Anda di halaman 1dari 6

Nama : Elianora Rasmaitha Sembiring.

Nim : G031221005

Fakultas/Prodi : Pertanian/Ilmu dan Teknologi Pangan

Perubahan-perubahan yang Terjadi dalam Sistem Konstitusional dan Isu


Wacana Presiden 3 Periode di Indonesia

Berdasarkan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 dijelaskan bahwa “Negara Indonesia
adalah Negara Hukum”. Landasan negara hukum Indonesia dapat kita temukan
dalam bagian Penjelasan Umum UUD 1945 tentang sistem pemerintahan negara,
yaitu sebagai berikut:

1. Indonesia adalah negara yang berdasar atas negara hukum (rechtsstaat).


Negara Indonesia berdasar atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasar atas
kekuasaan belaka (machtsstaat).
2. Sistem Konstitusional; pemerintah berdasar atas sistem konstitusi (hukum
dasar), tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas).

Dalam periode reformasi konstitusi Republik Indonesia yang dimulai sejak


proses amandemen pertama UUD 1945 pada tahun 2000 mewariskan banyak
pelajaran penting dalam kehidupan ketatanegaraan Republik Indonesia. Setidaknya
ada 3 (tiga) pelajaran penting terkait dengan dinamika konstitusi dan perundang-
undangan di Indonesia pasca reformasi konstitusi, yakni suksesi kepemimpinan
1998, mewujudkan cita-cita peradilan satu atap, dan menciptakan regulasi bagi
tindak pidana terorisme. Ketiga hal tersebut dapat kita rasakan saat ini dan di
kemudian hari sebagai pelajaran yang sangat berharga dalam mengembangkan
struktur ketatanegaraan dan peraturan perundang-undangan di Indonesia.

Tantangan dalam Sistem Konstitusionalisme


Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) berencana merevisi konstitusi. Ada
wacana memperpanjang masa jabatan Presiden Jokowi dengan dalih pandemi.
Wacana amendemen Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) kembali mencuat.
Pertemuan Presiden Jokowi dengan sejumlah pimpinan partai politik anggota koalisi
plus Partai Amanat Nasional (PAN) membuat wacana ini semakin mendapat tempat.
Kuat dugaan, PAN sengaja diundang guna menambah dukungan dan
memaksimalkan kekuatan. PAN tinggal selangkah lagi untuk bergabung dengan
koalisi parpol pendukung Jokowi. Jika ini benar terjadi, maka hampir semua
kekuatan politik di parlemen ada di tangan Jokowi. Amendemen konstitusi pun
tinggal menghitung hari. Karena Jokowi tinggal menjentikkan jari. Para pendukung
perpanjangan masa jabatan presiden berdalih, saat ini Indonesia masih menghadapi
pandemi. Jika Pemilu digelar pada 2024 akan membuat pandemi dan krisis ekonomi
makin menjadi-jadi. Untuk itu, masa jabatan Presiden Jokowi harus diperpanjang,
yakni menjadi tiga periode melalui pemilu dengan mengamendemen konstitusi
terlebih dulu. Opsi lainnya adalah memperpanjang masa jabatan Presiden Jokowi
selama tiga tahun. Perpanjangan masa jabatan presiden ini juga diiringi dengan
perpanjangann masa jabatan anggota DPR.
Selain mengkhianati reformasi dan mengancam demokrasi, rencana
perpanjangan masa jabatan presiden melalui amendemen konstitusi ini juga
dicurigai demi kepentingan oligarki. Ada kecenderungan kalangan oligarki sudah
nyaman dengan pemerintahan saat ini. Karena itu, para oligarki berkepentingan
untuk mempertahankan dan melanjutkan kepemimpinan Jokowi.
Mengenai wacana Presiden 3 periode, Presiden Joko Widodo saat
diwawancarai pada 2 Desember 2019 “Kalau ada yang usulkan itu, ada tiga (motif)
menurut saya, ingin menampar muka saya, ingin cari muka, atau ingin
menjerumuskan. Itu saja”. Jokowi menegaskan, sejak awal, ia sudah
menyampaikan bahwa dirinya adalah produk pemilihan langsung berdasarkan UUD
1945 pasca reformasi

Penyebab Perubahan Konstitusional Indonesia

Para pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia telah sepakat utntuk


menyusun sebuah Undang-Undang Dasar sebagai konstitusi tertulis dengan segala
arti dan fungsinya. Sehari setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia
pada 17 Agustus 1945, konstitusi Indonesia sebagai sesuatu ”revolusi
grondwet” telah disahkan pada 18 Agustus 1945 oleh panitia persiapan
kemerdekaan Indonesia dalam sebuah naskah yang dinamakan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia. Dengan demikian, sekalipun Undang-Undang
Dasar 1945 itu merupakan konstitusi yang sangat singkat dan hanya memuat 37
pasal namun ketiga materi muatan konstitusi yang harus ada menurut ketentuan
umum teori konstitusi telah terpenuhi dalam Undang-Undang Dasar 1945 tersebut.

Pada dasarnya kemungkinan untuk mengadakan perubahan atau


penyesuaian itu memang sudah dilihat oleh para penyusun UUD 1945 itu sendiri,
dengan merumuskan dan melalui pasal 37 UUD 1945 tentang perubahan Undang-
Undang Dasar. Dan apabila MPR bermaksud akan mengubah UUD melalui pasal
37 UUD 1945 , sebelumnya hal itu harus ditanyakan lebih dahulu kepada seluruh
Rakyat Indonesia melalui suatu referendum.(Tap no.1/ MPR/1983 pasal 105-109 jo.
Tap no.IV/MPR/1983 tentang referendum)
Perubahan UUD 1945 kemudian dilakukan secara bertahap dan menjadi salah satu
agenda sidang Tahunan MPR dari tahun 1999 hingga perubahan ke empat pada
sidang tahunan MPR tahun 2002 bersamaan dengan kesepakatan dibentuknya
komisi konstitusi yang bertugas melakukan pengkajian secara komperhensif tentang
perubahan UUD 1945 berdasarkan ketetapan MPR No. I/MPR/2002 tentang
pembentukan komisi Konstitusi.
Konstitusi Sebagai Piranti Kehidupan Negara Yang Demokratis
Sebagaimana dijelaskan diawal, bahwa konstitusi berpesan sebagai sebuah
aturan dasar yang mengatur kehidupan dalam bernegara dan berbangsa maka
sepatutnya konstitusi dibuat atas dasar kesepakatan bersama antara negra dan
warga Negara Kontitusi merupakan bagian dan terciptanya kehidupan yang
demokratis bagi seluruh warga Negara. Jika Negara yang memilih demokrasi, maka
konstitusi demokratis merupakan aturan yang dapat menjamin terwujudnya
demokrasi dinegara tersebut. Setiap konstitusi yang digolongkan sebagai konstitusi
demokratis haruslah memiliki prinsip-prinsip dasar demokrasi itu sendiri.
Kesimpulan
Konstitusi merupakan hukum dasar tertulis yang tertinggi, konstitusionalitas
merupakan perbuatan dan tindakan yang sesuai dengan konstitusi dan
konstitusionalisme merupakan paham berkonstitusi warga negara. Membangun
kesadaran berkonstitusi bukan perkara yang mudah dan membutuhkan waktu yang
panjang, serta berhadapan dengan berbagai hambatan. Faktor subtansi (isi
konstitusi), struktural (aparat penyelenggara negara) dan kultural (kesediaan
masyarakat untuk sadar dan mematuhi konstitusi) merupakan komponen yang
dikelola secara simultan dan terus menerus.
Secara substansi memfungsikan UUD 1945 dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, dengan cara menerapkan prinsip-prinsip
yang terkandung dalam UUD 1945 dalam realitas kehidupan kenegaraan dan
kemasyarakatan. Artinya UUD 1945 harus membumi atau dilaksanakan secara
sungguh-sungguh oleh seluruh komponen bangsa.
Daftar Referensi
(2022). Diakses 11 September 2022, dari
https://bphn.go.id/data/documents/naskah_akademik_ruu_tentang_hubungan_kew
enangan_pemerintah_pusat_dan_daerah.pdf

(2022). Diakses 11 September 2022, dari


https://bphn.go.id/data/documents/naskah_akademik_ruu_tentang_hubungan_kew
enangan_pemerintah_pusat_dan_daerah.pdf

LAW CITY: KOTA TAAT HUKUM


LAW CITY: KOTA TAAT HUKUM. (2016). Diakses 11 September 2022, dari
https://business-law.binus.ac.id/2016/03/08/law-city-kota-taat-
hukum/#:~:text=Sistem%20Konstitusional%3B%20pemerintah%20berdasar%20at
as,(kekuasaan%20yang%20tidak%20terbatas)

Media, K.
Media, K. (2021). Amendemen Konstitusi dan Ancaman Menguatnya Oligarki.
Diakses 11 September 2022, dari
https://nasional.kompas.com/read/2021/09/01/11274451/amendemen-konstitusi-
dan-ancaman-menguatnya-oligarki

Anda mungkin juga menyukai