Anda di halaman 1dari 10

Nama : Rivaldo J.

L Totononu
Nim : 22815009
Tugas : Filsafat Hukum

Hukum dan Kekuasan

Abstrak

Humans basically want to live in peace and are in order, so to realize this desire an agreement is

formed between a group of people to form a regulation that binds all elements of society, these

rules are what we then call law. Those who can, give or impose sanctions on violations of legal

rules are the authorities, because law enforcement in the event of a violation is the monopoly of the

authorities. The ruler has the power to impose sanctions for violations of legal rules. The essence of

power is none other than the ability of a person to impose his will on others. These rules or laws

were born to be adapted to the values that develop in the community which are composed by people

who have power. Law exists because of legitimate power. Legitimate power creates law. Provisions

that are not based on legal power are not basically law. So, law comes from legitimate power.

Between law and power can not be separated because the law is made by the ruler and the ruler

obtains power through the law.

Keywords: Law and Power

A. Latar Belakang

Hukum dan kekuasaan merupakan dua hal yang berbeda namun saling mempengaruhi

satu sama lain. Hukum adalah suatu sistem aturan-aturan tentang perilaku manusia. Sehingga

hukum tidak merujuk pada satu aturan tunggal, tapi bisa di sebut sebagai kesatuan aturan

yang membentuk sebuah sistem. Sedangkan kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau

suatu kelompok untuk mempengaruhi perilaku seseorang atau kelompok lain, sesuai dengan

keinginan perilaku. Bisa di bayangkan dampak apabila hukum dan kekuasaan saling

berpengaruh. Di satu sisi kekuasaan tampa sistem aturan maka akan terjadi kopentensi
seperti halnya terjadi di alam. Siapa yang kuat, maka dialah yang menang dan berhak

melakuan apapun kepada siapa saja. Sedangkan hukum tampa ada kekuasaan di belakangnya,

maka hukum tersebut akan “mandul’ dan tidak bisa diterima dengan baik oleh masyarakat.

Hal ini karena masyarakat tidak memiliki ikatan kewajiban dengan si pengeluar kebijakan.

Sehingga masyarakat berhak melakukan hal-hal yang di luar hukum yang telah di buat dan

disisi lain pihak yang mengeluarkan hukum tidak bisa melakukan paksaan ke masyarakat

untuk mematuhi hukum. 1

Dari dasar pemikiran di atas maka bisa di simpulkan bahwa antara hukum dan

kekuasaan saling berhubungan dalam bentuk saling berpengaruh satu sama lain. Kekuasaan

perlu sebuah “kemasan” yang bisa merebutkan dan mempertahankan kekuasaan yaitu politik.

Yang menjadi permasalahan adalah mana yang menjadi hal mempengaruhi atau yang di

pengaruhi. Antara hukum dan kekuasaan saling berpengaruh satu sama lain atau bisa di sebut

saling melenkapi. Sehingga di satu sisi hukum yang dipengaruhi oleh kekuasaan begitu juga

sebaliknya. Namun tetap tidak dapat di pungkiri bahwa proporsi dari kekuasaan dalam

mempengaruhi hukum lebih berperan atau menyentuh ke ranah substansial dalam artian

hukum di jadikan “kendaraan” untuk melegalkan kebijakan-kebijakan dari yang berkuasa.

Sedangkan hukum dalam mempengaruhi kekuasaan hanya menyentuh ke ranah-ranah formil

yang berarti hanya mengatur bagaimana cara membagi dan menyelenggarakan kekuasaan

seperti yang ada dalam konstitusi.2

B. Metode Penelitian

1
HM Siregar, Hukum Dan Kekuasaan Hukum, hukum dan kekuasan hukum.pdf di akses pada tanggal 11
oktober 2022 pukul 18:11 WITA.
2
Karina Detri Amalia, Filsafat Hukum Kekuasaan.
https://www.academia.edu/20035494/Filsafat_hukum_kekuasaan di akses pada tanggal 11 Oktober 2022
Pukul 18:14 Wita
Jenis penelitian yang digunakan dalam tulisan ini adalah metode pendekatan yuridis

normative, yaitu dengan meneliti sumber bacaan yang relevan dengan tema penelitian

meliputi penelitian yang bersifat teoritis.

C. Pembahasan

Hukum Dan Kekuasaan

Negara Indonesia dibangun dengan mendasarkan pada hukum. Menurut

Brian Z Tamanaha sebaimana dikutip Satjipto Rahardjo, negara hukum berkisar

pada tiga kelompok pengertian yaitu:

a. Bahwa pemerintah itu dibatasi oleh hukum.

Negara hukum melindungi masyarakat dari penekanan (oppression) oleh

pemerintah, baik yang bersifat komunitarian maupun individual. Negara

hukum juga melindungi masyarakat dalam keadaan pluralism.

b. Negara hukum difahami secara legalitas formal.

Negara hukum dipahami sebagai sesuatu yang sangat bernilai (supremely

valuable good), tetapi belum tentu memiliki nilai kemanusiaan yang bersifat

universal (universal human good) pula. Orang tidak dapat berpikir bahwa

peraturan sebagai inti dari legalitas formal, berlaku untuk segala keadaan.

c. Pengaturan yang didasarkan pada hukum (rule of law), bukan orang (rule of

man).

Keadaan tersebut dapat dicapai manakala dapat dicapai keseimbangan

antara keduanya yang intinya adalah pengendalian diri (self restraint)3.

3
Junaidi, Sinergi Hukum Dan Kekuasaan Dalam Mewujudkan Keadilan Sosial,
file:///C:/Users/user/Downloads/ambarini,+Jan_30+(1)-21_+Junaidi_17-27+(2)-converted%20(1).pdf di akses
pada tanggal 12 Oktober 2022 Pukul 03:15
Theo Huijbers menjelaskan hubungan antara hukum dan kekuasaan yaitu

1. Hukum tidak sama dengan kekuasaan karena:

a. Hukum kehilangan artinya bila disamakan dengan kekuasaan. Sebabnya

hukum bermaksud menciptakan suatu aturan masyarakat yang adil,

berdasarkan hak-hak manusia yang sejati. Tujuan ini hanya tercapai kalau

pemerintah tinggal dibawah norma-norma keadilan, dan mewujudkan suatu

aturan yang adil melalui undang-undang. Berarti bahwa hukum letaknya di

atas pemerintah. Pemerintah harus bertindak sebagai abdi hukum.

b. Hukum tidak hanya membatasi kebebasan individual terhadap kebabasan

individual yang lain, melainkan juga kebabasan (wewenang) dari yang berkuasa

dalam negara. Dengan demikian hukum melawan penggunaan kekuasaan

dengan sewenang- wenang. Itu berarti, bahwa dalam suatu negara terdapat

suatu kekuasaan yang lebih tinggi dari pada pemerintah, yakni kekuasaan

rakyat. Kekuasaan rakyat itu tampak dalam hal ini, bahwa persetujuan atau

consensus rakyat merupakan syarat mutlak supaya pemerintah dan hukum

adalah sah. Persetujuan mutlak ini menyangkut dua hal yaitu pembentukan

suatu pemerintah, entah bentuknya berifat monarki, aristokrasi atau demokrasi

dan penentuan garis-garis kebijaksanaan dalam membentuk undang-undang

yakni dalam undang-undang dasar negara.

2. Hukum tidak melawan pemerintah negara, sebaliknya membutuhkannya guna

mengatur hidup bersama. Apa yang dilawan adalah kesewenang-wenangan

individual. bahwa hukum harus dikaitkan dengan pemerintah negara, khususnya

pada zaman modern ini, dimana kehidupan masyaraat sangat kompleks, dapat

diterangkan:
a. Dalam masyakarat yang luas, konflik-konflik yang timbul hanya dapat

dipecahkan dengan semestinya, bilamana terdapat suatu instansi yang tinggal

diatas kepentingan-kepentingan individual yang dapat sangat berbeda.

Instansi ini adalah pemerintah yang mewakili rakyat dan dibentuk untuk

mewujudkan keadilan. Hak-hak manusia tidak dapat dijaga bila tidak

dilindungi oleh pemerintah (bersama pengadilan).

b. Keamanan dalam hidup bersama hanya akan terjamin bila ada

pemerintah. Memang tujuan hukum adalah mengatur masyarakat secara adil.

Akan tetapi pengaturan itu kurang berarti, bila tidak ada tata tertib dalam

negara. Hanya pemerintah mempunyai kekuasaan untuk menertibkan orang

yang tidak mau taat pada peraturan yang berlaku. Bila tidak ada pemerintah,

dengan mudah perselisihan-perselisihan yang timbul akan mengakibatkan

bahwa masyarakat menjadi kacau balau atau anarki.

Kekuasaan mempunyai arti bahkan fungsi yang penting bagi masyarakat

yang teratur, yakni kekuasaan diperlukan agar penegakan hukum menjadi

efektif, tetapi hukum dalam bentuknya yang original membatasi kesewenang-

wenangan dari pihak yang memerintah atau penguasa. Akar kekuasaan adalah

hasrat untuk mendominasi pihak lain dan menundukkan mereka di bawah

pengaruh dan kontrolnya. Kekuasaan dalam bentuknya yang asli berupa

tindakan kesewenangan dalam kehidupan sosial. Motif yang melandasi

kekuasaan ini dapat berupa motif politik, sosial maupun ekonomi. Kekuasaan

yang menindas cenderung menghasilkan keinginan dari yang ditindas untuk

mendobrak kekuasaan tersebut. Apabila kekuatan pihak yang ditindas

terkristalisasi, mereka akan mendesak untuk dilakukannya perubahan baik


secara damai atau mungkin revolusi atau reformasi atau apapun namanya.4

Hukum membutuhkan suatu kekuatan pendorong yaitu kekuasaan.

Kekuasaan memberikan kekuatan kepadanya untuk menjalankan fungsi hukum.

Dapat dikatakan bahwa hukum tanpa kekuasaan akan tinggal sebagai

keinginan-keinginan atau ide-ide belaka. Hukum membutuhkan kekuasaan,

tetapi juga tidak bisa membiarkan kekuasaan itu untuk menunggangi hukum.

Hubungan hukum dan kekuasaan dapat juga dilihat dari proses pembentukan

hukum dan penegakan hukum. Dalam proses pembentukan hukum, hukum

merupakan cermin dari kekuasaan. Apabila kekuasaan lahir dari dari nalar dan

proses politik yang bersih dan beretika maka hukum yang lahir adalah hukum

yang adil dan berkeadaban. Sebaliknya apabila kekuasaan lahir dari dari nalar

dan proses politik yang tuna etika, maka hukum yang tercipta adalah hukum

yang menghamba kepada penguasa dan jauh dari kata ramah terhadap

masyarakat.

Hubungan antara hukum dan kekuasaan dapat dilihat juga yaitu hukum

sebagai sarana untuk mengontrol kekuasaan yang ada pada orang- orang.

Hukum tidak hanya mambatasi kekuasaan, tapi juga menyalurkan dan

memberikan kekuasaan pada orang-orang. Pada masyarakat yang organisasinya

semata-mata didasarkan pada struktur kekuasaan, orang memang tidak

membutuhkan hukum sebagai sarana penyalur kekuasaan. Tetapi pada

masyarakat yang diatur oleh hukum, kekuasaan yang ada pada orang-orang itu

hanya bisa diberikan melalui hukum. Dengan demikian maka hukum itu

merupakan sumber kekuasaan, melalui dialah kekuasan dibagi- bagikan dalam

masyarakat. Kekuasaan seperti ini tidak hanya diberikan kepada orang atau

4
Theo Huijbers, Filsafat Hukum, Yokyakarta, Kanisius, 1995, Hal 113.
individu, melainkan juga kepada badan atau kumpulan orang-orang, misalnya

kekuasaan di bidang kenegaraan. Yang dapat memberi atau memaksakan

sanksi terhadap pelanggaran kaidah hukum adalah penguasa. Karena

penegakan hukum dalam hal ada pelanggaran adalah monopoli penguasa.

Penguasa mempunyai kekuasaan untuk memaksakan sanksi terhadap

pelanggaran kaidah hukum. Hakikat kekuasaan tidak lain adalah kemampuan

seseorang untuk memaksakan kehendaknya kepada orang lain. Hukum ada

karena kekuasaan yang sah. Kekuasaan yang sahlah yang menciptakan

hukum. Ketentuan-ketentuan yang tidak berdasarkan kekuasaan yang sah

pada dasarnya bukanlah hukum. Jadi hukum bersumber pada kekuasaan yang

sah.

Kekuasaan mempunyai arti penting bagi hukum karena kekuasaan bukan

hanya merupakan instrumen pembentukan hukum (law making), tapi juga

instrumen penegakan hukum (law enforcement). Hukum juga mempunyai arti

penting bagi kekuasaan karena hukum dapat berperan sebagai sarana legalisasi

bagi kekuasaan formal lembaga-lembaga negara, unit-unit pemerintahan,

pejabat negara dan pemerintahan. Legalisasi kekuasaan itu dilakukan melalui

penetapan landasan hukum bagi kekuasaan melalui aturan-aturan hukum. Di

samping itu, hukum dapat pula berperan mengontrol kekuasaan sehingga

pelaksanaannya dapat di pertanggungjawabkan secara legal dan etis.

Hukum pada hakikatnya adalah kekuasaan. Hukum itu mengatur,

mengusahakan ketertiban, dan membatasi ruang gerak individu. Tidak mungkin

hukum menjalankan fungsinya itu kalau tidak merupakan kekuasaan. Hukum

adalah kekuasaaan, kekuasan yang mengusahakan ketertiban. Sekalipun hukum

kekuasaan, mempunyai kekuasaan untuk memaksakan berlakunya dengan


sanksi, hendaknya dihindarkan jangan sampai menjadi hukum kekuasaan,

hukum bagi yang berkuasa. Oleh karena ada penguasa yang menyalahgunakan

hukum, menciptakan hukum semata- mata untuk kepentingan penguasa itu

sendiri atau yang sewenang-wenang mengabaikan hukum, muncullah istilah

rule of law.5

D. Kesimpulan

Dalam kehidupan masyarakat kekuasaan mempunyai arti penting bagi hukum karena

kekuasaan bukan hanya merupakan instrumen pembentukan hukum (lawmaking), tapi juga

instrumen penegakan hukum (lawenforcement). Kekuasaan sering bersumber pada

wewenang formal (formal authority) yang memberikan wewenang atau kekuasaan kepada

seseorang atau pihak dalam suatu bidang tertentu. Dalam hal demikian dapat dikatakan,

bahwa kekuasaan itu bersumber pada hukum, yaitu ketentuan-ketentuan hukum yang

mengatur pemberian wewenang. Mengingat bahwa hukum itu memerlukan paksaan bagi

penataan ketentuan-ketentuannya, hukum memerlukan kekuasaan bagi penegakannya. Tanpa

kekuasaan, hukum itu tak lain akan merupakan kaidah sosial yang berisikan anjuran belaka.

Sebaliknya, hukum berbeda dari kaidah sosial lainnya, yang juga mengenal bentuk-bentuk

paksaan, dalam hal bahwa kekuasaan memaksa itu sendiri diatur oleh hukum baik mengenai

ruang lingkup maupun pelaksanaannya. Hukum memerlukan kekuasaan bagi pelaksanaannya,

sebaliknya kekuasaan itu sendiri ditentukan oleh batas-batasnya oleh hukum.

Ada tiga bentuk manifestasi hubungan hukum dan kekuasaan dalam konteks ini:

Pertama, hukum tunduk kepada kekuasaan. Maksudnya, hukum bukan hanya menjadi

subordinasi kekuasaan, tapi juga sering menjadi alat kekuasaan, dengan kata lain, kekuasaan

5
Abdul Ghofur Anshori, Filsafat Hukum , Yokyakarta , Gadja Mada University Press, 2018, Hal 147
memiliki supremasi terhadap hukum. Oleh karena itu, definisi hukum yang dikemukakan

oleh para ahli menempatkan hukum berada dibawah kontrol kekuasaan.

Kedua, kekuasaan tunduk kepada hukum. Artinya, kekuasaan berada dibawah hukum

dan hukum yang menentukan eksistensi kekuasaan. Dalam pikiran hukum, tunduknya

kekuasaan kepada hukum merupakan konsep dasar dalam penyelenggaraan ketatanegaraan.

Konsep itu dirumuskan dalam terminology supremasi hukum (supreme of law).

Ketiga, ada hubungan timbal balik (simbiotik) antara hukum dan kekuasaan. Dalam hal

ini hubungan hukum dan kekuasaan tidak bersifat dominativedimana yang satu dominan atau

menjadi faktor determinan terhadap yang lain, tapi hubungan pengaruh mempengaruhi yang

bersifat fungsional, artinya hubungan itu dilihat dari sudut fungsi-fungsi tertentu dan dapat

dijalankan di antara keduanya. Demikian, kekuasaan memiliki fungsi terhadap hukum, dan

sebaliknya hukum mempunyai fungsi terhadap kekuasaan.

E. Saran

Kekuasaan perlu sebuah “kemasan” yang bisa memperebutkan dan mempertahankan

kekuasaan yaitu politik. Yang menjadi permasalahan adalah mana yang menjadi hal yang

mempengaruhi atau yang dipengaruhi. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa tidak

bisa satu hal saja yang mempengaruhi hal yang dipengaruhi. Antara hukum dan kekuasaan

saling berpengaruh satu sama lain atau bisa disebut saling melengkapi. Sehingga di satu sisi

hukum yang dipengaruhi oleh kekuasaan begitu sebaliknya.

DAFTAR PUSTAKA
HM Siregar, Hukum Dan Kekuasaan Hukum, hukum dan kekuasan hukum.pdf di akses pada
tanggal 11 oktober 2022 pukul 18:11 WITA.
Karina Detri Amalia, Filsafat Hukum Kekuasaan.
https://www.academia.edu/20035494/Filsafat_hukum_kekuasaan di akses pada tanggal
11 Oktober 2022 Pukul 18:14 Wita
Junaidi, Sinergi Hukum Dan Kekuasaan Dalam Mewujudkan Keadilan Sosial,
file:///C:/Users/user/Downloads/ambarini,+Jan_30+(1)-21_+Junaidi_17-27+(2)-
converted%20(1).pdf di akses pada tanggal 12 Oktober 2022 Pukul 03:15
Theo Huijbers, Filsafat Hukum, Yokyakarta, Kanisius, 1995, Hal 113.

Abdul Ghofur Anshori, Filsafat Hukum , Yokyakarta , Gadja Mada University Press, 2018,
Hal 147

Anda mungkin juga menyukai