Anda di halaman 1dari 18

UNIVERSITAS PANCASILA

SEKOLAH PASCASARJANA
PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM

TUGAS
SEJARAH HUKUM

RANGKUMAN BUKU ABDUL KADIR BESAR


PERUBAHAAN UUD 1945 TANPA PARADIGMA

Disusun Oleh :

Nama : Dimas Gerianto


No Pokok Mahasiswa : 5218221037

UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN SYARAT-SYARAT PENILAIAN


DALAM MATA KULIAH SEJARAH HUKUM
JAKARTA
2019
KAJIAN TENTANG PERUBAHAN KETIGA UUD 1945 KHUSUSNYA
PERUBAHAN PASAL KETIGA UUD 1945 KHUSUSNYA PERUBAHAN PASAL 1
AYAT (2)

Pasal 1 Pasal 1
NASKAH UNDANG-UNDANG DASAR NASKAH LENGKAP UNDANG-
1945 (ASLI) UNDANG DASAR 1945 (PERUBAHAN
I,II, DAN III)
Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan, (1) Negara Indonesia adalah Negara
yang berbentuk Republik. Kedaulatan ada di Kesatuan, yang berbentuk Republik
tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya (tetap)
oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (2) Kedaulatan berada di tangan rakyat
dan dilaksanakan menurut Undang-
Undang Dasar (Perubahan Ketiga)
(3) Negara Indonesia adalah Negara
hukum (Perubahan Ketiga)

PERMASALAHAN

Perubahan Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945 dan kaitannya dengan paham yang berdaulat adalah

seluruh rakyat yang dianut oleh UUD 1945.

Seluruh sistem tata Negara yang didesain dan kemudian dituangkan dalam UUD 1945,

berpangkal tolak dari faham : yang berdaulat adalah seluruh rakyat bukan individu

(Pidato Soekarno dalam Rapat Besar BPUPKI, tanggal 15 Juli 1945). Berbeda dengan faham

kebanyakan bangsa barat yang menganut bahwa yang berdaulat adalah individu yang terlahir

dari semangat renaisance XVII. Berkenaan dengan itu, kedaulatan seluruh rakyat dalam

keadaan seutuhnya oleh para pendiri Negara diembankan kepada MPR dalam bentuk tiga

kekuasaan yang memang mempersyaratkan legitimasi kehendak seluruh rakyat tidak cukup

hanya mayoritas rakyat. Tiga kekuasaan tersebut adalah sebagai berikut :

(1) Menetapkan dan mengubah UUD (Pasal 3 dan Pasal 37 UUD)


(2) Menetapkan kehendak seluruh rakyat yang dikemas sebagai GBHN (Pasal 3 UUD)

dan

(3) Memilih Presiden dan Wakil Presiden [Pasal 6 ayat (2)]

Perubahan Ketiga UUD 1945, khususnya Pasal 1 ayat (2) berakibat hukum tercabutnya dasar

eksistensi konstitusional MPR. Akibat hukum ini menyangkut kepentingan seluruh rakyat.

Berkenan dengan itu, demi mudah dipahaminya oleh khalayak dalam mengkaji Perubahan

UUD 1945, khususnya terhadap Pasal 1 ayat (2), makalah ini mengikuti sistematik jalan

pikiran sebagai berikut :

(1) Menjelaskan pengertian konstitusi dalam arti sempit dan luas sekaligus menunjukkan

bahwa UUD 1945 menganut paham konstitusi dalam arti yang kedua. Dengan demikian

akan dipahami kaitan antara perubahan UUD 1945 dan Pasal-pasalnya.

(2) Menjelaskan pengertian amandemen, baik secara etimologik maupun yang dianut oleh

UUD 1945 beserta batasan-batasan dan bentuk hukumnya

(3) Mendiskusikan persoalan : perubahan Pasal 1 ayat (2) dalam kaitannya dengan faham

yang berdaulat adalah seluruh rakyat serta akibat hukumnya

I.Pengertian Konstitusi

a. Arti sempit dan arti luas

Paham yang dikemukakan oleh Edward S.Corwin dari Amerika Serikat. Menurutnya

premabul konstitusi itu secara hukum tidak merupakan bagian dari konstitusi, ia sekadar

berjalan mendahului konstitusi. Konstitusionalisme merupakan komponen intergral dari

pemerintahan demokratik. Tanpa memberlakukan konstitusionalisme pada dirinya,

pemerintahan demokratik tidak mungkin terwujud. Konstitusionalisme menurutnya


memiliki dua arti yakni konstitusionalisme atri-statik dan arti-dinamik. konstitusionalisme

artri-statik berkenaan dengan wujudnya sebagai ketentuan konstitusi yang meskipun

bersifat normatif tetapi berkwalifikasi sebagai konsep dalam keadaan diam yang

diinginkan untuk diwujukan.

Paham Konstitusionalisme dalam arti-statik yang terkandung dalam konstitusi,

mengungkapkan bahwa konstitusi itu merupakan kontrak sosial yang didasari oleh ex

ante pactum (perjanjian yang ada sebelumnya). Sedangkan konstitusionalisme dalam arti-

dinamik rumusannya bersifat partikal, menunjukan interaksi antar komponennya, tidak

sekedar rumusan yang bersifat yuridik normatif. Tetapi menurut Abdul Kadirbesar baik

konstitusionalisme arti-dinamik bukanlah pengganti dari konstitusionalisme dalam arti-

statik. Tiap konstitusi dari negara demokratik niscahaya mengandung konsep

konstitusionalisme dalam arti-statik yang jenis pembatasannya berbentuk konsep

keorganisasian negara dan ia merupakan salah satu komponen dari konstitusionalisme

dalam arti-dinamik. Hal ini bererarti di dalam konstitusionalisme dalam arti-dinamik

dengan sedirinya mencakup konstitusionalisme dalam arti-statik.

Oleh karena itu, pada setiap negara hukum dapat dipastikan memiliki konstitusi, hal

ini dikarenakan pada negara hukum, materi muatan hukum itu sendiri dituangkan dalam

bentuk tertentu dengan struktur tertinggi yang berupa konstitusi, baik yang dituangkan

dalam dokumen hukum tertulis (written constitutions) maupun tidak tertulis (unwritten

constitutions). Hal ini berkaitan dengan Dalam pengertian konstitusi dalam arti sempit

dan dalam arti luas. Pengertian konstitusi dalam arti sempit hanya meyangkut dokumen

hukum saja, yang di dalam mengatur pembagian kekuasaan negara, fungsi, tugas antar

lembaga dan hubungan atara kekuasaan pemerintah dengan hak-hak rakyat. Jika pada

pengertian konstitusi dalam arti sempit hanya meyangkut dokumen hukum saja maka

pengertian konstitusi dalam arti luas tidak hanya menyangkut dokumen hukum saja
melainkan juga menyangkut aspek di luar hukum. Menurut Boligbroke konstitusi dalam

arti luas adalah seluruh hukum, institusi dan kebiasaan yang dilalirkan dari prinsip-prinsip

alasan yang pasti dan tertentu, yang membentuk seluruh sistem yang disepakati

masyarakat untuk mengatur dirinya.

Untuk memahami sebuh materi muatan konstitusi, tidak hanya cukup dengan

analisa constitusional doctrine, tetapi perlu adanya pendekatan historical dan

institutionals. Hal ini diperlukan untuk melihat konstitusi secara keseluruhan secara utuh.

Akan tetapi, historical theories bukanalah hal yang paling utama didalam interpretasi

konstitusi. Karena interpretasi konstitusi juga harus memahami prinsip-prinsip konstitusi

yang sedang terjadi pada saat konstitusi berlaku. Hal ini berarti bagaimankah teks

konstitusi dipahami dalam konteks konstitusi pada saat itu. John Ferejohn mengatakan

konstitusi haruslah dipahami secara historis dan cultural atau adanya historis dan cultural

interpretation. Menurut John interpretasi konstitusi dapatlah dilakukan dengan bentuk

backward-looking dan forward-looking. Backward-looking melihat konstitusi secara

historis dan cultural untuk mengetahui kekuatan teks konstitusi. Sedangkan forward-

looking dalam mempertimbangkan efek dari keadaan hukum atas fungsi sistem politik

dan kehidupan masyarakat

b. Kedudukan dan fungsi preambule

Konsekuen dengan pahamnya mengani pengertian konstitusi dalama rti sempit,

Wheare berpendapat bahwa preambule konstitusi yang memang tidak merupakan bagian dari

kosntitusi, dan dengan demikian, juga bukan bagian dari konstitusi, dan dengan demikian

juga bukan bagian dari hukum. Apabila preambule diadakan, ia merupakan tempat yang

semata-mata (stricly) untuk menuliskan proses faktual mengenai terjadinya konstitusi, dengan
maksud agar konstitusi memiliki wibawa sebagai hukum tertinggi (K.C.Wheare, 1960:72).

Dalam kaitan ini, Wheare mencontohkan rumusan Preambule Konstitusi Amerika Serikat.

Fungsi preambul, dalam paham konstitusi dalam arti sempit, fungsi preambule adalah sekadar

sebagai tempat untuk menyatakan siapa pembuat konstitusi dan adakalanya dimulai denan

pernyataan mengenai tujuan besar yang telah ditetapkan oleh kostitusi dan pemerintahan

negara yang diharapkan untuk diwujudkan serta tidak mempunyai watak normatif.

c. Pembukaan UUD 1945

Para pendiri negara Republik Indonesia menganut paham konstitusi dalam pengertian luas,

yaitu konstitusi sebagai piagam pernyataan bangsa. Pembukaan UUD 1945 mengandung:

(a) Keyakinan filsafati

(b) Keyakinan historik

(c) Keyakinan religius

(d) Embanan

(e) Keyakinan filsafati

Dalam rangka interaksi sistemik antarsubstansi yang terkandung dalam empat alinea

Pembukaan UUD 1945 dengan Pancasila sebagai pembimbingnya inilah para pendiri negara

menetapkan bahwa : “Undang-Undang Dasar menciptakan pokok-pokok pikiran ini yang

tidak lain adalah Pancasila itu sendiri-dalam pasal-pasalnya (Penjelasan UUD, angka III)

d. Sistematika UUD 1945

Ideologi adalah setiap struktur kejiwaan yang tersusun oleh seperangkat keyakinan mengenai

penyelenggaraan kehidupan masyarakat beserta pengorganisasiannya, seperangkat keyakinan

mengenai sifat hakikat manusia dan alam semesta dimana ia hidup didalamnya. Suatu

pendirian bahwa kedua perangkat keyakinan tersebut interdependen dan suatu dambaan agar
keyakinan-keyakinan termaksud dihayati, dan pernyataan pendirian itu diakui sebagai

kebenaran oleh segenap orang yang menjadi anggota penuh dari kelompok sosial yang

bersangkutan.

Ideologi Pancasila

Terkait dengan Ideologi Pancasila yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945

berkualifikasi sebagai dasar negara. Sejak diselenggarakannya Rapat Besar pertama BPUPKI,

apa yang kita kini kenal dengan nama Pancasila, memang sadar diniatkan oleh para pendiri

negara kita untuk dijadikan dasardari Negara Indonesia Merdeka yang pada waktu itu hendak

didirikan.

Dalam rangka mendirikan suatu negara, politik yang pertama kali dilakukan oleh tiap

bangsaadalah mentransformasikan serba konsep yang terkandung di dalam ideologi yang

dianutnya yang masih bersifat umum-universal itu kedalam pengertiannya, dan ditunagkan

dalam konstitusi negara (undang-undang dasar)

Muatan kenegaraan ideologi pancasila

Ideologi Pancasila memuat (1) cita-cita bangsa indonesia megenai kebersamaan hidup ideal

yang bertumpu pada keadilan (2) asas kerohanian pengorganisasian negara (3) moralitas

penyeleggaraan negara

Empat pokok pikiran

a. Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia

dengan berdasar atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh

rakyat Indonesia

b. Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

c. Negara yang berkedaulatan rakyat, berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan

perwakilan
d. Negara berdasar atas Ketuhanan yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang

adil dan beradab

Keempat PP tersebut adalah wujud transformasian dari ideologi (dasar negara) Pancasila

yang tercantum di dalam pembukaan UUD 1945. Dengan kata lain, 4PP adalah ideologi

Pancasila yang diproyeksikan pada kehidupan negara.

Nilai integrasi

Merujuk pada ungkapan yang ditulis dengan huruf miring pada tiap pokok pikiran yang

terkandung di dalam pembukaan UUD 1945, terungkap bahwa nilai intrinsik yang

terkandung di dalam tiap pokok pikiran adalah : integrasi (kebersamaan)

CEROBOHAN PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR

1. Pendekatan-adendum

Urutan penomoran ayat yang tidak konsisten diemplementasikan. Secara konseptual, ayat

dari suatu pasal UUD 1945 (asli) yang tetap diberlakukan tidak dimuat lagi dalam perubahan.

Contohnya, dalam Perubahan Ketiga UUD 1945 tidak dicantumkan Pasal 1 Ayat (1). Dengan

demikian, Pasal 1 Ayat (1) UUD 1945 (asli) masih berlaku. Ternyata pendekatan-

adendumnya tidak diberlakukan secara konsekuen.


2. Pembentukan Dewan Perwakilan Daerah

Semangat yang terkandung dalam Pasal 22C dan Pasal 22D adalah bikameralisme. Dalam hal

ini, vertical checks and balances system within legislative power. Apabila hal itu

dikehendaki, kekuasaan DPR dan DPD meliputi obyek yang sama, yaitu pembuatan UU,

penyusunan budget, dan pengawasan. Apabila kekuasaan tersebut tidak sama, vertical checks

and balances system antara DPR dan DPD tidak bisa diwujudkan.

3. Pemilihan Umum

Pasal 6A yang mengatur pemilihan pasangan Presiden dan Wapres secara langsung oleh

rakyat mengandung konsekuensi terjadinya dampak politik yang berwujud spoil system.

Dalam sistem dua partai spoil system terjadi secara pasti, yaitu para pejabat eksekutif diisi

oleh anggota partai politik yang menang dalam pemilu; dan semua pejabat eksekutif dari

partai yang kalah diberhentikan. Pasal 22E Ayat (2) yang mengatur pemilu yang tidak

mencantumkan pemilihan anggota MPR menunjukkan bahwa para perancang amandemen

memang mendesain hapusnya MPR.

4. Tidak memenuhi syarat materi konstitusi

Pasal 24A Ayat (2)-(5), Pasal 24B, dan Pasal 24C Ayat (2)-(4) Perubahan Ketiga UUD 1945

(tentang syarat personalia pengisian anggota MA, KY, dan MK), karena sifat bawaan dari

persyaratan anggota dan prosedur penetapan anggota ketiga lembaga tersebut bersifat

teknikal, sehingga tidak berkualifikasi materi konstitusi.

5. Salah konsep

Misalnya pasal 30 Ayat (2) Perubahan Ketiga UUD 1945 (tentang kekuatan utama dan

kekuatan penunjang dalam SISHAMKAMRATA)


6. Perubahan konstitusi yang bersifat memberi instruksi kepada lembaga atau badan

negara harus terumus secara eksplisit dan pasti, tidak boleh terbuka seperti rumusan

Pasal 23E Ayat (3) Perubahan Ketiga UUD 1945 (tentang BPK) yang terumus “Hasil

Pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti oleh lembaga perwakila dan/atau badan sesuai UU.”

SISTEM PEMILIHAN PRESIDEN LANGSUNG OLEH RAKYAT DAN

SISTEM MULTI-PARTAI

Baik dalam sistem pemerintahan presidensial atau dalam sistem pemerintahan parlementer,

kepala pemerintahan yang dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilu secara alami,

membawa dampak politik dengan istilah spoil system.

Dalam sistem pemerintahan parlementer spoil system langsung diterima oleh sistem politik,

karena letgitimasi dari spoil system adalah partai pemenang pemilu. Namun, dalam sistem

pemilihan presiden langsung oleh rakyat, karena legitimasi dari spoil system adalah presiden

terpilih, maka meskipun secara rasional memang bisa diterima, tetapi pada permulaannya

mengalami uneasyness. Baru setelah menjadi konvensi ketatanegaraan, spoil system tidak

lagi mengalami keengganan psikologik. Pemilihan presiden secara langsung oleh rakyat akan

mampu mengelola spoil system, tanpa menyentuh rasa keadilan para pemilih dalam pemilu,

apabila menganut sistem dua partai. Pada sistem multipartai, batas dari spoil system menjadi

rumit, karena batas termaksud akan mengikuti pola komposisi koalisi partai.

PROPOSISI I
Perubahan I, II, III, dan Rancangan Perubahan IV UUD 1945 berkualifikasi pembuatan UUD

baru.

1. Premis

UUD 1945 menganut faham konstitusi dalam arti luas

Menurut Bolingbroke (K.C. Wheare, 1969) “Konstitusi adalah seluruhan hukum, institusi,

dan kebiasaan yang dialirkan dari prinsip-prinsip alasan yang pasti dan tertentu, yang

membentuk keseluruhan sistem yang disepakati masyarakat untuk mengatur dirinya”

2. Penjelasan

2.1 Prinsip-prinsip alasan yang pasti

Prinsip-prinsip alasan yang pasti dan tertentu itu dapat berwujud pandangan hidup, cita-

cita, molaritas, keyakinan filasafati, keyakinan religius, maupun keyakinan politik, dari

suatu bangsa. Prinsip ini apabila diformulasikan sebagai ketentuan hukum normatif, akan

terreduksi substansinya; sebaliknya apabila dibiarkan, ia bukan ketentuan hukum dalam

suatu konstitusi. Berbagai bangsaq di dunia dalam menyusun konstitusinya,

menempatkan the believes and ideals of the nation di dalam Preambul Konstitusi.

Prinsip non hukum yang dituangkan dalam Preambul itu, dalam ilmu hukum dikenal

sebagai apriori-hukum (rechtsapriorie). Apriori Hukum adalah “Padatan makna yang

bersifat umum, mendahului semua hukum dan memberi makna pada hukum, sehingga

membatasi hukum, dalam arti: apa yang tidak dapat dipersatukan dengannya, adalah

bukan hukum” (Larenz, dalam Hommes, 1972 : 1945).

2.2 Kedudukan dan Fungsi Preambule

Para pakar konstitusi yang menganut faham konstitusi dalam arti luas berpendapat bahwa

Preambul adalah bagian inherent dari konstitusi; bagian yang tak terpisahkan dari dan
sekaligus yang memberi kualitas pada konstitusi. Preambul berfungsi sebagai pemberi

kualitas pada konstitusi; menentukan karakter dari dan sekaligus memberi watak normatif

kepada ketentuan hukum

2.3 Esensi dan Premis

Esensi yang terkandung di dalam premis adalah: “UUD menciptakan pokok pikiran ini –

yang tidak lain adalah Pancasila—dalam pasal-pasalnya.”

2.4 Esensi dari Pokok Pikiran

UUD 1945 menganut empat faham instrinsik yang terkandung di dalam empat Pokok

Pikiran transformasian dari Pancasila, yaitu:

- Yang berdaulat adalah seluruh rakyat bukan individu.

- Kehendak rakyat berdaulat adalah kehendak seluruh rakyat bukan kehendak

mayoritas rakyat.

- Keadilan bersifat intersubyektif, tidak bersifat individualistik.

- Negara mengakui sekaligus memelihara eksistensi pluralitas agama yang dipeluk

rakyat Indonesia; segenap kebijakan negara merujuk pada moralitas religius.

3. Fakta Perubahan, Analisis, dan Simpulan terhadap Perubahan I, II, III, dan

Rancangan Perubahan IV UUD 1945

3.1 Fakta Perubahan I

3.1.1 Fakta

Pasal 6 Ayat (2) UUD 1945 menyatakan “Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh

MPR dengan suara yang terbanyak” diubah menjadi “Presiden dan Wakil Presiden

dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh Rakyat (Perubahan Ketiga UUD

1945).
3.1.2 Analisis

Analisis dari Pasal 6 Ayat (2) UUD 1945 adalah mengganti faham “yang berdaulat

adalah seluruh rakyat” dengan faham “yang berdaulat adalah individu”. Secara

filsafat, perubahan tersebut berarti mengganti faham kekeluargaan dengan faham

individualisme.

3.1.3 Simpulan

Perubahan Ketiga UUD 1945 terhadap Pasal 6 Ayat (2) UUD 1945 merupakan

bagian dari pembuatan UUD baru.

3.2 Fakta Perubahan 2

3.2.1 Fakta

Penambahan Pasal 33 Ayat (4) sebagai berikut: “Perekonomian nasional

diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip keadilan,

kebersamaan, efisiensi, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta

dengan menjaga keseimbangan, kemajuan, dan kesatuan ekonomi nasional”

3.2.2 Analisis

3.2.2.1 Perkembangan konsep efisiensi

Manusia menciptakan Iptek atas dasar untuk mendapatkan kenyamanan. Hal ini

membuat manusia mudah dalam menguasai dan memanfaatkan potensi alam bagi

kepentingan hidup. Hal ini menunjukkan bahwa nilai yang tercipta oleh adanya

Iptek ialah efisiensi dan efektivitas, yaitu dengan waktu yang pendek manusia

mampu merubah potensi alam menjadi benda, energi, dan informasi, yang
semuanya menjadi kenyamanan hidup bagi manusia. Dampak dari efiensi dan

efektivitas yang bebas nilai pada kehidupan masyarakat membuat manusia dan

Iptek makin berwatak individualistik.

3.2.2.2 Perubahan keempat pada Pasal 33

Perubahan ini menetapkan delapan asas yang mendasari penyelenggaraan

ekonomi nasional, dua diantaranya adalah asas kebersamaan dan asas efisiensi.

Kebersamaan hidup terselenggara melalui interaksi saling memberi antarsubyek

yang berelasi ekuivalen dan simetrik. Sedangkan efisiensi adalah perbandingan

antara input dan output, yang menunjukkan nilai output lebih besar dari input.

Pengertian efisiensi dari kebersamaan niscaya melibatkan environment cost. Hal

ini berbeda dengan yang difahamkan oleh bangsa barat.

Efisiensi yang dicantumkan dalam Ayat (4) Rancangan Perubahan UUD 1945

akan mempersulit terselenggaranya asas kekeluargaan. Efisiensi dalam pengertian

kekeluargaan adalah terpeliharanya kohesi sosial.

3.2.3 Simpulan

Konsep efisiensi versi Barat tidak proporsional dalam ekonomi berasaskan

kekeluargaan. Penambahan Ayat (4) pada Pasal 33 Rancangan Perubahan Keempat

UUD merupakan bagian dari pembuatan UUD baru.

3.3 Fakta Perubahan 3

3.3.1 Fakta

Pasal 2 Ayat yang menetapkan: “MPR terdiri atas anggota DPR, ditambah dengan

utusan dari daerah dan golongan, menurut aturan yang ditetapkan UU” dan

Penambahan Pasal 22C, 22D, 22E Perubahan Ketiga UUD 1945 diubah menjadi:

- “MPR terdiri atas anggota DPR dan DPD yang dipilih melalui Pemilu, ditambah

dengan utusan golongan yang diatur menurut ketentuan UU” (Alternatif 1)


- MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih melalui pemilu dan

diatur lebih dengan UU” (Alternatif 2)

3.3.2 Analisis

Pasal 2 UUD 1945 mengungkapkan faham bahwa konfigurasi seluruh rakyat

berdaulat tersusun oleh 3 komponen, yaitu: (1) golongan politik (para anggota DPR)

(2) para utusan yang merepresentasikan kepentingan kehidupan di daerah, dan (3)

para utusan yang merepresentasikan kepentingan fungsional dalam mengatur

masalah-masalah fungsional kemasyarakatan. Tiga golongan termaksud menjadi

anggota MPR agar MPR merupakan jelmaan dari seluruh rakyat yang berdaulat, oleh

karena itu sistem pemerintahan kita tidak menganut sistem bikameralisme.

3.3.3. Simpulan

Dengan memasukkan lembaga baru dalam sistem pemerintahan negara menunjukkan

bahwa Pasal 22C, 22D, dan 22E Perubahan Ketiga UUD dan Pasal 2 Rancangan

Perubahan Keempat UUD 1945 teah berkualifikasi sebagai UUD baru.

3.4 Fakta Perubahan 4

Perubahan Ketiga dengan menambahkan Pasal 24B dan Pasal 24C yang berturut-turut

memberlakukan lembaga baru, yaitu KY dan MK, dengan nalaran yang sama yang

terkandung di dalam Nomor 3.3.3 juga merupakan bagian dari Pembuatan UUD baru.

3.5 Fakta Perubahan 5


3.5.1 Fakta

Rancangan Perubahan Keempat UUD 1945 mencantumkan aturan peralihan, yang

meskipun redaksi diktumnya sedikit berbeda, namun esensinya sama dengan Aturan

Peralihan dalam UUD 1945 Pasal II.

Suatu pemecahan- ekuilibrum mengenai suatu masalah-koordinasi itu tidak harus bersifat simetrik

(dalam arti bahwa para pihak yang berkoordinasi, semuanya berpendapat sama mengenai berbagai

pemecahan ekuilibrim yang tersedia, karena antar subyek yang berelasi subyek simetrik tidak

mungkin berinteraksi.

Konstitualisme merupakan komponen integral dari pemerintahan demokratik. Tanpa memberlakukan

konstitualisme pada dirinya, pemerintahan demokratik tidak mungkin terwujudkan, meskipun pada

mulanya ia dilahirkan dari logika demokrasi liberal. Namun lebih substansial dari pada itu,

konstitualisme merupakan condition sine quanon bagi faham demokrasi perwakilan.

Konstitualisme modern hampr semua berbentuk konstitusi tertulis oleh rakyat berdaulat tidak lagi

diposisikan sebagai kontrak sosialyang telah mendapatkan berbagai kritik. Konstitusi

mengejewantahkan diinya sebagai piranti-politik normaatif dari rakyat berdaulat dalam usahanya

mewujudkan cita-citanya terorganisasi dan instutusional.

Pembatasan kekuasaan tidak lagi didasarkan pada motivasi kecurigaan rakyat kepada lembaga

eksekutif, tetapi teralir dari rasio demokratik yang jernih. Karena itu dictum pembatasannya tidak lagi

siwujudkan sebagai aturan maupun larangan normative yang dikenakan pada tingkah laku dari

lembaga,maupun pejabat negara melainkan berbentuk berbagai konsep keorganisasian negara.

Menurut pendaapat James Johnson yang memandang konstitusi sebagai mekanisme koordinasi

( Johnson dalam Ferejohn 2001:100). Dengan kata lain rakyat berdaulat member segala kekuasaan
dan wewenang yang diperlukan kepada institusi negara,melalui pernyataan yang dituangkan dalam

bentuk ketentuan normative didalam konstitusi.

Merujuk pada pengertian konstitualisme dalam arti dinamik berkaitan secara fungsional dengan

proses amandemen , dan sama sekali tidak berkaitan dengan proses pembuatan konstitusi baru.

Interpretasi historik dan kulturaldan konvensional dan pemahaman mula para pendiri Negara yang

melatar belakangi konstitusi,yang faham oleh konstitusionalme dalam arti dinamik harus dilakukan

dan diperhitungkan , membuktikan sendiri bahwa konstitusionalme dalam arti dinamik relevan

dengan proses amandemen. Sedangkan pembuatan konstitusi baru, sama sekali tidak terkait dengan

konstitusionalme dalam arti dinamik maupun dalam arti statistic, karena pembuatan konstitusi baru

dengan sendirinya didahului dengan pemutusan (break). hubungan dengan masa lampau, baik sebagai

akibat dari terjadinya revolusi,penggantian dasar ideology negara, maupun untuk memenuhi

kepentingan politik aliansi internasional.

a. Amandemen konstitusi baru

Amandemen konstitusi dalam naskah the constitution of The United State of America, tertulis

pengertan amandemen “Amandemen The Process modifying , deleting or adding to do provision of

the constitution , and the name given to each of there changes”

Dan dari sumber yang dikemukakan, tidak ada mengemukakan tindakan-amademen yang sifatnya

mengganti, karena mengganti kata, ungkapan atau, atau teks pasal , niscaya berdampak tergantinya

konsep atau tujuan yang terkandung didalam teks yang digantikan.

b. Konstitusi baru

Seperangkat keyakinan tertuang secara sistematik dalam suatu naskah bersejarah, atau naskah resmi,

seperti The declaration of independence dari bangsa America, dan pembukaan UUD 1945 (asli).
Idologi bangsa Indonesia yang terurai dalam pembukaan UUD 1945 beserta konsep- konsep

bawaannya, menjadi 36 pasal yang dituangkan dalam batang tubuh UUD 1945. Dua dokumen historic

ini beserta hubungan fungsional antara dokumen tersebut merupakan rujukan dalam melakukan

interpretasi historik dan cultural,yang hasilnya berdaya memperkaya lingkup makna dari teks pasal

yang akan dikenai amandemen dalam kaitannya dengan persoalan spesifik yang ditimbulkan oleh

tuntutan reformasi.

Proses Amandemen didahului dengan disepakati nya lima butir rambu-rambu amandemen oleh

sebelas fraksi MPR anggota PAH I/BP-MPR, dengan rumusan sbb:

1. Mempertahankan dan berpegang teguh kepada Pembukaan UUD 1945

Transformasi adalah mengubah tampilan keluardari suatu obyek tersebut dapat dipergunakan

untuk keperluan lain. Pasal 37 tidak termasuk pasal yang yang berkategori transmission dari

dasar negara pancasila.,karena merupakan pasal universal yang bersumber pada teori

konstitusi.

2. Mempertahankan bentuk NKRI

3. Mempertahankan system pemerintahan presidensial.

4. Mempergunakan cara addendum dalam mengamandemenkan UUD 1945

5. Memasukkan norma-norma dasar yang terdapatdalam penjelasan UUD 1945 kedalam pasal-

pasal UUD 1945

Sebagai contoh dapat dikemukakan dengan merujuk pada konversi dan pemahaman pertama dari para

penyusun UUD 1945 (yang sekaligus merupakan para pendiri-negara), yaitu :

“Presiden republik Indonesia sebagai kepala pemerintahan dan sebagai bapak bangsa, dipilih melalui

musyawarah oeh jelmaan seluruh rakyat yang terhimpun dalam MPR (Pasal 6 ayat (2)).

Anda mungkin juga menyukai