejarah hokum

f. Arti penting tentang alasan dan solusi dari kasus individual yang pada angktan terdahulu
berisi tentang keadilan yang abstrak dari suatu hukum yang abstrak.

Keenam langkah ini perlu diperhatikan oleh hakim atau praktisi hukum dalam melakukan

intrepretasi maka perlu ditegaskan bahwa memperhatikan temuan-temuan tentang keadaan sosial

masyarakat melalui bantuan ilmu sosiologi, maka perlu adanya nilai atau norma tentang hak

individu yang harus dilindungi alam Dengan adanya sistem hukum maka terwujudlah proses

administrasi hukum dan mengembangkan peradilan. Maka untuk mengembangkan ilmunya maka

menggunakan cara sebagai berikut:

1) Menetapkan suatu keputusan dengan dasar keadilan, penemuan hukum sangat penting bagi

kasus yang harus diputuskan serta kekuatan ahli hukum untuk mempertahankan keputusan

yang sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan individu.

2) Memperhatikan prosos sosial control dan prosese peradilan.


3) Hukum memuat prinsip, konsep, aturan, standar tingkah laku, dan etika profesi serta yang

dilakoni oleh individu.

Pound mengemukakan bahwa agar hukum dijadikan sebagai perubahan sosial (agen of sosial

change), maka pendaptnya dikuatkan oleh William James yang menyatakan bahwa ditengah-

tengah dunia sangat terbatas dengan kebutuhan, manusia terus berkembang sehingga dunia tidak

akan memuaskan kehidupan manusia.

Hukum yang digunakan sebagai sarana pembaharuan itu dapat berupa undang-undang

atau yurisprudensi atau kombinasi telah dikemukakan di muka, di Indonesia yang paling

menonjol adalah perundang-undangan, Selain hukum sebagai sosial control, korelasi atau

hubungan hukum dengan nilai sosial juga ditemukan sebagaimana nilai itu merupakan suatu

keadaan yang kita ketahui, namun sifatnya abstrak. Dalam situasi hukum nilai tersebut

diturunkan lagi dalam benttuk pilihan yang diberi nama asas hukum, sehingga nilai ini menjadi

landasan dari keberadaan asas hukum. Asas hukum pada dasarnya berbentuk prinsip-prinsip

umum, sehingga belum pula langsung dioperasionalkan. Untuk dapat dikonkritkan dalam

masyarakat, maka sas hukum dijelmakanlah kedalam norma yang dikenal dengan nama

peraturan hukum.

Nilai-nilai dasar dalam hukum menurut Franz Magnis-Suseno yang mengutip dari

Reinhold Zippelius bahwa terdapat tiga nilai dasar yang harus direalisir di dalam hukum yaitu

nilai kesamaan, kebebasan, dan solidaritas.

Nilai Kesamaan, nilai ini mendasarkan pada kriteria objektif yang berlaku bagi pihak

kuat dan pihak yang lemah. Ini memandang bahwa setiap pihak dinggap sama dihadapan hukum.
Hukum berlaku umum tidak berlaku bagi pihak-pihak terentu saja serta mempunyai

kedududukan yang sama bagi anggota masyarakat. Sesuatu yang diinginkan adalah keadilan

Nilai Kebebasan, hukum sangat melindungi kebebasan manusia, fungsinnya sebagai

penjamin kebebasan manusia. Inti kebebasan adalah bahwa nbaik setiap orang atau kelompok

orang berhak untuk mengurus dirinya sendiri dari dominasi pihak lain. Nilai kebebasan

mencakup hak untuk hidup, kebutuhan jasmani, hak memilih dserta memiliki pekerjaan dan

sebagainya.

Nilai kebersamaan. Hukum adalah institusional dari kebersamaan manusia sebagai

makhluk sosiaal dan hidup bersama berdampingan dengan masyarakat lain. Sehingga

memerlukan tatanan hukum untuk mengatur hubungannya dengan sesame manusia.[2]

BAB III
KESIMPULAN & SARAN

A. Kesimpulan

Dalam kehidupan masyarakat kekuasaan mempunyai arti penting bagi hukum karena

kekuasaan bukan hanya merupakan instrumen pembentukan hukum (lawmaking), tapi juga

instrumen penegakan hukum (lawenforcement). Kekuasaan sering bersumber pada

wewenang formal (formal authority) yang memberikan wewenang atau kekuasaan kepada

seseorang atau pihak dalam suatu bidang tertentu. Mengingat bahwa hukum itu

memerlukan paksaan bagi penataan ketentuan-ketentuannya, hukum memerlukan

kekuasaan bagi penegakannya. Tanpa kekuasaan, hukum itu tak lain akan merupakan
kaidah sosial yang berisikan anjuran belaka. Sebaliknya, hukum berbeda dari kaidah sosial

lainnya, yang juga mengenal bentuk-bentuk paksaan, dalam hal bahwa kekuasaan

memaksa itu sendiri diatur oleh hukum baik mengenai ruang lingkup maupun

pelaksanaannya. Hukum memerlukan kekuasaan bagi pelaksanaannya, sebaliknya

kekuasaan itu sendiri ditentukan oleh batas-batasnya oleh hukum.

Ada tiga bentuk manifestasi hubungan hukum dan kekuasaan dalam konteks ini:

Pertama, hukum tunduk kepada kekuasaan. Maksudnya, hukum bukan hanya

menjadi subordinasi kekuasaan, tapi juga sering menjadi alat kekuasaan, dengan kata lain,

kekuasaan memiliki supremasi terhadap hukum. Oleh karena itu, definisi hukum yang

dikemukakan oleh para ahli menempatkan hukum berada dibawah kontrol kekuasaan

Kedua, kekuasaan tunduk kepada hukum. Artinya, kekuasaan berada dibawah hukum

dan hukum yang menentukan eksistensi kekuasaan. Dalam pikiran hukum, tunduknya

kekuasaan kepada hukum merupakan konsep dasar dalam penyelenggaraan ketatanegaraan

Ketiga, ada hubungan timbal balik (simbiotik) antara hukum dan kekuasaan. Dalam

hal ini hubungan hukum dan kekuasaan tidak bersifat dominativedimana yang satu

dominan atau menjadi faktor determinan terhadap yang lain, tapi hubungan pengaruh

mempengaruhi yang bersifat fungsional, artinya hubungan itu dilihat dari sudut fungsi-

fungsi tertentu dan dapat dijalankan di antara keduanya. Demikian, kekuasaan memiliki

fungsi terhadap hukum, dan sebaliknya hukum mempunyai fungsi terhadap kekuasaan.
B. Saran

Demikian makalah yang dapat kami sampaikan, kami menyadari masih banyak

kekurangan dalam hal penulisan maupun isi makalah. Oleh karena itu kritik dan saran yang

membangun kami harapkan demi kesempurnaan penulisan makalah selanjutnya yang lebih

baik. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita. Amin.

DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. H.R. Otje Salman S., SH. 2010. Filsafat Hukum. Bandung. PT RefikaAditama.

http://samardi.wordpress.com/2018/20/10/hubungan-hukum-dan-kekuasaan/.

Anda mungkin juga menyukai