Anda di halaman 1dari 10

Perkembangan Demokrasi pada Era Reformasi

1
Yulia syafa’atun nikmah, 2Mohammad iskhaq, 3Rahma Mawada,
4
Muhammad Ahris Nur Fajari, & 5Siti a’isyah
Institut Pesantren Mathali' Falah
Email: 1yuliasafaatunnikmah@gmail.com,
2
mohammadiskhaq19@gmail.com,3muhammadahris130102@gmail.com,
4
sa4427083@gmail.com,5rahmamawadda86@gmail.com

Abstract
Indicator to qualify the practice of Indonesia democracy is the function of the
parliament that is House of Representative (DPR) and Local Representative
(DPD). The more function of parliament, so the more democratic in Indonesia.
The problem which are researched and answered is how democracy in Indonesia
after the amendment in the law making perspective. This research is used in
normative research method, descriptive, by using library materials in the form of
secondary data as the main source. The results of the research showed that
Indonesia in the period after constitution (UUD NRI 1945) amendment cannot be
said to be a democratic state. For the future it is expected by the fifth constitution
amendment,Indonesia will be more democratic
Keywords: Reform Era, Demonstration,Post amandemen
Abstrak
Indikator mengkualifikasikan praktek demokrasi Indonesia adalah fungsi
lembaga perwakilan rakyat yakni Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan
Perwakilan Daerah. Semakin lembaga perwakilan rakyat tersebut berfungsi maka
Indonesia semakin demokratis.Persoalan yang diteliti dan dijawab adalah
bagaimana demokrasi Indonesia pasca amandemen dalam perspektif pembentukan
undang-undang.Penelitian ini mempergunakan metode penelitian normatif, yang
bersifat deskriptif, dengan menggunakan bahan pustaka yang berupa data
sekunder sebagai sumber utamanya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Indonesia pada masa pasca amandemen UUD NRI Tahun 1945 belum dapat
dikatakan sebagai negara yang demokratis. Untuk itu ke depan diharapkan dengan
amandemen kelima UUD NRI Tahun 1945, Indonesia akan lebih demokratis.
A. Pendahuluan
Indikator mengkualifikasikan praktek demokrasi Indonesia adalah

1
fungsi
lembaga perwakilan rakyat yakni Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan
Perwakilan Daerah. Semakin lembaga perwakilan rakyat tersebut berfungsi
maka Indonesia semakin demokratis.Persoalan yang diteliti dan dijawab adalah
bagaimana demokrasi Indonesia pasca amandemen dalam perspektif
pembentukan undang-undang.Penelitian ini mempergunakan metode penelitian
normatif, yang bersifat deskriptif, dengan menggunakan bahan pustaka yang
berupa data sekunder sebagai sumber utamanya. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa Indonesia pada masa pasca amandemen UUD NRI Tahun 1945 belum
dapat dikatakan sebagai negara yang demokratis. Untuk itu ke depan diharapkan
dengan amandemen kelima UUD NRI Tahun 1945, Indonesia akan lebih
demokratis.
B. Metode Penelitian
Metode penelitian yang dilaksanakan menggunakan penelitian
kepustakaan sehingga metode yang digunakan dalam penelitian adalah studi
pustaka, dengan menggunakan buku, dokumen dan artikel- artikel lainnya
sebagai sumber data dalam penelitian.
C. Hasil dan Pembahasan
Semenjak kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia sebagai negara pada
tanggal17 Agustus 1945, para Pendiri Nasional Indonesia (The Founding
Father) melalui UUD 1945 (yang disahkan pada 18 Agustus 1945) mendirikan
negara kesatuan Republik Indonesia yang menjunjung tinggi ideologi atau ajaran
demokrasi dengan kedaulatan (kekuasaan tertinggi) di tangan Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR). untuk implementasi penuh. Artinya Negara
KesatuanRepublik Indonesia tergolong negara yang
menganutpahamdemokrasiperwakilan.(Wijaya, 2014, p. 138)
Perkembangan Demokrasi di Indonesia
Dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan, Indonesia sering mengalami
perubahan berlakunya Undang-Undang Dasar. Mulai dari UUD 1945, Konstitusi
RIS, UUD 1950, kembalinya UUD 1945 dan sampai dengan UUD 1945 setelah
diamandemen pada tahun 2002. Secara konsepsional, masingmasing UUD
merumuskan pengertian dan pengaturan hakekat demokrasi menurut visi

2
penyusun konstitusi yang bersangkutan. Pada awal kemerdekaan ketika UUD
1945 menjadi hukum dasar tertulis bagi segenap bangsa Indonesia, muncul
pergeseran gagasan ketatanegaraan yang mendominasi pemikiran segenap
pemimpin bangsa. Semula gagasan tentang peranan negara dan peranan
masyarakat dalam ketatanegaraan lebih dikedepankan. Gagasan itu disebut
gagasan pluralisme. Selanjutnya dengan melihat realita belum mungkin
dibentuknya lembaga-lembaga negara seperti dikehendaki UUD 1945 sebagai
aparatur demokrasi yang pluralistik, muncullah gagasan organisme. Gagasan
tersebut memberikan legitimasi bagi tampilnya lembaga MPR, DPR, DPA untuk
sementara dilaksanakan Presiden 7 dengan bantuan Komite Nasional. Anehnya
tindakan darurat yang bersifat sementara dan pragmatis tersebut dirumuskan
dalam Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945. Jangka waktu yang membatasi
kekuasaan Presiden dan Komite Nasional dalam menjalankan fungsi-fungsi
lembaga negara itu adalah sampai dengan masa enam bulan setelah berakhirnya
Perang Asia Timur Raya. Kemudian MPR yang terbentuk berdasar hasil
pemilihan umum oleh konstitusi d iperinta hkan bersidang untuk menetapkan
UUD yang berlaku tetap.
Tindakan tersebut wajib dilakukan MPR dalam enam bulan setelah
lembaga yang bersangkutan terbentuk. Kita tahu bahwa UUD 1945 pada awal
kemerdekaan disusun oleh sebuah panitia yakni Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI). Secara konstitusional seharusnya UUD ditetapkan oleh MPR
dan bukan oleh PPKI. Patut apabila berdasarkan sejarah penyusunannya dan
redaksi Pasal II Aturan Peralihan, dikatakan bahwa UUD 1945 adalah UUD
yang bersifat sementara. KenyataantersebutsenadadenganucapanmantanPresiden
Soekarno ketikaberpidato di depan BPUPKI dan PPKI. Rupa-rupanya gagasan
pluralism demikian dominan dikalangan elite politik Indonesia.
Terbukti ketika tanpa menunggu enam bulan setelah Perang Pasifik
muncullah pemikiran untuk segera mengakhiri pemusatan kekuasaan yang
dimiliki Presiden berdasarkan pelimpahan Pasal II Aturan Peralihan UUD
1945.Gagasan pluralisme terwadahi dalam rapat Komite Nasional Indonesia
tanggal 16 Oktober 1945.Komite Nasional tersebut mengusulkan agar ia diserahi
kekuasaan legislatif dan menetapkan GBHN serta hal itu agar disetujui oleh

3
pemerintah.Atas desakan tersebut, Wakil Presiden Muhammad Hatta atas nama
Presiden mengeluarkan Maklumat Pemerintah Nomor X Tahun 1945.
a. Maklumat Pemerintah tersebut memuatdiktum yang intinya,
sebagai berikut : Komite Nasional Pusat sebelum terbentuk MPR
dan DPR (hasi lpemilihan umum) diserahi kekuasaan legislatif
dan menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara Menyetujui
bahwa pekerjaan Komite Nasional Pusat sehari-hari berhubung
dengan gen tingnya keadaan dijalankan oleh sebuah badan
pekerja yang dipilih diantara mereka dan yang bertanggung
jawab kepada Komite Nasional Pusat.
Lahirnya Maklumat Pemerintah Nomor X Tahun 1945 merupakan
perwujudan perubahan praktek ketatanegaraan (konvensi) tanpa ada perubahan
UUD. Makna Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 telah berubah.Seharusnya
Komite Nasional Pusat adalah pembantu Presiden dalam menjalankan
kekuasaannya.Semenjak Maklumat Pemerintah tersebut Komite Nasional Pusat
berubah fungsi sebagai pengganti MPR dan DPR serta kekuasaan Presiden
menjadi berkurang.Selanjutnya pada tanggal 14 Nopember 1945 pemerintah
telah mengeluarkan Maklumat Pemerintah atas usul Badan Pekerja Komite
Nasional Pusat.(Irawan, 2016, p. 58)
Implementasi Prinsip Demokrasi dan Nomokrasi Dalam Struktur
Ketatanegaraan IndonesiaPasca Amandemen UUD1945
Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 menegaskan bahwa demokrasi yang
merupakan manifestasi kedaulatan rakyat berupa penyerahan kepada rakyat
untuk mengambil keputusan-keputusan politik dalam hidup bernegara.
Sementara, ayat (3) menyatakan mengenai konsep nomokrasi berupa penyerahan
kepada hukum untuk menyelesaikan berbagai pencederaan terhadap demokrasi
dan hak-hak rakyat. Dengan mengacu ketentuan yang demikian itu, adalah
sebuah keniscayaan untuk membangun dan menegakkan hukum berlandaskan
demokrasi dan nomokrasi secara seimbang. Memang, antara demokrasi dan
nomokrasi berbicara pada aspek yang berbeda namun bukan berarti tidak dapat
diseimbangkan. Demokrasi akan selalu bicara aspek politik bagaimana
menegakkan kedaulatan rakyat, sedangkan nomokrasi berbicara pada perspektif

4
hukum. Oleh karenanya, kedaulatan rakyat tanpa dikawal hukum dipastikan
akan mengarah pada kondisi
tidak tidak seimbang.
Demokrasi harus dibangun dalam batas-batas nomokrasi, sebab
demokrasi tidak mungkin diwujudkan tanpa adanya rule of law. Demokrasi
membutuhkan aturan main yang jelas dan dipatuhi secara bersama. Tanpa
aturan main,demokrasi tidak akan pernah mencapai tujuan-tujuan
substansialnya. Dalam implementasi prinsip nomokrasi maka konsep negara
hukum demokratis, demokrasi diatur dan dibatasi oleh aturan hukum, sedangkan
hukum itu sendiri ditentukan melalui cara-cara demokratis berdasarkan
konstitusi. Dengan demikian, aturan dasar penyelenggaraan negara, dengan
segenap politik hukumnya, harus disandarkan kembali secara konsisten pada
konstitusi. Tanpa kecuali, semua aturan hukum yang dibuat melalui mekanisme
demokrasi tidak boleh bertentangan dengan konstitusi. Dengan kata lain negara
Indonesia adalah negara hukum sehingga setiap kegiatan politik baik itu
demokrasi secara langsung dalam Pemilihan Umum (Pemilu) maupun proses
pembuatan Undang-Undang dan implementasinya tidak boleh bertentangan
dengan konstitusi atau Undang-Undang Dasar 1945. Bila ternyata dalam
kenyataannya Undang-Undang tersebut bertentangan degan konstitusi maka
undang-undang itu akan dilakukan judicial review oleh Mahkamah Konstitusi.
Hal ini dimaksudkan supaya konstitusi tetap ditegakkan sehingga Mahkamah
Konstitusi disebu sebagai lembaga pengawal atau penegak konstitusi.
Amandemen UUD 1945 berusaha memberdayakan rakyat yang
direkonstruksi dari berbagai aspek yaitu:
1. Aspek penguatan lembaga perwakilan
2. Aspek eksekutif (proses pemilihan langsung presiden)
3. Aspek Yudikatif (munculnya MK)
4. Aspek yang terkait dengan HAM
Dalam struktur ketatangeraan lahirlah lembaga baru yang dinamakan
Mahkamah Konstitusi. Lembaga ini hadir sebagai lembaga penyeimbang antara
prinsip demokrasi dan nomokrasi dan disebut sebagai lembaga pengawal
demokrasi dan penegak konstitusi.

5
Terdapat 4 (empat) perubahan penting dalam kekuasaan judikatif atau kekuasaan
kehakiman:

1. Apabila sebelum perubahan UUD 1945 jaminan kekuasaan kehakiman


hanya terdapat dalam penjelasannya maka setelah perubahannya jaminan
tersebut secara eksplisit disebutkan dalam Batang Tubuh UUD 1945
2. Mahkamah Agung dan lain-lain tidak lagi menjadi satu-satunya
pelaksaan kekuasaan kehakiman (judicial power), karena di sampingnya
ada Mahkamah Konstitusi yang juga be fungsi sebagai pelaku kekuasaan
kehakiman
3. Adanya lembaga baru yang bersifat mandiri dalam struktur kekuasaan
kehakiman yaitu Komisi Yudisial yang berwenang mengusulkan
pengangkatan Hakim Agung dan mempunyai wewenang lain dalam
rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta
perilaku hakim
4. Adanya wewenang kekuasaan kehakiman dalam hal ini dilakukan oleh
Mahkamah Konstitusi untuk melakukan pengujian UU terhadap UUD,
memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya
diberikan oleh UUD, memutus pembubaran Partai Politik, dan memutus
perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Berdasarkan hal di atas, perubahan UUD 1945 (1999-2002) telah
membawa semangat baru dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, baik dalam
Legislative Power sebagai kekuasaan pembuat UU), kekuasaan eksekutif
(executive power sebagai kekuasaan pelaksaan UU maupun kekuasaan Yudikatif
(judicial power sebagai kekuasaan kehakiman yang memperta- hankan dan
menegakkan UU). Dalam sistem kekuasaan kehakiman disamping Mahkamah
Agung dan badan-badan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan
Peradilan umum, lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan Militer
dan lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara, telah muncul lembaga negara baru
yaitu Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial sebagai implikasi terhadap
perubahan UUD 1945.(Pigome, 2011, p. 345)
Pelaksanaan Demokrasi Di Indonesia Pasca Amandemen
Indonesia merupakan salah satu negara yang mengadopsi prinsip
demokrasi dalam hal penyelenggaraan negara, walaupun secara spesifik
memiliki perbedaan dengan pola berdemokrasi yang berlaku dibelahan dunia
lain seperti demokrasi liberal. Demokrasi yang dianut di Indonesia adalah

6
Demokrasi Pancasila. Nilai atau spirit Demokrasi Pancasila bersumber dan
mengakar dalam kehidupan masyarakat nusantara jauh sebelum Indonesia
Merdeka. Menurut Mattulada, dalam masyarakat nusantara telah mengenal
adanya kelompok
kelompok masyarakat yang dinamakan Kaum, atau di Bugis di sebut
Anang, di Tapanuli disebut Marga, yang para anggotanya terikat satu sama lain
berdasarkan hubungan kekerabatan yang kental. Secara individu warga kaum
adalah merdeka dan wajib menghormati, malahan melindungi kemerdekaan
sesama warganya.Prinsip kebebasan, persamaan, dan persaudaran walaupun
tidak dirumuskan kedalam suatu aturan secara tertutulis tetapi sudah menjadi
dasar kerakyatan dalam kelangsungan persekutuan kaum pada masyarakat
nusantara.Simpul karakteristik budaya berdemokrasi dalam masyarakat adalah
nilai keagamaan, kemanusiaan, persatuan, permusyawaratan, mufakat, gotong
royong, dan berkeadilan dengan basis utama bersifat communal bukan
individual.Nilai-nilai tersebut kemudian diperluas dan dikukuhkan kedalam
Konstitusi Negara UUD 1945.
Secara konstitusional terdapat pola atau sistem berbeda dalam
penyelanggaraan pemilu sebelum dan sesudah amandemen UUD 1945. Spirit
berdemokrasi dalam UUD 1945 sebelum amandemen merupakan cerminan nilai
demokrasi berkarakteristik Indonesia yang masih murni dan utuh sebagaimana
diatur dalam Pasal 1 ayat (2) Kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan
sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Majelis Permusyawaratan
Rakyat merupakan wadah implementasi nilai perwakilan sebagai pemegang
mandataris rakyat yang bercirikan communal atau kebersamaan.Musyawarah
dan Perwakilan adalah karakterisik demokrasi Pancasila yang menjadi sprit dan
alasan terbentuknya Majelis Permusyawaratan Rakyat.Telaah dari aspek bahasa
arti kata majelis dan permusyawaratan diadopsi dari Bahasa Arab.Dalam KKBI,
majelis mengandung arti sebagai tempat pertemuan (kumpulan) orang banyak;
rapat; kerapatan; sidang. Kata musyawarah secara etimologis diambil dari
Bahasa Arab berasal dari kata syawara mempunyai arti mengeluarkan madu dari
sarangnya, secara kontekstual berkembang menjadi segala sesuatu yang dapat
dikeluarkan dari yang lain termasuk juga pendapat. Musyawarah itu bersifat
dialogis tidak monologis.Salah satu faedah dalam musyawarah adalah dapat
menutupi kelemahan dalam pendapat sehingga ketika memutuskan suatu perkara
tidak ada cacat di dalamnya.Alasan mendasar diadopsinya sistem musyawarah
dan perwakilan dalam sistem berdemokrasi di Indonesia tidak terlepas dari
hakekat dan tujuan dari sistem tersebut yaitu untuk menentukan dan menemukan
yang terbaik serta menghindari terjadinya kesalahan dan perpecahan dalam
pengambilan keputusan.Atas dasar itu pula disediakan wadah penunjang
pelaksanaan kegiatan permusyawaratan dan perwakilan sebagai spirit
dibentuknya Majelis Permusyawaratan Rakyat.Pola berdemokrasi dengan sistem
ini berlangsung selama Era Orde Baru atau sebelum amandemen UUD 1945.

7
Penyelenggaraan pemilu sesudah amandemen UUD 1945 dilaksanakan
dua kali dalam 5 (lima) tahun. Pemilu legislatif dengan pemilu Presiden dan
Wakil Presiden diselenggarakan secara terpisah.Pemilu legislatif
diselenggarakan lebh awal dari pemilu Presiden dan Wakil Presiden.Pemilihan
Presiden dan Wakil Presiden tidak lagi dengan sistem perwakilan yang
dilakukan oleh MPR, melainkan dilakukan secara langsung oleh rakyat
(pemilih).
Pola inilah yang menjadi pembeda secara prinsip pergeseran nilai
demokrasi Pancasila ke demokrasi Liberal.Konsep utama demokrasi liberal
seperti individual, equal opportunity dan one person one vote one value
(OPOVOV). Menurut Hazairin, ciri-ciri pokok perbedaan antara demokrasi
Barat/Liberal dan demokrasi Indonesia adalah: Demokrasi Barat memberikan
kekuasaan kepada sikuat dan si kaya, sehingga perbedaan antara yang berkuasa
dan yang dikuasai menonjol kedepan berupa memecah kesatuan hidup dalam
masyarakat menjadi hidup berpartai-partai dan pertandingan adu tenaga antara
partai-partai itu. Sedangkan Demokrasi Indonesia bertujuan memelihara
kesatuan masyarakat, anti hidup berpartai-partai, pro hidup rukun dan damai,
berpendirian sama tinggi dan sama rendah, sama kehulu sama kehilir, serasa
semalu sepenanggungan, serugi selaba, ringan sama dijinjing, berat sama
dipikul, anak orang anak awak, yang tua dihormati, yang kecil disayangi, hidup
tenggang menenggang, hormat dan menghormati, bukan tunggang menunggan,
tekan menekan, tetapi bertolong-tolongan, bergotong royong, yang ciri
utamanya adalah musyawarah mufakat dalam pengambilan keputusan.
UUD 1945 (sesudah amandemen) Pasal 22E ayat (2), Pemilihan umum
diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah. Narasi substantif dari ketentuan pasal diatas tidak menyebutkan tentang
sistem pemilihan langsung, namun apabila dikembalikan ke asas pemilu yang
tetuang dalam ayat (1) maka pemilihan presiden dan wakil presiden, anggota
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah pasti dipilih secara
langsung, dan dalam praktek sudah diterapkan. Ketentuan pasal tersebut telah
menghilangkan prinsip perwakilan sekaligus permusyawaratan yang tertuang
dalam ideologi negara yaitu sila keempat Pancasila.
Prinsip perwakilan dalam sila keempat yang menjadi spirit berdemokrasi
di Indonesia merupakan cerminan pola pengambilan keputusan yang telah
mengakar dalam kehidupan masyarakat, yang menjadi pembeda utama prinsip
demokrasi Pancasila dengan prinsip demokrasi liberal.Praktek penyelenggaraan
pemilu pasca amandemen UUD 1945 telah menggiring prinsip demokrasi liberal
dalam kehidupan bernegara.Sistem pemilihan langsung telah membuka ruang
sikuat dan si kaya untuk mendominasi, yang menimbulkan perbedaan antara
yang berkuasa dan yang dikuasai. Pola ini akan memecah belah kesatuan hidup
dalam masyarakat menjadi hidup berpartai-partai, kondisi ini riil terjadi dalam
kehidupan berdemokrasi di Indonesia saat ini. Pola ini sangat bertolak belakang

8
dengan spirit demokrasi Pancasila yang bertujuan untuk memelihara kesatuan
masyarakat, anti hidup berpartai-partai, pro hidup rukun dan damai, berpendirian
sama tinggi dan sama rendah, ringan sama dijinjing, berat sama dipikul, anak
orang anak awak, yang tua dihormati, yang kecil disayangi, hidup tenggang
menenggang, hormat menghormati, bertolong-tolongan, bergotong royong, dan
bermusyawarah mufakat dalam pengambilan keputusan. Setelah amandemen
ketiga, lembaga perwakilan rakyat berkembang dengan dibentuknya Dewan
Perwakilan Daerah.50 Dengan demikian terdapat dua lembaga tekan menekan,
tetapi bertolong-tolongan, bergotong royong, yang ciri utamanya adalah
musyawarah mufakat dalam pengambilan keputusan.
UUD 1945 (sesudah amandemen) Pasal 22E ayat (2), Pemilihan umum
diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah. Narasi substantif dari ketentuan pasal diatas tidak menyebutkan tentang
sistem pemilihan langsung, namun apabila dikembalikan ke asas pemilu yang
tetuang dalam ayat (1) maka pemilihan presiden dan wakil presiden, anggota
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah pasti dipilih secara
langsung, dan dalam praktek sudah diterapkan. Ketentuan pasal tersebut telah
menghilangkan prinsip perwakilan sekaligus permusyawaratan yang tertuang
dalam ideologi negara yaitu sila keempat Pancasila.(Hukum et al., 2022)
Demokrasi Pancasila tidaklah mungkin dilaksanakan dengan hanya satu
cara saja. Pelaksanaan Demokrasi Pancasila harus dihubungkan dengan
prakteknya.57 Praktek demokrasi Pancasila pasca amandemen dalam perspektif
pembentukan undang-undang di Indonesia, ditandai dengan beberapa indikator.
Secara spesifik, indikator yang digunakan untuk mengkualifikasikan praktek
demokrasi Pancasila adalah fungsi lembaga perwakilan rakyat, yakni apakah
lembaga perwakilan rakyat tersebut berfungi atau tidak, artinya bahwa semakin
lembaga perwakilan rakyat tersebut berfungi, maka Indonesia semakin
demokratis. Hal ini sesuai dengan pendapat Nomensen Sinamo yang
menyatakan bahwa:58 semakin banyak melibatkan rakyat dalam keputusan
politik yang berkaitan dengan kepentingan rakyat adalah mencerminkan telah
makin membaiknya pelaksanaan demokrasi di negara yang bersangkutan.
Untuk meningkatkan fungsi lembaga perwakilan rakyat, yakni agar
negara diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat, pada era
pasca amandemen UUD 1945 telah diundangkan Undang Undang Nomor 10
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan pada tahun 2004. Pada
tahun 2011 telah diundangkan Undang Undang Nomor 12 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan, dan pada tahun 2012 Mahkamah Konstitusi
telah mengeluarkan putusan Nomor 92/PUU-X/2012.(Trijono, 2013, p. 355)
D. Kesimpulan
Setelah Kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia tanggal17 Agustus 1945, para Pendiri
Nasional Indonesia mendirikan negara kesatuan Republik Indonesia yang menjunjung

9
tinggi ideologi atau ajaran demokrasi,Dalamperjalanansejarahketatanegaraan, Indonesia
mengalamiperubahanberlakunya Undang-Undang Dasar Mulai dari UUD 1945,
Konstitusi RIS, UUD 1950, kembalinya UUD 1945 dan sampai dengan UUD 1945
Setelah diamandemen pada tahun 2002, Demokrasi Indonesia juga berkembang seiring
dengan pergolakan politik yang terjadi setelah kemerdekaan. Perubahan perubahan
konsep demokrasi terjadi mulai dari dekokrasi terpimpin, demokrasi parlementer
sampai ke demokrasi presidensiil.dan pada dasarnya, peranan pemerintahan dalam
menjalankan demokrasi masih sangat dominan, karena dalam UUD 1945 beserta
Amandemennya, masih tampak kekuasaan pemerintahan tetap lebih besar dibanding
kekuasaan lainnya.
Daftar pustaka
Hukum, J. I., Hasanah, S., Magister, D., Pascasarjana, H., & Muhammadiyah, U. (2022).
AMANDEMEN PATTERNS OF DEMOCRACY IN THE 1945 CONSTITUTION
AFTER. 1945(2), 361–372.
Irawan, B. B. (2016). Perkembangan Demokrasi di Negara Indonesia. Jurnal Ilmiah
Hukum Dan Dinamika Masyarakat, 5(1).
Pigome, M. (2011). Implementasi Prinsip Demokrasi dan Nomokrasi dalam Struktur
Ketatanegaraan RI Pasca Amandemen UUD 1945. Jurnal Dinamika Hukum,
11(2), 335–348.
Trijono, R. (2013). Demokrasi Indonesia Pasca Amandemen Uud Nri Tahun 1945 Dalam
Perspektif Legislasi. Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional,
2(3), 343. https://doi.org/10.33331/rechtsvinding.v2i3.64
Wijaya, A. (2014). Demokrasi dalam Sejarah Ketatanegaraan Republik Indonesia. Dalam
Jurnal Hukum Dan Perundangan Islam, 4(1), 137–158.

10

Anda mungkin juga menyukai